BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH DAN KONDISI KEBENCANAAN DI KABUPATEN PIDIE JAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH DAN KONDISI KEBENCANAAN DI KABUPATEN PIDIE JAYA"

Transkripsi

1 BAB III Rencana Aksi Daerah (RAD) GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH DAN KONDISI KEBENCANAAN DI KABUPATEN PIDIE JAYA 3.1 Aspek Geografi dan Demografi Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu Kabupaten yang baru terbentuk berada dalam wilayah Provinsi Aceh, dengan ibukota Kabupaten adalah Kota Meureudu. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007, pada tanggal 2 Januari2007, dengan luas wilayah Kabupaten Pidie Jaya 1.162,84 km2, yang terdiri dari 8 Kecamatan, 34 Mukim, dan 222 desa. Batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Tangse, Kecamatan Geumpang dan Kecamatan Mane), Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Geulumpang Tiga, Kecamatan Geulumpang Baro, dan Kecamatan Keumbang Tanjong). Wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya terdiri atas 8 kecamatan, 222 desa dan kemukiman sebanyak 34 kemukiman. Lebih jelasnya tentang wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Jumlah Desa, Kelurahan dan Kemukiman di Kabupaten Pidie Jaya Luas Wilayah Kecamatan No (km 2 ) Jumlah Desa Kemukiman 1 Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua U l i m Jangka Buya Bandar Dua TOTAL 1, Sumber : Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008 III - 1

2 Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Pidie Jaya Rencana Aksi Daerah (RAD) Sumber : Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Secara topografi Kabupaten Pidie Jaya mempunyai kelas ketinggian yang bervariasi antara meter dpl dengan tingkat kemiringan lahan 0 s.d 40 %, di mana untuk kota kecamatan seperti: Pante Raja,Trienggadeng, dan Meureudu berada di pesisir pantai selat Malaka. Kabupaten Pidie Jaya juga merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki daerah kelas lereng lebih besar dari 40 % dan daerah pesisir pantai yang memiliki klasifikasi lereng 0 s.d 3 %. Kondisi geologi Kabupaten Pidie Jaya terdiri oleh beberapa bebatuan, dengan jenis batuan sendimen, batuan vulkanis telsis, dan aluvial terakhir. Dominasi batuan sendimen ini hampir merata pada sebelah selatan wilayah Pidie Jaya, yang merupakan dataran tinggi atau berfungsi sebagai kawasan Hutan baik produksi dan atau lindung. Sendimen ini juga terbagi oleh jenis yag diantaranya, sendimen kapur dan glaukosit dengan material halus, kemudian sendimen sedikit kandungan kapur dan material kasar konglomerat, batu pasir dan mika. Dilihat dari jenis tanah, Kabupaten Pidie Jaya memilki jenis tanah Podzolit merah kuning yang terluas dibandingkan III - 2

3 dengan jenis tanah lainnya. Keadaan tanah efektif di Kabupaten Pidie Jaya mencapai 94,78 % untuk kedalaman lebih dari 90 cm, sedangkan sisanya 5,22% tersebar di pedalaman lainnya. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Pidie Jaya sangat beragam. Sebagian besar merupakan jenis tanah Kambisol yang bercampur dengan jenis tanah lainnya, seperti: Gleisol, regosol, andosol, alluvial, dan podsolik. Kabupaten Pidie Jaya termasuk kedalam wilayah beriklim tropis basah, temperatur berkisar dari suhu minimum sampai dengan suhu maksimum Selama ini curah hujan paling tinggi terjadi pada bulan Januari, sedangkan curah hujan tetap terjadi pada bulan Oktober dan Desember. Walaupun kebiasaan musim hujan di daerah dimulai dari September hingga Desember. Namun bila di lihat dari rata-rata curah hujan dan hari hujan selama periode September sampai dengan Desember masing-masing 285,25 mm dan 16,55 hh dan selama musim kemarau Januari sampai Agustus rata-rata curah hujan masingmasing 171,62 mm dan 8,5 hh.curah hujan tertinggi pada tahun 2004 yaitu pada bulan Januari 569 mm/bulan dan hari hujan 12 hari. Sedangkan curah hujan terendah pada bulan Juli 66 mm/bulan selama hari hujan 4 hari, umumnya diwilayah pesisir seperti ditunjukkan pada tabel 3.2 berikut ini. No Tabel 3.2 Perkembangan Curah Hujan dan Hari Hujan dirinci menurut Bulan Di Kabupaten Pidie Jaya Tahun TAHUN Bulan Januari Februari Maret April Mai Juni Juli Agustus September Oktober November Desember JUMLAH RATA-RATA ,92 137,58 209,50 246,42 232,67 Sumber:Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie Jaya 2011 Penilaian faktor iklim digambarkan dalam bentuk curah hujan, oleh karena curah hujan sangat berpengaruh terhadap kondisi tanah, baik terhadap kesuburan III - 3

4 maupun kerusakan tanah,klasifikasi curah hujan menurut Keputusan Menteri Pertanian No.837/Kpts/UM/II/1980 ditunjukkan pada table 3.3. No Tabel 3.3 Intensitas Hujan harian Rata-Rata Intensitas Hujan Tingkat Kepekaan Nilai Bobot 1. < 13,6 mm/hari Tidak peka mm/hari Agak peka mm/hari Agak peka mm/hari Peka > 34.8 mm/hari Sangat Peka 75 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie Jaya 2010 Selanjutnya bila ke tiga faktor yaitu : kemiringan lahan, kepekaan tanah, dan intensitas curah hujan dijumlahkan bobotnya. Jika nilai bobot ke tiga faktor tersebut < 124 mempunyai kesesuaian lahan untuk Hutan Produksi Biasa (HPB) atau Hutan Produksi Konversi (HPK), nilai bobot mempunyai kesesuaian lahan untuk Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan nilai bobot > 175 mempunyai kelas kesesuaian lahan untuk Hutan Lindung. Penggunaan lahan terluas adalah pemukiman dan pertanian/perkebunan, sisanya adalah hutan lindung. Dari seluruh lahan baru sekitar 17,52 % lahan yang telah di gunakan, sedangkan sisanya merupakan hutan lebat dan lainnya.kawasan non budidaya merupakan hutan lebat. Pola penggunaan lahan eksisting di kabupaten Pidie Jaya, dilihat dari perkembangan pemanfaatan lahan cenderung berorientasi ke bagian utara, terutama kegiatan budidaya pertanian (pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan/tambak), permukiman penduduk, pariwisata, serta jasa dan perdagangan. Secara morfologi wilayah Pidie Jaya terbagi dalam tiga bagian yaitu : dataran rendah atau pesisir, daerah perbukitan, dan daerah pegunungan. III - 4

5 Tabel 3.4 Luas Kawasan Lindung dan Budidaya Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010 No Kecamatan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Ha % Ha % 1 Bandar Baru 9.869,99 20, Pante Raja 74,05 0, ,00 2,76 3 Trienggadeng 765,86 1, ,00 14,78 4 Meureudu 4.926,88 10, ,00 19,07 5 Meurah Dua ,69 48, ,00 8,26 6 Ulim 744,56 1, ,00 6,76 7 Bandar Dua 7.961,92 16, ,00 21,12 8 Jangka Buya 1.061,05 2,15 204,00 0,44 Sumber : Profil Pidie Jaya 2011 Status Penguasaan Lahan di wilayah Kabupaten Pidie Jaya saat ini yang terindentifikasi dapat digolongkan menjadi dua yaitu: Hak Guna tanah (HGU) dan Hak Milik. Penggunaan lahan yang termasuk status HGU diantaranya Hak Penguasaan Hutan (HPH), Perkebunan Besar dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pemanfaatan lahan juga untuk berbagai kegiatan pemukiman, pertanian, perkebunan, perdagangan dan jasa serta perkantoran. Berdasarkan kondisi eksisting, dengan semangat untuk mempercepat perkembangan Kabupaten Pidie Jaya, khususnya Ibu Kota Kabupaten. Berkurangnya luas lahan yang sebelumnya sebagai sarana pertanian/sawah, ini disebabkan oleh karena pembangunan perkantoran pemerintah dan perumahan. Pola pemanfaatan ruang kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antara wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, rencana pemanfaatan kawasan lindung adalah : a. Mengarahkan fungsi kawasan lindung yang meliputi rencana pemanfaatan ruang kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya, kawasan suaka alam, kawasan perlindungan setempat dan kawasan bencana; III - 5

6 b. Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber air; c. Mengendalikan pemanfatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung. Pengembangan kawasan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga kualitas daya dukung kabupaten Pidie Jaya di lingkungan wilayah perencanaan menciptakan lapangan kerja, terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang yang dikembangkan. Adapun kawasan budidaya meliputi kawasan pemukiman, kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan, kawasan perikanan dan kawasan pariwisata. Pengembangan kawasan rawan bencana merupakan usaha untuk menjaga keseimbangan terhadap kondisi alam yang rawan terjadinya perubahan. Perubahan itu terjadi karena banjir, longsor, abrasi dan gempa bumi serta perubahan lainnya. Kawasan rawan bencana tersebut harus dilindungi dari pemukiman penduduk melalui berbagai perencanaan yaitu membentuk sempadan dan daerah terbuka hijau sehingga dapat meminimalisir terjadinya dampak dari perubahan kondisi tersebut. Daerah yang rawan bencana yaitu daerah pesisir laut dan pinggiran sungai (DAS) Adapun daerah pesisir yang rawan terjadinya bencana abrasi adalah pesisir Pante Raja, pesisir Meureudu, pesisir Trienggadeng, pesisir Bandar Baru dan pesisir Meurah Dua. Sedang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan daerah yang paling rawan bencana meliputi krueng Putue Bandar Baru, krueng Ulim, krueng panton Beurasan Trienggadeng, krueng Meureudu dan krueng Jeulangan Bandar Dua. 3.2 Kondisi Kebencanaan di Kabupaten Pidie Jaya Bencana Alam (Natural Hazard/ Geohazard) 1. Gempa Bumi Wilayah Propinsi Aceh merupakan salah satu dari 25 Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia dapat dilihat pada dibawah ini. III - 6

7 Gambar 3.2 Peta Sesar Aktif dan Sebaran Pusat Gempabumi Merusak di Indonesia Seluruh wilayah Kabupaten Pidie Jaya yang terdiri dari 8 kecamatan, 222 desa dan 34 Kemukiman merupakan daerah potensi rawan bencana gempa bumi karena Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempabumi. 2. Tsunami/ Gelombang Pasang Wilayah Propinsi Aceh merupakan salah satu dari 21 wilayah rawan bencana tsunami di Indonesia dapat dilihat 3.3. III - 7

8 Gambar 3.3 Wilayah Rawan Bencana Tsunami di Indonesia Rencana Aksi Daerah (RAD) Daerah/wilayah Kabupaten Pidie Jaya yang berada di pesisir pantai merupakan daerah/ wilayah potensi rawan bencana tsunami/ gelombang pasang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Kecamatan Bandar Baru meliputi Desa : Cut Njong, Mns.Baro, Sawang, dan Lancang Paru 2. Kecamatan Penteraja meliputi Desa : Keude Pante Raja, Reudeup, Peurade dan TU. 3. Kecamatan Trienggadeng meliputi Desa : Mns. Keude, Meue dan Cot Lheue Rheng. 4. Kecamatan Meureudu meliputi Desa : Meuraksa dan Mns. Balek 5. Kecamatan Meurah Dua meliputi Desa : Mns Jurong, Lueng Bimbe 6. Kecamatan Ulim meliputi Desa : Tijien Husen, Gelanggang dan Buangan 7. Kecamatan Jangka Buya meliputi Desa : Gampong Cot Bencana tsunami yang terjadi pada tahun 2004 menyebabkan banyaknya penduduk yang kehilangan tempat tinggal dan trauma untuk kembali ke tempat tinggal asalnya. akibatnya terjadi pengungsian yang jumlahnya mencapai III - 8

9 orang tersebar di sekitar 55 titik, baik yang merupakan penduduk Kabupaten Pidie Jaya maupun penduduk yang mengungsi ke Kabupaten Pidie. Jumlah korban dan pengungsi wilayah Kabupaten Pidie Jaya pasca tsunami sebagaimana tabel 3.5 berikut ini: Tabel 3.5 Jumlah Korban Jiwa dan Pengungsi Pasca Tsunami di Kabupaten Pidie Jaya No Kecamatan Korban (jiwa) Meninggal Hilang Luka- Luka Pengungsi (jiwa) 1 Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah Sumber: Dinas Sosia Kab. Pidie Tahun Banjir Potensi Banjir dipicu oleh keadaan luapan debit air delapan ruas sungai besar yang bermuara di sepanjang garis pantai Pidie Jaya. Kedelapan sungai itu adalah Sungai Lueng Putu, Sungai Cubo, Sungai Trienggadeng, Sungai Beuracan-Pangwa, Sungai Meureudu, sungai Ulim, sungai Jeulanga, dan Sungai Kiran (untuk selanjutnya dalam kearifan lokal Pidie Jaya yang umumnya bersuku Aceh nama sungai dibahasakan sebagai Krueng ). III - 9

10 Gambar 3.4 Peta delapan ruas sungai yang melintasi Pemukiman Penduduk di Pidie Jaya, yang bermuara di sepanjang garis pantai Pidie Jaya Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Krueng Lueng Putu, adalah sungai yang memilik hulu di daerah kabupaten tetangga Pidie, yang lintasan ruas sungainya sejajar/ di tepi jalan negara yang membelah ibukota Kecamatan Bandar Baru, Lueng Putu, ruasan sungai dilanjutkan pada desa Blang Glong dan berakhir di muara yang umumnya daerah tambak ikan di desa Udeng dan Baroh Lancok. Berdasarkan Rekam Jejak Bencana pada September- Desember 2008, November 2009, November 2010, dan Desember 2011 yang berlanjut pada Januari 2013, luapan air sungai ini telah menyebabkan genangan setinggi 0 sd 40 cm di desa Blang Glong, Ara, Udeung, dan memberikan dampak erosi pengikisan yang cukup parah sepanjang jalan negara yang menghancurkan pengaman tebing sungai di beberapa titik Kota Lueng Putu pada tahun 2010 dan Penanganan secara alamiah dengan penanaman kembali rumpun bambu dan pembangunan tebing pengaman dinding sungai telah dilakukan pada tahun 2009, III - 10

11 dan dilanjutkan kembali dengan rekonstruksi ulang dinding pengaman tebing sungai pada tahun Gambar 3.5 Sungai Lueng Putu yang melintasi pemukiman penduduk di Kecamatan Bandar Baru dan bermuara di garis pantai Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Krueng Cubo, adalah sungai yang memiliki hulu di daerah pegunungan selatan Kabupaten Pidie dan Pidie jaya. Sungai ini pada ruasan terakhirnya merupakan gabungan dua sungai besar yaitu Krueng Inong dan Krueng Agam, yang ruasan sungai melintasi pemukiman penduduk di dua kecamatan, yaitu mengairi ruas sungai di pemukiman Kecamatan Bandar Baru, dan Kecamatan Panteraja. Muara sungai ini berada di garis pantai Kecamatan Panteraja. Pada Bagian hulu sungai, erosi yang diakibatkan aliran sungai Cubo mengakibatkan ancaman pada fasilitas Irigasi, pengikisan tebing di komplek perumahan/fasilitas militer yang dimiliki kompi C Senapan Bhirawa Yudha, yang terjadi pada musim penghujan tahun 2009, 2010, dan Pada bagian ruas di sekitar desa Blang Sukon dan Kayee Jatoe, juga terjadi erosi sungai yang luar biasa karena dipicu galian C yang eksplorasinya telah dihentikan pada tahun Desa III - 11

12 Sarah Panyang, Blang Sukon, Kayee jatoe adalah desa-desa yang mengalami pengikisan tebing sungai terparah selama tiga tahun terakhir (2009 sd 2011) yang mengancam keberadaan perkebunan penduduk, terutama Kakao. Aliran sungai ini juga membawa dampak erosi pada pondasi jembatan rangka Baja yang terdapat di dua titik yaitu titik Blang Krueng dan titik Kaye Jatoe. Gambar 3.6 Sungai Cubo Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Bandar Baru dan Kecamatan Panteraja dan Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Panteraja Kabupaten Pidie Jaya. Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Pada daerah kecamatan Panteraja, sungai cubo melalui beberapa desa mulai dari desa Lhok Puuk sampai ke muara sungai di Keude Panteraja. Berdasarkan rekam jejak bencana tahun 2008 sampai dengan 2011, beberapa desa seperti Desa Mesjid, Muka Blang, Meunasah Teungoh, dan Hagu, pada musim penghujan sering terjadi genangan setinggi 50 cm pada badan jalan,lapangan Bola Desa Mesjid dan pemukiman penduduk. Sementara erosi tebing sungai Cubo di desa Lhok Puuk telah mengancam fasilitas olahraga masyarakat berupa Lapangan Sepakbola Lhok Puuk. III - 12

13 Khusus untuk desa Lhok Puuk, erosi diperparah dengan adanya pengambilan rumpun bambu yang berfungsi menyangga keutuhan tebing sungai. Sungai Ketiga yang bermuara di garis pantai Pidie Jaya adalah Krueng Trienggadeng. Sungai ini terbentuk seperti alur kecil yang sumber mata airnya adalah embung (daerah tangkapan air) di daerah Tampui dan Panton Raya. Panjang ruas sungai ini relatif pendek (sekitara 4500 meter), namun erosi yang ditimbulkan telah mengakibatkan kerusakan badan jalan kabupaten dan tebing pengaman jalan kabupaten di beberapa desa dalam kecamatan Trienggadeng, seperti Desa Meunasah Sagoe, Mee Peuduk dan Keude Trienggadeng. Gambar 3.7 Sungai trienggadeng, yang melintasi pemukiman penduduk di Kecamatan Trienggadeng dan bermuara di garis pantai Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya. Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Sungai Keempat adalah sungai Beuracan Pangwa, sungai ini berasal dari pegunungan selatan Pidie Jaya dan menjadi tapal batas antara Kecamatan Trienggadeng dan Kecamatan Meureudu. III - 13

14 Gambar 3.8 Sungai Beuracan Pangwa Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Trienggadeng dan Meureudu dan Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Trienggadeng dan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Gerusan erosi yang diakibatkan aliran sungai Beuracan Pangwa in mengancam beberapa fasilitas mulai dari Bangunan Irigasi Alue Demam, Jembatan Gantung di Desa Lampoh Lada dan Buloh, Jembatan Beton di Jalan Negara di perbatasan Beuracan Pangwa. Aliran sungai juga mengancam kebun, pemukiman dan sawah penduduk di dua Kecamatan. Di Kecamatan Trienggadeng Desa Buloh, Meucat Panwa, Deah Pangwa, dan di Kecamatan Meureudu seperti Desa Rumpun, Grong-grong Krueng, Rambong, Kuta Trieng, Teupin Peuraho,sampai dengan Rhing Krueng. Muara sungai ini bersisian dengan tiga desa yaitu desa Rhing Krueng, Meuraksa, dan Rhing Blang di Kecamatan Meureudu. Sungai Kelima yang melintasi Pidie Jaya adalah Sungai Meureudu. Krueng Meureudu adalah sungai yang termasuk dalam empat sungai beraliran deras dibagian timur Kabupaten Pidie Jaya. Empat sungai di bagian Barat, seperti Putu, III - 14

15 Cubo, Trienggadeng, dan Beuracan, memiliki ferhang (kemiringan aliran) yang lebih rendah dibanding dengan keempat sungai di Bagian Timur Pidie Jaya. Pada 19 Desember 2009, pukul WIB, keempat sungai di bagian Timur Pidie Jaya ini pernah mengakibatkan bencana banjir besar yang menggenangi 40 (empat puluh) desa, yang meliputi desa dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Bandar Dua, dan Jangka Buya. Gambar 3.9 Sungai Meureudu Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua dan Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya. Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya III - 15

16 Gambar 3.10 Sungai Ulim dan Bandar Dua Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Ulim dan Bandar Dua Serta Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Ulim dan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Krueng Jeulanga adalah Sungai yang memiliki hulu di daerahselatan pegunungan Pidie Jaya yang memiliki alur akhir bergabung dengan ruas sungai Ulim, pertemuan ruas sungai Jeulanga dan Ulim ini berimpitan di desa Babah Krueng, untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar III - 16

17 Gambar 3.11 Sungai Jeulanga Yang Menjadi Ruas Anakan Dari Sungai Ulim Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Bandar Dua dan Ruas Akhirnya Bergabung Dengan Ruas Krueng Ulim di Desa Babah Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya. Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Krueng Kiran adalah sungai yang memiliki ruas hulu di pegunungan selatan kecamatan Bandar Dua dan bermuara ke garis pantai Kecamatan Jangka Buya, untuk ebih jelasnya dapat dilihat pada gambar III - 17

18 Gambar 3.12 Sungai Kiran Yang Memiliki Ruas Hulu di Pegunungan Selatan Kecamatan Bandar Dua dan Bermuara ke Garis Pantai Kecamatan Jangka Buya Kabupaten Pidie Jaya. Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya 4. Letusan Gunung Berapi Walaupun Pidie Jaya tidak memiliki gunung berapi yang aktif, namun dengan adanya Gunung Peut Sagoe yang berada 1 km dari perbatasan Kecamatan Meurah Dua (Pidie Jaya) dengan Kecamatan Geumpang (Pidie), telah memberikan ancaman potensi banjir lahar dan debu panas. Letusan gunung api ini dapat mengeluarkan/ menimbulkan: a. Awan Panas Campuran gas dan batuan vulkanik dalam berbagai ukuran, bergerak menuruni lereng gunung dengan kecepatan yang sangat tinggi. Aliran awan panas sangat ditakuti karena biasanya bila melanda daerah pemukiman, maka tidak ada kesempatan untuk menghindar dan atau menyelamatkan diri. III - 18

19 b. Aliran Lava Rencana Aksi Daerah (RAD) Lelehan batu pijar yang meluncur turun menelusuri lereng gunungapi. Aliran lava ini biasanya bergerak lambat sehingga kita dapat dengan mudah menyelamatkan diri. Namun disisi lain lelehan ini dapat mengakibatkan kerusakan serius bila bangunan yang dilandanya disepanjang perjalanan. c. Lontaran Batu (bombs) Pecahan batuan vulkanik yang terlempar ketika terjadi letusan. Batuan dengan garis tengah 20 cm atau lebih dapat saja terlempar sejauh beberapa kilometer dari pusat letusan. Batuan kecil bahkan akan mencapai jarak lebih jauh lagi. d. Abu Vulkanik Akan menyembur setiap kali terjadi letusan gunungapi. Akibat-akibat yang ditimbulkan Abu Vulkanik: a). Udara tercemar yang bercampur abu dapat menyebabkan sakit pada saluran pernapasan, b). Air minum ikut tercemar dan tidak dapat diminum untuk selang beberapa waktu, c). Jalan raya tertutup abu dan mengganggu lalulintas, d). Membahayakan penerbangan karena dapat merusak sistem mesin pesawat terbang, e). Runtuhnya atap rumah apabila abu menumpuk dengan ketebalan beberapa centimeter. e. Lahar Aliran masa berupa campuran air dan material lepas dalam berbagai ukuran yang berasal dari letusan gunungapi. Banjir lumpur akan terjadi sangat cepat dan berkekuatan besar jika lerengnya semakin terjal, meluncur turun ke lembah-lembah dan aliran anak sungai sehingga mengancam pemukiman penduduk dan sarana umum. f. Longsor Terjadi di daerah sekitar kawah selama berlangsungnya letusan, biasanya mengancam daerah yang paling dekat dengan pusat letusan. Tercatat pada tahun 1974 Gunung Berapi Peut Sagoe yang berada pada Kabupaten tetangga Pidie Jaya (Kabupaten Pidie) pernah meletus dan mengirimkan lahar sampai memasuki kawasan Pidie Jaya sejauh 35 Km, mengakibatkan banyaknya endapan lahar yang menggenangi lembah Blang Raweu, sehingga III - 19

20 menimbulkan endapan komposit mineral andesit yang cukup banyak. Sementara debu dan awan panas yang ditimbulkan menyebabkan gangguan kenyamanan pada penduduk yang berada di beberapa desa seperti Sarah Mane, Lhok Sandeng di Kecamatan Meurah Dua, dan Lhok Gajah di Kecamatan Ulim. 5. Tanah Longsor Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Gejala Umum Terjadi: Muncul retakan yang memanjang atau melengkung pada permukaan tanah atau pada konstruksi bangunan. Terjadi penggelumbungan pada lereng atau tembok penahan. Secara tiba-tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka menandakan adanya perubahan permukaan bangunan yang terdorong oleh masa tanah yang mulai bergerak. Tiba-tiba muncul rembesan air atau mata air pada lereng bukit. Apabila sebelumnya sudah ada rembesan air atau mata air di lereng, air tersebut berubah menjadi keruh bercampur Lumpur. Pohon-pohon atau tiang pancang (listrik dan lainnya) miring searah dengan kemiringan lereng. Terdengar suara gemuruh atau ledakan dari atas suatu bukit. Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/ kerikil secara mendadak dari atas bukit. Daerah berpotensi hampir diseluruh Kecamatan Kabupeten Pidie Jaya, terutama pada desa yang beradadi daerah perbukitan dan pegunungan. III - 20

21 6. Kekeringan / Kemarau Rencana Aksi Daerah (RAD) Pada musim kemarau yang melanda pidie Jaya sejak bulan maret sampai dengan Juli, BPBD Pidie Jaya melakukan pendataan titik desa yang dilanda kemarau pada delapan kecamatan. Dampak kemarau dirasakan cukup beragam, mulai dari mengeringnya sumur penduduk, kematian ternak, sampai dengan kegagalan panen. Berikut gambar desa-desa di tiap Kecamatan Kabupaten Pidie Jaya yang mengalami bencana kekeringan/kemarau. Gambar 3.13 Desa-Desa di Kecamatan Bandar Baru yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya III - 21

22 Gambar 3.14 Desa-Desa di Kecamatan Panteraja yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Gambar 3.15 Desa-Desa di Kecamatan Trienggadeng yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya III - 22

23 Gambar 3.16 Desa-Desa di Kecamatan Meureudu yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Gambar 3.17 Desa-Desa di Kecamatan Meurah Dua yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya III - 23

24 Gambar 3.18 Desa-Desa di Kecamatan Ulim yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya Gambar 3.19 Desa-Desa di Kecamatan Jangka Buya yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya III - 24

25 Gambar 3.20 Desa-Desa di Kecamatan Bandar Dua yang Mengalami Musim kekeringan/kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya 7. Angin Kencang/Puting Beliung Kondisi kebencanaan angin puting beliung dipicu oleh kondisi pertemuan kondisi udara kering di pesisir lautan utara Pidie Jaya dengan kondisi kelembaban udara di daerah pegunungan bagian selatan. Catatan menunjukkan angin puting beliung tercatat pernah melanda daerah Ujong Leubat, Paru di Kecamatan Bandar Baru, kemudian daerah Peulandok Tengoh Kecamatan Trienggadeng. Kemudian daerah Jangka Buya, di Keudai Jangka Buya dan Jurong tengoh. 8. Kebakaran Pidie Jaya sebagai kabupaten pemekaran yang PDRBnya 68% tergantung dari Sektor Pertanian, umumnya memiliki pemukiman penduduk yang terbuat dari bahan bangunan yang mudah terbakar. Kota-kota di Kecamatan yang menjadi pasar lokal bagi penduduk sekitar juga memiliki bangunan pertokoan yang berbahan kayu (semi permanen). Kebakaran besar yang terjadi dalam PB di Pidie Jaya adalah pada tanggal 8 Agusutus 2012 yang menghanguskan 21 rumah penduduk di Kecamatan Panteraja III - 25

26 3.2.2 Bencana Non Alam 1. Penyakit/ Kejadian Luar Biasa (KLB) a. Demam Berdarah Demam berdarah adalah demam akut yang disebabkan oleh virus, disebarkan/ ditularkan melalui gigitan nyamuk yang telah terinfeksi. Ada dua jenis demam berdarah: Demam Dengue Demam Berdarah Dengue Keduanya merupakan penyakit global, tetapi paling lazim dijumpai di Asia Tenggara & Pasifik Barat. Di Indonesia, pada bulan Januari Februari 2007 tercatat ada kasus yang dilaporkan, 380 di antaranya meninggal dunia. Gejala awal penyakit ini muncul 5 7 hari setelah digigit nyamuk yang telah terinfeksi. Kebanyakan infeksi menunjukkan gejala sakit yang ringan, tetapi dapat berkembang menjadi demam berdarah. Gejala Demam Dengue: 1) Tiba-tiba terserang demam tinggi, 2) Sakit kepala yang hebat (biasanya di kening), 3) Sakit di bagian belakang mata, 4) Nyeri otot dan sendi, 5) Mual dan muntah. Gejala Demam Berdarah Dengue: Gejalanya sama dengan demam dengue, tetapi lebih parah, biasanya diiringi dengan perdarahan dan kadang-kadang terjadi shock yang bisa berakibat kematian. Gejala lain adalah: Sakit perut yang parah dan terus-menerus, mimisan (perdarahan hidung), mulut dan gusi, atau kulit yang memerah (biasanya setelah demam 3 5 hari), sering muntah (berdarah ataupun tidak), feses (kotoran) menghitam, III - 26

27 asa haus yang berlebihan, kulit pucat dan dingin, sulit istirahat/tidur, shock, Rencana Aksi Daerah (RAD) ruam merah muncul setelah terserang demam beberapa hari. Pada anak, penyakit ini akan menjadi lebih serius. Gejala perdarahan biasanya muncul setelah demam selama 3 5 hari. Panas tinggi terus berlangsung selama 5 sampai 6 hari. Panas akan turun pada hari ke 3 atau 4, lalu meningkat lagi. Pasien biasanya merasa sangat lemah setelah sakit. Tidak ada obat khusus untuk mengobati penyakit ini. Namun, pengobatan yang cepat dan tepat dapat meringkankan gejala serta mencegah komplikasi dan kematian. JANGAN berikan obat jenis apapun kepada penderita karena akan menyembunyikan gejala yang ada. Jika ditemukan satu/ lebih gejala demam berdarah, SEGERA bawa penderita ke dokter/ puskesmas. Berikan cairan untuk minum selama perjalanan ke rumah sakit. Nyamuk dengue berkembang biak di tempat-tempat penampungan air yang tidak memiliki kontak langsung dengan tanah, antara lain : kuras tangki air, gentong, drum, ember,dll. kosongkan pot tanaman. kosongkan wadah penampungan air di belakang kulkas setiap dua hari. tutup wadah penampungan air. kubur benda-benda yang dapat menampung air, misalnya ban bekas, botol, kaleng, dll. Setiap tahunnya insidens DBD di beberapa kecamatan masih merupakan masalah. Selain kondisi geografis dan musim yang tidak menentu juga sumber perindukan yang tidak dimusnahkan secara cepat oleh penduduk maupun petugas. Angka insidens DBD menurut Kecamatan yang dilaporkan Kecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : III - 27

28 TABEL 3.6 KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) MENURUT KECAMATAN TAHUN 2010 DAN TAHUN 2011 NO Kabupaten Puskesmas JUMLAH KASUS Meureudu Meureudu Trienggadeng Trienggadeng Jangka Buya Jangka Buya Bandar Baru Bandar Baru Meurah Dua Meurah Dua Pante Raja Pante Raja Bandar Dua Bandar Dua Kuta Krueng 6-9 Blang Kuta Ulim Ulim 2 2 Jumlah Sumber : Dinas Kesehatan Pidie Jaya 2011 Dari Tabel diatas terlihat Setiap tahunnya insidens DBD di beberapa kecamatan masih merupakan masalah. Selain kondisi geografis dan musim yang tidak menentu juga sumber perindukan yang tidak dimusnahkan secara cepat oleh penduduk maupun petugas. Angka insidens DBD dilaporkan Kecamatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. menurut Kecamatan yang Gambar 3.21 KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PER KECAMATAN DI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010 DAN TAHUN 2011 Sumber : Dinas Kesehatan Pidie Jaya 2011 III - 28

29 b. Malaria Malaria adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (dari jenis plasmodium), menyebar dari satu orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Ada empat jenis parsit Plasmodium yang menyebabkan timbulnya malaria - Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale dan Plasmodium falciparum. Penyakit malaria dapat dicegah dan dapat diobati. tahunnya.. Kasus secara global: Rencana Aksi Daerah (RAD) juta orang terinfeksi setiap tahunnya; 40% dari populasi dunia berisiko terinfeksi. 1 3 juta orang meninggal karena malaria setiap tahunnya, sebagian besar adalah anak-anak dan wanita hamil, & sebagian besar terjadi di Afrika, tetapi juga di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan sebagian wilayah Eropa. Indonesia diperkirakan orang meninggal akibat malaria setiap Penularan:Terkena gigitan nyamuk yang telah terinfeksi malaria. Intensitas penularan bergantung pada faktor-faktor lokal seperti pola curah hujan, jarak tempat berkembang biak (sarang) nyamuk, dan jenis nyamuk. Gejala: Pada tahap awal 10 sampai 15 hari setelah terinfeksi serangan malaria muncul 4-6 jam disertai gejala-gejala sebagai berikut: Menggigil demam tinggi berkeringat sakit kepala III - 29

30 tubuh terasa sakit batuk kering muntah dan anemia Rencana Aksi Daerah (RAD) Serangan bisa terjadi setiap hari atau setiap 3 hari. Jika infeksi disebabkan oleh Plasmodium falciparum, dapat menyebabkan malaria otak dan kematian. Kadang gejalanya tidak terasa selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi. Pengobatan: Diagnosa awal dan pengobatan yang efektif dengan segera dapat memperpendek jangka waktu dan mencegah terjadinya komplikasi. Diagnosa harus didasarkan pada pemeriksaan selaput darah tipis dan tebal untuk mengidentifikasi spesies apa yang membawa penyakit tersebut. Ada berbagai obat anti malaria untuk jenis parasit yang berbeda & tahapan siklus hidup parasit yang berbeda. Dokter yang menangani harus menentukan rencana penanganan yang paling tepat. Mencegah perkembangbiakan nyamuk (Yang menjadi tempat perkembangbiakan malaria adalah tempat-tempat yang biasa digenangi air dan bersentuhan langsung dengan tanah) : kuras air dari pendingin air, tangki air, tong, drom, ember dsb mengosongkan pot tanaman mengosongkan wadah penampungan air kulkas setap 2 hari menutup semua tempat penampungan air membuang benda-benda yang dapat menjadi tempat genangan air, misalnya, ban bekas, botol, kaleng, dsb. Malaria masih merupakan penyakit endemic di Kabupaten Pidie Jaya. Pada tahun 2011 Malaria Klinis 1,615 kasus klinis dan yang positif 18 kasus, dapat dilihat pada tabel berikut: III - 30

31 TABEL 3.7 KASUS MALARIA POSITIF DAN MALARIA KLINIS MENURUT KECAMATAN TAHUN 2011 NO Kabupaten Puskesmas Malaria Positif Malaria Klinis Meureudu Meureudu Trienggadeng Trienggadeng Jangka Buya Jangka Buya Bandar Baru Bandar Baru Meurah Dua Meurah Dua Pante Raja Pante Raja Bandar Dua Bandar Dua Kuta Krueng Blang Kuta Ulim Ulim Jumlah Sumber : Dinas Kesehatan Pidie Jaya 2011 Dari Tabel diatas menunjukan kasus malaria positif tertinggi berada di Kecamatan Bandar Dua dan Meureudu sebesar 5 malaria positif pada Tahun 2011, sedangkan malaria klinis tertinggi pada Kecamatan Bandar Dua sebnyak 392 kasus. Untuk Kecamatan yang menunjukkan peningkatan kasus positif malaria mengambil tindakan antisipasi pada tahun-tahun berikutnya. c. Diare/ Muntaber Secara operasional, diare akut adalah buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari ) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangam ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Penyakit diare adalah penyakit yang banyak menyerang golongan umur anakanak terutama balita. Dimana hal ini dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan dan status gizi anak. Upaya program pemberantasan melalui pendidikan kesehatan pada masyarakat dan peningkatan kemampuan penanggulangan kasus oleh petugas lapangan tarus dilakukan. Berikut persentase kasus diare pada balita di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini. III - 31

32 TABEL 3.8 PERSENTASE KASUS DIARE PER KECAMATAN DI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2011 DIARE NO KABUPATEN PUSKESMAS JUMLAH DIARE DITANGANI PERKIRAAN KASUS 1 Meureudu Meureudu Trienggadeng Trienggadeng Jangka Buya Jangka Buya Bandar Baru Bandar Baru Meurah Dua Meurah Dua Pante Raja Pante Raja Bandar Dua Bandar Dua Kuta Krueng Blang Kuta Ulim Ulim Jumlah Sumber : Dinas Kesehatan Pidie Jaya 2011 d. Gizi Buruk/ Busung Lapar Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari beberapa akibat, yaitu ketidakseimbangan asupan zat-zat gizi, faktor penyakit pencernaan, absorsi dan penyakit infeksi. Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. III - 32

33 Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu : a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. b. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Program perbaikan gizi makro diarahkan untuk menurunkan masalah gizi makro yang utamanya mengatasi masalah kurang energi protein terutama di daerah miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan dengan meningkatkan keadaan gizi keluarga, meningkatkan partisipasi masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di posyandu, dan meningkatkan konsumsi energi dan protein pada balita gizi buruk. e. Flu Burung Flu burung (Avian Influenza) diakibatkan oleh sejenis virus. Virus ini terkandung dalam kotoran, sekresi saluran pernafasan, dan darah dari burung/ unggas yang terinfeksi. Penularan: Manusia biasanya tertular secara tidak sengaja. Pada orang dewasa, sebagian besar penularan terjadi pada mereka yang membului atau menyembelih ayam yang terinfeksi, atau pada anak yang bermain di antara ayam yang sedang sakit atau sekarat. Gejala: Penyakit ini muncul dengan gejala seperti flu biasa antara lain demam yang disertai batuk, tenggorokan sakit, atau kesulitan bernafas, dan bisa berlanjut pada pneumonia parah serta kematian. III - 33

34 Tindakan Pencegahan Flu Burung: Rencana Aksi Daerah (RAD) 1. Jangan menyentuh atau menangani burung/unggas yang sakit, atau yang mati mendadak. 2. Jangan membului atau menyembelih atau menangani burung/unggas yang terinfeksi di rumah. 3. Anak-anak sebaiknya tidak diperbolehkan menangani, membawa, atau bermain dengan burung/unggas karena bisa saja burung tersebut membawa virus. 4. Selalu mencuci tangan dengan air dan sabun sesudah menangani burung. 5. Pakailah masker atau tutupi hidung dan mulut dengan kain tebal saat menangani burung/ unggas, khususnya ayam. 6. Masaklah daging unggas dan telur hingga matang sebelum dimakan. Produk unggas mentahan sebaiknya tidak dimakan. 7. Jika Anda tinggal di daerah penyebaran flu burung, hindari pergi ke tempattempat penjualan atau penyembelihan burung/ unggas. Catatan: Bangkai burung dan 8. unggas harus dibakar & dikubur, JANGAN diberikan sebagai makanan pada hewan peliharaan lainnya. 9. Kotoran ayam tidak boleh dipakai sebagai pupuk. 10. Laporkan kepada pemerintah setempat jika ada kematian burung yang mencurigakan/ tidak biasa. Tindakan pencegahan harus dilakukan saat membuang bangkai burung. 11. Segera kunjungi dokter bila Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan gejala penyakit seperti flu setelah melakukan kontak dengan burung. Kunjungi puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk pemeriksaan dan pengobatan. 12. Informasikan kepada mereka jika Anda pernah melakukan kontak dengan burung yang sedang sakit, sekarat, atau mati. III - 34

35 2. Penyakit/Hama Tanaman a. Hama Pengisap Daun Kelapa Aspidiotus destructor Gejala serangan: Rencana Aksi Daerah (RAD) Nampak anak daun kelapa muncul bercak-bercak warna coklat kemudian menyatu menjadi satu membentuk garis bujur searah anak daun menjadi warna kuning dan coklat kemudian mati. Awal serangan dari anak daun yang sudah tua. Hama ini memiliki metamorfosa tidak sempurna yaitu fase telur, nimfa dan imago. Keunikan hama ini yaitu perkembangbiakan kutu betinanya tanpa melalui perkawinan (parthenogenesis). Kutu betina meletakkan telur dibawah perisainya selama 8 hari dengan sekali bertelur 3 4 butir, Setiap induk dapat bertelur butir. Siklus hidup: Stadium telur selama 6 8 hari telur menetas dan keluar nimpha dan membentuk perisai warna putih kemudian berangsur-angsur menjadi kuning, mempunyai 3 pasang kaki. Kutu betina berwarna kuning cerah, ada yang hijau dan merah berdiameter 1,5 2 mm, panjang 5 mm, perisai berbentuk lonjong warna kemerahan. Brontispa longisimma Hama pengisap daun kelapa ini merupakan hama utama kelapa yang menyebar pada berbagai daerah di Indonesia. Hama ini memiliki metamorfosa sempurna yaitu dari fase Telur, Larva, Pupa dan Imago. Telur: berbentuk pipih lonjong, panjang 1,4 mm diletakkan secara berkepompong pada lipata janur, umur 4 7 hari menetas menjadi Larva (ulat). Larva (Ulat): pada stadium hari berwarna merah dengan panjang 1,5 2 mm. Pupa: berwarna putih kekuningan dan menjadi coklat muda pada umur 7 9 hari. Imago (dewasa): berwarna coklat muda kemerahan, panjang 5,5 10 mm berbentuk pipih panjang dan umur hari. Stadium larva dan imago merupakan stadium aktif karena berada dalam III - 35

36 lipatan anak daun yang belum membuka (janur) melakukan kegiatan mengetam dan mengeriting anak daun secara memanjang setelah daun terbuka nampak jaringan bercak-bercak dan daun menjadi keriput, cepat kering dan mati. b. Hama Tanaman Kakao Penggerek Buah Kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella). Penggerek Buah Kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella) merupaan salah satu hama utama tanaman kakao yang paling berbahaya. Serangan hama ini menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petani kakao di Indonesia umumnya dan Kabupaten Ende khususnya mencapai 80%. Gejala serangan Penggerek Buah Kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella): Buah yang terserang akan masak muda dan warna kuning tidak merata. Bila buah dibelah akan terlihat zat lendir yang sudah menyatu bersama plasenta dan biji, mengakibatkan buah menjadi keras dan berwarna hitam kecoklatan. Buah kakao bila digoyang tidak berbunyi. Daur hidup Penggerek Buah Kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella) dari telur sampai imago adalah hari. Imago serangga betina dewasa meletakkan telur pada permukaan buah kakao 2 6 minggu sebelum buah tersebut matang dimana pada saat itu ukurang buah 6 8 cm. Telur berwarna kuning hingga oranye kemerahan berukuran sangat kecil yaitu 0,45 05 mm sehingga tidak terlihat jelas secara kasatmata. Selama hidupnya imago betina mampu menghasilkan telur sebanyak butir. Larva yang baru menetas langsung menggerek masuk ke dalam buah kakao dan membuat lubang gerek dipermukaan kulit buah. Larva yang baru menetas berwarna putih transparan dengan panjang 1 mm. Larva dewasa akan keluar dari buah kakao untuk berpupa sekitar jam wst. Larva dewasa menggerek keluar kulit buah menghasilkan lubang gerekan berdiameter 1 mm. Imago dewasa berwarna dasar coklat dengan warna putih berpola zigzag sepanjang sayap depan dan pada ujung sayap terdapat titik warna oranye bercoklat batik. Imago aktif pada malam hari dan meletakkan telur pada jam WIB. Imago betina dapat terbang dengan jarak sejauh 153 m. III - 36

37 Pengendalian Penggerek Buah Kakao/ PBK (Conopomorpha cramerella) dilakukan dengan penerapan Pengendalian Hama Terpadu yaitu secara mekanis dengan sebutan PSPSP (Panen Sering, Pemangkasan, Sanitasi dan Pemupukan). Berdasarkan analisis ancaman, kecamatan dengan ancaman serangan Penggerek Buah Kakao (PBK) terjadi di Kecamatan Bandar Baru, Trienggadeng, Panteraja, Meureudu, Meurah Dua, Bandar Dua Bencana Sosial Kerusuhan/ Konflik Sosial Heterogenitas penduduk Kabupaten Pidie Jaya yang terbentuk dari berbagai suku, merupakan suatu ancaman dan sangat berpotensi menimbulkan bencana sosial jika kerukunan hidup bersama tidak dijaga, dibina dan dipelihara dengan baik. Namun kerusuhan/konflik sosial tidak terdapat lagi di Kabupaten Pidie Jaya seiring dengan perdamaian antara Pemerintah dan GAM pada Tahun Kerentanan Kerentanan merupakan suatu kumpulan maupun rentetan keadaan yang melekat pada masyarakat yang mengarah dan menimbulkan konsekuensi (fisik, sosial, ekonomi dan perilaku) pada menurunnya daya tangkal dan daya tahan masyarakat sehingga berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Indikator kerentanan di Kabupaten Pidie Jaya yang digunakan dalam menganalisis resiko bencana yaitu: 1. Penduduk (jumlah penduduk, jumlah penduduk perempuan, jumlah penduduk anak-anak, jumlah penduduk lanjut usia). Semakin banyak jumlah penduduk, jumlah penduduk perempuan, jumlah penduduk anak- anak, jumlah penduduk lanjut usia maka semakin tinggi kerentanan. 2. Ekonomi (jumlah penduduk miskin). Semakin banyak jumlah penduduk miskin maka semakin tinggi kerentanan. III - 37

38 3. Sarana Prasarana Fisik: Rencana Aksi Daerah (RAD) a. Sarana Prasarana Dasar (Jalan, Jembatan, Jaringan Air, Jaringan Telekomunikasi. b. Sarana Ekonomi (Pasar dan Bank). c. Sarana Pendidikan (Sekolah). d. Kesehatan (Rumah Sakit, Poliklinik, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Polindes, Posyandu, Apotik). 3.4 Kapasitas Kapasitas merupakan suatu gabungan semua sumberdaya, cara, kekuatan yang tersedia di masyarakat dan organisasi yang memungkinkan masyarakat memiliki daya tangkal dan daya tahan untuk mengurangi tingkat risiko atau akibat dari bencana. Berdasarkan analisis kapasitas, 8 kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya dapat diklasifikasikan menjadi: Kecamatan dengan klasifikasi Kapasitas Tinggi yaitu: Panteraja, Trienggadeng, Meureudu, Meurah Dua dan Ulim. Kecamatan dengan klasifikasi Kapasitas Sedang yaitu: Bandar Baru, Bandar Dua. Kecamatan dengan klasifikasi Kapasitas Rendah yaitu: Jangka Buya. III - 38

KATA SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN PIDIE JAYA, Ir. RAZALI ADAMI, MP Pembina Utama Muda NIP

KATA SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN PIDIE JAYA, Ir. RAZALI ADAMI, MP Pembina Utama Muda NIP KATA SAMBUTAN Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB) 2013 2015 sebagai tindaklanjut dan tanggungjawab dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya. Rencana Aksi Daerah Pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia a. Banjir dan Kekeringan Bencana yang sering melanda negara kita adalah banjir dan tanah longsor pada musim hujan serta kekeringan pada musim kemarau. Banjir merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Jika dilihat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

1. Kebakaran. 2. Kekeringan

1. Kebakaran. 2. Kekeringan 1. Kebakaran Salah satunya kebakaran hutan adalah bentuk kebakaran yang tidak dapat terkendali dan seringkali terjadi di daerah hutan belantara. Penyebab umum hal ini seperti petir, kecerobohan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berlokasi di wilayah yang rawan terhadap berbagai kejadian bencana alam, misalnya bahaya geologi (gempa, gunung api, longsor,

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali Kearifan lokal masyarakat Lampung Barat terhadap bencana khususnya gempabumi yang sering melanda wilayah ini sudah banyak ditinggalkan. Kearifan lokal tersebut

Lebih terperinci

Global Warming. Kelompok 10

Global Warming. Kelompok 10 Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah negara Indonesia memiliki kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif Definisi DBD Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia.

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Novie N. AFATIA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiJl. Diponegoro No. 57 Bandung Pendahuluan Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang cukup banyak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah Wasior terletak di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 mempunyai tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara dengan mempertahankan

Lebih terperinci

Profil Kabupaten Pidie Jaya

Profil Kabupaten Pidie Jaya Ibukota Batas Daerah Profil Kabupaten Pidie Jaya : Meureudu : Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Tangse, Geumpang dan Mane) Sebelah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 )

KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 ) 38 KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH 4.1. Kota Banda Aceh 4.1.1. Letak Geografis Secara geografis Kota Banda Aceh terletak antara 5 30 05 0 35 LU dan 95 30 99 0 16 BT, dengan ketinggian rata-rata 0,80 meter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa di apit oleh dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi,

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir dan faktor penyebabnya. 2. Memahami

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Suranta Sari Bencana gerakan tanah terjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat!

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat! UJI KOMPETENSI SEMESTER I Latihan 1 Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat! 1. Bencana alam yang banyak disebabkan oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan Indonesia tersebar sepanjang nusantara mulai ujung barat Pulau

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci