Oleh : Marenda Ishak S, SP., MT. NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : Marenda Ishak S, SP., MT. NIP"

Transkripsi

1 !""#$ Oleh : Marenda Ishak S, SP., MT. NIP Jurusan Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2008

2 %%&! ' " #$ % # #& ' ( ( ' ' # " ( " % ) $ * # % +# Jatinangor, Februari 2007 Penulis

3

4 I. Latar Belakang Pertanian di masa mendatang diarahkan untuk menjadi sektor ekonomi modern, efisien, berdaya saing dan tangguh (Suryana, 2003:47). Untuk mencapai tujuan tersebut maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, perlu juga dilakukan rekayasa paket teknologi maju dan spesifik lokasi agar upaya peningkatan efisiensi usaha dalam memproduksi komoditas yang berdaya saing dapat dilakukan dengan baik. Teknologi maju yang dimanfaatkan harus secara teknis dapat diterapkan, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial budaya dapat diterima dan ramah lingkungan. Peningkatan efisiensi disini diperlukan agar mampu menghasilkan produk pertanian yang mampu memberikan peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat. Salah satu wujud konkret dalam mencapai tujuan di atas adalah upaya pengembangan produk-produk pertanian unggulan yang didasarkan pada keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah, sehingga tercermin adanya pengembangan wilayah atas dasar komoditas unggulan. Dengan demikian, pemilihan komoditas dan usaha pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan harus mengacu pada kaidah kecocokan wilayah pengembangan dari aspek teknis budi daya sehingga meningkatkan efisiensi usaha dan melestarikan lingkungan. Dalam kerangka pembangunan yang dilaksanakan saat ini, tugas utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduk dan pendukung perkembangan sektor-sektor lainnya. Seiring dengan meningkatnya laju permintaan terhadap hasil-hasil pertanian akibat laju pertambahan penduduk dan meningkatnya pendapatan per kapita, maka permintaan terhadap hasil-hasil pertanian terus mengalami peningkatan baik dalam jumlah, keragaman, maupun kualitasnya. Peningkatan produksi hasil-hasil pertanian tersebut dapat dicapai melalui intensifikasi pemanfaatan sumberdaya lahan dan ekstensifikasi areal pertanian. Intensifikasi berupa upaya peningkatan produktivitas lahan, sedangkan ekstensifikasi akan mengarah pada pemanfaatan lahan-lahan yang mempunyai produktivitas lahan yang lebih rendah atau marjinal, karena lahan yang subur telah lama diusahakan. Kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi akan menimbulkan tekanan yang cukup berat terhadap sumberdaya lahan, yang berarti akan berdampak negatif terhadap kelestarian

5 sumberdaya alam dan kualitas lingkungan. Keadaan tersebut lebih diperburuk lagi dengan adanya penduduk miskin di suatu wilayah. Untuk sekedar mempertahankan hidupnya, penduduk miskin cenderung akan mengeksploitasi sumberdaya alam, baik yang dalam penguasaannya maupun milik bersama (common property resources) yang akan dapat mengakibatkan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Berdasarkan perhitungan BPS Kabupaten Pasuruan, pada tahun 2003 masih terdapat KK yang berada di pada tahapan keluarga pra sejahtera. Jumlah ini merupakan 21,38% dari total rumah tangga di Pasuruan. Dari jumlah ini sebanyak 65,4% berada di pedesaan, yang berarti 14,3% dari penduduk pedesaan tergolong miskin. Karena ekonomi pedesaan masih berciri dominan agraris, maka penduduk miskin tersebut umumnya berpenghasilan utama dari pertanian. Lokasi penduduk miskin pada umumnya berada di daerah dengan kualitas sumberdaya alam yang rendah karena tidak mampu bersaing untuk menguasai sumberdaya dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Mereka akan terdesak ke lokasi dengan sumberdaya lahan yang kemampuan daya dukungnya rendah, seperti lahan kering, lahan marjinal, atau daerah yang terisolasi secara ekonomis. Kemampuan mereka sangat terbatas hanya pada pemanfaatan sumberdaya tersebut tanpa mampu meningkatkan kelestarian produktivitasnya. Seringkali pemanfaatan lahan tersebut dilakukan sangat intensif karena dorongan kebutuhan hidup yang tinggi. Hal ini mengakibatkan sumberdaya lahan yang sudah marjinal ini akan mengalami degradasi yang cepat. Keadaan ini dalam tahap berikutnya berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup di sekitarnya. Walaupun lahan yang dimilikinya telah dimanfaatkan sangat intensif, petani berlahan sempit akan sulit memperoleh pendapatan pada tingkat yang cukup untuk keluar dari lingkungan kemiskinan. Sementara itu bagi buruh pertanian, kesempatan kerja di luar pertanian masih terbatas, dan kemampuan mereka untuk masuk ke pasar tenaga kerja non pertanian ini juga sangat terbatas. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mempertahankan hidup adalah dengan memanfaatkan sumberdaya milik bersama seperti lahan kering, bukit-bukit dan hutan di sekitarnya. Oleh karena itu, maka pengembangan pertanian hendaknya memperhatikan sedini mungkin aspek lingkungan hidup, dalam arti pemanfaatan sumberdaya dilaksanakan dalam batas-batas daya dukung lingkungan, sehingga produktivitas sumberdaya tersebut di masa datang dapat tetap dipertahankan.

6 Isu strategis lain pada pembangunan sektor pertanian adalah semakin terbatasnya ketersediaan sumberdaya alam, khususnya lahan pertanian di Jawa yang disebabkan oleh alih fungsi lahan yang terjadi secara terus-menerus sebagai akibat dari proses industrialisasi (Sumaryanto dkk., 1996 dalam Suryana, 2003). Gejala kelangkaan yaitu terjadinya kecenderungan penggunaan lahan-lahan marjinal dengan produktivitas sangat rendah akan terus berlanjut karena lahan subur yang ada sudah terpakai seluruhnya. Meningkatnya kelangkaan lahan pertanian yang diikuti dengan meningkatnya jumlah penduduk akan memperberat tekanan terhadap lahan pertanian yang lebih lanjut dapat menyebabkan marjinalisasi petani. Jumlah petani yang mempunyai lahan sempit dan kurang subur dan petani yang tidak mempunyai lahan akan semakin banyak yang akhirnya dapat memperburuk ketimpangan penguasaan sumberdaya lahan dan pendapatan antar kelompok dalam masyarakat Adanya kebutuhan lahan yang semakin meningkat di satu sisi dan langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial di sisi lainnya, serta adanya persaingan penggunaan lahan yang subur dengan sektor non pertanian, memerlukan adanya teknologi tepat guna dalam mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara berkelanjutan diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ekonomis cukup baik. Pengetahuan tentang sifat fisik lahan ini sangat penting dan merupakan dasar bagi perencanaan penggunaan lahan yang rasional (Sitorus, 1985:89). Data mengenai sifat lingkungan fisik tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan pemetaan sumberdaya lahan yang kemudian diikuti dengan kegiatan evaluasi lahan. II. Evaluasi Lahan Untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian, data mengenai iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya tersebut perlu dijelaskan lebih lanjut melalui kegiatan evaluasi lahan. Evaluasi lahan merupakan kelanjutan dari kegiatan pemetaan sumberdaya lahan, karena data hasil survei dan pemetaan sumberdaya lahan masih sulit digunakan oleh pengguna untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan kajiannya bagi keperluan

7 tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumberdaya lahan (Joung, 1976 dalam Tim Puslittanak, 1993:1). Hasil evaluasi ini akan memberikan informasi dan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan komoditas apa yang boleh dikembangkan serta masukan (input) pengelolaan lahan yang diperlukan sehingga produktivitas lahan yang diharapkan dapat tercapai. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) (FAO, 1976 dalam Arsyad, 1989:208). Hasil evaluasi lahan memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat dipergunakan secara lestari sesuai dengan hambatan atau ancaman yang ada. Kegunaannya untuk berbagai tingkat perencanaan ditentukan oleh tingkat pengamatan atau tingkat survei sumberdaya lahan. Evaluasi lahan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pada evaluasi secara langsung, lahan dievaluasi langsung melalui petak-petak percobaan. Adapun pada evaluasi secara tidak langsung, diasumsikan bahwa tanah tertentu dan sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi akan mempengaruhi keberhasilan suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal banyak sifat dan ciri sumberdaya lahan yang perlu dievaluasi. Untuk keperluan pertanian, sumberdaya lahan yang penting dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) tanah, (2) iklim, (3) topografi dan formasi geologi, (4) vegetasi, serta (5) sosial ekonomi. Keadaan ini dapat diprediksi karena kualitas lahan dapat ditentukan secara deduktif dari hasil pengamatan ciri lahan tersebut. II.1 Pengertian Dasar Dalam melaksanakan evaluasi lahan, perlu dipahami istilah-istilah yang digunakan baik yang menyangkut keadaan sumberdaya lahan maupun yang berkaitan dengan kebutuhan atau persyaratan tumbuh suatu tanaman. Berikut ini diuraikan secara ringkas mengenai: pengertian lahan, karakteristik lahan dan kualitas lahan, persyaratan penggunaan lahan/tumbuh tanaman, serta penentuan jenis komoditas yang sebagian besar bersumber dari pustaka Djaenudin, dkk (1997 dan 2003).

8 1. Lahan Lahan merupakan bagian dari bentangalam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang luas termasuk yang dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia baik di masa lalu maupun sekarang. 2. Karakteristik Lahan dan Kualitas Lahan a. Karakteristik Lahan Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, misalnya: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, ph H 2 0, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Karakteristik lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: - temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam C - curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm - lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm - drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah - tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm - KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat

9 - reaksi tanah (ph) : nilai ph tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan - C-organik : kandungan karbon organik tanah. - salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik. - alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar - lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam % - bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun - genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun - batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah - singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah Karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh, ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan. b. Kualitas Lahan Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap

10 kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976). Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah. Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan yang diperlukan adalah: - Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan jalan penghubung. - Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan pertanian. - Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi). Dalam penelitian ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: - temperatur : ditentukan oleh keadaan temperatur rerata - ketersediaan air : ditentukan oleh keadaan curah hujan dan lama masa kering - media perakaran : ditentukan oleh kelas drainase tanah, keadaan tekstur, dan kedalaman efektif tanah - retensi hara : ditentukan oleh KTK-liat, ph, dan C-organik - ketersediaan hara : ditentukan oleh N total, P 2 O 5 tersedia, dan K 2 O tersedia

11 - terrain : ditentukan oleh lereng, batu di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan - bahaya keracunan : ditentukan oleh salinitas Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel II.1. Tabel 0.1 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan yang Digunakan dalam Penelitian Simbol Kualitas Lahan Karakteristik Lahan t Rejim temperatur 1. Tempeatur rata-rata tahunan (ºC) w Ketersediaan air 1. Bulan kering (< 100 mm) 2. Curah hujan rata-rata tahunan (mm) r Media Perakaran 1. Kelas drainase tanah 2. Tekstur tanah 3. Kedalaman efektif f Retensi hara 1. KTK (m.e) 2. C-organik n Ketersediaan hara 1. Total Nitrogen 2. P 2 O 5 tersedia 3. K 2 O tersedia s Terrain 1. Lereng (%) 2. Batu di permukaan dan di dalam penampang tanah 3. Singkapan batuan x Keracunan (toksisitas) 1. Salinitas Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993), Djaenudin (2003), dimodifikasi. Kualitas dan karakteristik lahan masing-masing satuan lahan di Kabupaten Pasuruan disajikan pada Lampiran-1. Kualitas lahan yang ada pada setiap satuan lahan tidak semuanya melainkan hanya yang relevan saja. Kualitas lahan yang relevan ditentukan berdasarkan persyaratan penggunaan lahan dan kondisi fisik dari satuan lahan yang ada. Kualitas lahan yang relevan ini merupakan masukan dalam proses membandingkan nantinya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini ada 6 (enam) kualitas lahan yang digunakan meliputi: temperatur (t), ketersediaan air (w), media perakaran (r), retensi hara (f), ketersediaan hara (n), dan medan (s). Kualitas lahan yang tidak relevan dinilai adalah retensi hara (f) dan ketersediaan hara (n) untuk jenis tanaman kelapa dan kapokrandu, karena pertimbangan persyaratan penggunaan lahan yang ada.

12 3. Persyaratan Penggunaan Lahan/Tumbuh Tanaman Semua jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan yang telah dibahas. Persyaratan karakteristik lahan untuk masingmasing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut. Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif (tempat perakaran berkembang). Ada tanaman yang memerlukan drainase terhambat seperti padi sawah. Tetapi pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, dimana pada kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman dapat berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal. Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk masingmasing karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N). 4. Penentuan Jenis Komoditas Komoditas yang akan diteliti dibatasi hanya meliputi beberapa jenis tanaman bahan pangan, tanaman hortikultura, dan beberapa jenis tanaman perkebunan. Beberapa kriteria sebagai bahan pertimbangan untuk pemilihan komoditas tersebut adalah: Masih dibutuhkan masyarakat dalam jumlah yang cukup (padi, jagung, ubikayu, kacangtanah, kedelai)

13 Merupakan aktivitas pertanian yang dominan sehingga banyak melibatkan atau menyerap tenaga kerja/petani (padi, tebu) Mempunyai nilai jual yang cukup baik (kobis, kentang, kopi) Alasan historis (tebu, kapokrandu) Merupakan arahan pengembangan/perintisan budidaya alternatif oleh pemerintah (gandum, kopi) Berdasarkan kelima pertimbangan tersebut, maka dipilih jenis komoditas yang akan dianalisis meliputi: jenis tanaman bahan pangan (padi, jagung, ubikayu, kacangtanah, kedelai dan gandum), tanaman hortikultura (kobis, kentang), dan perkebunan (tebu, kelapa, kapokrandu, kopi robusta). Ketiga kelompok jenis komoditas tersebut akan dievaluasi kesesuaian lahannya untuk setiap lahannya dengan cara membandingkan (matching). III. Klasifikasi Kesesuaian Lahan 1. Umum Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus (1985:42). Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Kesesuaian lahan ditunjukkan oleh kelas dan sub kelas kesesuaian lahan tertentu. Untuk memperoleh tingkatan dalam kesesuaian lahan didapat dari hasil membandingkan antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif. Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability classification) adalah penilaian dan pengelompokan atau proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Klasifikasi kemampuan lahan (land capability classification) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kesesuaian

14 dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas atau kemungkinan penyesuaian sebidang lahan bagi suatu macam penggunaan tertentu, sedangkan kemampuan dipandang sebagai kapasitas lahan untuk suatu tingkat penggunaan yang umum. Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sebagai contoh suatu lahan yang topografi atau reliefnya datar, tanahnya dalam, tidak kena pengaruh banjir dan iklimnya cukup basah kemampuan lahan pada umumnya cukup baik untuk pengembangan tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun jika kedalaman tanahnya kurang dari 50 cm, lahan tersebut hanya mampu dikembangkan untuk tanaman semusim atau tanaman lain yang mempunyai zone perakaran dangkal. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe penggunaan tertentu, sehingga harus mempertimbangkan aspek manajemennya. Misalnya untuk padi sawah irigasi atau sawah pasang surut, ubi kayu, kedelai, perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri akasia atau meranti. 2. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain, dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut: Ordo Kelas : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.

15 Kelas S1, sangat sesuai Kelas S2, cukup sesuai : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata. : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitas nya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3, sesuai marjinal : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut petani tidak mampu mengatasinya. Kelas N, tidak sesuai : Lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Subkelas: Keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum dua pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing subkelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan. Unit : Keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkatan subkelas. Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil dari faktor

16 pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha tani. Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan. Contoh cara penamaan kesesuaian lahan dari tingkat Ordo hingga tingkat Satuan disajikan pada Gambar II.1. Gambar 0.1 Cara Penamaan Kesesuaian Lahan dari Kategori (tingkat) Ordo hingga Satuan Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dengan simbol-simbolnya secara ringkas ditunjukkan pada Gambar II.2. KATEGORI ORDER KELAS SUBKELAS SATUAN Kesesuaian Lahan Kesesuaian Lahan Kesesuaian Lahan Kesesuaian Lahan S1 Sangat Sesuai S2m S2e-1 Sesuai (S) S2 Cukup Sesuai S2e S2e-2 S3 Sesuai Marjinal S2d S2e-3 SC SC2 SC2m Tidak Sesuai (N) N1 N2 Tidak Sesuai Saat Ini Tidak Sesuai Permanen Gambar 0.2 N1m N1 Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan (FAO, 1976) 3. Macam Kesesuaian Lahan Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu: Kesesuaian lahan kualitatif dan Kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing Kesesuaian lahan tersebut dapat

17 dinilai secara aktual maupun potensial; atau Kesesuaian lahan aktual dan Kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang dilakukan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara rinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Keadaan sosial ekonomi hanya merupakan latar belakang umum saja. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi yang dinyatakan dalam term ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output), B/C ratio, dan sebagainya yang biasanya digunakan untuk survei kelayakan secara rinci (Arsyad, 1989:209). Klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability classification) adalah penilaian dan pengelompokan atau proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Klasifikasi kemampuan lahan (land capability classification) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kesesuaian dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas atau kemungkinan penyesuaian sebidang lahan bagi suatu macam penggunaan tertentu, sedangkan kemampuan dipandang sebagai kapasitas lahan untuk suatu tingkat penggunaan yang umum. Kesesuaian lahan dibedakan atas kesesuaian lahan aktual (present land suitability) dan kesesuaian lahan potensial (potential land suitability). Kesesuaian lahan sekarang adalah kesesuaian lahan yang dinilai berdasarkan keadaan lahan pada saat dilakukan penelitian tanpa memperhitungkan jenis perbaikan lahan yang diperlukan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dinilai berdasarkan keadaan lahan setelah diadakan perbaikan-perbaikan (improvement) tertentu yang diperlukan seperti penambahan pupuk, pengairan atau terasering tergantung dari jenis faktor pembatasnya (FAO, 1976; Dent dan Young, 1981). Dalam penelitian ini penilaian kesesuaian lahan dilakukan secara kualitatif dan hanya mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi secara umum. Penilaian kesesuaian lahan

18 berdasarkan pada penggunaan lahan aktual dan potensial, serta menentukan kesesuaian lahan terhadap 12 (duabelas) jenis tanaman, yaitu: padi, jagung, ubikayu, kedelai, kacang tanah, gandum, kobis, kentang, tebu, kelapa, kapokrandu dan kopi. Penilaian kesesuaian lahan tidak dilakukan terhadap semua kualitas lahan yang ada, tetapi mempertimbangkan pula kualitas lahan yang tidak relevan untuk dinilai jenis tanaman tertentu, atas dasar pertimbangan kondisi lahan dan persyaratan tumbuh jenis tanaman. IV. Prosedur Evaluasi Lahan Evaluasi lahan umumnya merupakan kegiatan lanjutan dari survei dan pemetaan tanah atau sumber daya lahan lainnya, melalui pendekatan interpretasi data tanah serta fisik lingkungan untuk suatu tujuan penggunaan tertentu. Sejalan dengan dibedakannya macam dan tingkat pemetaan tanah, maka dalam evaluasi lahan juga dibedakan menurut ketersediaan data hasil survei dan pemetaan tanah atau survei sumber daya lahan lainnya, sesuai dengan tingkat dan skala pemetaannya. VI.1 Pendekatan Setelah tujuan studi ditetapkan, maka evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi (FAO, 1976), yaitu: 1. Pendekatan dua tahap (two stage approach). Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang telah, diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan. Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tafiap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya. 2. Pendekatan sejajar (parallel approach). Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain

19 analisis ekonomi dan sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat. Pendekatan dua tahapan sering digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan inventarisasi sumberdaya untuk keperluan perencanaan secara luas. Secara skematik pendekatan dua tahap dan pendekatan paralel dalam evaluasi lahan menurut FAO (1976) disajikan pada Gambar II.3. Gambar 0.3 Pendekatan Dua Tahap dan Paralel dalam Evaluasi Lahan (FAO, 1976) Perbedaan dalam kualitas tanah dan bentuklahan (landforms) merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan satuan peta lahan dalam suatu areal. Dengan demikian, survei tanah memegang peranan penting dalam menentukan peta satuan lahan. Pada dasarnya pendekatan

20 evaluasi lahan dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan fisiografik (physiographic approach) dan parametrik (parametric approach) (Sitorus, 1985:89-110). Pendekatan fisiografik adalah pendekatan yang mempertimbangkan lahan secara keseluruhan di dalam penilaiannya. Pendekatan fisiografik ini umumnya menggunakan kerangka bentuklahan (landforms) untuk mengidentifikasi satuan daerah secara alami. Istilah lain dari pendekatan ini adalah pendekatan holistik (holistic approach) atau pendekatan sintetik (synthetic approach). Pendekatan parametrik adalah sistem klasifikasi dan pembagian lahan atas dasar pengaruh atau nilai ciri lahan tertentu dan kemudian mengkombinasi pengaruh-pengaruh tersebut untuk memperoleh kesesuaiannya. Evaluasi lahan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan strategi pendekatan dua tahapan (two stage approach) dan pendekatan fisiografik (physiographic approach). Pendekatan bentuklahan dapat dipergunakan dalam survei kesesuaian lahan, dengan satuan lahan sebagai satuan pemetaannya (CSR/FAO Staff, 1983). Oleh karena itu, sebelum dilakukan kegiatan pemrosesan data lebih lanjut terlebih dahulu ditentukan satuan lahan daerah penelitian untuk mengidentifikasi satuan daerah secara alami. Satuan lahan adalah suatu area dari permukaan bumi yang mempunyai kualitas lahan dan karakteristik lahan yang khas, yang dapat ditentukan batasnya pada peta (FAO, 1976). Kualitas lahan dan karateristik lahan yang khas tersebut berupa ciri lahan yang dapat dipilih sebagai sifat-sifat pembeda. Pendekatan yang umum dilakukan adalah memilih sifat yang dapat dilihat dan diukur untuk dapat memudahkan penentuan batas-batas satuan lahan di lapangan. Kaitannya dengan penelitian ini, dipilihnya satuan lahan sebagai satuan pemetaan karena pada setiap satuan lahan yang sama akan mencerminkan secara lengkap adanya persamaan pengaruh proses, relief dan kemiringan lereng, serta sifat dan watak tanahnya. Pengaruh yang dicerminkan tersebut berkaitan dengan faktor evaluasi lahan secara umum, yang meliputi faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi, dan manusia. Satuan lahan pada penelitian ini diperoleh dari tumpangsusun (overlay) peta bentuklahan, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah. IV.2 Penyiapan Data Untuk melakukan evaluasi lahan baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Konsultasi awal ini untuk menentukan tujuan dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan dan asumsiasumsinya yang akan dipergunakan sebagai dasar dalam penilaian. Evaluasi lahan yang akan

21 dilakukan tergantung dari tujuannya yang harus didukung oleh ketersediaan data dan informasi sumber daya lahan. Selanjutnya menurut FAO (1976), prosedur umum pelaksanaan evaluasi lahan meliputi kegiatan-kegiatan seperti berikut ini: 1. Konsultasi pendahuluan, meliputi pekerjaan persiapan antara lain: penetapan tujuan evaluasi, menginventarisasi data yang diperlukan, menetapkan batasan dan asumsi, menetapkan daerah penelitian, dan menentukan skala survei yang akan dilakukan. 2. Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratanpersyaratan yang diperlukan. 3. Deskripsi satuan peta lahan dan kualitas lahan berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dan pembataspembatasnya. 4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. 5. Analisis ekonomi dan sosial. 6. Klasifikasi kesesuaian lahan (kualitatif atau kuantitatif). 7. Penyajian dari hasil evaluasi. Pengertian membandingkan (matching) disini digunakan untuk penjelaskan proses dimana persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kondisi lahan untuk menduga potensi penggunaan lahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sasaran dari evaluasi lahan adalah untuk menunjukkan sampai seberapa jauh suatu lahan sesuai bagi jenis penggunaan tertentu dapat dipenuhi oleh kondisi lahan yang ada untuk menghasilkan penggunaan lahan yang dapat memberikan keuntungan yang memadai dan menerus. Secara skematik urutan kegiatan pelaksanaan evaluasi lahan menurut FAO (1976) tersebut disajikan pada Gambar II.4.

22 Gambar 0.4 Prosedur Umum Kegiatan Evaluasi Lahan (FAO, 1976) Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: Tinjau skala 1: atau lebih kecil; Semi Detil skala 1: sampai 1:50.000; dan Detil skala 1: sampai 1: atau lebih besar. Jenis, jumlah, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut bervariasi, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat Tinjau dinyatakan dalam Ordo, tingkat Semi Detil dalam Kelas/Subkelas, dan pada tingkat Detil dinyatakan dalam Subkelas/Subunit.

23 Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Kriteria kelas kesuaian lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan telah disediakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003). Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial (kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan usaha-usaha perbaikan (improvement) terhadap masing-masing faktor pembatas untuk mencapai keadaan potensial.

24 Daftar Pustaka 1. Agustina Wijayanti, 1993, Kesesuaian Lahan Untuk Pertanian Daerah Atas Waduk Sermo Kab. Kulonprogo Propinsi DIY, Skripsi Sarjana, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. 2. Anwar, A., 2005, Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan: Tinjauan Kritis, P4Wpress, Bogor. 3. Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor. 4. Bakosurtanal, 1989, Peta Land System with Land Suitability and Environmental Hazards, Lembar Jawa Madura Surabaya, Bakosurtanal, Bogor. 5. Bambang Heryanto, 1991, Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian Daerah Pajangan dan Sekitarnya Kab. Dati II Bantul Propinsi DIY, Skripsi Sarjana, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. 6. Borrough, P.A., 1986, Principles of Geographical Information System for Land Resources Assessment, Oxford University Press, New York. 7. CSR/FAO Staff, 1983, Recconaissance Land Resources Survey 1: Scale Atlas Format Procedures, Centre for Soil Research, Bogor. 8. Darmawijaya, M. I., 1990, Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 9. Dent, D dan Young A., 1981, Soil Suvey and Land Evaluation, George Allen and Unwin, London. 10. Dick H. and Fox, J. (eds), 1997, Pembangunan Yang Berimbang: Jawa Timur dalam Era Orde Baru, terj. Bambang Sumantri, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 11. Djaenuddin D. dkk., 1997, Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian, versi 1.0, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 12. Djaenuddin D. dkk., 2003, Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah, Bogor.

25 13. FAO, A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No 32, Rome, Italy [sources: Firman, T., Dari Pengembangan Wilayah ke Pembangunan Lokal, Artikel Kompas, 9 Desember Hardjowigeno, S., Ilmu Tanah, Jakarta, CV. Akademika Pressindo. 16. Hill, Hal, 2001, Ekonomi Indonesia, terj. Tri Wibowo Budi Santoso dan Hadi Susilo, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 17. Nugroho, I. dan Dahuri, R., Pembangunan Wilayah - Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, LP3ES, Jakarta. 18. Prahasta E., 2004, Sistem Informasi Geografis Belajar dan Memahami MapInfo, Penerbit Informatika, Bandung. 19. Rondinelli, Dennis A., 1985, Applied Methods of Regional Analysis: The Spatial Dimensions of Development Policy, Westview Press, London. 20. Rossiter D.G., 1994, Land Evaluation, Lecture Notes, College of Agriculture & Life Sciences, Departement of Soil, Crop & Atmospheric Science, Cornell University. 21. Sitorus, S.R.P., 1985, Evaluasi Sumberdaya Lahan, Penerbit Tarsito, Bandung. 22. Soekartawi, 1996, Pembangunan Pertanian, PT. RajaGrafindo Perkasa, Jakarta. 23. Soekartawi, 2001, Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Edisi I, Cetakan ke-6, PT. RajaGrafindo Perkasa, Jakarta. 24. Sunardi Joyosuharto, 1985, Dasar-dasar Klasifikasi Bentuklahan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 25. Suparmoko, M., 2005, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis), Penerbit BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. 26. Suratman, dkk., 1991, Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Perencanaan Konservasi Tanah dan Air Di Daerah Alirang Sungai Oyo Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 27. Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993, Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

26 28. Tarigan R., 2004, Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, PT. Bumi Aksara, Jakarta. 29. Tarigan R., 2004, Perencanaan Pembangunan Wilayah, PT. Bumi Aksara, Jakarta. 30. United Nations, 1980, Guidelines for Rural Centre Planning, Economic and Social Commision for Asia and Pacific. 31. Wisnubroto, S. dkk., 1983, Asas-asas Meteorologi Pertanian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kesesuaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Oleh : Idung Risdiyanto 1. Konsep dan Batasan Evaluasi Lahan dan Zonasi Pertanian 1.1. Pengertian Dasar (dikutip dari Evakuasi Lahan Puslitanak) Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Lahan Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu adanya persamaan dalam hal geologi, geomorfologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah KUALITAS LAHAN SUNARTO ISMUNANDAR Umum Perlu pertimbangan dalam keputusan penggunaan lahan terbaik Perlunya tahu kemampuan dan kesesuaian untuk penggunaan ttt Perlu tahu potensi dan kendala EL : pendugaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA, r,. t ' -! '. 2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang darat (land scape) yang mencakup lingkungan fisik seperti iklim, topografi, vegetasi alami yang semuanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

Metode Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan,

Metode Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan, Metode Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan, misalnya penggunaan untuk pertanian, kehutanan, atau konservasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

Pemetaan Tanah.

Pemetaan Tanah. Pemetaan Tanah nasih@ugm.ac.id Peta Geologi dan Fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta Peta : alat pemberita visual suatu wilayah Peta ilmu bumi (geografi) Peta topografi Peta geologi dan sebagainya Peta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO Kustamar Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Lahan Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 136 AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 STUDI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN TEMBAKAU DI KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN Sucipto Program Studi Agroekoteknologi Fakultas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN KEC. GALUR, LENDAH KEC. SAMIGALUH, KAB. KULONPROGO

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN KEC. GALUR, LENDAH KEC. SAMIGALUH, KAB. KULONPROGO PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN KEC. GALUR, LENDAH KEC. SAMIGALUH, KAB. KULONPROGO INTISARI Kadarso Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra, Yogyakarta Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan ekologi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan ekologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi lahan Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaa tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani

Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2014) 024 028 http://www... Kesesuian lahan untuk tanaman tebu dipolitani Sry maryenti 1, Yosi puti angela 1 1 Mahasiswi semester 3 Prodi. Tata

Lebih terperinci

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No 338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN SAWAH BERIRIGASI DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA Frans Ferdinan 1*, Jamilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lahan adalah wilayah dipermukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer baik yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, 12 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Maret 2017. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, Kecamatan

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM 1 PRINSIP ESL-KESESUAIAN LAHAN 1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macam/jenis penggunaan lahan tertentu. 2. Evaluasi lahan membutuhkan pembandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan masukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR 996. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Carlos Samuel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN PETUNJUK TEKNIS EVALUASI LAHAN UNTUK KOMODITAS PERTANIAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2017 di Kecamatan Playen yang terletak di Kabupaten Gunungkidul serta Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB II TINJAUN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Konsep Evaluasi Kesesuain Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, bahkan keadaan vegetasi

Lebih terperinci

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No. 2 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kopi, Sawit, Jagung, Kayu Manis, Kelapa, Tembakau, Kedelai, Kakao

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berfungsi sebagai sumber devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehingga dalam pengelolaan harus sesuai dengan kemampuan agar tidak menurunkan produktivitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN 1.

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN 1. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN II. 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan

Lebih terperinci

Urutan : Survai Tanah

Urutan : Survai Tanah Urutan : Survai Tanah Evaluasi Lahan Kesesuaian Lahan/Kemampuan Lahan Pengelolaan Lahan / Landuse Planning SURVAI TANAH & EVALUASI LAHAN TANAH SURVAI : Karakteristik Sifat Tanah MORFOLOGI FISIK KIMIA BIOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat fisik, kimia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang 6 TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pisang Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang menjadi syarat tumbuh tanaman pisang untuk dapat berproduksi dengan optimal, yaitu : 1. Iklim a. Iklim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Kepala BB. Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Topik bahasan : KONSEP DASAR EVALUASI LAHAN SYARAT TUMBUH CABAI & BAWANG

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae yang terkenal sebagai sumber utama karbohidrat dan daunnya

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017. 17 IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 Maret 2017. Penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara The Evaluation of Land Suitability coffea arabica (Coffea arabica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, class Monocotyledoneae, family

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, class Monocotyledoneae, family II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) 1. Karakteristik Tanaman Padi Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut kingdom Plantae, division Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, class

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2015) 001-004 http://www... Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal Endang

Lebih terperinci

Kajian Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem

Kajian Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem AGROTROP, 4 (1): 27-36 (2014) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Kajian Potensi Sumberdaya Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Manggis

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai Maret 2017 di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan dengan hatihati dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 124 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan dan memberikan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan Sub Daerah Aliran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Singkong 1. Karakteristik Tanaman Singkong Singkong atau cassava (Manihot esculenta) pertama kali dikenal di Amerika Selatan yang dikembangkan di Brasil dan Paraguay pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi sebagai salah satu disiplin ilmu mempunyai cakupan sangat luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam ruang, dengan pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. oleh konsumen Indonesia karena memiliki rasa yang enak dan jumlah biji yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. oleh konsumen Indonesia karena memiliki rasa yang enak dan jumlah biji yang II. TINJAUAN PUSTAKA Jambu biji kristal merupakan salah satu jenis jambu biji yang banyak diminati oleh konsumen Indonesia karena memiliki rasa yang enak dan jumlah biji yang sangat sedikit. Namun, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci