RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
- Veronika Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelengara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dengan protokol; b. bahwa dalam usaha mencapai pengaturan protokol yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai sosial dan budaya bangsa, dipandang perlu untuk mengatur protokol secara menyeluruh; c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang- Undang tentang Protokol; Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PROTOKOL.
2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat. 2. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan, dilakukan oleh lembaga negara yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. 3. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri oleh pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah serta undangan lainnya. 4. Tata tempat adalah aturan mengenai urutan tempat bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelengara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi. 5. Tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi. 6. Tata penghormatan adalah aturan untuk pemberian hormat bagi pejabat negara pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi. 7. Pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau pejabat negara yang ditentukan dengan atau dalam undangundang. 8. Pejabat pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan. 9. Pejabat penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur dan bupati/walikota serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 10. Tokoh masyarakat adalah tokoh masyarakat tertentu yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau pemerintah. 11. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. 12. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 13. Upacara bendera adalah upacara yang diselenggarakan dengan pengibaran atau penurunan bendera. 14. Upacara bukan upacara bendera adalah upacara yang diselenggarakan tidak disertai dengan pengibaran atau penurunan bendera. 2
3 BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Protokol diatur berdasarkan asas: a. kebangsaan; b. ketertiban dan kepastian hukum; c. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; dan d. timbal balik. Pasal 3 Pengaturan protokol bertujuan untuk: a. memberikan penghormatan kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat; b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai ketentuan dan kebiasaan yang berlaku baik secara nasional maupun internasional; dan c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antar bangsa. Pasal 4 (1) Pengaturan protokol dilaksanakan dalam acara kenegaraan dan acara resmi. (2) Pengaturan protokol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tata tempat; b. tata upacara; dan c. tata penghormatan. BAB III ACARA KENEGARAAN DAN ACARA RESMI Pasal 5 (1) Acara kenegaraan dan acara resmi dilaksanakan dengan upacara bendera atau upacara bukan upacara bendera. (2) Dalam acara kenegaraan dan acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pasal 6 (1) Penyelenggaraan acara kenegaraan dilakukan oleh lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (2) Penyelenggaraan acara kenegaraan dapat dilaksanakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal 7 (1) Penyelenggaraan acara resmi dilaksanakan oleh: a. lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3
4 b. lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam undang-undang; c. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian; dan d. instansi pemerintah pusat dan daerah. (2) Penyelenggaraan acara resmi dapat dilaksanakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia. BAB IV TATA TEMPAT Pasal 8 Pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat tempat sesuai dengan ketentuan tata tempat. Pasal 9 (1) Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia ditentukan dengan urutan: a. Presiden Republik Indonesia; b. Wakil Presiden Republik Indonesia; c. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat; d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat; e. Ketua Dewan Perwakilan Daerah; f. Ketua Mahkamah Agung; g. Ketua Mahkamah Konstitusi; h. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; i. mantan presiden dan mantan wakil presiden Republik Indonesia; j. perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan; k. duta besar negara asing untuk Republik Indonesia; l. wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat, wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah, Wakil Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua Komisi Yudisial, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Komisi Pemilihan Umum; m. pimpinan partai politik yang memiliki wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat nasional; n. anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; o. menteri, Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, duta besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia, hakim agung pada Mahkamah Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; p. wakil ketua dan anggota Komisi Yudisial, deputi gubernur senior dan deputi gubernur Bank Indonesia, serta wakil ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum; q. ketua/pimpinan dan/atau anggota lembaga pemegang tugas pemerintahan yang dibentuk dengan atau dalam undang-undang; r. kepala staf angkatan Tentara Nasional Indonesia; s. gubernur; t. pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan; 4
5 u. pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pejabat tertentu (eselon Ia/pejabat setingkat), ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan pimpinan badan usaha milik negara; v. sekretaris daerah provinsi (eselon Ia) dan pejabat setingkat; w. bupati/walikota dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; dan x. pejabat eselon II a/setingkat. (2) Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang diselenggarakan di luar Ibukota Negara Republik Indonesia diatur dengan berpedoman kepada tata urutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 10 (1) Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di provinsi ditentukan dengan urutan: a. gubernur; b. wakil gubernur; c. ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; d. ketua pengadilan tinggi semua badan peradilan, panglima/komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan di provinsi, kepala kepolisian di provinsi, dan kepala kejaksaan tinggi; e. wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; f. konsul atau perwakilan negara asing untuk Republik Indonesia; g. pimpinan partai politik di provinsi yang memiliki wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; h. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; i. kepala perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan di daerah; j. mantan gubernur dan wakil gubernur; k. kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di daerah dan pimpinan perwakilan lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam undangundang yang berkedudukan di provinsi; l. sekretaris daerah provinsi, bupati/walikota, dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; m. kepala dinas di provinsi, kepala kantor kementerian di provinsi, asisten sekretaris daerah provinsi, kepala badan provinsi, dan pejabat eselon IIa/setingkat; n. pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat provinsi, tokoh adat, dan tokoh masyarakat provinsi; o. wakil bupati, wakil walikota, dan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; p. kepala biro pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon II b/setingkat; dan q. kepala bagian pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon III a/setingkat. (2) Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) hadir dalam acara resmi di provinsi menempati urutan tata tempat terlebih dahulu. Pasal 11 (1) Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan urutan: a. bupati/walikota; b. wakil bupati/wakil walikota; 5
6 c. ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; d. ketua pengadilan semua badan peradilan, komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan di kabupaten/kota, kepala kepolisian di kabupaten/kota, dan kepala kejaksaan negeri; e. wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; f. pimpinan partai politik di kabupaten/kota yang memiliki wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; g. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; h. mantan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; i. kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di daerah dan pimpinan perwakilan lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam undangundang yang berkedudukan di kabupaten/kota; j. sekretaris daerah kabupaten/kota; k. asisten sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas kabupaten/kota, kepala kantor kementerian di kabupaten/kota, kepala badan kabupaten/kota, dan pejabat eselon II a/setingkat; l. pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan kabupaten/kota tokoh adat, dan tokoh masyarakat kabupaten/kota; m. kepala bagian pemerintah daerah kabupaten/kota, camat, dan pejabat eselon III.a/setingkat; dan n. lurah/kepala desa atau sebutan lain. (2) Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) hadir dalam acara resmi di kabupaten/kota menempati urutan tata tempat terlebih dahulu. Pasal 12 Tata tempat bagi pejabat yang menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan acara resmi: a. dalam hal acara resmi dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat tersebut mendampingi Presiden dan/atau Wakil Presiden; atau b. dalam hal acara resmi tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat tersebut mendampingi pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah yang tertinggi kedudukannya. Pasal 13 (1). Pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara resmi dan/atau acara kenegaraan dapat didampingi istri atau suami. (2). Istri atau suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menempati urutan sesuai tata tempat. (3). Tata tempat bagi istri atau sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Istri yang mendampingi suami mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat suami. b. Suami yang mendampingi istri mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat istri. Pasal 14 Dalam hal pejabat negara berhalangan hadir pada acara kenegaraan atau acara resmi, maka tempatnya ditempati oleh pejabat negara yang mewakilinya. 6
7 Pasal 15 (1) Dalam hal pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat berhalangan hadir pada acara kenegaraan atau acara resmi, maka tempatnya tidak ditempati oleh yang mewakili. (2) Seorang yang mewakili pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatannya. BAB V TATA UPACARA Bagian Kesatu Upacara Bendera Pasal 16 Upacara bendera hanya dapat dilaksanakan untuk acara kenegaraan atau acara resmi: a. hari ulang tahun kemerdekaan; b. hari besar nasional tertentu; c. hari ulang tahun lahirnya lembaga negara; d. hari ulang tahun lahirnya instansi pemerintah; dan e. hari ulang tahun lahirnya provinsi, dan kabupaten/kota. Pasal 17 Tata upacara bendera dalam penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi meliputi: a. tata urutan upacara bendera; b. tata Bendera Negara dalam upacara bendera; c. tata Lagu Kebangsaan dalam upacara bendera; dan d. tata pakaian upacara bendera. Pasal 18 Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi tata urutan upacara bendera dan tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Pasal 19 (1) Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a sekurang-kurangnya meliputi: a. pengibaran Bendera Negara diiringi dengan Lagu Kebangsaan; b. mengheningkan cipta; c. pembacaan naskah Pancasila; d. pembacaan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan e. pembacaan doa. 7
8 (2) Tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, sekurang-kurangnya meliputi: a. pengibaran Bendera Negara diiringi dengan Lagu Kebangsaan dilakukan pada pagi hari; b. mengheningkan cipta; c. detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dan lain-lain selama satu menit; d. pembacaan Teks Proklamasi; dan e. pembacaan doa. (3) Upacara penurunan Bendera Negara dalam upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada waktu terbenamnya matahari tanpa diiringi Lagu Kebangsaan. (4) Upacara penurunan Bendera Negara dalam acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pada waktu terbenamnya matahari dengan diiringi Lagu Kebangsaan. Pasal 20 Tata Bendera Negara dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi: a. bendera dikibarkan sampai saat matahari terbenam; b. tiang bendera didirikan di tempat upacara; dan c. penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan bendera. Pasal 21 Tata Lagu Kebangsaan dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c meliputi: a. pengibaran atau penurunan Bendera Negara diiringi dengan nyanyian Lagu Kebangsaan; b. seluruh peserta upacara mengambil sikap sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat; c. iringan nyanyian Lagu Kebangsaan dalam pengibaran atau penurunan Bendera Negara dilakukan oleh korps musik/genderang dan/atau sangkakala; d. apabila tidak ada korps musik/genderang dan atau sangkakala, pengibaran/penurunan Bendera Negara diringi dengan nyanyian bersama Lagu Kebangsaan oleh seluruh peserta upacara; dan e. pada waktu mengiringi pengibaran/penurunan bendera tidak dibenarkan dengan menggunakan musik dari alat rekam. Pasal 22 (1) Tata pakaian upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut jenis acara. (2) Dalam acara kenegaraan digunakan pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran atau pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam masyarakat. (3) Dalam acara resmi digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi lainnya yang telah ditentukan. 8
9 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, pakaian nasional, pakaian sipil harian atau seragam resmi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 23 (1) Untuk melaksanakan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau acara resmi diperlukan kelengkapan dan perlengkapan. (2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. inspektur upacara; b. komandan upacara, c. penanggung jawab upacara; d. peserta upacara; e. pembawa naskah; f. pembaca naskah; dan g. pembawa acara. (3) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi: a. bendera; b. tiang bendera dengan tali; c. mimbar upacara; d. naskah Proklamasi; e. naskah Pancasila; f. naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan g. teks doa. Bagian Kedua Upacara Bukan Upacara Bendera Pasal 24 Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk acara kenegaraan atau acara resmi: a. pembukaan konferensi/sidang/rapat; b. pelantikan pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah; c. peresmian proyek; d. penandatanganan kerjasama internasional; dan e. penyambutan tamu. Pasal 25 Tata upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi meliputi tata urutan upacara bukan upacara bendera dan tata pakaian upacara. Pasal 26 Tata urutan upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dalam acara kenegaraan atau resmi sekurang-kurangnya meliputi: a. menyanyikan atau mendengarkan Lagu Kebangsaan; b. pembukaan/sambutan; c. acara pokok; dan d. penutup. 9
10 Pasal 27 (1) Tata pakaian upacara bukan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut jenis acara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 28 Bendera Negara dalam acara kenegaraan atau acara resmi upacara bukan upacara bendera dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar. BAB VI TATA PENGHORMATAN Pasal 29 (1) Pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintaan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat penghormatan. (2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penghormatan dengan Bendera Negara; b. penghormatan dengan Lagu Kebangsaan; c. penghormatan kepada jenazah; dan/atau d. bentuk penghormatan lain. Pasal 30 Tata penghormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 31 (1) Penghormatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d dapat berupa bantuan sarana dan pemberian perlindungan ketertiban dan keamanan yang diperlukan dalam acara kenegaraan dan acara resmi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghormatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII TAMU NEGARA Pasal 32 (1) Tamu negara yang berkunjung secara resmi ke Negara Indonesia mendapat protokol sebagai penghormatan kepada negaranya sesuai tata pergaulan internasional. (2) Tamu negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tamu yang berkunjung secara resmi ke negara Indonesia yang dilakukan oleh: 10
11 a. kepala atau wakil kepala negara; b. kepala atau wakil kepala pemerintahan; dan/atau c. menteri/pejabat setingkat menteri. (3) Kunjungan tamu negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. kunjungan kenegaraan; b. kunjungan resmi; c. kunjungan kerja; atau d. kunjungan pribadi. Pasal 33 (1) Urutan acara penyambutan tamu negara meliputi: a. acara penyambutan kedatangan tamu negara; b. acara pokok kunjungan; dan c. pelepasan tamu negara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyambutan tamu negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII PENYELENGGARAAN PROTOKOL Pasal 34 Penyelenggaraan protokol dilaksanakan oleh pelaksana tugas protokol yang merupakan bagian dari kesekretariatan lembaga negara atau instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan protokol di tempat penyelenggaraan acara resmi dan acara kenegaraan. Pasal 35 Dalam hal pelaksana tugas protokol lalai atau tidak melaksanaakan tugas protokol sesuai dengan peraturan perundang-undangan dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 36 Penyelenggaraan protokol di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 37 Pembiayaan protokol dalam acara kenegaraan dan acara resmi dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 11
12 BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3363) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 39 Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3363) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 40 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR 12
13 PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL I. UMUM Undang-Undang ini mengatur tentang tatacara penghormatan dan perlakuan terhadap seseorang dalam suatu acara yang meliputi tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan maupun pemberian penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukan dan martabat jabatannya. Tata penghormatan ini meliputi juga tata penghormatan terhadap bendera negara, lagu kebangsaan, pataka, dan jenazah. Penghormatan dan perlakuan terhadap seseorang dalam keadaan tertentu meliputi juga pemberian perlindungan, ketertiban, dan keamanan dalam menjalankan tugas. Dengan demikian Undang-Undang ini juga bersifat pengakuan tentang status dan kedudukan protokol seseorang sesuai dengan jabatannya dalam negara, pemerintahan, dan kedudukannya dalam masyarakat. Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi pengaturan protokol bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat, serta kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan internasional. Pengaturan ini diperlukan karena sesuai dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik bangsa, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam tatanan kenegaraan setelah berlakunya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Perubahan sistem ketatanegaraan tersebut berimplikasi pada perubahan susunan dan kedudukan lembaga permusyawaratan, lahirnya Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, dan komisi-komisi negara, serta berbagai lembaga yang pengaturanya dilakukan dengan undang-undang. Pejabat negara dalam Undang-Undang ini meliputi pimpinan dan anggota lembaga negara yang disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau pejabat negara yang ditentukan oleh undangundang. Ketentuan protokol bagi Kepala Perwakilan Negara Asing di Negara Republik Indonesia diperlakukan berdasarkan asas resiprositas sesuai dengan kebiasaan internasional. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah adanya kenyataan tentang eratnya keterkaitan antara protokol dan acara-acara yang bersangkutan, yaitu acara kenegaraan ataupun acara resmi. Protokol dalam acara kenegaraan atau acara resmi tersebut harus tetap memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia sendiri yang berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam pergaulan internasional. 13
14 II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan kebangsaan adalah protokol harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan ketertiban dan kepastian hukum'' adalah protokol harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui adanya kepastian hukum. Huruf c Yang dimaksud dengan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah protokol harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Huruf d Yang dimaksud dengan timbal balik adalah adalah protokol diberikan setimpal atau balas jasa terhadap protokol dari negara lain. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Ayat (1) Lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuh 1945 terdiri dari Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan Badan Pemeriksa Keuangan. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 8 14
15 Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Huruf m Yang dimaksud dengan pimpinan partai politik adalah ketua umum atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Yang dimaksud dengan pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan nasional adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Presidium Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan. Huruf n Huruf o Huruf p Huruf q Huruf r Huruf s Huruf t Yang dimaksud dengan pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan adalah pemilik tanda kehormatan Bintang Republik Indonesia. 15
16 Huruf u Huruf v Huruf w Huruf x Ayat (2) Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan pimpinan partai politik di kabupaten/kota adalah ketua cabang atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik di kabupaten/kota sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Yang dimaksud dengan pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan di provinsi adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di provinsi. Tokoh masyarakat provinsi antara lain rektor perguruan tinggi di provinsi. Huruf k Huruf l Huruf q 16
17 Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Yang dimaksud dengan pimpinan partai politik di provinsi adalah ketua wilayah atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik di provinsi sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Huruf m Huruf n Yang dimaksud dengan pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan di kabupaten/kota adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di kabupaten/kota. Tokoh masyarakat di kabupaten/kota antara lain rektor perguruan tinggi di kabupaten/kota. Huruf o Huruf p Huruf q Pasal 12 Pasal 13 17
18 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Pengibaran bendera diiringi dengan lagu kebangsaan pada pagi hari dilakukan menjelang detik-detik proklamasi Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pelaksanaan upacara penurunan bendera dilaksanakan dengan menghormati waktu kegiatan keagamaan. Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 18
19 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan kunjungan kenegaraan adalah merupakan kunjungan yang dilakukan oleh kepala negara (Raja, Presiden, Sultan, Ratu, Paus, Kanselir, Yang Dipertuan Agong) dalam suatu periode masa jabatan dan baru pertama kali diadakan dengan tujuan memperkenalkan diri atau mengawali suatu perjanjian kerjasama kedua negara dalam bidang tertentu. Huruf b Yang dimaksud dengan kunjungan resmi adalah kunjungan yang dilakukan perdana menteri/kepala pemerintahan untuk pertama kalinya atau kunjungan kepala negara untuk kedua kalinya atau lebihn denga tujuan menindaklanjuti atau mengembangkan suatu perjanjian kerjasama yang disepakati sebelumnya atau berdasarkan undangan negara yang bersangkutan. Huruf c Yang dimaksud dengan kunjungan kerja adalah kunjungan yang ketiga kali atau lebih oleh kepala negara/pemerintahan ke negara yang sama atau dalam rangka menghadiri pertemuan-pertemuan internasional, seperti konferensi tingkat tinggi. Huruf d Yang dimaksud dengan kunjungan pribadi adalah kunjungan yang dilakukan karena keperluan pribadi/khusus dan semaksimal mungkin mengurangi hal-hal yang bersifat protokol. Pasal 33 19
20 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... 20
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.125, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Acara Kenegaraan. Protokoler. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN Negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagai tindak
Lebih terperinciBUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA,
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang: a. bahwa sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN Menimbang: Presiden Republik Indonesia, bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBSN^ BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG
BSN^ PERATURAN KEPALA NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN KEPALA, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentxian Pasal 7 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa keprotokolan
Lebih terperinciPROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG
PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1645, 2014 KEMENRISTEK. Keprotokolan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET
Lebih terperinciMENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014
MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1987 TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1987 TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Ketetapan Majelis
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,
PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. Bahwa setiap manusia berhak memperoleh penghormatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,
w w w.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1009, 2014 KEMENPAN RB. Keprotokolan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN
Lebih terperinciUU 8/1987, PROTOKOL. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:8 TAHUN 1987 (8/1987) Tanggal:28 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA) Tentang:PROTOKOL
UU 8/1987, PROTOKOL Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:8 TAHUN 1987 (8/1987) Tanggal:28 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA) Tentang:PROTOKOL Aparatur. Presiden/Wakil Presiden. Protokol. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci2015, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi
No.1726, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNASHAM. Keprotokolan. Pedoman. PERATURAN KETUA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 001/KOMNAS HAM/I/2015 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciPOKOK-POKOK PENGERTIAN TENTANG KEPROTOKOLAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN Disusun oleh : H. Kusmindar, S.Pd, MM
POKOK-POKOK PENGERTIAN TENTANG KEPROTOKOLAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 Disusun oleh : H. Kusmindar, S.Pd, MM KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 0 POKOK-POKOK
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PROTOKOL DAN KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN
PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 18 TAHUN 2004 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN dan ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9
BT'PATI TIILUI{GAGIIITG, \- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9 dan Pasal 10 Undang Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor
Lebih terperinciPeraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan. Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan
- 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika tentang Keprotokolan di Lingkungan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN KEPALA DAERAH DAN/ATAU WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9
BT'PATI TIILUI{GAGIIITG, \- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9 dan Pasal 10 Undang Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR
BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR PELAYANAN KEPROTOKOLERAN DAN KEGIATAN KEDINASAN BUPATI/WAKIL BUPATI POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG JAM KERJA DAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk
Lebih terperinci2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang No
No.131, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Tata Upacara. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA UPACARA DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2016 KEUANGAN. Hari Raya. Tunjangan. Tahun Anggaran 2016. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5889). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciQLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
QLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 1999 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI NOMOR : 71 TAHUN 1999 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELANTIKAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 4 TAHUN : 1993. TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG DENGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PROTOKOL KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 2 SERI E TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciBUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005
1 BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 2012 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN HARI RAYA DALAM TAHUN ANGGARAN 2016 KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL, PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.116, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Hari Raya. Tunjangan. Tahun Anggaran 2017. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6064). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH. 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Daerah Tingkat I Sumatera Selatan;
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 3 TAHUN 1993 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO
PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciL E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E
L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2014
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2014 Menimbang Mengingat : PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UPACARA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG KEPROTOKOLAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG KEPROTOKOLAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006
PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG
1 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.115, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Gaji. Pensiun. Tunjangan. Bulan Ketiga Belas. Tahun Anggaran 2016. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5888) PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG
QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH BESAR Menimbang : a. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 98 TAHUN 2007 TENTANG UPACARA PELANTIKAN WALIKOTAMADYA/WAKIL WALIKOTAMADYA, BUPATI/WAKIL BUPATI, CAMAT/WAKIL CAMAT, DAN LURAH/WAKIL LURAH
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 1 TAHUN 2005 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2078, 2014 BNPB. Keprotokolan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
Lebih terperinci2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun
No.1482, 2017 AN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENRISTEK-DIKTI. Keprotokolan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA ================================================================
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinci-1- BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG
-1- BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG
Lebih terperinciNo perlakuan pengamanan secara khusus dari Pemerintah Republik Indonesia selama berkunjung secara kenegaraan, resmi, kerja, atau pribadi ke ne
No. 5441 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Pengamanan. Presiden. Wakil Presiden. Tamu Negara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 145) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK. INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Pelantikan. Wakil Gubernur. Wakil Bupati. Wakil Walikota. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN
Lebih terperinciMENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN GAJI/PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2012 KEPADA PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PENERIMA PENSIUN/TUNJANGAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUAPTEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN SAMBUTAN, PIDATO, DAN PERNYATAAN RESMI KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2014 2 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperincia. bahwa dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan adanya perbedaan penafsiran beberapa ketentuan dalam
MATRIKS PERBANDINGAN/PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 24 TAHUN 2004 (PP 24/2004), PP 37/2005, PP 37/2006, PP 21/2007 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD Pasal PP 24/2004
Lebih terperinci