PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002"

Transkripsi

1 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KOMISI IX DPR RI TANGGAL 4 MARET 2002 Masa Persidangan : III Tahun Sidang : Pertama-tama, perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX DPR RI beserta seluruh Anggota Dewan yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Bagi kami, pertemuan ini memiliki arti yang sangat penting terutama dalam rangka menyampaikan berbagai informasi dan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas yang diamanatkan oleh Undang-undang sekaligus untuk mendapatkan berbagai masukan dari Anggota Dewan yang berguna bagi upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugas kami di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran ke depan. Lebih dari itu, pertemuan semacam ini pada hakikatnya kami pandang sebagai salah satu bentuk perwujudan dari akuntabilitas Bank Indonesia kepada DPR-RI. Dalam kerangka seperti itu pulalah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang, pada bulan Januari 2002 lalu kami telah menyampaikan laporan tertulis mengenai evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun 2001 berikut rencana kebijakan moneter serta penetapan sasaran moneter untuk tahun 2002 kepada Anggota Dewan. Hal ini juga telah kami sampaikan kepada masyarakat secara terbuka. Oleh karena itu, sebagaimana halnya pada Rapat Kerja-Rapat Kerja yang lalu, mengawali penjelasan kami atas pertanyaanpertanyaan Anggota Dewan yang telah disampaikan secara tertulis, perkenankanlah kami dalam kesempatan yang baik ini untuk secara singkat menyampaikan rencana kebijakan moneter dan sasaran di tahun 2002 sekaligus menyampaikan laporan perkembangan terakhir atas langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh. Sebagaimana telah Anggota Dewan maklumi, pada awal tahun 2001, Bank Indonesia memperkirakan bahwa dalam tahun 2001 proses restrukturisasi ekonomi akan mencapai kemajuan yang berarti, kondisi sosial politik akan membaik dan kondusif bagi pemulihan ekonomi, serta perkembangan ekonomi dunia akan cukup menggembirakan. Berdasarkan asumsi tersebut, pada waktu itu memperkirakan pertumbuhan PDB tahun 2001 akan dapat mencapai 4,5% - 5,5%. Selain itu, menetapkan sasaran laju inflasi di luar dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan sebesar 4% - 6%, sementara tambahan 1

2 inflasi yang merupakan dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan diperkirakan sekitar 2% - 2,5%. Sejalan dengan sasaran inflasi tersebut, sasaran pertumbuhan uang primer untuk akhir tahun 2001 telah ditetapkan sebesar 11% - 12%. Namun dalam kenyataannya, selama tahun 2001, berbagai permasalahan yang kita hadapi ternyata belum menunjukkan kemajuan yang berarti dan beberapa diantaranya menunjukkan kecenderungan yang memburuk. Perekonomian dunia juga menunjukkan pertumbuhan yang terus melambat dan bahkan telah mengalami resesi. Sementara di dalam negeri, kondisi sosial politik dan keamanan masih belum sepenuhnya menunjukkan kestabilan, yang antara lain diwarnai dengan pergantian pemerintahan pada pertengahan tahun Meskipun terdapat kemajuan, penanganan program-program restrukturisasi di sektor riil masih menghadapi sejumlah kendala sehingga berbagai permasalahan struktural di dalam negeri masih terus berlanjut, sementara risiko dan ketidakpastian usaha masih tetap tinggi. Dengan berbagai permasalahan tersebut, selama tahun 2001 kondisi ekonomi dan moneter secara umum menunjukka n kecenderungan yang memburuk. Memburuknya kondisi ekonomi dan moneter antara lain ditunjukkan dari melambatnya pertumbuhan ekonomi, melemahnya nilai tukar, dan tingginya tekanan inflasi. Selama tahun 2001, ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 3,4%, nilai tukar mengalami tekanan depresiasi sebesar 17,7% sehingga mencapai rata -rata Rp per dolar AS, dan inflasi IHK mencapai 12,55%. Sementara itu, dampak aktual kebijakan pemerintah terhadap inflasi tercatat sebesar 3,83%, lebih besar dibandingkan dengan yang diperkirakan di awal tahun sebesar 2% - 2,5%. Berbagai upaya telah dilakukan oleh guna mencapai sasaransasaran yang telah ditetapkan pada awal tahun, baik dengan menggunakan instrumeninstrumen moneter maupun regulasi khususnya di bidang nilai tukar dan devisa. Namun demikian, adanya berbagai permasalahan yang dihadapi di atas menyebabkan upaya pencapaian sasaran inflasi dan pengendalian uang primer oleh menjadi lebih sulit dilakukan. Selain karena dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan, tingginya inflasi terutama juga didorong oleh depresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatnya ekspektasi inflasi di masyarakat. Sementara itu, tingginya uang primer terutama diakibatkan oleh permintaan uang kartal yang meningkat baik untuk kebutuhan transaksi maupun untuk motif berjaga-jaga. Dalam kondisi demikian, kami memandang bahwa pengetatan moneter secara drastis dan berlebihan akan mendorong kenaikan suku bunga yang lebih tinggi lagi, dan dikhawatirkan dapat memperburuk risiko bagi langkah-langkah restrukturisasi perbankan dan upaya pemulihan ekonomi. Mencermati perkembangan makroekonomi di tahun 2001 tersebut, masih tingginya risiko dan ketidakpastian yang akan dihadapi, serta prakiraan inflasi yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan, serta tingginya ekspektasi inflasi, menetapkan sasaran inflasi IHK yang dipandang sesuai dengan kondisi perekonomian pada tahun 2002, yaitu sebesar 9% - 10%. Namun demikian, dalam jangka menengah secara bertahap akan menurunkan inflasi sehingga dapat mencapai kisaran 6% - 7%. Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan moneter diarahkan 2

3 pada upaya pengendalian uang primer dengan fokus pada upaya penyerapan kelebihan likuiditas agar tetap sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Langkah ini akan dilakukan secara berhati-hati dan terukur dengan tetap memperhatikan dampaknya terhadap proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Di bidang perbankan, kebijakan akan diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan sistem perbankan serta langkah mempercepat pemulihan intermediasi perbankan. Sementara itu, kebijakan di bidang sistem pembayaran akan diarahkan pada pengembangan mekanisme pengawasan sistem pembayaran guna mendorong terwujudnya sistem pembayaran yang aman dan efisien serta menjaga stabilitas sistem keuangan dari kemungkinan terjadinya kegagalan sistemik. Anggota Dewan yang Terhormat, Dengan kerangka sasaran inflasi dan arah kebijakan moneter untuk tahun 2002 sebagaimana telah kami kemukakan tadi, dalam tahun 2002 kebijakan moneter tetap diarahkan pada pencapaian kestabilan harga dengan menjaga uang primer sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perekonomian. Kita telah menyaksikan bersama, dalam bulan-bulan awal tahun 2002, kondisi ekonomi-moneter relatif terkendali, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil, perkembangan uang primer juga sudah kembali ke arah tingkat yang normal, dan suku bunga juga telah menunjukkan penurunan. Namun demikian, kami memandang bahwa kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan khususnya berkaitan dengan menguatnya tekanan laju inflasi di awal tahun dan bulan-bulan mendatang. Dari sisi inflasi menunjukkan bahwa laju inflasi khususnya sampai dengan bulan Februari 2002 masih tinggi yakni secara bulanan sebesar 1,50% (m-t-m) atau secara tahunan (y-o-y) mencapai 15,13%. Sebagaimana dimaklumi, faktor utama yang mendorong tetap tingginya inflasi pada awal tahun ini terutama berasal dari dampak dari pemberlakuan kenaikan serangkaian kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan seperti kenaikan harga eceran BBM, penyesuaian secara bertahap tarif dasar listrik (TDL); upah minimum provinsi (UMP), tarif telepon serta akibat bencana banjir yang mengganggu kelancaran distribusi barang dan jasa. Kebijakan Pemerintah tersebut pada akhirnya mendorong tingginya ekspektasi inflasi masyarakat yang sebelumnya juga dipengaruhi oleh tingginya inflasi bulan sebelumnya. Di samping itu, akibat ditundanya pengumuman kenaikan harga BBM telah memunculkan efek psikologis yang mendorong banyaknya kasus penimbunan dan penyelundupan sehingga menimbulkan gangguan pasokan dan distribusi yang pada akhirnya semakin memperburuk perkembangan harga. Sementara itu, nilai tukar rupiah juga bergerak relatif stabil dimana sampai dengan minggu ketiga Februari 2002, kurs rupiah terus menunjukkan kecenderungan menguat hingga mencapai kisaran Rp10.213,- per dolar AS. Secara fundamental, permintaan valas untuk kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri yang dilakukan oleh sektor korporasi masih terjadi. Pasokan valas juga cukup terjaga seperti diindikasikan pada meningkatnya ekspor pada bulan Desember 2001 dan Januari 2002 dan kecenderungan pelaku pasar menjual valas. 3

4 Sejalan dengan perkembangan inflasi dan nilai tukar tersebut, pengendalian moneter yang kami lakukan tetap ditujukan untuk menyerap kelebihan likuiditas agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian sehingga tidak memberikan tekanan baru terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah. Pengendalian moneter tersebut kami lakukan dengan operasi pasar terbuka, intervensi rupiah dan sterilisasi valas. Dalam perkembangannya, uang primer masih berada di bawah target indikatif yang telah ditetapkan. Pengaruh banjir yang sebelumnya dikhawatirkan akan menaikkan permintaan terhadap uang kartal ternyata tidak cukup signifikan. Dengan kondisi ekonomi moneter yang cukup kondusif suku bunga SBI 1 bulan telah cenderung menurun pada bulan Januari dan Februari 2002 yakni dari 17,5% pada awal Januari menjadi 16,89% pada minggu ketiga Februari. Namun demikian, pelonggaran kebijakan moneter akan dilakukan secara berhati-hati dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan penyelesaian permasalahan struktural ekonomi. Khusus untuk bulan-bulan mendatang, kami memprakirakan bahwa tekanan inflasi masih akan tinggi. Sementara itu nilai tukar masih cukup berisiko dan cenderung sensitif terhadap faktor sentimen pasar. Oleh karena itu, pengendalian moneter dalam jangka pendek tetap akan kami arahkan pada upaya menyerap kelebihan likuiditas agar uang primer dapat dipertahankan pada target indikatif yang telah ditetapkan dengan mengoptimalkan instrumen yang ada. Anggota Dewan Yang Terhormat, Di bidang perbankan, pada awal tahun 2002, kinerja perbankan nasional menunjukkan beberapa perbaikan yang ditunjukkan dari peningkatan penghimpunan dana dan pemberian kredit, perbaikan aspek permodalan, perbaikan non performing loan (NPL) serta meningkatnya net interest margin (NIM). Meskipun demikian, perbankan masih menghadapi tantangan berupa fungsi intermediasi yang belum pulih secepat yang diharapkan guna mendukung proses pemulihan ekonomi. Oleh karena itu dalam tahun 2002 ini akan terus melanjutkan langkah kebijakan perbankan yang diarahkan pada kerangka strategi restrukturisasi perbankan yang meliputi dua bagian besar yaitu (i) program penyehatan perbankan yang meliputi penjaminan pemerintah, program rekapitalisasi bank umum, dan restrukturisasi kredit perbankan; (ii) dan program pemantapan ketahanan yang meliputi pengembangan infrastruktur dan peningkatan good corporate governance dan pemantapan sistem pengawasan bank. Dalam tahun 2002, prioritas utama kebijakan diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan sistem perbankan melalui pemaksimalan penerapan 25 Basle Core Prinsiples for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Bank. Upaya pemeliharaan CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang struktur permodalannya masih rentan terhadap pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta penurunan kredit. 4

5 Di sisi lain, untuk memulihkan fungsi intermediasi perbankan, kami akan mendorong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektor-sektor yang telah dianggap siap dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit ekspor dan kredit UKM. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesehatan bank juga didukung dengan upaya-upaya untuk menekan angka non performing loans (NPL) perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank untuk mencapai target NPL sebesar 5% pada akhir tahun Selanjutnya, langkah penguatan infrastruktur perbankan akan terus ditempuh dengan mendorong pengembangan bank syariah dan BPR serta bersama - sama pemerintah mempersiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan. Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dan upaya penciptaan sistem perbankan yang sehat, di bidang sistem pembayaran, dalam tahun 2002 masih terus melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman, dan handal. Di bidang sistem pembayaran tunai, kebijakan diarahkan pada penyediaan uang yang layak edar dan mencukupi kebutuhan masyarakat baik dari sisi nominal maupun jenis pecahannya. Sementara di bidang sistem pembayaran non tunai, langkah kebijakan diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas pelayanan sistem pembayaran serta pengaturan pengawasan sistem pembayaran guna mendorong terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman, dan efisien. Dapat kami sampaikan pula bahwa kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia sangat tergantung pada kebijakan-kebijakan di bidang lain dan perkembangan berbagai faktor risiko dan ketidakpastian. Dengan demikian, koordinasi kebijakan menjadi faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pemulihan ekonomi secara keseluruhan. Terkait dengan hal tersebut, kami telah beberapa kali melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan dengan Pemerintah baik melalui Rapat Koordinasi di tingkat Menteri ataupun koordinasi di tingkat tekhnis. Dalam beberapa kesempatan, kami juga telah mengusulkan kepada Pemerintah beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam rangka revitalisasi ekonomi melalui perumusan suatu paket Kebijakan Ekonomi yang terpadu. Usulan langkah kebijakan terobosan di bidang ekonomi-moneter dan perbankan tersebut pada umumnya ditujukan untuk menjawab berbagai persoalan riil perekonomian seperti pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta untuk memberikan optimisme baru kepada masyarakat terhadap upaya pemulihan ekonomi. Langkah itu diharapkan dapat menghasilkan paket kebijakan ekonomi yang kredibel sehingga akan menumbuhkan kembali kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap proses pemulihan ekonomi. Selanjutnya, ijinkanlah kami menyampaikan penjelasan atas pertanyaanpertanyaan Anggota Dewan yang telah disampaikan secara tertulis. 5

6 1. ASUMSI TINGKAT INFLASI, NILAI TUKAR, DAN SUKU BUNGA SBI Pertanyaan: a. Harap dapat disampaikan beberapa asumsi mengenai tingkat inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI tahun Harap disampaikan juga faktor-faktor pendukung dan latar belakang perkiraan mengenai besaran asumsi tersebut. c. Untuk mencapai tingkat inflasi satu digit, usaha-usaha apa yang akan dilakukan oleh dalam tahun 2003 dan sejauhmana koordinasi dengan Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang bertanggungjawab di sektor riil. Jawaban : Mengingat pertanyaan 1a dan 1c saling terkait, perkenankanlah saya merangkum kedua jawaban dimaksud. Untuk Anggota Dewan ketahui bahwa sejak awal tahun 2002, selain mengumumkan sasaran inflasi IHK tahun 2002, juga mengumumkan inflasi jangka menengah untuk 5 tahun ke depan. Langkah ini ditempuh agar proses penurunan inflasi (disinflasi) dapat dilakukan secara bertahap, sehingga target inflasi yang ditetapka n akan realistis. Pengumuman inflasi jangka menengah tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi masyarakat dan pelaku kegiatan usaha dalam merencanakan kegiatan ekonominya dalam jangka menengah dan panjang. Dengan demikian, ekspektasi inflasi jangka menengah dapat diarahkan pada tingkat inflasi yang lebih rendah tanpa mengorbankan kelangsungan pemulihan ekonomi atau dengan kata lain, proses disinflasi secara bertahap ini akan menghindarkan penerapan kebijakan moneter yang ekstra ketat yang dapat berdampak negatif bagi proses pemulihan ekonomi. Melalui kebijakan moneter yang berhati-hati, langkah tersebut diharapkan akan membawa laju inflasi ke arah yang lebih rendah secara bertahap, sehingga pada lima tahun ke depan menjadi sekitar 6,0%-7,0%. Namun demikian, pencapaian sasaran inflasi tersebut tergantung pula pada besarnya tekanan administered price ke depan sehubungan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi secara bertahap. Selanjutnya, dalam rangka mencapai sasaran inflasi tersebut kebijakan moneter diarahkan pada upaya pengendalian uang primer dengan menyerap kelebihan likuiditas agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Kebijakan ini ditempuh dengan tetap mempertimbangkan agar tingkat suku bunga riil berada pada kisaran 4,0%-5,0%. Disamping itu, untuk lebih efektifnya kebijakan moneter, akan tetap memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi terbentuknya inflasi, yaitu apakah berasal dari sisi penawaran atau sisi permintaan. Dengan langkah ini, respon yang berlebihan yang mengakibatkan kenaikan suku bunga dapat kita dihindari. Dalam kaitan ini, secara operasional, pengendalian moneter akan dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter yang tersedia, khususnya melalui operasi pasar terbuka 6

7 dan sterilisasi valuta asing untuk mengurangi kelebihan likuiditas yang dapat memberikan tekanan baru terhadap nilai tukar dan inflasi. Sementara itu, berkaitan dengan prospek nilai tukar rata rata setahun dapat kami kemukakan sebagai berikut. Pada tahun 2002 nilai tukar rupiah diperkirakan dapat mencapai kisaran Rp9.500-Rp per USD. Sementara untuk tahun 2003 nilai tukar rupiah diperkirakan dapat bergerak ke arah yang lebih menguat, apabila stabilitas sosial politik dapat terus membaik, yang didukung oleh membaiknya kondisi keamanan dan kepastian hukum. Peluang menguatnya nilai tukar rupiah tersebut akan semakin tinggi apabila dibarengi dengan terjadinya perbaikan pada kondisi fundamental ekonomi makro dan mikro yang dapat mengurangi kesenjangan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar. Perbaikan kondisi fundamental ekonomi makro akan sangat tergantung pada upaya Pemerintah dalam menjaga fiscal sustainability dan terpeliharanya stabilitas moneter sehingga dapat membantu berjalannya roda kegiatan ekonomi. Sementara itu, kondisi fundamental ekonomi mikro dapat membaik apabila beberapa permasalahan struktural seperti restrukturisasi utang dan korporasi, serta revitalisasi sektor perbankan dapat diselesaikan dengan lebih cepat, sehingga proses intermediasi perbankan dapat berjalan normal kembali. Perbaikan kondisi ekonomi mikro juga akan sangat tergantung pada upaya Pemerintah dalam mendukung terciptanya dunia usaha yang efisien. Perbaikan kondisi fundamental ekonomi makro dan mikro tersebut juga dapat memperbaiki keyakinan publik atau market confidence baik domestik maupun internasional yang pada gilirannya akan berpengaruh positif terhadap stabilitas dan penguatan rupiah. Selanjutnya, membaiknya keyakinan investor terhadap kondisi fundamental ekonomi makro dan mikro dan juga membaiknya perekonomian global diharapkan akan dapat menarik investor asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia yang pada akhirnya akan mendukung terhadap stabilitas dan penguatan rupiah. Dalam rangka stabilisasi harga, juga akan terus melakukan koordinasi dengan Departemen terkait, khususnya Departemen Keuangan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Dari sisi fiskal, upaya-upaya penurunan defisit anggaran merupakan faktor penting dalam upaya membantu efektivitas kebijakan moneter dalam meredam tekanan inflasi. Termasuk diantaranya adalah perlunya langkah-langkah pemerintah secara konsisten dengan tahapan yang lebih jelas dalam pelaksanaan kenaikan administered price, sehingga announcement effect dapat diminimalisir. Sementara itu, mengingat inflasi juga disebabkan oleh kondisi di sektor riil sebagaimana yang kita alami beberapa tahun terakhir ini, maka upaya -upaya perbaikan di sisi ini perlu mendapat perhatian, misalnya dalam bentuk perbaikan distribusi barang. Selain itu dengan terjadinya bencana banjir yang melanda tanah air kita belakangan ini, upaya perbaikan infrastruktur, menjadi sangat penting. Oleh karena itu, langkah-langkah Departemen Perindustrian dan Perdagangan maupun departemen lain yang terkait menuju kearah perbaikan tersebut sangat membantu dalam upaya menekan inflasi. Dalam rangka koordinasi dengan menteri-menteri bidang perekonomian termasuk di dalamnya Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, secara berkala diadakan pertemuan koordinasi antara dan Menko 7

8 Perekonomian. Pertemuan koordinasi tersebut telah diselenggarakan secara periodik sejak Oktober 1999 hingga sekarang. Sementara itu, untuk topik-topik yang terkait dengan tugas, Gubernur juga ikut diundang dalam Sidang Kabinet Terbatas yang dipimpin oleh Presiden RI. Dalam Rapat Koordinasi dan Sidang Kabinet tersebut dibahas perkembangan perekonomian terakhir dan langkahlangkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Selain melalui forum Rakor diatas, dalam rangka sinkronisasi kebijakan sektor moneter dengan sektor fiskal dan riil, juga telah beberapa kali mengundang Menteri-menteri bidang perekonomian dalam pembahasan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Pertanyaan : b. Dalam rangka mengejar nilai tukar yang favorabel bagi perkembangan ekonomi Indonesia, upaya-upaya apa saja yang akan dilakukan oleh pada tahun Jawaban: Dalam rangka mencapai nilai tukar yang favorabel bagi perkembangan ekonomi akan tetap berupaya untuk menjaga kestabilan nilai rupiah melalui kebijakan moneter yang dilaksanakan secara konsisten, terarah dan terukur. Dalam sistem nilai tukar yang mengambang maka keseimbangan harga yang terjadi di pasar valuta asing akan ditentukan oleh mekanisme pasar. Dengan demikian peran utama dalam hal ini adalah mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah yang berlebihan sehingga dapat memberikan kepastian bagi dunia usaha dan pada gilirannya dapat mengurangi gangguan terhadap proses pemulihan ekonomi yang sedang dilaksanakan. Pada dasarnya tekanan depresiasi rupiah disebabkan oleh masih terjadinya kesenjangan antara jumlah permintaan dan penawaran di pasar, akibat masih besarnya keperluan pembayaran utang luar negeri dan kebutuhan impor sementara jumlah pasokan cenderung terbatas apalagi dengan terjadinya resesi global yang mempengaruhi kinerja ekspor non-migas Indonesia. Selain itu, berbagai masalah fundamental di perekonomian dan masih besarnya faktor ketidakpastian seperti yang tercermin dari country risk Indonesia turut mempengaruhi persepsi terhadap rupiah sehingga memperburuk tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dengan demikian, idealnya diperlukan suatu kebijakan yang bersifat terpadu dan fundamental sehingga pada gilirannya dapat menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan mendorong masuknya aliran modal kembali ke dalam negeri. Langkah-langkah ini termasuk kebijakan restrukturisasi utang dalam dan luar negeri, restrukturisasi korporasi di BPPN, upaya peningkatan kesehatan perbankan dan pemulihan fungsi intermediasi perbankan, dimana dalam pelaksanaannya memerlukan koordinasi dengan berbagai pihak terutama pemerintah. 8

9 Bersamaan dengan langkah-langkah pemulihan tersebut, dalam jangka pendek tetap mengusahakan kestabilan nilai tukar rupiah antara lain melalui kebijakan sterlisasi/intervensi. Diharapkan langkah ini dapat membantu kestabilan nilai rupiah dengan mengurangi percepatan tekanan depresiatif/apresiatif. Selain itu, secara langsung maupun tidak langsung memonitor perkembangan di pasar valuta asing sehingga diharapkan dapat mengurangi bergejolaknya harga melalui langkah kebijakan yang dihasilkan dari analisa tersebut. Sebagai contoh, memberikan himbauan kepada bank-bank yang mempunyai kewajiban valuta asing secara berkala untuk memenuhi kebutuhannya dengan terencana. Dengan kondisi pasar valuta asing sekarang ini yang tipis dan tersegmentasi, permintaan valuta asin g yang tidak terlalu besar dapat menggerakkan harga di pasar dengan cukup tinggi, seperti yang terjadi selama ini. Secara berkala, juga mengadakan forum komunikasi dengan para pelaku pasar sehingga dapat memperoleh masukan langsung tentang kondisi pasar terkini. Dari kombinasi dari langkah-langkah tersebut, yakni kebijakan yang bersifat jangka pendek dan upaya perbaikan fundamental perekonomian dalam jangka panjang diharapkan dapat mencapai kestabilan nilai tukar rupiah. Kestabilan tersebut merupakan salah satu faktor penyumbang dalam menciptakan iklim usaha yang favorabel bagi perkembangan perekonomian. 2. TAGIHAN BANK INDONESIA Pertanyaan : 2. Sampai saat ini, apakah masih ada tagihan kepada Pemerintah dan kalau masih ada, berapa jumlahnya sampai saat ini dan untuk keperluan apa saja (harap disertakan rinciannya dan tanggal jatuh temponya) Jawaban : Sebagaimana tercantum dalam Laporan Keuangan Tahun 2001 yang telah kami sampaikan kepada Ketua DPR-RI bahwa jumlah tagihan Bank Indonesia kepada Pemerintah posisi 31 Desember 2001 adalah sebagai berikut : 1. Surat Utang Pemerintah 31 Desember 2001 Rp juta Nilai nominal (a) Penyesuaian atas indeks harga konsumen (b) Nilai setelah penyesuaian

10 (a) Rincian nilai nominal SUP: Nilai Nominal Tanggal mulai angsuran Tanggal jatuh tempo Nomor Surat Utang 31 Desember 2001 pokok pinjaman (6 bln-an) Rp juta SU-001/MK/ September September 2018 SU-002/MK/ Oktober Oktober 2018 SU-003/MK/ Februari Februari 2019 SU-004/MK/ Mei Mei 2019 SU-005/MK/ Juni Desember (b) Surat Utang Pemerintah No. 001 s.d. 004 (1) Dikenakan tingkat bunga sebesar 3% setahun atas pokok surat utang yang telah disesuaikan dengan perubahan dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) setiap tahun anggaran. Keempat SUP tersebut memiliki masa berlaku 20 tahun terhitung sejak tanggal penerbitan. (2) Indeksasi dihitung sejak 1 Februari 1999 dan dihitung setiap enam bulanan sebagai berikut: Indeksasi SUP No.SU-001/MK/1998 dan No. SU-002/MK/1998 dihitung setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. Indeksasi SUP No.SU-003/MK/1999 dihitung setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus. Indeksasi SUP No.SU-004/MK/1999 dihitung setiap tanggal 1 Juni dan 1 Desember. (c) Surat Utang Pemerintah No. 005 Tagihan kepada pemerintah s.d. 31 Desember 2001 sebesar Rp850 miliar dari jumlah keseluruhan komitmen penyediaan sebesar Rp9.970 miliar. SUP No. 5 sejumlah Rp9.970 miliar dimaksud adalah dalam rangka pembiayaan kredit program sehubungan dengan pengalihan Kredit Likuiditas (KLBI) kepada BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah yaitu PT. Bank Tabungan Negara, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Permodalan Nasional Madani. Bunga dihitung dari jumlah realisasi pokok pinjaman dengan tingkat suku bunga SBI 3 bulanan yang ditetapka n secara periodik. 2. Tagihan kepada Pemerintah Lainnya 31 Desember 2001 Rp juta Bunga Fasilitas Saldo Debet (FSD) ) Tambahan giro bank bersaldo debet (c) Tagihan karena keanggotaan Pemerintah dalam lembaga internasional (d) Tagihan kepada Pemerintah sehubungan dengan uang muka untuk program Pemerintah yang dibiayai hutang luar negeri ) Tagihan bunga kredit kepada pemerintah (f) Tagihan dalam rangka restrukturisasi hutang luar negeri swasta USD , ) Tagihan lainnya

11 1) Sebagian besar tagihan-tagihan ini merupakan tagihan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang, umumnya dikenakan bunga 3% setahun, kecuali terdapat persetujuan tidak dikenakannya bunga. 2) Tagihan karena keanggotaan Pemerintah dalam lembaga internasional terdiri dari tagihan kepada Pemerintah karena keanggotaan pada IMF sebesar Rp juta, keanggotaan pada IBRD (World Bank) sebesar Rp juta dan keanggotaan lainnya sebesar Rp3.559 juta. 3. PINJAMAN LUAR NEGERI Pertanyaan : Berapa besar pinjaman luar negeri pemerintah yang diterima melalui Bank indonesia hingga akhir tahun 2001 (agar diperinci negara-negara dan Lembaga keuangan mana saja). Selain itu berapa besar pinjaman luar negeri oleh bank indonesia sampai tahun Jawaban : Pinjaman luar negeri pemerintah yang diterima melalui adalah Pinjaman Sindikasi dan Yankee Bond. Pinjaman Sindikasi adalah Pinjaman Komersial pemerintah kepada bank-bank komersial atau lembaga keuangan Internasional. Pinjaman Sindikasi yang outstanding saat ini adalah Pinjaman Sindikasi yang ditandatangani tahun 1994, 1995, 1996, dan Kreditur Pinjaman Sindikasi adalah bank-bank komersial dan lembaga keuangan internasional yang berasal dari beberapa negara baik di Asia, Amerika, maupun Eropa. Kreditur tersebut saat ini berjumlah sekitar 35 s.d. 60 bank/lembaga keuangan. Adapun besarnya Pinjaman Sindikasi untuk masing-masing tahun adalah sebagai berikut : 1 Pinjaman Sindikas i RI tahun 1994 USD , - 2 Pinjaman Sindikasi RI tahun 1995 USD , - 3 Pinjaman Sindikasi RI tahun 1996 USD , - 4 Pinjaman Sindikasi RI tahun 1997 USD , - Untuk memenuhi asas comparable treatment Paris Club, Pinjaman Sindikasi telah di-reschedule pada tahun 1999 dan Jumlah Pinjaman Sindikasi yang telah di reschedule adalah Pinjaman Sindikasi tahun 1994 sebesar USD 350 juta, dan Pinjaman Sindikasi tahun 1995 sebesar USD 200 juta. Sebagaimana diketahui pemerintah merencanakan untuk melakukan negosiasi Paris Club III pada bulan April yang akan datang, dengan demikian maka Pinjaman Sindikasi yang jatuh waktu dalam consolidation period dan belum pernah di-reschedule juga harus di-reschedule. 11

12 Obligasi Pemerintah Indonesia atau Yankee Bond RI 1996, diterbitkan di Pasar Modal Amerika tahun 1996 dengan nilai sebesar USD 400 juta. Yankee Bond tersebut jatuh tempo pada tahun Yankee Bond dapat dimiliki oleh antara lain bank, lembaga keuangan, broker, lembaga pensiun, perusahaan dan perorangan. Di samping itu, terdapat pula pinjaman luar negeri Pemerintah yang diterima melalui yang berasal dari Taiwan, masing-masing sebesar USD20 juta yang ditandatangani tanggal 6 Juni 1988 dan sebesar USD10 juta yang ditandatangani tanggal 27 Oktober Pinjaman luar negeri sebesar USD20 juta tersebut telah direschedule sebesar USD3,9 juta dalam Paris Club I dan II. Sedangkan pinjaman sebesar USD10 juta angsuran pokok pertamanya jatuh waktu pada Juni Sehubungan dengan rencana Paris Club III yang akan datang, maka pinjaman luar negeri yang diterima dari Taiwan sebesar USD20 juta yang jatuh waktu dalam masa consolidation period juga harus direschedule. Adapun pinjaman luar negeri adalah pinjaman dari IMF dalam rangka Extended Fund Facility (EFF). Untuk tahun 2003, tidak direncanakan melakukan pinjaman baru, namun yang ada hanyalah pencairan komitmen IMF dalam rangka EFF tersebut di atas. Komitmen pinjaman yang diperoleh dari IMF adalah sebesar SDR juta eqv. USD juta. Jumlah outstanding sampai dengan 31 Desember 2001 adalah sebesar USD juta. Diperkirakan sampai dengan tahun 2003 akan dilakukan penarikan sebesar USD juta, sedangkan pembayaran pokok sebesar USD juta. Dengan demikian outstanding pinjaman IMF pada tahun 2003 adalah sebesar USD juta. 4. PROGRAM PENJAMINAN Dalam kunjungan kerja Komisi IX DPR RI pada Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang beberapa waktu yang lalu ke Propinsi Bali telah ditemukan permasalahan dalam bidang perbankan yang harus segera ditindaklanjuti yaitu yang berkaitan dengan Program Penjaminan dan fungsi intermediasi perbankan. Pertanyaan : a. Bagaimana perkembangan pelaksanaan Program Penjaminan dana nasabah hingga saat ini khususnya pada BPR-BPR yang sudah dilikuidasi berkaitan dengan harus disertainya kontra jaminan dari bank -bank penerima? Apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh berkaitan dengan permasalahan tersebut? Jawaban : Dalam rangka penataan terhadap industri BPR yang sehat dan mampu berperan dalam pembangunan ekonomi di masa depan maka pembekuan kegiatan usaha (BBKU) merupakan satu langkah strategis dari yang perlu dilakukan. 12

13 Pembekuan kegiatan usaha tersebut hanya dilakukan terhadap BPR yang kondisi usahanya sudah tidak dapat diselamatkan dan disehatkan lagi karena akan mengganggu jalannya sistem perbankan, sehingga dengan langkah BBKU diharapkan fungsi intermediasi BPR dapat berjalan dengan lebih baik. Pembekuan kegiatan usaha BPR ini dapat berlangsung dengan baik oleh adanya Program Penjaminan Pemerintah yang memberikan jaminan terhadap dana simpanan masyarakat yang tercatat serta didukung dengan bukti-bukti yang sah. Program Penjaminan Pemerintah telah dimulai sejak bulan Januari 1998 yang harapannya agar pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap industri BPR semakin meningkat sebagai dampak krisis moneter yang terjadi awal bulan Juni 1997 yang lalu. Program penjaminan ini sampai saat ini masih terus berlangsung dengan penyediaan dana penjaminan oleh Pemerintah dan telah dialokasikan untuk kebutuhan penjaminan sampai dengan tahun Berkaitan dengan harus disertainya kontra jaminan bagi BPR-BPR penerima dana penjaminan, Menteri Keuangan RI melalui suratnya No. S-3/MK.06/2002 tanggal 9 Januari 2002 telah sependapat dengan bahwa pelaksanaan program penjaminan kewajiban BPR tetap didasarkan kepada Kesepakatan Bersama (MoU) tanggal 31 Januari 2001 yang pada dasarnya perlu d iupayakan adanya kontra jaminan semaksimal mungkin. Sejalan dengan hal tersebut, melalui penelitian yang mendalam sejak pertengahan 2001 serta setelah memberikan waktu yang cukup bagi pemilik/pengurus BPR untuk menyehatkan BPR-nya, telah melakukan pembekuan kegiatan usaha terhadap terhadap 82 BPR diseluruh Indonesia. Pembekuan kegiatan usaha itu dilakukan dalam 2 (dua) tahap masing-masing tahap I sebanyak 38 BPR dilakukan pada pertengahan bulan Desember 2001 dan Tahap II sebanyak 44 BPR dilakukan pada awal bulan Januari Penetapan pembekuan usaha 82 BPR itu dilakukan melalui proses kajian yang mendalam sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 3/15/PBI/2001 tanggal 21 September 2002 dan telah disempurnakan melalui PBI No. 3/24/PBI/2001 tanggal 24 Desember Kriteria BPR yang dibekukan kegiatan usahanya adalah : BPR yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha dan atau pengurus dan atau pemiliknya sudah tidak diketahui keberadaannya, atau BPR yang memiliki ratio Kecukupan Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sama dengan atau kurang dari 0%, dan atau cash ratio rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 1%. Ke 82 BPR dimaksud memenuhi persyaratan Program Penjaminan Pemerintah sehingga simpanan masyarakat pada BPR tersebut akan dibayarkan melalui dana jaminan Pemerintah. Namun demikian, pelaksanaan pembayaran dilakukan apabila Pengelola Sementara (PS) BPR telah melakukan verifikasi terhadap simpanan masyarakat (tabungan dan deposito) dan hasil verifikasi PS dimaksud telah selesai diteliti kembali kebenarannya oleh Kantor Akuntan Publik yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan RI. 13

14 Karena tugas Pengelola Sementara memerlukan waktu yang cukup khususnya verifikasi aset dan kewajiban BPR, diharapkan agar masyarakat yang memiliki simpanannya di BPR tersebut dapat bersabar dan tidak panik serta dapat menjaga keamanan dan ketertiban untuk menunggu pengumuman proses pembayaran dari Pengelola Sementara pada waktunya. Perlu pula dikemukakan bahwa selanjutnya sedang mela kukan penelitian terhadap pengurus-pengurus BPR yang dibekukan kegiatan usahanya. Hal ini dilakukan guna mengetahui apakah penyebab kehancuran bank karena faktor bisnis murni, atau ada unsur penyimpangan atau ketidakhati-hatian yang dilakukan oleh pengurus BPR tersebut. Dalam kesempatan ini dapat kami laporkan beberapa masalah lain yang berkaitan dengan penyelesaian dana pihak ketiga nasabah BPR yang telah dicabut izin usahanya sebelum berlakunya program penjaminan (sebelum Januari 1998) : Terdapat 60 BPR yang dicabut izin usaha (termasuk BPR grup Balido) sebelum berlakunya program Penjaminan dengan jumlah dana pihak ketiga sebesar Rp141,4 miliar. Sejauh ini, Tim Likuidasi BPR grup Balido baru berhasil mencairkan aset sebanyak 9% dari jumlah aset yang dapat ditagih yang akan dibagikan kepada 55 ribu pemegang rekening, yang sebagian besar merupakan penabung/deposan kecil. Potensi permasalahan yang muncul adalah gejolak sosial akibat kecemburuan deposan 60 BPR dimaksud mengingat akan timbul diskriminasi perlakuan dibandingkan dengan deposan pada 16 bank umum yang juga telah dilikuidasi sebelum berlakunya program penjaminan (November 1997), namun dana pihak ketiganya ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah. Sementara itu dalam salah satu kesimpulan hasil rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Keuangan RI tanggal 24 Juni 1998 disebutkan bahwa "Pemerintah sepakat untuk memberikan talangan kepada nasabah BPR yang dilikuidasi beberapa tahun yang lalu dan menjamin seluruh simpanan nasabah di BPR yang pelaksanaannya akan dilakukan secepatnya dan dikoordinasikan dengan Gubernur ". Namun demikian hingga saat ini belum ada realisasinya. Pertanyaan : b. Program Penjaminan dana nasabah meskipun saat ini telah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank, terbukti dana pihak ketiga yang disimpan di bank selalu mengalami kenaikan belum diikuti dengan pulihnya fungsi intermediasi perbankan terbukti dengan masih sedikitnya kredit yang diberikan pada sektor riil dimana hal ini menghambat pertumbuhan ekonomi. Untuk mempercepat pulihnya fungsi intermediasi perbankan, usaha-usaha apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan menurut apa yang seharusnya dilakukan Pemerintah? 14

15 Jawaban : Berkaitan dengan pertanyaan tersebut di atas, dapat kami informasikan bahwa terjadi peningkatan dalam penghimpunan dana masyarakat dari Rp699,1 triliun pada Desember 2000 menjadi Rp797,4 triliun pada Desember 2001, atau meningkat sebesar Rp98,3 triliun (14,1%). Dalam penyaluran dananya, perbankan tidak hanya menyalurkan dananya ke kredit, tetapi juga menanamkan ke aktiva produktif lainnya seperti SBI, penempatan antar bank, surat berharga dan penyertaan. Fungsi intermediasi perbankan intermediasi perbankan sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, walaupun belum secepat yang diharapkan. Kondisi ini tercermin dari kredit yang disalurkan perbankan yang selama tahun 2001 sebesar Rp56,8 triliun atau sekitar Rp4,7 triliun per bulan. Apabila dilihat pada outstanding kredit terjadi peningkatan dari Rp320,6 triliun pada Desember 2000 menjadi Rp358,6 triliun atau tumbuh sekitar 12 % sementara di tahun 2000 tumbuh sekitar 15%. Sementara itu, dari sisi permintaan kredit baru oleh debitur terlihat cukup tinggi, namun masih tingginya faktor risiko kegiatan usaha membuat debitur belum melakukan penarikan kredit secara optimal yang tercermin dari masih cukup tingginya komitmen kredit yang telah disediakan bank tetapi belum ditarik oleh debitur yaitu sebesar Rp70,5 triliun per Desember Jumlah penyaluran kredit baru selama tahun 2001 terlihat pada tabel berikut : Dalam Miliar Rp Tw-I/01 Tw-II/01 Tw-III/01 Tw-IV/01 BUMN 1,479 2,597 3,424 5,394 Rekap BTO 1,321 3,116 3,339 5,293 Kategori A 3,410 3,647 4,564 5,795 Bank Asing 1,572 1,509 1,477 1,819 Bank Campuran BPD Total 9,100 12,890 14,750 20,077 Beberapa permasalahan yang dihadapi perbankan dalam penyaluran kredit antara lain : Secara internal bank masih melakukan konsolidasi serta berupaya memenuhi ketentuan prinsip kehati-hatian. Selain itu, sektor riil sendiri masih belum berjalan dengan baik, walaupun sebagian besar dari kelompok sektor riil mikro dan kecil masih berjalan dengan baik dan dapat dibiayai oleh bank. Dalam kaitan dengan pemberian kredit kepada kelompok menengah dan besar bank-bank masih bersikap menunggu karena kelompok perusahaan besar masih dalam proses restrukturisasi oleh BPPN. Dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), terdapat kendala kurang tersedianya jaminan dari nasabah. Sementara itu dari kredit UKM yang selama ini 15

16 sudah disalurkan lebih banyak kredit untuk konsumsi (sekitar 43% dari total UKM sebesar Rp149 triliun pada Desember 2001). Permasalahan yang menghambat berjalannya sektor riil khususnya di bidang perindustrian/manufacturing - di samping kurang adanya kepastian ekonomi - adalah masalah berbagai macam pungutan yang membutuhkan biaya besar, sehingga sektor riil golongan menengah yang disebut sebagai supporting industries ini juga terkena dampaknya. Hal ini menyebabkan sulitnya ekspansi kredit usaha menengah. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh berkaitan dengan peningkatan fungsi intermediasi bank, antara lain : Perpanjangan batas waktu penyelesaian Pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar -dan/atau penurunan modal bank dalam masa krisis ekonomi, yaitu diperpanjang menjadi selambat-lambatnya pada akhir Desember Hal tersebut diberlakukan untuk kredit yang direstrukturisasi melalui mediasi lembaga resmi (Prakarsa Jakarta dan/atau Satuan Tugas Restrukturisasi Kredit ). Dalam kaitan ini perlu ditegaskan bahwa perpanjangan batas waktu penyelesaian Pelampauan BMPK bersifat sementara dan apabila krisis ekonomi telah berakhir maka akan kembali menerapkan ketentuan sesuai dengan standar kehati-hatian yang berlaku. Selain itu terhadap pelanggaran BMPK, tetap akan diselesaikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penambahan fasilitas kredit baru untuk modal kerja dari kredit yang direstrukturisasi diklasifikasikan sebagai Lancar. Kredit yang dijamin oleh BPPN disamakan dengan yang dijamin oleh Pemerintah sehingga tidak diperhitungkan dalam BMPK. Penyertaan sementara pada debitur perusahaan dapat dilakukan sampai batas maksimum 5 tahun atau debitur telah memperoleh laba kumulatif. Dalam periode standstill (periode negosiasi restrukturisasi) kualitas kredit tidak mengalami penurunan. Mengubah ketentuan yang semula mengharuskan bank-bank mencapai tingkat kredit bermasalah (Non-Performing Loans/NPLs) maksimum sebesar 5% pada akhir 2001 dengan pemberian sanksi apabila tidak tercapai, menjadi ketentuan yang tidak disertai dengan sanksi. Di samping itu, untuk mempercepat fungsi intermediasi perbankan Bank Indonesia akan mengambil langkah-langkah : a. Menyesuaikan perhitungan koletibilitas aktiva produktif yang untuk sementara lebih dititikberatkan pada ketepatan pembayaran bunga dan proyeksi cashflow. b. Menurunkan bobot risiko dalam perhitungan ATMR bagi kredit ekspor yang dijamin oleh Bank Ekspor Indonesia (BEI). 16

17 c. Mendorong perluasan kantor cabang bank yang dikaitkan dengan pengembangan UKM khususnya untuk daerah-daerah yang perlu didorong pengembangan ekonominya.pemerintah. Pertanyaan : 5. Harap disampaikan rancangan biaya untuk operasional pada Tahun Anggaran 2003 dan dipersandingkan dengan biaya untuk Tahun Anggaran Jawaban : Sejalan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang pasal 60, tidak membedakan antara anggaran operasional dan anggaran non-operasional, sebagaimana Anggaran Tahunan (ATBI) 2002 yang telah kami sampaikan kepada DPR-RI pada tanggal 10 Desember Dalam rangka menjawab pertanyaan anggota Dewan yang terhormat, dalam kesempatan ini dapat kami kemukakan pengelompokan biaya -biaya yang lazim dikeluarkan oleh suatu bank sentral yaitu biaya penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter, biaya pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistim pembayaran, biaya pengaturan dan pengawasan bank serta biaya pengelolaan sumber daya intern. Di dalam biaya penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter tersebut, terdapat biaya operasi pengendalian moneter (biaya diskonto SBI) dan biaya pengelolaan devisa (bunga pinjaman luar negeri) yang jumlah realisasinya tidak sepenuhnya dapat diprediksi oleh. Dalam tahun 2002, jumlah keseluruhan biaya -biaya dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya adalah sebesar Rp miliar dan diperkirakan akan naik menjadi Rp miliar pada akhir tahun Kemungkinan kenaikan biaya yang dikeluarkan oleh pada tahun 2003 tersebut disebabkan antara lain oleh perubahan besaran-besaran ekonomi moneter seperti jumlah uang primer, volume SBI, tingkat inflasi, tingkat suku bunga luar negeri, tingkat diskonto SBI dan nilai tukar. Pertanyaan : 6. Adakah pada tahun anggaran 2003 akan mengeluarkan atau mencetak uang, kalau ya berapa jumlahnya dan pecahan apa saja. Jawaban : Sesuai dengan pasal 20 UU No.23/1999, merupakan satusatunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah 17

18 serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Dalam melaksanakan setiap kegiatan tersebut di atas, diawali dengan suatu perencanaan baik berupa perencanaan yang bersifat rutin (jangka pendek) maupun perencanaan yang bersifat jangka panjang. Perencanaan yang bersifat rutin dalam pencetakan uang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan uang tunai (uang kertas dan uang logam) di masyarakat dalam satu tahun anggaran. Pada dasarnya besarnya jumlah uang tunai yang akan dicetak dalam satu periode tahun anggaran dipengaruhi oleh besarnya perkiraan tambahan kebutuhan uang tunai yang diedarkan ( UYD) dan jumlah penggantian uang yang tidak layak edar dalam menjaga dan memelihara posisi kas yang aman. Sementara itu, perencanaan yang bersifat jangka panjang mencakup rencana penerbitan uang baru dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik uang antara lain mudah digunakan, nyaman (user friendly), tahan lama (durable), mudah dikenali (easily recognizable) dan sulit dipalsukan (secure against counterfeiting). Sebagai informasi, pada TA 2002 jumlah nilai nominal uang kertas yang dicetak oleh, baik untuk penggantian uang yang tidak layak edar maupun tambahan uang yang diedarkan, adalah sebesar Rp78,96 triliun dan terdiri dari berbagai pecahan. Sementara itu telah mengupayakan antara lain : Untuk menyederhanakan jumlah pecahan uang logam akan dilakukan pencabutan dan penarikan dari peredaran untuk pecahan Rp5 emisi tahun 1970 dan 1974, Rp25 emisi tahun 1971, Rp50 emisi tahun 1971, serta Rp100 emisi tahun 1973 dan Mengenai pecahan Rp sedang dilakukan pengkajian kembali mengenai alternatif bahan yang dipergunakan dan teknik pencetakan dalam rangka meningkatkan security feature -nya. Untuk mendapatkan bahan logam uang yang secara ekonomis lebih rendah dari nilai nominalnya tetapi memiliki masa edar yang relatif lama, sedang dilakukan kajian terhadap alternatif komposisi kandungan bahan logam uang rupiah. Pada TA 2003, untuk jumlah uang yang akan dicetak dalam berbagai pecahan akan dite ntukan pada bulan Oktober 2002 bersamaan dengan perhitungan kebutuhan uang tunai di masyarakat, sedangkan sebagai kelanjutan dari program standarisasi ukuran uang kertas dan upaya preventif dalam mencegah upaya pemalsuan uang rupiah, direnca nakan akan diterbitkan uang kertas baru pecahan Rp , Rp dan Rp Pada ketiga pecahan tersebut akan dilakukan peningkatan security features yang lebih kasat mata dan kasat raba sehingga mudah dikenali masyarakat. Jakarta, 4 Maret

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1997-2 1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1997-1999

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 26 JUNI 2001 Masa Persidangan : IV Tahun Sidang : 2000-2001 Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan terima kasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Kebijakan Perbankan Pasca Krisis 1998 Krisis keuangan yang terjadi di Asia mulai pertengahan tahun 1997 telah memicu krisis perbankan di beberapa

Lebih terperinci

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLLEH PERBANKAN SAMBUTTAN GUBERNUR BANK INDONESII IA TTGLL.. 77 JJUUNNI II 22000044 Pendahuluan 1. Pagi ini saya sangat berbahagia dapat berkumpul bersama untuk membuka

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Gubernur Tanggal 20 November 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 20 NOVEMBER 2002 Pertama-tama, perkenankan

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Perbankan Periode 2 1999-2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 4 3. Langkah-Langkah Strategis

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 perbankan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 perbankan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 perbankan nasional menghadapi masalah yang dapat membahayakan kelangsungan usaha perbankan serta merugikan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada saat ini Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi makro ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dikarenakan bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan akhir yaitu stablilitas perekonomian nasional sebagaimana diatur sebagai tugas pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar menurut Kasmir (2012), yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank atau

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan industri perbankan di masa mendatang diramalkan masih

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan industri perbankan di masa mendatang diramalkan masih I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pertumbuhan industri perbankan di masa mendatang diramalkan masih akan membaik. Hal tersebut didukung oleh hasil positif program restrukturisasi perbankan yang telah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Bank Indonesia 2.1.1 Status dan Kedudukan Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UMUM Kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

POIN ISI SURAT EDARAAN USULAN PERBARINDO. Matriks Rancangan Surat Edaran OJK Tentang Rencana Bisnis BPR dan BPRS

POIN ISI SURAT EDARAAN USULAN PERBARINDO. Matriks Rancangan Surat Edaran OJK Tentang Rencana Bisnis BPR dan BPRS Final Matriks Rancangan Surat Edaran OJK Tentang Rencana Bisnis BPR dan BPRS POIN ISI SURAT EDARAAN USULAN PERBARINDO I. KETENTUAN UMUM 1 Dalam rangka mencapai tujuan usaha yang berpedoman kepada visi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penetapan kebijakan moneter, pemantauan stabilitas sistem keuangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5841 KEUANGAN OJK. Bank. Rencana Bisnis. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 17) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017)

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017) Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017) PENJAMINAN SIMPANAN Hingga Mei 2017, LPS Jamin 212,6 Juta Rekening Simpanan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis data mengenai pertumbuhan jumlah rekening

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena banyak sekali menimbulkan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Salah satu permasalahan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci