BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN"

Transkripsi

1 BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN A. Persyaratan dan Pengertian Rumah Susun Dalam UURS, Pasal 1 menyebutkan bahwa yang diartikan dengan rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan dan terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Sementara itu, pengertian Hak Milik Satuan Rumah Susun / HMSRS adalah hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan SRS bersangkutan (Pasal 8 (2) dan (3) UURS). Macam-macam rumah susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) 45 yaitu sebagai berikut. a. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara 45 Muhyanto Cs, Ibid, hlm

2 fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satu satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. b. Apartemen adalah kepemilikan bersama, bangunan yang terdiri dari beberapa unit untuk tempat tinggal. Biasanya dikonsumsi oleh masyarakat konsumen menengah ke atas. c. Condominium, adalah milik bersama, daerah yang dikuasai bersama-sama, gedung bertingkat. 46 Semua pembangunan rumah susun, apartemen, condominium, tersebut di atas, termasuk flat, town house (pembangunan secara vertikal) semuanya mengacu kepada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun sebagai dasar hukum pengaturannya. Hal ini disebabkan dalam bahasa hukum semuanya disebut rumah susun dan saat ini belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur tentang apartemen dan condominium. Di samping itu, rusun, apartemen, dan condominium memiliki kesamaan dalam fungsi dan pendefinisian hak dan kewajiban pemilik unitnya dalam kerangka strata title sehingga saat ini semuanya menggunakan UU rusun sebagai acuan. Perbedaan utama dari ketiganya adalah dari segi kelas atau tingkat kemewahan antara lain dalam aspek luas ruang-ruang di dalam unit, bahan banguna yang digunakan, jenis dan kecanggihan fasilitas (bagian bersama dan benda 46 Elmaliza, Kepemilikan Bersama Terhadap Tanah Pertapakan Atas Bangunan Rumah Susun Yang Dikuasai Dengan Sistem Strata Title, Tesis, Fakultas Hukum, Medan, 2010.

3 bersama) yang tersedia yang semuanya akan mempengaruhi harga jual dan otomatis juga menentukan segmentasi dari pembeli unit property tersebut. Berdasarkan tiga jenis rumah susun di atas, banyak orang menganggap bahwa yang dimaksud rumah susun adalah sebatas pengertian Rusuna sedangkan rumah susun mewah bukan termasuk pengertian rumah susun. Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum, keadilan, dan pemerataan serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan. Menurut Pasal 2 dan 3 UURS, tujuan pembangunan rumah susun antara lain sebagai berikut. a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya. b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian Sumber Daya Alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Menurut Arie S. Hutagalung, 47 arah kebijaksanaan rumah susun sebagaimana tercantum dalam UURS berisi 3 (tiga) unsur pokok, yaitu sebagai berikut. 1. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan dengan mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan tinggi. 2. Konsep pengembangan hukum dengan menciptakan hak kebendaan baru, yaitu SRS yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan pemilikan bersama atas 47 Arie S. Hutagalung, Op.cit, hlm. 19.

4 benda, bagian dan tanah dan menciptakan hukum baru yaitu Perhimpunan Penguhi, yang dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik SRS. 3. Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya kredit konstruksi dengan pembeban hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih akan dibangun. Berdasarkan arah kebijaksanaan tersebut di atas, tujuan pembangunan rumah susun menurut Hutagalung yaitu untuk 48 : 1. Pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat; 2. Mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras, dan seimbang; 3. Meremajakan daerah-daerah kumuh; 4. Mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan; 5. Mendorong pemukiman yang berkepadatan penduduk. Dalam Pasal 5 (2) UURS disebutkan bahwa pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh : 1. BUMN/BUMD; 2. Koperasi; 3. Badan Usaha Milik Swasta; 4. Swadaya masyarakat; 5. Kerjasama antar badan-badan tersebut sebagai penyelenggara. 48 Arie S Hutagalung, op.cit hal.20

5 Yang dimaksud BUMN/BUMD adalah badan hukum yang modalnya seluruh atau sebagian milik negara, yaitu Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah (Pemda), antara lain : Perusahaan Daerah, Perusahaan Umum, Persero. Sebaliknya, yang dimaksud Badan Usaha Milik Swasta adalah BUM Swasta yang modalnya modal nasional, BUM Swasta yang modalnya campuran asing dan nasional, dan BUM Swasta yang 100% modal asing. Sepanjang BUM Swasta tersebut memenuhi syarat sebagai Badan Hukum Indonesia, Developer wajib memberitahukan hal-hal yang menjadi kewajiban calon pemilik SRS sebelum dijual. Dengan lahirnya Perpres No. 23 Tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Rumah Susun Sederhana telah dimasukkan sebagai salah satu bidang pembangunan untuk kepentingan umum. Pemerintah/Pemda dapat melakukan pencabutan hak atas tanah milik masyarakat untuk membangun Rusuna (Pasal 2 (1.b) Jo Pasal 5 (e), dimana pencabutan hak tersebut akan dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Selanjutnya, penyelenggara pembangunan rumah susun (BUMN- Perumnas/BUM Swasta) seyogianya harus mengetahui hak-hak atas tanah yang boleh dibangunnya (Pasal 7 UURS), yaitu : Hak Milik, HGB, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan. Pembangunan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan teknis dan administratif yang ditetapkan dalam Pasal 6 UURS Jo. PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan

6 administratif yang lebih berat karena rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa. Rumah susun merupakan gedung bertingkat yang akan dihuni banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan, keselamatan, dan kenikmatan dalam penghuninya. Dalam penjelasan Pasal 6 UURS, persyaratan teknis antara lain mengatur tentang ruang, struktur, komponen dan bahan bangunan, SRS, bagian dari benda bersama, kepadatan dan tata letak bangunan, dan prasarana dan fasilitas lingkungan. Adapun persyaratan administratif yang dimaksud adalah izin lokasi (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L) dan Surat izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin layak huni, dan sertifikat tanahnya). Berdasarkan persyaratan administratif tersebut, pembangunan rumah susun dan lingkungannya harus dilaksanakan berdasarkan perizinan yang dikeluarkan Pemda setempat. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia baik itu sebagai tempat tinggal, usaha perkantoran, usaha berjualan dan lain sebagainya. Namun demikian tidak semua masyarakat dapat menikmati dan memiliki rumah yang layak, sehat, aman dan serasi, terutama di daerah perkotaan yang berpendudukan padat. Kita semua mengetahui bahwa untuk mencari rumah yang layak diperkotaan sangatlah sulit hal ini disebabkan karena keterbatasan tanah. Oleh karena keterbatasan tanah tersebut, maka pemerintah mengambil langkah dan tindakan membangun perumahan secara vertikal yang dikenal dengan Rumah Susun (RS) yang tidak membutuhkan

7 lahan/tanah yang luas. Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 yang berbunyi sebagai berikut : Rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. 49 Jadi rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis dari pada bangunan gedung bertingkat, yang senantiasa mengandung pemilikan perseorangan/individual dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Disamping Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Dalam penjelasan umum dari Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa untuk pelaksanaan dari Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang rumah susun, yang memberikan aturan penerapan dalam rangka memecahkan semua permasalahan hukum yang mengandung Sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama (condominium), baik terhadap rumah susun sebagai tempat hunian dan bukan hunian, baik yang telah dibangun atau diubah peruntukannya maupun sebagai landasan bagi pembangunan baru. 50 Peraturan Pemerintah ini lebih banyak mengarah kepada pengaturan teknis pelaksanaan rumah susun sampai kepada syarat-syarat susun tersebut, izin layak huni. 49 Ibid, Pasal 1 angka 1 50 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.

8 Menurut Oloan Sitorus dan Balans Sebayang ada 3 (tiga) bentuk sistem pemilikan, yaitu : a. Sistem pemilikan perseorangan b. Sistem pemilikan bersama yang terikat c. Sistem pemilikan perseorangan yang sekaligus dilengkapi dengan sistem pemilikan bersama yang bebas (condominium). 51 Dilihat dari ketiga kategori diatas, maka rumah susun jelas merupakan kategori sistem pemilikan ketiga, karena di dalam rumah susun terkandung sistem pemilikan perseorangan dengan hak bersama yang bebas. Bagian dari rumah susun yang dimiliki secara perseorangan/individual disebut dengan satuan rumah susun. Satuan rumah susun dapat dimiliki secara individual. (1) Satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pemilik satuan rumah susun harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, 36 dan 42 UUPA Nomor 5 Tahun Dalam hal tanah bersama berstatus hak milik, yang dapat memiliki satuan rumah susun yang bersangkutan, terbatas pada perseorangan, Warga negara Indonesia yang tidak memiliki kewarganegaraan ganda. Khusus untuk badan-badan hukum yang dapat memiliki satuan rumah susun di atas tanah hak milik bersama, adalah badan-badan hukum yang ditunjuk oleh Peraturan 51 Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 1998, hlm. 18.

9 Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 diantaranya Bank-Bank yang didirikan oleh negara, badan-badan sosial dan keagamaan serta koperasi pertanian yang memenuhi syarat. (2) Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. 52 Bahwa dalam rangka menjamin kepastian hak bagi pemilikan satuan rumah susun, diberikan alat pembuktian yang kuat berupa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun tersebut terdiri atas : 1. Salinan buku tanah dan surat ukur hak tanah bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki. 3. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan. Hak milik atas satuan rumah susun yang dimaksud dalam Pasal 8 UURS tersebut meliputi hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan rumah susun yang bersangkutan. Adapun yang disebut dengan bagian bersama dalam bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan rumah susun. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian dari rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama, seperti taman, tempat parkir, tempat bermain dan tempat ibadah 52 Op.cit, Pasal 8 angka 1

10 yang sifatnya terpisah dari struktur bangunan rumah susun. Sedangkan tanah bersama dalam tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan lain izin bangunan. Guna memberikan kedudukan atau sebagai dasar untuk memberikan kedudukan sebagai benda tak bergerak yang dapat menjadi objek pemilikan serta untuk memberikan landasan bagi sistem pemilikan atas satuan rumah susun diwajibkan adanya pengaturan atas bagian bangunan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah yang mengandung hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, yang dikenal dengan pemisahan. 53 Pemisahan tersebut menjadi kewajiban penyelenggara pembangunan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat 3 UU No. 16 tahun 1985 sebagai berikut: Penyelenggara pembangunan wajib memisahkan rumah susun atau satuan dan bagian-bagian dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberikan kejelasan atas : a. Batas satuan yang dapat digunakan secara terpisah untuk perseorangan. b. Batas dan uraian atas bagian bersama dan benda bersama yang menjadi hak masing-masing satuan. c. Batas dan uraian tanah bersama dan besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing satuan. Pemisahan tersebut dituangkan dalam suatu akta pemisahan yaitu tanda bukti pemisahan rumah susun atau satuan-satuan rumah susun, bagian bersama benda bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian hlm Imam Sutikno, Beberapa Permasalahan Tentang Rumah Susun, Pelita Ilmu, Jakarta, 2007,

11 dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai proporsional (PP No. 4 Tahun 1988, Pasal 1 ayat 2). Dalam penjelasan umum dari Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tersebut dinyatakan bahwa kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk : a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian. b. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun menyatakan pengaturan dan pembinaan rumah susun tersebut diarahkan untuk meningkatkan usaha pembangunan perumahan yang fungsional bagi kepentingan rakyat banyak, dengan maksud untuk : a. Mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan kearah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh. b. Meningkatkan optimis penggunaan sumber daya tanah perkotaan. c. Mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi 54 Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum dan Peraturan Pemerintah tersebut, maka daerah perkotaan yang berpenduduk padat dengan jumlah tanah yang terbatas perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, sesuai dengan lingkungannya. 54 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Pasal 2 tentang Rumah Susun.

12 Sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 1985, peraturan perundangan yang mengatur rumah susun dengan segala implikasinya belum ada. Sedangkan pembangunan rumah susun diperkirakan akan terus meningkat dikarenakan makin terbatasnya persediaan tanah / lokasi diperkotaan, sementara kebutuhan akan tempat tinggal atau tempat hunian yang sehat makin meningkat pula. B. Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk : 1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer 2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer yaitu : 55 a. Hak Milik atas tanah (HM) b. Hak Guna Usaha (HGU) c. Hak Guna Bangunan (HGB) d. Hak Pakai (HP) 55 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 64.

13 Selain hak primer atas tanah di atas terdapat pula hak atas tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu : a. Hak gadai b. Hak usaha bagi hasil c. Hak menumpang d. Hak menyewa atas tanah pertanian Menurut Pasal 7 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya menurut Pasal 7 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan. Salah satu aspek yang penting dalam hukum tanah menurut UUPA adalah hubungan antara tanah dengan benda yang melekat padanya. Kepastian akan kedudukan hukum dari benda yang melekat pada tanah itu sangat penting karena menyangkut pengaruh yang sangat luas terhadap segala hubungan hukum yang

14 berkenaan dengan tanah dan benda yang melekat padanya. Sedangkan konsep kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun tidaklah sepenuhnya menganut asas pemisahan horizontal karena kepemilikan atas tanah pada satuan rumah susun merupakan kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan bangunan rumah susun, bukan merupakan kepemilikan perorangan sebagaimana yang dianut dalam asas pemisahan horizontal dalam UUPA tersebut. C. Hak Milik Atas Tanah Pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Rumah Susun Menurut Pasal 8 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985, satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pasal 8 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Pasal 8 ayat (3) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan bahwa hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yang semuanya menyatakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Pasal 8 ayat (4) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menegaskan hak atas bagian bersama, benda bersama dan hak atas tanah bersama didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama. Pasal 10 ayat (1) UURS Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi hak atas bagian bersama, benda bersama, dan

15 tanah bersama dapat beralih dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 10 ayat (2) UURS Nomor 16 Tahun 1985, pemindahan hak satuan rumah susun tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan menurut peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang- Undang No. 5 Tahun D. Status Kepemilikan Hak Atas Tanah pada Satuan Rumah Susun Berdasarkan KUH Perdata HMSRS merupakan suatu lembaga baru hak kebendaan yang diperkenalkan melalui UURS. Menurut UURS, HMSRS ini bersifat perorangan dan terpisah. Selain pemilikan atas SRS, HMSRS yang bersangkutan meliputi juga hak pemilikan bersama atas apa yang disebut bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Oleh karena pemilik SRS meliputi atas tanah bersama, SRS hanya dapat dimiliki perorangan/badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama (Pasal 8 UURS). Pemisahan hak dan batas pemilikan atas SRS tersebut telah diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Pasal 38 dan 41 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. HMSRS ini bukan merupakan hak kebendaan atas tanah sebagaimana yang diatur dalam UUPA tersebut di atas. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi dengan SRS. Misalnya kolom-

16 kolom, tangga, atap, jalan keluar-masuk dari rumah susun, ruangan untuk umum, pondasi dan lain-lain. Bagian bersama ini tidak dapat dimanfaatkan sendiri oleh pemilik SRS karena merupakan hak bersama para pemilik SRS. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara terpisah, yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batas-batasnya dengan persyaratan izin bangunan. Pasal 7 UURS menetapkan bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas tanah Negara, atau Hak Pengelolaan. Hak atas tanah bersama ini sangat menentukan dapat tidaknya seseorang/badan hukum memiliki SRS. Benda bersama adalah benda-benda yang bukan merupakan bagian dari rumah susun melainkan dimiliki bersama serta tidak terpisahkan untuk pemakaian bersama. Misalnya taman, fasilitas olah raga dan rekreasi, alat pemadam kebakaran, jaringan air bersih, listrik, gas atau telepon, saluran pembuangan limbah/hujan/sampah, lift/eskalator, dan lain-lain. Menurut Imam Kuswahyono 56, sistem pemilikan atas suatu gedung bertingkat dapat dibagi 2 (dua), yaitu : 1. Pemilikan tunggal (single ownership); 2. Pemilikan bersama (multi ownership). Pemilikan tunggal dilihat dari pemilikan tanah tempat gedung bertingkat itu berdiri sehingga pemegang sertifikat juga merupakan pemilik gedung. 2004, hlm Imam Kuswahyono, Hukum Rumah Susun, Bayumedia Publishing, Malang, Jatim, Agustus

17 Adapun sistem pemilikan bersama dibagi dua dengan melihat adanya atau tidaknya ikatan hukum yang lebih dulu ada diantara pemilik gedung bertingkat itu, yaitu sebagai berikut. 1. Pemilik bersama yang terikat, dasar utamanya adanya ikatan hukum lebih dahulu antara pemilik. Dasar pengaturannya Permendagri No. 14 Tahun Pemilikan bersama yang bebas, yaitu antara para pemilik tidak ada hubungan hukum lebih dahulu selain hak bersama menjadi pemilik untuk dipergunakan bersama. Dasar pengaturannya UURS juncto PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun. Sistem pemilikan bersama yang bebas inilah yang dikenal sebagai kondominium. Dengan demikian, kepemilikan hak atas tanah pada SRS di dalam kerangka hukum benda mengacu kepada sistem kondominium sebagaimana yang diatur dalam buku II KUHPerdata, dimana terdapat pemilikan individual atas SRS yang merupakan hak penghuni. Di samping itu terdapat hak kepemilikan bersama atas tanah dimana bangunan tersebut terletak (common areas) dan hak milik bersama atas sarana-sarana bangunan (common elements). Menurut Pasal 6 dan 77 PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun menyatakan bahwa : SRS dapat berada pada permukaan tanah, di atas tanah, di bawah permukaan tanah, sebagian di bawah dan sebagian lagi di atas permukaan tanah. SRS harus mempunyai hubungan langsung keluar atau mempunyai penghubung ke jalan umum.

18 Pasal 7 (1) Status sertifikat dapat diberikan kepada setiap orang sebagai sertifikat kepemilikan unit. Corporation akan memberikan sertifikat dalam tempo 10 hari setelah pembayaran kepada perusahaan. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di luar negeri, menurut Arie S. Hutagalung, istilah strata title lebih memungkinkan adanya kepemilikan bersama secara horizontal di samping pemilikan secara vertikal. Hal senada juga disampaikan Maria SW Sumardjono, bahwa 57 Strata title adalah suatu sistem yang memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan (parcels), yang masing-masing merupakan hak yang terpisah. Namun, di samping pemilikan secara individual, dikenal pula adanya tanah, benda, dan bagian yang merupakan milik bersama (common property). Di dalam UU Perumahan dan pemukiman, common property ini disebut dengan fasilitas sosial dan fasilitas umum, berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 1987 tentang penyerahan prasarana lingkungan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial perumahan kepada Pemda dengan komposisi 60% (bangunan) : 40% (fasos dan fasum). Konsep strata title ini dapat diterapkan pada highrise building, residential, town house, pabrik, perkantoran, dan retail. 57 Muhyanto Cs, Op.cit, hlm. 16.

19 Menurut Djuhaendah Hasan 58 pada beberapa negara termasuk Australia, Selandia Baru, Singapura, Malaysia, dan Hongkong, problem penyediaan pemilikan tanah bagi pembangunan rumah secara horizontal dipecahkan dengan pembangunan perumahan secara vertikal dengan menggunakan sistem Strata Title, yaitu sistem yang mengatur tentang bagian tanah yang terdiri dari lapisan-lapisan (strata), yaitu : lapisan bawah dan atas, dengan strata. Strata adalah bentuk plural dari stratum diartikan sebagai berikut 59. Stratum means any part of land consisting of a space of any shape below on or above the surface of the land, the dimensions of which are delineated. Untuk menjamin kepastian hukum dan keteraturan hukum dalam hal kepemilikan seseorang akan SRS di dalam kerangka hukum benda, pemilikan seseorang atas SRS haruslah mempunyai suatu tanda bukti hak atas benda tanah. Menurut Arie S. Hutagalung, 60 sebagai tanda bukti adanya hak milik atas SRS maka disediakan alat pembuktian yang kuat berupa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Bentuk dan tata cara pembuatan buku tanah serta penerbitan Sertifikat HMSRS diatur lebih rinci dalam Peraturan Ka. BPN No. 4 Tahun Adapun pembukuan HMSRS dan penerbitan sertifikat didasarkan atas keterangan/data yang dimuat dalam akta pemisahan yang telah memperoleh pengesahan Pemerintah Daerah. 58 Djuhaendah Hasan, Op.cit, hlm Djuhaendah Hasan, Ibid, hlm. 342/Land Strata Act di Singapura. 60 Arie S. Hutagalung, Loc.cit, FHUI, Depok, 1998, hlm. 40.

20 UURS dan PP No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun telah menetapkan bahwa sertifikat HMSRS adalah salah satu produk dari suatu rangkaian proses perizinan pada sistem rumah susun yang sangat tergantung kepada produk-produk perizinan yang dihasilkan sebelumnya, antara lain izin lokasi dan IMB. Berbagai perizinan yang ditetapkan PP No. 4 Tahun 1988 tersebut dinyatakan harus diatur oleh Pemda, sehingga harus ada Perda sebagai landasan pengaturan lebih lanjut. Untuk itu, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Permendagri No. 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Perda Rumah Susun. Permendagri ini diterbitkan agar Pemda mempunyai pedoman dalam menyusun Perda tentang rumah susun. Hal-hal yang diatur oleh Perda tentang rumah susun tersebut, antara lain sebagai berikut : a. Penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek pembangunan rumah susun. b. Pengaturan dan pembinaan yang meliputi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif, izin layak huni pemilikan satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya yang mempunyai karakteristik lokal berhubungan dengan tata kota dan tata daerah. c. Pengesahan pertelaan, pengesahan akta pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun. d. Pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni dalam rangka mengawasi apakah materi keduanya memenuhi ketentuan yang ada.

21 Rangkaian perizinan yang akhirnya sampai pada sertifikasi rumah susun antara lain : izin lokasi, pembebasan tanah, IMB, pengesahan pertelaan, izin layak huni, pengesahan akta pemisahan rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun, pendaftaran akta pemisahan, dan penerbitan sertifikat HMSRS. Proses pengesahan pertelaan merupakan suatu penunjukan batas masingmasing SRS, bagian bersama, benda bersama, tanah bersama beserta nilai perbandingan proporsionalnya dalam bentuk gambar dan uraian yang dibuat pengembang adalah sebagai berikut Developer mengajukan surat permohonan secara tertulis melalui Kanwil BPN kepada Gubernur Kepala Daerah. 2. Berkas permohonan tersebut di atas dilampiri dengan : a. Pertelaan rumah susun yang bersangkutan; b. IMB; c. Salinan sertifikat tanah bersama. 3. Menerima berkas permohonan tersebut Ka. Kanwil BPN akan mengundang instansi yang terkait (Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Perumahan, Biro Hukum Pemda dan Asisten Bidang Pemerintahan) guna membahas surat permohonan tersebut. Berdasarkan penelitian instansi terkait tersebut, disusunlah Surat Keputusan Pengesahan Pertelaan yang akan ditandatangani Wakil Gubernur bidang pemerintahan. Pertelaan merupakan pernyataan untuk SRS yang terdiri dari gambar, 61 Imam Kuswahyono, Op.cit, hlm. 41.

22 uraian dan NPP. Dalam NPP ini diatur hak dan kewajiban penghuni SRS. Hak penghuni berdasarkan akta pemisahan rumah susun yang terbit setelah izin layak huni sebagai dasar pemecahan sertifikat tanah menjadi SHMSRS. Keikutsertaan penghuni membentuk perhimpunan penghuni berdasarkan suatu badan hukum sesuai SK Menpera No. 06/KPTS/BPKP4N/1995. Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) mengatur hal-hal sebagai berikut Hak yaitu hak pemilik HMSRS terhadap hak atas tanah, benda dan bagian bersama. 2. Kewajiban, yaitu beban biaya pemeliharaan dan perbaikan kepemilikan bersama (tanah, benda dan bagian). 3. Nilai, yaitu dasar penentuan nilai/besarnya pinjaman terhadap HMSRS dan royal partial. Adapun mengenai hak atas tanah atau HMSRS kepunyaan bersama atau beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas dasar penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain. Mengenai hak atas tanah atau HMSRS kepunyaan bersama tersebut dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada setiap pemegang hak bersama yang bersangkutan yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama. Bentuk, isi, cara pengisian, dan penandatanganan sertifikat tersebut ditetapkan oleh Menteri (Pasal 31 PP No. 24 Tahun 1997) tentang Pendaftaran Tanah, yaitu berdasarkan Ka. BPN No Chaerul Achmad, Peraturan perundang-undangan rumah.

23 Tahun 1989 tentang bentuk dan tata cara pengisian serta pendaftaran akta pemisahan rumah susun. Dengan demikian berdasarkan SRS, sertifikat HMSRS diterbitkan sebanyak jumlah pemiliknya. Menurut Pasal 9 (2) UURS, Sertifikat HMSRS tersebut terdiri atas hal-hal berikut. a) Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. b) Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan SRS yang dimiliki. c) Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dimana kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dimana dapat dilihat dalam buku tanah HMSRS-nya. Selanjutnya, di dalam Pasal 3 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga menyebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk : a) Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, SRS, dan hak-hak lainnya yang terdaftar; b) Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah mengenai bidang tanah dan SRS yang sudah terdaftar tersebut; c) Tertibnya administrasi pertanahan. Dengan demikian, sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,

24 sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Dalam hal atas suatu bidang tanah tersebut, sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya. Jadi, pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu lima tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak ada yang mengajukan keberadaan secara tertulis (Pasal 32 ayat (1) dan (2) PP No. 24 Tahun 1997). Dalam bahasa Inggris sertifikat hak atas tanah disebut dengan titel deed, penguasaan hak atas tanah biasa disebut land tenure, dan pemilikan hak atas tanah disebut land ownership, serta bidang tanah disebut dengan parcel atau lot. Pembangunan rumah susun/srs di dalam kerangka hukum benda tanah membutuhkan investasi/dana yang sangat besar. Dana yang besar itu sulit tersedia secara tunai di kalangan pihak penyelenggara. Untuk mengatasi masalah pembiayaan pembangunan rumah susun/srs tersebut, timbul pranata baru berupa hak tanggungan dalam UURS. Rumah susun/srs dapat dijadikan sebagai jaminan kredit. Kemungkinan tersebut ditegaskan dalam Pasal 12 dan 13 UURS. Pasal 13 UURS menyatakan bahwa HMSRS sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UURS dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan jika tanahnya hak milik atau HGB, atau fidusia jika tanahnya hak pakai atas tanah negara. Namun, menurut Pasal 4 ayat 2 (UUHT) menyatakan bahwa Hak Pakai atas tanah negara yang menurut

25 ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan juga dibebankan hak tanggungan. Menurut Pasal 3 ayat (a) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan UU ini tidak berlaku terhadap hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftarkan. Berdasarkan ketentuan di atas, yang menjadi objek pokok jaminan hak tanggungan bukannya tanah 63 melainkan HMSRS-nya. Dengan demikian, hak tanggungan yang dibebankan meliputi selain SRS yang bersangkutan, juga bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebesar bagian pemilik HMSRS yang dijaminkan. Ketentuan ini diadakan untuk memungkinkan diperolehnya KPR guna membayar lunas harga satu SRS yang dibeli yang pengembaliannya dapat dilakukannya secara angsuran. KPR dapat diberikan setelah SRS yang bersangkutan selesai dibangun dan telah dilakukan pemisahan dalam satuan-satuan rumah susun yang bersertifikat. 63 Arie S. Hutagalung, Op.cit, hlm. 70.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apartemen dan Persyaratan Pembangunan Apartemen Dalam Undang-Undang Rumah Susun, Pasal 1 menyebutkan bahwa yang diartikan dengan apartemen adalah bangunan gedung

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium Bab II Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium Pertumbuhan bngunan bertingkat untuk hunian atau usaha akan semakin bertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan permukiman tidak dapat

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1985 AGRARIA. HAK MILIK. Bangunan. Kesejahteraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Sudah sewajarnya jika setiap manusia mempunyai tempat tinggal yang layak sehingga

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Rumah Susun Bersubsidi Tema : Green Architecture Lokasi : Jl. Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) Kel. Cengkareng Timur -

Lebih terperinci

BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA

BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia. Pengaturan sistem kepemilikan rumah susun diatur secara terpisah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2 PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2 ABSTRAK Rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA I. Latar Belakang 1 1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tingga dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN YANG MENGATUR STATUS KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN ATAU CAMPURAN

BAB II PERATURAN YANG MENGATUR STATUS KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN ATAU CAMPURAN 30 BAB II PERATURAN YANG MENGATUR STATUS KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN ATAU CAMPURAN A. Tinjauan Tentang Rumah Susun 1. Pengertian Rumah Susun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

Lebih terperinci

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 16 TAHUN 1985 (16/1985) Tanggal : 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/75; TLN NO. 3318 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN RUMAH SUSUN DIKOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB II. A. Ruang Lingkup Rumah Susun dan Satuan Rumah Susun. keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 40

BAB II. A. Ruang Lingkup Rumah Susun dan Satuan Rumah Susun. keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 40 25 BAB II PENGATURAN DAN PROSES PEMBERIAN JAMINAN HUTANG DENGAN HAK TANGGUNGAN ATAS HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN A. Ruang Lingkup Rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 1997 SERI D NO. 6 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 1996 TENTANG RUMAH SUSUN DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 T E N T A N G RUMAH SUSUN DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE -16- Pasal 5

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 4 TAHUN 1988 (4/1988) Tanggal : 26 APRIL 1988 (JAKARTA) Sumber : LN 1988/7; TLN NO. 3372 Presiden

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO: 15 2010 SERI: E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN DAN PERTELAAN ATAS SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN 1 KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN Oleh : Dr. J. ANDY HARTANTO, S.H., M.H., Ir., M.MT Abstract Residential flat is an efficient alternative for some circles. there are three kinds of flat

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 T E N T A N G RUMAH SUSUN DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

BAB 2 ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DAN JUAL-BELI SATUAN RUMAH SUSUN PADA RUMAH SUSUN YANG DIKEMBANGKAN OLEH PENGEMBANG A

BAB 2 ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DAN JUAL-BELI SATUAN RUMAH SUSUN PADA RUMAH SUSUN YANG DIKEMBANGKAN OLEH PENGEMBANG A BAB 2 ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DAN JUAL-BELI SATUAN RUMAH SUSUN PADA RUMAH SUSUN YANG DIKEMBANGKAN OLEH PENGEMBANG A 2.1 TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DAN JUAL-BELI SATUAN RUMAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang terbaik. Sebagai makhluk sosial, dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya tadi manusia

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Semakin mahalnya harga tanah karena banyak yang membutuhkan tanah untuk pembangunan perumahan, pemerintah membangun rumah susun terutama untuk warga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13 PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor 8 Tahun 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DI KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun 2.1.1 Pengertian Seputar Rumah Susun Rumah susun sebagaimana diatur oleh Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG PERTELAAN, SERTIFIKAT LAIK FUNGSI DAN PENERBITAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN KARAWANG,

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RUMAH SUSUN

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RUMAH SUSUN LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa diantara

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN. TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN. TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN. TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN YANG HAK ATAS TANAH BERSAMANYA BERADA DIATAS HAK PENGELOLAAN

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN YANG HAK ATAS TANAH BERSAMANYA BERADA DIATAS HAK PENGELOLAAN BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN YANG HAK ATAS TANAH BERSAMANYA BERADA DIATAS HAK PENGELOLAAN A. PENGERTIAN DASAR YANG BERKAITAN DENGAN HAK GUNA BANGUNAN 1. Pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. a. bahwa dalam pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Oleh : Julius Lobiua SH.MH HP. 081511237866, 0816824116. I. Pengantar Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 14 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 14 TAHUN 2015 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan adanya dua satuan ukur yaitu panjang dan lebar. Tanpa disadari oleh manusia, tanah mempunyai

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 50 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 50 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 50 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG PERTELAAN, AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN DAN PENERBITAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA (MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN)

TINJAUAN YURIDIS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA (MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN) TINJAUAN YURIDIS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA (MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN) Seftia Azrianti Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

HAK SEWA SATUAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI SURAKARTA

HAK SEWA SATUAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI SURAKARTA HAK SEWA SATUAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,: MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN SERTA PENGElOLAANNYA. Arie S.

MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,: MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN SERTA PENGElOLAANNYA. Arie S. 14 Hukum dan Pembangunan MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,: MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN SERTA PENGElOLAANNYA Arie S. Hutagalung PenjuaLan unit-unit kondominium

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Masyarakat yang adil dan makmur tersebut diartikan tidak hanya cukup pangan,

Lebih terperinci

PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN (P3SRS) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RUMAH SUSUN. Oleh Elsi Kartika Sari*) Abstrak

PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN (P3SRS) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RUMAH SUSUN. Oleh Elsi Kartika Sari*) Abstrak PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN (P3SRS) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RUMAH SUSUN Oleh *) Abstrak Kisruh pengelolaan rumah susun atau apartemen yang masih terjadi hingga saat ini disebabkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

PENGALIHAN IJIN MENEMPATI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

PENGALIHAN IJIN MENEMPATI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA TESIS PENGALIHAN IJIN MENEMPATI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA Oleh : Tanty Rachmawati 030410497 N DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH

Lebih terperinci