BAB II TELAAH PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TELAAH PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Sistem Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian suatu tujuan organisasi swasta maupun pemerintah. Lemahnya suatu pengendalian intern membuat tujuan organisasi tidak tercapai, hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya organisasi terutama pemerintah daerah yang tidak mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari BPK dikarenakan masih adanya pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang masih buruk Pengertian Sistem Pengendalian Intern Menurut Mulyadi (2002:180) menyebutkan bahwa konsep pengendalian intern adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian tindakan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, tidak hanya terbatas sebagai tambahan dari infrastruktur entitas. 2. Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang-orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen, dan personil lainnya. 13

2 14 3. Pengendalian intern diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris entitas. 4. Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi. internal control is a system of integrated elements-people, structure, processes, and procedures-acting together to provide reasonable assurance that an organization achieves business process Pengendalian intern menurut Rahayu (2010: 223) adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan-tujuan berikut ini : 1. Keandalan laporan keuangan 2. Menjaga kekayaan dan catatan organisasi 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan 4. Efektivitas dan efisiensi operasi The Committee of Sponsoring Organization of the Tradeway Commission (COSO) yang dikutip dalam Gelinas (2005:235) mendefinisikan pengendalian intern adalah: Internal control is a process-!"# $% & &"'"%( $)# #')!")* management, and other personnel-designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: 1. Effectiveness and efficiency of operations 2. Reliability of financial reporting 3. +,-'&!.'"/ --'!$. #& )0"'&

3 15 Selain itu adanya PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 1 ayat 1, menjelaskan bahwa pengertian sistem pengendalian intern yaitu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 313 ayat 2 mengemukakan Pengendalian intern merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. Dari seluruh uraian di atas, maka kesimpulan dari sistem pengendalian intern merupakan suatu sistem yang dipengaruhi oleh pimpinan maupun pegawai, dilakukan secara terus menerus untuk memberikan keyakinan dalam pencapaian tujuan organisasi yang dapat dilihat dari terciptanya keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan organisasi, keamanan kekayaan organisasi serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan.

4 Tujuan Pengendalian Intern Menurut Sawyer (2005:131) menjelaskan kategori umum dari pengendalian intern adalah : 1. Tujuan Operasional Hal ini berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi operasi entitas termasuk kinerja dan tujuan profitabilitas dan pengamanan sumber daya terhadap kerugian. Tujuan-tujuan tersebut bervariasi berdasarkan pilihan manajemen mengenai struktur dan kinerja. 2. Tujuan Pelaporan Keuangan Hal ini berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang handal termasuk pencegahan pelaporan keuangan publik yang mengandung kecurangan. Tujuan tersebut terutama diarahkan oleh persyaratanpersyaratan eksternal. 3. Tujuan-tujuan Ketaatan. Tujuan ini berkaitan dengan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku bagi entitas. Tujuan-tujuan tersebut tergantung pada faktor-faktor eksternal, seperti peraturan lingkungan dan cenderung sama untuk semua entitas dalam beberapa kasus dan beberapa industri. Menurut COSO yang dikutip dalam Gelinas (2005: 235) bahwa tujuan dari pengendalian intern adalah efektivitas dan efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

5 17 Dalam PP No. 60 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengendalian intern adalah memberikan keyakinan bagi organisasi atas tercapainya tujuan dalam hal efektivitas dan efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, keamanan aset atau kekayaan organisasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Manfaat Pengendalian Intern Dalam Rahayu (2010: 223) manfaat pengendalian intern adalah sebagai berikut : 1. Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi. 2. Pengendalian intern yang baik akan mengurangi beban pelaksanaan audit sehingga dapat mengurangi biaya audit. 3. Digunakan secara efektif untuk mencegah penggelapan maupun penyimpangan dalam organisasi.

6 Komponen Pengendalian Intern Menurut Rahayu (2010: 224) menjelaskan komponen pengendalian intern terdiri atas lima yaitu : 1. Lingkungan pengendalian Berkenaan dengan tindakan-tindakan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur yang merefleksikan keseluruhan sikap manajemen, dewan komisaris, pemilik, dan pihak lain terhadap pentingnya pengendalian intern bagi entitas. Faktor yang mempengaruhi pengendalian intern antara lain : a. Integritas dan nilai etika b. Komitmen terhadap kompetensi c. Partisipasi dewan komisaris dan komite audit d. Falsafah manajemen dan gaya operasi e. Struktur organisasi f. Penetapan wewenag dan tanggungjawab g. Kebijakan dan praktik bidang sumber daya manusia 2. Penilaian Risiko Manajemen Penentuan risiko untuk pelaporan keuangan mencakup identifikasi, analisis, dan manajemen risiko yang berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

7 19 3. Aktivitas Pengendalian Merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas pengendalian mencakup : a. Pemisahan tugas b. Pengendalian pengolahan informasi c. Pengendalian fisik d. Review kinerja 4. Informasi dan Komunikasi Untuk berfungsi secara efektif dan efisien, organisasi memerlukan informasi relevan yang disediakan bagi orang dan pada saat yang tepat. Selain itu informasi pun haruslah andal dalam akurasi dan kelengkapannya. 5. Pemantauan Merupakan proses penetapan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pada tahun 1995 dalam pernyataan Standar Audit Nomor 78 (SAS No. 78) mengadopsi dari definisi pengendalian intern menurut COSO. Menurut COSO dan SAS No. 78 dalam Gelinas (2005:235) mengatakan komponen pengendalian internal terdiri atas lima yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendaian, informasi dan komunikasi serta monitoring.

8 20 Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 pasal 3, pasal 4, pasal 13 ayat 2, pasal 18 ayat 3, pasal 42 ayat 2, dan pasal 43 ayat 2, unsur sistem pengendalian intern pemerintah, terdiri atas: 1. Lingkungan Pengendalian Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerjanya, melalui: a. Penegakan integritas dan nilai etika. Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana sekurang-kurangnya dilakukan dengan: a) Menyusun dan menerapkan aturan perilaku. b) Memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah. c) Menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku. d) Menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern dan menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.

9 21 b. Komitmen terhadap kompetensi. Komitmen terhadap kompetensi sebagaimana dapat dilakukan dengan: a) Mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah. b) Menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya. c. Kepemimpinan yang kondusif. Kepemimpinan yang kondusif dapat dilakukan dengan cara : a) Melindungi atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah. b) Melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah. c) Merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan. d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. Pembentukan struktur organisasi ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam Instansi Pemerintah

10 22 e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat dapat dilakukan dengan cara : a) Wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, dapat dilakukan dengan cara : a) Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai. b) Penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen. g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif. Salah satunya dapat dilakukan dengan cara memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. 2. Penilaian Risiko Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian risiko, yang terdiri atas: a. Identifikasi risiko. Dilaksanakan dengan penggunaan metodologi yang sesuai dengan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara

11 23 menyeluruh menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal. b. Analisis risiko. Dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Dalam hal ini Pimpinan Instansi Pemerintah harus menerapkan prinsip kehatihatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima. 3. Kegiatan Pengendalian Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan, yang terdiri atas: a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan. b. Pembinaan sumber daya manusia. c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi. d. Pengendalian fisik atas aset. f. Pemisahan fungsi. e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja, dilakukan dengan cara menetapkan ukuran dan indikator kinerja serta mereviu secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja. g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting. h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian. i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya.

12 24 k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting. 4. Informasi dan Komunikasi Pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Penyelenggaraan komunikasi yang efektif, pimpinan instansi pemerintah harus sekurang-kurangnya: a.menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi. b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. 5. Pemantauan Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan sistem pengendalian intern yang dilaksanakan melalui : a) Pemantauan berkelanjutan, diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas sistem pengendalian intern. b) Evaluasi terpisah, dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah. c) Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.

13 25 Menurut COSO (2006:8) yang dikutip dalam Apriyanti (2010) bahwa semua komponen pengendalian intern saling berhubungan dan bekerja bersamasama untuk menyelesaikan laporan keuangan suatu entitas. Berikut ini gambar hubungan komponen pengendalian intern: Gambar 2.1 Hubungan Komponen Pengendalian Intern. Dalam hal ini dijelaskan bahwa manajemen mengidentifikasi dan menilai risiko untuk mencapai pelaporan keuangan. Risiko tersebut diatur untuk menyusun aktivitas pengendalian. Manajemen mengimplementasikan proses, informasi, dan komunikasi untuk pelaporan keuangan dan komponen lain dari sistem pengendalian intern. Hal tersebut merupakan konteks lingkungan pengendalian yang dibentuk untuk menyediakan kebutuhan bagi organisasi. Menurut COSO, lingkungan pengendalian merupakan fondasi bangunan sistem pengendalian intern. Semua komponen tersebut dipantau untuk menjamin kelanjutan kegiatan operasional. Dapat diketahui bahwa setiap komponen pengendalian intern memiliki hubungan keterkaitan satu-sama lain.

14 26 Dari semua uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komponen pengendalian intern terdiri atas : 1. Lingkungan Pengendalian, dimana komponennya sebagai berikut : a. Penegakan integritas dan nilai etika. b. Komitmen terhadap kompetensi. c. Kepemimpinan yang kondusif. d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat. f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia. g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif. h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. 2. Penilaian Risiko, yang terdiri atas: a. Identifikasi risiko. b. Analisis risiko. 3. Kegiatan Pengendalian dimana komponennya sebagai berikut : a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan. b. Pembinaan sumber daya manusia. c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi. d. Pengendalian fisik atas aset. e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja. f. Pemisahan fungsi. g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting.

15 27 h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian. i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya. j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya. k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan kejadian penting. 4. Informasi dan Komunikasi, terdiri atas: a.menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi. b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. 5. Pemantauan, terdiri atas : a. Pemantauan berkelanjutan b. Evaluasi terpisah c. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya Keterbatasan Pengendalian Intern Walaupun pengendalian intern telah disusun dan diselenggarakan secara memadai dapat saja dianggap tidak sepenuhnya efektif, karena pada dasarnya pengendalian intern tidak dapat menjamin sepenuhnya tercapainya tujuan organisasi. Faktor- faktor yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan organisasi antara lain adalah management oversides (kegagalan manajemen) dan Internal control verse benefit (internal kontrol berlawanan dengan keuntungan).

16 28 Sedangkan keterbatasan pengendalian intern yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2001:319) adalah sebagai berikut : 1. Pertimbangan manusia dalam mengambil keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian intern dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi seperti kekeliruan atas kesalahan yang bersifat sederhana. Di samping itu, pengendalian dapat tidak efektif karena adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian intern. 2. Biaya pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut. 3. Adat-istiadat, kultur dan Coorporate Governance System dapat mencegah ketidakberesan yang dilakukan oleh manajemen. Menurut pengendalian intern adalah kesalahan dalam pertimbangan, gangguan, kolusi,! keterbatasan sistem pengendalian intern tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Kesalahan dalam Pertimbangan Seringkali dalam pengambilan keputusan manajemen maupun pihak terkait lainnya melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Kesalahan dalam pertimbangan ini diakibatkan oleh kurangnya informasi yang dapat menjadi sumber acuan bagi manajemen.

17 29 2. Ganguan Gangguan yang dimaksud adalah adanya perbedaan persepsi antara manajemen atas dengan karyawan di lapangan sehingga membuat terganggunya aktivitas perusahaan tersebut. Gangguan ini diakibatkan terjadinya pergantian karyawan atau perubahan sistem yang dilakukan. 3. Kolusi Kolusi merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak intern yang menyebabkan kerugian bagi pihak perusahaan tersebut. Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat menyebabkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaan perusahaan dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang. Pengendalian intern berusaha agar kolusi dapat dihindari dengan cara giliran bertugas, larangan bertugas oleh mereka yang mempunyai hubungan kekeliruan dan sebagainya. Tetapi pengendalian intern tidak menjamin bahwa kolusi tidak terjadi. 4. Pengabaian oleh Manajemen Kurangnya rasa memiliki terhadap perusahaan atau rasa jenuh akan membuat seseorang mengabaikan keputusan yang telah dibuat oleh perusahaan itu sendiri. Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan semu. Contohnya adalah manajemen

18 30 melaporkan laba yang lebih tinggi dari jumlah sebenernya untuk mendapatkan bonus lebih tinggi bagi dirinya atau untuk menutupi ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Biaya lawan Manfaat Biaya lawan manfaat yang artinya adalah biaya dalam membentuk suatu sistem pengendalian intern oleh perusahaan tidak boleh lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh perusahaan. Memang tidak akan diketahui besaran yang pasti dari manfaat yang akan diperoleh dari aktivitas pengembangan sistem pengendalian intern, namun manajemen bertugas untuk memperkirakan nilai yang wajar dan mendekati sehingga tidak terjadi ketimpangan biaya. Sedangkan menurut Tugiman (2002:8) beberapa hambatan pengendalian intern sebagai berikut : a. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas. b. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai bukan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi. c. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan tanpa memperhatikan sisi manfaat dan biayanya. d. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.

19 31 e. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek prilaku, padahal faktor manusia merupakan kunci utama untuk keberhasilan pengendalian. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterbatasan pengendalian intern diakibatkan oleh faktor-faktor seperti adanya kolusi (perilaku manusia), Biaya pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut, kesalahan dalam pertimbangan serta tidak tepatnya penerapan pengendalian. 2.2 Pelaporan Barang Milik Daerah Setiap pemerintah daerah wajib untuk melaporkan semua barang milik daerah yang daerah miliki. Laporan barang milik daerah selain untuk pertanggungjawaban kepada pimpinan, yaitu sebagai bahan penyusunan neraca di laporan keuangan pemerintah daerah Barang Milik Daerah Didalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengenai Perbendaharaan Negara pada Bab VII menjelaskan bahwa barang milik daerah merupakan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan barang milik daerah ini kemudian diturunkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah dimana dijelaskan pada Pasal 2, serta Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Pengelolaan Barang Milik

20 32 Daerah Pasal 3, bahwa barang milik daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh dari beban APBD dan perolehan lain yang sah, perolehan lain yang sah ini meliputi : 1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis 2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak 3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau 4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Di Pemerintah Jawa Barat sendiri terdapat peraturan yang telah disahkan mengenai pengelolaan barang milik daerah yaitu pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 3 dan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2010 mengenai Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, dimana Barang milik Daerah adalah semua kekayaan Daerah, baik yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagianbagiannya ataupun merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, kecuali uang dan suratsurat berharga lainnya. Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa barang milik daerah merupakan barang milik daerah merupakan barang yang diperoleh pemerintah daerah yang perolehannya bersumber dari dana APBD ataupun perolehan yang sah, sebagimana yang kita ketahui barang milik daerah ini merupakan barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

21 33 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Pengelolaan Barang Milik Daerah menyatakan bahwa, barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik dan benar, yang pada gilirannya dapat mewujudkan pengelolaan barang milik daerah dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut: a. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggungjawab masing-masing. b. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan. c. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar. d. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal. e. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. f. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka

22 34 optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah. Menurut Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Pengelolaan Barang Milik Daerah, siklus pengelolaan barang milik daerah sendiri merupakan rangkaian kegiatan dan/atau tindakan yang meliputi: a) perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b) pengadaan; c) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; d) penggunaan; e) penatausahaan; f) pemanfaatan; g) pengamanan dan pemeliharaan; h) penilaian; i) penghapusan; j) pemindahtanganan; k) pembinaan, pengawasan dan pengendalian; I) pembiayaan; m) tuntutan ganti rugi. Barang milik daerah di dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2010 digolongkan menjadi enam kelompok, yaitu : 1) Tanah 2) Peralatan dan Mesin

23 35 3) Gedung dan bangunan 5) Aset tetap lainnya 6) Konstruksi dalam pengerjaan Dalam hal pengelolaan barang milik daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menggunakan suatu sistem terkomputerisasi yaitu ATISISBADA (Aplikasi Teknologi Informasi Siklus Barang Daerah). Sistem ini telah dikembangkan sebelumnya dan dijalankan oleh pemerintah daerah pada tahun 2010 serta baru terlaksana pada penatausahaan barang daerah saja Pelaporan Barang Milik Daerah Pelaporan barang milik daerah merupakan suatu kesatuan dari penatausahaan barang milik daerah. Penatausahaan barang milik daerah menurut Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 71 menjelaskan bahwa Kuasa pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan kepada pengguna barang. Pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada pengelola barang.

24 36 Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan. Pengelola barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) serta Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan. Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat/daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa laporan yang disampaikan oleh kuasa pengguna barang maupun pengguna barang berupa laporan semesteran, tahunan dan 5 tahunan. Selain itu pengelola barang milik daerah menghimpun laporan dari seluruh pengguna barang dari masing masing OPD, dan akan disampaikan kepada Gubernur sesuai dengan yang telah diatur pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah. Adanya Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah Gubernur Jawa Barat menjelaskan bahwa laporan pengurus barang meliputi : 1. Buku Inventaris 2. Rekap Buku Inventaris 3. Laporan Mutasi Barang 4. Daftar Mutasi Barang

25 37 5. Rekapitulasi Daftar Mutasi Barang 6. Daftar Usulan Barang yang akan Dihapus 7. Daftar Barang Milik Daerah yang digunausahakan Dalam hal pelaporan barang milik daerah tersebut, baik kuasa pengguna barang/pengguna barang maupun pengelola barang melakukan pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah. Pelaksanaan inventarisasi ini terdiri atas pelaksanaan pencatatan dan pelaksanaan pelaporan. Dalam hal pelaksanaan pencatatan dipergunakan buku dan kartu sebagai berikut : 1. Kartu Inventaris Barang (KIB, A, B, C, D, E dan F) Kartu Inventaris Barang (KIB) adalah Kartu untuk mencatat barangbarang inventaris secara tersendiri atau kumpulan/kolektip dilengkapi data asal, volume, kapasitas, merk, type, nilai/harga dan data lain mengenai barang tersebut, yang diperlukan untuk inventarisasi maupun tujuan lain, dan dipergunakan selama barang itu belum dihapuskan. KIB terdiri dari : a. Kartu Inventaris Barang (Tanah); b. Kartu Inventaris Barang (Peralatan dan Mesin); c. Kartu Inventaris Barang (Gedung dan Bangunan); d. Kartu Inventaris Barang (Jalan, Irigasi dan Jaringan); e. Kartu Inventaris Barang (Aset Tetap Lainnya); f. Kartu Inventaris Konstruksi dalam Pengerjaan.

26 38 2. Kartu Inventaris Ruangan Kartu Inventaris Ruangan adalah kartu untuk mencatat barang-barang inventaris yang ada dalam ruangan kerja. Kartu Inventaris Ruangan harus dipasang di setiap ruangan kerja. Pemasangan maupun pencatatan inventaris ruangan menjadi tanggungjawab Pengurus Barang dan Kepala Ruangan di setiap OPD. 3. Buku Inventaris 4. Buku Induk Inventaris Buku Induk Inventaris (BII) merupakan gabungan/kompilasi buku inventaris, sedangkan buku inventraris adalah himpunan catatan data teknis dan administratif yang diperoleh dari catatan kartu barang inventaris sebagai hasil sensus di tiap-tiap OPD, yang dilaksanakan secara serentak pada waktu tertentu. Pembantu Pengelola mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan barang Daerah. Untuk mendapatkan data barang dan pembuatan buku inventaris yang benar, dapat dipertanggungjawabkan dan akurat (up to date), maka dilakukan Sensus Barang Daerah setiap 5 (lima) tahun sekali. Prosedur pengisian Buku Induk Inventaris, adalah sebagai berikut : a. Pengguna melaksanakan inventarisasi barang yang dicatat di dalam Kartu Inventaris Barang (KlB A, B, C, D, E, dan F dan Kartu Inventaris Ruangan (KIR) secara kolektif atau secara tersendiri per jenis barang dalam rangkap 2 (dua).

27 39 b. Pengguna Barang bertanggungjawab menghimpun KIB dan KIR dan mencatatnya dalam Buku Inventaris yang datanya dari KIB A, B, C, D, E dan F serta membuat KIR di masing-masing ruangan. c. Pembantu Pengelola mengkompilasi Buku Inventaris menjadi Buku Induk Inventaris. d. Rekapitulasi Buku Induk Inventaris ditandatangani oleh Pengelola atau Pembantu Pengelola. e. Buku Induk Inventaris berlaku untuk 5 (lima) tahun, yang selanjutnya dibuat kembali dengan tata cara sebagaimana telah diuraikan di atas (Sensus Barang). Sedangkan dalam pelaksanaan pelaporan digunakan daftar yaitu : 1. Buku Inventaris dan Rekap 2. Daftar Mutasi Barang dan Rekap Daftar mutasi barang memuat data barang yang berkurang dan/atau bertambah dalam suatu jangka waktu tertentu (1 semester dan 1 tahun). Mutasi barang terjadi karena : a) Bertambah, disebabkan: (1) pengadaan baru karena pembelian; (2) sumbangan atau hibah; (3) tukar-menukar; (4) perubahan peningkatan kualitas (guna susun).

28 40 b) Berkurang, disebabkan : (1) dijual/dihapuskan; (2) musnah/hilang/mati; (3) dihibahkan/disumbangkan; (4) tukar-menukar/ruilslag /tukar guling/dilepaskan dengan ganti rugi. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan yaitu pelaporan barang milik daerah adalah laporan barang milik daerah yang dibuat oleh kuasa, penguna dan pengelola barang daerah baik laporan semesteran, tahunan maupun lima tahunan sebagai dasar pembuatan neraca. Sebagaimana yang telah kita ketahui, laporan tersebut meliputi buku inventaris, rekap Buku Inventaris, Laporan Mutasi Barang, Daftar Mutasi Barang, Rekapitulasi Daftar Mutasi Barang, Daftar Usulan Barang yang akan Dihapus, Daftar Barang Milik Daerah yang digunausahakan. 2.3 Kualitas Laporan Keuangan Laporan Keuangan merupakan laporan pertanggungjawaban organisasi baik swasta maupun pemerintah. Adanya laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja suatu organisasi yang dapat menghasilkan manfaat bagi organisasi dalam mengambil suatu keputusan. Laporan keuangan setidaknya harus memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan.

29 Pengertian Laporan Keuangan berikut: Menurut Munawir (2002:5) menjelaskan laporan keuangan sebagai n terdiri atas neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal di mana neraca menunjukan atau menggambarkan jumlah aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu sedangkan perhitungan laba rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu dan laporan perubahan modal menunjukan sumber-sumber penggunaan dana atau alasan-alasan yang menyebabkan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 9, laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 118 Tahun 2009 mengenai Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat bahwa Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama satu periode Pelaporan. Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, menilai efektivitas dan efisiensi Pemerintah Daerah, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangundangan.

30 42 Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa laporan keuangan merupakan informasi yang dihasilkan dari aktivitas organisasi mengenai posisi keuangan, kepatuhan pada peraturan yang berlaku dan melihat efektivitas dan efisiensi suatu organisasi Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK, 2009:12) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar penggguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Standar Akuntansi Pemerintah, mengatakan bahwa Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang undangan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu organisasi selama satu periode.

31 Komponen Laporan Keuangan Dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 118 Tahun 2009 mengenai Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengemukakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari : Laporan keuangan yang dihasilkan oleh OPD sebagai entitas Akuntansi yang menghasilkan : 1. Laporan Realisasi Anggaran OPD 2. Neraca OPD; dan 3. Catatan Atas Laporan Keuangan OPD. Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh PPKD sebagai entitas Akuntansi yang menghasilkan: 1. Laporan Realisasi Anggaran PPKD; 2. Neraca PPKD; 3. Laporan Arus Kas; dan 4. Catatan Atas Laporan Keuangan PPKD; Laporan keuangan gabungan yang mencerminkan laporan keuangan Pemda secara utuh yang menghasilkan : 1. Laporan Realisasi Anggaran Pemda; 2. Neraca Pemda; 3. Laporan Arus Kas Pemda, dan 4. Catatan atas Laporan Keuangan Pemda

32 44 Berikut merupakan penjelasan dari laporan keuangan pemerintah daerah : 1. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran OPD/PPKD/Pemda merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh OPD/Pemerintah Daerah, yang menggambarkan perbandingan antara realisasi dan anggarannya dalam satu periode pelaporan. Tujuan pelaporan realisasi dan anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran OPD/PPKD/Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dengan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dengan eksekutif sesuai peraturan perundang- undangan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut : a. Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas Pemerintah Provinsi Jawa Barat lainnya yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. b. Pendapatan (basis akrual) adalah hak Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. c. Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun

33 45 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah. d. Belanja (basis akrual) adalah kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. e. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas Pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil. f. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. g. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah daerah. 2. Neraca Neraca OPD/PPKD/Pemerintah Provinsi Jawa Barat merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan OPD/PPKD/Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.

34 46 Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Masing-masing unsur dijelaskan sebagai berikut : a. Aset Sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh pemerintah daerah, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah daerah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah daerah. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat atau yang digunakan masyarakat umum.

35 47 Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam jangka waktu lebih dari satu periode Akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain investasi dalam surat utang negara, penyertaan modal dalam proyek pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara lain penyertaan modal Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan investasi permanen lainnya. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan kontruksi dalam pengerjaan. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama (kemitraan). b. Kewajiban Adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks

36 48 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas Pemerintah Provinsi Jawa Barat lain, atau lembaga internasional. Kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat atau dengan pemberi jasa lainnya. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundangundangan. Kewajiban dikelompokan ke dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. c. Ekuitas Dana Adalah kekayaan bersih Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah. Ekuitas Dana dapat dikelompokan sebagai berikut : 1) Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek. 2) Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tertanam dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang.

37 49 3) Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai peraturan perundang-undangan. 3. Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan dan perubahan kas selama satu periode Akuntansi serta saldo kas pada tanggal pelaporan. Tujuan Pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode Akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Unsur yang dicakup dalam laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut : a. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke bendahara umum daerah. b. Pengeluaran kas adalah aliran kas yang keluar dari bendahara umum daerah. 4. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan menyajikan penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan Akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan.

38 50 Berikut merupakan hal-hal yang harus diungkapkan : a. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi regional/ekonomi makro, pencapaian target peraturan daerah APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; b. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; c. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan Akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; d. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; e. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka (on the face) laporan keuangan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah terdiri atas : 1. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara

39 51 langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari pendapatan-lra, belanja, transfer, dan pembiayaan. 2. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas. 3. Laporan Arus Kas dan Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. 4. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan menyajikan penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan Akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan.

40 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan dan dapat diperbandingkan (IAI, 2002, 7:12) didalam Zaki Baridwan (2004:5). Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 mengenai Standar Akuntansi Pemerintah menjelaskan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki: 1. Relevan; Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan merupakan informasi yang memiliki karakteristik: a. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.

41 53 b. Memiliki manfaat prediktif Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. c. Tepat Waktu Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan. d. Lengkap Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. 2. Andal; Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik sebagai berikut: a. Penyajian jujur Informasi yang menggambarkan transaksi yang jujur dan wajar.

42 54 b. Dapat diverifikasi Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji. c. Netralitas Informasi yang diarahkan pada umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu. 3. Dapat dibandingkan; Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. 4. Dapat dipahami. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. 2.1 Akuntansi Pemerintahan Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Akuntansi dan lap oran keuangan mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan membahas lebih jauh mengenai pengaruh Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan membahas lebih jauh mengenai pengaruh Sistem 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bab ini akan membahas lebih jauh mengenai pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan serta pengaruh pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sebagai Entitas Pelaporan Dan Entitas Akuntansi bahwa: Dalam pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (2005:19) menyatakan entitas pelaporan keuangan adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa untuk penyempurnaan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembangunan Daerah Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan

Lebih terperinci

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOLAANG MONGONDOW

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU

PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU GUBERNUR BENGKULU PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENDAHULUAN Tujuan. Kerangka Konseptual ini merumuskan

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH 1 LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH I. KEBIJAKAN UMUM 1. Tujuan Tujuan kebijakan akuntansi adalah mengatur penyusunan dan penyajian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL DAFTAR ISI LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL. LAMPIRAN II. 0 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN.

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SULA

BUPATI KEPULAUAN SULA BUPATI KEPULAUAN SULA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SULA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SULA Menimbang

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.aTAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan Kebijakan Akuntansi 1. Tujuan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH LAMPIRAN A : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 30 MEI 2014 KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH A. PENDAHULUAN TUJUAN 1. Kerangka

Lebih terperinci

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Maksud penyusunan Laporan Keuangan Dinas Dikpora Provinsi NTB adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan

Lebih terperinci

MAKALAH PENGENDALIAN INTERNAL

MAKALAH PENGENDALIAN INTERNAL MAKALAH PENGENDALIAN INTERNAL DISUSUN OLEH : ZIDNI KARIMATAN NISA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI PROGRAM STUDY SISTEM INFORMASI KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kesinambungan Entitas

DAFTAR ISI. Kesinambungan Entitas STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI Lampiran I Peraturan Bupati Bungo Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI I. PENDAHULUAN I.1. Umum 1. Kerangka Konseptual Kebijakan

Lebih terperinci

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sistem Sistem merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan yang terpadu serta bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Penyajian Laporan Keuangan Daerah Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menyatakan bahwa laporan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH LAMPIRAN A : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH A. PENDAHULUAN Tujuan 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termasuk dalam hal pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2009 NOMOR 18 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 504 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH A. KETENTUAN UMUM Dalam Bab ini yang dimaksud dengan: 1. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 239 Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN N RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

-1- KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

-1- KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN -1- LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN A. PENDAHULUAN Kerangka Konseptual Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam penyusunan laporan keuangan serta tujuan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik terutama di bidang keuangan, maka diperlukanlah suatu reformasi keuangan negara. Reformasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 30 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah terdiri dari rencana organisasi dan keseluruhan metode atau cara serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah terdiri dari rencana organisasi dan keseluruhan metode atau cara serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengendalian Internal 2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal Menurut Tugiman (2008) mendefiniskan bahwa Pengendalian intern adalah terdiri dari rencana organisasi dan keseluruhan

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR : 29 TAHUN 2014 TANGGAL : 27 OKTOBER 2014 KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PENDAHULUAN Tujuan 1. Kerangka konseptual kebijakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 1. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan. dikeluarkan oleh badan yang berwenang. Standar Akuntansi Keuangan

BAB II DASAR TEORI. 1. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan. dikeluarkan oleh badan yang berwenang. Standar Akuntansi Keuangan BAB II DASAR TEORI A. Standar Akuntansi Keuangan 1. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan Standar Akuntansi Keuangan merupakan pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang. Standar Akuntansi

Lebih terperinci

Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

Negara Republik Indonesia Nomor 4355); BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR :2g TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pemerintahan Daerah Dalam arti luas : Pemerintahan adalah perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organizations of the Treadway Commision (COSO) dalam Steven (1998:118),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organizations of the Treadway Commision (COSO) dalam Steven (1998:118), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Sistem Pengendalian Internal 2.1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Definisi pengendalian internal menurut Committee of Sponsoring Organizations

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa standar akuntansi

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keuangan Daerah Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

Lebih terperinci

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN B1. : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INTERN 1

PENGENDALIAN INTERN 1 PENGENDALIAN INTERN 1 Pengertian Pengendalian Intern Standar pekerjaan lapangan yang kedua (PSA No. 01 (SA 150)) menyebutkan Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN B.II : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL. 11. Mata uang...

KERANGKA KONSEPTUAL. 11. Mata uang... LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR : 46 TAHUN 20097 TAHUN 2007 TANGGAL : 11 NOVEMBER 20094 SEPTEMBER 2007 TENTANG : KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO. KERANGKA KONSEPTUAL A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

2. Klasifikasi Belanja a). Jenis Belanja - Belanja operasi dirinci menjadi belanja pegawai, belanja barang 3 = membuat klasifikasi dengan lengkap

2. Klasifikasi Belanja a). Jenis Belanja - Belanja operasi dirinci menjadi belanja pegawai, belanja barang 3 = membuat klasifikasi dengan lengkap LAMPIRAN KETERANGAN PEMBOBOTAN PENGUKURAN TINGKAT KEPATUHAN Detail kategori Laporan Realisasi Anggaran: 1. Klasifikasi Pendapatan - Pendapatan asli daerah 3 = memenuhi ketiga klasifikasi - Transfer yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA,

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA, PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 05 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keuangan Daerah Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Menimbang. Mengingat. Menetapkan

Menimbang. Mengingat. Menetapkan PENGADILAN NEGERI SIBOLGA KELAS II Jin. Padangsidempuan Nomor 06 Kota Sibolga,Telp/Fax. 0631-21572 Website: www.pengadilan Negeri-sibolga.go.id Email: Pengadilan Negerisibolga@gmail.com KEPUTUSAN KETUA

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA 5 BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI I. KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI I. KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI LAMPIRAN I PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI KEBIJAKAN AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unsur dari Sistem Pengendalian Internal. Untuk memastikan bahwa Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unsur dari Sistem Pengendalian Internal. Untuk memastikan bahwa Sistem BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Sistem Pengendalian Internal Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan serta pertanggung jawaban kegiatan Instansi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance Government) telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan.

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI2005 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN Tujuan 1 Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENATAUSAHAAN DAN PENGAMANAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Laporan Keuangan. Pemerintah Daerah. Standar Reviu. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.09/2014 TENTANG STANDAR REVIU ATAS

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan kebijakan akuntansi Laporan Realisasi Anggaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 25, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------- - Tujuan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a Bahwa Barang

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA a BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Definisi Aset Tetap Aset tetap merupakan salah satu pos aset di neraca di samping aset lancar, investasi jangka panjang, dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. B. Pengertian dan Pemahaman Umum Mengenai Non Government. Apa sebenarnya NGO itu? NGO merupakan singkatan dari Non Government

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. B. Pengertian dan Pemahaman Umum Mengenai Non Government. Apa sebenarnya NGO itu? NGO merupakan singkatan dari Non Government BAB II TINJAUAN PUSTAKA B. Pengertian dan Pemahaman Umum Mengenai Non Government Organization (NGO) Apa sebenarnya NGO itu? NGO merupakan singkatan dari Non Government Organization yang jika diterjemahkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS LAMPIRAN BV. : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 30 MEI 2014 KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS A. PENDAHULUAN Tujuan 1. Tujuan Kebijakan Akuntansi Laporan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. proses pengumpulan, pengelolaan dan pengkomunikasian informasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. proses pengumpulan, pengelolaan dan pengkomunikasian informasi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Akuntansi dan laporan keuangan mengandung pengertian sebagai suatu proses pengumpulan, pengelolaan dan pengkomunikasian

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGADILAN NEGERI BOGOR

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGADILAN NEGERI BOGOR PENGADILAN NEGERI BOGOR KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGADILAN NEGERI BOGOR KETUA PENGADILAN NEGERI BOGOR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

SALINAN BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 511 ayat (1),

SALINAN BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 511 ayat (1), SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (LAMPIRAN II.01; PP 71 TAHUN 2010) BANDI Bandi.staff.fe.uns.ac.id PENDAHULUAN Paragraph 1-paragraph 5 TUJUAN-PP 71/2010 Tujuan kerangka konseptual sebagai acuan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian global yang sudah berlangsung dewasa ini, didukung

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian global yang sudah berlangsung dewasa ini, didukung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian global yang sudah berlangsung dewasa ini, didukung dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan yang sangat pesat dalam mengelola manajemen

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BIMA WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BIMA WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BERITA DAERAH KOTA BIMA NOMOR :245 TAHUN 2015 WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI

Lebih terperinci