BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kesehatan manusia. Dalam Undang-undang no 23 tahun 1992 dijelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Atas dasar definisi kesehatan tersebut, dapat dikatakan bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan dan unsur utama dalam terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa yang menjadi perhatian dan dikategorikan dalam gangguan psikis yang paling serius karena dapat menyebabkan menurunnya fungsi manusia dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti kesulitan dalam merawat diri sendiri, bekerja atau bersekolah, memenuhi kewajiban peran, dan membangun hubungan yang dekat dengan seseorang (Jeste & mueser, 2008). Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%) dengan angka insidensi skizofrenia adalah 1 per orang per tahun (Sinaga, 2007). Riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan angka kejadian skizofrenia di Indonesia adalah 4,6 per 1000 penduduk meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1-3 per 1000 penduduk (Menteri Kesehatan RI, 2010).. 1

2 2 Pada pasien skizofrenia terjadi pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku. Gejala yang timbul pada setiap penderita skizofrenia sangat beragam, diantaranya adalah ketidakmampuan dalam berkomunikasi, kognitif, berbahasa, daya ingat, emosi dan ketidakmampuan dalam adaptasi sosial. Obat antipsikotik telah menjadi terapi farmakologi utama untuk skizofrenia sejak 1950-an. Antipsikotik dapat digunakan untuk mengatasi skizofrenia dengan gejala halusinasi, delusi, dan untuk pencegahan keterulangan (British Medical Association, 2004). Terapi skizofrenia dengan menggunakan obat antipsikotik dibagi dalam 3 episode, yaitu terapi awal selama 7 hari pertama, terapi stabilisasi selama 6-8 minggu dan terapi penjagaan selama 12 bulan setelah membaiknya episode pertama psikotik, sedangkan untuk pasien dengan episode akut yang multiple sebaiknya terapi penjagaan dilakukan minimal selama 5 tahun (Crismon dkk., 2008). Skizofrenia memerlukan terapi pemberian antipsikotik dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga sangat mungkin dalam proses pengobatan dapat ditemukan permasalahan dalam penggunaan antipsikotik. Beberapa jurnal ilmiah menyatakan hubungan antara penggunaan antipsikotik terutama antipsikotik atipikal dengan efek samping metabolik pada tingkat yang bervariasi dari penambahan berat badan, dislipidemi dan risiko terhadap diabetes tipe 2. Perubahan fisik seperti berat badan, perubahan kadar kolesterol maupun gula darah bisa menjadi indikasi efek samping metabolik pada pasien yang diobati dengan antipsikotik ini. Berdasarkan penelitian epidemiologi, cross-sectional, dan prospektif menyatakan jika antipsikotik terutama antipisikotik atipikal

3 3 menyebabkan peningkatan secara drastis berat badan dan perubahan metabolik seperti peningkatan glukosa darah puasa, resistensi insulin dan trigliserida (Teff & Kim, 2011). Potensi munculnya efek samping ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, pola dan durasi penggunaan antipsikotik, serta kerentanan seseorang terhadap munculnya efek samping ini juga berbeda-beda. Hingga saat ini belum ada penelitian yang melihat gambaran munculnya efek samping ini terutama pengaruhnya terhadap perubahan kadar glukosa darah pada pasien skizofrenia yang menggunakan antipsikotik dengan berbagai aturan penggunaan yang biasa digunakan di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan terutama untuk melihat potensi munculnya efek samping ini pada pasien yang menggunakan kombinasi antipsikotik tipikal dan atipikal. Rumah sakit Grhasia merupakan rumah sakit pemerintah yang secara khusus menangani penyakit kejiwaan di provinsi DIY. Skizofrenia merupakan salah satu penyakit kejiwaan yang ditangani di rumah sakit tersebut, dan memiliki prevalensi lebih tinggi dibanding penyakit kejiwaan lain. Selain itu, penelitian tentang evaluasi efek samping obat berupa hiperglikemia akibat penggunaan kombinasi antipsikotik tipikal dan atipikal belum pernah dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Grhasia DIY dan diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dan evaluasi dalam terapi pada pasien.

4 4 B. Rumusan Masalah Adakah perubahan kadar glukosa darah yang terjadi pada pasien skizofrenia sebagai efek samping dari penggunaan kombinasi obat antipsikotik tipikal dan atipikal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta selama periode penelitian Februari-April 2013? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui potensi munculnya efek samping penggunaan kombinasi obat antipsikotik tipikal dan atipikal terhadap kadar glukosa darah pasien skizofrenia di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta selama periode penelitian Februari-April Tujuan khusus Mengetahui adanya kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pasien skizofrenia sebagai efek samping penggunaan kombinasi obat antipsikotik tipikal dan atipikal di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta selama periode penelitian Februari-April D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi terkait risiko sindrom metabolik terutama pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah sebagai efek samping dari penggunaan kombinasi antipsikotik

5 5 tipikal dan tipikal pada pasien skizofrenia. Selain itu juga untuk menjawab permasalahan peneliti. 2. Bagi rumah sakit Untuk mengetahui seberapa besar tingkat perubahan kadar glukosa darah yang timbul sebagai efek samping dari penggunaan antipsikotik tipikal dan atipikal pengobatan pada pasien skizofrenia sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dan evaluasi dalam terapi pada pasien skizofrenia. 3. Bagi institusi pendidikan Menjadi sumber referensi yang dapat membantu penelitian selanjutnya guna perkembangan terapi pada pasien skizofrenia E. Tinjauan Pustaka 1. Skizofrenia a. Definisi Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti terpotong atau terpecah dan phren yang berarti pikiran, sehingga skizofrenia berarti pikiran yang terpecah (Veague, 2007). Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Definisi skizofrenia yang lebih mengacu kepada gejala kelainannya adalah gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri

6 6 dari interaksi sosial, juga disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognisi (Wiramihardja, 2007). Dalam DSM-IV, skizofrenia didefinisikan sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif, ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar pribadi, dan menunjukkan terus gejalagejala ini selama paling tidak enam bulan. Referensi lain juga menyebutkan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan yang mencakup gejala kelainan kekacauan pada isi pikiran, bentuk pikiran, persepsi, afeksi, perasaan terhadap diri sendiri, motivasi, perilaku, dan fungsi interpersonal (Halgin & Whitboume, 1997). Berdasarkan definisidefinisi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah salah satu jenis kelainan mental yang mengacaukan hampir seluruh fungsi manusia yang mencakup fungsi berpikir, persepsi, emosi, motivasi, perilaku, dan sosial. b. Epidemiologi Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%) dengan angka insidensi skizofrenia adalah 1 per orang per tahun (Sinaga, 2007). Riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan angka kejadian skizofrenia di Indonesia adalah 4,6 per 1000 penduduk meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1-3 per 1000 penduduk (Menteri Kesehatan RI, 2010).

7 7 Prevalensi skizofrenia berdasarkan jenis kelamin, ras dan budaya adalah sama. Perempuan cenderung mengalami gejala yang lebih ringan, lebih sedikit rawat inap dan fungsi sosial yang lebih baik di komunitas dibandingkan dengan laki-laki (Sinaga, 2007). Onset skizofrenia pada lakilaki terjadi lebih awal dari pada wanita. Onset puncak pada laki-laki terjadi pada umur tahun sedangkan pada wanita terjadi pada usia tahun. Skizofrenia jarang terjadi pada penderita sebelum remaja atau setelah umur 40 tahun. Prevalensinya 8 x lebih besar pada tingkat sosial ekonomi rendah dari pada tinggi (Ikawati, 2009). Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun ratarata kematian orang yang menderita skizofrenia lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat, efek samping obat yang menyebabkan status kesehatan yang menurun, dan juga kondisi buruk di institusi perawatan yang berkepanjangan yang menyebabkan tingginya angka penyakit menular. c. Etiologi Skizofrenia disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab skizofrenia telah diselidiki dan menghasilkan beraneka ragam pandangan. Sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, atau abnormalitas dalam lingkungan prenatal. Berbagai peristiwa

8 8 stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini. Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi berbagai pendekatan seperti pendekatan biologis, teori psikogenik, dan pendekatan gabungan atau stree-vulnerability model. 1) Pendekatan biologis Pada pendekatan biologis menyangkut faktor genetik, struktur otak, dan proses biokimia sebagai penyebab skizofrenia (Halgin dkk., 1997). a) Teori genetik Teori ini menekankan pada ekspresi gen yang bisa menyebabkan gangguan mental. Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa faktor genetik sangat berperan dalam perkembangan skizofrenia, dimana ditemukan hasil bahwa skizofrenia cenderung menurun dalam keluarga. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan National Institute of Mental Health (NIMH) pada keluarga penderita skizofrenia yang menyatakan bahwa skizofrenia muncul pada 10% populasi yang memiliki keluarga dengan riwayat skizofrenia seperti orang tua dan saudara kandung. Berdasarkan American Journal of Medical Genetiks, menyatakan bahwa apabila kedua orang tuanya mengidap skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami

9 9 skizofrenia adalah sebesar 40%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka semakin besar juga kemungkinan seseorang menderita skizofrenia (Semiun, 2006). Beberapa tahun terakhir telah diteliti mengenai gen yang spesifik berkontribusi terhadap timbulnya skizofrenia. Gen-gen tersebut di antaranya adalah Disrupted in Schizophrenia (DISC), G-Protein Signalling-4 (RGS4), Prolyne Dehidrogenase (PRODH), dan Neuregulin-1 (NRG-1) (Dawe dkk., 2009 ; Harrison & Owen, 2003). Dengan adanya kelainan gen-gen tersebut maka akan berpengaruh terhadap sintesis protein, misalnya akan menyebabkan disfungsi protein yang membentuk kompleks reseptor NMDA. Tentu saja hal ini akan menyebabkan hipofungsi reseptor NMDA yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala psikosis (Dawe, 2009). Hasil penelitian lain menunjukkan proporsi yang tinggi dari orang-orang skizofrenia mengalami masalah dengan suatu gen khusus pada kromosom 5 (Semiun, 2006). Hal ini menjadi logis karena gen ini mempengaruhi dopamin dan reseptor dopamin yang berperanan penting dalam timbulnya simptom skizofrenia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih dari satu gen dapat menyebabkan gangguan skizofrenia.

10 10 Pengaruh genetik tidak sesederhana itu, lingkungan individu merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses perkembangan skizofrenia. Ada kemungkinan jika individu-individu yang hubungannya lebih erat memiliki lingkungan yang sama. Dengan begitu, tidak bisa disimpulkan dengan pasti mengenai satu dasar genetik pada skizofrenia. Selain itu juga, faktor-faktor genetik tidak dapat menjelaskan semua kasus skizofrenia. Dapat dikatakan jika gen-gen tersebut hanya meningkatkan kerentanan seseorang untuk menjadi seorang dengan skizofrenia. b) Teori neurostruktural Berdasarkan pemeriksaan MRI dan CT scan otak pada orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan ada tiga tipe abnormalitas struktural, yaitu pembesaran pada ventrikel otak, atrofi kortikal, dan asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry) (Semiun, 2006). (1) Pembesaran pada ventrikel otak Ventrikel adalah rongga atau saluran otak tempat cairan serebrospinal mengalir, diperkirakan pada pasien skizofrenia terjadinya pembesaran pada daerah ini hingga 20 hingga 50%. Kerusakan pada ventrikel berhubungan dengan skizofrenia kronis dan simptom negatif (Semiun, 2006). Struktur otak yang tidak normal seperti pembesaran ventrikel

11 11 otak diyakini menyebabkan tiga sampai empat orang yang mengalaminya menderita skizofrenia (Nevid dkk., 2005). Pembesaran ventrikel otak ini menyebabkan otak kehilangan sel sel otak, sehingga otak akan mengecil ukurannya dibandingkan otak yang normal. Gambar 1. Pembesaran ventrikel otak pada pasien skizofrenia (Stefan dkk., 2002) (2) Atrofi kortikal Pendapat lain menyatakan bahwa skizofrenia dapat terjadi pada seseorang yang kehilangan jaringan otak yang bersifat degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk berkembang normal, dan juga karena infeksi virus pada otak ketika masa kandungan (Nevid dkk., 2005). Atrofi juga menyebabkan kerusakan suci yang menutupi selaput otak atau pembesaran celah antara bagian-bagian otak. Sebanyak

12 12 20 hingga 35% orang dengan skizofrenia mengalami kelainan ini (Semiun, 2006). (3) Asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry) Pada orang normal, sisi kiri otak lebih besar daripada sisi kanan, tetapi kondisi yang terbalik terjadi pada orangorang dengan skizofrenia. Padahal otak kiri bertanggung jawab dalam kemampuan bahasa, sedangkan otak kanan bertanggung jawab dalam kemampuan spasial. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam memahami masalah-masalah kognitif pada pasien skizofrenia. Abnormalitas pada struktur otak pada pasien skizofrenia, seperti pengurangan massa otak karena pembesaran ventrikel otak mungkin dapat mempengaruhi dalam produksi neurotransmitter yang terlibat dalam skizofrenia dan menentukan simptom-simptom yang nantinya akan muncul. Selain itu, kemungkinan lain yang diungkapkan adalah pengurangan massa otak ini dapat menyebabkan pegurangan ukuran dari daerah-daerah otak yang penting untuk fungsi normal (Semiun, 2006). Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kepastian teori-teori ini.

13 13 c) Teori biokimia Pada teori biokimia, dikenal hipotesis dopamin dan serotonin-glutamat. Overaktivitas reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbik bisa menyebabkan timbulnya gejala positif, sedangkan penurunan aktivitas dopamin neuron pada jalur mesokortek di dalam kortek prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif. Pada teori glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan menyebabkan penurunan regulasi reseptor N- methyl-d-aspartate (NMDA) dan menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif (Dawe, 2009). Banyak literatur yang menyatakan hubungan peningkatan aktivitas dari neurotransmiter dopamin dengan skizofrenia. Tingginya konsentrasi dopamin yang ditemukan di daerah korteks pada lobus frontalis berperan dalam mengintegrasikan fungsi manusia (Semiun, 2006). Konsentrasi dopamin yang tinggi menyebabkan aktivitas neurologis yang tinggi dalam otak, sehingga memunculkan simptom-simptom skizofrenia. Tingginya aktivitas dopamin menyebabkan rangsangan yang tinggi pada daerah khusus pada otak, rangsangan tersebut mengganggu fungsi kognitif yang kemudian mengakibatkan halusinasi dan delusi. Penjelasan ini yang mengemukakan hubungan antara faktor biokimiawi dan faktor kognitif.

14 14 Ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya aktivitas dopamin (Semiun, 2006). (1) Konsentrasi dopamin yang tinggi (2) Sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamin (3) Jumlah reseptor dopamin yang terdapat pada sinapsis Pada orang dengan skizofrenia ditemukan memiliki jumlah reseptor dopamin yang lebih banyak daripada orang normal. Penurunan drastis jumlah reseptor dopamin pada lakilaki terjadi pada usia antara tahun, sedangkan pada perempuan penurunan jumlah reseptor terjadi perlahan-perlahan (Wong dkk., 1986). Teori ini dapat menjadi penjelasan mengenai perbedaan onset yang terjadi pada laki-laki dan perempuan. 2) Teori psikogenik Teori psikogenik, yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar manusia yang mengecewakan. 3) Stress-Vulnerability Model Pendekatan ini meyakini bahwa orang orang tertentu yang memiliki kerentanan genetis terhadap skizofrenia akan memunculkan gejala skizofrenia jika mereka hidup dalam lingkungan yang penuh dengan stress (Semiun, 2006). Peristiwa dalam hidup dapat

15 15 memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini. d. Gejala skizofrenia Skizofrenia ditandai oleh gejala positif, negatif, dan kognitif. Gejala positif mencakup delusi, halusinasi, disorganisasi pikiran, pembicaraan, dan perilaku. 1) Delusi yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional. Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. 2) Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan. Penderita skizofrenia merasa melihat, mendengar, mencium, meraba atau menyentuh sesuatu yang tidak ada. 3) Disorganisasi pikiran dan pembicaraan meliputi tidak runtutnya pola pembicaraan dan penggunaan bahasa yang tidak lazim pada orang dengan skizofrenia. Gangguan berpikir pada skizofrenia biasa disebut sebagai gangguan berpikir formal yang ditandai oleh kecenderungan untuk melompat dari satu topik ke topik lain ketika berbicara. Orang dengan skizofrenia seringkali menjawab dengan sedikit sekali hubungannya dengan pertanyaan yang diajukan. 4) Disorganisasi perilaku meliputi aktivitas psikomotor yang tidak biasa dilakukan orang normal, seperti gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif.

16 16 5) Gejala lain yang biasanya muncul adalah seperti pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan akan ada ancaman terhadap dirinya dan juga menyimpan rasa permusuhan. Pada gejala negatif ditandai dengan saffective flattening, alogia dan avolition. 1) Affective flattening adalah suatu gejala dimana seseorang hanya menampakkan sedikit reaksi emosi terhadap stimulus, sedikitnya bahasa tubuh dan sangat sedikit melakukan kontak mata. Hal ini bukan berarti orang dengan skizofrenia kurang atau tidak merasakan emosi, orang dengan skizofrenia tetap saja merasakan emosi namun tidak mampu mengekspresikannya. 2) Alogia adalah kurangnya kata pada seseorang sehingga dianggap tidak responsif dalam suatu pembicaraan. Orang dengan skizofrenia seringkali tidak memilki inisiatif untuk berbicara kepada orang lain bahkan merasa takut berinteraksi dengan orang lain sehingga sering menarik diri dari lingkungan sosial. 3) Avolition adalah kurangnya inisiatif pada seseorang seakan-akan orang tersebut kehilangan energi untuk melakukan sesuatu. Gejala ketiga adalah gejala kognitif yang melibatkan masalah memori dan perhatian. Gejala ini mungkin yang paling mengganggu pada pasien skizofrenia karena mempengaruhi kemampuan penderita untuk

17 17 melakukan tugas sehari-hari seperti masalah dalam memahami informasi dan menentukan pilihan, kesulitan dalam memberikan perhatian, dan masalah ingatan. e. Klasifikasi skizofrenia Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III tahun 1993, yaitu : 1) Skizofrenia paranoid (F 20. 0) a) Memenuhi kriteria skizofrenia b) Halusinasi dan / waham harus menonjol : halusinasi auditori yang memberi perintah atau auditorik yang berbentuk tidak verbal; halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual;waham dikendalikan, dipengaruhi, pasif atau keyakinan dikejar-kejar c) Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta gejala katatonik relative tidak ada. 2) Skizofrenia hebefrenik (F 20. 1) a) Memenuhi kriteria skizofrenia b) Pada usia remaja dan dewasa muda (15-25 tahun) c) Kepribadian premorbid : pemalu, senang menyendiri d) Gejala bertahan 2-3 minggu e) Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Perilaku tanpa tujuan, dan

18 18 tanpa maksud. Preokupasi dangkal dan dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak. f) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, mannerism, cenderung senang menyendiri, perilaku hampa tujuan, dan hampa perasaan g) Afek dangkal (shallow) dan tidak wajar (in appropriate), cekikikan, puas diri, senyum sendiri, atau sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, ungkapan kata diulang-ulang h) Proses pikir disorganisasi, pembicaraan tak menentu, inkoheren 3) Skizofrenia katatonik (F 20. 2) a) Memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia b) Stupor (amat berkurang reaktivitas terhadap lingkungan, gerakan, atau aktivitas spontan) atau mutisme c) Gaduh-gelisah (tampak aktivitas motorik tak bertujuan tanpa stimuli eksternal) d) Menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh dan tidak wajar serta mempertahankan posisi tersebut e) Negativisme (perlawanan terhadap perintah atau melakukan ke arah yang berlawanan dari perintah) f) Rigiditas (kaku)

19 19 g) Flexibilitas cerea (waxy flexibility) yaitu mempertahankan posisi tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar h) Command automatism (patuh otomatis dari perintah) dan pengulangan kata-kata serta kalimat i) Diagnosis katatonik dapat tertunda jika diagnosis skizofrenia belum tegak karena pasien yang tidak komunikatif 4) Skizofrenia tak terinci atau undifferentiated (F 20. 3) a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia b) Tidak paranoid, hebefrenik, katatonik c) Tidak memenuhi skizofren residual atau depresi pascaskizofrenia 5) Skizofrenia pasca-skizofrenia (F 20. 4) a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia selama 12 bulan terakhir ini b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya) c) Gejala gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak menunjukkan lagi gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia

20 20 masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F F20.3). 6) Skizofrenia residual (F 20. 5) a) Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk sperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, erawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia; c) Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia; d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

21 21 7) Skizofrenia simpleks (F 20. 6) a) Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : (1) Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik (2) Disertai dengan perubahan perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. b) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. 8) Skizofrenia lainnya (F.20.8) Termasuk skizofrenia chenesthopathic (terdapat suatu perasaan yang tidak nyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian tubuh tertentu), gangguan skizofreniform YTI. 9) Skizofrenia tak spesifik (F.20.7) Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam tipe yang telah disebutkan.

22 22 f. Diagnosis Diagnosis skizofrenia yang biasa digunakan adalah berdasarkan DSM-IV. Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV : 1) Gejala Karakteristik : dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul dalam jangka waktu yang signifikan dalam periode 1 bulan, yaitu : a) Delusi (waham, keyakinan yang kuat terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak nyata) b) Halusinasi (seperti mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada) c) Cara bicara tak teratur d) Tingkah laku yang tak terkontrol e) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition) Catatan : jika wahamnya bersifat aneh/ganjil, atau halusinasinya terdiri dari suara-suara yang mengomentari orang itu atau suarasuara yang berbicara satu sama lain, maka satu gejala karakteristik saja cukup untuk mendiagnosa skizofrenia. 2) Disfungsi sosial/pekerjaan : adanya gangguan terhadap fungsi sosial atau pekerjaan untuk jangka waktu yang signifikan. 3) Durasi : tanda gangguan terjadi secara terus menerus selama enam bulan, yang merupakan gejala karakteristik seperti pada poin 1.

23 23 4) Gejala psikotik bukan disebabkan karena gangguan mood seperti pada bipolar. 5) Gejala psikotik bukan disebabkan karena penggunaan obat atau kondisi medik tertentu. g. Penatalaksanaan skizofrenia Tujuan utama dari terapi skizofrenia adalah mengembalikan fungsi normal pasien dan mencegah kekambuhan penyakitnya. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Terapi yang bisa dilakukan pada penderita skizofrenia meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi. 1) Terapi farmakologi Obat-obatan yang biasa digunakan pada terapi farmakologi pada pasien skizofrenia adalah golongan obat antipsikotik. Pada awalnya, obat antipsikotik hanya digunakan saat episode akut saja, namun selanjutnya digunakan juga untuk mencegah risiko kekambuhan. Oleh karena itu, obat antipsikotik ini digunakan dalam jangka waktu yang lama karena memang berfungsi untuk terapi pemeliharaan. Selain untuk mencegah kekambuhan, antipsikotik juga berguna untuk mengurangi gejala.

24 24 2) Terapi non farmakologi Terapi non farmakologi pada penderita skizofrenia meliputi pendekatan psikososial dan ECT (electro convulsive therapy). Peningkatan kualitas hidup dan kesembuhan pasien skizofrenia akan lebih baik jika diberikan juga terapi non farmakologi disamping terapi obat. Kombinasi kedua terapi ini akan mampu memberikan manfaat yang banyak bagi pasien. Pendekatan psikososial bertujuan untuk memberikan dukungan emosional kepada pasien sehingga pasien mampu meningkatkan fungsi sosial dan pekerjaannya dengan lebih baik. Ada beberapa jenis pendekatan psikososial yang biasa dilakukan pada pasien skizofrenia, diantaranya yaitu Program for Assertive Community Treatment (PACT), intervensi keluarga, terapi perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy), dan pelatihan keterampilan sosial (Ikawati, 2011). Selain pendekatan psikososial, ada juga terapi non farmakologi menggunakan ECT (electro convulsive therapy). Penggunaan ECT yang dikombinasi dengan obat-obatan antipsikotik bisa dijadikan pilihan terapi bagi pasien yang menginginkan perbaikan umum dan pengurangan gejala dengan cara yang cepat (Tharyan, 2005). Sasaran terapi pada pasien skizofrenia bervariasi berdasarkan fase dan keparahan penyakitnya. Pada fase akut, sasarannya adalah mengurangi

25 25 atau menghilangkan gejala psikotik dan meningkatkan fungsi normal pasien. Sedangkan pada fase stabilisasi, sasarannya adalah mengurangi risiko kekambuhan dan meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat. Ada tiga tahap pengobatan dan pemulihan skizofrenia (Ikawati, 2011) : 1) Terapi fase akut Pada fase ini pasien menunjukkan gejala psikotik yang intens. Biasanya pada fase ini ditandai dengan munculnya gejala positif dan negatif. Pengobatan pada fase ini bertujuan untuk mengendalikan gejala psikotik sehingga tidak membahayakan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Terapi utamanya adalah dengan menggunakan obat dan biasanya dibutuhkan rawat inap. Pemilihan antipsikotik yang benar dan dosis yang tepat dapat mengurangi gejala psikotik dalam waktu enam minggu. 2) Terapi fase stabilisasi Pada fase ini pasien masih mengalami gejala psikotik dengan intensitas yang lebih ringan. Pada fase ini pasien masih memiliki kemungkinan yang besar untuk kambuh sehingga dibutuhkan pengobatan yang rutin untuk menuju ke tahap pemulihan yang lebih stabil. 3) Terapi tahap pemeliharaan Pada tahap ini dilakukan terapi jangka panjang dengan harapan dapat mempertahankan kesembuhan, mengontrol gejala,

26 26 mengurangi risiko kekambuhan, mengurangi durasi rawat inap, dan mengajarkan keterampilan untuk hidup mandiri. Terapinya meliputi obat-obatan, terapi suportif, pendidikan keluarga dan konseling, serta rehabilitasi pekerjaan dan sosial. 2. Antipsikotik Obat obat ini pernah disebut neuroleptik, antiskizofrenia, antipsikotik, dan transkuilizer mayor. Istilah yang paling sering digunakan adalah neuroleptika dan antipsikotik. Antipsikotik memiliki aktivitas yang hampir sama terutama dalam mengeblok aktivitas dari neurotransmitter dopamin. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan terjadinya peningkatan aktivitas dopamin pada pasien skizofrenia. Namun, terdapat berbagai tipe skizofrenia yang menggambarkan penyebab fisiologi yang berbeda maka dapat dikatakan antipsikotik ini memiliki tingkat efektivitas yang berbeda untuk setiap pasien yang berbeda. Terdapat dua jenis antipsikotik yaitu antipsikotik tipikal dan atipikal. Pada dasarnya semua antipsikotik mempunyai efek klinis yang sama pada dosis ekivalen. Perbedaan utama pada efek samping. Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal (golongan generasi kedua), sebaliknya jika gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal (golongan generasi pertama).

27 27 Antipsikotik tidak bersifat kuratif (karena tidak mengeliminasi gangguan berpikir mendasar), tetapi biasanya membantu pasien berfungsi normal. Obat-obat ini hanya memperbaiki ketidakseimbangan untuk sementara dan tidak dapat memecahkan masalah fisiologis yang mendasar. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kasus pasien yang kambuh setelah menghentikan penggunaan obat-obat ini. Antipsikotik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Antipsikotik tipikal (FGA) Antipsikotik tipikal merupakan antipsikotik generasi lama yang mempunyai aksi untuk mengeblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik jenis ini lebih efektif untuk mengatasi gejala positif yang muncul. Efek samping ekstrapiramidal banyak ditemukan pada penggunaan antipsikotik tipikal sehingga muncullah antipsikotik atipikal yang lebih aman. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam antipsikotik tipikal diantaranya adalah klorpromazin, tiorizadin, flufenazin, haloperidol, loxapin, dan perfenazin (Ikawati, 2011). b. Antipsikotik atipikal (SGA) Antipsikotik atipikal adalah generasi baru yang banyak muncul pada tahun 1990an. Aksi obat ini yaitu mengeblok reseptor 5-HT2 dan memiliki efek blokade pada reseptor dopamin yang rendah. Antipsikotik atipikal merupakan pilihan pertama dalam terapi skizofrenia karena efek sampingnya yang cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal

28 28 menunjukkan penurunan dari munculnya efek samping karena penggunaan obat dan masih efektif diberikan untuk pasien yang telah resisten terhadap pengobatan (Shen, 1999). Antipsikotik ini efektif untuk mengatasi gejala baik positif maupun negatif. Contoh obat yang termasuk antipsikotik atipikal adalah clozapin, risperidon, olanzapin, ziprasidon, dan quetiapin. Klasifikasi dan dosisnya dapat dilihat pada tabel I. Tabel I. Klasifikasi dan dosis antipsikotik ( Crismon dkk., 2008) Nama Generik Nama Dagang Dosis Ekuivalensi Tipikal (mg) Rentang Dosis yang sering Digunakan (mg/hari) Dosis Maksimum Menurut Pabrik (mg/hari) Antipsikotik Tipikal ( Generasi Pertama ) Chlorpromazine Thorazine Fluphenazine Prolixin Haloperidol Haldol Loxapine Loxitane Molindone Moban Mesoridazine Serentil Perphenazine Trilafon Thioridazine Mellaril Thiothixene Navane Trifluoperazine Stelazine Antipsikotik Atipikal ( Generasi Kedua ) Aripiprazole Abilify TA Klozapin Clozaril TA Olanzapine Zyprexa TA Quetiapine Seroquel TA Risperidone Risperdal TA Ziprasidone Geodon TA Keterangan : TA : parameter ini tidak digunakan pada atipikal antipsikotik

29 29 Tahap 1 : Episode pertama psikosis Mencoba Antipsikotik tunggal Antipsikotik atipikal (SGA) sebagai drug of choice. Dimulai dengan dosis rendah antipsikotik dan monitoring efek samping serta sensitifitas pasien terhadap pengobatan. FGA = First Generation Antipsychotic= Antipsikotik Tipikal (contoh : loxapine, perphenazine, molindone, haloperidol, trifluoroperazine, thiothixine, chlorpromazine) SGA = Second Generation Antipsychotic=Antipsikotik atipikal (contoh : aripipraole, olanapine, quatiapine, risperidone atau ziprasidone) J Pasien tidak patuh Pertimbangkan penggunaan long-acting antipsikotik seperti microspheres risperidon, haloperidol dekanoat, atau fluphenazine dekanoat. Tahap 2 Tipikal atau atipikal tunggal (bukan antipsikotik pada Tahap 1) Tahap 3 CLOZAPINE Respon parsial atau tidak ada respon Respon parsial atau tidak ada respon Respon parsial atau tidak ada respon Tahap 4 CLOZAPINE + (FGA, SGA atau ECT) Tidak ada respon CLOZAPINE Pertimbangkan penggunaan clozapin jika pasien memiliki riwayat percobaan bunuh diri (Level A), riwayat penyalahgunaan obat (Level B/C), dan tidak ada perbaikan gejala lebih dari 2 tahun setelah menjalani pengobatan dengan antipsikotik. Tahap 4-6 berdasarkan pendapat ahli dan laporan kasus Tahap 5 Tipikal atau atipikal tunggal (tidak digunakan pada Tahap 1 atau 2) Tahap 6 Terapi Kombinasi Contoh : SGA + FGA, kombinasi dari SGA, (FGA atau SGA) + ECT, (FGA + SGA) + agen lain (seperti mood stabilizer) Gambar 2. Alghoritma terapi Skizofrenia ( Crismon dkk., 2008)

30 30 3. Efek samping antipsikotik Selain manfaat antipsikotik yang telah dijelaskan sebelumnya, obatobat antipsikotik ini juga memiliki efek samping yang bermakna terutama jika digunakan dalam dosis besar dalam jangka waktu yang lama. Efek samping utama yang paling sering muncul dan dijadikan bahan pertimbangan dalam pemberian terapi adalah efek samping ekstrapiramidal pada penggunaan antipsikotik generasi lama. Termasuk dalam efek samping ekstrapiramidal ini yaitu distonia akut, pseudoparkinsonisme, dan akatsia. Efek samping ini umumnya muncul setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah penggunaan antipsikotik dan biasanya sulit untuk diatasi (Holloman dkk.,1994). Selain adanya efek samping ekstrapiramidal yang muncul, efek samping lain yang ditimbulkan oleh penggunaan antipsikotik yaitu sedasi, neuroleptic malignant syndrome, gangguan kardiovaskular, efek antikolinergik dan antiadrenergik, gangguan metabolisme, kenaikan berat badan, dan disfungsi seksual (Crismon dkk., 2009). Salah satu cara untuk mengatasi efek samping dan meningkatkan kemanfaaatan dari antipsikotik adalah dengan menggunakan dosis obat serendah mungkin yang masih dapat memberikan efek farmakologis. Dosis tersebut harus tetap dikontrol. 4. Sindrom metabolik Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh pengobatan antipsikotik terhadap gangguan metabolisme dalam tubuh. Komponen utama dari

31 31 sindrom metabolik ini meliputi resistensi insulin, obesitas abdominal/sentral, hipertensi, dan dislipidemia (peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar HDL kolesterol). Adanya peningkatan berat badan, gangguan metabolisme glukosa, dan hiperglikemi telah diketahui menjadi salah satu dampak dari penggunaan antipsikotik. Hiperglikemia dan diabetes melitus tipe 2 banyak terjadi pada pasien skizofrenia. Prevalensi peningkatan berat badan dan diabetes pada pasien skizofrenia adalah 1,5 sampai 2 kali lebih besar dibandingkan populasi umum (Woo dkk., 2005). Adanya peningkatan berat badan, ataupun hiperglikemia ini menjadi masalah yang serius karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat adanya peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Banyak teori yang mengemukakan tentang mekanisme yang mungkin memperantarai terjadinya perubahan metabolisme yang terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik. 1. Teori yang pertama menyatakan jika penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia menyebabkan peningkatan berat badan. Bertambahnya berat badan pada pasien yang diobati dengan antipsikotik disebabkan oleh peningkatan nafsu makan yang tidak diseimbangi dengan peningkatan penggunaan energi. Akibatnya terjadi peningkatan penyimpanan lemak dalam jaringan adiposa yang mengakibatkan penambahan berat badan. Keadaan yang berlanjut menyebabkan terjadinya obesitas yang dilihat dari Body Mass Index (BMI). Obesitas

32 32 dihubungkan dengan resistansi insulin dan merupakan faktor utama penyebab diabetes tipe 2 (Castagna, 2011). 2. Penggunaan antipsikotik banyak dikaitkan dengan kelainan dalam regulasi glukosa. Penggunaan antipsikotik dapat menyebabkan peningkatan penyimpanan lemak dalam jaringan adiposa yang kemudian memicu penurunan sensitivitas insulin (Newcomer dkk., 2002). Antipsikotik generasi kedua seperti clozapin dan olanzapin berhubungan dengan efek samping terhadap regulasi glukosa dalam berbagai tingkatan keparahan yang berbeda tergantung dari potensinya dalam peningkatan penyimpanan lemak dalam jaringan adiposa dibandingkan dengan antipsikotik tipikal. Clozapin dan olanzapin menyebabkan peningkatan berat badan dan meningkatkan massa lemak tubuh secara signifikan, dengan resistensi insulin dan risiko diabetes mellitus (Newcomer dkk., 2002). 3. Aktifitas antipsikotik atipikal adalah antagonis pada berbagai sistem neurotransmitter termasuk dopaminergik, adrenergik, serotonergik, histaminergik dan subtipe reseptor muskarinik (Teff & Kim, 2011). Neurotransmitter ini berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan jalur metabolisme dan juga regulasi asupan makanan. Reseptor yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya diabetes adalah dopamin, 5-HT 1A, 5-HT 2c, histamin-1 (Gianfrancesco dkk., 2003).

33 33 a. Reseptor muskarinik dan histaminergik Suatu hipotesis yang menyimpulkan jika reseptor muskarinik dan histaminrgik memiliki peranan penting dalam kasus gangguan metabolisme yang berkaitan dengan penggunaan antipsikotik. Histamin dan muskarinik dikatakan sebagai mediator pada peningkatan berat badan dan abnormalitas dalam metabolisme glukosa. Ikatan pada reseptor histamin H-1 dapat memicu peningkatan nafsu makan dan berat badan, sedangkan ikatan pada muskarinik M3 menyebabkan kelainan pada regulasi insulin (Teff & Kim, 2011). Perbedaan kemampuan pengikatan reseptor mungkin menjadi penyebab tingkat perubahan metabolisme, berat badan, dan peningkatan asupan makanan untuk setiap antipsikotik berbeda. Clozapin dan olanzapin adalah antagonis reseptor asetilkolin muskarinik kuat dan dikaitkan dengan kenaikan berat badan. Risperidon tidak diketahui afinitas terhadap reseptor asetilkolin muskarinik namun menyebabkan beberapa kasus new onset diabetes bila diberikan bersamaan dengan antagonis muskarinik yang biasa diresepkan untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal (Lean & Pajonk, 2003). Ini merupakan bukti peran reseptor asetilkolin muskarinik dalam sindrom metabolik yang terjadi pada pasien skizofrenia yang menggunakan antipsikotik.

34 34 b. Dopamin Jalur dopamin di otak tengah berperan dalam kontrol asupan makanan. Regulasi glukosa darah berpusat di hipotalamus. Antipsikotik yang berperan sebagai antagonis dopamin menyebabkan glukosa darah tidak terkontrol (Gianfrancesco dkk., 2003). Sebuah bukti mengenai peran dopamin ini berdasarkan studi yang menunjukkan penggunaan agonis dopamine sentral dapat meningkatkan kontrol glukosa (Lipscombe, 2009). c. Aktivitas reseptor serotonin 5-HT 1A dan 5-HT 2 juga di hubungkan dengan pengaruhnya terhadap kontrol glukosa. Walaupun mekanisme yang menghubungkan kedua reseptor ini sangat kompleks (Haupt & Newcomer, 2001). Reseptor 5-HT 2c mungkin terlibat dalam kontrol asupan makanan. Jika reseptor ini diblok dapat menimbulkan kenaikan berat badan kecuali ziprasidon dan quetiapin (Lean & Pajonk, 2003). Saat terjadi resistensi insulin, tubuh berusaha untuk mengatasinya dengan mensekresi lebih banyak lagi insulin yang menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia yang terjadi menyebabkan resistensi insulin dan keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan kegagalan dalam regulasi reseptor insulin (Lean & Pajonk, 2003). Kelainan yang berhubungan dengan resistensi insulin termasuk intoleransi glukosa, hipertensi, dan dislipidemia (Handerson dkk., 2005). Resistensi insulin yang terjadi akibat penggunaan antipsikotik kemungkinan diakibatkan karena efek langsung dari

35 35 peningkatan massa lemak di abdominal dan fungsi transport glukosa (Haupt & Newcomer, 2001). Faktor genetik dan gaya hidup sangat berpengaruh pada peningkatan berat badan dan gangguan metabolisme pada pasien skizofrenia. Sehingga perlu dipertimbangkan mengenai faktor risiko lain yang juga berperan dalam perkembangan diabetes melitus (Haddad, 2004), seperti: 1. Riwayat DM keluarga 2. Peningkatan usia 3. Obesitas 4. Ras ( insiden paling banyak terjadi pada ras asia dan afrika-karibia ) 5. Merokok 6. Diet tinggi karbohidrat 7. Jarang olahraga Oleh karena itu pasien-pasien skizofrenia yang mendapatkan antipsikotik sebaiknya dilakukan monitoring berat badan, kadar glukosa darah, profil lemak darah, sehingga akan mencegah morbiditas dan mortalitas akibat sindrom metabolik sebagai dampak penggunaan antipsikotik ini.

36 36 F. Keterangan Empiris Skizofrenia memiliki perjalanan penyakit yang kronis dan berulang sehingga membutuhkan terapi jangka panjang. Obat antipsikotik telah menjadi terapi farmakologi utama untuk pasien skizofrenia. Pemberian antipsikotik dalam jangka waktu yang cukup lama ini memungkinkan munculnya berbagai masalah selama proses penggunaannya, seperti peningkatan kadar glukosa darah yang banyak dilaporkan oleh berbagai jurnal ilmiah. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat melihat gambaran perubahan glukosa darah puasa pasien skizofrenia di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta akibat penggunaan kombinasi obat antipsikotik tipikal dan atipikal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia 2.1.1. Definisi Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti terpotong atau terpecah dan phren yang berarti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, masalah kesehatan jiwa banyak terjadi dengan berbagai variasi dan gejala yang berbeda-beda. Seseorang dikatakan dalam kondisi jiwa yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penderita skizofrenia sekitar 1% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat, dengan jumlah keseluruhan lebih dari 2 juta orang (Nevid et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. usia yang muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi (Kaplan dkk., 1997).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. usia yang muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi (Kaplan dkk., 1997). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan dan dapat mengakibatkan kendala sosial, emosional, dan kognitif

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG - 121001419 LATAR BELAKANG Skizoafektif Rancu, adanya gabungan gejala antara Skizofrenia dan gangguan afektif National Comorbidity Study 66 orang Skizofrenia didapati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakit biasanya akut tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali luput dari perhatian. Orang sengaja menghindari dan tidak mencari bantuan bagi keluarganya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa dan psikososial menurut The World Health Report tahun 2001 dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Skizofrenia Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SCHIZOPHRENIA Apakah Skizofrenia Itu? SCHIZOS + PHREN Gangguan jiwa dimana penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang. Ciriciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang. Ciriciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi yang berpengaruh terhadap perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang. Ciriciri individu yang normal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Halusinasi 1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SKIZOFRENIA Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik dengan penyebab yang belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam pikiran, mood dan perilaku. 10 Skizofrenia

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan harta yang paling penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara seperti yang telah diatur oleh undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir abstrak) serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir abstrak) serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham),

Lebih terperinci

Mampu mengenal dan mengetahui tanda, gejala dan pemeriksaan status mental yang menunjang dalam mendiagnosa pasien dengan gangguan skizofrenia.

Mampu mengenal dan mengetahui tanda, gejala dan pemeriksaan status mental yang menunjang dalam mendiagnosa pasien dengan gangguan skizofrenia. Judul: Skizofrenia Prof. Jayalangkara tanra, (neuropsikiatri) Alokasi waktu: 3 x 50 menit Tujuan Instruksional Umum (TIU): Mampu melakukan diagnosa dan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas pada gangguan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Januari Dengan menggunakan desain cross sectional didapatkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Januari Dengan menggunakan desain cross sectional didapatkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia fase akut di RSJ Grhasia. Data diambil dari catatan rekam medis pasien pada bulan November

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006). 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari mengingat suatu hal. Dengan kata lain, pengetahuan dapat diartikan sebagai mengingat suatu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SDR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SDR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SDR. S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN PADA SKIZOFRENIA TAK TERINCI DI RUANG NAKULA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh :

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ESTI PERDANA PUSPITASARI F 100 050 253 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan ketidakmampuan bagi pasien dan secara signifikan menimbulkan beban yang berat bagi dirinya sendiri,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agitasi Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas. Agitasi sangatlah sering dijumpai di dalam pelayanan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecacatan, atau kerugian (Prabowo, 2014). Menurut Videbeck (2008), ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecacatan, atau kerugian (Prabowo, 2014). Menurut Videbeck (2008), ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwa 1. Definisi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa dalam (DSM- IV) adalah konsep sindrom perilaku atau psikologis klinis yang signifikan atau pola yang terjadi pada individu

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

Lebih terperinci

Gangguan Afektif Bipolar episode Manik dengan Gejala Psikotik Muhammad Hazim Afif b Amirudin

Gangguan Afektif Bipolar episode Manik dengan Gejala Psikotik Muhammad Hazim Afif b Amirudin Gangguan Afektif Bipolar episode Manik dengan Gejala Psikotik Muhammad Hazim Afif b Amirudin Pendahuluan Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sering dijumpai dan termasuk gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia juga merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara seperti yang telah diatur oleh undang-undang. Definisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara seperti yang telah diatur oleh undang-undang. Definisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang paling penting dalam kehidupan manusia. Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara seperti yang telah diatur oleh undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gejala negatif skizofrenia merupakan dimensi psikopatologi penting yang mencerminkan tidak adanya atau berkurangnya perilaku dan fungsi normal, termasuk kekurangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang - kadang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang - kadang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang - kadang mempunyai perasaan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah suatu penyakit psikiatrik yang bersifat kronis dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah suatu penyakit psikiatrik yang bersifat kronis dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia adalah suatu penyakit psikiatrik yang bersifat kronis dan menimbulkan ketidakmampuan, dengan prevalensi seluruh dunia kira-kira 1% dan perkiraan insiden

Lebih terperinci

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau manik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia telah membuat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping berhasilnya pembangunan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak terjadi, gejalanya ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi kepribadian yang parah, serta ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar REFERAT Gangguan Afektif Bipolar Retno Suci Fadhillah,S.Ked Pembimbing : dr.rusdi Efendi,Sp.KJ kepaniteraanklinik_fkkumj_psikiatribungar AMPAI Definisi gangguan pada fungsi otak yang Gangguan ini tersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang harus diberi perhatian. Skizofrenia merupakan sindrom heterogen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang harus diberi perhatian. Skizofrenia merupakan sindrom heterogen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan penyakit otak yang presisten dan serius yang harus diberi perhatian. Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang aneh dan tidak beraturan, angan-angan, halusinasi, emosi yang tidak tepat,

I. PENDAHULUAN. yang aneh dan tidak beraturan, angan-angan, halusinasi, emosi yang tidak tepat, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan sindrom kronik yang beranekaragam dari pemikiran yang aneh dan tidak beraturan, angan-angan, halusinasi, emosi yang tidak tepat, paham yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan penyakitnya berlangsung kronis 1, umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa,, dengan 4 jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,

Lebih terperinci

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Gangguan Bipolar Febrilla Dejaneira Adi Nugraha Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ Epidemiologi Gangguan Bipolar I Mulai dikenali masa remaja atau dewasa muda Ditandai oleh satu atau lebih episode

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Meningkatnya usia harapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus, DM diabaínein (bhs yunani): διαβαίνειν,, tembus atau pancuran air Mellitus (bahasa Latin): rasa manis dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Skizofrenia 2.1.1 Definisi Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti terpotong atau terpecah dan phrēn yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi Komala Appalanaidu Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (ria_not_alone@yahoo.com) Diterima: 15 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial, yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental psikiatri sebagai efek negatif modernisasi atau akibat krisis multidimensional dapat timbul dalam bentuk tekanan dan kesulitan pada seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi politik dan ekonomi mengakibatkan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, industri dan termasuk Indonesia. Meskipun gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996, kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah di atas normal (hiperglikemia) akibat kelainan pada sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci