Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON"

Transkripsi

1 Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON Jayapura, 11 dan 12 Oktober 2011 Kerjasama antara: Center for International Forestry Research (CIFOR) Badan Pengelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Gugus Tugas Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Papua Latar Belakang Investasi sektor pertanian, khususnya kehutanan dan perkebunan di dunia terus bergeliat. Meningkatnya perdagangan dan investasi di sektor tersebut berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara berkembang, misalnya nilai ekspor hasil hutan dan hasil olah kayu mencapai lebih dari US$23 milyar setiap tahunnya, di luar hasil-hasil non-kayu. Di sektor perkebunan kelapa sawit, investasi juga terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya penduduk yang berakibat pada naiknya permintaan akan berbagai kebutuhan pangan dan energi serta meningkatnya harga minyak bumi. Di Indonesia, pertumbuhan investasi pada sektor kehutanan dan perkebunan juga tumbuh pesat. Berdasarkan data statistik BKPM, nilai penanaman modal dalam negeri di sektor kehutanan selama tahun 2010 mencapai Rp 170 milyar, sementara penanaman luar negeri yang terealisasi pada tahun yang sama mencapai US$40 juta. 1 Investasi terkait dengan kehutanan telah memanfaatkan areal seluas 44,2 juta ha yang melibatkan hampir unit perusahaan bidang kehutanan, pertambangan, dan perkebunan. Ekspor industri kayu nasional pada tahun 2010, misalnya, tercatat 2,76 juta m3 dengan nilai US$1,5 miliar, dan ini meningkat dari volume ekspor tahun 2009 sebesar 2,72 juta m3 dengan nilai ekspor US$1,3 miliar. 2 Industri pulp dan paper telah menarik investasi sebesar US$ 16 miliar, dan mendatangkan devisa sekitar US$ 4 miliar. 3 Lahan yang tidak dibebani izin diperkirakan mencapai angka luasan 44,3 juta ha yang potensial untuk dikebangkan investasi. 4 Kepercayaan investor tampaknya juga sedang meningkat di sektor perkebunan kelapa sawit. Besarnya prospek investasi pengembangan sawit di Indonesia juga dapat dilihat dari tren peningkatan harga minyak sawit di pasar dunia. Bank Dunia (2010) mencatat, selama periode Februari harga minyak sawit dunia terus mengalami peningkatan, meskipun sempat mengalami penurunan di akhir tahun 2008 namun kemudian kembali naik seiring pulihnya perekonomian dunia pada tahun 2009 dan tahun 2010 lalu. Bagaimana perkembangan investasi sektor kehutanan dan perkebunan di Tanah Papua? Bagaimana implikasi dari tren investasi di dunia dan regional dan bagaimana pula dampak dari investasi tersebut terhadap sumberdaya hutan dan masyarakat? Tanah Papua, yang secara administratif terbagi menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat, merupakan wilayah yang potensial untuk investasi sektor kehutanan dan perkebunan. Sebagai wilayah yang sedang membangun, masuknya investasi menjadi pendorong percepatan pembangunan dan usaha-usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Investasi di kedua sektor mendatangkan banyak keuntungan dari sisi ekonomi dalam bentuk devisa yang cukup besar, meningkatkan pertumbuhan wilayah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat baik dalam proses produksi maupun pengolahan. Di sektor hutan tanaman industri, saat ini tercatat ada dua perusahaan yang beroperasi di Provinsi Papua, dengan luasan ha. Terdapat potensi investasi yang besar untuk pengembangan hutan tanaman industri di wilayah Papua. Hal ini terlihat dari rencana pengembangan hutan tanaman industri yang terkait dengan program MIFEE oleh setidaknya 9 perusahaan, yang usulan arealnya mencapai hampir 1 juta ha. 5 Di sektor perkebunan kelapa sawit, antara tahun 1991 sampai 2005, perkembangan luas perkebunan sawit di Provinsi Papua menunjukkan laju yang lambat tetapi pasti, 1

2 yakni bertambah dari ha menjadi sekitar ha. 6 Di Provinsi Papua Barat, saat ini luas perkebunan kelapa sawit dilaporkan tercatat sekitar ha, yang tersebar di Kabupaten Manokwari, Teluk Bintuni, Sorong, Maybrat dan Sorong Selatan. Angka tersebut termasuk perkebunan yang sudah lama, pembukaan areal baru dan perluasan yang sudah memperoleh rekomendasi dari Gubernur. 7 Rencana pengembangan kebun sawit di tanah Papua tampaknya terus digalakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, mengingat ketersediaan lahan yang dianggap masih cukup luas dan potensial. 8 Dengan peran penting investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, ada pertanyaan yang layak diajukan tentang: sejauh mana investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tanah Papua sudah berkontribusi pada pembangunan daerah? Apa saja faktor-faktor yang menghambat berinventasi seperti persoalan kepastian lahan, koordinasi perizinan pusat dan daerah, hak masyarakat adat, biaya transaksi tinggi sudah diselesaikan? Bagaimana mendorong investasi yang bertanggungjawab dan bagaimana dampak investasi yang ada selama ini? Bagaimana investasi di kedua sektor bisa berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan mendorong tercapainya sasaran-sasaran pembangunan di Papua, seperti yang telah tertuang di dalam RPJM Provinsi Papua tahun , yakni meningkatnya secara bermakna kualitas kehidupan seluruh rakyat di Provinsi Papua, khususnya orang-orang asli Papua. Investasi saat ini juga tidak bisa terlepas dari komitmen pemerintah pusat yang akan menurunkan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai 40% dengan dukungan internasional pada tahun Salah satu mekanisme yang tengah dibicarakan adalah pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi atau reducing emission from deforestation dan degradation (REDD). Selain itu, pemerintah Indonesia telah menandatangani sebuah Letter of Intent dengan pemerintah Norwegia, yang sudah ditindaklanjuti dengan keluarnya Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. 9 Kebijakan yang tertuang dalam instruksi presiden tersebut tentunya berimplikasi pada investasi, khususnya sektor perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah, termasuk di tanah Papua. 10 Dalam merespon perlunya mengurangi emisi gas rumah kaca, pemerintah Provinsi Papua sebenarnya telah berinisiatif menawarkan beberapa skenario pembangunan rendah karbon. Dari sekitar 5,2 juta ha Hutan Produksi Konversi (HPK) yang dapat dikonversi untuk sawit di provinsi tersebut, ada lima opsi yang ditawarkan dengan berbagai tingkat konversi, nilai investasi dan jumlah karbon yang diserap serta taksiran dana kopensasi yang dibutuhkan sebagai pengganti tidak dikonversinya sebagian hutan menjadi sawit, termasuk melalui skema REDD. 11 Provinsi Papua Barat juga telah mengambil langkah-langkah dalam upaya menangkap peluang pengembangan pasar karbon REDD, dan berkomitmen untuk berperan dalam mitigasi perubahan iklim. 12 Masih banyak pertanyaan-pertanyaan teknis terkait dengan data dasar, sistem monitoring dan verifikasi dan perhitungan unit karbon dan distribusi pembayaran kepada pihak yang terlibat di dalam penurunan emisi. Bagaimana pula berbagai pihak menanggapi tawaran ini? Bagaimana kesiapan para pihak di Papua untuk menerima skenario yang dipilih? Bagaimana pula mekanisme distribusi dana kompensasi dan manfaatnya, termasuk bagi masyarakat adat? Bagaimana tanggapan pihak investor sawit yang sudah beroperasi dan juga yang berencana masuk ke wilayah ini? Bagaimana peran lembaga keuangan dan perbankan dalam mendorong investasi yang bertanggungjawab dan berkeadilan. Pertanyaan-pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab sampai saat ini. Untuk mendiskusikan lebih jauh tentang peranan dan dampak investasi di sektor kehutanan dan perkebunan di kedua provinsi dan mendorong terwujudnya pembangunan dan investasi yang berkeadilan dan berkelanjutan, dipandang perlu untuk menyelenggarakan sebuah lokakarya dengan menghadirkan para pihak yang berkepentingan. Melalui lokakarya ini diharapkan para pihak dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai peran dan dampak investasi dan saling berbagi pengalaman dan pandangan tentang langkah-langkah ke depan yang bisa menjadi masukan bagi para pengambil keputusan di pusat dan juga di kedua provinsi, khususnya terkait dengan pembangunan rendah karbon. 2

3 Tujuan Tujuan lokakarya ini antara lain: 1. Memahami peran dan tantangan investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tingkat global, regional dan nasional dan bagaimana implikasinya untuk tanah Papua. 2. Mendiskusikan dampak dan implikasi investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tanah Papua dan langkah-langkah ke depan dalam rangka menangkap peluang investasi serta memitigasi dampak negatif 3. Menyusun rekomendasi tentang investasi sektor kehutanan dan perkebunan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan yang sejalan dengan pembangunan rendah karbon Agenda tentatif Lokakarya 2 (dua) hari ini akan diisi dengan serangkaian presentasi dan diskusi dengan agenda dan tema tentatif sebagai berikut: Hari pertama: Tema 1: Tren investasi global/regional kehutanan dan perkebunan dan implikasinya untuk Papua 1.1 Tren investasi sektor kehutanan dan perkebunan di tingkat global dan regional serta implikasinya bagi Papua dan Papua Barat. Dalam sub- tema ini akan dipresentasikan dan didiskusikan tren investasi di tingkat dunia dan regional Asia dan Asia Tenggara di sektor kehutanan khususnya terkait dengan komoditas kayu, pulp dan kertas serta di sektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit. Secara khusus akan disoroti juga prosesproses investasi di berbagai negara terpilih dan isu-isu terkait dengan kebijakan, pasar, tata kelola (governance), dan sejauh mana investasi memberikan kontribusi pada penerimaan negara dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkesinambungan. Analisis di tingkat nasional dan bagaimana implikasi dari tren investasi di berbagai tingkat tersebut terhadap Papua akan mewarnai diskusi dalam sub-tema ini. 1.2 Peran sektor kehutanan dan perkebunan Papua dan Papua Barat: sumberdaya dan dinamikanya. Dalam sub-tema ini akan dipresentasikan dan didiskusikan potret sumberdaya hutan dan perkebunan di kedua provinsi dan perubahannya dalam beberapa tahun terakhir termasuk penyebab mendasar terjadinya perubahan tutupan hutan. Presentasi juga akan menyajikan informasi terakhir tentang peran dan potensi sektor kehutanan di kedua provinsi, khususnya terkait dengan pemanfaatan kawasan hutan dalam bentuk pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman termasuk di dalamnya produksi kayu dan non kayu. Dalam sub-tema ini, presentasi juga akan mencakup sejauh mana kontribusi yang diberikan sektor perkebunan kelapa sawit terhadap perekenomian di kedua provinsi dan kesejahteraan masyarakat adat Papua. 1.3 Kebijakan daerah Provinsi Papua dan Papua Barat di bidang investasi kehutanan dan perkebunan. Fokus dari sub-tema ini adalah tentang kebijakan investasi di kedua provinsi khususnya terkait dengan sektor kehutanan dan perkebunan. Sementara kebijakan nasional di bidang investasi tetap menjadi acuan, presentasi dalam sub-tema ini menyoroti kebijakankebijakan daerah dalam mendorong masuknya investasi yang akan masuk ke kedua wilayah, termasuk di dalamnya prosedur-prosedur dan isu-isu penting yang dihadapi baik oleh pihak pemerindah daerah, pihak investor dan masyarakat. Data-data terbaru tentang investasi sektor kehutanan dan perkebunan, baik yang sedang berlangsung dan sudah operasional maupun yang sifatnya masih rencana, akan dipaparkan dan didiskusikan. Tema 2: Investasi di bidang kehutanan dan perkebunan di Papua dan Papua Barat: potensi, dampak dan prospeknya 2.1 Investasi sektor kehutanan, khususnya Hutan Tanaman Industri. Dalam sub-tema ini akan dipresentasikan dan didiskusikan berbagai isu investasi kehutanan terkait dengan rencana pembukaan kawasan hutan produksi untuk pembangunan hutan tanaman. Secara umum, diskusi 3

4 dalam sub-tema ini ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kesiapan kedua provinsi dalam membangun hutan tanaman industri dan sejauh mana pelajaran-pelajaran dari berbagai wilayah lain di Indonesia telah menjadi bahan pertimbangan. Selain tentang kebijakan dan isu-isu terkait HTI di tingkat nasional, presentasi dalam sub-tema ini juga akan menyajikan studi kasus dampak dari salah satu perusahaan hutan tanaman industri di Papua. 2.2 Investasi sektor perkebunan kelapa sawit dan bahan bakar nabati. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan kebijakan pemerintah di sektor perkebunan kelapa sawit dan pengadaan bahan bakar nabati serta implementasinya sampai saat ini. Secara khusus, akan didiskusikan keterkaitan antara produksi crude palm oil (CPO) dan produksi biodiesel. Presentasi dalam subtema ini akan mencakup studi kasus analisis dampak sosial dan lingkungan perkebunan kelapa sawit di tiga lokasi penelitian, yang dua diantaranya masing-masing berada di Papua dan Papua Barat. 2.3 Meurake Integrated Food and Energy Estate/MIFEE: implementasi dan dampak. Sub-tema ini akan fokus program pengadaan pangan dan energi nasional yang berada di Merauke, atau yang lebih dikenal dengan Merauke Integrated Food and Energy Estate atau MIFEE. Selain desain program awal dan hasil revisi menyusul serangkaian konsultasi di tingkat pusat, dalam sub-tema ini juga akan dipresentasikan kemajuan dari pelaksanaan tahap pertama dari program tersebut, berbagai isu dan kendala yang dihadapi. Sebuah analisis dampak kualitatif dan kuantaitif dari program tersebut juga akan disajikan sebagai bahan diskusi untuk menguji asumsi-asumsi ekonomi dan sosial yang mendasari program tersebut dan sejauh mana para pihak terkait telah mempertimbangan aspek negatif program terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati serta sejauh mana program tersebut dapat memenuhi sasaran yang telah ditetapkan. Tema 3: Masyarakat adat di tengah gelombang investasi sektor kehutanan dan perkebunan 3.1 Dinamika hubungan masyarakat dengan investasi sektor kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan berbagai bentuk investasi di sektor perkebunan, khususnya kemitraan antara masyarakat sekitar perkebunan dengan perusahaan. Fokus diskusi akan mencakup pola bagi hasil dan sejauhmana kontribusi dari keterlibatan masyarakat dalam perkebunan telah meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam sub-tema ini juga akan dipaparkan dua buah kasus dari Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Boven Digoel tentang interaksi dan aksi kolektif masyarakat dalam mempertahankan hak atas tanah terkait dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit di sekitarnya. Dalam sub-tema ini juga dibahas tentang sejauh mana prinsip-prinsip persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan atau FPIC (free, prior, informed, consent) telah diadopsi di dalam peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia dan telah diterapkan dalam proses akuisisi lahan perkebunan oleh perusahaan. Berbagai isu dan kendala penerapan prinsip-prinsip tersebut akan didiskusikan. 3.2 Pengembangan kapasitas masyarakat dalam menghadapi investasi di bidang kehutanan dan perkebunan. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan berbagai pengalaman membangun kemandirian masyarakat adat dan khususnya meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak luar, termasuk investor, khususnya dalam upaya mereka mempertahankan hak-hak adat mereka atas sumberdaya alam. Hari kedua: Tema 4: Pembangunan dan investasi kehutanan dan perkebunan yang berkelanjutan dan berkeadilan di Papua: Langkah ke depan 4.1 Kebijakan pembangunan rendah karbon (low carbon economy) dan skema pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD + ): status dan opsi untuk Papua. Dalam subtema ini akan dibahas perkembangan terakhir tentang skema REDD dan kemungkinan implikasi dari Instruksi Presiden tentang penundaan penerbitan izin baru pada hutan primer dan lahan gambut bagi wilayah Papua. Kebijakan daerah Papua tentang pembangunan rendah karbon dengan berbagai skenario implementasinya akan dipaparkan dan didiskusikan. Fokus dalam subtema ini adalah pada pada kesiapan wilayah Papua di dalam membangun data dasar 4

5 sumberdaya hutan, menyusun rencana aksi terkait dengan monitoring, pelaporan dan verifikasi hasil penerapan REDD, jika diterapkan di salah satu lokasi di kedua provinsi. Hal yang lebih penting adalah diskusi tentang bagaimana mekanisme distribusi manfaat bagi para pihak, termasuk masyarakat adat. 4.2 Peran lembaga keuangan dan perbankan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di Papua. Dalam sub-tema ini akan dipaparkan berbagai lembaga keuangan dan perbankan yang ikut berperan penting dalam mendorong investasi perkebunan kelapa sawit di wilayah Papua. Diskusi akan menjawab pertanyaan tentang sejauh mana instrumen-instrumen untuk memastikan investasi dan pembiayaan pembangunan memenuhi syarat berkelanjutan, bertanggungjawab dan berwawasan lingkungan, telah diadopsi oleh berbagai lembaga keuangan dalam menyalurkan kreditnya untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Papua, khususnya. 4.3 Pemanfaatan lahan kritis dan terdegradasi untuk investasi perkebunan: peluang dan tantangan. Berlatar belakang banyaknya analisis dan usulan agar pembangunan perkebunan kelapa sawit lebih diarahkan di lahan-lahan kritis dan terdegradasi, dalam sub-tema akan dibahas tentang sejauh mana peluang tersebut ada di kedua provinsi, dan apa saja kendalakendala yang dihadapi para pihak jika hal tersebut menjadi sebuah kebijakan. Dalam presentasi akan disajikan data-data terbaru tentang lahan kritis, baik di dalam maupun di dalam kawasan hutan, dan sejauh mana layak untuk perkebunan sawit dari sisi teknis dan bisnis. Peserta Lokakarya ini direncanakan dihadiri oleh unsur-unsur dari lembaga terkait terkait seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian (Direktorat Jenderal Perkebunan), instansi pemerintah daerah di Prov. Papua dan Prov. Papua Barat, termasuk lembaga pemerintahan di beberapa kabupaten terpilih di kedua provinsi, lembaga swadaya masyarakat, universitas, perusahaan kehutanan dan perkebunan kelapa sawit, lembaga penelitian, dan masyarakat umum pemerhati sektor kehutanan dan perkebunan. Waktu dan Tempat Waktu: Selasa dan Rabu, 11 dan 12 Oktober Wib Tempat: Swiss-Belhotel, Jayapura, Papua 1 Di sektor perkebunan dan tanaman pangan, penanaman modal dalam negeri dan asing pada tahun 2010 masing-masing mencapai nilai Rp 8,7 triliun dan US$750 juta. Lihat: BKPM (2010) Perkembangan Realisasi Investasi PMDN berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) menurut Sektor. 2 Bisnis Indonesia, 28 Februari 2011, Investasi di sektor kehutanan capai 44,2 juta ha, Peta Sebaran untuk Investasi HPH, HTI, RE, HTR, HHBK, dan IUPJL Tahun Biro Hukum dan Humas Kementrian Pertanian RI, seperti dikutip oleh Warta Ekonomi, Th. XXII, 8 Maret-21 Maret 2010, hlm USAID. (2009). Kebijakan umum provinsi Papua untuk mempromosikan penanaman modal di bidang bahan bakar nabati (BBN). Jakarta: Environmental Service Program, USDA. 7 Kesaujila, F.F., Sadsoetoebeon, B.M.G., Peday, Hans, F.Z., Tokede, M. J. dan Komarudin, H. in prep. Pengembangan Kebun Kelapa Sawit dan Dampaknya terhadap Hutan, Hak-hak dan Penghidupan Masyarakat Lokal di Papua: Studi Kasus di Dataran Prafi. CIFOR Working Paper. 8 Departemen Pertanian memperkirakan luas areal lahan di Papua yang potensial dan sesuai untuk tanaman tahunan seperti sawit ada sekitar 5,7 juta ha. Lihat: Departemen Pertanian Prospek Pengembangan dan Perkiraan Kebutuhan Investasi Pertanian di Indonesia. Pusat Studi Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, Jakarta. 9 Instruksi Presiden ditandatangani oleh Presiden pada 20 Mei Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa penerbitan Instruksi Presiden tersebut tidak akan menghalangi mega proyek MIFEE, sekalipun sekitar 90,2% lahannya berada di dalam kawasan hutan alam. Disebutkan pula bahwa total hutan alam Papua yang masuk dalam cakupan Inpres tersebut adalah sekitar 23,05 juta hektar (Kontan, 23 Mei 2011) 11 Suebu, B A Global Solution : Building a Low Carbon Economy for Papua Province, Indonesia. Governor of Papua Province. 12 BPK Manokwari dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat Potensi Pengembangan Pasar Karbon REDD Provinsi Papua Barat: Suatu Kerangka Identifikasi Berbagai Proyek Demonstrasi dan Investasi. GCF Aceh Meeting

Forestry and Estate Crops Sector Investments in Papua and their implications for Low Carbon Development

Forestry and Estate Crops Sector Investments in Papua and their implications for Low Carbon Development Call for papers The Center for International Forestry Research in collaboration with the Agency for Natural Resources Management and Environment and Low Carbon Development Task Force of Papua Province,

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM Jakarta Food Security Summit 2012 Feed Indonesia Feed The World Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012 I. PENDAHULUAN Pangan

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak

Lebih terperinci

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

STATUS PEROLEHAN HAKI PUSPIJAK

STATUS PEROLEHAN HAKI PUSPIJAK STATUS PEROLEHAN HAKI PUSPIJAK PROGRES DAN POTENSI OUTLINE HAKI DARI SUDUT PANDANG PUSPIJAK PEROLEHAN HAKI PUSPIJAK IDENTIFIKASI POTENSI HAKI POTENSI PEROLEHAN HAKI 1 HAKI DARI SUDUT PANDANG PUSPIJAK LITBANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

Saudara-saudara yang saya hormati,

Saudara-saudara yang saya hormati, PIDATO PENUTUPAN MENTERI KEHUTANAN PADA KONFERENSI INDONESIA FORESTS: ALTERNATIVE FUTURES TO MEET DEMANDS FOR FOOD, FIBRE, FUEL, AND REDD+ Jakarta, 27 September 2011 Menteri Lingkungan Hidup Kerajaan Norwegia,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Strategi Nasional, Pengembangan Kelembagaan, dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Perhatian khusus terhadap hutan bukan hal baru 2007 2008 2009 Jan 2010 Mei 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT PRESIDEN, Dalam rangka menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon Peraturan Presiden RI Nomor 61 tahun 2001 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca terbit sebagai salah satu bentuk kebijakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri furniture dari Indonesia mencapai 70 juta m 3 per tahun dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia Kebutuhan bahan baku IPK Pasal-pasal regulasi gambut yang berpotensi menurunkan bahan baku IPK Potensial loss

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

Lokakarya Investasi Sektor Kehutanan dan Perkebunan dalam Implementasi Pembangunan Rendah Karbon di Tanah Papua Jayapura, Oktober 2011.

Lokakarya Investasi Sektor Kehutanan dan Perkebunan dalam Implementasi Pembangunan Rendah Karbon di Tanah Papua Jayapura, Oktober 2011. Lokakarya Investasi Sektor Kehutanan dan Perkebunan dalam Implementasi Pembangunan Rendah Karbon di Tanah Jayapura, 11-12 Oktober 2011 Agenda 1 Hari Pertama, Selasa 11 Oktober 2011 Ruang Cendrawasih 2,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI Oleh Ir. H. BUDIDAYA, M.For.Sc. (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) Disampaikan pada Focus Group

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran

Lebih terperinci

BRIEFING PAPER Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia & Iklim Global

BRIEFING PAPER Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia & Iklim Global MEMBACA INPRES NO. 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT Latar Belakang Komitmen penurunan emisi Indonesia sebesar 26%-41%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

Pendahuluan Daniel Murdiyarso Pendahuluan Daniel Murdiyarso 1 Daftar isi dari presentasi ini: - Apakah toolbox itu? - Apakah IPN? - Apakah SWAMP? - Kenapa lahan gabut tropis penting? - Cakupan Toolbox IPN - Para penulis Toolbox IPN

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Papua Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Papua Province Indonesia Governors limate & Forests Task Force Provinsi Papua Papua Province Indonesia Kata pengantar Gubernur Papua Lukas Enembe Papua Governor Preface Lukas Enembe Salam sejahtera buat kita semua Puji Tuhan yang

Lebih terperinci

Ass. Ws. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian!

Ass. Ws. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian! PIDATO GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBUKAAN DIALOG HUTAN TENTANG PANGAN, BAHAN BAKAR, SERAT DAN HUTAN THE FOREST DIALOGUE - Food, Fuel. Fiber and Forests (4Fs) Palangka Raya, 18 Maret 2013 Yth. Director General

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM Oleh DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DALAM ACARA PELATIHAN GCF YANG BERJUDUL PENGUATAN KERANGKA KERJA KELEMBAGAAN PROVINSI MENGENAI PERUBAHAN

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku Resensi Buku Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.33-38 Judul Buku: : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 Penyunting Akhir : Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc., Ir. Kustanta Budi Prihatno,

Lebih terperinci

pembayaran atas jasa lingkungan

pembayaran atas jasa lingkungan Zahrul Muttaqin ACIAR Project No. FST/2007/052 on Improving governance, policy and institutional arrangements to reduce emissions from deforestation and degradation (REDD) PENDAHULUAN Indonesia sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Rapat SAC ke-10 di Pangkalan Kerinci, Riau - Indonesia, 23-25 Mei 2017 ANGGOTA SAC TURUT

Lebih terperinci

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global. BAB V KESIMPULAN Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak pada bidang konservasi lingkungan hidup telah berdiri sejak tahun 1971. Organisasi internasional non pemerintah

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

SISTEMATIKA PENYAJIAN : KEPALA BIRO PERENCANAAN PERAN LITBANG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN SEKTOR KEHUTANAN JAKARTA, 11 JULI 2012 SISTEMATIKA PENYAJIAN : 1. BAGAIMANA ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN? 2. APA YANG SUDAH DICAPAI? 3.

Lebih terperinci

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Untuk diterbitkan segera Siaran Pers Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Jakarta, Singapura, 9 Februari 2011 Golden Agri Resources Limited (GAR) dan anakanak

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kondisi kawasan hutan di semua kabupaten di provinsi Jambi menurut hasil pengukuran indeks tata kelola hutan di 9 Kabupaten di provinsi oleh PGA UNDP

Lebih terperinci

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON KKI WARSI LATAR BELAKANG 1. Hutan Indonesia seluas + 132,9

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 73/Menhut-II/2014 TENTANG RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Teori Thomas Robert Malthus yang terkenal adalah tentang teori kependudukan dimana dikatakan bahwa penduduk cenderung meningkat secara deret

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM

KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM Peningkatan Kapasitas Akar Rumput untuk REDD+ di kawasan Asia Pasifik Maret 2012 RECOFTC - The Center for People and Forests adalah satusatunya organisasi nirlaba internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE Muhammad Ridwan 17 Maret 2010 Bahan disarikan dari beberapa tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

Pertemuan Koordinasi GCF

Pertemuan Koordinasi GCF Didanai oleh Uni Eropa Pertemuan Koordinasi GCF Bali, 23-25 Juni 2014 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan pelopor global dalam hal komitmen negara berkembang untuk melakukan aksi mitigasi secara nasional

Lebih terperinci