BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa Gempa adalah tanah yang bergerak akibat pelepasan energi secara tiba-tiba dari dalam kerak bumi (Elnashai & Sarno, 2008). Penyebab terjadinya gempa pada umumnya adalah (1) pergerakan lempengan kerak bumi/gempa tektonik, (2) letusan gunung berapi/gempa vulkanik, (3) runtuhnya goa bawah tanah, atau bahkan (4) aktivitas manusia seperti ledakan bom. Pergerakan lempengan kerak bumi/gempa tektonik merupakan gempa yang paling menjadi perhatian bagi insinyur sipil khususnya struktur, karena gempa jenis ini paling mengganggu lapisan-lapisan tanah. Charles Richter (1935) mengembangkan skala untuk mengukur kekuatan gempa bumi yang dikenal dengan skala richter. Pengukuran skala richter didasarkan pada tingkat energi yang dilepaskan oleh pusat gempa. Skala richter membagi tingkat kekuatan gempa tersebut menjadi 9 tingkat, dapat dilihat pada Tabel

2 Tabel 2.1 Tingkat Kekuatan Gempa Berdasarkan Skala Richter. Magnitudo Deskripsi Dampak Gempa Bumi Frekuensi Terjadi < 2.0 Micro Gempa mikro, tidak dapat Terjadi secara terus dirasakan menerus Umumnya tidak dapat dirasakan, /tahun tetapi dapat diketahui (estimasi) Minor Kadang dapat dirasakan tetapi /tahun jarang menimbulkan kerusakan (estimasi) Dapat dirasakan dan diketahui dari /tahun Light pergerakan benda di dalam (estimasi) ruangan, suara-suara berderak. Kerusakan tidak signifikan. Dapat menyebabkan kerusakan 1.319/tahun Moderate yang besar pada bangunan yang didesain tidak baik dan kerusakan kecil pada bangunan yang didesain dengan baik Strong Dapat merusak bangunan hingga 134/tahun radius 160 km (99 mil) Major Dapat mengakibatkan kerusakan 15/tahun serius pada area yang cukup besar Dapat mengakibatkan kerusakan 1/tahun serius hingga ratusan kilometer Great Menghancurkan area sejauh ribuan 1/10 tahun (estimasi) Massive kilometer Tidak pernah tercatat, dapat menghancurkan area yang sangat besar Sumber : U.S. Geological Survey documents based on observation since 1900 to 1990, 1990 Sangat jarang (Tidak diketahui/mungkin tidak akan terjadi) 2.2 Beban Gempa Rencana Menurut SNI , beban gempa rencana adalah peluang dilampauinya beban tersebut dalam waktu umur bangunan 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya dengan periode ulang 500 tahun. Sedangkan menurut RSNI X, beban gempa rencana adalah peluang dilampauinya beban tersebut dalam waktu umur bangunan 50 tahun adalah 2% dan gempa yang menyebabkannya dengan perioda ulang 2475 tahun. 2

3 2.3 Peraturan Gempa SNI Berdasarkan SNI SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, yang diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI). Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa, peta gempa terlampir pada Lampiran Respons Spektral SNI Berdasarkan SNI , respons spektral dibagi menjadi 6 jenis berdasarkan wilayah gempa yaitu : 3

4 Gambar 2.1 Respon Spektrum Gempa Rencana SNI Sumber : SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, 2002 C = faktor respons gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi yang nilainya bergantung pada T,, dan kurvanya ditampilkan dalam spektrum respons gempa rencana T = waktu getar alami struktur gedung Untuk nilai C harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Jika T T C C = A m...(2.1) A m T C = percepatan puncak muka tanah maksimum = waktu getar alami sudut 2. Jika T > T C Ar C =...(2.2) T 4

5 A r = pembilang dalam persamaan hiperbola faktor respons gempa C pada spektruk respons gempa rencana Untuk menentukan jenis tanah SNI menentukan spesifikasi tanah sebagai berikut : Tabel 2.2 Jenis-jenis Tanah Jenis Tanah Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak Tanah Khusus v s (m/detik) N s u (kpa) v s 350 N 50 s u v s < N < s u < 100 v s < 175 N < 15 s u < 50 atau, setiap profil tanah dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3 m dengan PI > 20, w n 40% dan S u < 25 kpa Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi Sumber : SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, 2002 N s u = tahanan penetrasi standar rata-rata dalam lapisan 30 m paling atas. = kuat geser niralir. s u = kuat geser niralir rata-rata di dalam lapisan 30 m paling atas. v s = kecepatan rambat gelombang geser rata-rata pada regangan geser yang kecil, di dalam lapisan 30 m paling atas. 5

6 2.3.2 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Muka Tanah Menurut SNI , percepatan puncak batuan dasar dan muka tanah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Tabel 2.3 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah untuk Masing-masing Wilayah Gempa Indonesia Wilayah Gempa Percepatan Puncak Batuan Dasar (g) Tanah Keras Percepatan muka puncak Tanah, A 0 (g) Tanah Sedang Tanah Lunak 1 0,03 0,04 0,05 0,08 2 0,10 0,12 0,15 0,20 3 0,15 0,18 0,23 0,30 4 0,20 0,24 0,28 0,34 5 0,25 0,28 0,32 0,36 6 0,30 0,33 0,36 0,38 Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi Sumber : SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, 2002 Untuk menentukan percepatan puncak muka tanah, A m, dapat ditentukan dengan persamaan berikut : A m = 2,5.A 0... (2.3) A m A 0 = percepatan puncak muka tanah maksimum = percepatan puncak muka tanah 6

7 2.3.3 Faktor Keutamaan Struktur Menurut SNI , faktor keutamaan struktur ditentukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Tabel 2.4 Kategori Bangunan Gedung dan Faktor Keutamaan, I Kategori Gedung Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan, dan perkantoran. Monumen dan bangunan monumental Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio, dan televisi. Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun Cerobong, tangki di atas menara Faktor Keutamaan I 1 I 2 I 1,0 1,0 1,0 1,0 1,6 1,6 1,4 1,0 1,4 1,6 1,0 1,6 1,5 1,0 1, Sumber : SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, 2002 Catatan : Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya standar ini maka faktor keutamaan, I, dapat dikalikan 80%. I = Faktor Keutamaan gedung, faktor pengali dari pengaruh gempa rencana pada berbagai kategori gedung, untuk menyesuaikan perioda ulang gempa rencana yang berkaitan dengan penyesuaian probabilitas dilampauinya pengaruh tersebut selama umur gedung itu dan penyesuaian umur gedung itu. 7

8 I 1 = Faktor Keutamaan gedung untuk menyesuaikan perioda ulang gempa rencana yang berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung. I 2 = Faktor Keutamaan gedung untuk menyesuaikan perioda ulang gempa yang berkaitan dengan penyesuaian umur gedung Perioda Fundamental Struktur SNI membatasi nilai T 1 yang didapatkan dari hasil analisa untuk mencegah struktur gedung yang terlalu fleksibel dengan ketentuan sebagai berikut: T 1 < ζ n...(2.4) Dengan koefisien ζ n ditetapkan dengan ketentuan berikut : Tabel 2.5 Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur gedung Wilayah Gempa ζ 1 0,20 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15 Sumber : SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, Berat Seismik Efektif Menurut SNI , berat seismik efektif adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. 8

9 2.3.6 Geser Dasar Seismik Menurut SNI , cara untuk menentukan geser dasar seismik ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : V = C 1. I R W t... (2.5) V C 1 = geser dasar seismik = nilai faktor respons gempa yang didapatkan dari spektrum respons gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental dari suatu struktur. I = faktor Keutamaan gedung, faktor pengali dari pengaruh gempa rencana pada berbagai kategori gedung, untuk menyesuaikan perioda ulang gempa rencana yang berkaitan dengan penyesuaian probabilitas dilampauinya pengaruh tersebut selama umur gedung itu dan penyesuaian umur gedung itu. R = faktor reduksi gempa, rasio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung elastik penuh dan beban gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung daktail, bergantung pada faktor daktilitas struktur gedung tersebut; faktor reduksi gempa representatif struktur gedung tidak beraturan, lihat Tabel 2.6 W t = berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. 9

10 2.3.7 Distribusi Vertikal Gaya Gempa Menurut SNI , distribusi gaya gempa dapat ditentukan dengan persamaan berikut : F i = W. z n i= 1 i W. z i i i V... (2.6) F i W i z i = gaya vertikal gempa = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai = ketinggian lantai tingkat ke-i, diukur dari taraf penjepitan lateral V = geser dasar seismik, lihat persamaan Faktor Reduksi Gempa Maksimum dan Faktor Daktilitas Maksimum Menurut SNI , apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh gempa rencana sistem struktur gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang berbeda, faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah pembebanan gempa tersebut, dapat ditentukan dengan Tabel 2.6 Tabel 2.6 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur dan Faktor Tahanan Lebih Total Beberapa Jenis Sistem dan Subsistem Struktur Gedung. Sistem dan Subsistem Struktur Gedung 1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bracing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul oleh dinding geser atau rangka bracing). Uraian Sistem Pemikul Beban Gempa µ m R m f 1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan bracing tarik 1,8 2,8 2,2 3. Rangka bracing di mana bracing nya memikul beban gravitasi a. Baja 2,8 4,4 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 1,8 2,8 2,2 10

11 2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bracing). 3. Sistem rangka pemikul momen (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur). 4. Sistem ganda (Terdiri dari : 1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bracing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurangkurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda). 5. Sistem struktur gedung kolom kantilever (Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral). 6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka. 7. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan). 1. Rangka bracing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8 3. Rangka bracing biasa a. Baja 3,6 5,6 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2 4. Rangka bracing konsentris khusus a. Baja 4,1 6,4 2,2 5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0 6,5 2,8 6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 3,6 6,0 2,8 7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8 1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK) a. Baja 5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,9 2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM) 3,3 5,5 2,10 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB) a. Baja 2,7 4,5 2,12 b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,13 4. Rangka batang baja pemikul momen khusus 4,0 6,5 2,14 (SRBPMK) 1. Dinding geser a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang 4,0 6,5 2,8 2. RBE baja a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 3. Rangka bracing biasa a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 4,0 6,5 2,8 d. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 2,6 4,2 2,8 4. Rangka bracing konsentris khusus a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2 Beton bertulang biasa (tidak untuk wilayah 3, 4, 5, & 6) 3,4 5,5 2,8 1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8 2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total) 3,3 5,5 2,8 4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh 4,0 6,5 2,8 5. Dinding geser berton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8 Sumber : SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung,

12 2.4 Peraturan Gempa RSNI X RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, yang merupakan hasil revisi dari SNI oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia Pada Peta Gempa Indonesia 2010 pembagian wilayah gempa mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan Peta Gempa Indonesia 2002, Peta Gempa Indonesia 2010 terlampir pada Lampiran Respons Spektral RSNI X Berdasarkan RSNI X cara mendesain respons spektral dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah seperti dibawah ini : 1. Menentukan nilai S S dan S 1 S S dan S 1 yang didapatkan dari Peta Gempa Indonesia 2010, lihat Lampiran 2. S S = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%. S 1 = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda 1 detik dengan redaman 5%. 2. Menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan (I e ) Untuk menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan Tabel

13 Tabel 2.7 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur Lainnya Untuk Beban Gempa Jenis Pemanfaatan Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katerogi resiko I,III,IV Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk : Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi serta garasi kendaraan darurat Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat Struktur tambahan (termasuk, tidak dibatasi untuk, menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) disyaratkan dalam kategori resiko IV untuk beroperasi pada saat keadaan darurat Menara Fasilitas penampungan air dan struktur pompa yang dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan air pada saat memadamkan kebakaran Gedung dan struktur lainnya yang memiliki fungsi yang penting terhadap sistem pertahanan nasional. Gedung dan struktur lain, yang kegagalannya dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat Gedung dan struktur lainnya (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya) yang mengandung bahan yang sangat beracun di mana jumlah Kategori Resiko I II III IV 13

14 kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat bila terjadi kebocoran. Gedung dan struktur lainnya yang mengandung bahan yang beracun, sangat beracun atau mudah meledak dapat dimasukkan dalam kategori resiko yang lebih rendah jika dapat dibuktikan dengan memuaskan dan berkuatan hukum melalui kajian bahaya bahwa kebocoran bahan beracun dan mudah meledak tersebut tidak akan mengancam kehidupan masyarakat. Penurunan kategori resiko ini tidak diijinkan jika gedung atau struktur lainnya tersebut juga merupakan fasilitas yang penting. Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori resiko IV. Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 Tabel 2.8 Faktor Keutamaan Gempa dan Angin Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa, I e Faktor Keutamaan Angin, I W I atau II 1,00 1,00 III 1,25 1,00 IV 1,50 1,00 Sumber : ASCE 7-10Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, Menentukan koefisien situs, F a dan F v Untuk menentukan koefisien situs F a dan F v dapat dilihat pada Tabel 2.9, Tabel 2.10, dan Tabel Tabel 2.9 Klasifikasi Situs Kelas Situs v s (m/detik) N atau N ch u s (kpa) SA (Batuan Keras) > 1500 N/A N/A SB (Batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A SC (Tanah Keras, Sangat Padat, dan 350 sampai 750 > Batuan Lunak) SD (Tanah Sedang) 175 sampai sampai sampai 100 SE (Tanah Lunak) < 175 < 15 < 50 Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40 persen, dan 3. Kuat geser niralir s u < 25 kpa SF (Tanah Khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut: Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah 14

15 dan analisis respons spesifik situ yang mengikuti Pasal 6.9.1) tersementasi lemah Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m) Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75) Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H > 35 m dengan s u< 50 kpa Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 N = tahanan penetrasi standar rata-rata dalam lapisan 30 m paling atas. N ch = tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif dalam lapisan 30 m paling atas. s u = kuat geser niralir. s u = kuat geser niralir rata-rata di dalam lapisan 30 m paling atas. v s = kecepatan rambat gelombang geser rata-rata pada regangan geser yang kecil, di dalam lapisan 30 m paling atas. Tabel 2.10 Koefisien Situs, F a Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCE R Kelas Terpetakan Pada Perioda Pendek, T = 0,2 detik, S S Situs S S 0,25 S S = 0,5 S S = 0,75 S S = 1 S S 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 SF SS b Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 Catatan : (a) (b) Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan dengan interpolasi linier. SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs spesifik. 15

16 Tabel 2.11 Koefisien Situs, F v Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCE R Kelas Terpetakan Pada Perioda Pendek, T = 1 detik, S 1 Situs S 1 0,1 S 1 = 0,2 S 1 = 0,3 S 1 = 0,4 S 1 0,5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF SS b Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 Catatan : (a) (b) Untuk nilai-nilai antara S 1 dapat dilakukan dengan interpolasi linier. SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs spesifik. 4. Menghitung parameter percepatan spektral desain 2 S DS = Fa. S s...(2.7) 3 S 2 3 D 1 = Fv. S1...(2.8) S DS = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5% S D1 = parameter percepatan respons spektral pada perioda 1 detik dengan redaman 5% S S = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5% 16

17 S 1 = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda 1 detik dengan redaman 5% F a = koefisien situs untuk perioda pendek (0,2 detik) F v = koefisien situs untuk perioda 1 detik 5. Menentukan Kategori Desain Seismik (KDS) Untuk menentukan Kategori Desain Seismik (KDS) dapat dilihat pada Tabel 2.12 dan Tabel 2.13 dengan menggunakan 2 parameter yaitu S DS dan S D1. Tabel 2.12 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Perioda Pendek (S DS ) Kategori Resiko S DS < 0,167 0,167 S DS < 0,33 0,33 S DS < 0,50 0,50 S DS I A B C D II A B C D III A B C D IV A C D D Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 S DS Tabel 2.13 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan pada Perioda 1 detik (S D1 ) Kategori Resiko S D1 < 0,067 0,067 S D1 < 0,133 0,133 S D1 < 0,20 0,20 S D1 I A B C D II A B C D III A B C D IV A C D D Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 S D1 17

18 6. Spektrum Respons Desain Untuk perioda yang lebih kecil dari T 0, spektrum respons percepatan desain S a, harus diambil dari persamaan : T S = + a S DS 0,4 0,6...(2.9) T0 T S D1 0 = 0, 2...(2.10) S DS S a S DS = spektrum respons percepatan desain. = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%. S D1 = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek 1 detik redaman 5%. T = perioda fundamental bangunan. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil dari atau sama dengan T S, spektrum respons percepatan desain, S a, sama dengan S DS. Untuk perioda lebih besar dari T S, spektrum respon percepatan desain, S a, diambil berdasarkan persamaan : S a S D1 =...(2.11) T T S D1 S =...(2.12) S DS 18

19 Gambar 2.2 Spektrum Respons Desain RSNI X Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, Berat Seismik Efektif Menurut RSNI X berat seismik efektif struktur, W, harus menyertakan seluruh beban mati dan beban lainnya yang terdaftar di bawah ini : 1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan : minimum 25% beban hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik dan struktur parkiran terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi 5 % dari berat seismik efektif pada suatu lantau, tidak perlu disertakan). 2. Jika ketentuan untuk partisi dinyatakan dalam desai beban lantai : diambil sebagai yang terbesar di antara berat partisi aktual atau berat daerah lantai minimum sebesar 0,48 kn/m Berat operasional total dari peralatan yang permanen. 19

20 4. Berat lansekap dan beban lainnya pada taman atap dan luasan sejenis lainnya Geser Dasar Seismik Menurut RSNI X, geser dasar seismik adalah gaya geser atau lateral total yang bekerja pada tingkat dasar. Ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : V = C S.W...(2.13) V = geser dasar seismik C S = koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai dengan Persamaan 2.14 W = berat seismik efektif menurut berat seismik efektif Koefisien respons seismik, C S, harus ditentukan dengan persamaan berikut : SDS C S =...(2.14) R Ie S DS = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5% R = faktor modifikasi respons I e = faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesuai dengan Tabel 2.8 Nilai C S yang diperoleh dari Persamaan 2.14 tidak perlu melebih dari persamaan berikut: SD =...(2.15) R T Ie 1 CS 20

21 Nilai C S yang diperoleh dari Persamaan 2.14 harus tidak kurang dari persamaan berikut : C S = 0,044.S DS.I e 0,01... (2.16) Jika di daerah di mana S 1 = 0,6 g maka, nilai C S yang diperoleh dari Persamaan 2.14 harus tidak kurang dari persamaan berikut : 0,5. S =... (2.17) R Ie 1 CS S DS = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5% S D1 =parameter percepatan respons spektral pada perioda 1 detik dengan redaman 5% S 1 = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda 1 detik dengan redaman 5% R = faktor modifikasi respons, lihat Tabel 2.16 I e = faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesuai dengan Tabel Perioda Fundamental Pendekatan Menurut RSNI X, perioda fundamental pendekatan, T a untuk struktur dengan ketinggian lebih dari 12 tingkat ditentukan dengan persamaan berikut : T = C h...(2.18) a t x n T a = perioda fundamental pendekatan Ct = koefisien yang ditentukan dari Tabel 2.14 x = koefisien yang ditentukan dari Tabel

22 h n = ketinggian struktur Tabel 2.14 Nilai Parameter Perioda Pendekatan C t dan x Tipe Struktur C t x Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100% gaya seismik yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa : Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,80 Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,90 Rangka baja dengan bracing eksentris 0,0731 0,75 Rangka baja dengan bracing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75 Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75 Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 Untuk perioda fundamental pendekatan maksimum ditentukan dengan persamaan berikut : T max = C U.T a... (2.19) T max = perioda fundamental pendekatan maksimum C U = koefisien yang ditentukan dari Tabel 2.15 T a = perioda fundamental pendekatan Tabel 2.15 Koefisien untuk Batas Atas pada Perioda yang Dihitung Parameter Percepatan Respons Spektral Desain pada 1 detik, S D1 Koefisien C U 0,4 1,4 0,3 1,4 0,2 1,5 0,15 1,6 0,1 1,7 1. Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung,

23 2.4.5 Distribusi Vertikal Gaya Gempa Menurut RSNI X, distribusi gaya gempa dapat ditentukan dengan persamaan berikut : F = C V...(2.20) x vx. C vs = n w. h i= 1 x i k x w. h k i... (2.21) F x V w i = gaya vertikal gempa = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur = bagian berat seismik efektif total struktur yang di tempatkan atau dikenakan pada tingkat i w x = bagian berat seismik efektif total struktur yang di tempatkan atau dikenakan pada tingkat x h i h x = tinggi dari dasar sampai tingkat i = tinggi dari dasar sampai tingkat x k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut : untuk struktur dengan perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k = 1 untuk struktur dengan perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2 untuk struktur dengan perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2 23

24 2.4.6 Kombinasi Sistem Perangkai dalam Arah yang Berbeda Sitem penahan gaya seismik yang berbeda diijinkan untuk digunakan, untuk menahan gaya seismik di masing-masing arah kedua sumbu ortogonal struktur. Bila sistem yang berbeda digunakan, masing-masing nilai R, C d, dan Ω 0 harus dikenakan pada setiap sistem, termasuk batasan sistem struktur yang termuat pada Tabel Tabel 2.16 Faktor R, C d, dan Ω 0 untuk Sistem Penahan Gaya Seismik Sistem Penahan-Gaya Seismik Koefisien Modifikasi Respons, R a Faktor Kuat- Lebih Sistem, Ω 0 g Faktor Pembesaran Defleksi, C d b Batasan Sistem Struktur dan Batasan Tinggi Struktur (m) e Kategori Desain Seismik B C D d E d F e A. SISTEM DINDING PENUMPU 1. Dinding geser beton bertulang khusus 5 2½ 5 TB TB Dinding geser beton bertulang biasa 4 2½ 4 TB TB TI TI TI 3. Dinding geser beton polos didetail 2 2½ 2 TB TI TI TI TI 4. Dinding geser beton polos biasa 1½ 2½ 1½ TB TI TI TI TI 5. Dinding geser pracetak menengah 4 2½ 4 TB TB 12 k 12 k 12 k 6. Dinding geser pracetak biasa 3 2½ 3 TB TI TI TI TI 7. Dinding geser batu bata bertulang khusus 5 2½ 3½ TB TB Dinding geser batu bata bertulang menengah 3½ 2½ 2¼ TB TB TI TI TI 9. Dinding geser batu bata bertulang biasa 2 2½ 1¾ TB 48 TI TI TI 10. Dinding geser batu bata polos didetail 2 2½ 1¾ TB TI TI TI TI 11. Dinding geser batu bata polos biasa 1½ 2½ 1¼ TB TI TI TI TI 12. Dinding geser batu bata prategang 1½ 2½ 1¾ TB TI TI TI TI 13. Dinding geser batu bata ringan (AAC) bertulang biasa 2 2½ 2 TB 10 TI TI TI 14. Dinding geser batu bata ringan (AAC) polos biasa 1½ 2½ 1½ TB TI TI TI TI 15. Dinding rangka ringan (kayu) dilapisi dengan panel struktur kayu yang ditujukan untuk tahanan geser, atau dengan lembaran 6½ 3 4 TB TB baja 16. Dinding rangka ringan (baja canai dingin) yang dilapisi dengan panel struktur kayu yang ditujukan untuk tahanan geser, atau dengan 6½ 3 4 TB TB lembaran baja 17. Dinding rangka ringan dengan panel geser dari semua material lainnya 2 2½ 2 TB TB 10 TI TI 18. Dinding rangka baja ringan (baja canai dingin) menggunakan bracing strip datar 4 2 3½ TB TB B. SISTEM RANGKA BANGUNAN 1. Rangka baja dengan bracing eksentris TB TB Rangka baja dengan bracing konsentris khusus TB TB Rangka baja dengan bracing konsentris biasa 3¼ 2 3¼ TB TB TI 4. Dinding geser beton bertulang khusus 6 2½ 5 TB TB Dinding geser beton bertulaang biasa 5 2½ 4½ TB TB TI TI TI 6. Dinding geser beton polos detail 2 2½ 2 TB TI TI TI TI 7. Dinding geser beton polos biasa 1½ 2½ 1½ TB TI TI TI TI 8. Dinding geser pracetak menengah 5 2½ 4½ TB TB 12 k 12 k 12 k 9. Dinding geser pracetak biasa 4 2½ 4 TB TI TI TI TI 10. Rangka baja dan beton komposit dengan bracing eksentris TB TB Rangka baja dan beton komposit dengan bracing konsentris khusus 5 2 4½ TB TB

25 12. Rangka baja dan beton komposit dengan bracing biasa 13. Dinding geser pelat baja dan beton komposit 14. Dinding geser baja dan beton komposit khusus 15. Dinding geser baja dan beton komposit biasa TB TB TI TI TI 6½ 2½ 5½ TB TB ½ 5 TB TB ½ 4½ TB TB TI TI TI 16. Dinding geser batu bata bertulang khusus 5½ 2½ 4 TB TB Dinding geser batu bata bertulang menengah 4 2½ 4 TB TB TI TI TI 18. Dinding geser batu bata bertulang biasa 2 2½ 2 TB 48 TI TI TI 19. Dinding geser batu bata polos didetail 2 2½ 2 TB TI TI TI TI 20. Dinding geser batu bata polos biasa 1½ 2½ 1¼ TB TI TI TI TI 21. Dinding geser batu bata prategang 1½ 2½ 1¾ TB TI TI TI TI 22. Dinding rangka ringan (kayu) yang dilapisi dengan panel struktur kayu yang dimaksudkan 7 2½ 4½ TB TB untuk tahanan geser 23. Dinding rangka ringan (baja canai dingin) yang dilapisi dengan panel struktur kayu yang dimaksudkan untuk tahanan geser, atau dengan 7 2½ 4½ TB TB lembaran baja 24. Dinding rangka ringan dengan panel geser dari semua material lainnya 2½ 2½ 2½ TB TB 10 TB TB 25. Rangka baja dengan bracing terkekang terhadap tekuk 8 2½ 5 TB TB Dinding geser pelat baja khusus TB TB C. SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN 1. Rangka baja pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB 2. Rangka batang baja pemikul momen khusus 7 3 5½ TB TB TI 3. Rangka baja pemikul momen menengah 4,5 3 4 TB TB 10 h,i TI h TI i 4. Rangka baja pemikul momen biasa 3,5 3 3 TB TB TI h TI h TI i 5. Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB 6. Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 5 3 4½ TB TB TI TI TI 7. Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 3 3 2½ TB TI TI TI TI 8. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB 9. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen menengah 5 3 4½ TB TB TI TI TI 10. Rangka baja dan beton komposit terkekang parsial pemikul momen 6 3 5½ TI TI 11. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen biasa 3 3 2½ TB TI TI TI TI 12. Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan pembautan 3½ 3 3½ D. SISTEM GANDA DENGAN RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS YANG MAMPU MENAHAN PALING SEDIKIT 25% GAYA GEMPA YANG DITETAPKAN 1. Rangka baja dengan bracing eksentris 8 2½ 4 TB TB TB TB TB 2. Rangka baja dengan bracing konsentris khusus 7 2½ 5½ TB TB TB TB TB 3. Dinding geser beton bertulang khusus 7 2½ 5½ TB TB TB TB TB 4. Dinding geser beton bertulang biasa 6 2½ 5 TB TB TI TI TI 5. Rangka baja dan beton komposit dengan bracing eksentris 8 2½ 4 TB TB TB TB TB 6. Rangka baja dan beton komposit dengan bracing konsentris khusus 6 2½ 5 TB TB TB TB TB 7. Dinding geser pelat baja dan beton komposit 7½ 2½ 6 TB TB TB TB TB 8. Dinding geser baja dan beton komposit khusus 7 2½ 6 TB TB TB TB TB 9. Dinding geser baja dan beton komposit biasa 6 2½ 5 TB TB TI TI TI 10. Dinding geser batu bata bertulang khusus 5½ 3 5 TB TB TB TB TB 25

26 11. Dinding geser batu bata bertulang menengah 4 3 3½ TB TB TI TI TI 12. Rangka baja dengan bracing terkekang terhadap tekuk 8 2½ 5 TB TB TB TB TB 13. Dinding geser pelat baja khusus 8 2½ 6½ TB TB TB TB TB E. SISTEM GANDA DENGAN RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH YANG MAMPU MENAHAN PALING SEDIKIT 25% GAYA GEMPA YANG DITETAPKAN 1. Rangka baja dengan bracing konsentris khusus 6 2½ 5 TB TB 10 TI TI h,k 2. Dinding geser beton bertulang khusus 6½ 2½ 5 TB TB Dinding geser batu bata bertulang biasa 3 3 2½ TB 48 TI TI TI 4. Dinding geser baru bata bertulang menengah 3½ 3 3 TB TB TI TI TI 5. Rangka baja dan beton komposit dengan bracing konsentris khusus 5½ 2½ 4½ TB TB TI 6. Rangka baja dan beton komposit dengan bracing biasa 3½ 2½ 3 TB TB TI TI TI 7. Dinding geser baja dan beton komposit biasa 5 3 4½ TB TB TI TI TI 8. Dinding geser beton bertulang biasa 5½ 2½ 4½ TB TB TI TI TI F. SISTEM INTERAKTIF DINDING GESER-RANGKA DENGAN RANGKA PEMIKUL MOMEN BETON 4½ 2½ 4 TB TI TI TI TI BERTULANG BIASA DAN DINDING GESER BETON BERTULANG BIASA G. SISTEM KOLOM KANTILEVER DIDETAIL UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN : 1. Sistem kolom baja dengan kantilever khusus 2½ 1¼ 2½ Sistem kolom baja dengan kantilever biasa 1¼ 1¼ 1¼ TI TI h,i TI h,i 3. Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 2½ 1¼ 2½ Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 1½ 1¼ 1½ TI TI TI 5. Rangka beton bertulang pemikul momen 1 1¼ 1 10 TI TI TI TI biasa 6. Rangka kayu 1½ 1½ 1½ TI TI H. SISTEM BAJA TIDAK DIDETAIL SECARA KHUSUS UNTUK KETAHANAN GEMPA, TIDAK TERMASUK SISTEM KOLOM KANTILEVER TB TB TI TI TI Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 Keterangan : a Faktor modifikasi respons, R, untuk penggunaan pada keseluruhan standar. Catatan : R mereduksi gaya sampai tingkat kekuatan, bukan tingkat tegangan ijin. b Faktor pembesaran defleksi, C d, untuk penggunaan dalam Pasal 7.8.6, 7.8.7, dan c d e f g TB = Tidak Dibatasi dan TI = Tidak Diijinkan. Lihat Pasal untuk penjelasan sistem penahan gaya seismik yang dibatasi sampai bangunan dengan ketinggian 72 m atau kurang. Lihat Pasal untuk sistem penahan gaya seismik yang dibatasi sampai bangunan dengan ketinggian 48 m atau kurang. Rangka pemikul momen biasa dijinkan untuk digunakan sebagai pengganti rangka pemikul momen menengah untuk Kategori Desain Seismik B atau C. Harga tabel faktor kuat-lebih, Ω 0, diijinkan untuk direduksi dengan mengurangi setengah untuk struktur dengan diafragma fleksibel, tetapi tidak boleh diambil kurang dari 2,0 untuk segala struktur, kecuali untuk sistem kolom kantilever. h Lihat Pasal dan untuk struktur yang dikenai Kategori Desain Seismik D atau E. i j k Lihat Pasal dan untuk struktur yang dikenai Kategori Desain Seismik F. Rangka baja dengan bracing konsentris biasa baja diijinkan pada bangunan satu tingkat sampai ketinggian 18m di mana beban mati atap tidak melebihi 0,96 kn/m 2 dan pada struktur griya tawang. Penambahan ketinggian sampai 13,7 m diijinkan untuk fasilitas gudang penyimpanan satu tingkat. 26

27 l Dinding geser didefinisikan sebagai dinding struktural. m Definisi dinding struktural khusus, termasuk konstruksi pracetak dan cetak di tempat. n o p Definisi Rangka Momen Khusus, termasuk konstruksi pracetak dan cetak di tempat. Secara berurutan, efek beban seismik dengan kuat lebih E mh, diijinkan berdasarkan perkiraan kekuatan yang ditentukan sesuai dengan standar yang berlaku Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan pembautan harus dibatasi untuk bangunan dengan tinggi satu lantai sesuai dengan standar yang berlaku Defleksi Pusat Massa Menurut RSNI X, defleksi pusat massa di tingkat x (δ x ) harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : δ x C. δ d xe =...(2.22) I e δ xe = defleksi pada lokasi yang disyaratkan pada pasal ini yang ditentukan dengan analisis elastis C d = faktor pembesaran defleksi, lihat Tabel 2.16 I e = faktor keutamaan yang ditentukan oleh Tabel 2.8 a,b Tabel 2.17 Simpangan Antar Lantai Ijin, a Struktur Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai tingkat Kategori Resiko I atau II III IV 0,025h sx c 0,020h sx 0,015h sx Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010h sx 0,010h sx 0,010h sx Struktur dinding batu bata lainnya 0,007h sx 0,007h sx 0,007h sx Semua struktur lainnya 0,020h sx 0,015h sx 0,010h sx Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011 Keterangan : a b h sx adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x. Untuk sistem penahan gaya seismik yang terdiri dari hanya rangka momen dalam Kategori Desain Seismik D, E dan F, simpangan antar lantai tingkat ijin harus sesuai dengan persyaratan Pasal

28 c d Tidak boleh ada batasan simpangan antar lantai untuk struktur satu tungkat dengan dinding interior, partisi, langit-langit, dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar latai tingkat. Persyaratan pemisahan struktur dari pasal tidak diabaikan. Struktur di mana sistem struktur dasar terdiri dari dinding geser batu bata yang didesain sebagai elemen vertikal kantilever dari dasar atau pendukung fondasi yang dikonstruksikan sedemikian agar penyaluran momen diantara dinding geser (kopel) dapat diabaikan Efek P Efek P adalah efek yang mengacu pada perubahan mendadak dalam geser tanah, momen overturning, atau distribusi gaya aksial di dasar struktur yang cukup tinggi atau komponen struktural ketika dikenakan pergantian lateral kritis. Menurut RSNI X, efek P dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : P.. I = V. h. C x e θ...(2.23) x sx d θ = koefisien stabilitas P x = beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat x (kn); bila menghitung P x, faktor beban individu tidak perlu melebihi 1,0 = simpangan antar lantai tingkat desain, terjadi secara serentak dengan V x (mm) I e = faktor keutamaan hunian yang ditentukan sesuai dengan Tabel 2.8 V x h sx = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x 1 (kn) = tinggi tingkat di bawah tingkat x (mm) C d = faktor pembesaran defleksi dalam Tabel 2.16 Koefisien stabilitas (θ) harus tidak melebihi θ max yang ditentukan sebagai berikut : 0,5 θ max = 0,25...(2.24) β. C d 28

29 θ max = koefisien stabilitas maksimum = rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat x dan x 1. Rasio ini diijinkan secara konservatif diambil sebesar 1,0 Cd = faktor amplikasi defleksi, lihat Tabel Ketidakberaturan Vertikal Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.18 harus dianggap mempunyai ketidakberaturan vertikal. Struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.18 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel itu. Pengecualian : 1. Ketidakberaturan struktur vertikal tipe 1a, 1b, atau 2 dalam Tabel 2.18 tidak berlaku jika tidak ada rasio simpangan antar lantai akibat gaya seismik lateral desain yang nilainya lebih besar dari 130% rasio simpangan antar lantai tingkat diatasnya. Pengaruh torsi tidak perlu ditinjau pada perhitungan simpangan antar lantai. Hubungan rasio simpangan antar lantai tingkat untuk dua tingkat teratas struktur bangunan tidak perlu dievaluasi. 2. Ketidakberaturan struktur vertikal tipe 1a, 1b, dan 2 dalam Tabel 2.18 tidak perlu ditinjau pada bangunan satu tingkat dalam semua kategori desain seismik atau bangunan dua tingkat yang dirancang untuk kategori desain seismik B, C dan D. 29

30 Tabel 2.18 Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur Tipe 1a 1b a 5b Penjelasan Ketidakberaturan Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 60% kekakuan lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 70% kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150% massa efektif tingkat di dekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau. Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan ada jika dimensi horisontal sistem penahan gaya seismik di semua tingkat lebih dari 130% dimensi horisontal sistem penahan gaya seismik tingkat di dekatnya. Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral Vertikal didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat di bawahnya. Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 80% kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau. Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65% kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat tingkat adalah kuat total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau. Pasal Referensi Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Penerapan Kategori Desain Seismik D, E, dan F E dan F D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F E dan F D, E, dan F D, E, dan F B dan C D, E, dan F Sumber : RSNI X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung,

31 2.5 Kombinasi Pembebanan Menurut SNI Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal kombinasi beban untuk beton adalah sebagai berikut : 1. 1,4D...(2.25) 2. 1,2D + 1,6L...(2.26) 3. 1,2D + L ± 1,0E...(2.27) Dengan mempertimbangkan kombinasi beban gempa (E) dalam arah orthogonal maka kombinasi beban gempa (E) dapat dibagi menjadi : 1,2D + 1,0L + (1,0X + 0,3Y)...(2.28) 1,2D + 1,0L + (1,0X 0,3Y)...(2.29) 1,2D + 1,0L + ( 1,0X + 0,3Y)...(2.30) 1,2D + 1,0L + ( 1,0X 0,3Y)...(2.31) 1,2D + 1,0L (0,3X + 1,0Y)...(2.32) 1,2D + 1,0L (0,3X 1,0Y)...(2.33) 1,2D + 1,0L ( 0,3X + 1,0Y)...(2.34) 1,2D + 1,0L ( 0,3X 1,0Y)...(2.35) 4. 0,9D ± 1,0E...(2.36) Dengan mempertimbangkan kombinasi beban gempa (E) dalam arah orthogonal maka kombinasi beban gempa (E) dapat dibagi menjadi : 0,9D + (1,0X + 0,3Y)...(2.37) 0,9D + (1,0X 0,3Y)...(2.38) 0,9D + ( 1,0X + 0,3Y)...(2.39) 0,9D + ( 1,0X 0,3Y)...(2.40) 31

32 0,9D (0,3X + 1,0Y)...(2.41) 0,9D (0,3X 1,0Y)...(2.42) 0,9D ( 0,3X + 1,0Y)...(2.43) 0,9D ( 0,3X 1,0Y)...(2.44) D L E X Y = beban mati = beban hidup = beban gempa = beban gempa arah X = beban gempa arah Y 32

33 2.6 Software ETABS ETABS (Extended 3D Analysis of Building Systems) adalah salah satu aplikasi yang sangat populer di dunia teknik sipil. Software yang dikembangkan oleh CSI Berkeley ini sangat membantu dalam melakukan pemodelan struktur, analisis, dan desain. ETABS menjadi salah satu standar bagi para perencana terutama untuk bangunan tingkat tinggi untuk melakukan analisis dinamik. Gambar 2.3 ETABS (Extended 3D Analysis of Building Systems) Sumber : 33

34 Berdasarkan ETABS Integrated Building Design Software, untuk permodelan pelat lantai pada ETABS, terdapat 3 jenis pemodelan pelat yang dapat digunakan yaitu: 1. Membrane Gambar 2.4 Gaya Pada Pemodelan Membrane Gaya dapat ditahan oleh membrane adalah gaya sebidang dan momen normal, serta tipe membrane tidak menyumbang kekakuan tambahan pada struktur. 2. Shell Gambar 2.5 Gaya Pada Pemodelan Shell Gaya dapat ditahan oleh shell adalah gaya transversal dan momen lentur, akan tetapi tipe shell menyumbang kekakuan tambahan pada struktur. Oleh karena itu tipe shell digunakan apabila desain pelat lantai sebagai pengakuan tambahan. 3. Plate Gambar 2.6 Gaya Pada Pemodelan Plate Plate adalah gabungan dari membrane dan shell. 34

3. BAB III LANDASAN TEORI

3. BAB III LANDASAN TEORI 3. BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan 1. Super Imposed Dead Load (SIDL) Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Selama gempa bumi, bangunan mengalami gerakan vertikal dan gerakan horizontal. Gaya inersia atau gaya gempa, baik dalam arah vertical maupun horizontal, akan timbul di titik-titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUTAKA 2.1 Prinsip-prinsip Dinamik Penentu Gempa 2.1.1 Faktor Keutamaan Gedung (Ie) Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 2.1 pengaruh gempa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2) 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Elemen Struktur 3.1.1. Kuat Perlu Kuat yang diperlukan untuk beban-beban terfaktor sesuai pasal 4.2.2. dan pasal 7.4.2 SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kombinasi Beban Terfaktor Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh bebanbeban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. literatur-literatur dan pedoman perencanaan bangunan sesuai dengan kaidah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. literatur-literatur dan pedoman perencanaan bangunan sesuai dengan kaidah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan umum Untuk mendukung penelitian tugas akhir ini, diperlukan beberapa literatur-literatur dan pedoman perencanaan bangunan sesuai dengan kaidah perencanaan /pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Analisis Perencanaan Terhadap Gempa (SNI ) Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Analisis Perencanaan Terhadap Gempa (SNI ) Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Perenanaan Terhadap Gempa (SNI 1726-2012) 3.1.1 Gempa Renana Gempa renana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan - 10 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Perencanaan Struktur Tahan Gempa. digunakan untuk perencanaan struktur terhadap pengaruh gempa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Perencanaan Struktur Tahan Gempa. digunakan untuk perencanaan struktur terhadap pengaruh gempa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Struktur Konsep perencanaan struktur diperlukan sebagai dasar teori bagi perencanaan dan perhitungan struktur. Konsep ini meliputi pemodelan struktur, penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Termasuk di dalamnya berat sendiri struktur dan beban mati. jenis material yang digunakan adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Termasuk di dalamnya berat sendiri struktur dan beban mati. jenis material yang digunakan adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Pembebanan Struktur Atas Beban beban rencana yang dikenakan pada struktur gedung ini adalah: 2.1.1 Beban Mati (DL) Termasuk di dalamnya berat sendiri struktur dan beban

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Analisis Statik Ekuivalen Berdasarkan SNI 2002 Suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik ekuivalen, sehubungan dengan sifat struktur

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Durasi gempa adalah total waktu getar saat gelombang gempa tercatat pada alat pencatat gempa sampai kembali pada kondisi semula. Durasi gempa menjadi penting untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi BAB III LANDASAN TEORI A. Gempa Bumi Gempa bumi adalah bergetarnya permukaan tanah karena pelepasan energi secara tiba-tiba akibat dari pecah/slipnya massa batuan dilapisan kerak bumi. akumulasi energi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BEBAN GEMPA Analisis Beban Gempa Berdasarkan SNI

BAB V ANALISIS BEBAN GEMPA Analisis Beban Gempa Berdasarkan SNI BAB V ANALISIS BEBAN GEMPA 5.1. Analisis Beban Gempa Berdasarkan SNI 1726-2012 5.1.1. Kategori Resiko Sesuai SNI 1726-2012, Gedung Kampus di Kota Palembang ini termasuk kedalam kategori resiko IV. 5.1.2.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Gempa Bumi 1. Pengertian Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang bersifat alamiah, yang terjadi pada lokasi tertentu, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Gempa bumi biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Elemen Struktur 3.1.1. Kuat Perlu Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan:

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. SNI , Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk. Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. 1. SNI , Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk. Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA 1. SNI 03 2847 2002, Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 2002 2. SNI 03 1727 1989, Tata Cara Perencanaan Pembebanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman terhadap dari segala kemungkinan

Lebih terperinci

8/22/2016. : S-2 : Earthquake Engineering, GRIPS-Tokyo

8/22/2016. : S-2 : Earthquake Engineering, GRIPS-Tokyo K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T B A D A N P E N E L I T I A N D A N P E N G E M B A N G A N PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

CALCULATION SHEET FOR FOUNDATION & ANCHOR TAIL PULLEY FRAME COAL CONVEYOR C-1B PLTU LONTAR 3X315 MW

CALCULATION SHEET FOR FOUNDATION & ANCHOR TAIL PULLEY FRAME COAL CONVEYOR C-1B PLTU LONTAR 3X315 MW OL ONVEYOR - PLTU LONTR 3X35 MW -HR---PP-III-26 5/4/6 JOE HY 3.4 SEISMI LO alculation using SNI-3-726-22 Earthquake 3.4. etermine Risk ategories uilding Power Plant is included in ategories of risk : IV

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Statik Ekivalen

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Statik Ekivalen BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statik Ekivalen Analisis statik ekivalen adalah salah satu metode menganalisis struktur gedung terhadap pembebanan gempa dengan menggunakan beban gempa nominal statik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05 ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI 03-1726-2002 DAN ASCE 7-05 Jufri Vincensius Chandra NRP : 9921071 Pembimbing : Anang Kristianto, ST., MT FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1 PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1 Himawan Indarto ABSTRAK Dengan adanya standar gempa Indonesia yang baru yaitu Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung

Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung RSNI3 03-1726-201x Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung ICS Badan Standarisasi Nasional 21 dari 134 Daftar isi Daftar isi... 1 1 Ruang lingkup... 10 1.1 SNI

Lebih terperinci

Konsep SNI Gempa X. Prof.Dr.Ir. Bambang Budiono, M.E Ketua Tim Struktur SNI X Seminar HAKI 2011

Konsep SNI Gempa X. Prof.Dr.Ir. Bambang Budiono, M.E Ketua Tim Struktur SNI X Seminar HAKI 2011 Konsep SNI Gempa 1726-201X Prof.Dr.Ir. Bambang Budiono, M.E Ketua Tim Struktur SNI 1726-201X Seminar HAKI 2011 KETENTUAN UMUM Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya

Lebih terperinci

Peraturan Gempa Indonesia SNI

Peraturan Gempa Indonesia SNI Mata Kuliah : Dinamika Struktur & Pengantar Rekayasa Kegempaan Kode : CIV - 308 SKS : 3 SKS Peraturan Gempa Indonesia SNI 1726-2012 Pertemuan 13 TIU : Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena-fenomena dinamik

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) TUGAS AKHIR Oleh : I Putu Edi Wiriyawan NIM: 1004105101 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Jakarta adalah ibukota negara republik Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km 2 (Anonim, 2011). Semakin banyaknya jumlah penduduk maka

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL GRAND SETURAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: Boni Sitanggang NPM.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA SNI.03-1726-2002 TATA CARA PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK BANGUNAN GEDUNG FILOSOFI GEMPA 1. MENGHIDARI TERJADINYA KORBAN JIWA MANUSIA 2. MEMBATASI KERUSAKAN, SEHINGGA

Lebih terperinci

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON 03-2847-2002 DAN SNI GEMPA 03-1726-2002 Rinto D.S Nrp : 0021052 Pembimbing : Djoni Simanta,Ir.,MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tata Cara Perencanaan Gempa menurut (SNI 1726:2012) 3.1.1 Gempa Rencana, Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Pada penelitian ini, data teknis yang digunakan adalah data teknis dari struktur bangunan gedung Binus Square. Berikut adalah parameter dari komponen

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODE ANALISIS BEBAN GEMPA. meramalkan respons struktur akibat gempa. Tetapi untuk melakukan analisis time

BAB 3 METODE ANALISIS BEBAN GEMPA. meramalkan respons struktur akibat gempa. Tetapi untuk melakukan analisis time 34 BAB 3 METODE ANALISIS BEBAN GEMPA 3.1 Umum Analisis time history merupakan metode yang paling mendekati untuk meramalkan respons struktur akibat gempa. Tetapi untuk melakukan analisis time history diperlukan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: Cinthya Monalisa

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD ) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD ) TUGAS AKHIR (TNR, capital, font 14, bold) Oleh : Sholihin Hidayat 0919151058

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN Edita S. Hastuti NRP : 0521052 Pembimbing Utama : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Yosafat Aji Pranata,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERYATAAN ORIGINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Umum Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur bangunan pada dasarnya harus memnuhi kriteria-kriteria sebagi berikut : 1. Kuat dalam menahan beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis) Menurut SNI Gempa 03-1726-2002, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisi sumbu lemah ketika terjadi dalam 1-arah akibat beban gempa. Apabila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisi sumbu lemah ketika terjadi dalam 1-arah akibat beban gempa. Apabila BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan dengan bentuk tidak simetris atau tidak beraturan (kompleks) mempunyai massa/blok bangunan pada sumbu kuat dan ada yang berada pada posisi sumbu lemah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemilihan Struktur Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : Aspek Struktural ( kekuatan dan kekakuan struktur) Aspek ini merupakan aspek yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Analisis Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847:2013

BAB III LANDASAN TEORI Analisis Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847:2013 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847:2013 3.1.1 Kekuatan Perlu Kekuatan perlu harus paling tidak sama dengan pengaruh beban terfaktor. Kuat perlu yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dilewati oleh pertemuan sistem-sistem lempengan kerak bumi sehingga rawan terjadi gempa. Sebagian gempa tersebut terjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas gempa moderat hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa menjadi sangat penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di pertemuan antara plat tektonik Australia, Eurasia, Philippines dan Pasific yang bertemu di kepulauan Maluku. Hal tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Perencanaan Pembebanan Dalam perancangan bangunan gedung, perencanaan pembebanan merupakan suatu komponen yang sangat penting, beban-beban yang digunakan dalam perancangan bangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN 4.1 EKSENTRISITAS STRUKTUR Pada Tugas Akhir ini, semua model mempunyai bentuk yang simetris sehingga pusat kekakuan dan pusat massa yang ada berhimpit pada satu titik. Akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TUGAS AKHIR Oleh: Riskiawan Ertanto NIM: 1104105018 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA Oleh: Agus 1), Syafril 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH David Bambang H NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI 03-1726-2002 TUGAS AKHIR RICA AMELIA 050404014 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL Oleh : Fajar Nugroho Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Padang fajar_nugroho17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : GO, DERMAWAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

SNI 03-1726 - 2003 SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA. Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung

SNI 03-1726 - 2003 SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA. Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726 - 2003 SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung Bandung, Juli 2003 1 Ruang lingkup 1.1 Standar ini dimaksudkan sebagai pengganti Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Pelat lantai atau slab dipakai untuk mendapatkan permukaan yang datar dalam konstruksi beton. Jika nilai perbandingan antara panjang dan lebar pelat lebih dari 2, digunakan

Lebih terperinci

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER Diva Gracia Caroline NRP : 0521041 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Yosafat Aji

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR 31 BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR 5.1 DATA STRUKTUR Apartemen Vivo terletak di seturan, Yogyakarta. Gedung ini direncanakan terdiri dari 9 lantai. Lokasi proyek lebih jelas dapat dilihat

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG AWANA CONDOTEL YOGYAKARTA BERDASARKAN SNI DAN SNI Oleh : DEDDYMUS BIN STEFANUS NPM :

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG AWANA CONDOTEL YOGYAKARTA BERDASARKAN SNI DAN SNI Oleh : DEDDYMUS BIN STEFANUS NPM : PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG AWANA CONDOTEL YOGYAKARTA BERDASARKAN SNI 1726-2012 DAN SNI 2847-2013 Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Denah Lantai Dua Existing Arsitektur II-3. Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Tarik

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Denah Lantai Dua Existing Arsitektur II-3. Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Tarik DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Denah Lantai Dua Existing Arsitektur II-3 Gambar 2.2 Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Tarik Saja II-4 Gambar 2.3 Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Ganda

Lebih terperinci

SNI SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA. Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung (Beta Version)

SNI SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA. Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung (Beta Version) SNI 03-1726 - 2003 SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung (Beta Version) Bandung, Juli 2003 1 Ruang lingkup 1.1 Standar ini dimaksudkan sebagai pengganti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budiono, Bambang, Diktat Kuliah Struktur Beton I, Penerbit ITB, Bandung, 1998.

DAFTAR PUSTAKA. Budiono, Bambang, Diktat Kuliah Struktur Beton I, Penerbit ITB, Bandung, 1998. Laporan ugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences DAFAR PUSAKA Budiono, Bambang, Diktat Kuliah Struktur Beton I, Penerbit IB, Bandung, 1998. Budiono, Bambang, Diktat Kuliah Analisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Indonesia terletak diantara pertemuan 4 lempeng tektonik yaitu, lempeng Filipina, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan Lempeng Hindia-Australia. Akibat letaknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Prosedur Penelitian Untuk mengetahui penelitian mengenai pengaruh tingkat redundansi pada sendi plastis perlu dipersiapkan tahapan-tahapan untuk memulai proses perancangan,

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: perkuatan, struktur rangka beton bertulang, dinding geser, bracing, pembesaran dimensi, perilaku. iii

ABSTRAK. Kata kunci: perkuatan, struktur rangka beton bertulang, dinding geser, bracing, pembesaran dimensi, perilaku. iii ABSTRAK Penelitian tentang analisis struktur rangka beton bertulang dengan perkuatan dinding geser, bracing dan pembesaran dimensi dilakukan menggunakan SAP 2000 v17 dengan model struktur yang di desain

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR BAB IV PEMODELAN STRUKTUR Pada bagian ini akan dilakukan proses pemodelan struktur bangunan balok kolom dan flat slab dengan menggunakan acuan Peraturan SNI 03-2847-2002 dan dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. yaitu dari beban hidup, beban mati, dan beban gempa. 1. U = 1,4D (3-1) 2. U = 1,2D + 1,6L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. yaitu dari beban hidup, beban mati, dan beban gempa. 1. U = 1,4D (3-1) 2. U = 1,2D + 1,6L (3-2) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Perencanaan Pembebanan Pembebanan dalam perencanaan bangunan gedung merupakan komponen yang penting. Kombinasi beban yang digunakan dalam perencanaan gedung ini yaitu dari beban

Lebih terperinci

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER Andi Algumari NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci