BAB I PENDAHULUAN. bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. 1 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern, karena penggunaan teknologi selalu mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Suatu teknologi pada dasarnya diciptakan untuk peningkatan kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efekif dan efisien. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selain memiliki sisi positif, teknologi juga memiliki sisi negatif. Salah satu hasil kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah Internet. 2 Teknologi internet membawa manusia pada peradaban baru yang turut mempengaruhi cara berfikir, bersikap dan bertindak, dimana terjadi perpindahan realitas kehidupan dari aktivitas nyata ke aktivitas maya (virtual) yang disebut 1 Lihat Bagian Menimbang Point C pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 2 The US Supreme Court mendefinisikan internet sebagai international Network of interconnected computers,(reno V ACLU, 1997 dalam Ari Juliano Gema, 2000), yang artinya jaringan internasional dari komputer-komputer yang saling berhubungan, sehingga melewati batas-batas territorial suatu Negara, dalam Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Bandung: Refika Aditama, 2005, hal. 31

2 2 dengan istilah cyberspace. 3 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pulalah yang turut mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan bertindak. Perubahan sikap, pandangan dan orientasi warga masyarakat inilah yang mempengaruhi kesadaran hukum dan penilaian terhadap suatu tingkah laku. Apakah perbuatan tersebut dianggap lazim atau bahkan sebaliknya merupakan suatu ancaman bagi ketertiban sosial. Perbuatan yang mengancam ketertiban sosial atau kejahatan seringkali memanfaatkan atau bersaranakan teknologi. Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang tergolong baru serta berbahaya bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan kejahatan tersebut, maka dapat dilakukan usaha perencanaan pembuatan hukum pidana yang menampung segala dinamika masyarakat hal ini merupakan masalah kebijakan yaitu mengenai pemilihan sarana dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Hukum pidana seringkali digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial khususnya dalam penanggulangan kejahatan. Khususnya masalah perjudian sebagai salah satu bentuk penyakit masyarakat, satu bentuk patologi sosial. 4 Penegakan hukum pidana untuk menanggulangi perjudian sebagai perilaku yang menyimpang harus terus dilakukan. Hal ini sangat beralasan karena perjudian merupakan ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial yang dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan 3 Menurut Howard Rheingold, Cybescpace adalah sebuah ruang imajiner atau ruang maya yang bersifat artificial, dimana setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara-cara yang baru, dalam Yasraf Amir Piliang, Public Space dan Public Cyberspace : Ruang Publik dalam Era Informasi, tersedia pada inf. 4 Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 57

3 3 sosial. Perjudian merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial. 5 Perkembangan teknologi informasi dengan adanya internet, menimbulkan bentuk kejahatan baru dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling). Disinilah dapat dilihat bagaimana peran pihak kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat menangani tindak pidana perjudian melalui internet berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) undang-undang tersebut. Tindak pidana perjudian melalui internet, dilakukan melalui sistem elektronik, informasi elektronik dan dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang ITE, di samping itu alat bukti elektronik di atas dianggap sebagai perluaran alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, karena disetarakan sebagai alat bukti surat, sehingga pelaku perjudian melalui internet dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Pada tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling), website penyelenggara perjudian melalui internet dan peserta judinya, serta sms merupakan bagian dari informasi elektronik, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu alat bukti yang sah secara hukum, dalam hal ini alat bukti petunjuk. Ada beberapa kendala dalam menemukan alat bukti tersebut, 5 Saparinah Sadli, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cet. II, Bandung: Penerbit Alumni, hal. 148

4 4 berdasarkan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang ITE, penggeledahan dan/atau penyitaan sistem elektronik serta penangkapan dan penahanan pelaku cyber crime harus dilakukan atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, hal ini sulit untuk diwujudkan, karena tidak dimungkinkan mendapatkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan hal termaksud dalam waktu yang sangat singkat itu. Terlebih lagi belum ada peraturan pemerintah atas undang-undang tersebut. Oleh karena itu ketentuan di atas menjadi salah satu kendala dalam menangani kasus perjudian melalui internet ini. Sangatlah tepat jika perjudian itu dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual, karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak pemalas, sedangkan pembangunan membutuhkan individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat. 6 Sangat beralasan kemudian judi harus segera dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya karena sudah jelas judi merupakan problema sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat. 7 Salah satu usaha rasional yang digunakan untuk menanggulangi perjudian adalah dengan pendekatan kebijakan hukum pidana. Penggunaan hukum pidana ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai social control atau pengendalian sosial yaitu suatu proses yang telah direncanakan lebih dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh atau bahkan memaksa anggota-anggota masyarakat agar mematuhi norma-norma 6 B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung: Tarsito, 1980, hal Ibid, hal. 354

5 5 hukum atau tata tertib hukum yang sedang berlaku. 8 Penegakan hukum pidana untuk penanggulangan perjudian mengalami dinamika yang cukup menarik. Karena perjudian seringkali sudah dianggap sebagai hal yang wajar dan sah. Namun di sisi lain kegiatan tersebut sangat dirasakan dampak negatif dan sangat mengancam ketertiban sosial masyarakat. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Peningkatan modus dari tindak pidana perjudian yang semakin tinggi ini dapat terlihat dari maraknya tipe perjudian, misalnya togel, judi buntut, judi kupon putih, bahkan sampai yang memakai tekhnologi canggih melalui telepon, internet maupun SMS (short massage service). Pada hekekatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat, bangsa dan negara dan ditinjau dari kepentingan nasional. Perjudian mempunyai dampak yang negatif merugikan moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Di satu pihak judi adalah merupakan problem sosial yang sulit di tanggulangi dan timbulnya judi tersebut sudah ada sejak adanya peradaban manusia. Masalah judi ataupun perjudian merupakan masalah klasik yang menjadi kebiasaan yang salah bagi umat manusia. Sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi maka tingkat dan modus kriminalitas juga mengalami perubahan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pada hakekatnya judi maupun perjudian jelas-jelas bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral 8 Ronny Hanitjo Soemitro, Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung, hal. 4

6 6 Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Perjudian merupakan salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat, sehingga menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Polres Banyumas pada November 2010 telah menggerebek sebuah warung internet di Purwokerto yang biasa dijadikan ajang bermain judi bola. Polisi menggelar razia setelah mendapat informasi dari seorang pelanggan warnet. Sedikitnya sepuluh pelaku ditangkap beserta barang bukti berupa gambar di layar monitor, 12 unit komputer serta uang tunai Rp ,- dari transaksi mereka yang digunakan untuk taruhan. Kasubag Humas Polres Banyumas AKP Joko Witarso menambahkan, selama tahun 2011 polisi sudah mengamankan 50 pelaku judi, dari 26 kasus atau perkara. 9 Dalam hal kasus perjudian online, ini merupakan satu-satunya kasus perjudian bola online yang terungkap oleh Polres Banyumas dengan adanya peran aktif dari masyarakat dalam memberikan informasi kepada pihak Kepolisian Resor Banyumas. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dianggap sangatlah perlu bagi semua pihak kepolisian untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kerjasama antara lembaga-lembaga yang saling terkait dan peran serta masyarakat harus ditingkatkan pula dalam menangani kasus-kasus kejahatan perjudian bola online. Terlebih mengingat peran kepolisian sebagai pihak yang mengambil tindakan 9 Judi Togel Marak, Polres Banyumas Tangani 26kasus. Diakses pada tanggal 20 juni 2012.

7 7 pertama terhadap kejahatan perjudian bola online ini sehingga pihak kepolisian perlu meningkatkan kualitas kinerja dari para anggotanya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PERAN POLRI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PERJUDIAN BOLA ONLINE (Studi di Polres Banyumas). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana peran POLRI dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas)? 2. Faktor-faktor apa yang cenderung mendorong dan menghambat dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas)? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peran POLRI dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas). 2. Untuk mengetahui hambatan apa yang dihadapi POLRI dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian bola online (di wilayah hukum Polres Banyumas).

8 8 D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaharuan hukum nasional pada umumnya. b. Dapat menambah wawasan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam lingkup pidana yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian online yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas melalui media internet. 2. Secara Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan bagi mereka yang berminat dibidang hukum. b. Untuk dapat berperan dalam membantu para penegak hukum melakukan pemberantasan tindak pidana perjudian pada umumnya dan tindak pidana perjudian bola online pada khususnya.

9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia Polri (Kepolisian Republik Indonesia), arti kepolisian disini ditekankan pada tugas-tugas yang harus dijalankan sebagai departemen pemerintahan atau bagian dari pemerintahan, yakni memelihara keamanan, ketertiban, ketentraman masyarakat, mencegah dan menindak atau memberantas pelaku kejahatan. Sesuai dengan Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa polisi diartikan: 1) sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang, dsb.), dan anggota dari badan pemerintahan tersebut di atas (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan, dsb.). 10 Pengertian lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundanga-undangan. Istilah kepolisian dalam Undang-undang Polri tersebut mengandung dua pengertian, yakni fungai polisi dan lembaga polisi. Jika mencermati dari pengertian fungsi polisi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri tersebut fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaaan keamanan 10 W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hal. 763

10 10 dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat, sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian berbicara kepolisian berarti berbicara tentang fungsi dan lembaga kepolisian. Pemberian makna dari kepolisian ini dipengaruhi dari konsep fungsi kepolisian yang diembannya dan dirumuskan dalam tugas dan wewenangnya Tugas dan Wewenang Kepolisian 2.1 Tugas Kepolisian Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang diklasifikasikan menjadi tiga yakni: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakan hukum; memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Di dalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri memiliki tanggungjawab terciptanya dan terbinanya suatu kondisi yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sadjijono di dalam menyelenggarakan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut melalui tugas preventif dan tugas represif. Tugas dibidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Faktor- 11 Sadjijono, Mengenal hukum Kepolisian (Perspektif Kedudukan dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi), Surabaya: LaksBang Mediatama, 2008, hal. 5

11 11 faktor yang dihadapi pada tataran preventif ini secara teoritis dan teknis kepolisian, mencegah adanya Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) tidak berkembang menjadi Police Hazard (PH) dan muncul sebagai Ancaman Faktual (AF). Sehingga dapat diformulasikan apabila niat dan kesempatan bertemu, maka akan terjadi kriminalitas atau kejahatan (n + k = c), oleh karena itu langkah preventif, adalah usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan atau kriminalitas. 12 Tugas di bidang represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum termasuk didalamnya pihak kepolisian setelah adanya tindak kejahatan atau tindak pidana. Yang termasuk dalam tindakan represif adalah penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana. Tugas pokok kepolisian yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tersebut dirinci dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang terdiri dari: a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dijalan; 12 Sadjijono, Ibid, hal. 117

12 12 c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/ atau pihak yang berwenang; j. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta k. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.2 Wewenang Kepolisian Kepolisian Negara Republik indonesia dalam melaksanakan wewenangnya bukan tanpa batas, melainkan harus selalu berdasarkan hukum,

13 13 karena menurut penjelasan UUD 1945 dirumuskan Bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Guna terselenggaranya fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan wewenang yang pada hakekatnya berupa kekuasaan negara di bidang kepolisian untuk bertindak atau untuk tidak bertindak baik dalam bentuk upaya preventif mapun upaya represif. Wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Polri umumnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakan yang dilakukan polisi dengan azas Legalitas dan Plichmatigheid yang sebagian besar bersifat preventif dan yang kedua adalah wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan tugas sebagai alat negara penegak hukum khususnya untuk kepentingan penyelidikan, dimana sebagian besar bersifat represif. 13 Wewenang umum tersebut akan memberikan hak kepada petugas polisi untuk dapat mengeluarkan perintah-perintah dengan keharusan untuk ditaati sepanjang masih dalam lingkup tugas kepolisian. Perintah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan maupun dalam bentuk yang lainnya. 14 Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: 13 Warsito Hadi Kusumo, Hukum Kepolisian Di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005, hal Ibid, hal. 101

14 14 a. menerima laporan dan/atau pengaduan; b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Sedangkan dalam ayat (2), Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang : a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

15 15 b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait; j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional; k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan pasal 14 dibidang proses pidana, maka kepolisian mempunyai wewenang yang telah diatur secara rinci pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, yaitu: a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

16 16 b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan; i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Seorang anggota polisi dituntut untuk menentukan sikap yang tegas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Apabila salah satu tidak tepat dalam

17 17 menentukan atau mengambil sikap, maka tidak mustahil akan mendapat cercaan, hujatan, dan celaan dari masyarakat. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin dan nurani bagi setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik. Dengan demikian akan terwujud konsep kepolisian yang baik sebagai prasyarat menuju good governance. Dalam pasal 18 UU kepolisian, Selain tugas dan wewenang yang disebutkan di dalam UU Kepolisian ini, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk kepentingan umum, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Tindakan menurut penilaian sendiri ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Tinjauan Peran Polisi dalam Penegakan Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa atau bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu peristiwa, 15 sehingga peranan dapat diartikan sebagai langkah yang diambil seseorang atau kelompok dalam menghadapi suatu peristiwa. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, Peranan (role) merupakan aspek dinamika dari status (kedudukan), apabila seseorang atau beberapa orang 15 W.J.S. Purwodarminto, op. cit, hal. 751

18 18 atau organisasi yang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia atau mereka atau organisasi tersebut telah melaksanakan suatu peranan. 16 Beliau juga mengutip pendapat Levinson bahwa peranan mencakup paling sedikit 3 hal, yaitu: 1) Peranan adalah meliputi sarana yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini menempatkan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) Peranan dapat juga dikatakan sebagai perihal individu yang penting dalam struktur sosial. 17 Berdasarkan pengertian di atas, peranan mengandung makna sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Dimana setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. 16 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1987, hal Ibid. hal. 221

19 19 Khusus mengenai peran Kepolisian dinyatakan dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. sebagai berikut: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Secara sosiologis maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu didalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya hak-hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hal sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas, suatu peranan tertentu dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut : Peranan yang ideal (ideal role) 2. Peranan yang seharusnya (expected role) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role) 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). Masalah Peranan dianggap Penting, oleh karena pembahasan mengenai penegakan hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang sangat terkait oleh hukum tetapi dalam 18 Soerjonno Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Bandung: Alumni, 1982, hal. 20

20 20 penerapannya, penilaian pribadi juga memegang peranan. Didalam penegakan hukum diskresi sangat penting, oleh karena : Tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia. 2. Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundangundangan didalam masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpastian. 3. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana dikehendaki oleh pembentuk undang-undang. 4. Adanya kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus. B. Tinjauan Tentang Perjudian 1. Definisi Judi dan Jenis-jenis Perjudian 1.1 Definisi Judi Judi atau permainan judi atau perjudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan. 20 Berjudi ialah Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula. 21 Perjudian menurut Kartini Kartono adalah: Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan pertandingan, perlombaan dan kejadiankejadian yang tidak/belum pasti hasilnya. 22 Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP menyatakan sebagai berikut: Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam perlombaan-perlombaan yang 19 Ibid, hal Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hal Ibid, hal Kartini Kartono, op. cit, hal. 56

21 21 diadakan antara dua orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain. 23 Perjudian menurut KUHP dalam Pasal 303 ayat (3) yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkan bahwa: Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Berdasarkan yurisprudensi MA No.130/K/Kr/1972 tanggal 8 januari 1985 tentang perjudian, permainan Lotre Buntut harus dipandang sebagai judi yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 303 ayat 3 KUHP jo pasal 1 UU No.7 tahun Perjudian ditinjau dari KUHP pasal 303 ayat (3) jo pasal 27 ayat (2) UU no.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. Kemudian dilihat dari aspek KUHPerdata pasal 1774 tentang perjanjian untunguntungan : suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. 23 Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1962, hal. 220.

22 Jenis-jenis Perjudian Pada masa sekarang, banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta keterampilan dijadikan alat judi. Umpamanya pertandinganpertandingan atletik, badminton, tinju, gulat dan sepak bola. Juga pacuan-pacuan misalnya: pacuan kuda, anjing balap, biri-biri dan karapan sapi. Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas ketegangan sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Di samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu. Dalam PP No. 9 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian, perjudian dikategorikan menjadi tiga : 1. Perjudian di kasino yang terdiri dari Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine (Jackpot), Ji Si Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran). Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe serta Kiu-Kiu. 2. Perjudian di tempat keramaian yang terdiri dari lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran), lempar gelang, lempar uang (Coin), kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, kailai, mayong/macak dan erek-erek.

23 23 3. Perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan yang terdiri dari adu ayam, adu sapi, adu kerbau, pacu kuda, karapan sapi, adu domba/kambing. Bahkan perjudian saat ini sudah menjadi industri terutama di bidang olahraga. Salah satu olahraga yang saat ini menjadi olahraga paling populer di dunia adalah sepakbola dan sudah sering menjadi bahan taruhan hasil pertandingan dari sepakbola yang bisa dilakukan secara konvensional maupun online. Jika kita perhatikan perjudian yang berkembang dimasyarakat bisa dibedakan berdasarkan alat/sarananya yaitu ada yang menggunakan hewan, kartu, mesin ketangkasan, bola, video, internet dan berbagai jenis permainan olah raga. Ketentuan di atas mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang sepanjang termasuk kategori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP jo pasal 27 ayat (2) UU no.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang konvensional menjadi lebih modern. Jenis kegiatannya mungkin sama, namun dengan media yang berbeda yaitu dalam hal ini internet, suatu kejahatan akan lebih sulit diusut, diproses, dan diadili. Kejahatan yang seringkali berhubungan dengan internet antara lain perjudian yang dilakukan melalui internet (internet gambling), yang tidak lagi menjadi kejahatan konvensional saja, tetapi juga sebagai kejahatan yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan media internet, yang salah satunya yaitu tindak pidana perjudian bola online.

24 24 2. Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Sumber utama hukum pidana di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah mulai berlaku di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda. Dahulu ketentuan mengenai perjudian dalam KUHP diatur dalam dua Pasal yaitu Pasal 303 KUHP dan Pasal 542 KUHP. Pasal 303 KUHP dikualifikasikan sebagai kejahatan, sedangkan Pasal 542 KUHP dikualifikasikan sebagai pelanggaran. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, Pasal 303 ayat (1) KUHP dan Pasal 542 ayat (1) dan ayat (2) KUHP diubah dan diperberat sanksi pidananya. Kemudian berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Pasal 542 KUHP ditiadakan, dijadikan Pasal 303 bis dengan beberapa perubahan yang mengubah sanksinya. Untuk mewujudkan masyarakat bebas dari perjudian maka sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana perjudian diperberat. Tindak pidana perjudian diatur dalam pasal 303 KUHP, Pasal 303 bis KUHP dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 yang pada konsideran huruf a menyebutkan bahwa perjudian pada hakekatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Adanya perjudian melalui internet (internet gambling), harus dapat dibuktikan berdasarkan alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang. Berbicara tentang pembuktian pada perjudian melalui internet tidak terlepas dari ketentuan mengenai alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE). Pada

25 25 Pasal 5 ayat (1) UU ITE disebutkan bahwa Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU ITE, yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sementara itu, Pasal 1 angka 4 UU ITE menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengan melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Apabila ditelaah, maka Website penyelenggara perjudian melalui internet dan peserta judinya, serta sms merupakan bagian dari informasi elektronik, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu alat bukti yang sah secara hukum. Sementara itu, Pasal 5 ayat (2) UU ITE juga menegaskan bahwa Informasi elektronik dan/atau Dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atas merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Terlihat jelas bahwa Website

26 26 penyelenggara perjudian melalui internet, serta sms peserta judinya merupakan salah satu bagian dari informasi elektronik yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah secara hukum, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan mengenai alat bukti dan pembuktian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam hal ini perluasan dari alat bukti petunjuk. Dengan demikian, Website penyelenggara perjudian melalui internet, E- mail serta sms peserta judinya memiliki kekuatan pembuktian sebagai salah satu alat bukti khususnya dalam kasus perjudian melalui internet ini. Selain itu, keterangan saksi dan keterangan ahli dapat dijadikan alat bukti pada proses pembuktian tindak pidana perjudian melalui internet termaksud. Proses pembuktian tindak pidana perjudian melalui internet di pengadilan sangat membutuhkan pendekatan teknis karena bukti bukti yang ditemukan dapat berupa bukti elektronik yang masih belum diakui oleh hukum acara (KUHAP), sehingga masih harus didukung dengan keterangan ahli agar dapat diterima di pengadilan. 3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perjudian Beberapa faktor penyebab terjadinya perjudian: 24 a. Faktor Sosial dan Ekonomi Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian sering kali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Selain itu kurangnya pendidikan moral dan pengawasan oleh orang tua terutama pada generasi muda, sulitnya mencari pekerjaan sehingga mereka memilih untuk 24 diakses tanggal 14 mei 2012.

27 27 melakukan perjudian, pengaruh lingkungan sekitar yang mendukung adanya perjudian dan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya semakin jauh, sehingga si miskin berlomba-lomba untuk menjadi kaya meskipun dengan cara berjudi. b. Faktor Situasional Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). c. Faktor Belajar Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat atau diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah atau sesuatu yang menyenangkan.

28 28 d. Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. 4. Akibat-akibat Perjudian Perjudian bukan merupakan masalah baru dalam masyarakat Indonesia, sejak dulu sampai sekarang praktik perjudian selalu ada. Kejahatan ini mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah faktor sosial dan ekonomi yang berperan dalam perkembangan perjudian. Menurut ilmu kriminologi, tindak pidana perjudian dapat disebut sebagai kejahatan tanpa korban (crime without victim) karena yang menderita adalah pelaku tindak pidana perjudian itu sendiri. Namun jika dianalisa lebih dalam, tindak pidana perjudian juga dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban. Perjudian akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi sehingga bisa menjadi pemicu kejahatan yang lain. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana yang dapat merusak ekonomi, moral, psikologis, biologis, kebudayaan bahkan dalam suatu masyarakat. Negara yang mempunyai masyarakat yang menyukai berjudi dapat

29 29 dipastikan akan menjadi negara yang rusak, bahkan hancur dalam seketika, karena perjudian dapat merusak sendi-sendi pembangunan dalam suatu negara. Beberapa akibat dalam perjudian: 25 1) Beberapa orang akan menjadi ketagihan. Mereka tidak dapat berhenti berjudi, dan kehilangan banyak uang. 2) Kadang-kadang judi tidaklah adil. Jika anda menang atau kalah, anda harus membayar sejumlah uang. Berdasarkan beberapa masalah dalam perjudian diatas, timbul banyak masalah sosial pada berbagai bidang kehidupan salah satunya bidang ekonomi, antara lain : a. Karena ketagihan dan tidak punya uang, biasanya penjudi berbuat nekat demi mendapat uang kembali seperti mencuri, merampok, ini merupakan tindakan kriminal. b. Karena terus-terusan kalah judi, penjudi banyak kehilangan uang sehingga dapat mengakibatkan kemiskinan. 3) Pada psikologis, besar kemungkinan penjudi yang kalah main akan mengalami stress ataupun kegilaan karena telah banyak kehilangan uang. 4) Pada bidang biologis, perjudian membuat para penjudi memiliki daya tahan tubuh yang lemah, ini dikarenakan biasanya perjudian dilakukan pada malam hari hingga pagi hari. Seseorang yang terlalu banyak menghirup udara malam, sangatlah tidak baik bagi kesehatan. 25 Fandi Aditiya Ricky.2010, http;//raf1816phyboy.blogspot.com/2010/02/judi-dan-togel-ditinjauoleh-sosiologi.html (20 Juni 2012)

30 30 5) Menurut bidang kebudayaan, perjudian membuat penjudi menjadi malas bekerja sehingga tidak dapat menghidupi dirinya dan keluarganya. Selain itu agama juga melarang perjudian. 5. Aspek Keperdataan dalam Perjudian Perjudian merupakan suatu permasalahan yang tidak hanya diatur di KUHP saja, tetapi juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW). Perjudian terdapat di dalam bab ke lima belas tentang perjanjian untung-untungan. Pasal-pasal yang mengatur tentang perjudian adalah pasal 1774, 1788, 1789, 1790 dan 1791 BW. Pasal1774 BW : Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : Perjanjian pertanggungan; Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 26 Pasal 1788 BW : Undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian dan pertaruhan Tjitrosudibjo dan Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1999, halaman Ibid, halaman 457

31 31 Pasal 1789 BW : Dalam ketentuan tersebut di atas namun itu tidak termasuk permainanpermainan yang dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti main anggar, lari anggar, lari cepat dan lain sebagainya. Meskipun demikian, Hakim dapat menolak atau mengurangi gugatan, apabila uang taruhannya menurut pendapatnya lebih dari sepantasnya. 28 Pasal 1790 BW : Tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuanketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan utang. 29 Pasal 1791 BW : Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya, sekali-kali tak diperbolehkan menuntutnya kembali, kecuali apabila dari pihak pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan. 30 Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perjudian merupakan perjanjian untung-untungan yaitu suatu perjanjian yang mewajibkan si penanggung membayar ganti rugi kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan benar-benar terjadi. Namun jika peristiwa yang diperjanjikan tidak terjadi, maka penanggung dapat menikmati uang jaminan yang diberikan oleh tertanggung. Perjudian merupakan perbuatan yang dilarang juga dalam hukum perdata, karena pasal 1788 dan 1790 BW secara tegas menyebutkan bahwa tidak ada tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena 28 Ibid, Tjitrosudibjo dan Subekti. 29 Ibid, Tjitrosudibjo dan Subekti. 30 Ibid, Tjitrosudibjo dan Subekti.

32 32 perjudian dan pertaruhan. Tuntutan hukum hanya boleh dilakukan apabila si pemenang telah melakukan kecurangan atau penipuan. C. Tinjauan Tentang Kebijakan Kriminal 1. Kebijakan Kriminal dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Secara gramatikal kebijakan berasal dari kata bijak. Menurut Hernz Eulau dan Keneth Prweitt, menyatakan bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dan mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. 31 Kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechts politiek adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Berbicara mengenai istilah kebijakan kriminal, Soedarto memaknai istilah ini dalam arti keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sosial dalam masyarakat. 32 Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, sebagaimana pendapat Barda Nawawi Arief yang dikutip oleh Agus Raharjo dan Sunaryo, maksud dari pendekatan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut 33 : a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan sosial politik; 31 Charles o. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, hal Soedarto, Kapita Selekta Pidana, Bandung : Alumni, 1982, hal Agus Raharjo dan Sunaryo, Cyber Porn (Studi Tentang Aspek Hukum Pidana Pornografi di Internet, Pencegahannya dan Penanggulangannya), (Purwokerto : Jurnal Kosmik Hukum UMP Vol.2 No.2 Tahun 2002), hlm.94.

33 33 b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal. Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. G. Peter Hoefnagels menyatakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan 34 : a. Penerapan hukum pidana; b. Pencegahan tanpa pidana; c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa. Berdasarkan konsep upaya penanggulangan kejahatan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya penanggulangan kejahatan memiliki 2 (dua) metode, yaitu melalui jalur penal (hukum pidana) dan non penal (bukan atau di luar hukum pidana), dalam pembagian tersebut, poin 2(dua) dan 3(tiga) dapat dikategorikan sebagai upaya non penal. Upaya penanggulangan dengan upaya penal dapat dikatakan sebagai upaya represif, sedangkan jalur non penal dapat dikatakan sebagai upaya pencegahan atau preventif, sebagaimana dikatakan oleh Soedarto sebagai berikut : Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan atau pemberantasan atau penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan atau penangkalan atau pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan 34 Setya Wahyudi, Diktat Politik Kriminal, Purwokerto : Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, hal.25

34 34 sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represifpada hakekatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. 35 Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Pelaksanaan dari politik hukum pidana harus melalui beberapa tahap kebijakan yaitu 36 : 1. Tahap formulatif yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. 2. Tahap Aplikasi yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. 3. Tahap Eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Kasus-kasus Cyber Crime merupakan akibat lemahnya perlindungan informasi daripada diakibatkan oleh pelaku kejahatan sehingga perlu diberikan lebih banyak infomasi mengenai kelemahan/kerentanan dari sistem komputer dan sarana perlindungan efektif. Kebijakan non penal bisa berupa pendekatan budaya/kultural dalam kebijakan penanggulangan cyber crime yaitu membangun/membangkitkan kepekaan masyarakat dan aparat penegak hukum 35 Setya Wahyudi, Ibid 36 Al. Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Yogyakarta : Atma Jaya, 1999, hal.11

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) Tanggal: 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. 3192 Tentang: Indeks: PELAKSANAAN PENERTIBAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur :

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur : 1.2. Pengertian Judi Dalam Ensiklopedia Indonesia[1] Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP )

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana Pengeroyokan dan Perusakan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah memuat pasal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana Pengeroyokan dan Perusakan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah memuat pasal yang 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pengeroyokan dan Perusakan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah memuat pasal yang mengatur tentang tindak pidana yang dengan terang-terangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Perjudian Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perjudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu masyarakat terdapat nilai-nilai yang merupakan suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

http://www.warungbaca.com/2016/12/download-undang-undang-nomor-19-tahun.html UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE

JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE Disusun oleh : WISNU MURTI NPM : 08 05 09883 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 38 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN F. Pengertian Polisi Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan. ketertiban (Satjipto Rahardjo, 2009:117).

BAB II KAJIAN TEORI. akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan. ketertiban (Satjipto Rahardjo, 2009:117). BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi 1. Pengertian Polisi Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak terhadap perilaku sosial masyarakat, termasuk juga perkembangan jenis kejahatan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkenaan dengan pembangunan teknologi,dewasa ini seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkenaan dengan pembangunan teknologi,dewasa ini seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkenaan dengan pembangunan teknologi,dewasa ini seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi melalui internet (Interconnection Network), peradaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik,

BAB I PENDAHULUAN. proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain

I. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain 14 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Kejahatan 1. Pengertian Upaya Penanggulangan Kejahatan Upaya penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, hal ini diatur tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara hukum asas taat dan hormat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah substansi (materi pokok) dari Pasal 303

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah A. Latar Belakang Keamanan dan ketertiban di dalam suatu masyarakat merupakan masalah yang penting, dikarenakan keamanan dan ketertiban merupakan cerminan keamanan di dalam masyarakat melaksanakan kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan 52 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yang telah dilakukan

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan suatu hal yang masih di persoalkan. Banyaknya kasus yang berhasil di temukan oleh penegak hukum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, mengatakan bahwa Teknologi Informasi semakin dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti strafbaar feit. Dalam perundang-undangan negara kita II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam Hukum Pidana. Istilah tindak dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Strafbaarfeit. Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) atau lembaga negara terhadap pembuat delik 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Strafbaarfeit. Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) atau lembaga negara terhadap pembuat delik 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa belandanya adalah Strafbaarfeit.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 81, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3710) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan dimana kedudukan itu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOLAKA UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Daerah Kolaka Utara adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjudian adalah sebuah tindak pidana yang banyak dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjudian adalah sebuah tindak pidana yang banyak dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjudian adalah sebuah tindak pidana yang banyak dilakukan oleh masyarakat hingga menjadi suatu hal yang dianggap sudah biasa dikalangan para pejudi. Perjudian

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional di bidang hukum adalah terbentuk dan berfungsinya sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA Oleh : ABSTRACT Diskresi represent the kewenangan free from the Police [of] Republic Of Indonesia to determine the stages;steps in course of crime. Diskresi

Lebih terperinci

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA Oleh : ABSTRACT Diskresi represent the kewenangan free from the Police [of] Republic Of Indonesia to determine the stages;steps in course of crime. Diskresi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 28 TAHUN 1997 (28/1997) Tanggal : 7 OKTOBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/81;

Lebih terperinci

*10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN UU 28/1997, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA *10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apa yang sering dihasilkan oleh kemajuan teknologi, tentu mempunyai berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek penyalahgunaannya. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin modern suatu masyarakat, semakin banyak bidang-bidang kehidupan yang di atur oleh hukum. Hal ini terutama disebabkan oleh karena suatu masyarakat modern

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT Keberadaan organisasi Polri di dalam lingkup TNI dan menyatu dangan ABRI seperti yang terjadi pada masa Orde Baru menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan cepat, karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai dampak serius dalam kelompok tindak pidana kesusilaan. Saat ini perjudian telah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentukbentuk kejahatan juga senantiasa

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR Oleh I Ketut Adi Widhiantara I Wayan Suardana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci