DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG PERSAMAAN DAN KEADILAN UNTUK PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG PERSAMAAN DAN KEADILAN UNTUK PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG PERSAMAAN DAN KEADILAN UNTUK PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin hak setiap orang untuk hidup bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengesahkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 yang harus ditindaklanjuti pemenuhan hak-hak asasi perempuan secara efektif dan terintegrasi dengan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya, serta partisipasi masyarakat; c. bahwa pemenuhan prinsip kewajiban Negara secara de yure dan de facto mewujudkan persamaan dan keadilan untuk perempuan, merupakan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Persamaan dan Keadilan untuk Perempuan. Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), dan Pasal 28 I ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

2 2. Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Politik Wanita (Convention of Women's Political Rights) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1653); 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557); 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN MENETAPKAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERSAMAAN DAN KEADILAN UNTUK PEREMPUAN 2

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan: a. Persamaan dan keadilan adalah pemberian akses, proses, kontrol, dan penikmatan manfaat yang sama terhadap kesempatan dan peluang yang ada, serta pemenuhan hak sebagai seorang manusia yang bermartabat. b. Diskriminasi terhadap perempuan adalah setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai dampak atau tujuan menghalangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki; termasuk di dalamnya adalah kekerasan terhadap perempuan. c. Kekerasan terhadap perempuan adalah adalah setiap tindakan berdasarkan pembedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenangwenang baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi. d. Hak asasi perempuan adalah setiap hak asasi manusia yang melekat pada perempuan. e. Tindakan khusus sementara adalah tindakan-tindakan khusus yang ditujukan untuk untuk mempercepat kesetaraan de facto atau substantif dengan laki-laki; dan untuk mengakibatkan perubahan-perubahan struktural, sosial, dan budaya di berbagai bidang kehidupan perempuan; serta memberikan kompensasi, yang harus dihentikan bilamana tujuan kesetaraan dalam kesempatan dan perlakuan telah dicapai; termasuk tindakan yang ditujukan untuk melindungi fungsi maternitas tidak dianggap sebagai diskriminasi. f. Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. g. Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. h. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. i. Perdagangan perempuan adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan perempuan dengan ancaman kekerasan, 3

4 penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas perempuan tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan perempuan tereksploitasi. j. Perdagangan anak adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang berusia di bawah delapan belas tahun, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan seseorang tersebut tereksploitasi. k. Perempuan kelompok marjinal adalah perempuan yang mengalami diskriminasi berlapis di berbagai ranah kehidupan, diantaranya perempuan adat, perempuan pedesaan, perempuan penyandang cacat (difabel), perempuan miskin, dan perempuan dalam prostitusi l. Perempuan kelompok minoritas adalah perempuan yang karena kondisi tertentu menyebabkan dia menjadi minor dan belum diakui hak-haknya oleh negara, diantaranya perempuan etnis tertentu, perempuan asli, perempuan dengan agama, kepercayaan, dan/atau orientasi seksual minoritas. m. Lembaga Penyelenggara Negara adalah lembaga di tingkat pusat dan daerah yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan instansi lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. n. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun o. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Persamaan dan keadilan untuk perempuan dilaksanakan berdasarkan asas: a. penghormatan hak asasi manusia; b. non diskriminasi; c. persamaan substantif; d. kewajiban negara; dan e. keadilan dan kesetaraan gender. 4

5 Pasal 3 Persamaan dan keadilan untuk perempuan bertujuan untuk: a. mengakui dan menjamin hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia; b. melindungi hak-hak perempuan dari bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan pelanggaran hak asasi; c. memenuhi terlaksananya penikmatan hak asasi perempuan termasuk akses, kesempatan, proses, kontrol dan penikmatan manfaat; dan d. mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis, mengakui, menghargai, memajukan, melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan tanpa diskriminasi. BAB III HAK ASASI PEREMPUAN Pasal 4 Hak asasi perempuan dalam Undang-Undang ini adalah hak asasi manusia. Bagian Kesatu Hak Perempuan dalam Kehidupan Politik dan Publik Pasal 5 Hak perempuan dalam kehidupan politik dan publik meliputi namun tidak terbatas pada: a. memperoleh akses dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam kehidupan politik dan publik; b. memilih dan dipilih dalam Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hingga Pemilihan Kepala Desa; c. memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan-jabatan pengambilan keputusan dalam kehidupan publik, politik, sosial, budaya dan ekonomi, termasuk lembaga publik, perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, lembaga penegak hukum, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dan lembaga swasta; d. berpartisipasi dalam perumusan, pelaksanaan, pengawasan dan pemantauan penyelenggaran perundang-undangan dan kebijakan publik; e. membentuk dan berpartisipasi dalam organisasi politik dan kemasyarakatan, asosiasi serta kelompok-kelompok masyarakat; dan f. mengambil keputusan di tingkat rumah tangga, keluarga, organisasi, dan masyarakat. 5

6 Bagian Kedua Hak Perempuan atas Pekerjaan dan Kehidupan yang Layak Pasal 6 Hak perempuan atas pekerjaan dan kehidupan yang layak meliputi namun tidak terbatas pada: a. bekerja tanpa didiskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, jenis pekerjaan, atau status lainnya; b. berkesempatan kerja yang sama termasuk penggunaan kriteria perekrutan, seleksi, dan pengumuman yang sama dalam penerimaan maupun promosi pegawai; c. memilih profesi dan pekerjaan, kenaikan pangkat dan peningkatan karir, pemberian renumerasi, tunjangan dan fasilitas kerja serta kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan keterampilan; d. memperoleh upah dan perlakuan yang sama untuk jenis pekerjaan dan hubungan kerja yang sama, termasuk mendapatkan tunjangan-tunjangan. e. memperoleh jaminan sosial, khususnya dalam hal jaminan hari tua dan pensiun, sakit, cacat, ketidakmampuan untuk bekerja lainnya, serta hak atas cuti yang dibayar; f. memperoleh jaminan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk perlindungan fungsi reproduksi dan masa menyusui, tanpa mengurangi hak-haknya sebagai pekerja; g. memperoleh perlindungan khusus selama masa kehamilan dari jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka; h. tidak diberhentikan atau diberi sanksi karena kehamilan, cuti hamil, menyusui, pengasuhan anak, atau status perkawinan; i. memperoleh kondisi kerja yang layak dan sama antara laki-laki dan perempuan; j. bebas dari pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan, yang berkaitan dengan relasi kekuasaan dalam pekerjaan; k. memiliki kebebasan berorganisasi, berserikat, dan menyampaikan pendapat, terlibat dan memperoleh manfaat yang setara antara perempuan dan laki-laki dari organisasi; l. memperoleh istirahat mingguan, cuti tahunan, dan cuti besar; m. memperoleh cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan, dan cuti keguguran demi perlindungan fungsi seksual dan kesehatan reproduksi; dan n. memperoleh fasilitas ibu menyusui dan pengasuhan anak (day care). 6

7 Bagian Ketiga Hak Perempuan atas Pendidikan Pasal 7 Hak perempuan atas pendidikan meliputi namun tidak terbatas pada: a. memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; b. memperoleh akses yang sama dengan laki-laki, terhadap pendidikan yang berkualitas dan bebas dari stereotip; c. memperoleh akses yang sama dengan laki-laki, dan keseimbangan jumlah dalam pendidikan program studi, bimbingan karir, dan pelatihan keterampilan hidup; d. hak atas kesempatan yang sama mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di lembagalembaga pendidikan di segala tingkatan dan jalur pendidikan; e. memiliki akses pada kurikulum, alat dan perlengkapan belajar, ujian, metode pendidikan, staf pendidik, serta lingkungan dengan standar kualifikasi yang berkualitas dan bebas stereotip; f. hak atas kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya; g. berkesempatan yang sama untuk mendapatkan akses program penghapusan buta aksara, program keaksaraan fungsional bagi orang dewasa, dan peningkatan ketrampilan hidup, khususnya yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan; h. mengikuti program-program penyetaraan pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan dewasa yang putus sekolah; i. berkesempatan yang sama untuk ikut serta secara aktif dalam pendidikan olahraga dan jasmani; j. memperoleh akses informasi dan pendidikan tentang kesehatan seksual dan reproduksi; k. memiliki kesempatan dan penikmatan yang sama dalam proses, kontrol, dan manfaat dari kebijakan pendidikan, pelatihan, dan kursus-kursus profesi; l. bebas dari pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan, yang berkaitan dengan relasi kekuasaan dalam pendidikan; dan m. memperoleh pengakuan atas jenis-jenis pendidikan yang diikuti. 7

8 Bagian Keempat Hak Perempuan atas Kesehatan Pasal 8 Hak perempuan atas kesehatan meliputi namun tidak terbatas pada: a. hamil, melahirkan, menyusui, serta menghentikan kehamilan, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; b. memperoleh akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan dan informasi yang lengkap dan tepat, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; c. memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau, bermutu, dan cuma-cuma berkaitan dengan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan, termasuk pada masa remaja, masa kehamilan, melahirkan dan pasca melahirkan, keguguran, penghentian kehamilan secara aman, serta mendapatkan makanan bergizi yang cukup selama masa kehamilan dan menyusui; d. berkomunikasi, mengakses dan memanfaatkan informasi, dan pendidikan tentang kesehatan, seksualitas, kesehatan seksual dan reproduksi; e. bebas dari kekerasan seksual termasuk perkosaan dan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, yang berdampak pada pengrusakan organ reproduksi perempuan dan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk mendapat perlindungan dan pemulihan yang berkualitas dan sensitif gender; f. mendapatkan akses informasi yang lengkap dan tepat, serta layanan berkualitas tentang kontrasepsi yang aman, termasuk kebebasan memilih alat kontrasepsi, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; g. mendapatkan makanan yang cukup dan bebas dari berbagai bahan yang berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi anak perempuan, termasuk hak informasi yang cukup atas ketersediaan makanan, dan dapat diakses secara mudah setiap waktu; h. mendapatkan perlakuan khusus menyangkut pelayanan kesehatan, dalam kondisi darurat, bencana, konflik, dan pengungsian; dan i. memperoleh jaminan kesehatan cuma-cuma dengan pelayanan standar kualitas kesehatan. 8

9 Bagian Kelima Hak Perempuan atas Manfaat Ekonomi dan Sosial Pasal 9 Hak perempuan atas manfaat ekonomi dan sosial meliputi namun tidak terbatas pada: a. memperoleh tunjangan keluarga dan jaminan sosial yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan; b. persamaan hak dengan laki-laki untuk mendapatkan pinjaman bank, agunan, dan bentuk kredit keuangan lain, termasuk kredit mikro, dukungan infrastruktur, serta pengembangan kewirausahaan; c. akses yang sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rekreasi, olahraga, dan kebudayaan di tempat publik dengan nyaman dan aman; d. berkesempatan dan mendapatkan penikmatan yang sama dalam akses, kesempatan, proses, kontrol, dan manfaat dari kebijakan ekonomi dan sosial; e. mengembangkan mata pencaharian yang terkait dengan sumber daya lokal dan mempertahankan keberlanjutan dari mata pencaharian tersebut; dan f. memiliki dan mengendalikan usaha dan perolehan manfaat yang sama dari usaha tersebut. Bagian Keenam Hak Perempuan atas Persamaan Kedudukan di Depan Hukum Pasal 10 Hak perempuan atas persamaan kedudukan di depan hukum meliputi namun tidak terbatas pada: a. persamaan hak di depan hukum tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; b. persamaan hak dalam semua urusan sipil, kecakapan hukum, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki, termasuk menandatangani kontrak, kepemilikan, dan pengelolaan hak milik; c. memperoleh perlakuan yang sama dengagn laki-laki, dalam segala tingkatan prosedur di muka hukum dan peradilan; d. persamaan hak dalam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan mobilitas dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan domisili; dan e. mendapatkan akses bantuan hukum yang sensitif gender dan untuk memperoleh keadilan akibat dari perlakuan diskriminatif dan pelanggaran hak-hak perempuan. 9

10 Bagian Ketujuh Hak Perempuan untuk Bebas dari Kekerasan terhadap Perempuan Pasal 11 Hak perempuan untuk bebas dari kekerasan terhadap perempuan meliputi namun tidak terbatas pada: a. bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, baik yang terjadi di wilayah domestik, publik, negara, dan lintas batas; b. bebas dan mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan, pelecehan seksual, perkosaan, perlakuan penyiksaan, dan bentuk-bentuk penghukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat; dan c. mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam situasi konflik bersenjata, perang, pendudukan militer, bencana, atau situasi darurat. Bagian Kedelapan Hak Perempuan atas Kewarganegaraan Pasal 12 Hak perempuan atas kewarganegaraan meliputi namun tidak terbatas pada: a. memperoleh, mengganti, dan mempertahankan kewarganegaraannya tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; b. persamaan hak untuk menentukan kewarganegaraan anak tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; c. persamaan hak untuk mengakses, memilih dan menentukan tempat tinggal, domisili, mobilitas, dan pekerjaan; d. bermigrasi untuk kerja tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; e. mengakses dan mendapatkan manfaat atas layanan sosial dan publik tanpa diskriminasi; dan f. memperoleh identitas warga negara secara cuma-cuma tanpa diskrimininasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, 10

11 penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; Bagian Kesembilan Hak Perempuan atas Lingkungan yang Berkelanjutan Pasal 13 Hak perempuan atas lingkungan yang berkelanjutan meliputi namun tidak terbatas pada: a. pemenuhan dan perlindungan atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia; b. persamaan hak untuk perempuan, termasuk perempuan adat dan perempuan asli, atas penikmatan, penggunaan, dan pengelolaan tanah, air, sumber energi, mineral, batubara dan sumberdaya alam lainnya dalam keluarga, komunitas, dan tanah adat; c. persamaan hak untuk perempuan menggunakan dan mengelola sumberdaya laut, perikanan, pertambangan, perkebunan, pertanian, dan kehutanan serta mendapatkan manfaat dan/atau terlibat dalam kelompok pemangku kepentingan; d. menjadi anggota organisasi tani, nelayan, tambak, dan pengelola sumber daya lainnya, serta memperoleh perlakuan yang sama dalam berorganisasi; e. memperoleh status yang sama dengan laki-laki dalam menyusun, membuat, melaksanakan, dan mendapat manfaat dari perjanjian atas hak sewa-menyewa di sektor laut, perikanan, pertambangan, perkebunan, pertanian dan kehutanan; f. persamaan hak atas akses dan kontrol terhadap penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan hasil-hasil sumber daya alam di semua sektor; g. mengakses dan menggunakan informasi, konsultasi, dan melakukan persetujuan secara bebas yang berkaitan dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam; h. mendapatkan perlindungan dari dampak eksplorasi, ekstraksi, dan eksploitasi lingkungan dan sumber daya alam yang membahayakan kesehatan dan keberlanjutan hidup perempuan dan anak perempuan; i. persamaan hak dengan laki-laki, atas sumberdaya untuk produksi makanan, termasuk akses terhadap tanah; j. memanfaatkan sumber daya dan teknologi pengelolaan sumber daya yang terjangkau, dapat diakses, dan dapat diterapkan secara ramah perempuan dan anak (woman and child-friendly technology); k. memperoleh sertifikat atas tanah termasuk untuk menerima manfaat atas program reformasi agraria, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; dan 11

12 l. mendapatkan perlindungan dari dampak perubahan iklim melalui upaya mitigasi (pencegahan) dan adaptasi, khususnya dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Bagian Kesepuluh Hak Perempuan Kelompok Marjinal Pasal 14 Hak perempuan kelompok marjinal meliputi namun tidak terbatas pada: a. mendapatkan pemajuan dan perlindungan hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya dalam berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undang yang ada; b. mendapat pemenuhan kebutuhan makanan bergizi secara cuma-cuma, khususnya untuk perempuan dan anak perempuan yang miskin dan terpinggirkan, perempuan hamil dan menyusui, serta anak-anak mereka; c. mendapat jaminan ketersediaan makanan secara kualitas dan kuantitas untuk memenuhi kebutuhan, memastikan aksesibilitas fisik dan ekonomi perempuan untuk mendapatkan makanan yang cukup yang dapat diterima secara budaya, bebas dari berbagai bahan yang berbahaya, serta informasi yang cukup atas ketersediaan makanan, termasuk hak atas informasi yang lengkap dan terpercaya atas makanan yang aman dan sehat, cara produksinya, serta dapat diakses secara mudah setiap waktu; d. diprioritaskan atas tanah, kredit, dan dukungan infrastruktur, pelatihan-pelatihan teknis, dan bantuan teknologi serta pemasaran atas produk makanan yang dihasilkannya; e. memperoleh akses dari kelompok petani gurem perempuan terhadap alat produksi dan mendapatkan kemudahan dan pemanfaatan layanan publik dan bantuan hukum cuma-cuma; f. berorganisasi dan mengelola koperasi; dan g. memperoleh perumahan yang layak, mudah diakses, dengan ketersediaan air, listrik, dan keamanan memadai secara cuma-cuma. Bagian Kesebelas Hak Perempuan di Daerah Konflik dan Bencana Pasal 15 Hak perempuan di daerah konflik dan bencana meliputi namun tidak terbatas pada: a. perlindungan dan keamanan termasuk dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, khususnya perkosaan dan kekerasan seksual, dan segala bentuk kekerasan dalam situasi konflik bersenjata; 12

13 b. perlindungan khusus dan jaminan keamanan, khususnya di setiap tahap bantuan, pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi, yang berkualitas, sensitif gender, dan ramah anak (child friendly); c. terlibat dan memimpin dalam pengambilan keputusan mengenai pencegahan dan penyelesaian konflik dan bencana; d. mendapatkan layanan dan intervensi yang berkualitas, sensitif gender, serta mengadopsi prinsip hak anak, diantaranya: 1) penyediaan rumah aman sementara (temporary and protective custody); 2) layanan medis, kesehatan gigi, dan kesehatan reproduksi; 3) layanan psikologis; 4) konseling; 5) layanan psikiater; 6) bantuan hukum; 7) peningkatan kapasitas keterampilan produktif; 8) bantuan hidup; 9) penempatan kerja; 10) bantuan keuangan; 11) bantuan transportasi; dan 12) bantuan akses layanan publik dan informasi. Bagian Keduabelas Hak Perempuan untuk Bebas dari Eksploitasi Seksual dan Perdagangan Orang Pasal 16 Hak perempuan untuk bebas dari eksplotasi seksual dan perdagangan orang meliputi namun tidak terbatas pada: a. bebas dan mendapatkan perlindungan dari segala bentuk eksploitasi seksual dan perdagangan perempuan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, riwayat kehidupan seksual, prasangka yang bias gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; b. mengakses dan mendapatkan bantuan hukum, perlindungan dan peradilan yang sensitif gender dan mengadopsi prinsip hak anak; c. mendapatkan perlindungan sebagai korban perdagangan perempuan dan anak, tanpa memperhatikan unsur persetujuan dari korban; d. mendapat perlindungan khusus bagi korban eksploitasi seksual dan perdagangan anak, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, riwayat kehidupan seksual, prasangka yang bias gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; 13

14 e. menjadi pertimbangan utama dalam penyelesaian kasus eksplotasi seksual dan perdagangan anak, dengan memastikan korban tetap dapat menikmati hak asasinya sebagai anak; dan f. mendapatkan hak atas keamanan, privasi, informasi, tempat tinggal sementara, dan untuk difasilitasi kembali ke tempat asal, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Bagian Ketigabelas Hak Perempuan Berpartisipasi di Tingkat Internasional Pasal 17 Hak perempuan untuk berpartisipasi di tingkat internasional meliputi namun tidak terbatas pada: a. mewakili negara untuk berpartisipasi di tingkat internasional, termasuk dalam urusan diplomatik, dan pekerjaan organisasi-organisasi internasional, serta terlibat di kegiatan dan kompetisi internasional. b. berpartisipasi, terlibat, memilih dan dipilih mewakili negara di tingkat internasional tidak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang diskriminatif berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya; dan c. mengakses dan berpartisipasi di tingkat internasional dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak. Bagian Keempatbelas Hak Perempuan untuk Menikah dan Mendapatkan Kehidupan Perkawinan dan Keluarga yang Bebas dari Diskriminasi Pasal 18 Hak perempuan untuk menikah dan mendapatkan kehidupan perkawinan dan keluarga yang bebas dari diskriminasi meliputi namun tidak terbatas pada: a. memasuki jenjang perkawinan, memutuskan untuk menikah, atau tidak dan memutuskan perkawinan; b. memasuki jenjang perkawinan dengan usia di atas 18 (delapan belas) tahun bagi lakilaki dan perempuan; c. bebas memilih pasangan dan memasuki jenjang perkawinan dengan kebebasan dan persetujuan secara penuh tanpa paksaan; d. menentukan kelangsungan kehidupan perkawinannya tanpa intevensi atau paksaan dari pihak lain; 14

15 e. mendapatkan informasi yang lengkap dan tepat berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban dalam kehidupan perkawinan; f. hamil, melahirkan, dan menyusui; g. menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak; h. persamaan hak dengan laki-laki atas kepemilikan, pengelolaan, pengalihan dan penikmatan atas properti dalam perkawinan; i. mempertahankan kepemilikan dan pengelolaan atas harta benda yang diperoleh secara waris, hibah, atau adat tanpa didiskriminasi berdasarkan jenis kelamin, gender, status perkawinan, usia, dan perubahan kewarganegaraan; j. mendapatkan pengakuan dan perlindungan dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan perkawinan dan administrasi kependudukan yang sensitif gender; k. memilih secara bebas profesi dan pekerjaan; dan l. mengakses dan memperoleh bantuan hukum dalam mengajukan dan mengambil tindakan hukum terhadap kehidupan perkawinannya termasuk melalui proses peradilan yang sensitif gender dan mengadopsi prinsip hak anak. m. diutamakan dalam penentuan pengasuhan dan perwalian anak, terutama anak-anak yang masih membutuhkan pengasuhan ibu demi kepentingan terbaik anak; n. persamaan hak dengan laki-laki untuk mempertahankan identitas sendiri dan asal usul keluarga termasuk nama keluarga setelah memasuki jenjang perkawinan; o. bergabung dan tinggal bersama dengan seluruh anggota keluarga dimanapun tempat tinggal atau domisili yang dipilih untuk mempertahankan pekerjaan dan mata pencahariannya; p. berbagi peran dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki dalam mengurus rumah tangga, merawat, mendidik, dan menafkahi anak dalam masa perkawinan maupun setelah putusnya perkawinan; q. bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, yang berkaitan dengan relasi kekuasaan dalam kehidupan perkawinan dan keluarga; dan r. persamaan hak dengan laki-laki sebagai kepala keluarga untuk mengelola dan menjalankan rumah tangga, serta memutuskan segala sesuatu berkaitan dengan rumah tangga, berdasarkan mufakat dengan anggota keluarga, bagi perempuan kepala keluarga. Bagian Kelimabelas Hak Perempuan untuk Bebas dari Stereotip dan Eksploitasi Ketubuhan Perempuan dalam Media Pasal 19 Hak perempuan untuk bebas dari stereotip dan eksploitasi ketubuhan perempuan dalam media meliputi namun tidak terbatas pada: 15

16 a. bebas dari pencitraan dan penampilan di publik yang stereotip dan mengeksploitasi ketubuhan perempuan; b. mendapatkan pemberitaan atau peliputan yang berimbang, sensitif gender, dan mengadopsi prinsip hak anak; c. memastikan diterapkannya asas kepentingan yang terbaik bagi anak dan asas kerahasiaan identitas bagi perempuan dan anak perempuan korban kekerasan seksual, dalam pemberitaan atau peliputan kasus; dan d. memperoleh akses dan manfaat yang sama dengan laki-laki, dalam menyampaikan pendapat, gagasan, pikiran melalui media, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, riwayat kehidupan seksual, prasangka yang bias gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya. Bagian Keenambelas Hak Perempuan Kelompok Minoritas Pasal 20 (1) Hak perempuan kelompok minoritas adalah hak asasi manusia. (2) Hak perempuan kelompok minoritas meliputi namun tidak terbatas pada: a. bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan; b. mendapatkan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hakhak sipil, politik, sosial, ekonomi, dan budaya sebagai perempuan dan anak perempuan; c. berpartisipasi dan menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada diri pribadi, komunitas, masyarakat dan negara; dan d. menggunakan akses, kontrol dan penikmatan manfaat, penguasaan dan pengelolaan sumber daya. BAB IV KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Umum Pasal 21 Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab, dan masyarakat bertanggung jawab dan berpartisipasi terhadap penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan persamaan dan keadilan untuk perempuan. 16

17 Bagian Kedua Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara Pasal 22 Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya wajib dan bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan menjamin hak asasi setiap perempuan, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnis, status perkawinan, kehamilan, usia, kecacatan, penyakit atau kondisi kesehatan yang menimbulkan stigma, orientasi seksual, identitas gender, jenis pekerjaan, riwayat kehidupan seksual, prasangka yang bias gender, status sosial, status ekonomi, atau status lainnya. Pasal 23 Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya berkewajiban: a. meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang gender dan kemampuan analisis gender agar dapat memperoleh manfaat dan mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh ketidaksetaraan gender; b. memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan; c. menjamin perlindungan hak-hak perempuan dari diskriminasi dan pelanggaran; d. melakukan pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan; e. memajukan hak-hak perempuan dalam semua aspek, termasuk hak perempuan untuk persamaan substantif dan perlakuan non diskriminasi; f. memastikan partisipasi perempuan dalam keseluruhan proses perumusan kebijakan publik dan perencanaan pembangunan, termasuk dalam proses pemantauan pelaksanaan kebijakan publik dan perencanaan pembangunan; g. memberikan layanan pendampingan, bantuan medis, bantuan psikologis dan sosial dalam rangka pemulihan, bantuan hukum, restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi, bagi perempuan korban diskriminasi dan pelanggaran hak asasi perempuan; h. memberikan layanan pendampingan, bantuan medis, bantuan psikologis dan sosial dalam rangka pemulihan, bantuan hukum, restitusi, kompensasi, rehabilitasi, bagi anak perempuan korban diskriminasi dan pelanggaran hak asasi perempuan, dengan memastikan perlakukan khusus bagi anak perempuan; dan i. memberikan perlindungan dan dukungan sarana-prasarana bagi pembela hak asasi perempuan. 17

18 Pasal 24 (1) Untuk tujuan pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan, Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya wajib membuka akses seluasluasnya bagi partisipasi masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Untuk melaksanakan partisipasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya wajib memberikan perlindungan hukum. Bagian Ketiga Tanggung Jawab dan Partisipasi Masyarakat Pasal 25 (1) Masyarakat bertanggung jawab terhadap pencegahan dan perlindungan hak-hak perempuan dari diskriminasi dan pelanggaran. (2) Penyelenggaraan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan partisipasi masyarakat, termasuk namun tidak terbatas pada: a. memberikan informasi tentang upaya pencegahan diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan; b. memberikan informasi, bantuan, dan pendampingan serta akses mekanisme perlindungan dan pemenuhan hak korban diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan; dan c. memantau dan melaporkan terjadinya tindakan diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan. Pasal 26 Dalam rangka pembelaan hak-hak asasi manusia, pemberian bantuan hukum dan kerja-kerja kemanusiaan, pembela hak asasi perempuan bertanggung jawab dalam pencegahan dan perlindungan perempuan dari diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan. Pasal 27 Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: a. mencegah berlangsungnya diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan; b. memberikan perlindungan pada perempuan dan anak perempuan yang mengalami diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan; dan c. membantu proses pemberian bantuan hukum dan akses terhadap keadilan. 18

19 Pasal 28 Badan usaha, kelompok atau organisasi profesi, asosiasi pemberi kerja, organisasi kemasyaratakatan, media, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, lembaga adat, lembaga agama, dan lembaga sosial wajib: a. mencegah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dan pelanggaran hak-hak perempuan; b. memfasilitasi penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan; dan c. memberikan perlindungan, pendampingan, pemulihan, dan pemberdayaan bagi perempuan, termasuk anak perempuan, yang mengalami diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan, untuk memastikan diperolehnya akses terhadap keadilan dan hak-haknya sebagai korban. Bagian Keempat Tindakan Khusus Sementara untuk Percepatan Pemajuan Hak-hak Perempuan Pasal 29 (1) Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya wajib menerapkan tindakan khusus sementara yang ditujukan untuk mempercepat kesetaraan de facto atau substantif dengan laki-laki; dan untuk mengakibatkan perubahan-perubahan struktural, sosial, dan budaya di berbagai bidang kehidupan; serta memberikan kompensasi kepada perempuan. (2) Penerapan tindakan-tindakan khusus sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dianggap sebagai diskriminasi. (3) Tindakan-tindakan khusus sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dihentikan bilamana tujuan kesetaraan dalam kesempatan dan perlakuan telah dicapai. Pasal 30 Penerapan tindakan-tindakan khusus untuk perempuan, termasuk tindakan yang ditujukan untuk melindungi fungsi maternitas, dan bukan merupakan diskriminasi. Pasal 31 Tindakan khusus sementara untuk percepatan pemajuan hak-hak perempuan di berbagai bidang kehidupan meliputi namun tidak terbatas pada: a. pembuatan peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif; 19

20 b. penyusunan program; c. praktik-praktik kebiasaan; d. penganggaran, pengalokasian dan/atau relokasi sumberdaya; e. rekrutmen yang ditargetkan untuk perempuan; f. penerimaan pegawai dan kenaikan pangkat; g. penetapan target capaian dalam jangka waktu tertentu; dan h. persentase atau sistem kuota. BAB V MEKANISME PEMENUHAN HAK DAN KELEMBAGAAN Pasal 32 Mekanisme pemenuhan hak dan kelembagaan untuk persamaan dan keadilan untuk perempuan meliputi: a. pengarusutamaan gender sebagai strategi Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya; b. pembentukan Dewan Nasional Kedudukan Perempuan; c. kerjasama institusi hak asasi manusia, penegak hukum dan partisipasi masyarakat; dan d. pembentukan gender focal point di Perwakilan-Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, Badan Hukum Nasional dan Badan Hukum Asing yang beroperasi di Indonesia Pasal 33 (1) Pengarusutamaan gender sebagai strategi untuk memajukan hak-hak perempuan dan menghapus diskriminasi terhadap perempuan wajib diintergrasikan dalam sistem, struktur, kebijakan, program, serta prosedur pelaksanaan oleh Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya termasuk: a. perencanaan, penganggaran, pengawasan, pemantauan dan evaluasi pengarusutamaan gender; b. penunjukan dan penguatan gender focal point; dan c. pengelolaan database gender, data terpilah, dan pembangunan. (2) Pemerintah wajib membentuk Kementerian yang bertujuan memastikan kebijakan, program, anggaran, dan tindakan-tindakan Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya yang sensitif gender dan menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi perempuan, serta menghapus diskriminasi terhadap perempuan. (3) Semua Kementerian termasuk kantor-kantor Pemerintah, universitas negeri, pusat kajian, badan-badan di bawah Pemerintah, unit Pemerintah Daerah, sarana dan prasarana Pemerintah wajib mengelola dan membangun data base gender dan pembangunan termasuk statistik gender, data terpilah yang secara sistematik 20

21 dikumpulkan dan terkini, yang akan digunakan untuk analisis gender dalam perencanaan program dan perumusan kebijakan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengarusutamaan gender sebagai strategi untuk memajukan hak-hak perempuan dan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 34 (1) Dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan persamaan dan keadilan untuk perempuan, dengan Undang-Undang ini dibentuk Dewan Nasional Kedudukan Perempuan. (2) Dewan Nasional Kedudukan Perempuan merupakan lembaga mandiri. (3) Dewan Nasional Kedudukan Perempuan berdomisili di ibukota negara. (4) Apabila dipandang perlu, Dewan Nasional Kedudukan Perempuan dapat mendirikan perwakilan di daerah provinsi atau kabupaten/kota. (5) Perwakilan Dewan Nasional Kedudukan Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai hubungan hierarkis dengan Dewan Nasional Kedudukan Perempuan dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. (6) Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Nasional Kedudukan Perempuan secara mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Dewan Nasional Kedudukan Perempuan. Pasal 35 Dewan Nasional Kedudukan Perempuan berwewenang dan bertanggung jawab meliputi: a. pengawasan dan pemantauan yang terkait dengan diskriminasi terhadap perempuan untuk memastikan terselenggaranya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan di semua bidang dan wilayah Indonesia; b. pengawasan dan pemantauan yang terkait dengan penyelenggaraan tindakan khusus sementara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; c. fasilitasi pelaporan tahunan tentang kondisi dan kedudukan perempuan di Indonesia dari pemerintah dan lembaga penyelenggara negara lainnya; d. pengkajian secara berkala terhadap kebijakan, program dan capaian-capaian dari pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah, Lembaga Penyelenggara Negara Lainnya dan lembaga-lembaga masyarakat; e. pembuatan indikator untuk memantau implementasi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan; f. pengeluaran rekomendasi termasuk rekomendasi tentang suatu tindakan sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dan diskriminasi terhadap perempuan; g. penerimaan dan fasilitasi laporan atau pengaduan dari masyarakat terkait dengan pelanggaran hak-hak perempuan dan diskriminasi terhadap perempuan; 21

22 h. pengkajian dan penelitian bekerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga pengkajian/penelitian; i. penghimpunan dan pengelolaan database kasus-kasus pelanggaran hak asasi perempuan; dan j. pemeriksaan gender secara partisipatoris dengan masyarakat, terutama dari kalangan penerima manfaat terakhir. Pasal 36 (1) Dewan Nasional Kedudukan Perempuan bertanggung jawab kepada Presiden (2) Dewan Nasional Kedudukan Perempuan membuat laporan secara berkala tentang pelaksanaan tugasnya paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. Pasal 37 Dewan Nasional Kedudukan Perempuan terdiri dari 5 (lima) orang anggota, yang terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, dan 3 (tiga) orang anggota Pasal 38 Keanggotaan Dewan Nasional Kedudukan Perempuan berlaku untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. Pasal 39 Kriteria anggota Dewan Nasional Kedudukan Perempuan antara lain: a. perempuan Warga Negara Indonesia; b. mempunyai perspektif hak asasi manusia, hak asasi perempuan, dan keadilan sosial; c. memiliki integritas dan komitmen terhadap penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan penegakan hak asasi perempuan; d. mempunyai kemampuan konseptual yang komprehensif dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi perempuan; e. mempunyai keahlian dan kompetensi dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi perempuan; f. berpengalaman minimal 10 (sepuluh) tahun dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi perempuan; dan g. mempunyai komitmen untuk bekerja penuh selama periode masa kerja 4 (empat) tahun. 22

23 Pasal 40 Dalam melaksanakan fungsi pembuatan indikator untuk memantau implementasi dan kemajuan capaian pemenuhan hak-hak perempuan, Dewan Nasional Kedudukan Perempuan bekerjasama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi dan Komite di tingkat Nasional yang berwenang untuk perlindungan hak-hak perempuan dan hak anak, institusi para penegak hukum, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan. Pasal 41 Dewan Nasional Kedudukan Perempuan berwenang melakukan identifikasi, koordinasi, dan memberi rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, organisasi masyarakat, inistitusi penegak hukum dan profesi hukum, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan, terkait dengan diskriminasi terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan. Pasal 42 Dalam rangka menerapkan pengarusutamaan gender sebagai strategi untuk memajukan hak-hak perempuan dan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, Dewan Nasional Kedudukan Perempuan membentuk gender focal point di perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan mewajibkan badan hukum nasional dan badan hukum asing yang beroperasi di Indonesia untuk membentuk gender focal point di masing-masing badan hukum. Pasal 43 (1) Gender focal point di perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 42, berkedudukan sebagai bagian dari perwakilan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Tugas dari gender focal point melekat tugas-tugas perwakilan Republik Indonesia sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan lain. (3) Gender focal point di perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri memfokuskan pada dan tidak terbatas pada persoalan pelanggaran hak-hak perempuan Indonesia di luar negeri termasuk pekerja migran perempuan dan perempuan yang tinggal di luar negeri karena perkawinan beda warga negara Pasal 44 (1) Badan hukum nasional dan badan hukum asing yang beroperasi di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 42, wajib melakukan pengarusutamaan gender dalam sistem, struktur, kebijakan, program, serta prosedur pelaksanaan termasuk: 23

24 a. perencanaan, penganggaran, pengawasan, pemantauan dan evaluasi pengarusutamaan gender; b. penunjukan dan penguatan gender focal point; dan c. pengelolaan database gender, data terpilah, dan pembangunan. (2) Badan hukum nasional dan badan hukum asing yang beroperasi di Indonesia wajib membentuk gender focal point. (3) Pembentukan gender focal point sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertujuan memastikan kebijakan, program, anggaran, dan tindakan-tindakan yang sensitif gender dan menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi perempuan, serta menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. (4) Gender focal point wajib mengelola dan membangun database gender dan pembangunan termasuk statistik gender, data terpilah yang secara sistematik dikumpulkan dan terkini, yang akan digunakan untuk analisis gender dalam perencanaan program dan perumusan kebijakan. (5) Pelaksanaan tugas dari gender focal point melekat tugas-tugas di badan hukum nasional dan badan hukum asing yang beroperasi di Indonesia dan dilaporkan dalam laporan tahunan masing-masing badan hukum. BAB VI PEMBIAYAAN DAN KERJASAMA Pasal 45 Pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan dan upaya-upaya pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan, menjadi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah dan Lembaga Penyelenggara Negara lainnya yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota, ataupun dapat juga dari sumber-sumber lain atas dasar kerjasama yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 (1) Untuk mengefektifkan pelaksanaan dan upaya-upaya pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan, termasuk penegakan hak-hak perempuan korban diskriminasi dan pelanggaran hak-hak perempuan, Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat dan/atau pihak-pihak lain yang berkepentingan, untuk membantu korban mendapatkan perlindungan dan perlakuan khusus yang berkaitan dengan kerahasian korban, pelayanan kesehatan, pendampingan sosial, pendampingan hukum, bimbingan rohani, dan dukungan dana bagi pemulihan dan pemberdayaan korban. 24

25 (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kerjasama yang saling menguntungkan atas dasar kemanusiaan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII SANKSI HUKUM Bagian Kesatu Umum Pasal 47 Barangsiapa melakukan pelanggaran hak-hak dan kewajiban sebagaimana diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang ini akan dikenakan sanksi hukum, baik sanksi administratif, sanksi pidana, serta ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum. Bagian Kedua Pelaku Pelanggaran Pasal 48 Pelaku pelanggaran adalah : a. Orang dan/ atau badan hukum yang secara langsung melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20; b. Orang dan/ atau badan hukum yang menyebabkan, menyuruh, membantu, atau memperbolehkan orang lain melakukan pelanggaran; c. Lembaga Negara termasuk Kementerian, perangkat kerja Pemerintah, Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang melanggar kewajibannya dan/atau lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; dan d. Kantor, atau perangkat kerja pemerintah, perusahaan yang dikendalikan atau dimiliki oleh Pemerintah, atau Pemerintah Daerah. Bagian Ketiga Sanksi Administrasi Pasal 49 (1) Pemerintah, Lembaga Penyelenggaran Negara lainnya termasuk Satuan Kerja Pemerintah Daerah, badan hukum publik atau badan hukum swasta atau pejabat dan perorangan yang melalaikan kewajiban dan tanggung jawab yang diperintahkan dan/atau diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, 25

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA PARIAMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1488, 2014 KEMENPPA. Pengarusutamaan Gender. Hak Anak. Organisasi Keagamaan. Rencana Aksi Nasional. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBINAAN, KOORDINASI, PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN KABUPATEN LAYAK ANAK DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. b. c. bahwa setiap anak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DAN DISKRIMINASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SINGGAH PADA PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK ENGKU PUTERI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 T E N T A N G GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DAN EKSPLOTASI SEKSUAL ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS 23 AGUSTUS 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas Peraturan Daerah Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa perempuan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26/MPP- PA/D-III/07/2011 NOMOR : B/22/VII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN KELOMPOK RENTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa negara menjamin hak setiap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah yang

Lebih terperinci

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 8 TAHUN 215 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci