BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian Gambaran Umum Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta berdiri pada 1968, kemudian dalam perjalanannya seiring dengan perkembangan dan tuntutan jaman serta perubahan kebijakan pemerintah telah terjadi beberapa kali perubahan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) dan pada tahun 4 terjadi penambahan fungsi perkebunan sehingga menjadi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan. Di tahun 9 kembali terjadi perubahan SOTK dengan penambahan fungsi kehutanan menjadi Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. Kiprahnya sebagai salah satu lembaga teknis dalam bidang pembangunan pertanian khususunya pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan, telah mampu mengangkat derajat dan kehidupan para petani. Hal ini menunjukkan bahwa upaya yang telah dilakukan telah menampakan hasil yang cukup membanggakan terlepas dari berbagai kendala, permasalahan dan kekurangan yang dihadapi, tantangan, hambatan dan peluang Dinas dalam upaya lebih memantapkan terhadap tugas pokok dan fungsinya bukanlah semakin ringan namun semakin berat dimana intensitas dan kompleksitasnya semakin tinggi untuk itu perlu pengelolaan penanganan dilakukan secara profesional, akuntabel dan berkelanjutan. 51

2 52 Dalam upaya mewujudkan tuntutan pelayanan publik yang semakin besar tersebut, maka peran sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan dalam pembangunan bidang ekonomi, dituntut untuk dapat memberikan kontribusi terhadap penyediaan pangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan penduduk, peningkatan pendapatan para petani, penyediaan bahan baku industri, peningkatan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta kontribusinya terhadap ketahanan pangan nasional Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta Berdasarkan Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 12 Tahun 5, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, pada Bab II Pasal 3, Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan daerah di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan serta tugas pembantuan yang diberikan Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Selanjutnya pada Bab II Pasal 4, Dinas mempunyai fungsi : 1) Pelaksanaan teknis operasional di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan yang meliputi : perencanaan pembangunan pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan, pengelolaan sarana dan prasarana, pengembangan dan pembinaan produksi tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan, pengembangan usaha dan pengelolaan hasil, serta penyuluhan dan pengembangan SDM. 52

3 53 2) Pelaksanaan teknis fungsional di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah Daerah. 3) Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan dalam hal penyusunan rencana dan program kerja, keuangan, umum kepegawaian. 4) Pelaksanaan tugas lain yang dibebankan Bupati sesuai bidang tugasnya. 4.2 Implementasi Kebijakan Tabel dibawah ini menggambarkan tanggapan responden mengenai Implementasi Kebijakan. Tabel 4.4 Implementasi Kebijakan Total No Pernyataan Jml Skor p p2 3 p3 4 p4 5 p5 6 p6 7 p7 8 p8 9 p9 Sumber : Hasil Analisis, Jumlah Skor Total 1430 Persentase Skor Ideal 53

4 54 Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Implementasi Kebijakan adalah Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 9 x 40 = 1800 Nilai Indeks Minimum = 1 x 9 x 40 = 360 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = ( ) : 5 = 288 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (1430 : 1800) x 100% = 79,44% (1430) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.1 Garis Kontinum Implementasi Kebijakan Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Implementasi Kebijakan yang terdiri dari 9 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 1430, ini artinya Implementasi Kebijakan berada dalam skala kategori baik Organisasi Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataanpernyataan pada dimensi organisasi. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut 54

5 55 sumberdaya petugas, deskripsi pelaksanaan tugas, serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan. Tabel 4.5 Organisasi Total No Pernyataan Jml Skor p p2 3 p3 Sumber : Hasil Analisis, Jumlah Skor Total 461 Persentase Skor Ideal Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Organisasi. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Organisasi adalah 461. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600 Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = ( ) : 5 = 96 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (461 : 600) x 100% = 76,83% (461) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.2 Garis Kontinum Organisasi 55

6 56 Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Organisasi yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 461, ini artinya Organisasi berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban memadai dan sesuai. Secara umum responden berpendapat sumberdaya petugas memadai jumlahnya, petugas bekerja telah sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta sarana dan prasarana telah memadai untuk pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan jumlah aparat yang mendukung pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan ini memadai. Kelembagaan struktural Program Desa Mandiri Pangan ditangani oleh Bidang Ketahanan Pangan dan Pengembangan Usaha pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, sedangkan lembaga koordinasinya pada Dewan Ketahanan Pangan dimana Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta sebagai Wakil Sekretaris dan Kepala Bidang Ketahanan Pangan dan Pengembangan Usaha sebagai anggotanya. Bupati Purwakarta menjabat sebagai Ketua Dewan Ketahanan Pangan. Petugas yang menangani Program Desa Mandiri Pangan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan hanya satu bidang saja yang bekerja. Jumlah petugas dalam satu bidang tidaklah banyak. Namun petugas pelaksana Program ini tidak hanya berasal dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan tetapi juga didukung oleh petugas dari instansi lain yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan BPS, selain itu juga dibantu oleh petugas di desa dimana Program tersebut berlangsung yaitu penyuluh pertanian, aparat desa dan pendamping Program. Selain itu juga didukung oleh ibu-ibu PKK dan Tim Pangan Desa. 56

7 57 Berdasarkan jawaban responden, tercermin petugas melaksanakan tugasnya sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan program. Panduan petugas dalam melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan ini tertuang dalam Pedoman Operasional Program Aksi Desa Mandiri Pangan Tahun Anggaran 6 Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dan Petunjuk Operasional Kegiatan Tahun Anggaran 6 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta Nomor / /-/6 Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. Menurut Ketua Kelompok Tani yang ada di desa Margaluyu dan Batutumpang para petugas mampu menyampaikan maksud dan tujuan Program Desa Mandiri Pangan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam Program tersebut dengan baik. Pengamatan di lapangan menunjukkan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Pada umumnya sarana dan prasarana yang ada di lokasi program sangat minim sehingga seringkali petugas harus membawa dari Dinas, seperti misalnya perlengkapan presentasi yaitu laptop, infocus, layarnya, dan lain-lain. Kendaraan bermotor pun dapat dikategorikan sebagai sarana pendukung untuk membawa petugas ke lokasi program. Sehingga walaupun di lokasi program tidak tersedia, namun sarana dan prasarana pendukung program dapat dibawa dari Dinas ke lokasi program. Ketersediaan sarana dan prasarana tidak terlepas dari ketersediaan anggaran untuk membiayai pelaksanaan Program tersebut. Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai Program Desa Mandiri Pangan berasal dari dana tugas pembantuan APBN, dana dekonsentrasi dari APBD Propinsi dan APBD Kabupaten Purwakarta. Dana dekonsentrasi digunakan untuk operasional pelatihan dan 57

8 58 pembinaan dalam rangka Program Desa Mandiri Pangan. Dana tugas pembantuan dialokasikan untuk setiap desa pelaksana, dengan rincian penggunaan sebagai berikut: 60% merupakan bantuan masyarakat desa dan 40% untuk operasional desa dan kabupaten. Dana dari APBD Kabupaten Purwakarta sebesar 10% sebagai pendampingan direalisasikan pada tahun 7 dan Interpretasi Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataanpernyataan pada dimensi interpretasi. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut pemahaman isi program, tujuan program, serta sosialisasi program. Tabel 4.6 Interpretasi Total No Pernyataan Jml Skor p p5 6 p6 Sumber : Hasil Analisis, Jumlah Skor Total 486 Persentase Skor Ideal Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Interpretasi. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Interpretasi adalah 461. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600 Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 58

9 59 = ( ) : 5 = 96 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (486 : 600) x 100% = 81,00% (486) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.3 Garis Kontinum Interprestasi Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Interpretasi yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 486, ini artinya Interpretasi berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban memahami, merasakan, dan bermanfaat. Secara umum responden berpendapat petugas memahami prosedur pelaksanaan program, masyarakat merasakan manfaat dari program, dan pelaksanaan sosialisasi bermanfaat dalam membantu pemahaman masyarakat terhadap program. Berdasarkan jawaban responden, pemahaman isi program yang ditunjukkan oleh petugas tergolong baik dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan masyarakat desa. Sebelum dimulainya pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan, petugas terlebih dahulu menerima sosialisasi program oleh Departemen Pertanian dan dilatih bagaimana untuk mengelola kegiatan dalam program tersebut. Selain itu juga diberikan pedoman pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan, petunjuk teknis serta dasar hukum pelaksanaan program tersebut. Sehingga dengan bekal yang diberikan oleh Departemen Pertanian tersebut membuat pemahaman petugas yang menangani program ini cukup baik. 59

10 60 Indikator lain yang terlibat dalam dimensi interpetasi adalah pemahaman tujuan program. Responden mengatakan bahwa tujuan program direspon dengan baik dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat. Hal ini bisa dilihat masyarakat tidak menolak pelaksanaan program ini di desanya dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan dalam program tersebut. Walaupun sebelumnya mereka kurang merespon program ini karena diperuntukkan bagi desa rawan pangan, sementara mereka menganggap desanya tidak rawan pangan. Menurut petugas setelah dijelaskan melalui sosialisasi program dan pendekatan individu barulah masyarakat memahami maksud dan tujuan dari Program Desa Mandiri Pangan ini beserta pemahaman kategori desa rawan pangan. Selanjutnya responden menyatakan pendapatnya mengenai sosialisasi program berada pada kategori baik. Sosialisasi dilaksanakan dengan cara melakukan penyuluhan ke lokasi Program Desa Mandiri Pangan. Kegiatan sosialisasi ini digawangi oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan bekerjasama dengan aparat desa setempat, tokoh masyarakat, dan Tim Penggerak PKK setempat. Sosialisasi Program dilakukan untuk meningkatkan pemahaman aparat, lembaga desa dan masyarakat setempat tentang Program Desa Mandiri Pangan, serta memperoleh dukungan dan sinergitas kegiatan Pusat dan Daerah. Materi sosialisasi yaitu Pedoman Umum dan Pedoman Teknis Program Desa Mandiri Pangan serta Pedoman Sekolah Lapangan Desa Mandiri Pangan. Sosialisasi ini juga bermanfaat dalam menyampaikan dan menuangkan maksud dan tujuan program dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Karena jika melalui buku atau leaflet-leaflet saja masyarakat kurang memahami dan 60

11 61 membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mengerti yang diharapkan oleh pemerinttah Aplikasi Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataanpernyataan pada dimensi aplikasi. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut penyesuaian program dengan lingkungan, penilaian terhadap keberhasilan program, serta pengawasan pelaksanaan program. Tabel 4.7 Aplikasi Total No Pernyataan Jml Skor p p8 9 p Jumlah Skor Total 483 Persentase Skor Ideal Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Aplikasi. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Aplikasi adalah 483. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600 Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = ( ) : 5 = 96 61

12 62 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (483 : 600) x 100% = 80,50% (483) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.4 Garis Kontinum Aplikasi Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Aplikasi yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 483, ini artinya Aplikasi berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban sesuai. Secara umum responden berpendapat pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan sesuai dengan kondisi lingkungan di lokasi, pelaksanaan program tersebut telah sesuai dengan tujuan, dan pelaksanaan pengawasan program bersama dengan masyarakat dan petugas sesuai ketentuan yang diharapkan. Kondisi Desa Margaluyu dan Desa Batutumpang termasuk dalam kategori desa rawan pangan menurut ketentuan dari Departemen Pertanian yaitu > 50 % penduduknya termasuk KK miskin, memiliki potensi (sumberdaya sosial, ekonomi dan alam) yang belum dioptimalisasikan, serta aparat desa dan masyarakat memiliki respon yang tinggi dalam pembangunan ketahanan pangan. Penentuan kategori ini berdasarkan hasil dari Survey Rumah Tangga (SRT) yang menghasilkan Data Dasar Rumah Tangga (DDRT). Selain itu juga berdasarkan hasil data penunjang dari Statistik dan Kesehatan serta rengking dari 5 (lima) desa 62

13 63 maka Desa Margaluyu dan Batutumpang yang layak mendapatkan Program Desa Mandiri Pangan. Sehingga responden berpendapat bahwa Program tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan Desa Margaluyu dan Desa Batutumpang. Tujuan dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan adalah meningkatkan ketahanan pangan dan gizi rumah tangga dan masyarakat melalui pendayagunaan/pemanfaatan sumberdaya masyarakat (sosial, ekonomi, finansial). Pelaksanaan program ini disesuaikan dengan sumberdaya, budaya, dan kelembagaan lokal. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan jawaban responden, pelaksanaan Program ini telah mengarah pada pencapaian tujuan. Salah satu indikatornya yaitu melalui perkembangan pemanfaatan Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) untuk usaha kelompok tani. Berdasarkan laporan yang masuk, di Desa Margaluyu dan Batutumpang secara umum telah ada penumbuhan/pemupukan dana usaha kelompok dari BLM awal sebesar Rp. 80 juta. Dari hasil pemupukan modal tersebut ada yang dikembalikan ke Lembaga Keuangan Mikro (LKM), ada yang digulirkan ke anggota kelompok lain dalam satu Gapoktan dan ada yang disimpan sebagai tabungan kelompok. Pemberian dana BLM ini diharapkan dapat membantu menambah modal usaha petani sehingga menambah pendapatannya dan pada akhirnya meningkatkan ketahanan pangan masyarakat di desa tersebut. Sesuai dengan Petunjuk Teknis pengawasan Program Desa Mandiri Pangan ini dilakukan oleh pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah, dan lembaga atau instansi pengawas lainnya); masyarakat desa melalui Tim Pangan Desa; dan pendamping Program Desa Mandiri Pangan. 63

14 64 Pengawasan ini berfungsi sebagai pembinaan agar program berjalan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku. Menurut responden fungsi pengawasan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. Kegiatan pengawasan ini rutin dilaksanakan pada pertengahan dan menjelang akhir tahun anggaran berjalan oleh petugas pengawas fungsional. 4.3 Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Tabel dibawah ini menggambarkan tanggapan responden mengenai Ketahanan Pangan Masyarakat Desa di Kabupaten Purwakarta. Tabel 4.8 Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Total No Pernyataan Jml Skor p p11 12 p12 13 p13 14 p14 15 p15 16 p16 17 p Jumlah Skor Total 1194 Persentase Sumber : Hasil Analisis, 2011 Skor Ideal Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Ketahanan Pangan Masyarakat Desa adalah Jumlah skor 64

15 65 tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 8 x 40 = 1600 Nilai Indeks Minimum = 1 x 8 x 40 = 320 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = ( ) : 5 = 256 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (1194 : 1600) x 100% = 74,63% (1194) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.5 Garis Kontinum Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Ketahanan Pangan Masyarakat Desa yang terdiri dari 8 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 1194, ini artinya Ketahanan Pangan Masyarakat Desa berada dalam skala kategori baik. Ketahanan Pangan Masyarakat Desa yang diteliti didekati dengan teori Realy, et.al yang menyatakan bahwa Ketahanan Pangan ditentukan oleh ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan Ketersediaan Pangan 65

16 66 Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataanpernyataan pada dimensi ketersediaan pangan. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut kepemilikan lahan, sarana dan prasarana produksi, serta jumlah produksi pangan. Tabel 4.9 Ketersediaan Pangan Total No Pernyataan Jml Skor p p11 12 p12 Sumber : Hasil Analisis, Jumlah Skor Total 460 Persentase Skor Ideal Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Ketersediaan Pangan. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Ketersediaan Pangan adalah 460. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600 Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = ( ) : 5 = 96 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (460 : 600) x 100% = 76,67% 66

17 67 (460) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.6 Garis Kontinum Ketersediaan Pangan Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Ketersediaan Pangan yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 460, ini artinya Ketersediaan Pangan berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban memadai. Secara umum responden berpendapat luas lahan produktif yang dimiliki masyarakat di lokasi program dalam menghasilkan bahan pangan memadai, sarana produksi yang tersedia untuk kegiatan usaha tani di lokasi program memadai, dan jumlah produksi pangan yang dihasilkan mencukupi kebutuhan memadai. Menurut Riely et al (1999) indikator ketersediaan pangan dapat dilihat melalui daya dukung produksi dan konsumsi. Daya dukung produksi diantaranya ketersediaan lahan, sarana irigasi, jenis tanaman, dan produktivitas lahan. Sedangkan daya dukung konsumsi dilihat dari kuantitas dan kualitas pangan yang dihasilkan. Petani padi memiliki lahan sawah sendiri, idealnya minimal 2 hektar per KK (Sumarno dan Kartasasmita, 9). Sebagian besar petani di kedua desa lokasi penelitian memiliki luas lahan produktif dibawah hektar. Dari hasil wawancara dengan kelompok tani di lokasi penelitian hal ini disebabkan diantaranya sebagian lahan yang mereka miliki sudah dijual dan lainnya karena sistem pembagian hak waris dari orang tua mereka. Selain itu, kondisi fisik Desa 67

18 68 Batutumpang berada di daerah perbukitan. Dibawah ini adalah tabel luas lahan yang dimiliki oleh responden di masing-masing desa. Tabel 4.10 Luas Lahan Rumah Tangga Petani Jenis Lahan dan Status Luas Lahan Margaluyu Batutumpang Milik sendiri ha 500 m ha Sawah Sewa ha 0.1 ha Bagi hasil 1 ha 0.2 ha Milik sendiri ha Ladang Sewa ha - Bagi hasil - - Milik sendiri - - Tegalan Sewa 0.5 ha - Bagi hasil - - Milik sendiri - 20 m ha Pekarangan / Sewa - - Kebun Bagi hasil - - Sumber : Laporan SKPG Kabupaten Purwakarta, 7 Membaca hasil SRT, jenis produk tanaman pangan yang dihasilkan oleh petani di kedua desa lokasi penelitian sebagian besar adalah tanaman padi. Selain menanam padi, mereka juga menanam jagung, ubi kayu, kacang hijau, cabe, kelapa, ubi kayu, dan lain sebagainya. Hasilnya ada yang dijual dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Padi yang dihasilkan di masing-masing desa berbeda-beda. Di Desa Margaluyu berdasarkan hasil SRT terhadap petani dalam satu tahun (2 kali musim tanam) dihasilkan 3 9 ton GKG (gabah kering giling) per hektar. Sedangkan di Desa Batutumpang hasil produksinya hanya berkisar ton saja. Perbedaan hasil produksi ini pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan topografi diantara 68

19 69 kedua desa tersebut. Desa Margaluyu berada di daerah bertipologi perbukitan namun relatif landai, berbeda dengan Desa Batutumpang yang berada di daerah bertipologi perbukitan dan terjal. Jika dilihat dari metode pengelolaan lahan tidak jauh berbeda diantara kedua desa tersebut Keterjangkauan Pangan Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataanpernyataan pada dimensi keterjangkauan pangan. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut pendapatan rumah tangga petani, keberadaan pasar, dan persediaan pangan. Tabel 4.11 Keterjangkauan Pangan Total No Pernyataan Jml Skor p p14 15 p15 Sumber : Hasil Analisis, Jumlah Skor Total 397 Persentase Skor Ideal Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Keterjangkauan Pangan. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Keterjangkauan Pangan adalah 397. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: 69

20 70 Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600 Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = ( ) : 5 = 96 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (397 : 600) x 100% = 66,17% (397) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.7 Garis Kontinum Keterjangkauan Pangan Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Keterjangkauan Pangan yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 397, ini artinya Keterjangkauan Pangan berada dalam skala kategori cukup baik. Kategori cukup baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban mencukupi, cukup mencukupi, dan kurang dekat. Secara umum responden menilai pendapatan rumah tangga warga di lokasi program mencukupi kebutuhan pangan, jangkauan jarak pasar dengan tempat tinggal warga di lokasi program kurang dekat, dan persediaan pangan yang dimiliki warga di lokasi program mencukupi. Berdasarkan hasil SRT besar penghasilan rumah tangga warga di Desa Margaluyu dan Batutumpang yang seluruhnya petani sebagian besar berada pada kisaran Rp..000,- sampai dengan Rp ,- per bulan. Pendapatan tersebut diperoleh dari penjualan hasil produksi pertaniannya. Petani yang 70

21 71 memiliki pendapatan lebih diperoleh dari usaha sampingan, seperti beternak, perikanan dan berdagang dengan menjual hasil pekarangannya. Keterjangkauan pangan pada rumah tangga tani yang terpenuhi setiap hari selain ditunjang oleh faktor produksi hasil pertanian yang dihasilkan, juga dibantu oleh tersedianya pasar atau tempat jual beli bahan pangan di sekitarnya, seperti warung, kios, koperasi dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian ini, jarak tempat tinggal warga dengan pasar setiap individu berbeda-beda. Pasar yang dimaksud adalah pasar tradisional yang menurut warga pada umumnya lebih lengkap dalam menjual bahan pangan dan harganya relatif lebih murah dari supermarket. Berdasarkan hasil wawancara, warga lebih memilih untuk belanja di pasar minimal dua hari hingga satu minggu bahkan satu bulan sekali untuk membeli kebutuhan pangan. Selain faktor harga yang lebih murah namun jarak yang ditempuh bagi beberapa responden cukup jauh. Warga memanfaatkan warung atau kios yang terdekat hanya untuk membeli sayuran, rokok, jajanan untuk anak-anak dan makanan ringan lainnya. Masyarakat di Desa Margaluyu menempuh jarak 6 15 km menuju pasar. Sedangkan masyarakat di Desa Batutumpang menempuh jarak sejauh km menuju pasar tradisional terdekat. Masyarakat di Desa Margaluyu pada umumnya memilih pergi ke pasar di kecamatan lain yang berdekatan yaitu Kecamatan Wanayasa, sebab menurut responden bahan pangan yang diperjual-belikan lebih murah dan lengkap dibandingkan pasar yang ada di Kecamatan Kiarapedes. Demikian juga dengan masyarakat di Desa Batutumpang terkadang mereka memilih pasar yang berada di kecamatan tetangga yaitu Kecamatan Plered. Karena menurut mereka pasar disana lebih lengkap dan ramai pengunjungnya. 71

22 72 Pada umumnya pasar tradisional di Kabupaten Purwakarta yang cukup besar dan lengkap hanya ada satu di tiap kecamatan, terkecuali di ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Purwakarta pasar tradisional yang ada lebih dari satu ditambah dengan supermarket/swalayan. Masyarakat desa memperoleh pangan selain produksi sendiri dan membeli, juga menyimpan cadangan bahan pangan. Masyarakat di Desa Margaluyu sebagian besar memiliki cadangan bahan pangan. Hal ini sangatlah wajar mengingat jarak tempuh Desa Margaluyu menuju pasar dan pusat keramaian cukup jauh. Masyarakat di Desa Batutumpang juga menyimpan cadangan pangan. Cadangan bahan pangan yang disimpan pada umumnya adalah berupa beras yang merupakan hasil produksi sendiri oleh rumah tangga petani yang disisihkan untuk tidak dijual. Rumah tangga tani di Desa Margaluyu menyimpan beras antara kg. Sedangkan responden di Desa Batutumpang memiliki cadangan beras sebanyak kg. Penyimpanan cadangan pangan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan Lumbung Pangan termasuk dalam Program Desa Mandiri Pangan, sehingga di Desa Margaluyu dan Batutumpang kegiatan penyimpanan cadangan pangan benar-benar dilaksanakan Pemanfaatan Pangan Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataanpernyataan pada dimensi pemanfaatan pangan. Pernyataan pada dimensi ini pemahaman kandungan gizi pangan yang dikonsumsi dan kesehatan anak. Tabel 4.12 Pemanfaatan Pangan Total Skor No Pernyataan Jml Skor Ideal 16 p

23 p Jumlah Skor Total 337 Persentase Sumber : Hasil Analisis, 2011 Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Pemanfaatan Pangan. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor total Pemanfaatan Pangan adalah 337. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara: Nilai Indeks Maksimum = 5 x 2 x 40 = 400 Nilai Indeks Minimum = 1 x 2 x 40 = 80 Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5 = (400 80) : 5 = 64 Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100% = (337 : 400) x 100% = 84,25% (337) Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik Gambar 4.8 Garis Kontinum Pemanfaatan Pangan Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Pemanfaatan Pangan yang terdiri dari 2 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 337, ini artinya Pemanfaatan Pangan berada dalam skala kategori sangat baik. Kategori 73

24 74 sangat baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban sangat memahami dan sangat mengutamakan. Secara umum responden menilai rumah tangga di lokasi program sangat memahami pentingnya kandungan gizi pangan yang dikonsumsi dan sikap rumah tangga di lokasi Program Desa Mandiri Pangan sangat mengutamakan kesehatan anak. Salah satu kegiatan dalam Program Desa Mandiri Pangan adalah Pemberian Makanan Tambahan Beragam, Bergizi, Berimbang dan Aman (3B) di desa lokasi Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Tujuan dari kegiatan ini yaitu memperkenalkan berbagai pola pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang Diversifikasi Konsumsi Pangan kepada ibu hamil, menyusui dan anak-anak sejak usia dini. Output kegiatan ini diharapkan dalam masyarakat desa terdapat perubahan perilaku makan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, sehingga tercapai peningkatan kualitas SDM masyarakat desa tersebut. Pemberian makanan 3B dilaksanakan pada masing-masing lokasi Program Desa Mandiri Pangan yaitu Desa Margaluyu dan Desa Batutumpang sebanyak 80 kali pemberian dengan sasaran penerima 50 orang (Bumil, Ibu Menyusui dan Balita). Waktu mulai pelaksanaan pemberian makanan 3B berbeda-beda setiap lokasi dengan frekuensi pemberian 3 kali per minggu. Dalam kegiatan ini juga diberikan penyuluhan mengenai pola konsumsi pangan 3B dan pentingnya kesehatan pada anak. Pelaksanaan kegiatan ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan berkoordinasi dengan Tim Pangan Desa, Kader Posyandu, Bidan Desa, dan PKK di desa lokasi. 74

25 75 Partisipasi warga setempat dimana kegiatan Pemberian Makanan Tambahan 3B ini berlangsung responnya sangat baik. Hal ini bisa dilihat melalui jumlah peserta yang hadir pada saat kegiatan berlangsung. Berdasarkan hal ini responden menyatakan bahwa pemahaman warga desa terhadap kandungan gizi pangan dan kesehatan anak sangat baik. Walaupun kegiatan ini belum bisa merubah sepenuhnya pola makan warga desa dari yang asalnya mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya menjadi mengkonsumsi ubi atau jagung sebagai pengganti nasi. Namun mereka sudah mengetahui pentingnya pola makan empat sehat lima sempurna. 4.4 Analisis Jalur Organisasi (X 1 ), Interpretasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui besar pengaruh Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y). Dalam metode analisis jalur, untuk mencari hubungan kausal atau pengaruh variabel-variabel penelitian, terlebih dahulu dihitung matriks korelasi dari variabel-variabel Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y). Tabel 4.13 Matriks Korelasi Antar Variabel Variabel X1 X2 X3 Y X X X Y Sumber : Hasil Analisis, 2011 Tabel 4.14 Matriks Korelasi Antar Variabel Bebas 75

26 76 Variabel X1 X2 X3 X X X Sumber : Hasil Analisis, 2011 Berdasarkan matriks korelasi di atas dapat dihitung matriks inversnya. Tabel 4.15 Invers Matriks Korelasi Variabel X1 X2 X3 X X X Sumber : Hasil Analisis, 2011 Berdasarkan hasil perhitungan matriks korelasi dan matriks invers dapat diperoleh koefisien jalur, pengaruh secara keseluruhan dari X 1 X 2 dan X 3 serta koefisien jalur variabel lainnya di luar X 1 X 2 dan X 3 (koefisien residu). P yxj = R -1 R yxj r r r r yx1 x1x1 x1x2 x1x3 yx1 r r r yx2 x2x2 x2x3 yx2 yx3 x3x3 yx3 yx1 yx2 yx3 r Sehingga diperoleh nilai koefisien jalur 1 1 r yx1 yx2 yx Perhitungan Koefisien Determinasi R 2 y x1 x2x3 76

27 77 R 2 y x1 x2x3 yx1 yx1 yx2 yx3 yx2 r r r yx3 R 2 y x1 x2x R 2 y x1 x2x Pengaruh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model (P Yε ) Perhitungan P Yε P Yε = 1 - R 2 y x1 x2x3 P Yε = = Tabel 4.16 Besaran Koefisien Jalur Pengaruh Variabel Koefisien Jalur Secara Bersamaan Organisasi (X1) P yx1 = Interprestasi (X2) P yx2 = Aplikasi (X3) P yx3 = Sumber : Hasil Analisis, 2011 Pengaruh Residu Dengan memperhatikan tabel di atas, maka diperoleh persamaan jalur sebagai berikut : Y = X X X 3 + ε 1 Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa setiap peningkatan Organisasi sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat Desa sebesar satuan, setiap peningkatan Interprestasi sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat Desa sebesar

28 78 satuan, dan setiap peningkatan Aplikasi sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat Desa sebesar satuan. Nilai koefisien jalur variabel Aplikasi lebih besar dibandingkan koefisien jalur variabel Interprestasi dan Organisasi. Artinya Aplikasi lebih menentukan (berpengaruh lebih besar) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa dibandingkan Interprestasi dan Organisasi baik secara langsung maupun tak langsung. Dari tabel diperoleh total pengaruh variabel Organisasi, Interprestasi, dan Aplikasi terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa adalah sebesar atau sekitar 69.8%, sedangkan pengaruh faktor lainnya terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa ditunjukkan dengan nilai atau sekitar 30.2%. Dengan kata lain, variabel Ketahanan Pangan Masyarakat Desa dapat dijelaskan sebesar 69.8% oleh variabel Organisasi, Interprestasi dan Aplikasi. Sisanya sebesar 30.2% variabel Ketahanan Pangan Masyarakat Desa dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Berikut adalah gambar pengaruh antara Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y). 78

29 79 Gambar 4.9 Pengaruh antara Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Pengujian Secara Keseluruhan Hipotesis utama penelitian ini adalah Organisasi (X 1 ), Interpretasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) berpengaruh positif terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y). Hipotesis penelitian tersebut dinyatakan dalam hipotesis statistik berikut ini: H 0 : yx yx yx H 1 : Sekurang-kurangnya ada satu P yxi 0, i = 1, 2 dan 3 Statistik uji yang digunakan adalah : F ( n k 1) p r k i 1 i 1 k(1 p r ) k yxi yxi yxi yxi Kriteria uji, Tolak Ho jika F hitung F tabel, terima Ho dalam hal lainnya. Dimana F tabel diperoleh dari tabel distribusi F dengan = 5 % dan derajat bebas db 1 = k, dan db 2 = n-k-1 Tabel 4.17 Pengujian Secara Simultan F Hipotesis Alternatif db F tabel Keputusan Kesimpulan hitung X 1, X 2 dan X 3 secara db simultan 1 = H 0 ditolak Signifikan berpengaruh terhadap Y db 2 = 36 Sumber : Hasil Analisis,

30 80 Pada tabel di atas dapat kita ketahui bahwa hasil pengujian signifikan yang berarti Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Pengujian Secara Parsial Karena hasil pengujian secara keseluruhan memberikan hasil yang signifikan, maka untuk mengetahui variabel bebas mana yang secara parsial berpengaruh nyata terhadap Y dapat dilanjutkan dengan pengujian secara parsial. Untuk menguji koefisien jalur secara parsial, terlebih dahulu ditentukan rumusan hipotesisnya sebagai berikut: H : 0 0 P yx i Tidak terdapat pengaruh yang nyata variable bebas yang ke-i (X i ) terhadap Y H : 0 1 P yx i Terdapat pengaruh yang nyata variable bebas yang ke-i (X i ) terhadap Y Statistik uji yang digunakan adalah: t i P yxi 2 (1 R ) n CR k 1 ii i = 1, 2 dan 3 Kriteria uji: Tolak Ho jika t hitung > t table ( t ; n k 1) Hasil perhitungan dapat kita lihat pada table berikut ini: Tabel 4.18 Pengujian Parsial Hipotesis t hitung db t tabel Keputusan Kesimpulan 80

31 81 P yx1 = ± Ho ditolak Signifikan P yx2 = ± Ho ditolak Signifikan P yx3 = ± Ho ditolak Signifikan Sumber : Hasil Analisis, 2011 Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung untuk masingmasing variabel Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ), dan Aplikasi (X 3 ) lebih besar dari nilai t tabel. Ini berarti variabel Organisasi (X 1 ) Interprestasi (X 2 ), dan Aplikasi (X 3 ) secara parsial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Pengaruh Organisasi (X 1 ), Interprestasi (X 2 ) dan Aplikasi (X 3 ) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Pengaruh Organisasi (X 1 ) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaruh dimensi organisasi terhadap ketahanan pangan masyarakat desa di Kabupaten Purwakarta. Tabel 4.19 Pengaruh Organisasi Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Besar Pengaruh langsung dan tidak langsung kontribusi X1 langsung P yx1 P yx % X1 melalui X2 P yx1 r x1x2 P yx2 4.04% X1 melalui X3 P yx1 r x1x3 P yx3 6.26% Total pengaruh X1 terhadap Y 23.97% Sumber : Hasil Analisis,

32 82 Sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa pengorganisasian Program Desa Mandiri Pangan di Kabupaten Purwakarta dapat dilihat dari segi kuantitas petugas, deskripsi pelaksanaan tugas oleh petugas dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang program. Menurut Jones tujuan utama pengorganisasian adalah untuk mengimplementasikan sebuah program. Organisasi dapat berjalan didukung oleh kinerja anggotanya dalam hal ini petugas di Dinas. Dalam menjalankan Program Desa Mandiri Pangan petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan dibantu oleh petugas dari instansi lain yang ada hubungannya dengan Program Desa Mandiri Pangan, petugas dari desa, Tim Penggerak PKK, Tim Pangan Desa, dan pendamping program. Dengan adanya kerjasama yang baik dan kesepahaman dalam melaksanakan Program maka segala bentuk kegiatan yang terdapat dalam Program Desa Mandiri Pangan terlaksana dengan baik. Program ini bukan hanya sekedar seremonial dalam memberikan bantuan kepada masyarakat, melainkan terdapat tujuan sosial yang harus dicapai yaitu tercapainya Ketahanan Pangan masyarakat di desa. Kesepahaman setiap petugas dalam menjalankan tugas dan fungsinya karena mereka memahami tujuan program mencapai Ketahanan Pangan masyarakat desa dan deskripsi tugas mereka dengan jelas. Hal ini tercapai karena adanya petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan serta pelatihan dan sosialisasi yang diberikan sebelum pelaksanaan program dimulai. Sebuah program tidak mungkin dapat berjalan tanpa adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Pelaksanaan program perlu adanya dukungan dana. Dana yang digunakan untuk mendukung Program Desa Mandiri Pangan berasal dari APBN, APBD Propinsi dan APBD Kabupaten. 82

33 83 Pengorganisasian harus mampu menggunakan dana yang ada semaksimal mungkin untuk menjalankan program agar tercapai tujuan program yakni ketahanan pangan masyarakat di desa lokasi program tersebut berlangsung Pengaruh Interpretasi (X 2 ) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaruh dimensi interpretasi terhadap ketahanan pangan masyarakat desa di Kabupaten Purwakarta. Tabel 4.20 Pengaruh Interprestasi Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Besar Pengaruh langsung dan tidak langsung kontribusi X2 langsung P yx2 P yx2 5.58% X2 melalui X1 P yx2 r x2x1 P yx1 4.04% X2 melalui X3 P yx2 r x2x3 P yx3 2.83% Total pengaruh X2 terhadap Y 12.45% Sumber : Hasil Analisis, 2011 Pengaruh interpretasi program persentasenya tidak cukup besar dibandingkan dimensi organisasi dan aplikasi. Hal ini dapat disebabkan karena proses interpretasi program merupakan suatu proses yang cukup rumit. Sebelum merubah mindset dan memberikan pengertian mengenai pentingnya Program Desa Mandiri Pangan terhadap ketahanan pangan masyarakat desa, terlebih dahulu petugas sebagai implementor program harus memiliki pemahaman dan pengertian 83

34 84 yang sama terhadap tujuan program dilaksanakan. Seringkali proses ini tidak mudah bergantung pada kemampuan dan SDM petugas yang bersangkutan Pengaruh Aplikasi (X 3 ) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y) Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaruh dimensi aplikasi terhadap ketahanan pangan masyarakat desa di Kabupaten Purwakarta. Tabel 4.21 Pengaruh Aplikasi Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Besar Pengaruh langsung dan tidak langsung kontribusi X3 langsung P yx3 P yx % X3 melalui X1 P yx3 r x3x1 P yx1 6.26% X3 melalui X2 P yx3 r x3x2 P yx2 2.83% Total pengaruh X3 terhadap Y 33.34% Sumber : Hasil Analisis, 2011 Aplikasi menurut Jones merujuk pada melaksanakan pekerjaan. Dalam menjalankan suatu program bergantung pada perencanaan dan evaluasi kegiatan. Pelaksanaan program bergantung pada kondisi di lapangan. Perlu juga diingat bahwa tidak semua pelaksanaan program atau rencana dapat terlaksana dengan sempurna. Keberhasilan ketahanan pangan tidak harus dilihat dari output berupa kuantitas bahan pangan yang dihasilkan, tetapi juga dilihat dari perubahan pola pikir masyarakat dalam memproduksi dan mengkonsumsi pangan, menyimpan cadangan pangan, serta memperhatikan asupan gizi pangan yang dikonsumsi. Implikasi keberhasilan ketahanan pangan yang paling besar adalah tercukupinya konsumsi pangan dengan produksi sendiri sehingga berdampak pada peningkatan SDM dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat desa. Meningkatnya kuantitas produksi pangan tidak menjamin kesejahteraan masyarakat. Hal ini 84

35 85 dapat menjadi celah bagi pemerintah untuk mencari upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal. Jadi tidak hanya melalui bantuan sosial berupa kucuran dana untuk peningkatan produksi pangan, melainkan melalui bantuan yang bisa digunakan berkesinambungan dan memberdayakan potensi masyarakat tersebut. Tabel 4.18, 4.19 dan 4.20 menunjukkan bahwa besarnya pengaruh organisasi terhadap ketahanan pangan sebesar 23,97%, pengaruh interpretasi terhadap Ketahanan Pangan sebesar 12,45%, dan pengaruh aplikasi terhadap Ketahanan Pangan sebesar 33,34%. Implementasi kebijakan yang terdiri dari dimensi organisasi, interpretasi, dan aplikasi pengaruh secara bersamaannya adalah 0,698 atau mendekati 70%. Pengaruh koefisien residu sebesar 0,302 atau 30%. Hal ini menunjukkan bahwa disamping organisasi, interpretasi dan aplikasi masih ada dimensi lain yang tidak diteliti yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dimensi lain yang tidak diteliti tetapi menjadi penting dalam penelitian ini adalah komunikasi antara sesama petugas pelaksana program maupun antara petugas dengan masyarakat desa. Petugas yang melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan ini tidak hanya mencakup satu instansi saja tetapi juga melibatkan instansi lain yang terkait, sehingga diperlukan suatu komunikasi untuk pencapaian suatu tujuan yang sama yaitu ketahanan pangan masyarakat di desa. Komunikasi juga terjadi antara petugas dengan masyarakat desa, dimana petugas harus mampu menyampaikan bahasa program kedalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat desa agar mereka mengerti tujuan program untuk 85

36 86 pencapaian ketahanan pangan dan menerima pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan di desanya. Persentase pengaruh variabel X 1, X 2, dan X 3 terhadap Ketahanan Pangan masyarakat desa sangat besar yaitu sebesar 70%. Hal ini diantaranya disebabkan responden seluruhnya adalah petugas atau implementor kebijakan atau pelaksana program. Mereka menilai pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan telah mampu membantu masyarakat desa dalam meningkatkan Ketahanan Pangannya. Hal ini tercermin dalam setiap jawaban pernyataan yang diberikan. Untuk nilai koefisien jalur variabel aplikasi lebih besar dibandingkan koefisien jalur variabel interprestasi dan organisasi. Berarti aplikasi berpengaruh lebih besar terhadap ketahanan pangan masyarakat desa dibandingkan interprestasi dan organisasi baik secara langsung maupun tak langsung. Petugas berpendapat bahwa pengaplikasian program di lapangan lebih besar manfaatnya bagi masyarakat desa dibandingkan pengorganisasian pelaksana program dan interpretasi kebijakan program. Di sisi lain yang paling merasakan manfaat dari pelaksanaan program terhadap ketahanan pangan adalah masyarakat di desa tersebut. Responden dari masyarakat tidak ada, untuk menghindari adanya dua populasi dalam satu penelitian. 86

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Pembangunan ketahanan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi penduduk merupakan salah satu urusan wajib pemerintah. Hal ini memberikan landasan dan peluang kepada daerah

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota Bukittinggi, Maret 2016 BIDANG PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP)

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN KONDISI UMUM

URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN KONDISI UMUM 4.1.21 URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN 4.1.21.1 KONDISI UMUM Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian kesediaan pangan yang cukup. Dalam pencapaian kondisi ketahanan pangan, ada tiga subsistem/aspek yang sangat berpengaruh, yaitu

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi BPPKP sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

13. URUSAN KETAHANAN PANGAN

13. URUSAN KETAHANAN PANGAN 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP4K2P) Kabupaten Jayawijaya merupakan Organsasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA PROBOLINGGO DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availabillity) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB Gedung Badan Ketahanan Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. ALAMAT Badan Ketahanan Provinsi Nusa Tenggara Barat beralamat di Jl. Majapahit No. 29 Mataram Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Tugas Pembantuan

Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Penyelenggaraan Tugas Pembantuan 4.1. Tugas Pembantuan Yang Diterima Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan azas tugas pembantuan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 10 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI, KEPALA BADAN, SEKRETARIS, SUB BAGIAN, BIDANG DAN SUB BIDANG PADA BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk kelanjutanhidupnya, oleh karena itu terpenuhinya pangan menjadi hak asasi bagisetiap orang.berdasarkan hal itu

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63 km 2 atau sebesar 11,11% dari

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63 km 2 atau sebesar 11,11% dari IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan 1. Geografi Kabupaten Way Kanan adalah salah satu dari 15 kabupaten/kota di Propinsi Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN

PEMERINTAH KABUPATEN POTENSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG Lahan Pertanian (Sawah) Luas (km 2 ) Lahan Pertanian (Bukan Sawah) Luas (km 2 ) 1. Irigasi Teknis 15.250 1. Tegal / Kebun 30.735 2. Irigasi Setengah Teknis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75 71 PENDAHULUAN Pada saat ini dan masa yang akan datang pembangunan di Indonesia memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Harapannya, pengembangan wilayah dilakukan agar dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Harapannya, pengembangan wilayah dilakukan agar dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memerlukan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Ketiganya merupakan satu kesatuan ruang yang apabila satu di antara ketiga hal tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2010 DAN ANGKA RAMALAN I 2011)

PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA 2010 DAN ANGKA RAMALAN I 2011) PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA No. 05/03/72/Th. XIII, 1 Maret 2011 (ANGKA SEMENTARA 2010 DAN ANGKA RAMALAN I 2011) A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis SKPG Desa Pagerharjo Tahun 2011-2015 A. Aspek ketersediaan pangan Ketersediaan pangan merupakan aspek yang terkait dengan pasokan bahan pangan dan kebutuhan pangan Masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya

BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya BAB II BADAN KETAHANAN PANGAN MEDAN A. Sejarah Ringkas Badan Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara yang awal mulanya sebelum dilaksanakannya undang undang otonomi daerah merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT Disampaikan pada : Lokakarya Pengintegrasian Pengelolaan Lahan Kering Berbasis Pertanian Konservasi dalam Penyunan Teknokratik

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 50 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran Dinamika pembangunan masyarakat Desa Negara Saka Kabupaten

Lebih terperinci

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 215 Ir. Ni Putu Suastini, MSi (Penyuluh Pertanian Madya) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng 215 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAM UMUM OPERASIONAL CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA / KELURAHAN KOTA KEDIRI TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA KEDIRI Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 54 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Dalam rangka mendorong dan meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa cadangan pangan p emerintah desa

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 40/11/34/Th. X, 03 November 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) Berdasarkan ATAP 2007 dan Angka Ramalan III (ARAM

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 046/11/12/Th.VI. 01 November 2012 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2012) Sampai dengan Subrorund II (Januari-Agustus) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

KANTOR KETAHANAN PANGAN

KANTOR KETAHANAN PANGAN KANTOR KETAHANAN PANGAN Kode 00 NON URUSAN 00 00 PROGRAM SETIAP SKPD 00 00 0 PROGRAM PELAYANAN ADMINISTRASI 239.442.950 287.33.540 PERKANTORAN 00 00 0 00 Penyediaan Jasa Surat Menyurat Tercapainya kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari satu tahap ke tahap berikutnya. Agar pembangunan dapat terlaksana dengan

I. PENDAHULUAN. dari satu tahap ke tahap berikutnya. Agar pembangunan dapat terlaksana dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnyan merupakan suatu proses perubahan dinamis yang dilakukan secara terus menerus untuk menuju pada suatu keadaan yang lebih baik dari satu tahap

Lebih terperinci

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 54 TAHUN 2008

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 54 TAHUN 2008 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci