BAB I PENDAHULUAN. beberapa negara. Istilah Asia Tenggara pertama kali diperkenalkan oleh pasukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. beberapa negara. Istilah Asia Tenggara pertama kali diperkenalkan oleh pasukan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh beberapa negara. Istilah Asia Tenggara pertama kali diperkenalkan oleh pasukan sekutu yang terdapat di wilayah Asia Tenggara pada waktu itu dengan nama Komando Asia Tenggara (Southeast Asia Command) yang berpangkalan di Kolombo, karena wilayah Asia Tenggara sedang diduduki oleh Jepang selama perang dunia II berlangsung. 1 Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan ini memiliki nilai strategis. Hal itu terbukti pada masa perang dingin antara blok Barat dan blok Timur terdapat persaingan yang terlihat jelas dengan konflik Vietnam Utara yang dikuasai oleh komunis atau Uni Soviet dan Vietnam Selatan yang dikuasai oleh Amerika Serikat. Persaingan antara kedua blok tersebut menjadikan kawasan ini tempat persaingan militer antara kedua kekuatan adidaya tersebut pula. Blok Komunis di bawah komando Uni Soviet menempatkan pangkalan militernya di Vietnam, sedangkan blok Barat di bawah komando Amerika Serikat menempatkan pangkalan militernya di Filipina. 2 Selain konflik dari dua negara adidaya tersebut, negara-negara di kawasan ini juga terlibat konflik masing-masing seperti yang 1 Sjamsudar Dam, Riswandi Kerja Sama ASEAN : Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan (Jakarta: Ghalia Indonesia), hlm Tim Penyusun ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 Tahun 2010 (Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia), hal. 1. 1

2 terjadi antara Laos, Kamboja, dan Vietnam, kemudian konflik bilateral antara Indonesia dengan Malaysia. Situasi persaingan tersebut menyebabkan kekhawatiran dari pemimpin negara-negara di kawasan ini akan terjadinya konflik bersenjata yang merugikan. Kesadaran itu kemudian menimbulkan gagasan untuk membentuk suatu kerjasama agar tidak terjadi saling curiga di antara negara-negara di kawasan ini. Untuk mewujudkan gagasan para pemimpin tersebut beberapa inisiatif yang telah dilakukan, antara lain, adalah pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asia (ASA), Malaya Philippina Indonesia (MAPHILINDO), Traktat Organisasi Asia Tenggara (South East Asia Treaty Organization / SEATO), dan Dewan Asia-Pasifik (Asia and Pacific Council / ASPAC). 3 Pembentukan berbagai aliansi atau usaha mengikat negara-negara di kawasan itu tidak berlangsung dengan mudah. Kegagalan dari pembentukan ikatan sebelumnya kembali menimbulkan gagasan untuk dapat hidup berdampingan antara negara-negara di kawasan ini secara damai dan aman. Menanggapi hal itu Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand melakukan berbagai pertemuan konsultatif secara intens. Sehingga disepakati suatu rancangan Deklarasi Bersama (Joint Declaration) yang isinya mencakup, kesadaran perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik dan membina kerja sama yang bermanfaat di antara negara-negara di kawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. 4 Sebagai 3 Ibid, hal Ibid. 2

3 tindak lanjut dari kesepakatan pembentukan deklarasi itu maka tepat pada tanggal 8 Agustus 1967 bertempat di Bangkok dilakukan pertemuan perwakilan dari lima negara yaitu, Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina menandatangani deklarasi ASEAN atau sering juga disebut deklarasi Bangkok. Deklarasi tersebut menjadi pertanda berdirinya suatu organisasi regional yang dinamai Association of Southeast Asia Nations (ASEAN). Sejak awal didirikannya ASEAN bercita-cita untuk mewujudkan Asia Tenggara bersatu, sehingga keanggotaan ASEAN telah mengalami perluasan menjadi sepuluh negara (Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam 1984, Vietnam 1995, Laos 1997, Myanmar 1997, dan Cambodia 1999). 5 Peningkatan kuantitas anggota ini secara otomatis meningkatkan potensi sengketa antar negara anggota ASEAN baik itu masalah keamanan, perbatasan, ketenagakerjaan, dan berbagai masalah lainnya. Peningkatan potensi masalah ini kemudian menimbulkan kritik terhadap ASEAN sebagai suatu organisasi yang dianggap tidak begitu memiliki kekuatan dalam menyelesaikan permasalahan anggotanya. Prinsip non-intervensi dianggap sebagai salah satu penyebabnya. Prinsip tersebut menjadi dasar utama dalam hubungan antarnegara anggota dan dipegang teguh oleh para negara anggotanya dengan dasar sovereignty. 6 Prinsip yang berhasil mempersatukan ASEAN selama 40 tahun tersebut apabila dapat dilakukan lebih fleksibel diperkirakan dapat 5 C.P.F. Luhulima, dkk Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal Ibid. hal. 4 3

4 membuka peluang penyelesaian permasalahan internal dari negara-negara anggotanya. Keadaan ini menimbulkan kesadaran dari negara-negara anggota bahwa ASEAN belum mewujudkan suatu perasaan kolektif yang menjadikan negaranegara ASEAN sebagai keluarga. Keinginan untuk menciptakan suatu perasaan kolektif ini diwujudkan dengan ide pembentukan komunitas Asia Tenggara yang saling perduli dan berbagi yang disampaikan pada 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur yang dikenal dengan ASEAN Vision Angka 2020 adalah sama dengan batas akhir dari transisi menuju globalisasi ekonomi yang pada saat itu ditandai oleh kebebasa arus barang, jasa dan orang pada skala dunia. 7 Kondisi persaingan global yang bebas itu diperkirakan akan memberikan dampak yang dahsyat bagi kawasan Asia Tenggara hingga dibutuhkan suatu komunitas yang akan membentuk rasa kebersamaan dalam menghadapi persaingan global. Selanjutnya, untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). 8 Para pemimpin negaranegara ASEAN memproklamirkan pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri atas tiga pilar, yakni Komunitas Kemanan ASEAN (ASEAN Security Community- ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC), dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community-ASCC) yang saling mengikat dan memperkuat untuk 7 Ibid. hal. 5 8 Tim Penyusun ASEAN Selayang Pandang Edisi ke-19 Tahun ( Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia) hal.4. 4

5 mencapai tujuan bersama demi menjamin perdamaian yang dapat dipertahankan, stabilitas dan kemakmuran yang terbagi di kawasan Asia Tenggara. 9 Pada KTT ASEAN ke-10 di Vientiane, Laos, tahun 2004, konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya tiga Rencana Aksi (Plan of Action/ PoA) untuk masing-masing pilar. 10 Ketiga rencana aksi tersebut dimasukkan ke dalam Vientiane Action Programme (VAP) sebagai pedoman ASEAN untuk jangka pendek dan menengah ( ) yang terfokus pada usaha untuk melakukan integrasi dan persempitan kesenjangan di dalam ASEAN. Selanjutnya KTT ASEAN ke-11 pada tahun 2006 di Kuala Lumpur mendeklarasikan pembentukan piagam ASEAN. 11 Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Deklarasi Cebu mengenai Cetak Biru Piagam ASEAN para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN (High Level Task Force on the drafting of the ASEAN Charter/HLTF), yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draf Piagam ASEAN. 12 Melalui perundingan yang panjang dari para pemimpin negara-negara ASEAN, maka pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007 ditandatanganilah Piagam ASEAN yang terdiri atas Mukadimah, 13 Bab, 55 Pasal, dan lampiran-lampiran lainnya. 9 C.P.F. Luhulima, dkk. Op Cit. hal Tim Penyusun. Op Cit. hal Ibid. hal Ibid. hal

6 Melalui penandatanganan itu maka dimulailah proses ratifikasi oleh kesepuluh negara anggota ASEAN. Hingga pada 15 Desember 2008 mulailah diberlakukan Piagam ASEAN tersebut setelah semua negara melakukan ratifikasi dan menyampaikan instrumen ratifikasinya kepada Sekretariat ASEAN. Piagam ASEAN (ASEAN Charter) mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar (loose association) menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rules-based organization) dan menjadi subjek hukum (legal personality). 13 Sebelum diterapkannya Piagam ASEAN tersebut, tepatnya pada KTT ASEAN ke -12 yang diselenggarakan di Cebu, Filipina telah disepakati percepatan pembentukan komunitas ASEAN di tahun 2015 dan pembentukan Cetak Biru dari ketiga pilar komunitas ASEAN. Para pemimpin negara-negara di ASEAN sepakat untuk mewujudkan One Caring and Sharing Community pada 2015 atau lima tahun lebih awal dibandingkan kesepakatan di Kuala Lumpur pada tahun Komunitas ASEAN akan diwarnai pencapaian kerja sama, solidaritas, bersama melawan kemiskinan, dan menikmati rasa aman, termasuk keamanan manusia (human security). 14 Rasa aman yang dimaksud ini merupakan salah satu hal yang ingin diwujudkan oleh salah satu pilar Komunitas ASEAN yaitu Komunitas Keamanan ASEAN. Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC) sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi Vientianne (Vientianne Action Plan/VAP) diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan 13 Ibid. hlm C.P.F. Luhulima, dkk. Op Cit. hal. 6. 6

7 ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC) sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. 15 Komunitas keamanan ini sendiri merupakan konsep yang berbeda dari aliansi dan sistem keamanan kolektif. Aliansi tumbuh sebagai akibat dari munculnya persepsi tentang adanya musuh bersama atau ancaman luar. Komunitas keamanan sebaliknya, tumbuh dari kehadiran kepentingan dan identitas bersama di antara-negara anggotanya. 16 Komunitas keamanan juga berbeda dari sistem keamanan kolektif. Sistem keamanan kolektif menekankan pemberian sanksi terhadap negara yang melanggar aturan. Kemudian, sistem ini juga mendukung penggunaan kekuatan militer dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan komunitas keamanan sangat menghindari hal-hal tersebut. Komunitas keamanan mengupayakan adanya penciptaan suatu identitas bersama dari tiap negara anggotanya secara bersama dan terus menerus hingga dapat menjaga stabilitas negara-negara anggotanya. 17 Berdasarkan hal tersebut, Komunitas Politik-Keamanan ASEAN membentuk suatu cetak biru untuk menjadi acuan dari pelaksanaan komunitas politikkeamanan tersebut. Cetak biru dari Komunitas Politik-Keamanan ASEAN atau yang sering disebut APSC Blueprint tersebut mengandung tiga karasteriktik utama. Tiga karakteristik tersebut adalah : a. Komunitas Berbasis Aturan dengan Nilai dan Norma Bersama (A Rules-based Community of Shared Values and Norms) 15 Tim Penyusun. Op Cit. hal Bambang Cipto Hubungan Internasional di Asia Tenggara : Teropong Terhadap Dinamika, Kondisi Riil, dan Masa Depan. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), hal Lihat : Ibid. hal

8 b. Sebuah Wilayah Terpadu, Damai dan Tangguh dengan Tanggung Jawab Bersama untuk Keamanan Menyeluruh (A Cohesive, Peaceful, Stable and Resilient Region with Shared Responsibility for Comprehensive Security) c. Kawasan yang Dinamis dan Berpandangan Keluar dalam Dunia yang Semakin Terintegrasi dan Saling Bergantung (A Dynamic and Outward Looking Region in an Increasingly Integrated and Interdependent World). 18 Perubahan cetak biru dari ketiga pilar Komunitas ASEAN terjadi pada KTT ke 27 di Kuala Lumpur tahun 2015 yang disesuaikan dengan Visi ASEAN Terdapat perubahan pada cetak biru APSC yang mengubah karakteristik menjadi empat, yaitu : a. Komunitas berbasis nilai, berorientasi pada masyarakat, berpusat pada masyarakat (Ruled Based, People-Oriented, People-Centred Community). b. Kawasan damai, aman, dan stabil (Peaceful, Secure, and Stable Region). c. Sentralitas ASEAN dalam kawasan yang dinamis dan berpandangan ke luar (ASEAN Centrality in A Dinamic and Outward-Looking Region). d. Penguatan kapasitas dan kehadiran institusi ASEAN (Strengthened ASEAN Institutional Capacity and Presence). 19 Sebagai sebuah komunitas keamanan, APSC mengedepankan langkahlangkah preventif atau pencegahan terhadap berbagai ancaman keamanan. Keamanan yang dimaksud dalam APSC bukan hanya yang menyangkut isu-isu 18 ASEAN Political-Security Community Blueprint. (Jakarta : Sekretariat ASEAN), hal ASEAN 2025 : Forging Ahead Together (Jakarta : Sekretariat ASEAN) hal. 20 8

9 keamanan tradisional. Keamanan tradisional itu mengacu pada situasi atau keadaan di mana unsur-unsur pokok yang membentuk suatu negara seperti kedaulatan wilayah, penduduk, atau warganegara, basis ekonomi, pemerintah, konstitusi dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa gangguan dari pihak lain. 20 Masalah keamanan non tradisional juga masuk sebagai bagian dalam cetak biru APSC. Keamanan non tradisional sendiri merupakan konsep keamanan yang memperhatikan aspek non militer baik dari segi ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, hingga hak asasi manusia. 21 Masalah keamanan non tradisional yang dimasukkan ke dalam cetak biru APSC antara lain kejahatan transnasional, terorisme, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, cybercrimes, pengamanan lintas batas, dan penanganan bencana. 22 Masalah keamanan non tradisional yang dimasukkan dalam cetak biru APSC tersebut menunjukkan adanya upaya membentuk kesamaan pandangan dalam melihat ancaman dari sisi keamanan non tradisional. Kesamaan pandangan tersebut merupakan salah satu ciri dari komunitas politik-keamanan. Sebagai upaya menjaga keberlangsungan kesamaan pandangan tersebut, APSC melalui cetak birunya memberikan panduan berbagai tindakan yang harus dilakukan dalam menghadapai isu-isu keamanan non tradisional di kawasan. Tindakan yang dimaksud berupa penguatan kapabilitas nasional masing-masing negara. 20 Lihat : Aleksius Jemadu Politik Global dalam Teori dan Praktek edisi 2. (Yogyakarta : Graha Ilmu) hal Ibid hal Lihat : ASEAN 2025 : Forging Ahead Together (Jakarta : Sekretariat ASEAN). hal

10 Kapabilitas nasional itu dapat berupa peraturan atau dasar hukum, dan badanbadan. Penguatan kapabilitas nasional di negara masing-masing merupakan upaya untuk menciptakan kesamaan pandangan dan pemerataan kekuatan dalam menghadapi ancaman keamanan non tradisional. Hal tersebut dilakukan karena cetak biru APSC menyatakan penghormatan prinsip independensi, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, non interference, dan identitas nasional. 23 Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan tiap negara tidak dapat diurusi oleh negara lain yang ada di dalam kawasan. Penguatan tersebut juga dilakukan di tiap negara demi menjaga kedaulatan negara seiring dengan upaya mewujudkan kawasan yang aman, damai dan stabil Rumusan Masalah Masalah keamanan non tradisional ialah ancaman terhadap keamanan manusia yang ada di dalam suatu negara. Masalah keamanan non tradisional itu dapat berupa kejahatan transnasional, terorisme, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, cybercrimes, pengamanan lintas batas, dan penanganan bencana. Masalah keamanan non tradisional ini berbeda dengan masalah keamanan tradisional yang mengancam kedaulatan sebuah negara karena bentuk ancamannya berbentuk perang untuk merebut wilayah, atau pemaksaan terhadap penerapan ideologi tertentu. 23 Ibid. hal

11 Penanganan yang dilakukan pun berbeda, masalah keamanan tradisional ini harus dihadapi dengan kekuatan militer sedangkan masalah keamanan non tradisional dapat dihadapi dengan penguatan undang-undang, badan-badan sektoral, serta kerjasama antar negara seperti yang dilakukan Indonesia dengan mengikuti APSC. Namun, prinsip-prinsip yang ada di dalam cetak biru APSC seperti disebutkan sebelumnya memberikan dilema tersendiri dalam mewujudkan komunitas politik-keamanan ASEAN. Penguatan kapabilitas nasional untuk menghadapi ancaman keamanan non tradisional pun mesti dilakukan tiap negara berdasarkan kondisi keamanan non tradisional di dalam negerinya masing-masing. Hal tersebut terjadi karena kondisi keamanan non tradisional di tiap negara berbeda dan negara lain tidak dapat ikut campur dalam menangani permasalahan tersebut. Begitu pula yang terjadi di Indonesia sebagai negara yang ikut tergabung dalam APSC dan memiliki masalah ancaman terorisme dan narkoba. Indonesia harus melakukan penguatan terhadap undang-undang dan peraturan lain serta badan-badan di Indonesia untuk mengurusi permasalahan terorisme dan narkoba. Kedua permasalahan ini akan menjadi pokok pembahasan karena dalam cetak biru APSC sendiri terdapat perhatian lebih terhadap kedua permasalahan ini. Hal itu ditunjukkan dengan terdapatnya 12 tindakan dalam kategori terorisme dan 14 tindakan dalam kategori narkoba, jumlah tersebut lebih banyak dibanding dengan jenis ancaman keamanan non tradisional lainnya. 11

12 Kapabilitas nasional menjadi hal penting karena dalam komunitas politikkeamanan ASEAN, Indonesia tidak dapat berharap bantuan dari negara lain dalam menghadapi ancaman terorisme dan narkoba. Oleh sebab itu muncul pertanyaan, bagaimana undang-undang, peraturan lainnya, badan-badan dan kerjasama antar negara ASEAN yang dilakukan Indonesia dalam ruang lingkup APSC untuk mencegah dan menangani masalah terorisme dan narkoba? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk : 1. Mengetahui bagaimana penetapan sektor-sektor keamanan non tradisional oleh ASEAN dan Indonesia. 2. Mengetahui kapabilitas nasional Indonesia untuk melaksanakan cetak biru APSC dalam bidang keamanan non tradisional. 3. Mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Indonesia sebagai pelaksanaan langkah-langkah cetak biru APSC di bidang keamanan non tradisional Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, ialah : 1. Menggambarkan kemampuan dari undang-undang, badan-badan dan kerja sama antar negara ASEAN yang dilakukan Indonesia dalam menangani masalah terorisme dan narkoba dalam rangka pelaksanaan APSC. 2. Mendeskripsikan kesenjangan antara undang-undang, badan-badan sektoral untuk menghadapi ancaman terorisme dan narkoba dalam pelaksanaan APSC di Indonesia. 12

13 1.5. Kerangka Teori Realisme Realisme merupakan sebutan yang digunakan dalam berbagai macam disiplin ilmu. Ilmu politik merupakan salah satu disiplin ilmu yang menggunakan istilah realisme, khususnya dalam ranah hubungan internasional. Realisme pada umumnya dianggap sebagai tradisi teoritis paling berpengaruh dalam hubungan internasional. 24 Hal itu disebabkan oleh pemikiran realisme yang lahir dari kritik secara keras kepada internasionalisme liberal dan pengaruh pemikiran ini terhadap praktek diplomasi internasional. Realisme mengkritik pemikiran liberalisme dalam hubungan internasional yang mengedepankan kemungkinan munculnya sistem keamanan kolektif. Keamanan kolektif ini akan menyebabkan apabila ada negara yang melakukan agresi akan berhadapan dengan kekuatan kolektif opini dunia dan militer. Pada akhirnya, kesepakatan internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa akan terbentuk sebagai sebuah mekanisme bagi resolusi konflik yang damai. Namun, sifat imajiner atau lebih fokus pada harapan perdamaian dunia yang dikemukakan oleh pemikiran liberal ini melupakan pada analisis fakta yang terjadi. Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa mencegah invasi Jepang atas Manchuria dan pendudukan Italia atas Etopia telah menghancurkan harapan banyak kaum Scott Burchill, Andrew Linklater Teori-Teori Hubungan Internasional (Bandung : Nusa Media) hal Ibid. hal

14 liberal yang percaya bahwa dunia dapat menjadi damai hanya dengan berharap saja. 26 Menurut Carr, yang diperlukan adalah pendekatan yang tepat yang lebih menekankan realitas kekuasaan politik internasional daripada pendekatan yang menjadikan suatu harapan mengenai bagaimana dunia seharusnya sebagai sebuah dasar pemikiran: dengan kata lain, lebih cenderung pada kenyataan daripada yang seharusnya. 27 Kondisi ini menunjukkan bahwa realime merupakan pemikiran yang menekankan pada penerimaan fakta dan analisis atas sebab dan dampaknya. Realisme menggambarkan manusia sebagai makhluk yang haus akan kekuasaan. Manusia dianggap akan selalu mengejar kekuasaan di manapun dia berada. Menurut Hans J. Morgenthau politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan atas manusia, dan apa pun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara memperoleh, memelihara, dan menunjukkan kekuasaan menentukan teknik tindakan politik. 28 Pemikiran itu memiliki kesamaan dengan pemikiran realisme Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes yang mengemukakan bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan penggunaan kekuasaan merupakan perhatian utama aktivitas politik. 29 Pemikiran itu menggambarkan politik internasional sebagai politik kekuasaan, arena persaingan, konflik, dan perang antara negara-negara. Hal itu 26 Ibid. hal Ibid.hal Robert Jackson dan Georg Sorensen Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal Ibid. 14

15 menyebabkan muncul asumsi bahwa politik dunia berkembang dalam anarki internasional, yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintahan dunia. 30 Negara-negara merupakan aktor utama dalam hubungan internasional. Dalam keadaan anarkis, tiap negara harus menolong dirinya sendiri atau self-help. 31 Keadaan anarkis dalam hubungan internasional ini tidaklah menempatkan negara-negara dalam posisi yang sejajar. Tedapat hirarki internasional atas kekuasaan negara-negara yang didominasi oleh negara dengan kekuatan besar (great powers) yang menggunakan dominasinya untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya. Dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara. 32 Tindakan negara-negara dalam hubungan internasional yang berbentuk kebijakan politik luar negeri didasarkan pada keinginan untuk mempertahankan eksistensinya dan keamanannya secara terus menerus. Negara dipandang sangat vital bagi kehidupan warganya, negara bertindak sebagai pelindung wilayah, penduduk dan kebudayaannya. Kepentingan nasional adalah sebagai penentu dalam membuat kebijakan politik luar negeri. Fakta bahwa tiap negara mengejar pencapaian kepentingan nasionalnya menjadikan tiap negara tidak dapat dipercaya satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan 30 Ibid.hlm Abu Bakar Eby Hara Pengantar Analisis Politik Luar Negeri : dari Realisme sampai Konstruktivisme (Bandung: Nuansa) hal Robert Jackson dan Georg Sorensen. Op Cit. hal

16 kesepakatan internasional bersifat sementara dan kondisional atas dasar keinginan negara untuk mematuhinya. 33 Secara garis besar, realisme sebagai teori dibagi menjadi dua yaitu realisme klasik dan realisme modern atau neorealisme. Realisme klasik merupakan hasil dari pemikiran tokoh-tokoh seperti Thucydides yang menganggap hubungan antar bangsa sebagai konflik dan kompetisi yang tidak dapat dihindari antara negara-kota Yunani Kuno dan antara Hellas dan kekaisaran non-yunani di sekitarnya, seperti Macedonia atau Persia. 34 Negara-negara pada saat itu juga memiliki kekuatan yang tidak setara dan perbedaan itu tidak dapat dihindari antara negara-negara besar dan kecil pada saat itu. Selain Thucydides adapula Machiavelli, yang dalam ajaran politiknya ada dua hal penting dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri, yaitu kekuasaan dan penipuan. Menurutnya, nilai politik tertinggi adalah kemerdekaan serta adanya tanggung jawab penguasa yang berupaya mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya dan menjamin kehidupannya. Hal itu membutuhkan kekuatan serta kecerdikan untuk memanfaatkan hubungan dengan negara lain sebagai sarana pencapaian kepentingan nasional. Teori realis klasiknya merupakan teori kelangsungan hidup negara. Kemudian, Hobbes juga menjadi realis klasik. Hobbes menyatakan bahwa keadaan alami merupakan lingkungan manusia yang sangat tidak bersahabat di Ibid. 34 Ibid. hal Ibid. hal

17 mana terdapat keadaan perang setiap manusia terhadap setiap manusia. 36 Hobbes yakin pula dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan pembentukan negara berdaulat. Negara berdaulat itu akan menjadikan manusia membentuk perjanjian keamanan yang menjamin keselamatan mereka. Akan tetapi terjadi dilema keamanan dimana penciptaan satu negara berdaulat akan menciptakan kondisi alami di antara negara-negara lain dalam politik dunia. Kondisi alamiah ini akan menyebabkan konflik antara satu negara dengan negara lain dan sangat sulit untuk menyelesaikannya. Hal ini berbeda dengan menangani kondisi alamiah manusia karena tidak akan ada negara yang mau menyerahkan kedaulatannya untuk menjamin keamanan global. Akan tetapi, menurut Hobbes, negara-negara dapat juga membuat perjanjian satu sama lain untuk menyediakan dasar hukum bagi hubungannya. Hukum internasional dapat menenangkan keadaan alami internasional dengan menyediakan kerangka persetujuan dan aturan yang menguntungkan semua negara. itu hanya akan dipatuhi jika berada dalam kepentingan keamanan dan kelangsungan hidup negara untuk melakukannya, dan apabila tidak hukum itu akan diabaikan. Setelah itu ada pula Hans J. Morgenthau yang mempercayai bahwa secara alami manusia dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan memperoleh hasil dari 37 Akan tetapi hukum kekuasaan. 38 Kemudian, dalam mengejar kekuasaan dan pencarian keuntungan dari kekuasaan itu, manusia akan mencari wilayah politik yang menjamin 36 Ibid. hlm Ibid. hal Ibid.hal

18 keamanannya. Wilayah politik yang dapat mengatur keamanannya ini adalah negara karena mustahil ada keamanan di luar negara. Dalam politik internasional, kalau mengikuti realisme klasik seperti Morgenthau, negara-negara masih diangap memiliki tujuan dan aspirasi politik luar negeri sendiri dan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan pada struktur internasional. 39 Ada enam prinsip realisme politik yang diungkapkan oleh Morgenthau, yaitu : 1. Politik ditentukan oleh hukum-hukum objektif yang berakar pada kodrat manusia. Hukum ini tidak berubah dari waktu ke waktu dan kedap terhadap pilihan manusia. Hukum-hukum ini memberikan kita kepastian dan kepercayaan dalam memperhitungkan sikap politik yang rasional. 2. Kunci untuk memahami politik internasional adalah mendefenisikan konsep kepentingan dalam kaitannya dengan kekuasaan. Dengan merujuk pada konsep ini kita punya peluang utnuk melihat politik sebagai sebuah ruang tindakan otonom. Kepentingan negara yang harusnya menjadi tujuan tunggal negarawan, selalu didefenisikan dalam pengertian kemampuan strategis atau ekonomi. 3. Bentuk dan sifat kekuasaan negara akan bermacam-macam dalam waktu, tempat dan konteks, tetapi konsep kepentingan masih tetap sama. 39 Abu Bakar Eby Hara Pengantar Analisis Politik Luar Negeri : dari Realisme sampai Konstruktivisme (Bandung: Nuansa) hal

19 4. Prinsip-prinsip moral universal tidak menuntun sikap negara, meski sikap negara jelas akan memiliki implikasi moral dan etika. Sikap hatihati yang didasarkan pada penilaian bijaksana dari konsekuensikonsekuensi yang muncul dari pilihan politis alternatif adalah hukum yang menjadi pedoman kaum realis. 5. Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip moral yang disetujui secara universal. Meski negara dari waktu ke waktu akan berusaha keras mendandani sikap mereka dalam pengertian etis (pembelaan hak asasi manusia), penggunaan bahasa moral untuk membenarkan sikap eksternal dirancang untuk merundingkan keuntungan, legitimasi, dan selanjutnya kepentingan nasional negara. Kepentingan adalah standar tetap yang menjadi bahan petimbangan dan tujuan yang disasar oleh tindakan politik. 6. Secara intelektual bidang politik itu otonom dari setiap bidang perhatian manusia lainnya. Posisi ini memungkinkan untuk melihat wilayah internasional seagai sesuatu yang berbeda secara analitis dari bidang intelektual lainnya, dengan standar pemikiran dan kriteria sendiri untuk analisis dan evaluasi sikap negara. Pertanyaan kunci seperti bagaimana kebijakan ini mempengaruhi kekuasaan bangsa? Menjadi titik perhatian lingkup analisis intelektual yang tersendiri ini Lihat : Hans J. Morgenthau Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace. (New York: Knopf) hal

20 Keenam prinsip yang dikemukakan oleh Morgentahau itu menempatkan negara sebagai aktor penting dalam politik internasional. Selain enam prinsip realisme itu, adapula asumsi realisme menurut Kegley dan Wittkopf. Asusmsi tersebut antara lain ialah sekutu dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan negara dalam mempertahankan diri tetapi kesetiaan dan keandalannya tidak bisa dipastikan sebelumnya. Kemudian, negara tidak boleh mengandalkan organisasi internasional atau hukum internasional untuk menjamin keamanan nasionalnya. Selain itu negara juga harus menolak setiap upaya pengaturan perilaku internasional melalui mekanisme pemerintahan global. Berikutnya, karena semua negara berusaha untuk meningkatkan kekuatannya maka stabilitas hanya bisa dicapai melalui keseimbangan kekuatan (balance of power) yang diperlancar oleh pembentukan dan pembubaran aliansi-aliansi yang saling bertentangan. 41 Berdasarkan asumsi-asumsi dasar tersebut terlihat bahwa dalam ranah hubungan internasional yang menjadi fokus utama adalah masalah keamanan nasional dan eksistensi negara. Asumsi tersebut juga menyatakan bahwa dalam hubungan antara negara-negara di dunia tidak ada suatu pemerintahan global. Negara-bangsa sebagai entitas politik yang berdaulat dan independen merupakan unit analisis yang menjadi fokus atau center of gravity bagi realisme Aleksius Jemadu Politik Global dalam Teori dan Praktik edisi 2 (Yogyakarta : Graha Ilmu) hal.8 42 Aleksius Jemadu. Ibid. hal

21 Selanjutnya ada pula aliran realisme modern, atau neorealisme atau sering juga disebut realisme struktural. 43 Adanya kritik yang tajam terhadap realisme menimbulkan pemikiran-pemikiran baru salah satunya adalah realisme modern atau neorealisme yang dicetuskan oleh Kenneth Waltz. Waltz menawarkan eksplanasi terhadap perilaku negara dengan mengacu pada hakekat struktur politik yang melingkupinya. 44 Perhatian terhadap struktur internasional yang memberi pengaruh pada usaha mempertahankan keamanan inilah yang menyebabkan neorealisme dinamakan juga sebagai realisme struktural. Waltz menyatakan bahwa, unit-unit negara dari sistem internasional dibedakan khususnya oleh besar atau kecilnya kapabilitas mereka dalam menjalankan tugas yang serupa...struktur suatu sistem berubah seiring dengan perubahan dalam distribusi kapabilitas antar unit-unit sistem. 45 Teori tersebut menggambarkan bahwa sistem politik internasional berubah seiring dengan perubahan kapabilitas tiap negara. Negara-negara dengan kapabilitas besar cenderung lebih mampu memberi pengaruh terhadap sistem politik internasional. Bagi neorealisme, faktor distribusi kapabiltas di dalam struktur internasional akan mempengaruhi perilaku atau aktor-aktor politik luar negeri. Hal ini membuktikan bahwa struktur sistem internasional dalam pandangan kaum neorealis masih bersifat anarkis. Tidak ada negara yang dianggap menjadi penguasa karena tidak ada pemerintahan internasional. Kondisi sistem Lihat : Aleksius Jemadu. Ibid. hal Ibid. hal Robert Jackson dan Georg Sorensen, Op Cit. hal Abu Bakar Eby Hara Pengantar Analisis Politik Luar Negeri : dari Realisme sampai Konstruktivisme (Bandung: Nuansa) hal

22 internasional yang anarkis ini dianggap sebagai pemicu ketakutan, ketidakamanan, dan kecurigaan antar negara. Struktur internasional ini memaksa tiap negara untuk mengejar kekuasaan. Keadaan saling mengejar kekuasaan ini pula yang menimbulkan dilema keamanan dalam pandangan kaum neorealis. Dilema ini menurut kaum neorealis dapat diatasi dengan menciptakan kondisi keseimbangan kekuatan atau balance of power diantara negara-negara di dunia. Dalam beberapa kasus, negara-negara mengadakan aliansi atau kerjasama untuk mempertahankan keseimbangan ini. Perlu diperhatikan dalam proses penyeimbangan dan dalam struktur politik internasional adalah peranan negaranegara besar yang mempunyai kapabilitas yang besar, karena pada kenyataanya negara dengan kapabilitas besarlah yang mengatur kestabilan di dunia. 47 Pembentukan aliansi atau kerjasama sendiri menurut kaum neorealis adalah sulit karena mempertimbangkan untung rugi, kekhawatiran keuntungan lebih besar diperoleh lebih oleh rekan aliansi termasuk kekhawatiran kehilangan otonomi sebagai negara yang berdaulat. 48 Hal ini menyebabkan akan selalu ada pengkajian berkala oleh negara-negara yang beraliansi atas untung rugi dari keikutsertaannya dalam aliansi tersebut. Menghadapi sistem internasional yang bersifat anarkis ini kaum neorealis juga mengemukakan dua pilihan yang bergantung pada kapabilitas negara masingmasing. Pertama, ialah defensive realist seperti Kenneth Waltz yang menyatakan 47 Lihat : Ibid. hal Ibid

23 bahwa tujuan utama negara adalah keamanan karena dunia yang anarkis. 49 Pandangan ini mengungkapkan tidaklah bijaksana untuk memiliki power yang besar karena sikap ofensif hanya akan meningkatkan rasa tidak aman dan saling bersaing dalam meraih kekuasaan yang lebih besar antar negara. Kemudian ada realis yang bertindak ofensif seperti Mearsheimer juga Fareed Zakaria dan Eric Labs, mengatakan bahwa mendapatkan power sebesar mungkin adalah langkah strategis terutama bila keadaan memungkinkan untuk mendapatkan hegemoni. 50 Power tersebut bukanlah semata-mata digunakan untuk menaklukkan atau mendominasi namun dalam dunia yang bersifat anarkis power digunakan sebagai jaminan untuk keberlangsungan hidup. Kondisi dunia yang anarkis itu kemudian mengharuskan tiap negara melakukan tindakan masingmasing dalam mempertahankan eksistensinya. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori realisme berfokus pada keamanan sebagai kepentingan nasional tiap negara dan penggunaan kapabilitas nasional sebagai kekuatan dalam mencapai kepentingan nasional tersebut. Kapabilitas nasional tersebut dapat berupa kekuatan militer, kekuatan hukum dalam bentuk peraturan, dan badan-badan pelaksananya hingga kerjasama antar negara. Realisme sendiri sejak awal perkembangannya membernarkan adanya kerjasama antar negara sebagai upaya pembentukan balance of power atau stabilitas antara negara-negara di dunia. 49 Ibid.hlm Ibid. 23

24 Keamanan nasional sebagaimana dimaksud sebelumnya mengacu pada situasi atau keadaan unsur-unsur pokok yang membentuk suatu negara seperti kedaulatan, wilayah, penduduk, basis ekonomi, pemerintah, dan sistem konstitusi. Acuan dalam keamanan nasional ini ialah negara-bangsa. Namun perlu dicatat bahwa pada akhirnya yang merasa aman atau tidak aman adalah manusia atau kelompok manusia bukannya benda mati atau entitas hasil abstraksi pikiran manusia. 51 Sam C. Sarkesian mendefinisikan keamanan nasional itu sebagai kepercayaan diri dari sebagian besar bangsa yang negaranya memiliki kekuatan militer dan kebijakan yang efektif untuk mencegah lawan-lawannya dari pengunaan kekuatan untuk mencegah negara tersebut mencapai kepentingan nasionalnya. 52 Berdasarkan dari definisi ini terlihat bahwa dalam mencapai kepentingan nasional berupa keamanan bukan hanya melalui kekuatan militer, namun juga dari aspek non militer yaitu melalui kebijakan yang efektif dari sebuah negara. Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de Wilde menjelaskan tentang aspek non militer ini terhadap masalah keamanan negara. Masalah keamanan negara tersebut terbagi menjadi tiga kategori. Pertama bersifat tidak terpolitisasi, yaitu tidak memerlukan intervensi kebijakan publik, kedua terpolitisasi yaitu membutuhkan penanganan melalui kebijakan publik, dan kemudian bersifat tersekuritisasi yaitu yang membutuhkan intervensi kebijakan yang bersifat 51 Aleksius Jemadu. Op Cit. hal Ibid. hal

25 darurat. 53 Berdasarkan penjelasan tersebut makin terlihat bahwa masalah keamanan bukan hanya ditangani melalui kekuatan militer, namun juga kebijakankebijakan yang merupakan produk politik. Keberadaan manusia sebagai pihak yang paling merasakan kondisi aman atau tidak seperti disebutkan sebelumnya memunculkan konsep human security yang merupakan upaya mengimbangi konsep keamanan yang terlalu fokus pada negara berdaulat. Seiring meningkatnya proses globalisasi, terdapat peningkatan perhatian terhadap masalah keamanan non tradisional yang merupakan peralihan perhatian dari negara sebagai satu-satunya objek acuan keamanan. Masalah keamanan baru seperti kejahatan transnasional dalam bentuk perdagangan narkoba, human trafficking, penyelundupan senjata, pencucian uang, terorisme, bajak laut memaksa pemerintah untuk menyusun kembali agenda keamanan serta menciptakan pemecahan masalah pada level regional melalui kerjasama internasional. 54 Isu-isu keamanan non tradisional melanda baik negara maju maupun negara berkembang. Negara-negara di Asia Tenggara juga menghadapi berbagai isu keamanan non tradisional dan dituntut untuk menggalang kerjasama regional untuk mengatasi berbagai isu tersebut. 55 Pembentukan ASEAN Security Community pada 2003 dan berubah menjadi ASEAN Polical-Security Community pada tahun 2008 merupakan upaya dalam menghadapi ancaman keamanan non tradisional di negara-negara ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa untuk 53 Ibid. hal Ibid. hal Ibid. hal

26 mengatasi masalah keamanan non tradisional, negara tetap menjadi aktor utamanya. Berdasarkan hal tersebut, teori realisme akan digunakan pada bagian pembahasan dalam penelitian ini. Teori realisme dipilih karena teori ini membenarkan adanya kerjasama antar negara dalam mengatasi masalah keamanan nasionalnya. Kemudian teori realisme digunakan juga karena dalam ASEAN Political Security Community yang menjadi aktor utamanya adalah negara. Penggunaan teori realisme akan digunakan untuk menunjukkan kesenjangan antara undang-undang, dan keberadaan badan-badan sektoral dengan kondisi ancaman terorisme dan narkoba di Indonesia. Teori ini juga akan menunjukkan upaya penciptaan balance of power antar negara anggota ASEAN dalam mencegah dan menangani masalah terorisme dan narkoba Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini berjenis kualitatif yang diartikan sebagai bentuk penelitian yang mengeksplorasi dan memahami makna dari masalah sosial atau kemanusiaan. 56 Penelitian kualitatif ini akan mengeksplorasi masalah dengan cara mengumpulkan data dari tema yang bersifat khusus menuju kepada tema yang bersifat umum dengan tujuan akhir menafsirkan makna data. Penelitian ini akan mengungkapkan masalah keamanan non tradisional di Indonesia. Kemudian penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana keberadaan 56 Lihat John W. Creswell Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal

27 kapabilitas Indonesia bentuk peraturan dan badan-badan untuk menghadapi masalah keamanan non tradisonal yang ada di Indonesia. Masalah keamanan yang akan dibahas adalah sesuai dengan cetak biru APSC karena Indonesia merupakan aktor yang terlibat dalam APSC tersebut. Selain mengungkapkan kondisi keamanan non tradisional yang dialami Indonesia beserta kapabilitas nasionalnya, penelitian ini juga akan menunjukkan kerjasama antara Indonesia dengan negaranegara ASEAN dalam rangka pelaksanaan cetak biru APSC. Peraturan, badan-badan, serta kerjasama antar negara dalam rangka pelaksanaan cetak biru APSC itu menjadi penting karena hal tersebut merupakan mekanisme yang harus dilakukan Indonesia untuk mengatasi masalah keamanan non tradisional. APSC sendiri menekankan kepada langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan melalui penguatan peraturan dan badan-badan di dalam negeri yang dibuat sesuai dengan panduan dari cetak biru APSC. Cetak biru APSC ada sebagai panduan terhadap mekanisme-mekanisme yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah keamanan non tradisional di tiap negara anggota ASEAN. Teori realisme digunakan dalam pembahasan di penelitian ini karena realisme membenarkan adanya kerjasama antar negara dalam mengatasi masalah keamanan nasionalnya seperti yang dilakukan oleh Indonesia dengan mengikuti APSC. Kemudian teori realisme digunakan karena dalam APSC yang menjadi aktor utamanya adalah negara. Teori ini juga digunakan karena APSC menekankan penggunaan kapabilitas nasional dalam bentuk undang-undang dan 27

28 badan-badan tiap negara untuk menghadapi ancaman keamanan non tradisional tiap negara sebagai bentuk penghormatan terhadap kedaulatan negara anggotanya. Pendekatan realisme digunakan untuk melihat bagaimana undang-undang dan peraturan lainnya, badan-badan dan kerjasama antar negara ASEAN yang dilakukan Indonesia dalam ruang lingkup APSC untuk mencegah dan menangani masalah keamanan non tradisionalnya Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini akan mengumpulkan data dengan cara studi pustaka. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari buku, jurnal, artikel, dan dokumen-dokumen baik itu berupa undang-undang maupun berita dari berbagai media. Peneliti akan mengumpulkan data tentang pelaksanaan APSC di Indonesia dari sumber resmi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM. Untuk mendapatkan data berupa kondisi keamanan non tradisional peneliti akan mencari melalui sumber resmi Badan Narkotika Nasional, BNPT, Interpol, Kepolisian Republik Indonesia, dan BNPB. Sumber resmi itu berupa website yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut. Kemudian, apabila data yang diinginkan tidak didapatkan melalui website, peneliti akan mengirimkan berupa permohonan permintaan data kepada lembaga tersebut. Selain mengumpulkan data yang dari lembaga-lembaga tersebut, peneliti juga mengumpulkan data tentang kondisi keamanan non tradisional, dan juga pelaksanaan APSC dari situs-situs pemberitaan seperti 28

29 kompas.com, tempo.co.id, liputan6.com, detik.com, beritasore.com, antaranews.com, cnnindonesia.com, poskotanews.com, serta republika.com. Selanjutnya, peneliti juga akan mengumpulkan data dari buku, jurnal, majalah, koran, dan sumber lain yang mengandung informasi tentang pelaksanaan APSC, dan juga kondisi keamanan non tradisional di Indonesia Teknik Analisa Data Data yang dikumpulkan pada penelitian kali ini akan dianalisis secara induktif. Maksudnya, peneliti akan mengumpulkan data berupa keadaan Indonesia terkait keamanan non tradisional, undang-undang, dan peraturan lain serta badan yang bertanggung jawab dalam mencegah dan menanggulangi gangguan keamanan non tradisional, serta langkah-langkah atau kerjasama yang telah dilakukan sebagai mekanisme dalam rangka pelaksanaan APSC oleh Indonesia. Kemudian, data berupa undang-undang, peraturan lain, keberadaan badanbadan, pelaksanaan langkah-langkah dan kerjasama dalam rangka APSC akan dikategorikan sebagai kapabilitas nasional Indonesia. Kapabilitas tersebut akan dianalisis dengan pendekatan realisme hingga menunjukkan apakah Indonesia berada pada posisi yang diuntungkan atau tidak dalam pelaksanaan APSC Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan 29

30 BAB II : Deskripsi Indonesia pada penerapan ASEAN Political- Security Community yang berisi uraian kondisi keamanan non tradisional sesuai kategori cetak biru APSC di Indonesia, kapabilitas Indonesia dalam pencegahan dan penanggulangan kondisi keamanan non tradisional, dan langkah-langkah atau kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dalam rangka pelaksanaan APSC dalam bidang keamanan non tradisional. BAB III : Pembahasan yang berisi Analisis Kapabilitas Nasional terhadap Ancaman Terorisme dan Narkoba di Indonesia serta Komunitas Politik-Keamanan ASEAN sebagai Pilihan Kerjasama yang dianalisis dengan realisme. BAB IV : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran. 30

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL Oleh : Elfia Farida 1 Abstrak Berlakunya Piagam ASEAN, akan merubah ASEAN dari suatu asosiasi longgar menjadi rule-based

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA Hari, tanggal : TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA Tujuan : Mencapai profil poin 1 1. A. Mahasiswa memahami secara umum salah satu aspek; sosial, ekonomi, budaya, teknologi,

Lebih terperinci

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG Negara-negara ASEAN juga bekerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang ekonomi meliputi : 1. Membuka Pusat Promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi

Lebih terperinci

Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism

Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism Ma ruf Habibie Siregar TMJ 6 AeU 4811020011 Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism Rangkuman Pada chapter ini dibahas tentang apa- apa yang akan dilakukan ASEAN menuju ke

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hukum internasional sebagai bagian dari hukum yang sudah tua, yang mengatur hubungan antar negara tak dapat dipisahkan dari keberadaannya yang saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu organisasi internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR Workshop Penguatan Komunitas Sosio-Kultural ASEAN 2015: Perumusan lndikator Capaian dari Strategic Measures dalam Attendant Document ASEAN Socio-Cultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering 14 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG The Association of South East Asian Nations atau yang sering disingkat ASEAN adalah sebuah Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara. Pembentukkan ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ASEAN Tanpa RDTL: Kegagalan Diplomasi Indonesia. Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2011 ini tinggal menghitung hari sebelum posisi itu

ASEAN Tanpa RDTL: Kegagalan Diplomasi Indonesia. Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2011 ini tinggal menghitung hari sebelum posisi itu ASEAN Tanpa RDTL: Kegagalan Diplomasi Indonesia Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2011 ini tinggal menghitung hari sebelum posisi itu diserahkan pada Kamboja 1 Januari 2012. Dapat dipastikan bahwa upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya. 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat itu juga

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran pemuda terhadap ASCC. Pemuda merupakan subyek

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran pemuda terhadap ASCC. Pemuda merupakan subyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini akan membahas mengenai peran organisasi AYFN dalam meningkatkan kesadaran pemuda terhadap ASCC. Pemuda merupakan subyek sentral dan stakeholder utama dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu ini penulis akan memaparkan mengenai Pendahuluan. Bab ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan penulisan judul, tujuan penulisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG ASEAN COMMUNITY: STUDI PADA PENGURUS HIMAHI DI KOTA MALANG

PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG ASEAN COMMUNITY: STUDI PADA PENGURUS HIMAHI DI KOTA MALANG PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG ASEAN COMMUNITY: STUDI PADA PENGURUS HIMAHI DI KOTA MALANG Najamuddin Khairur Rijal Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Alamat Korespondensi:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

PIAGAM ASEAN, ASEAN SOCIO-CULTURAL COMMUNITY (ASCC) BLUEPRINT DAN INDONESIA 1. Oleh: Yanyan Mochamad Yani 2

PIAGAM ASEAN, ASEAN SOCIO-CULTURAL COMMUNITY (ASCC) BLUEPRINT DAN INDONESIA 1. Oleh: Yanyan Mochamad Yani 2 PIAGAM ASEAN, ASEAN SOCIO-CULTURAL COMMUNITY (ASCC) BLUEPRINT DAN INDONESIA 1 Oleh: Yanyan Mochamad Yani 2 I. Indonesia dan Perkembangan di Kawasan Regional (ASEAN) Dinamika kawasan Asia Tenggara tidak

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI

PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI PERANAN MORAL DALAM SISTEM POLITIK INTERNASIONAL YANG ANARKI A. Manusia, Politik dan Moral. Manusia adalah mahluk yang bermoral. Hal ini menjadi sesuatu yang mulai kabur dan berubah dalam hal keilmuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran vital dalam membangun intergrasi kawasan. Dilihat dari bentuk dan

BAB I PENDAHULUAN. peran vital dalam membangun intergrasi kawasan. Dilihat dari bentuk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ASEAN sebagai institusi regional di kawasan Asia Tenggara mempunyai peran vital dalam membangun intergrasi kawasan. Dilihat dari bentuk dan keanggotaan institusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar pasca Perang Dunia II. Diantaranya : Perang Vietnam. Malaysia. Sabah

BAB I PENDAHULUAN. besar pasca Perang Dunia II. Diantaranya : Perang Vietnam. Malaysia. Sabah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Hal tersebut tercermin dari adanya berbagai konflik di kawasan yang melibatkan

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Mengapa teori menjadi penting? Teori adalah pernyataan yang dibuat untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN adalah perkumpulan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand) negara-negara anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Omet Rasyidi, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Omet Rasyidi, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Vietnam merupakan salah satu negara yang ada di Asia Tenggara yang memiliki sejarah panjang dalam usaha meraih dan mempertahankan kemerdekaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci