CATATAN AKHIR TAHUN 2013 LBH APIK NTT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CATATAN AKHIR TAHUN 2013 LBH APIK NTT"

Transkripsi

1 CATATAN AKHIR TAHUN 2013 LBH APIK NTT PENDAHULUAN A. Gambaran Catatan Akhir Tahun 2013 LBH APIK NTT LBH APIK NTT Sebagai lembaga yang concern terhadap masalah perempuan dan anak senantiasa memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak. Upaya perjuangan LBH APIK NTT dilakukan dengan cara memberikan pelayanan hukum terhadap perempuan dan anak, secara khusus perempuan dan anak yang lemah secara politik, ekonomi social dan budaya. Pelayanan hukum yang dilakukan oleh LBH APIK NTT berupa konsultasi hukum, pendampingan, pembelaan untuk korban termasuk pelatihan dan pemberdayaan kepada masyarakat dan aparat penegak hukum baik dalam penanganan korban maupun upaya pencegahannya dalam rangka mewujudkan masyarakat anti kekerasan serta advokasi kebijakan. Catatan Akhir Tahun (Catahu) LBH APIK NTT merupakan sebuah dokumen terkait gambaran kasus yang dialami perempuan dan anak di NTT dalam satu tahun (tahun 2013). Dokumen Catahu ini dipilah menjadi dua bagian yakni analisis kasus yang dialami oleh perempuan dan anak yang terjadi di NTT pada tahun 2013 dan yang kedua merupakan analisis kasus berdasarkan pengaduan yang masuk di LBH APIK NTT. Pemilahan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang utuh terkait kecenderungan kasus di NTT berdasarkan jenis kasus, pelaku dan korban dan kecenderungan korban dalam menggunakan jasa bantuan hukum berdasarkan jenis kasus, pelaku dan korban. Rilis Catahu 2013 LBH APIK NTT ini memiliki dua tujuan yakni sebagai bahan dasar advokasi (evident bassed) dan sebagai bahan monitoring dan evaluasi bagi LBH APIK sendiri dalam menjalankan visi dan misinya yakni terciptanya sistem hukum yang adil gender, yang tercermin dalam relasi kuasa baik dalam relasi personal, keluarga, masyarak dan Negara serta menguatnya gerakan perempuan sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil dalam pemberdayaan hukum dan masyarakat yang adil gender. B. Metodologi Metode yang digunakan dalam Catahu LBH APIK NTT tahun 2013 adalah riset media dan riset pengaduan kasus. Riset media yang dilakukan didasarkan pada pemberitaan media selama 1 (satu) 1

2 tahun, dimulai dari bulan januari hingga bulan desember. Sedangkan riset pengaduan kasus, didasarkan data kasus yang ditangani oleh LBH APIK NTT dari bulan januari hingga bulan desember Teknik Pengumpulan dan pengolahan data dlikakuan dengan cara: a. Riset media: Data berupa pemberitaan koran dikumpulkan dan dipilah berdasarkan pemberitaan terkait umum, perempuan dan anak. Data pemberitaan Koran yang berhubungan dengan perempuan dan anak kemudian dikumpulkan dan di klipingkan berdasarkan kategori jenis kasus. Pengklipingan dilanjutkan dengan input data ke dalam computer dengan menggunakan program MS Excel dan digolongkan berdasarkan jenis kasus, korban, pelaku dan karakteristik korban dan pelaku berdasarkan usia, dan jenis pekerjaan b. Riset pengaduan kasus: setiap pengaduan masyarakat (perempuan dan anak) diinput dalam computer dengan memakai bantuan program MS Excel dan dikategorikan berdasarkan jenis kasus, usia dan pekerjaan dari korban dan pelaku. C. Keterbatasan Metode riset media dan riset pengaduan kasus yang digunakan oleh LBH APIK NTT memiliki keterbatasan yang turut mempengaruhi kevalidan hasil. Hal ini sangat disadari oleh LBH APIK NTT sendiri. Untuk itu, LBH APIK NTT merasa perlu untuk menyampaikan keterbatasan dan kelemahan dari metode yang digunakan. Adapun keterbatasannya sebagai berikut: 1. Riset media yang dilakukan hanya pada 3 media surat kabar local yakni Victory News, Pos Kupang dan Kursor. Pemilihan ketiga media surat kabar ini sebagai sampel riset ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga media ini yang dimiliki oleh LBH APIK (Koran berlangganan) 2. Tidak masuknya media surat kabar local di kantor LBH APIK NTT, turut mempengaruhi hasil riset ini. Tercatat surat kabar kursor yang tidak masuk secara rutin, sehingga turut mempengaruhi hasil riset, terutama terkait publikasi media yang berhubungan dengan perempuan dan anak. 3. Tidak semua kasus yang terjadi di NTT dapat diliput oleh media. Hal ini turut mempengaruhi hasil riset utnuk menentukan objektifitas dari sebuah penelitian. Walau demikian, hasil riset media ini bisa menunjukkan bahwa realita kasus terhadap perempuan dan anak mungkin lebih besar lagi. Ibarat gunung es, kasus yangdiliput meda hanya merupakan kasus permukaan, namun dibalik itu masih lebih banyak kasus yang tidak tampak. 4. Riset pengaduan kasus juga tidak bisa dijadikan justifikasi kekerasan terhadap perempuan dan anak, karena masih banyak kasus yang tidak dilaporkan. Walau demikian, riset ini dapat meolong kita untuk mengetahui kasus-kasus yang berhasil dilaporkan. 2

3 KASUS YANG DIALAMI PEREMPUAN DAN ANAK RISET MEDIA A. Media dan Peliputan terkait Perempuan dan Anak Persoalan yang dialami oleh perempuan dan anak masih merupakan topik yang menarik untuk diliput oleh media local di NTT. Hampir setiap hari, media surat kabar lokal memuat kasus-kasus yang dialami oleh perempuan dan anak tersebut. Hasil riset yang dilakukan LBH APIK NTT terkait peliputan media memperlihatkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi hal yang menarik untuk diliput dibanding pemberitaan lainnya. Pada tahun 2013, tercatat 234 pemberitaan yang berhubungan dengan perempuan dan anak. Pemberitaan itu terbagi dalam 3 (tiga) kategori besar yakni pemberitaan seputar penyadaran dan sosialisasi, pemberitaan seputar trafking dan pemberitaan seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dimaksud berupa pencabulan, pemerkosaan, perzinahan, dan lainnya. Riset media yang dilakukan menunjukkan bahwa berita kekerasan terhadap perempuan hampir menyita seluruh pemberitaan terhadap perempuan lainnya. Terdapat 46% pemberitaan media yang berhubungan dengan kekerasn terhadap perempuan dan anak, sedangkan sisanya 31 % pemberitaan terkait penyadaran dan sosialisasi dan 23% sisanya berita seputar trafiking. Hal ini seperti pada chart berikut: Chart 1. Persentase Kasus yang DIliput Media Ditinjau dari jumlah peliputan berdasarkan media, Victory News lebih banyak memuat pemberitaan terkait perempuan dan anak. Peliputan Victory News terkait perempuan dan anak 3

4 mencapai 43%. Pemberitaan Victory News ini lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah liputan Pos Kupang (36%) dan Kursor ( 21%). Sayangnya peliputan terkait perempuan dan anak masih diarahkan pada straight news dibandingkan dengan investigation news atau depth news. Chart 2. Persentase Peliputan terkait Perempuan dan Anak berdasarkan Media Terkait isu perempuan dan anak, Pos Kupang sangat konsern dengan berita kekerasan terhadap permpuan dan anak, di mana terdapat 42 berita yang mengulas kasus Kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak sedanhkan sisanya terdapat 27 pemberitaan terkait sosialisasi dan penyadaran kritis masyarakat yang berhubungan dengan permasalahan perempuan dan anak, serta 15 liputan yang berhubungan dengan trafiking. Victory News lebih berimbang dalam penyajian berita seputar persoalan perempuan dan anak, sedangkan Kursor lebih menekankan pada berita kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak, walaupun skala pemberitaannya masih sedikit dibanding dua media lainnya. Sedikitnya pemberitaan terkait perempuan dan anak di kursor sangat dipengaruhi oleh data riset yang tebatas sebagaimana sudah disampaikan dalam keterbatasan penelitian sebalumnya. Selain itu, jumlah halaman yang terbatas juga turut mempengaruhi ruang pemberitaannya. Untuk jelasnya dapat dilihat pada chart berikut: Chart 3. Pemberitaan Media berdasarkan kategori Trafiking, Penyadaran dan Kekerasan terhadap Perempuan dan anak 4

5 Proses penyadaran dan sosialisasi sudah mendapat porsi yang cukup baik oleh media. Sayangnya proses penyadaran masih berupa straight news. Berita straight ini dimasukan dalam berita sosialisai atau workshop yang dilakukan oleh LSM maupun oleh pemerintah, ataupun juga mengutip komentar dari para tokoh wanita di NTT terkait topic atau kasus tertentu. Untuk kasus trafiking, liputan media lebih terfokus pada kasus Wilfrida Souk, di mana lebih dari setengah pemberitaan trafiking berisi berita Wilfrida. Hal ini dimaklumi, karena kasus Wilfrida menjadi kasus yang menarik karena dia menjadi kasus nasional bahkan menjadi kasus internasional. B. Kasus yang dialami Perempuan dan anak selama Tahun 2013 Tahun 2013 cukup menjadi tahun kelam bagi anak-anak NTT, karena kasus kekerasan yang terjadi di NTT telah memakan korban anak-anak. Kasus yang dapat direkam oleh media selama tahun 2013 sebanyak 100 kasus. Kasus ini terbagi dalam beberapa kategori kasus yakni kasus penganiayaan, pembubuhan,penganiayaan berat, perzinahan, pelecehan seksual, percabulan, perkosaan, gangrape, sodomi, melarikan anak di bawah umur, aborsi, IJM trafiking dan menghamili anak di bawah umur. Terkait kategori di atas, kasus penganiyaan merupakan kasus terbanyak yang terjadi di NTT berdasarkan riset media. Penganiayaan dalam tahun 2013 berjumlah 19 kasus, diikuti oleh kasus pelecehan seksual (14 kasus) perkosaan dan trafiking diurutan 3 dengan 13 kasus dan kasus percabulan yang mencapai 12 kasus. Untuk itu, dapat dilihat pada chart berikut: Chart 4. Kasus terhadap perempuan dan anak di tahun 2013 berdasar Kategori Kasus 5

6 Dari 100 kasus yang menimpa perempuan dan anak, terdapat 198 orang korban yang terdiri dari perempuan dan anak. Sebagian besar atau 58% (115 orang) korban adalah anak-anak. Sisanya, perempuan dewasa yakni 81 korban (41%) dan laki-laki dewasa sebanyak 2 orang (1%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada chart berikut: Chart 6. Jumlah korban berdasarkan kategori usia Banyaknya anak yang menjadi korban, sangat bertolak belakang dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah NTT yang berupaya melindungi anak dari berbagai eksploitasi. Untuk NTT 6

7 sendiri, sudah ada 2 perda yang melindungi anak dari berbagai tindakan eksploitasi anak yakni perda perlindungan anak dan perda pekerja anak. Apabila di lihat dari jumlah korban, maka trafiking merupakan kasus dengan korban terbanyak. Trafiking yang terjadi berdasarkan liputan media mencapai 111 korban. Hal ini dapat dilihat pada chart berikut: Chart 5. Jumlah korban berdasarkan kasus Jumlah korban trafiking yang sangat banyak tersebut, sejalan dengan kondisi wilayah NTT yang masih dalam kategori propinsi termiskin. Akibatnya, banyak perempuan yang berupaya keluar dari kemiskinan dengan mencari pekerjaan di luar daerah. Kondisi ini sangat dimanfaatkan dengan baik oleh PJTKI nakal yang menjadikan NTT sebagai sorga bagi mereka untuk mendapatkan uang. Hasilnya, banyak 7

8 kasus trafiking yang terjadi dengan korban anak di bawah umur. Wilfrida Souk merupakan salah satu contoh dari maraknya kasus trafiking di NTT. Kasus trafiking yang terjadi ini, tidak diimbangi dengan sanksi yang tegas bagi para PJTKI. PJTKI yang bermasalah dan dicabut izinnya, dengan mudah mendapat kembali ijin ketika membentuk PJTKI baru. Perlakuan aparat penegak hukum yang kurang tegas ini akan membuat kasus trafiking akan semakin banyak dengan jumlah korban yang semakin besar lagi. Apabila dianalisis lebih dalam, maka ditemukan bahwa kasus trafiking merupakan kasus yang banyak memakan korban anak-anak. Dari 111 korban trafiking, 57 korban (51.35%) merupakan anakanak, sisanya 55 orang (48.7%) merupakan korban orang dewasa. Kasus trafiking yang melanda anakanak ini didasarkan pada adanya mafia yang melibatkan aparat pemerintah dan pihak PJTKI, dimana pihak PJTKI dapat membuat KTP bagi anak di bawah umur, dimana dalam KTP, alamat dan tanggal lahir anak yang bersangkutan berbeda dengan aslinya. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus wilfrida. Selain kasus trafiking, kasus percabulan dan perkosaan merupakan kasus dengan korban terbanyak anak- anak. Dari 12 korban percabulan, 10 korban (83.3%) merupakan anak-anak. Untuk jelasnya dapat di lihat pada chart berikut: Chart 7. Persentase korban anak berdasarkan Kategori Kasus 8

9 Data di atas menunjukkan bahwa hampir semua kasus yang terjadi, anak-anak merupakan korban terbesar. Persoalan ini merupakan persoalan serius yang harus ditangani jika kita tidak mau kehilangan generasi penerus bangsa. C. Pelaku Kejahatan terhadap Perempuan dan Anak di Tahun 2013 Jumlah pelaku berdasarkan kasus yang terjadi di taun 2013 berjumlah 109 pelaku. Pelaku terbesar pada kasus penganiayaan yakni sebesar 19 pelaku kejahatan. Jumlah terbesar kedua yakni pelaku kasus trafiking yang diwakili oleh para PJTKI bermasalah. Untuk jelasnya dapat dilihat pada chart berikut: 9

10 Chart 8. Persentase korban anak berdasarkan Kategori Kasus Pada kasus penganiayaan, sebagaian besar pelaku kejahatan adalah suami korban, di mana 63% pelaku korban penganiayaan adalah suami korban. Sisanya 21% dilakukan oleh bapak kepada anaknya. Selain kasus yang melibatkan suami dan bapak sebagai pelaku, kekerasan dalam pacaran juga cukup marak di mana kekerasan dalam pacaran telah membawa sang pacar menjadi pelaku penganiayaan. Jumlahnya 6 % dan pelakunya adalah laki-laki yang menjadi pacar korban. Untuk jelasnya dapat dlihat pada chart di bawah: Chart 9. Persentasi pelaku penganiayaan berdasarkan Hubungan dengan korban 10

11 Kasus pembunuhan yang terjadi di NTT berdasarkan riset media sebesar 3 kasus. Pembunuhan ini seringkali dilatarbelakangi oleh persoalan dendam maupun pertengkaran biasa serta upaya menyembunyikan aib. Kasus pembunuhan di NTT yang terekam media memperlihatkan bahwa pelaku pembunuhan merupakan orang terdekat korban. Hal ini dapat dilihat pada chart di bawah ini: Chart 10. Persentasi pelaku Pembunuhan berdasarkan Hubungan dengan korban Budaya patriarkat sangat berpengaruh pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dapat disaksikan pada pelaku kejahatan terhadap perempuan. Hal ini dapat dilihat dari pelaku kekerasaan terhadap perempuan yang didominasi oleh laki-laki (98.2%). Bahkan dalam kasus suami atau ayah menjadi kelompok yang dominan dalam melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sisanya dilakukan oleh pacar. Dalam kasus aniaya berat, pacar, suami dan bapak berkontribusi sebagai pelaku kejahatan terhadap perempuan dan anak. Hal itu dapat dilihat pada chart berkut: Chart 11. Persentasi Pelaku Aniaya Berat Berdasarkan Hubungan dengan Korban 11

12 Kasus perzinahan yang terjadi di NTT didominasi oleh kaum laki-laki, dalam hal ini para suami, sedangkan perempuan atau isteri menyumbang 14% atau 1 orang sebagai pelaku perzinahan dari 7 kasus perzinahan yang di liput media. Untuk jelasnya dapat dilihat pada chart berikut: Chart 12. Persentasi Pelaku Perzinahan Berdasarkan Hubungan dengan Korban Kasus pelecehan seksual merupakan kasus kedua terbesar di NTT setelah penganiayaan. Ironinya, seluruh korban pelecehan seksual di NTT adalah anak-anak. Anak-anak menjadi rentan terhadap kasus pelecehan seksual, karena sebagian besar kasus itu terjadi di seputaran tempat tinggal mereka dan dilakukan oleh pacar mereka. Gambaran pelaku pelecehan seksual dapat dilihat pada chart berikut: Chart 13. Persentasi Pelaku Pelecehan seksual Berdasarkan Hubungan dengan Korban Tingginya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak perlu menjadi perhatian serius dari semua pihak, apalagi perkembangan teknologi yang pesat, telah membuat hampir semua orang, baik anak kecil maupun dewasa dapat mengakses hal-hal yang berbau pornografi. Imbasnya pelecehan seksual semakin marak. 12

13 Senada dengan kasus pelecehan seksual, kasus percabulan juga memakan korban hampir sebagian besar anak-anak, secara khusus anak perempuan. Tercatat 80% kasus percabulan dialami oleh anak perempuan dengan pelaku terbesar adalah pacar (50%). Hal yang menarik dari kasus percabulan adalah pelaku percabulan merupakan pria beristeri dan merupakan pejabat public serta ada yang berprofesi sebagai guru. Hal ini tentunya menjadi catatan serius bagi para pejabat public dan guru dalam bertindak sesuai dengan citranya yang baik. Chart 14. Persentasi Pelaku Percabulan Berdasarkan Hubungan dengan Korban Kasus perkosaan yang marak terjadi di NTT dilakukan oleh orang-orang yang berada dekat dengan korban. Tercatat 31% pelaku pemerkosaan adalah tetangga, 15% adalah keluarga dekat dalam hal ini kakek dan bapak kecil serta 15% dilakukan oleh pacar. Selebihnya 39% dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Kasus perkosaan yang terjadi di NTT berdasarkan riset media juga memperlihatkan bahwa pemerkosaan juga dilakukan pada korban anak cacat. Selain kasus perkosaan, terdapat juga Kasus sodomi dilakukan oleh Satpam di SLB kepada anak cacat mental. Chart 15. Persentasi Pelaku Perkosaan Berdasarkan Hubungan dengan Korban 13

14 Hasil riset media yang dilakukan, memperlihatkan bahwa kejahatan yang dilakukan semakin beragam. Hal ini dilihat dari adanya kasus gang rape atau pemerkosaan secara beramai-ramai terhadap korban anak perempuan. Media local di NTT mencatat 4 kasus gang rape yang melibatkan pelajar SMU dan mahasiswa sebagai pelaku kejahatan ini. Dari 4 kasus kejahatan ini, 3 pelaku (21%) merupakan mahasiswa, 4 pelaku (29%) mrupakan pelajar SMU dan sisanya 7 pelaku merupakan orang tidak dikenal. Chart 16. Persentasi Pelaku Gang Rape Berdasarkan Hubungan dengan Korban Selain kasus-kasus di atas, kasus yang memakan korban anak-anak adalah kasus melarikan anak di bawah umur. Umumnya pelaku kejahatan ini adalah pria beristeri dan terbanyak dilakukan oleh oknum polisi. Hal ini dapat dilhat pada chart berikut: Chart 17. Persentasi Pelaku Melarikan anak di bawah umur Berdasarkan Hubungan dengan Korban 14

15 KASUS PEREMPUAN DAN ANAK YANG DILAPORKAN KE LBH APIK NTT RISET PENGADUAN KASUS Riset pengaduan kasus dilakukan dangan merujuk pada data penanganan kasus yang dilakukan oleh LBH APIK dalam tahun Berdasarkan jumlah pengaduan yang masuk ke LBH APIK NTT, terdapat 139 kasus yang dilaporkan ke LBH APIK NTT. Kasus-kasus yang ditangani oleh LBH APIK NTT selama tahun 2013 digolongkan dalam beberapa katerori yakni : KDRT, Penganiayaan, Percabulan, Pemerkosaan, IJM, Pencurian, dan sebagainya. Hasil pengaduan yang masuk di LBH APIK NTT menunjukkan bahwa trend kasus adalah KDRT. Kasus KDRT ini dilakukan oleh suami terhadap isteri. Kasus KDRT selama tahun 2013 sebanyak 38 kasus. Hal ini dapat di lihat pada chart di bawah ini: Chart 18 Jumlah Kasus Yang dilaporkan ke LBH APIK NTT berdasarkan Jenis Kasus Apabila dihubungkan dengan hasil riset media yang dilakukan sebelumnya, maka nampak bahwa masih banyak kasus yang menimpa anak-anak yang tidak dilaporkan ke LBH APIK atau lembaga bantuan hukim lainnya dalam rangka meminta perlindungan hukum. Pada umumnya kasus-kasus yang menimpa anak, dilaporkan ke kepolsian tanpa meminta dampaingan dari lembaga bantuan hukum. Kecenderungan masyarakat meminta bantuan hukum kepada LBH APIK NTT, didasarkan pada kasus- 15

16 kasus KDRT di mana suami sebagai pelaku kekerasan. Hal ini sejalan dengan gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh LBH APIK NTT terkait UU PKDRT. Apabila dilihat dari jumlah korban yang melapor ke LBH APIK NTT, maka yang menggunakan jasa LBH APIK NTT di dominasi oleh perempuan dewasa. Dari 139 korban yang mengadu ke LBH APIK NTT, 82.01% atau 114 orang merupakan perempuan dewasa. Sisanya 25 orang atau 17.99% merupakan anakanak. Perinciannya dapat dilihat pada chart berikut: Chart 19. Jumlah Korban Berdasarkan Jenis Kasus 16

17 Data Riset penanganan kasus memperlihatkan bahwa proses hukum yang ditempuh korban cukup memakan waktu yang cukup panjang. Dari 139 kasus yang ditangani oleh LBH APIK NTT selama tahun 2013, hanya 13 kasus atau 9.35% yang telah mencapai putusan pengadilan yang bersifat tetap (inkrah). Sisanya, 8 kasus (5.76%) masih dalam proses mediasi, 44 kasus (31.65%) dalam tahap konsultasi, 56 kasus (40.29%) dalam taraf penyidikan polisi, 2 kasus (1.44%) dalam taraf P21, 5 kasus (3.60%) korban mencabut laporan kepolisian, 8 kasus (5.76%) masih dalam proses persidangan dan 3 kasus (2.16%) masih dalam proses banding, baik dilakukan oleh jaksa maupun oleh korban. Untuk itu dapat dilihat pada table di bawah ini: Tabel 1: Kasus yang Ditangani LBH APIK NTT Berdasarkan Tingkatan Penanganan Jenis Kasus Mediasi Konsultasi Penyidikan P21 Tingkat Penanganan Cabut Gugatan Sidang Pengadilan Putusan Inkrah/ kode etik Banding / Kasasi KDRT Perzinahan Percabulan Perkosaan 7 1 Pengrusakan 5 2 Penganiayaan Trafiking 4 5 Melarikan Anak di bawah umur 1 IJM Pencurian Penghinaan 2 1 Perbuatan tidak Menyenangkan 2 Penggelapan 2 Penipuan 1 Ketenagakerjaan 1 1 Perceraian Perdata warisan 1 Pemalsuan Identitas 2 1 PTUN 1 Menyembunyikan anak di bawah 1 umur Percobaan 1 pembunuhan 17

18 Mandeknya kasus di kepolisian berdasarkan pengalaman LBH APIK NTT, pada umumnya disebabkan karena bukti-bukti yang tidak cukup disertai dengan saksi-saksi yang tidak mau bersaksi terkait kasus yang dilihatnya. Selain persoalan di atas, sikap aparat kepolisian yang tidak serius dalam menanggapi kasus yang dialami oleh perempuan, turut membuat kasus KDRT dan kasus lainnya tidak berlanjut ke pengadilan. Hal ini tentu saja menjadi catatan bagi LBH APIK maupun lembaga lain yang melakukan pendampingan terhadap warga yang mendambakan keadilan hukum. Keseriusan aparat dalam menjalankan tugasnya sebagai bagian dari penjaga keadilan perlu terus diawasi, sehingga masyarakat yang mendambakan keadilan dapat tercapai. 18

19 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Media cukup memberikan perhatian terkait kasus yang dialami oleh Perempuan dan anak, namun pemberitaannya masih berupa straight news dan belum pada indepth reportation NTT akan masuk pada kondisi darurat anak, apabila pemerintah dan pihak lain tidak memberikan perhatian yang serius bagi perlindungan anak, karena kasus kekerasan dan eksploitasi paling tinggi dialami oleh anak-anak Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan Lembaga lainnya terkait perempuan dan anak masih bersifat citycentris dan berpusat pada hotel-hotel. Belum menyentuh grass root terutama daerah pedesaan Media cukup memberikan perhatian terkait kasus yang dialami oleh Perempuan dan anak, namun pemberitaannya masih berupa straight news dan belum pada indepth reportation NTT akan masuk pada kondisi darurat anak, apabila pemerintah dan pihak lain tidak memberikan perhatian yang serius bagi perlindungan anak, karena kasus kekerasan dan eksploitasi paling tinggi dialami oleh anak-anak Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan Lembaga lainnya terkait perempuan dan anak masih bersifat citycentris dan berpusat pada hotel-hotel. Belum menyentuh grass root terutama daerah pedesaan B. Rekomendasi Pemerintah tidak hanya memfokuskan diri pada lahirnya aturan yang melindungi perempuan dan anak, namun juga perlu memberikan perhatian serius pada penerapan regulasi tersebut. Pola sosialisasi kebijakan/ regulasi terkait perlindungan perempuan dan anak perlu memikirkan aspek keterjangkauannya pada pelosok-pelosok dan perlu juga menerapkan metode sosialisasi yang mudah murah, efektif dan kreatif yang dapat diterima oleh semua golongan masyarakat Pihak kepolisian perlu meningkatkan kapasitas personilnya secara khusus penyidik agar memeiliki kemampuan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang dilaporkan Sinergisitas antar lembaga yang peduli terhadap masalah perempuan dan anak perlu ditingkatkan guna memberikan rasa aman kepada perempuan dan anak 19

20 20

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

Pendampingan Terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan Tahun 2016

Pendampingan Terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan Tahun 2016 Pendampingan Terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan Tahun 2016 Sanggar Suara Perempuan Jln. Beringin No.1, Kesetnana SoE, TTS-NTT Telp/Fax : 0388-21889 Email : ssp.okomama@yahoo.co.id www.sanggarsuaraperempuan.com

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kekerasan terhadap perempuan berdasarkan wilayah terjadinya kekerasan terbagi dalam tiga ranah, pertama privat yaitu kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KOMNAS PEREMPUAN Mei 1998 : kerusuhan dibeberapa kota besar, dengan berbagai bentuk kekerasan Kekerasan seksual menjadi

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 Emy Rosna Wati Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jl. Raya Gelam nomor 250 Candi

Lebih terperinci

Negara Punya Banyak PR untuk Atasi Labirin Kekerasan terhadap Perempuan

Negara Punya Banyak PR untuk Atasi Labirin Kekerasan terhadap Perempuan Negara Punya Banyak PR untuk Atasi Labirin Kekerasan terhadap Perempuan SOSIAL Pemerintah masih punya banyak pekerjaan rumah untuk mengatasi labirin kekerasan terhadap perempuan, demikian seruan Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kota urban di Indonesia yang semakin berkembang adalah Bandung. Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik Jawa Barat, pertumbuhan penduduk semakin pesat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan aktif dalam upaya penanggulangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian dari kemajemukan identitas perempuan adalah identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) merupakan fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health Organization, 2005), demikian pula di Indonesia. Komisi Nasional

Lebih terperinci

Nama : Aninda Candri L. NIM : Nama Kelompok : D Nama Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo

Nama : Aninda Candri L. NIM : Nama Kelompok : D Nama Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo EKSPLOITASI, PELECEHAN SEKSUAL DAN KEKERASAN TERHADAP KAUM PEREMPUAN DI PANDANG DARI SILA KE DUA TUGAS AKHIR Disusun oleh : Nama : Aninda Candri L. NIM : 11.11.4905 Nama Kelompok : D Nama Dosen : Drs.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Meluasnya industri sex yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia telah mengakibatkan banyak anak yang dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersial. Pelacuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua kalangan. Problematika anak dapat disebut juga sebagai unfinished agenda,

BAB I PENDAHULUAN. semua kalangan. Problematika anak dapat disebut juga sebagai unfinished agenda, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika berbicara mengenai masalah sosial di Indonesia, anak merupakan kajian permasalahan yang sensitif dibahas dan selalu mendapat perhatian khusus oleh semua

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 124 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab tujuh ini membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan dalam tesis dimaksudkan sebagai rangkuman hasil telaah dan analisa yang telah dilakukan dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

"Perlindungan Saksi Dalam Perspektif Perempuan: Beberapa Catatan Kritis Terhadap RUU Perlindungan Saksi usul inistiatif DPR"

Perlindungan Saksi Dalam Perspektif Perempuan: Beberapa Catatan Kritis Terhadap RUU Perlindungan Saksi usul inistiatif DPR "Perlindungan Saksi Dalam Perspektif Perempuan: Beberapa Catatan Kritis Terhadap RUU Perlindungan Saksi usul inistiatif DPR" oleh: Asnifriyanti Damanik, SH. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskrintinasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pokok-pokok permasalahan yang telah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pokok-pokok permasalahan yang telah 88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pokok-pokok permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti memberikan suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Kedua orang tua yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Versi Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak salah jika pasangan yang telah berumah tangga belum merasa sempurna jika belum dikaruniai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian. KASUS PIDANA UMUM CONTOH-CONTOH KASUS PIDANA: Kekerasan akibat perkelahian atau penganiayaan Pelanggaran (senjata tajam, narkotika, lalu lintas) Pencurian Korupsi Pengerusakan Kekerasan dalam rumah tangga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI TENAGA KESEHATAN DAN PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM TINDAKAN

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu LPK2DRT sangat berperan dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali terjadi ketidakharmonisan, pertentangan dan perbedaan pendapat yang sering berujung pada kekerasan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga 1. Jenis Kasus : A. LEMBAR FAKTA Kekerasan terhadap Perempuan di wilayah konflik Kekerasan dalam Rumah Tangga Lain-lain : 2. Deskripsi Kasus : 1 3. Identitas Korban : a. Nama : b. Tempat lahir : c. Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR KECAMATAN KERUAK DESA TANJUNG LUAR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR KECAMATAN KERUAK DESA TANJUNG LUAR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR KECAMATAN KERUAK DESA TANJUNG LUAR PERATURAN DESA TANJUNG LUAR NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL DESA TANJUNG LUAR YANG

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan mengenai Peran LK3 Sekar Melati dalam Menangani Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Yogyakarta, maka dapat disimpulkan bahwa:

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Berita mengenai kekerasan, terutama kekerasan terhadap perempuan (KtP) seakan sudah menjadi bagian sehari-hari yang dapat diketahui melalui media massa. Laporan penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi demi perkembangan dan pertumbuhannya. kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi demi perkembangan dan pertumbuhannya. kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus cita-cita pembangunan sebuah Negara. Anak juga merupakan titipan anugerah dari yang Maha Kuasa untuk kita didik dan bimbing dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penegakkan hukum, Polwan di UPPA juga berperan aktif dalam melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penegakkan hukum, Polwan di UPPA juga berperan aktif dalam melakukan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu polisi wanita di UPPA mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang dapat membentuk suasana bahagia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami secara mendalam mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan terhadap kasus kekerasan perempuan dan

Lebih terperinci

Sesi 7: Pelecehan Seksual

Sesi 7: Pelecehan Seksual Sesi 7: Pelecehan Seksual 1 Tujuan belajar 1. Mengidentifikasi contoh-contoh pelecehan seksual secara umum dan khususnya di tempat kerja 2. Mempelajari ruang lingkup perlindungan UU dan peraturan yang

Lebih terperinci

Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan

Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan Disusun guna memenuhi tugas Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu: Muslikah Disusun Oleh: Andhika Cahya Purwanto 3401413084 Daftar Isi Pembukaan 1. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA Peluncuran Laman Pengaduan Kekerasan Seksual

LEMBAR FAKTA Peluncuran Laman Pengaduan Kekerasan Seksual LEMBAR FAKTA Peluncuran Laman Pengaduan Kekerasan Seksual Perluas Akses Pelaporan Korban untuk Perkuat Daya Penanganan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Jakarta, 6 Desember 2013 A. Tentang website atau

Lebih terperinci

Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015

Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015 Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015 Pendahuluan Tahun 2015 ini dapat dikatakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

@mappifhui mappifhui.org

@mappifhui mappifhui.org @mappifhui @mappifhui @mappifhui mappifhui.org 2016 Kekerasan Seksual di Indonesia: Data, Fakta, & Realita #1 Apa itu Kekerasan Seksual? Setiap perbuatan berdasarkan pembedaan berbasis gender yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Meskipun telah ditetapkannya UU Republik Indonesia No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun kasus KDRT masih saja meningkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Oleh: Chitrawati Buchori and Lisa Cameron Maret 2006 Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian keseimbangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia (World Bank) dan banyak berkembang di negara-negara dunia ketiga (negara berkembang). Dalam menjalankan

Lebih terperinci

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus 1 Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus Mengapa Merupakan Aturan Khusus (Lex Specialist) dari KUHP? mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang tidak seluruhnya diatur dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB. GASTER, Vol. 4, No. 2 Agustus 2008 (260-267) ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB. SUKOHARJO Maryatun, Wahyuni Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB VI P E N U T U P. 6.1 Kesimpulan

BAB VI P E N U T U P. 6.1 Kesimpulan BAB VI P E N U T U P 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari hasil Analisis Situasi Ibu dan Anak Berbasis HAM di Kabupaten Polewali Mandar tahun 2010 berdasarkan data dari berbagai sumber, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE. B." PENDIDIKAN No. Universitas Fakultas Strata Tahun. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Hukum (Hukum Pidana)

CURRICULUM VITAE. B. PENDIDIKAN No. Universitas Fakultas Strata Tahun. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Hukum (Hukum Pidana) A." DATA PRIBADI CURRICULUM VITAE Name : Suparman Marzuki Jenis Kelamin : Pria Tempat/Tanggal Lahir : Lampung, 2 Maret 1961 Alamat Rumah : Karanganyar MG III/1244 Yogyakarta Tlp. (0274) 413458 Agama :

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi mencakup perilaku apa saja berdasarkan perbedaan yang dibuat dan berdasarkan alamiah atau pengategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kekerasan di dalam rumah tangga merupakan hal yang bersifat pribadi dan cenderung dirahasiakan dari dunia luar. Kasus ini dapat merugikan sebagian orang dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Geiar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisa terkait penelitian yang telah peneliti kaji dalam penyusunan skripsi ini, terdapat beberapa kesimpulan dari penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan,

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH RISALAH KEBIJAKAN MENDORONG JAMINAN HAK ATAS BANTUAN HUKUM BAGI BURUH MIGRAN DALAM REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PENYUSUN:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa yang lahir untuk dilindungi. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta

Lebih terperinci

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Anak yang berhadapan dengan hukum menunjukkan bahwa situasi sulit yang dihadapi oleh anak tidak hanya disebabkan oleh tindakan orang per orang tetapi juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan pada penelitian ini, antara lain : 1. Penyebab kekerasan yang dialami pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Kriminalitas merupakan suatu kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum yang berlaku dalam suatu negara). Berbagai macam jenis kejahatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai pemberitaan publik, baik dalam media cetak, media elektronik dan media online, dimana

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan masalah sosial yang perlu segera diatasi, secara kualitas maupun

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan masalah sosial yang perlu segera diatasi, secara kualitas maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya merupakan tindakan kriminal, tetapi juga merupakan masalah sosial yang perlu segera diatasi, secara kualitas maupun kuantitas.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak pada hakekatnya adalah sebuah anugerah dan juga sebuah amanah. Sebagai sebuah anugerah, anak adalah karunia terindah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak. INTISARI Sebagai respon terhadap tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mendirikan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hampir tiap hari terjadi kasus terhadap anak berupa eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hampir tiap hari terjadi kasus terhadap anak berupa eksploitasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan terhadap anak semakin marak tejadi di Indonesia, bahkan hampir tiap hari terjadi kasus terhadap anak berupa eksploitasi ekonomi, kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci