RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 Draft hasil harmonisasi 14 Okt RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, senantiasa diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. bahwa untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta untuk mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan yang membutuhkan ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan serta didukung oleh kemampuan industri pertahanan dan keamanan dalam negeri yang mandiri untuk mencapai tujuan nasional; c. bahwa ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum didukung oleh kemampuan industri pertahanan dan keamanan dalam negeri secara optimal sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap produk alat peralatan pertahanan dan keamanan luar negeri; d. bahwa untuk mewujudkan ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan secara mandiri yang didukung oleh kemampuan industri pertahanan dan keamanan dalam negeri, diperlukan pengelolaan manajemen yang visioner dengan memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik, mengandalkan sumber daya manusia yang memiliki idealisme dan intelektualisme tinggi pada berbagai tingkatan manajemen sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman;

2 e. bahwa selama ini ketentuan peraturan perundangundangan di bidang industri pertahanan dan keamanan nasional belum sepenuhnya mendorong dan memajukan pertumbuhan industri yang mampu mencapai kemandirian pemenuhan kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Industri Pertahanan dan Keamanan; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 33 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Industri Pertahanan dan Keamanan adalah industri milik negara secara sendiri atau berkelompok, untuk sebagian atau seluruhnya, menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan, memiliki sumber daya manusia yang tangguh dan berkompeten serta memiliki fasilitas produksi yang berada di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan adalah suatu proses dan cara pemberdayaan industri pertahanan dan keamanan menuju kemandirian industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dan jasa pemeliharaan alat peralatan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kementerian atau Lembaga Pemerintah NonKementerian, lembaga negara nonstruktural dan Badan Usaha Milik Negara. 3. Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan adalah segala alat perlengkapan untuk mendukung pertahanan, keamanan, dan ketertiban nasional. 2

3 4. Pengguna Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang selanjutnya disebut Pengguna adalah pihak yang menggunakan dan/atau memanfaatkan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang dihasilkan oleh Industri Pertahanan dan Keamanan. 5. Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan Keamanan yang selanjutnya disingkat KKIP adalah komite yang mengoordinasikan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian kebijakan nasional Industri Pertahanan dan Keamanan. 6. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. Pasal 2 Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan diselenggarakan dengan asas: a. prioritas; b. keterpaduan; c. berkesinambungan; d. efektif dan efisiensi berkeadilan; e. akuntabilitas; f. visioner; g. prima; h. profesionalisme; i. kualitas; j. kerahasiaan; k. tepat waktu; l. tepat sasaran; m. tepat guna; n. pemberdayaan sumber daya manusia nasional; dan o. kemandirian. BAB II TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP Pasal 3 Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan bertujuan: a. mewujudkan Industri Pertahanan dan Keamanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif; b. mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan keamanan; c. meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan dan keamanan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang handal; dan d. mewujudkan kemandirian Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 4 Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan berfungsi: a. memperkuat Industri Pertahanan dan Keamanan; b. mengembangkan teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan yang bermanfaat bagi pertahanan, keamanan, kepentingan masyarakat; c. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; d. memandirikan sistem pertahanan dan keamanan negara;dan e. membangun dan meningkatkan sumber daya manusia yang tangguh untuk mendukung Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan. 3

4 Pasal 5 Ruang lingkup Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan mencakup aspek kelembagaan, pengelolaan, pemasaran, pembiayaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan. BAB III KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Kelembagaan Industri Pertahanan dan Keamanan meliputi lembaga, kerjasama dalam negeri, perluasan usaha, peralihan kepemilikan saham, dan pengguna Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Bagian Kedua Lembaga Paragraf 1 Industri Utama Pasal 7 Industri utama merupakan Badan Usaha Milik Negara yang difokuskan pada Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 8 Kepemilikan industri utama seluruh modalnya dimiliki oleh negara. Pasal 9 Industri utama berada di bawah pembinaan kementerian pertahanan. Pasal 10 Industri utama dalam memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan mencakup industri untuk mendukung kebutuhan tempur dan industri untuk mendukung kebutuhan gerak. Paragraf 2 Industri Penunjang Pasal 11 Industri penunjang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang difokuskan pada pemenuhan kebutuhan penunjang industri utama. Pasal 12 Kepemilikan industri penunjang merupakan badan usaha yang seluruh atau paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 13 4

5 Industri penunjang berada di bawah pembinaan kementerian yang membidangi urusan Badan Usaha Milik Negara. Pasal 14 Industri penunjang dalam memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan mencakup industri untuk mendukung kebutuhan: a. komando; b. kendali; c. komunikasi; d. komputer; e. intelijen; f. pengamatan, pengintaian dan pengenalan; g. logistik; dan h. bahan dasar amunisi. Paragraf 3 Industri Pendukung Pasal 15 Industri pendukung merupakan Badan Usaha Milik Negara untuk memenuhi kebutuhan pendukung industri utama dan industri penunjang. Pasal 16 Kepemilikan industri pendukung merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 17 Industri pendukung berada di bawah pembinaan kementerian yang membidangi urusan Badan Usaha Milik Negara. Pasal 18 Kebutuhan pendukung industri utama dan industri penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 untuk mendukung kebutuhan Perlengkapan Perorangan Lapangan. Bagian Ketiga Kerjasama Dalam Negeri Paragraf 1 Umum Pasal 19 (1) Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan dapat dilaksanakan melalui kerjasama dalam negeri dengan industri swasta nasional. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang pendidikan, pelatihan, alih teknologi, penelitian, pengembangan, perekayasaan, produksi, pemasaran, dan pendanaan. Paragraf 2 Kerjasama dengan Industri Utama 5

6 Pasal 20 (1) Industri utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 hanya dapat bekerja sama dengan industri swasta nasional utama. (2) Kerjasama dengan industri swasta nasional utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila industri utama tidak dapat memenuhi kebutuhan Pengguna Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. (3) Kerjasama dengan industri swasta nasional utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh KKIP. (4) Industri swasta nasional utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KKIP. (5) Mekanisme kerjasama industri utama dengan industri swasta nasional utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Kerjasama dengan Industri Penunjang Pasal 21 (1) Industri penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 hanya dapat bekerja sama dengan industri swasta nasional penunjang. (2) Kerjasama dengan industri swasta nasional penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila industri penunjang tidak dapat memenuhi kebutuhan Pengguna Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. (3) Kerjasama dengan industri swasta nasional penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh KKIP. (4) Industri swasta nasional penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KKIP. (5) Mekanisme kerjasama industri penunjang dengan industri swasta nasional penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 4 Kerjasama dengan Industri Pendukung Pasal 22 (1) Industri pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat bekerja sama dengan industri swasta nasional pendukung. (2) Kerjasama dengan industri swasta nasional pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila industri pendukung tidak dapat memenuhi kebutuhan pengguna Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. (3) Mekanisme kerjasama industri pendukung dengan industri swasta nasional pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Perluasan Usaha Paragraf 1 Perluasan Usaha Industri Utama Pasal 23 6

7 (1) Industri utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dalam melakukan perluasan usaha industri harus memiliki izin perluasan dari Menteri Pertahanan. (2) Industri utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dalam melakukan pemindahan lokasi usaha industri harus dengan persetujuan tertulis dari Menteri Pertahanan. (3) Pelanggaran atas perluasan dan pemindahan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha industri. Paragraf 2 Perluasan Usaha Industri Penunjang dan Industri Pendukung Pasal 24 (1) Industri penunjang dan industri pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 15 dalam melakukan perluasan usaha industri harus memiliki izin perluasan. (2) Industri penunjang dan industri pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 15 dalam melakukan pemindahan lokasi usaha industri harus dengan persetujuan tertulis dari menteri yang membidangi urusan perindustrian. (3) Pelanggaran atas perluasan dan pemindahan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha industri. Paragraf 3 Perluasan Usaha Industri Swasta Nasional Pasal 25 (1) Perluasan usaha industri swasta nasional terdiri dari: a. perluasan usaha industri swasta nasional utama; b. perluasan usaha industri swasta nasional penunjang; dan c. perluasan usaha industri swasta nasional pendukung. (2) Perluasan usaha industri swasta nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin perluasan dari Menteri yang membidangi urusan perindustrian. (3) Pelanggaran atas perluasan usaha industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha industri. Paragraf 4 Pemindahan Lokasi Usaha Industri Swasta Nasional Pasal 26 (1) Pemindahan lokasi usaha industri swasta nasional terdiri dari: a. pemindahan lokasi usaha industri swasta nasional utama; b. pemindahan lokasi usaha industri swasta nasional penunjang; dan c. pemindahan lokasi usaha industri swasta nasional pendukung. (2) Pemindahan lokasi usaha Industri swasta nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dengan persetujuan tertulis dari menteri yang membidangi urusan perindustrian. (3) Pelanggaran atas pemindahan lokasi usaha industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha industri. Bagian Kelima 7

8 Peralihan Kepemilikan Saham Pasal 27 (1) Kepemilikan industri utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dialihkan kepemilikan sahamnya kepada publik dengan ketentuan modal paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) tetap dimiliki oleh negara. (2) Peralihan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mandiri; b. sebagian besar bahan baku dapat dipenuhi dari dalam negeri; dan c. harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Keenam Pengguna Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Pasal 28 Pengguna terdiri dari: a. Tentara Nasional Indonesia; b. Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; d. lembaga negara nonstruktural; e. Badan Usaha Milik Negara; dan f. pihak yang diberi izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PENYERTAAN MODAL NEGARA UNTUK PENDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN Bagian Kesatu Penyertaan Modal Negara Pasal 29 Negara Republik Indonesia melakukan penyertaan modal untuk pendirian Perusahaan Perseroan yang bergerak di bidang Industri Pertahanan dan Keamanan. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 30 Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 adalah untuk: a. meningkatkan nilai perusahaan; b. melakukan kegiatan usaha penyediaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan mencakup industri untuk mendukung kebutuhan tempur dan industri untuk mendukung kebutuhan gerak; dan c. menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf b. 8

9 Bagian Ketiga Modal Perusahaan Perseroan Pasal 31 (1) Penyertaan modal Negara Republik Indonesia pada perusahaan perseroan pada saat pendiriannya adalah kekayaan negara yang berasal dari pengalihan seluruh saham milik Negara Republik Indonesia pada industri utama. (2) Besarnya penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan neraca pembukaan perusahaan perseroan ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan keuangan. Pasal 32 (1) Dengan pengalihan saham milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), maka kedudukan negara sebagai pemegang saham pada industri utama beralih kepada perusahaan perseroan. (2) Ketentuan mengenai permodalan perusahaan perseroan dan modal dasar perusahaan perseroan diatur dalam anggaran dasar perusahaan perseroan. BAB V KKIP Bagian Kesatu Umum Pasal 33 Presiden membentuk KKIP untuk merumuskan dan mengevaluasi kebijakan mengenai Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan. Bagian Kedua Kedudukan Pasal 34 KKIP berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagian Ketiga Fungsi, Tugas, dan Wewenang Pasal 35 KKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, menyelenggarakan fungsi merumuskan dan mengevaluasi kebijakan mengenai Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan di bidang: a. perencanaan; b. penelitian, pengembangan, dan perekayasaan; c. peningkatan kompetensi sumber daya manusia; d. pendanaan dan strategi pengelolaan; e. strategi kerjasama; f. strategi pemasaran; dan g. pembinaan dan pemberdayaan Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 36 9

10 Dalam melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, KKIP mempunyai tugas: a. merumuskan kebijakan nasional yang bersifat strategis di bidang Industri Pertahanan dan Keamanan; b. mengoordinasikan pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional Industri Pertahanan dan Keamanan; c. mengoordinasikan kerja sama luar negeri dalam rangka memajukan dan mengembangkan Industri Pertahanan dan Keamanan; d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Industri Pertahanan dan Keamanan; e. menyusun dan membentuk rencana induk Industri Pertahanan dan Keamanan yang berjangka panjang; f. menetapkan standar untuk bahan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan; dan g. menyusun dan menetapkan pedoman umum perencanaan produksi. Pasal 37 Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, KKIP berwenang menentukan: a. produk Industri Pertahanan dan Keamanan yang sesuai dengan perencanaan produksi; b. industri pelaksana; c. mekanisme pendanaan; d. mekanisme pengendalian dan pengawasan; e. penggunaan produk Industri Pertahanan dan Keamanan oleh anggota KKIP; dan f. mengoordinasikan kerjasama antara Industri Pertahanan dan Keamanan dengan industri swasta nasional. Bagian Keempat Organisasi Pasal 38 (1) Ketua KKIP adalah menteri yang membidangi urusan Pertahanan. (2) Keanggotaan utama KKIP terdiri dari: a. menteri yang membidangi urusan Badan Usaha Milik Negara; b. menteri yang membidangi urusan perindustrian; c. menteri yang membidangi urusan riset dan teknologi; d. menteri yang membidangi urusan pendidikan; e. menteri yang membidangi urusan komunikasi dan informatika; f. menteri yang membidangi urusan keuangan; g. menteri yang membidangi urusan perencanaan pembangunan nasional/kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; h. Panglima Tentara Nasional Indonesia; dan i. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. (3) Keanggotaan pendukung KKIP berasal dari unsur perguruan tinggi. Pasal 39 Ketentuan mengenai susunan dan tata kerja organisasi KKIP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. BAB VI PENGELOLAAN Bagian Kesatu 10

11 Umum Pasal 40 Pengelolaan Industri Pertahanan dan Keamanan meliputi: a. standardisasi kebutuhan pengguna; b. penelitian dan pengembangan; c. sumber daya manusia; d. bahan produksi; e. produksi; f. peningkatan kapasitas produksi; g. pengadaan; dan h. kerjasama luar negeri. Bagian Kedua Standardisasi Kebutuhan Pengguna Pasal 41 (1) Pengguna membuat standardisasi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan kepada industri utama yang diputuskan oleh KKIP. (2) Standardisasi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rancangan rencana induk pengadaan. (3) Rancangan rencana induk pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan menjadi rencana induk pengadaan oleh KKIP. Bagian Ketiga Penelitian, Pengembangan, dan Perekayasaan Pasal 42 (1) Peningkatan kemampuan teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan dilakukan melalui penelitian, pengembangan, dan perekayasaan dalam suatu sistem nasional. (2) Pelaksana penelitian, pengembangan, dan perekayasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur: a. lembaga penelitian dan pengembangan; b. perguruan tinggi; c. institusi penelitian dan pengembangan, baik lembaga pemerintah maupun swasta nasional di bidang pertahanan dan keamanan; d. Pengguna; dan e. industri utama. (3) Penelitian, pengembangan, dan perekayasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh KKIP dalam meluncurkan kegiatan penelitian dan pengembangan Industri Pertahanan dan Keamanan yang bersinergi dengan kegiatan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan serta pengadaan peralatan Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 43 Penelitian, pengembangan, dan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) harus menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung Industri Pertahanan dan Keamanan menuju kemandirian dan mampu merespon perkembangan teknologi pertahanan dan keamanan. Pasal 44 11

12 Penelitian, pengembangan, dan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), yang terkait dengan formulasi rancang bangun teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat strategis bagi pertahanan dan keamanan nasional oleh industri utama bersifat rahasia. Pasal 45 Dalam rangka penelitian, pengembangan, dan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), Pemerintah dapat: a. membangun fasilitas khusus pendukung Industri Pertahanan dan Keamanan; dan/atau b. menyediakan fasilitas program pendidikan dan pelatihan khusus peningkatan mutu sumber daya manusia Industri Pertahanan dan Keamanan. Bagian Keempat Sumber Daya Manusia Pasal 46 Sumber daya manusia merupakan tenaga potensial yang dapat diandalkan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 47 (1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diperlukan untuk menguasai teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan terdiri dari unsur: a. keahlian; b. kepakaran; c. kompetensi dan pengorganisasian; dan d. kekayaan intelektual dan informasi. (2) Setiap unsur sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditingkatkan daya guna dan nilai gunanya secara terus menerus sesuai dengan standar, persyaratan, dan sertifikasi keahlian serta kode etik profesi. Pasal 48 (1) Penyiapan sumber daya manusia diperlukan untuk menguasai teknologi pertahanan dan keamanan yang sarat dengan teknologi tinggi dan ilmu terapan Industri Pertahanan dan Keamanan. (2) Penyiapan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rekrutmen, pendidikan, pelatihan, magang, dan imbalan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekrutmen, pendidikan, pelatihan, magang, dan imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 49 Penguasaan teknologi tinggi dan ilmu terapan Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) yang telah dikuasai dari proses Industri Pertahanan dan Keamanan dikembangkan pada perguruan tinggi nasional. Pasal 50 Dalam meningkatkan sumber daya manusia yang diperlukan untuk menguasai ilmu terapan Industri Pertahanan dan Keamanan, serta teknologi pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam 12

13 Pasal 48 ayat (1), Pemerintah wajib mendorong kerjasama antar semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan jaringan informasi, ilmu pengetahuan pertahanan dan keamanan, serta teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan. Bagian Kelima Bahan Produksi Pasal 51 (1) Bahan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan terdiri dari: a. bahan mentah Industri Pertahanan dan Keamanan; dan b. bahan baku Industri Pertahanan dan Keamanan. (2)Selain bahan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bahan lainnya berupa barang yang meliputi: a. barang setengah jadi Industri Pertahanan dan Keamanan; dan b. barang jadi Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 52 Bahan mentah Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a merupakan semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut dalam Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 53 Bahan baku Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b merupakan bahan mentah yang diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 54 Barang setengah jadi Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a merupakan bahan mentah Industri Pertahanan dan Keamanan atau bahan baku Industri Pertahanan dan Keamanan yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses produksi yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Pasal 55 Barang jadi Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b merupakan barang hasil Industri Pertahanan dan Keamanan yang sudah siap dipakai untuk konsumsi akhir dan/atau siap dipakai sebagai alat produksi Industri Pertahanan dan Keamanan. Pasal 56 (1) Bahan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 yang digunakan dalam Industri Pertahanan dan Keamanan harus sesuai dengan standardisasi bahan produksi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standardisasi bahan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KKIP. Pasal 57 Standardisasi bahan produksi industri pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) bertujuan untuk 13

14 menjamin mutu produk Industri Pertahanan dan Keamanan untuk mencapai daya guna produksi. Bagian Keenam Produksi Paragraf 1 Perencanaan Produksi Pasal 58 (1) Perencanaan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan wajib disesuaikan dengan pedoman umum perencanaan produksi yang ditetapkan oleh KKIP. (2) Pedoman umum perencanaan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan panduan dalam proses menjalankan perencanaan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman umum perencanaan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KKIP. Paragraf 2 Kegiatan Produksi Pasal 59 (1) Kegiatan produksi merupakan pembuatan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang siap pakai dan diproduksi oleh Industri Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan Perencanaan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1). (2) Kegiatan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengembangkan dua fungsi produksi Industri Pertahanan dan Keamanan. (3) Ketentuan mengenai kegiatan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Hasil Produksi Pasal 60 (1) Dalam meningkatkan kualitas produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, industri utama harus menghasilkan produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang optimal dan berorientasi pada produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang baru dan peningkatan kualitas produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang telah ada. (2) Dalam peningkatan kualitas produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKIP mengeluarkan bukti tanda lulus yang menyatakan bahwa Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang diproduksi telah memenuhi standardisasi kebutuhan Pengguna. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan bukti tanda lulus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan KKIP. Pasal 61 14

15 Industri utama dapat mengekspor produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bagian Ketujuh Peningkatan Kapasitas Produksi Pasal 62 Pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan melalui peningkatan kapasitas produksi Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri. Pasal 63 (1) Pemerintah memberikan perlindungan dalam peningkatan kapasitas produksi Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri. (2) Dalam rangka memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal, bea, jaminan, dan pendanaan Industri Pertahanan dan Keamanan atas pertimbangan KKIP. (3) Selain perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah harus memberikan afirmasi 0% (nol perseratus) untuk Pajak Pertambahan Nilai kepada Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri. (4) Dalam menyiapkan regulasi di bidang fiskal, bea, dan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KKIP berkonsultasi dengan menteri yang membidangi urusan perdagangan dan menteri yang membidangi urusan keuangan. (5) Ketentuan mengenai tata cara pemberian insentif fiskal, bea, jaminan, dan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 64 Pemberian perlindungan dari pemerintah terhadap Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), diberikan pada kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan, praproduksi, dan produksi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Bagian Kedelapan Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Pasal 65 (1) Pengguna wajib menggunakan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam negeri. (2) Dalam hal Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dipenuhi oleh Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri, Pengguna dapat menggunakan produk luar negeri melalui proses pengadaan. (3) Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Alat Peralatan Pertahanan belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri; b. mengikutsertakan Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri dalam bentuk produksi bersama; 15

16 c. kewajiban alih teknologi; d. jaminan tidak adanya embargo; dan e. adanya pemakaian kandungan lokal minimum 25% (dua puluh lima perseratus). (4) Kebijakan pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KKIP. (5) Sebelum dilaksanakannya pengadaan, Pengguna maupun Industri Pertahanan dan Keamanan harus sudah membicarakan spesifikasi teknis atau kebutuhan operasional terlebih dahulu. Pasal 66 (1) Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri dilakukan dengan kontrak jangka panjang. (2) Kontrak jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan pelaksanaannya dengan tuntas hingga akhir masa kontrak dan seluruh prosesnya wajib dievaluasi secara berkala oleh Pengguna dan dilaporkan kepada KKIP setiap akhir tahun. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 67 (1) Dalam hal kebutuhan mendesak, pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri dapat dilakukan dengan pembelian langsung dan/atau kontrak jangka pendek. (2) Pembelian langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dapat dilakukan diluar Industri Pertahanan dan Keamanan, namun rancang bangun tetap dilaksanakan oleh Industri Pertahanan dan Keamanan sebagai sistem integrator nasional. (3) Kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kesembilan Kerjasama Luar Negeri Pasal 68 (1) Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan dapat dilaksanakan melalui kerjasama luar negeri. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bilateral, regional, maupun multilateral. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar saling menguntungkan dengan mengutamakan kepentingan nasional. (4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diarahkan bagi percepatan peningkatan penguasaan teknologi pertahanan dan keamanan serta guna menekan beban biaya pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan. 16

17 (5) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi bidang pendidikan, pelatihan, alih teknologi, penelitian, pengembangan, perekayasaan, produksi, dan pemasaran. Pasal 69 (1) Industri Pertahanan dan Keamanan dapat melakukan kerjasama dengan Industri Pertahanan dan Keamanan luar negeri dalam penyediaan kebutuhan jangka panjang dengan persetujuan KKIP. (2) Kedutaan Besar Republik Indonesia berperan aktif dalam mendukung dan memfasilitasi kerjasama luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Kerjasama luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk perjanjian kerjasama luar negeri oleh Kementerian Pertahanan. (4) Perjanjian kerjasama luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah berkonsultasi dengan Kementerian Luar Negeri. Pasal 70 (1) Kerjasama alih teknologi dalam pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari luar negeri dilakukan dengan partisipasi Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VII PEMASARAN Pasal 71 (1) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilaksanakan bersama-sama oleh Industri Pertahanan dan Keamanan, serta Pemerintah. (2) Dalam hal, Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan berupa senjata yang mematikan harus dilaksanakan bersama-sama oleh Industri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 72 (1) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan di dalam negeri dan ke luar negeri dilaksanakan secara periodik, berjangka panjang, dan berkesinambungan. (2) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyediakan fasilitas pemeliharaan dan perawatan serta penjualan kredit ekspor bagi penjualan produk dalam negeri ke luar negeri. (3) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui koordinasi dengan Pemerintah melalui instansi atau kementerian terkait. Pasal 73 (1) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan dengan izin Menteri Pertahanan atas pertimbangan KKIP. 17

18 (2) Dalam pertimbangan kepentingan strategis nasional, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat melarang atau memberikan pengecualian pemasaran produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan tertentu. (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 74 Dalam kegiatan pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1), Industri Pertahanan dan Keamanan wajib: a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; b. memberi kesempatan kepada Pengguna untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; dan c. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pasal 75 Industri Pertahanan dan Keamanan yang menjual produk dan/atau jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. Pasal 76 (1) Industri Pertahanan dan Keamanan yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu paling singkat 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. (2) Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila: a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan; dan/atau b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. BAB VIII PEMBIAYAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembiayaan Paragraf 1 Sumber Pembiayaan Pasal 77 (1) Menteri yang membidangi urusan keuangan menetapkan kerangka pendanaan jangka panjang melalui Anggaran Pendapatan dan 18

19 Belanja Negara atas permintaan KKIP untuk pengadaan dan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan. (2) Kerangka pendanaan jangka panjang melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi sesuai dengan kemampuan keuangan negara. (3) Tata cara pendanaan jangka panjang melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 78 (1) Pemerintah dapat menyediakan fasilitas pinjaman dalam negeri khusus atas jaminan Pemerintah untuk penjualan produk Industri Pertahanan dan Keamanan. (2) Tata cara pemberian pinjaman dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 2 Anggaran Tahun Jamak Pasal 79 (1) Penelitian, pengembangan, perekayasaan, pendanaan, pengadaan, produksi, peningkatan kapasitas produksi, dan pemasaran dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan dilaksanakan berdasarkan sistem anggaran tahun jamak. (2) sistem anggaran tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kontrak induk dan kontrak anak dalam rangka mewujudkan industri pertahanan dan keamanan yang kokoh serta mampu memenuhi pasar dalam negeri. Paragraf 3 Penjaminan Pemerintah Pasal 80 (1) Pemerintah memberikan jaminan kepada perbankan dan lembaga keuangan bukan bank yang mendukung pembiayaan Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan. (2) Pemerintah mengambil alih resiko terhadap biaya kemahalan atas produk yang dihasilkan Industri Pertahanan dan Keamanan dalam rangka terwujudnya kemandirian Industri Pertahanan dengan nilai maksimum 30% (tiga puluh perseratus). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjaminan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Bagian Kedua Pertanggungjawaban Pasal 81 Laporan dan pertanggungjawaban kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan disampaikan secara tertulis oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setiap akhir tahun anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19

20 Bagian Ketiga Pengawasan Pasal 82 (1) Pengawasan terhadap Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan dilakukan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membidangi masalah pertahanan. (2) Pengawasan terhadap Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal: a. kebijakan, kegiatan, dan penggunaan anggaran; dan b. pemantauan dalam menunjang kualitas produksi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. BAB IX LARANGAN Pasal 83 Setiap Orang dilarang membocorkan informasi yang bersifat rahasia mengenai formulasi rancang bangun teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat strategis bagi pertahanan dan keamanan nasional oleh industri utama. Pasal 84 Setiap Orang dilarang memproduksi tanpa izin Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat kebutuhan tempur dan kebutuhan gerak. Pasal 85 Setiap Orang dilarang menjual tanpa izin Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat kebutuhan tempur dan kebutuhan gerak. Pasal 86 Setiap orang dilarang melakukan Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri tanpa kontrak jangka panjang, kecuali dalam kebutuhan mendesak. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 87 (1) Setiap Orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya informasi formulasi rancang bangun teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (satu pertiga). 20

21 Pasal 88 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja mengakibatkan bocornya informasi formulasi rancang bangun teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (satu pertiga). Pasal 89 (1) Setiap Orang yang memproduksi tanpa izin Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat kebutuhan tempur dan kebutuhan gerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tujuh ratus lima puluh miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (satu pertiga). Pasal 90 (1) Setiap orang yang menjual tanpa izin Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang bersifat kebutuhan tempur dan kebutuhan gerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus miliar rupiah) dan paling banyak Rp Rp ,00 (enam ratus miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam keadaan perang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga). Pasal 91 Setiap orang yang melakukan Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk Industri Pertahanan dan Keamanan dalam negeri tanpa kontrak jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah) Pasal 92 Setiap pengguna yang tidak menggunakan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit 21

22 Rp (seratus miliar rupiah) dan paling banyak Rp (lima ratus miliar rupiah). BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 93 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 94 (1) KKIP harus terbentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. (2) KKIP yang sudah ada tetap dapat menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang- Undang ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 95 Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5), Pasal 21 ayat (5), Pasal 22 ayat (3), Pasal 48 ayat (3), Pasal 59 ayat (3), Pasal 70 ayat (2), Pasal 73 ayat (3), Pasal 77 ayat (3) dan Pasal 78 ayat (2) harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 96 Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 66 ayat (3) dan Pasal 80 ayat (3) harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 97 Peraturan KKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2), Pasal 58 ayat (3), dan Pasal 60 ayat (3) harus ditetapkan paling lambat 18 (delapan belas) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Pasal 98 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 22 ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

23 Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DAN KEAMANAN I. UMUM Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, senantiasa diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, pertahanan dan keamanan negara membutuhkan ketersediaan peralatan utama yang didukung oleh kemampuan industri dalam negeri, pemilikan teknologi canggih dan teknologi tepat guna, penguasaan sumber daya ekonomi, dan percepatan pencapaian tujuan nasional. Namun selama ini ketersediaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum didukung oleh kemampuan Industri Pertahanan dan Keamanan secara optimal dan mandiri yang menyebabkan masih adanya ketergantungan terhadap produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari luar negeri. 23

24 Memiliki pertahanan dan keamanan yang tangguh merupakan sebuah kebutuhan yang mendasar bagi suatu bangsa dan negara. Kemampuan pertahanan dan keamanan tidak saja penting dalam menjaga keselamatan bangsa dan negara, namun juga merupakan simbol kekuatan serta sarana untuk menggapai cita-cita, tujuan maupun kepentingan nasional, baik dalam aspek ekonomi (economic well-being) bahkan mewujudkan tatanan dunia yang menguntungkan (favourable world order). Visi yang perlu diterapkan bagi kemajuan dan kemandirian Industri Pertahanan dan Keamanan di Indonesia adalah visi yang memuat semangat untuk mewujudkan ketersediaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan secara mandiri yang didukung oleh kemampuan Industri Pertahanan dan Keamanan yang harus didukung oleh pengelolaan manajemen yang visioner serta mengandalkan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dan kapabilitas tinggi sehingga mampu mendukung tercapainya kemajuan teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu perlu diperhatikan bahwa untuk mewujudkan kemampuan Industri Pertahanan dan Keamanan, diperlukan penyelenggaraan dan pengelolaan secara terpadu melalui pemberdayaan Industri Pertahanan dan Keamanan. Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki industri strategis pertahanan dan keamanan yang dapat menjawab tuntutan dan tantangan tersebut. Namun demikian, patut diakui bahwa kemampuan industri strategis pertahanan dan keamanan nasional yang selanjutnya disebut Industri Pertahanan dan Keamanan, masih terbatas sehingga diperlukan upaya untuk melakukan Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan. Kemandirian pertahanan dan keamanan memerlukan tekad dan keterpaduan upaya dari semua pihak, serta didukung oleh kebijakan Pemerintah dalam pemberdayaan segenap potensi sumber daya nasional, termasuk perangkat regulasi. Salah satu perwujudan kemandirian pertahanan dan keamanan adalah kemandirian di bidang pemenuhan kebutuhan Industri Pertahanan dan Keamanan. Membangun kemandirian ini tidak terlepas dari peran Industri Pertahanan dan Keamanan sebagai pelaku dalam pemanfaatan, penguasaan dan pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan yang terpilih. Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan memerlukan sinergitas dan integritas segenap pemangku kepentingan (stake holders) Industri Pertahanan dan Keamanan, yakni Pengguna, Industri Pertahanan dan Keamanan serta Pemerintah. Upaya mewujudkan Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan ini, memerlukan suatu penataan dan pengaturan yang dapat lebih menjembatani keserasian dalam memprioritaskan kepentingan pertahanan dan keamanan dengan kepentingan nasional lainnya. Dengan menggunakan perangkat pengaturan yang tegas dan jelas, serta wujud pembangunan sistem industri yang sistematis dan teroganisir maka dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemberdayaan segenap kemampuan industri nasional dalam mendukung pemenuhan kebutuhan Industri Pertahanan dan Keamanan. 24

25 Oleh karena itu, diperlukan adanya Undang-Undang tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan dalam upaya memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan di bidang industri strategis pertahanan dan keamanan nasional yang sepenuhnya dapat mendorong dan memajukan pertumbuhan industri yang mampu mencapai kemandirian pemenuhan kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan Undang-Undang ini mengatur tentang tujuan, fungsi, dan ruang lingkup Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan. Selain itu diatur pula hal-hal terkait kelembagaan, Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan Keamanan, pengelolaan Industri Pertahanan dan Keamanan, pemasaran produk yang dihasilkan Industri seluruh proses produksi yang dilakukan Industri Pertahanan dan Keamanan. Pengaturan hal-hal tersebut merupakan suatu upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan Industri Pertahanan dan Keamanan menuju kemandirian Industri Pertahanan dan Keamanan untuk memenuhi kebutuhan dan jasa pemeliharaan alat peralatan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga negara nonstruktural dan Badan Usaha Milik Negara. Di samping itu Undang-Undang ini juga memberikan pengaturan kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi Industri Pertahanan dan Keamanan agar bekerja secara sinergis sehingga pada akhirnya Industri Pertahanan dan Keamanan dapat benar-benar dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan asas prioritas adalah Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan, dilaksanakan secara bertahap dan disesuaikan dengan prioritas pembangunan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara. Huruf b Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai pihak yang terkait, pelaksanaannya harus terpadu dan terkoordinasi. Huruf c Yang dimaksud dengan asas berkesinambungan adalah Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Pertahanan dan Keamanan merupakan kegiatan berlanjut dan berkesinambungan yang harus dilaksanakan secara dini agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang dapat didayagunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Huruf d 25

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2012 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5343 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 183) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 141 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2), Pasal 34

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.364, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. Industri. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5805). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG REVITALISASI INDUSTRI STRATEGIS PERTAHANAN DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG REVITALISASI INDUSTRI STRATEGIS PERTAHANAN DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Rapat RUU Revitalisasi RANCANGAN Tanggal 2 Oktober 2010 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Hotel Mercure NOMOR TAHUN TENTANG REVITALISASI INDUSTRI STRATEGIS PERTAHANAN DAN KEAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 19 Nov 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI, TATA KERJA, DAN SEKRETARIAT KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI, TATA KERJA, DAN SEKRETARIAT KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI, TATA KERJA, DAN SEKRETARIAT KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME IMBAL DAGANG DALAM PENGADAAN ALAT PERALATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME IMBAL DAGANG DALAM PENGADAAN ALAT PERALATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional

Lebih terperinci

2016, No. -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambah

2016, No. -2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambah No. 1058, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Industri Pertahanan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Imbal Dagang adalah kegiatan perdagangan secara timbal balik an

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Imbal Dagang adalah kegiatan perdagangan secara timbal balik an No.262, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5596) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME IMBAL

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk ikut

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan. No.227, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEMBINAAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208, 2014 ADMINISTRASI. Sumber Daya Manusia. Metereologi. Klimatologi. Geofisika. Pengembangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa industri pertahanan mempunyai peran strategis dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.78, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMUNIKASI. INFORMASI. Jaringan. Giopasial. Nasional. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci