Bab V PENUTUP A. Kesimpulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V PENUTUP A. Kesimpulan"

Transkripsi

1 Bab V PENUTUP A. Kesimpulan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta terbentuk atas inisiasi dari Wali Kota Surakarta Joko Widodo pada tahun 2005 untuk memperpendek waktu pelayanan perizinan di Kota Surakarta. Peningkatan pelayanan perizinan dilakukan dengan mengadopsi pelayanan di sektor swasta yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta merupakan peleburan dari Kantor Penanaman Modal (KPM) dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT). Terpisahnya Kantor Penanaman Modal dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu menghambat proses pelayanan perizinan dan investasi yang masuk ke Kota Surakarta. Praktik Investor Relations oleh pemerintah Kota Surakarta dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta yang memiliki wewenang dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan perizinan. Badan inilah yang menjadi perpanjangan tangan bagi pemerintah Kota Surakarta untuk berhubungan dengan investor. Sebagai fungsi Investor Relations, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu berperan sebagai transmisi informasi yang berkaitan dengan kebijakan atau tata kelola pemerintahan. Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta dibantu oleh tiga bidang, yaitu: Bidang Penanaman Modal, Bidang Perizinan, dan Bidang Informasi, Pengaduan dan Data. Ketiga bidang ini bekerja dalam satu rotasi. Bidang Penanaman Modal bertugas dalam hal identifikasi dan pemetaan potensi investasi; Bidang Perizinan bertanggung jawab dalam pelayanan perizinan, dan Bidang Informasi Pengaduan dan Data bertanggung jawab untuk informasi pasca pengurusan perizinan. 102

2 Kegiatan pemasaran dalam pengertian Investor Relations di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta dilakukan oleh Bidang Penanaman Modal. Memetakan potensi investasi, mempromosikan peluang investasi, dan menginformasikan perizinan kepada investor adalah upaya Bidang Penanaman Modal BPMPT Kota Surakarta untuk memasarkan Kota Surakarta kepada investor. Aktivitas selling atau memasarkan dalam Investor Relations dilakukan oleh Bidang Penanaman Modal BPMPT Kota Surakarta dengan cara bertemu muka dengan investor dan menggunakan media promosi seperti leaflet, booklet, dan CD untuk memberikan informasi kepada investor. Sebagai fungsi Investor Relations ada dua hal yang harus dikejar, yaitu membidik investor melalui promosi investasi dan menjalin hubungan dengan investor dengan berkomunikasi langsung dengan investor. Membidik investor yang sesuai inilah yang masih pekerjaan rumah bagi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta. Dalam praktik Investor Relations, riset pasar untuk menganalisis target investor penting. Namun, hal ini belum dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta. Tidak adanya pemetaan investor membuat Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta tidak memiliki treatment khusus untuk menghadapi satu investor dengan investor lainnya. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta hanya berkomunikasi secara langsung dengan investor. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta berkomunikasi langsung dengan investor menggunakan dua pendekatan: pendekatan basic dan pendekatan intermediate. Masing-masing pendekatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan investor. Pendekatan basic dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan rutin dengan investor dan asosiasi pengusaha, sedangkan pendekatan intermediate diupayakan dengan aktif mengikuti pameran promosi potensi investasi dan keunggulan daerah. Pendekatan basic dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu melalui tiga upaya. Pertama, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta mengadakan sosialisasi perizinan dengan para 103

3 pelaku usaha di lima kecamatan (Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Jebres, Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Laweyan, dan Kecamatan Serengan). Sosialisasi perizinan ini juga dimaksudkan untuk mewujudkan kerjasama strategis antara usaha besar dan UMKM. Kedua, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta mengadakan Forum Group Discussion dengan asosiasi pengusaha (KADIN, HIPMI, dan IWAPI) setiap tahun. FGD dilakukan untuk memfasilitasi koordinasi kerjasama di bidang investasi. Dalam FGD tersebut, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta juga melibatkan asosiasi pengusaha dalam pemetaan potensi investasi. Ketiga, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta melakukan pertemuan rutin dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal setiap dua kali dalam setahun. Pertemuan dimaksudkan untuk menggelar sosialisasi kebijakan penanaman modal bagi para pelaku usaha di Kota Surakarta. Dalam kesempatan ini, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta juga melakukan kegiatan penawaran potensi investasi Kota Surakarta. Perbedaan ruang lingkup antara perusahaan dan daerah menunjukkan adanya sedikit perbedaan dalam pendekatan yang digunakan. Dalam pendekatan basic yang dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta tidak ada penyampaian informasi laporan finansial tahunan kepada investor. Pendekatan intermediate merupakan upaya Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta untuk mempromosikan potensi investasi kepada investor. Langkah awal adalah menyediakan media promosi seperti CD, leaflet, dan booklet yang menginformasikan potensi dan peluang investasi di Kota Surakarta. Untuk menarik minat investor yang lebih besar, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta aktif turut serta dalam kegiatan pameran berskala lokal, nasional, dan internasional. Central Java Investment Business Forum (CJIBF) Invesda Expo, Inacraft dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) merupakan contoh 104

4 pameran berskala lokal dan nasional yang pernah diikuti oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta. Sementara untuk pameran berskala internasional, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta bergabung dengan Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Propinsi Jawa Tengah mengikuti pameran keunggulan daerah di Guangzhou, China pada tahun Pendekatan dengan investor di level intermediate yakni promosi investasi ini belum cukup hanya dengan keikutsertaan di beberapa pameran. Teknologi media dalam hal ini penggunaan situs webyang juga berperan sebagai alat promosi belum digunakan. Simpedal (Sistem Informasi Penanaman Modal) yang menjadi akses informasi bagi investor belum bisa direalisasikan karena terkendala oleh anggaran. Padahal akses informasi melalui web yang menjanjikan kemudahan dan kecepatan merupakan salah satu yang dipakai investor untuk melihat potensi investasi. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta hanya menggunakan pendekatan basic dan intermediate sebagai upaya berkomunikasi langsung dengan investor. Pendekatan advanced berupa roadshow dan conference calls belum diupayakan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta.Sejauh ini kunjungan yang pernah dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta hanya berupa kunjungan ke Kota Batam untuk menjalin kerjasama promosi silang pariwisata dan potensi keunggulan daerah. Dalam Investor Relations framework menggambarkan bahwa fungsi Investor Relations perlu melakukan upaya lebih dari sekedar berkomunikasi langsung dengan investor. Muncul peran media, analis, dan agen pemberi peringkat sebagai perantara untuk berkomunikasi secara tidak langsung dengan investor. Analis dan agen pemberi peringkat tidak dilibatkan dalam lingkup investasi daerah sebab keduanya hanya dibutuhkan perusahaan untuk memberi penilaian tentang saham dan kelayakan kredit. Sehingga media menjadi satusatunya perantara penting dalam dinamika hubungan investor di daerah. 105

5 Untuk berkomunikasi secara tidak langsung, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta mengabaikan peran penting media di wilayah ini. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta melimpahkan hubungan dengan media kepada humas pemerintah kota. Kondisi ini menunjukkan bahwa Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta belum mampu melihat kekuatan penting yang dimiliki oleh media dalam mempromosikan sebuah daerah. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta tidak memperhatikan peluang bahwa liputan media yang baik di media akan memberikan dampak bagi bertambahnya minat investor untuk menanamkan modalnya ke Kota Surakarta. Minimnya pendekatan dengan media menjadi kelemahan bagi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta. Menyerahkan sepenuhnya hubungan media hanya dengan humas Pemerintah Kota Surakarta menjadikan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta tidak responsif terhadap isu-isu yang berkembang. Fungsi Investor Relations dan fungsi humas perlu bekerjasma ketika berhubungan dengan media. Hal ini penting sebab fungsi Investor Relations tidak dapat bekerja sendirian untuk mengontrol bagaimana berita yang telah meluas dan melakukan segala daya upaya untuk meyakinkan investor. Setelah mampu menjalin hubungan investor, maka upaya mempertahankan investor untuk tetap menanamkan modalnya juga perlu diperhitungkan. Strategi menjaga hubungan dengan investor dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) melalui dua cara, yaitu menjadi tuan rumah yang baik dan memerlakukan investor dengan semestinya. Menjadi tuan rumah yang baik dilakukan dengan cara menjaga kolaborasi kohesif antara masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah daerah. Upaya menjadi tuan rumah yang baik belum sepenuhnya terpenuhi. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta memang telah mampu mereformasi kebijakan mempermudah pengurusan pelayanan perizinan, namun tidak adanya peraturan daerah yang mengatur tentang 106

6 penanaman modal di Kota Surakarta seringkali menimbulkan masalah antara investor dan masyarakat. Memerlakukan investor dengan semestinya telah mampu diupayakan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta dengan menciptakan rasa aman, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan menyediakan infrastruktur yang memadai. Pembenahan infrastruktur di kawasan utara Kota Surakarta terus-menerus diupayakan agar investor tertarik menanamkan modalnya ke kawasan utara Kota Surakarta sehingga tercapai pemerataan pembangunan daerah. Langkah strategis membangun rumah yang nyaman belum dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta, sebab belum ada infrastruktur pendukung selain infrastruktur utama. Proyek pembangunan gedung MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang mengintegrasikan gedung pertemuan dan pameran masih dalam tahap perencanaan. Belum siapnya infrastruktur menjadi salah satu hambatan dalam pembangunan proyek ini. Dua langkah strategis yang dilakukan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta menunjukkan bahwa upaya menjaga hubungan dengan investor masih menggunakan pendekatan yang birokratis. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta masih berorientasi pada prosedur baku birokrasi yang menyebabkan Kota Surakarta seringkali kurang responsif terhadap isu investasi yang terus berkembang. Spirit korporasi yang mengarah pada pendekatan strategic entrepreneurial belum sepenuhnya dilakukan. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta perlu mengupayakan cara agar peka terhadap setiap peluang, fokus pada ekspektasi dan kebutuhan, serta responsif terhadap isu yang terus berkembang. Dari hasil penelitian ini kita bisa melihat bahwa Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta hanya mengadopsi sebagian dari praktik Investor Relations pada perusahaan. Ada banyak lubang yang perlu 107

7 ditambal. Tidak dapat dipungkiri bahwa Investor Relations pada perusahaan dan pemerintah daerah memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan keduanya terletak pada jenis investasi dan pihak-pihak yang terlibat dalam investasi. Namun, praktik Investor Relations secara umum harus terus diperbaiki. Tidak adanya pemetaan investor secara khusus sebagai salah satu upaya riset pasar dan tidak optimalnya pengelolaan situs web sebagai pintu masuk bagi investor melemahkan daya tawar Kota Surakarta di mata investor. Selain itu, pendekatan yang kurang terhadap media juga membuat visibilitas Kota Surakarta menjadi minim di mata investor. B. Saran Penelitian tentang praktik Investor Relations pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta adalah penelitian yang menarik. Membaca sejarah pembentukan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta yang merupakan inisiasi Wali Kota untuk meningkatkan pelayanan investasi menggunakan cara sektor swasta memberikan pelayanan investasi dan mengetahui sejauhmana praktik Investor Relations pada level perusahaan ini diadopsi tidak mudah. Sebab, secara praktik banyak teori yang dilewatkan. Penelitian mengenai praktik Investor Relations pada institusi pemerintah daerah dalam menarik minat investor sebaiknya tidak berhenti hanya sampai di sini. Penjelasan tentang praktik Investor Relations hanya di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta, tidak akan bisa memberi gambaran utuh bagaimana praktik Investor Relations pada institusi pemerintah daerah di dalam menarik investor. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kota Surakarta hanya salah satu, dan penjelasan tentang praktik Investor Relations hanyalah perspektif kecil dari puzzle besar yang harus dirangkai satu sama lain. Akan sangat menarik apabila di kemudian hari ada penelitian lanjutan yang menggali informasi lebih dalam mengenai praktik Investor Relationsbadan penanaman modal di daerah. Mungkin penelitian studi kasus dengan 108

8 membandingkan praktik Investor Relations pada badan penanaman modal satu daerah dengan daerah yang lain menjadi menarik untuk dilakukan. 109

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Investor Relations Pemerintah Kabupaten Kendal

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Investor Relations Pemerintah Kabupaten Kendal BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Investor Relations Pemerintah Kabupaten Kendal Investor relations merupakan salah satu kegiatan bagian hubungan masyarakat. Dalam praktek yang dijalankan oleh

Lebih terperinci

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal 9. URUSAN PENANAMAN MODAL Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang

Lebih terperinci

9. URUSAN PENANAMAN MODAL

9. URUSAN PENANAMAN MODAL 9. URUSAN PENANAMAN MODAL Peningkatan penanaman modal di daerah dapat menjadi tolok ukur adanya perkembangan perekonomian daerah, yang dapat memacu laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam pembangunan. Negara kaya akan kepemilikan sumber daya alam belum tentu disisi lain memiliki dana yang

Lebih terperinci

P. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

P. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL LAMPIRAN XVI PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 P. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan 1. Menyusun

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan Penanaman Modal PEMERINTAH

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan Penanaman Modal PEMERINTAH - 442 - P. PEMBAGIAN URUSAN AN PENANAMAN MODAL SUB 1. Kebijakan 1. Kebijakan 1. Menyusun dan menetapkan kebijakan pengembangan penanaman modal Indonesia dalam bentuk rencana umum penanaman modal nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Singkat Organisasi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumedang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat

Lebih terperinci

P. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENANAMAN MODAL SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

P. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENANAMAN MODAL SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA - 336 - P. PEMBAGIAN URUSAN AN PENANAMAN MODAL 1. Kebijakan 1. Kebijakan 1. Menyusun dan menetapkan kebijakan pengembangan penanaman modal Indonesia dalam bentuk rencana umum penanaman modal nasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyusun strategi untuk menarik hati para pelanggan mereka (Budi, 2013: 1).

BAB I PENDAHULUAN. menyusun strategi untuk menarik hati para pelanggan mereka (Budi, 2013: 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan angka kunjungan wisatawan di Indonesia pada tahun 2013 juga meningkatkan nilai investasi di sektor pariwisata serta memberikan dampak positif terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka 142 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa peranan BKPM DIY dalam upaya mendorong penanaman

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian dan pelaporan kinerja pemerintah daerah menjadi salah satu kunci untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB PENANAMAN MODAL

URUSAN WAJIB PENANAMAN MODAL 4.1.16 URUSAN WAJIB PENANAMAN MODAL 4.1.16.1 KONDISI UMUM Proses pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan perekonomian ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI KABUPATEN BANJARNEGARA DALAM MENINGKATAN INVESTASI ASING

BAB IV STRATEGI KABUPATEN BANJARNEGARA DALAM MENINGKATAN INVESTASI ASING BAB IV STRATEGI KABUPATEN BANJARNEGARA DALAM MENINGKATAN INVESTASI ASING Pada bab ini akan menjelaskan mengenai bagaimana strategi Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam meningkatkan investasi asing.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN IKLIM PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

Medan Convention and Exhibition Center 1 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Medan Convention and Exhibition Center 1 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada masa sekarang ini penyebaran dan pertukaran informasi maupun hal-hal baru beserta masalah-masalah yang sifatnya universal terhadap kepentingan manusia selain

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAERAH

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAERAH STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAERAH Oleh Dr. Andy Corry Wardhani, M.Si. Pengantar Kabupaten dan kota di Indonesia diberi kewenangan untuk mengelola sumberdaya dan kekayaannya dengan kemampuan dan kekuatan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara. A. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara dengan Kepala

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara. A. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara dengan Kepala 112 Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara. A. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara dengan Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPT Kabupaten Kulon Progo. Nama : Bapak Ir. Robi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menggali potensi lahan daerah kabupaten wilayah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan investasi pada daerah tersebut.

Lebih terperinci

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini PENGELOLAAN WISATA KONVENSI, oleh Nyoman Dini Andiani, S.St. Par., M.Par. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 1 TAHUN 201 31 December 201 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu TUGAS POKOK DAN FUNGSI Badan Koordinasi dan Perizinan Terpadu NO STRUKTUR TUGAS POKOK FUNGSI I Badan Koordinasi dan Perizinan Terpadu Membantu Gubernur dalam menyelenggarakan pemerintahan di bidang penanaman

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang: a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2010 BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju perkembangan sistem teknologi informasi di era globalisasi ini berjalan dengan pesat seiring dengan kebutuhan manusia akan informasi. Lahirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand

BAB I PENDAHULUAN. satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika keseluruhan aktivitas pemasaran harus diringkas menjadi satu kata saja, maka kata yang keluar adalah branding. Jika semua tujuan pemasaran digabung menjadi satu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensi diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pertemuan asosiasi,

BAB I PENDAHULUAN. konvensi diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pertemuan asosiasi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wisata konvensi adalah pertemuan sekelompok orang yang secara bersama-sama bertukar pengalaman dan informasi melalui pembicaraan, mendengar, belajar dan mendiskusikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara XIII (Persero) Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai sistem manajemen strategik yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata dan muncul pada dekade tahun

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 50 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 15-T TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 50 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 15-T TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 50 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 15-T TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU KOTA

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016

DATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016 DATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016 A. INFORMASI TENTANG PROFIL PEJABAT STRUKTURAL DI BPMP KAB. SUBANG Terlampir B. INFORMASI TERKAIT TRANSPARANSI

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 59 TAHUN 2008

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 59 TAHUN 2008 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA KANTOR PENANAMAN MODAL KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2016 BELANJA LANGSUNG

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2016 BELANJA LANGSUNG PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN ( DPA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2016 BELANJA LANGSUNG NO DPA SKPD 1.16 01 02 05 5 2 URUSAN PEMERINTAHAN 1.16. 1.16 Urusan Wajib Penanaman Modal ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Solok adalah salah satu kabupaten dengan potensi wisata yang sangat besar di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Wilayah ini dikenal juga dengan sebutan Solok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

TABEL RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2015 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2016 KOTA PADANG

TABEL RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2015 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2016 KOTA PADANG TABEL RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2015 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2016 KOTA PADANG Nama SKPD: BPMP2T Kota Padang Kode Target Kebutuhan Sumber Target Kebutuhan Kegiatan Indikator Kinerja

Lebih terperinci

INTERVIEW GUIDE. Jabatan : Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Kendal. 1. Bagaiamana peran humas Kabupaten Kendal?

INTERVIEW GUIDE. Jabatan : Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Kendal. 1. Bagaiamana peran humas Kabupaten Kendal? INTERVIEW GUIDE A. Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Kendal I. Data Informan Nama : Heri Wasito Jabatan : Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Kendal II. Pertanyaan 1. Bagaiamana peran humas

Lebih terperinci

BAB V RENCANA AKSI. Bab ini akan menjelaskan beberapa aspek yang berkaitan dengan

BAB V RENCANA AKSI. Bab ini akan menjelaskan beberapa aspek yang berkaitan dengan BAB V RENCANA AKSI Bab ini akan menjelaskan beberapa aspek yang berkaitan dengan penerapan rencana bisnis Restoran Herbal Kayu Manis. Aspek tersebut meliputi waktu dan kegiatan, penanggung jawab, serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference/Convention, Exhibition). MICE

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference/Convention, Exhibition). MICE BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini industri kepariwisataan Indonesia berkembang semakin pesat terutama dalam sektor industri perhotelan dan sektor wisata konvensi, atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PENANAMAN MODAL KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini penulis akan menyimpulkan dari berbagai uraian yang telah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini penulis akan menyimpulkan dari berbagai uraian yang telah BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pada bab ini penulis akan menyimpulkan dari berbagai uraian yang telah dikemukakan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya penulis dapat menarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

STRATEGI PROMOSI DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014

STRATEGI PROMOSI DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 PEMERINTAH ACEH STRATEGI PROMOSI DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 Speech by: Ir. Netty Muharni, MURP The Pade, 29 Agustus 2013 OUTLINE PAPARAN I II III VISI DAN MISI ARAH KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL STRATEGI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan suatu siklus dalam proses menentukan kebijakan melalui urutan pilihan yang tepat dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal atau investasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal atau investasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 2007 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanaman modal atau investasi menurut undang-undang nomor 25 tahun 2007 adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam

Lebih terperinci

2.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja BPMPT Tahun 2014 dan Capaian Renstra BPMPT

2.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja BPMPT Tahun 2014 dan Capaian Renstra BPMPT BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA BPMPT TAHUN 204 2. Evaluasi Pelaksanaan Renja BPMPT Tahun 204 dan Capaian Renstra BPMPT Pada pelaksanaan Rencana Kerja Tahun 204 telah diperoleh berbagai gambaran kinerja

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN VISIT BELTIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Lebih terperinci

U R A I A N BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 23,220,498, BELANJA LANGSUNG 18,724,865,000.00

U R A I A N BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 23,220,498, BELANJA LANGSUNG 18,724,865,000.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 1.18 Urusan Pemerintahan Wajib Penanaman Modal 1.18.01 Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu KODE 00 00 5 00 00 5 1 00 00 5 1 1 BELANJA BELANJA TIDAK

Lebih terperinci

B A B III AKUNTABILITAS KINERJA

B A B III AKUNTABILITAS KINERJA B A B III AKUNTABILITAS KINERJA Pendekatan manajemen pembangunan berbasis kinerja, yang utama adalah bahwa pembangunan diorientasikan pada pencapaian menuju perubahan yang lebih baik. Hal ini mengandaikan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Lampiran : I 1. Nama Organisasi : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2. Tugas : Melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Perubahan Tahun 2016

Rencana Kerja Perubahan Tahun 2016 Lampiran Tahun 2016 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bontang BAB I P E N D A H U L U A N I.1. LATAR BELAKANG Dengan ditetapkannya UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-065.01-0/2013 DS 8062-0178-0959-3942 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN

KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RISET UNGGULAN DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2015 KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

Lebih terperinci

LAPORAN PERCEPATAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENANAMAN MODAL TAHUN 2013 (SEMESTER II)

LAPORAN PERCEPATAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENANAMAN MODAL TAHUN 2013 (SEMESTER II) LAPORAN PERCEPATAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENANAMAN MODAL TAHUN 2013 (SEMESTER II) BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH PROVINSI ACEH TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN Standar Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 33 TAHUN 2015

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 33 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 33 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015

LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015 16. URUSAN WAJIB PENANAMAN MODAL Salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat

Lebih terperinci

BAB VI Kesimpulan dan Saran. Desa Wisata Kalibuntung lebih memilih produk wisata yang berdasarkan

BAB VI Kesimpulan dan Saran. Desa Wisata Kalibuntung lebih memilih produk wisata yang berdasarkan BAB VI Kesimpulan dan Saran VI.1 Kesimpulan Desa Wisata Kalibuntung lebih memilih produk wisata yang berdasarkan dengan wahana outbound dibandingkan dengan mengembangan secara lanjut sebagai kawasan sentra

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, T

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, T No.1387, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN-RB. Penyelenggaraan MAL. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan investasi merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Investasi yang dilakukan secara tepat akan mendukung peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja OPD (Renja OPD) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA APEKSI

PROGRAM KERJA APEKSI PROGRAM KERJA APEKSI 2016 2020 BIDANG/PROGRAM TUJUAN OUTPUT INDIKATOR KEBERHASILAN 1. LINGKUNGAN HIDUP 1.1 Penguatan kapasitas ketahanan iklim dan bencana pemerintah kota 1. Memperluas dan kuat jaringan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terbuka terhadap masuknya penanaman modal terlihat dari jargon Bela Beli Kulon

BAB V PENUTUP. terbuka terhadap masuknya penanaman modal terlihat dari jargon Bela Beli Kulon BAB V PENUTUP Kesimpulan Dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak di mulai kepemimpinan Bupati Hasto Wardoyo pada 2011, pemerintah Kabupaten Kulon Progo memang tengah berupaya mendorong pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KUISIONER PENILAIAN KABUPATEN / KOTA INVESTMENT AWARD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN LEMBAR PENYATAAN

KUISIONER PENILAIAN KABUPATEN / KOTA INVESTMENT AWARD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN LEMBAR PENYATAAN KUISIONER PENILAIAN KABUPATEN / KOTA INVESTMENT AWARD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014-2015 LEMBAR PENYATAAN Mengingat kebenaran data sangat diperlukan dalam analisis bagi penentuan nominasi Investment Award

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK disampaikan oleh : Drs. F. Mewengkang, MM Asisten Deputi

Lebih terperinci

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1197, 2017 BKPM... Kinerja. Perubahan Kedua. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BOYOLALI TAHUN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BOYOLALI TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Rencana Kinerja (Renja) BPPTPM Prov.Kep.Babel TA.2016 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Visi BKPM dalam periode 2015-2019 adalah sebagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator. Kinerja Utama

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator. Kinerja Utama BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2009 BKPM. Indikator. Kinerja Utama PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 1/P/2009 TENTANG PENETAPAN DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2017

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2017 DINAS PENANAMAN MODAL DAN PENETAPAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci