MENGINGAT LEBIH LANJUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGINGAT LEBIH LANJUT"

Transkripsi

1 PERSETUJUAN PERDAGANGAN JASA DALAM PERSETUJUAN MENGENAI KERANGKA KERJA KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTARA PEMERINTAH NEGARA- NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN REPUBLIK KOREA Pemerintah-Pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand 1, dan Republik Sosialis Vietnam, Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, dan Republik Korea, MENGINGAT Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antar Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Korea (Persetujuan Kerangka Kerja) ditandatangani di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 13 Desember 2005; MENGINGAT LEBIH LANJUT Pasal 1.3 dan 2.2 dari Persetujuan Kerangka Kerja, yang mencerminkan komitmen mereka untuk membentuk Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN- Korea yang mencakup perdagangan jasa; MEMPERHATIKAN kewajiban-kewajiban dari Persetujuan Kerangka Kerja untuk memajukan kerja sama dan memperdalam integrasi ekonomi di antara mereka melalui liberalisasi perdagangan jasa yang progresif yang konsisten dengan Pasal V Persetujuan Umum mengenai Perdagangan Jasa (GATS); MENEGASKAN KEMBALI komitmen mereka untuk meliberalisasi perdagangan jasa antar negara-negara anggota ASEAN dan Republik Korea dengan cakupan sektoral substansial, dengan memperhatikan sektor sensitif dari para Pihak, dan dengan perlakuan khusus dan membedakan bagi Negara-Negara Anggota ASEAN dan fleksibilitas bagi Negara-Negara Anggota ASEAN yang baru, seperti Kerajaan Kamboja, Republik Demokratik Rakyat Laos, Uni Myanmar dan Republik Sosialis Vietnam; BERUPAYA UNTUK meningkatkan kerja sama di bidang jasa di antara mereka dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing, serta meragamkan pemasokan dan distribusi jasa dari masing-masing pemasok jasa para Pihak; dan MENGAKUI hak para Pihak untuk mengatur, dan memperkenalkan peraturan-peraturan baru, mengenai pemasokan jasa dalam wilayah mereka masing-masing dalam rangka untuk memenuhi kewajiban kebijakan nasional dan, dengan adanya ketidakseimbangan 1 Untuk maksud dari Persetujuan ini, Kerajaan Thailand dimasukkan dalam rujukan istilah ini hanya setelah penandatanganannya relevan yang telah ditetapkan.

2 sehubungan dengan pertumbuhan peraturan jasa dalam pihak-pihak, kebutuhan-kebutuhan tertentu dari para Pihak untuk menjalankan hak ini, TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT: BAB I DEFINISI DAN CAKUPAN Pasal 1 Definisi Untuk maksud-maksud dari Persetujuan ini: (a) AEM adalah Para Menteri Ekonomi Negara-negara anggota ASEAN; (b) Jasa-jasa perbaikan dan perawatan pesawat terbang adalah kegiatan-kegiatan yang diambil pada suatu pesawat terbang atau sebagian daripadanya ketika pesawat tersebut tidak beroperasi dan tidak termasuk apa yang disebut sebagai line maintenance; (c) ASEAN adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, meliputi Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand, dan Republik Sosialis Vietnam; (d) ASEAN-Korea FTA adalah Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Korea yang dibentuk berdasarkan Persetujuan Kerangka Kerja dan perjanjian-perjanjian lain yang relevan yang ditetapkan dalam ayat 1 dari Pasal 1.4 dari Persetujuan Kerangka Kerja; (e) Negara-Negara Anggota ASEAN,, adalah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand dan Sosialis Republik Vietnam secara bersama-sama; (f) (g) Negara Anggota ASEAN,, adalah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand atau Sosialis Republik Vietnam secara sendiri-sendiri; Kehadiran komersial adalah setiap jenis pendirian usaha atau profesi, termasuk melalui: (i) Konstitusi, akuisisi atau penetapan badan hukum; atau

3 (ii) Pembukaan atau mempertahankan suatu kantor cabang atau suatu kantor perwakilan, dalam wilayah suatu Pihak dengan maksud pemasokan jasa; (h) Jasa-jasa sistem reservasi komputer (CRS) adalah jasa-jasa yang disediakan oleh (i) (j) (k) sistem komputerisasi yang mengandung informasi tentang jadwal alat angkutan udara, ketersediaannya, tarif dan aturan-aturan tarif, melalui reservasi atau dapat melalui penerbitan tiket ; Pajak langsung terdiri dari seluruh pajak atas keseluruhan pendapatan, atas modal atau atas elemen-elemen pendapatan atau modal termasuk pajak-pajak pendapatan dari penjualan terhadap kekayaan, pajak atas lahan, warisan dan hadiah, dan pajak atas keseluruhan jumlah upah atau gaji yang dibayarkan perusahaan serta pajak pertambahan nilai; Persetujuan Kerangka Kerja artinya Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi yang Menyeluruh Antar Pemerintah-Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Korea; GATS adalah Persetujuan Umum mengenai Perdagangan Jasa, yang tercantum dalam Lampiran 1B Persetujuan WTO; (l) Komite Pelaksana adalah komite pelaksana yang dibentuk berdasarkan pasal 5.3 Persetujuan Kerangka Kerja; (m) Badan hukum adalah setiap entitas hukum yang dibentuk atau yang sebaliknya dikelola berdasarkan hukum yang berlaku, baik untuk memperoleh keuntungan atau sebaliknya, dan baik yang dimiliki secara pribadi atau yang dimiliki oleh pemerintah, termasuk setiap korporasi (persero), perserikatan, kemitraan, perusahaan patungan, persekutuan tunggal atau asosiasi; (n) Badan hukum dari Pihak lainnya adalah suatu badan hukum yang diperoleh dari salah satu: (i) Dibentuk atau sebaliknya dikelola berdasarkan hukum dari pihak lain tersebut, dan terikat dalam operasional bisnis substantif dari pihak tersebut atau setiap pihak yang lain; atau (ii) Dalam hal pemasokan jasa melalui kehadiran komersial, dimiliki atau dikontrol oleh: 1. orang perseorangan dari pihak tersebut; atau 2. badan hukum dari pihak lain tersebut sebagaimana diidentifikasi berdasarkan sub-ayat (i) (o) Sebuah badan hukum adalah: (i) dimiliki oleh orang dari suatu pihak apabila lebih dari 50 persen kepemilikan saham tersebut dimiliki oleh orang dari pihak tersebut;

4 (p) (ii) dikendalikan oleh orang dari suatu pihak jika orang orang tersebut memiliki kekuasaan untuk menunjuk mayoritas direkturnya atau sebaliknya mengarahkan tindakannya secara sah; (iii) berafiliasi dengan pihak lain pada saat badan hukum tersebut mengontrol, atau dikontrol, dengan orang lain tersebut; atau ketika badan hukum tersebut dan pihak lain tersebut dikontrol oleh orang yang sama; Korea adalah Republik Korea; (q) Kebijakan adalah setiap langkah kebijakan oleh suatu Pihak, baik dalam bentuk undang-undang,, peraturan, aturan, prosedur, keputusan, tindakan administrasi, atau (r) setiap bentuk lainnya Kebijakan suatu pihak adalah kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh: (i) Pemerintah atau lembaga berwenang tingkatpusat,regional ataudaerah; dan (ii) Badan-badan non-pemerintah dalam pelaksanaan kekuasaannya yang didelegasikan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga berwenang pusat, regional atau daerah; (s) Kebijakan-kebijakan para Pihak yang mempengaruhi perdagangan jasa termasuk kebijakan-kebijakan sehubungan dengan: (i) Pembelian, pembayaran atau penggunaan jasa; (ii) Akses terhadap dan menggunakan, berkaitan dengan pemasokan sebuah jasa, jasa-jasa yang dibutuhkan oleh para pihak tersebut untuk ditawarkan kepada publik secara umum; (iii) kehadiran, termasuk kehadiran komersial, dari orang-orang dari suatu pihak bagi pemasokan jasa di wilayah pihak lainnya; (t) Pemasok jasa monopoli adalah setiap pihak, baik publik ataupun swasta, yang dalam pasar yang relevan di wilayah dari sebuah Pihak yang diberi wewenang atau ditetapkan secara formal atau berlaku oleh Pihak tersebut sebagai pemasok tunggal jasa tersebut; (u) Orang perseorangan dari Pihak lain adalah orang perseorangan yang bertempat tinggal dalam wilayah Pihak lain tersebut atau di tempat lain atau yang berdasarkan hukum dari Pihak lain tersebut: (i) merupakan warga negara dari Pihak lain tersebut; atau (ii) mempunyai hak bertempat tinggal tetap 2 di wilayah Pihak lainnya, dalam hal suatu Pihak yang memberikan secara substansial perlakuan yang sama bagi pemegang ijin tinggal tetap dimaksud sebagaimana warga negara sehubungan dengan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi perdagangan jasa, 2 Para Pihak dapat membuat reservasi sehubungan dengan ijin tinggal permanen dalam Jadwal mereka berdasarkan Persetujuan ini, menyatakan bahwa reservasi-reservasi tersebut tidak merugikan hak dan kewajiban Para Pihak dalam GATS.

5 (v) sebagaimana yang diberitahukan dalam penerimaan atau aksesinya dalampersetujuan ini dengan syarat bahwa tidak ada suatu Pihak pun yang diwajibkan untuk memberikan pemegang ijin tinggal tetap tersebut suatu perlakuan yang lebih menguntungkan dari pada yang akan diberikan oleh pihak lainnya tersebut bagi pemegang ijin tinggal tetap dimaksud. Pemberitahuan tersebut wajib meliputi jaminan penilaian, berhubungan dengan pemegang ijin tinggal tetap dimaksud, sesuai dengan peraturan perundang-undangannya, pertanggungjawaban yang sama dengan Pihak lain tersebut sebagaimana dibebankan terhadap warga negaranya; Negara-Negara Anggota ASEAN Baru adalah Kerajaan Kamboja, Republik Demokratik Laos, Uni Myanmar dan Republik Sosialis Vietnam; (w) Para Pihak adalah negara-negara anggota ASEAN dan Korea secara bersama-sama; (x) Pihak adalah suatu Negara Anggota ASEAN atau Korea; (y) Orang adalah baik orang perseorangan atau badan hukum; (z) Sektor adalah sektor bidang jasa, adalah: (i) berkaitan dengan suatu komitmen khusus, satu atau lebih, atau semua, subsektor dari jasa tersebut, seperti yang tertera dalam Jadwal Pihak, (ii) sebaliknya, keseluruhan dari sektor jasa, termasuk semua subsektornya; (aa) Penjualan atau pemasaran jasa transportasi udara adalah kesempatan-kesempatan untuk alat angkutan udara yang bersangkutan untuk menjual dan memasarkan secara bebas jasa transportasi udaranya termasuk semua aspek pemasaran seperti penelitian pasar, periklanan, dan distribusi. Kegiatan-kegiatan ini tidak termasuk penetapan harga dari jasa angkutan maupun persyaratan-persyaratan yang diberlakukan; (bb) Jasa-Jasa termasuk setiap jasa di setiap sektor kecuali pasokan jasa dalam pelaksanaan otoritas pemerintahan; (cc) Suatu pasokan jasa dalam pelaksanaan otoritas pemerintahan adalah setiap jasa yang dipasok tidak atas dasar komersial atau tidak dalam persaingan dengan satu atau lebih pemasok jasa; (dd) Pengguna jasa adalah setiap orang yang menerima atau menggunakan jasa; (ee) Jasa dari Pihak lainnya adalah jasa yang dipasok: (i) dari atau di wilayah Pihak lain tersebut, atau dalam hal pengangkutan laut, dengan menggunakan kapal yang terdaftar berdasarkan hukum-hukum dari Pihak lain tersebut, atau oleh seseorang dari Pihak lain tersebut yang memasok jasa melalui pelaksanaan dari suatu tempat dan/atau menggunakannya baik secara keseluruhan ataupun sebagian; atau (ii) dalam hal pemasokan suatu jasa melalui kehadiran komersial atau melalui kehadiran orang perseorangan, oleh suatu pemasok jasa dari Pihak lain tersebut;

6 (ff) Pemasok Jasa adalah setiap orang yang memasok jasa 3 (gg) Pasokan jasa termasuk produksi, distribusi, pemasaran, penjualan, dan pengiriman jasa; (hh) Perdagangan jasa ditetapkan sebagai pasokan jasa: (i) dari wilayah dari suatu Pihak ke wilayah Pihak lain; (ii) di wilayah suatu Pihak ke pengguna jasa dari Pihak lain; (iii) oleh suatu pemasok jasa dari suatu Pihak, melalui kehadiran komersial di wilayah Pihak lain; (iv) oleh suatu pemasok jasa dari suatu Pihak, melalui kehadiran orang perseorangan di wilayah Pihak lain; (ii) hak lintas adalah hak bagi terjadwal dan tidak terjadwal jasa- jasa operasional pengangkutan penumpang, kargo dan surat untuk memperoleh pendapatan atau disewa dari, untuk, dalam, atau melintasi wilayah suatu Pihak, termasuk titik-titik yang akan dilayani, rute-rute yang akan dioperasionalkan, jenis-jenis lintasan yang akan dilalui, kapasitas yang akan diberikan, tarif-tarif yang akan dikenakan beserta ketentuan-ketentuannya, dan kriteria untuk tujuan penerbangan, termasuk kriteriakriteria tersebut seperti jumlah, kepemilikan, dan pengontrolan; (jj) WTO adalah Organisasi Perdagangan Dunia; dan (kk) Persetujuan WTO adalah Persetujuan Marakesh mengenai pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, diselesaikan di Marrakesh pada tanggal 15 April 1994 dan persetujuan-persetujuan lainnya yang dirundingkan di bawahnya. Pasal 2 Cakupan 1. Persetujuan ini berlaku bagi kebijakan-kebijakan para Pihak yang mempengaruhi perdagangan jasa. 2. Persetujuan ini wajib tidak berlaku untuk: (a) Suatu jasa yang dipasok dalam pelaksanaan kewenangan pemerintahan dalam wilayah masing-masing Pihak; (b) Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi hak lintas udara, bagaimanapun diberikan; atau untuk kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi jasa-jasa secara 3 Apabila jasa tidak dipasok secara langsung oleh suatu badan hukum tetapi melalui bentuk-bentuk lain dari kehadiran komersial seperti kantor cabang atau kantor perwakilan, pemasok jasa (yaitu badan hukum) wajib, bagaimanapun, melalui kehadiran dimaksud diberikan perlakuan yang diberikan perlakuan sebagaimana bagi bagi para pemasok jasa berdasarkan Persetujuan ini. Perlakuan tersebut wajib diperluar bagi kehadiran komersial yang memasok jasa dan tidak perlu diperluas untuk setiap bagian lain yang berlokasi di luar wilayah dimana jasa dipasok.

7 langsung berkaitan dengan pelaksanaan hak-hak lintas udara, selain dari kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi: (i) Jasa perbaikan dan jasa perawatan pesawat terbang; (ii) Penjualan dan pemasaran jasa pengangkutan udara; dan (iii) Jasa sistem reservasi komputer; (c) Cabotage dalam jasa-jasa pengangkutan laut; dan (d) Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi orang perseorangan yang mencari akses pasar tenaga kerja dari suatu Pihak dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kewarganegaraan, tempat tinggal atau ketenagakerjaan yang berbasis permanen. 3. Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 23 dari Persetujuan ini wajib tidak berlaku untuk hukum, peraturan atau persyaratan yang mengatur pengadaan barang oleh agbadan-badan pemerintahan dari jasa-jasa yang dibeli untuk urusan-urusan pemerintahan dan dimaksudkan untuk dijual kembali secara komersial atau tidak dimaksud untuk menggunakan dalam pemasokan jasa untuk penjualan komersial. 4. Tidak satupun dalam Persetujuan ini dapat menghalangi suatu Pihak dari memberlakukan kebijakan-kebijakan untuk mengatur masuknya orang perseorangan dari Pihak lainnya ke dalam, atau masa tinggal sementaranya di, wilayahnya, termasuk kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk melindungi integritas terhadap, dan untuk memastikan pergerakan dari orang perseorangan yang melintasi batas-batas wilayah, dengan syarat bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak berlaku dalam cara untuk meniadakan atau mengurangi manfaat-manfaat 4 yang diperoleh bagi Pihak-Pihak lain berdasarkan syarat-syarat komitmen khusus. 4 Satu-satunya fakta untuk memperoleh visa bagi orang perseorangan dari para Pihak tertentu dan bukan untuk yang lainnya wajib tidak dipertimbangkan sebagai menghilangkan atau mengurangi manfaat berdasarkan suatu komitmen khusus.

8 BAB II KEWAJIBAN DAN KEDISIPLINAN Pasal 3 Pemerintah Regional dan Pemerintah Daerah Dalam memenuhi kewajiban-kewajiban dan komitmen-komitmennya berdasarkan Persetujuan ini, masing-masing Pihak wajib memastikan kepatuhan pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga regional dan daerahnya dalam wilayahnya serta kepatuhan oleh badan-badan non-pemerintah dalam pelaksanaan kekuasaan sebagaimana yang didelegasikan oleh pemerintah-pemerintah atau lembaga-lembaga berwenang di tingkat pusat, regional atau daerah didalam wilayahnya. Pasal 4 Transparansi 1. Masing-masing Pihak wajib mempublikasikan dengan segera dan, kecuali dalam keadaan darurat, selambat-lambatnya pada saat mulai berlaku, semua kebijakankebijakan pemberlakuan umum yang relevan atau mempengaruhi pelaksanaan Persetujuan ini. Persetujuan Internasional yang berkaitan dengan atau mempengaruhi perdagangan jasa dimana suatu Pihak merupakan penandatangan wajib juga dipublikasikan. 2. Apabila publikasi sebagaimana dirujuk dalam ayat 1 tidak dapat dilaksanakan, sebaliknya, informasi dimaksud wajib dibuat selain dengan mempublikasikan. 3. Masing-masing Pihak wajib dengan segera dan selambat-lambatnya menginformasikan setiap tahun kepada Komite Pelaksana mengenai pengenalan setiap hukum, peraturan, atau pedoman administrasi baru, atau setiap perubahannya,yang secara signifikan mempengaruhi perdagangan jasa yang tercakup dalam komitmen khusus berdasarkan Persetujuan ini. 4. Masing-masing pihak wajib menanggapi dengan segera terhadap seluruh pemintaan yang diajukan oleh setiap Pihak lain untuk informasi khusus mengenai setiap kebijakannya tentang pemberlakuan umum atau perjanjian-perjanjian internasional dalam arti ayat 1. Masing-masing pihak juga wajib mendirikan satu atau lebih kontak penghubung untuk memberikan informasi khusus kepada Pihak-Pihak lain, atas permintaan, mengenai semua hal-hal serta berdasarkan persyaratan pemberitahuan pada ayat 3. kontak-kontak penghubung yang dimaksud wajib didirikan dalam waktu

9 dua tahun dari tanggal Persetujuan ini. Fleksibilitas yang layak berkenaan dengan batas waktu dimana kontak-kontak penghubung dimaksud akan didirikan tersebut dapat disepakati untuk negara-negara berkembang secara individual. kontak-kontak penghubung tidak perlu menjadi lembaga penyimpan dari peraturan perundangundangannya. 5. Setiap Pihak dapat memberitahukan kepada Komite Pelaksana setiap kebijakan, yang diambil oleh setiap Pihak lain, dengan menimbang pengaruhnya operasional Persetujuan ini. Pasal 5 Pengungkapan Informasi Rahasia Tidak satupun dalam Persetujuan ini wajib mensyaratkan setiap Pihak untuk memberikan informasi rahasia, pengungkapan yang akan menghalangi penegakan hukum, atau sebaliknya bertentangan dengan kepentingan umum, atau yang akan mengurangi kepentingan-kepentingan komersial yang sah dari perusahaan-perusahaan tertentu, baik publik maupun swasta. Pasal 6 Peraturan Domestik 1. di sektor-sektor dimana komitmen-komitmen spesifik dilaksanakan, masing-masing Pihak wajib memastikan bahwa semua kebijakan-kebijakan dari pemberlakuan umum yang mempengaruhi perdagangan jasa terdaftar secara wajar, obyektif, dan tidak berat sebelah. 2. (a) Masing-masing Pihak wajib memelihara atau melembagakan sesegera mungkin peradilan, mahkamah arbitrase atau mahkamah administrasi yang bisa diterapkan, atas permintaan dari pemasok jasa yang terkena dampak, untuk peninjauan kembali yang segera, dan dapat dibenarkan, tindakan-tindakan pemulihan yang sesuai, bagi keputusan-keputusan administratif yang mempengaruhi perdagangan jasa. Apabila prosedur-prosedur tersebut tidak bebas dari agen yang diwakili dengan keputusan administrasi yang terkait, Pihak tersebut wajib memastikan bahwa prosedur-prosedur tersebut dapat memberikan secara nyata suatu peninjauan kembali yang obyektif dan tidak berat sebelah. (b) Ketentuan-ketentuan dari sub-ayat (a) wajib tidak diartikan untuk mensyaratkan suatu Pihak untuk melembagakan mahkamah-mahkamah atau atau prosedurwww.djpp.de.id

10 prosedur dimana hal ini akan mengakibatkan ketidakkonsistenannya terhadap struktur konstitusionalnya atau sifat dari sistem hukumnya. 3. Apabila otorisasi dipersyaratkan bagi pasokan jasa di mana suatu komitmen khusus telah dibuat, lembaga-lembaga berwenang dari suatu Pihak wajib, dalam jangka waktu yang wajar setelah penyerahan suatu permohonan yang dinilai lengkap berdasarkan peraturan perundang-undangan domestik, wajib menginformasikan kepada pemohon keputusan berkenaan dengan permohonannya.atas permintaan pemohon, lembagalembaga berwenang dari Pihak tersebut wajib memberikan, tanpa penundaan,, informasi yang berkaitan dengan status permohonan. 4. Dengan maksud untuk memastikan bahwa kebijakan yang berkaitan dengan persyaratan dan prosedur kualifikasi, standar teknis dan persyaratan perijinan tidak menciptakan hambatan-hambatan yang tidak diperlukan bagi perdagangan jasa, Komite Pelaksana, melalui badan-badan yang layak dibentuk, wajib membangun setiap kedisiplinan yang diperlukan. kedisiplinan dimaksud wajib ditujukan untuk memastikan bahwa persyaratan-persyaratan dimaksud, antara lain: (a) didasarkan pada kriteria yang obyektif dan transparan, seperti kompetensi dan kemampuan untuk memasok jasa; (b) tidak lebih membebani daripada yang diperlukan untuk memastikan kualitas jasa; (c) dalam hal prosedur perijinan, bukan merupakan suatu pembatasan terhadap pasokan jasanya sendiri. 5. (a) di sektor-sektor di mana suatu Pihak telah melaksanakan komitmen-komitmen khusus, menunda selama kedisiplinan yang dikembangkan dalam sektor-sektor ini berdasarkan ayat 4, Pihak tersebut wajib tidak memberlakukan persyaratan dan perijinan kualifikasi dan standar-standar teknis yang menghapuskan atau mengurangi komitmen-komitmen khusus tersebut dalam suatu cara yang mana: (i) Tidak memenuhi kriteria sebagai mana tercantum dalam sub-ayat 4(a), (b) atau (c); dan (ii) Tidak dapat diharapkan secara layak oleh Pihak tersebut pada saat komitmenkomitmen khusus di sektor-sektor tersebut dilakukan. (b) dalam menetapkan apakah suatu Pihak sesuai dengan kewajibannya dalam ayat 5(a), wajib memperhatikan standar-standar internasional dari organisasi internasional 5 yang relevan yang diberlakukan oleh Pihak tersebut. 6. Di sektor-sektor dimana komitmen-komitmen khusus berkenaan dengan jasa-jasa profesional dilakukan, masing-masing Pihak wajib menyediakan prosedurprosedur yang memadai untuk memverifikasi kompetensi profesional dari Pihak lainnya. 5 Istilah organisasi internasional yang relevan yang merujuk pada badan-badan internasional yang keanggotaannya terbuka bagibadan-badan yang relevan dari setidaknya merupakan seluruh anggota WTO.

11 Pasal 7 Pengakuan 1. Untuk maksud-maksud pemenuhan masing-masing standar atau kriteria Pihak untuk otorisasi, perijinan atau sertifikasi dari pemasok jasa, masing-masing Pihak dapat mengakui pendidikan atau pengalaman yang diperoleh, persyaratan yang dipenuhi, atau perijinan atau sertifikasi yang diberikan Pihak lain. Pengakuan dimaksud, yang dapat dicapai melalui penyelarasan ataupun cara-cara lain, dapat didasarkan pada suatu perjanjian atau pengaturan antara para Pihak atau badan-badan kompeten yang relevan atau dapat diberikan secara otonomi. 2. Suatu Pihak yang merupakan pihak pada suatu perjanjian atau pengaturan pada jenis sebagaimana dirujuk pada ayat 1, baik yang telah ada maupun yang akan ada,, wajib memberikan peluang yang memadai bagi para Pihak lain yang berkepentingan untuk merundingkan aksesinya pada suatu perjanjian atau pengaturan dimaksud atau dapat merundingkannya dengan para pihak yang sebanding. Apabila suatu Pihak memberikan pengakuan secara otonom, Pihak tersebut wajib memberikan peluang yang memadai bagi setiap Pihak lainnya untuk menunjukkan bahwa pendidikan, pengalaman, perijinan, atau sertifikasi yang diperoleh atau persyaratan-persyaratan yang dipenuhi di wilayah Pihak lain tersebut seharusnya diakui. 3. Suatu pihak wajib tidak memberikan pengakuan dimana cara tersebut diartikan sebagai cara yang mendiskriminasi antara negara-negara dalam penerapan standar atau kriterianya untuk otorisasi, perijinan atau sertifikasi para pemasok jasa, atau pembatasan perdagangan jasa yang tersembunyi. 4. Masing-masing pihak wajib berusaha: (a) dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal Persetujuan ini mulai berlaku, menginformasikan kepada Komite Pelaksana mengenai kebijakan-kebijakan pengakuannya yang ada dan menyatakan apakah kebijakan-kebijakan dimaksud didasarkan pada perjanjian atau pengaturan dari jenis yang dirujuk pada ayat 1; (b) menginformasikan dengan segera kepada Komite Pelaksana sejauh mungkin sebelum pembukaan perundingan-perundingan mengenai suatu perjanjian atau pengaturan dari jenis sebagaimana dirujuk pada ayat 1 dalam rangka untuk memberikan peluang yang memadai kepada setiap Pihak lainnya menunjukkan kepentingannya dalam keikutsertaannya dalam perundingan-perundingan dimaksud sebelum memasuki fase substansi; (c) menginformasikan dengan segera kepada Komite Pelaksana pada saat pihak tersebut menerima pengakuan kebijakan-kebijakan baru atau mengubah secara signifikan terhadap kebijakan-kebijakan yang telah ada didasarkan pada suatu

12 perundingan-perundingan atau pengaturan dari jenis sebagaimana dirujuk pada ayat Apabila sesuai, pengakuan seharusnya didasarkan pada kriteria yang disetujui secara multilateral. Dalam hal layak, para Pihak wajib bekerjasama dengan organisasi antar pemerintah dan non-pemerintah yang relevan menuju penyusunan dan penerimaan standar dan kriteria internasional bersama untuk pengakuan dan standar internasional bersama untuk pelaksanaan perdagangan jasa yang relevan dan profesional. Pasal 8 Monopoli dan Pemasok Jasa Ekslusif 1. Masing-masing Pihak wajib memastikan bahwa setiap pemasok jasa monopoli di wilayahnya dalam pemasokan jasa monopoli di pasar yang relevan, tidak bertindak secara tidak konsisten dengan kewajiban-kewajiban para Pihak berdasarkan Pasal 19 dan Pasal Apabila suatu pemasok monopoli dari suatu Pihak bersaing, baik secara langsung maupun melalui suatu perusahaan afiliasi, dalam pemasokan suatu jasa di luar cakupan hak monopolinya dan berdasarkan pada komitmen-komitmen khusus Pihak tersebut, Pihak tersebut wajib memastikan bahwa pemasok dimaksud tidak melanggar kedudukan monopolinya untuk bertindak di Wilayahnya dengan cara yang tidak konsisten dengan komitmen-komitmen dimaksud. 3. Apabila suatu Pihak memiliki alasan untuk mempercayai bahwa seorang pemasok jasa monopoli dari Pihak lainnya bertindak dengan cara yang tidak konsisten dengan ayat 1 atau 2, pihak tersebut dapat meminta kepada Pihak yang menetapkan, mempertahankan atau memberikan kewenangan kepada pemasok tersebut untuk mendirikan, merawat atau mengijinkan pemasok tersebut untuk memberikan informasi khusus berkenaan dengan operasional yang relevan. 4. Ketentuan-ketentuan Pasal ini wajib juga berlaku untuk kasus-kasus para pemasok jasa eksklusif, dimana suatu Pihak, secara resmi atau, (a) memberikan kewenangan atau menetapkan sejumlah kecil pemasok jasa; dan (b) mencegah secara substansial persaingan di antar para pemasokjasa tersebut di wilayahnya. 5. Apabila, setelah tanggal mjulai berlakunya persetujuan ini, suatu Pihak memberikan hak monopoli berkenaan dengan pemasokan jasa yang tercakup oleh komitmen-komitmen khususnya, Pihak tersebut wajib memberitahukan Komite Pelaksana tidak lebih dari tiga bulan sebelum pelaksanaan pemberian hak monopoli sebagaimana diinginkan dan ketentuan-ketentuan ayat 1 (b) (selain dari pembatasan tiga tahun), 2, 3, 4, dan 5 dari Pasal 25 wajib berlaku.

13 Pasal 9 Praktik-Praktik Usaha 1. Para Pihak mengakui bahwa beberapa praktik usaha dari para pemasok jasa, selain dari pada yang tunduk pada Pasal 8, dapat membatasi persaingan dan berdasarkan hal tersebut membatasi perdagangan jasa. 2. Masing-masing Pihak, atas permintaan Pihak lainnya ( Pihak Peminta ), wajib melakukan konsultasi dengan maksud untuk menghapuskan praktik-praktik sebagaimana dirujuk pada ayat 1. Pihak yang dituju ( Pihak yang Diminta ), wajib memberikan pertimbangan penuh dan simpatik terhadap permintaan dimaksud dan wajib bekerja sama melalui penyediaan informasi yang bukan rahasia secara umum yang relevan dengan hal-hal yang diminta.. Pihak yang diminta wajib juga menyediakan informasi lain yang tersedia bagi Pihak yang Meminta, berdasarkan hukum domestiknya dan penyelesaian pemenuhan perjanjiian berkenaan dengan perlindungan terhadap kerahasiaanya oleh Pihak Peminta. Pasal 10 Pengamanan 1. Para Pihak memperhatikan perundingan-perundingan multilateral sesuai dengan Pasal X GATS mengenai permintaan kebijakan-kebijakan perlindungan keadaan darurat berdasarkan prinsip-prinsip non-diskriminasi. Setelah penyelesaian perundinganperundingan multilateral dimaksud, para Pihak tersebut wajib melakukan peninjauan kembali untuk membahas perubahan-perubahan dalam Persetujuan ini juga untuk memasukkan hasil-hasil perundingan-perundingan multilateral dimaksud. 2. Dalam hal bahwa pelaksanaan Persetujuan ini menyebabkan dampak buruk substansial bagi sektor jasa dari suatu Pihak sebelum penyelesaian perundinganperundingan multilateral sebagaimana dirujuk pada ayat 1, Pihak yang terkena dampak dapat meminta konsultasi kepada Pihak lainnya untuk maksud-maksud membahas setiap kebijakan berkaitan dengan sektor jasa yang terkena dampak. Setiap kebijakan yang diambil sesuai dengan ayat ini wajib disepakati bersama oleh para Pihak yang terkait. Para Pihak yang terkait wajib mempertimbangkan kekhususan dari kasus tertentu dan memberikan pertimbangan bagi Pihak mencari untuk mengambil suatu kebijakan yang dimaksud.

14 Pasal 11 Pembayaran dan Transfer 1. Kecuali berdasarkan kekhususan yang diatur dalam Pasal 12, suatu Pihak wajib tidak memberlakukan pembatasan-pembatasan pada transfer dan pembayaran internasional untuk transaksi-transaksi berjalan terkait dengan komitmen-komitmen khususnya. 2. Tidak satupun dalam Persetujuan ini wajib mempengaruhi hak-hak dan kewajibankewajiban dari setiap Pihak yang menjadi anggota dari Dana Moneter Internasional (IMF) berdasarkan Pasal-Pasal Persetujuan IMF, termasuk menggunakan tindakantindakan pertukaran yang sesuai dengan Pasal-Pasal persetujuan, dengan syarat bahwa suatu Pihak wajib tidak mengenakan pembatasan-pembatasan pada setiap transaksi modal yang tidak konsisten dengan komitmen-komitmen khususnya berkaitan dengan transaksi-transaksi tersebut, kecuali yang diatur dalam Pasal 12 atau atas permintaan IMF. Pasal 12 Pembatasan untukmengamankan Neraca Pembayaran 1. Apabila suatu pihak mengalami kesulitan pada neraca pembayaran dan keuangan eksternal,atau ancaman-ancaman pihak tersebut dapat mengadopsi atau menjaga pembatasan sesuai perdagangan jasa sesuai dengan Pasal XII GATS. 2. Setiap pembatasan yang diterima atau dipertahankan berdasarkan ayat 1, atau setiap perubahan di dalamnya, wajib dengan segera diberitahukan kepada Komite Pelaksana. Pasal 13 Pengecualian Umum Sesuai persyaratan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak berlaku dalam suatu cara yang akan membentuk suatu alat peradilan atau diskriminasi yang tidak adil antara Pihak-Pihak dimana keadaan serupa berlaku, atau pembatasan yang dibedakan pada perdagangan jasa, tidak satupun dalam Persetujuan ini wajib diartikan untuk mencegah penerimaan atau pemaksaan oleh setiap Pihak terhadap kebijakan-kebijakan: (a) yang diperlukan untuk melindungi moral masyarakat atau untuk menjaga ketertiban umum 6 ; (b) yang diperlukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan; 6 Pengecualian ketertiban umum dapat diberlakukan hanya apabila suatu ancaman murni dan sangat serius terjadi pada salah satu dari kepentingan masyarakat yang mendasar

15 (c) yang diperlukan untuk mengamankan kepatuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang konsisten dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini termasuk yang terkait dengan: (i) pencegahan praktik-praktik penipuan dan kecurangan atau yang berhubungan dengan dampak dari adanya kegagalan pembayaran dalam kontrak-kontrak jasa; (ii) perlindungan terhadap privasi individu dalam berhubungan dengan pengolahan dan penyebaranluasan data personal serta perlindungan terhadap kerahasiaan catatan dan rekening individu; (iii) keselamatan; (d) yang tidak konsisten dengan Pasal 20, dengan syarat bahwa perbedaan perlakuan ditujukan untuk memastikan pembebanan atau pengumpulan pajak langsung secara seimbang atau efektif 7 sehubungan dengan jasa-jasa atau para pemasok jasa dari para Pihak lainnya; (e) dengan perbedaan perlakuan dengan syarat bahwa hal tersebut merupakan hasil dari perjanjian mengenai penghindaran pajak berganda atau ketentuan-ketentuan mengenai penghindaran pajak berganda dalam setiap dalam perjanjian atau internasional yang lain dimana Pihak tersebut terikat. Pasal 14 Pengecualian Keamanan 1. Tidak satupun dalam Persetujuan ini yang wajib diartikan: (a) untuk mensyaratkan setiap Pihak melengkapi setiap informasi terhadap pengungkapan yang dinilaibertentangan dengan kepentingan keamanan utamanya; atau (b) untuk mencegah setiap Pihak untuk mengambil setiap tindakan yang dinilai perlu untuk perlindungan kepentingan keamanan utamanya, tetapi tidak terbatas pada: (i) tindakan terkait dengan bahan-bahan yang fissionable dan mudah meledak 7 Kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk memastikan pembebanan atau pengumpulan pajak langsung yang efektif seimbang termasuk kebijakan-kebijakan yang diambil oleh suatu Pihak berdasarkan sistem perpajakannya,: (i) yang berlaku untuk para pemasok jasa nonresidens, dalam mengakui kenyataan bahwa kewajiban pajak nonresiden ditentukan berkenaan dengan hal-hal yang dipajaki yang bersumber atau berada di wilayah tersebut; atau (ii) yang berlaku bagi nonresiden dalam rangka memastikan pembebanan atau pengumpulan pajak-pajak di wilayah Pihak tersebut; atau (iii) yang berlaku bagi nonresiden atau residen untuk mencegah penghindaran atau pengelakan pajak, termasuk pematuhan kebijakan-kebijakan; atau (iv) yang berlaku untuk para konsumen jasa yang dipasok di/dari dari wilayah Pihak lainnya, dalam rangka memastikan pembebanan atau pengumpulan pajak terhadap konsumen yang berasal dari sumber-sumber di wilayah Pihak tersebut; atau (v) yang membedakan para pemasok jasa yang tunduk pada pajak untuk barang-barang kena pajak dengan pemasok jasa lainnya berdasarkan barang-barang di seluruh dunia yang dapat dikenakan pajak, membedakan para pemasok jasa yang tunduk pada pajak barang-barang yang dapat dipajaki di seluruh dunia dari para pemasok jasa lainnya, dengan mengakui perbedaan sifat dasar pajak diantara meraka; ;atau (vi) yang menentukan, alokasi atau pembagian pendapatan, keuntungan, manfaat, kerugian, pengurangan atau kredit dari para residen atau kantor-kantor cabang, atau antara orang-orang atau kantor-kantor cabang yang terkait dari pihak yang sama, dalam rangka untuk mengamankan dasar pajak Pihak tersebut. Syarat-syarat atau konsep-konsep pajak pada ayat (d) dari Pasal 13 (Pengecualian Umum) dalam catatan kakinya ini ditentukan sesuai dengan definisi-definis dan konsep-konsep pajak, atau definisi-definisi atau konsep-konsep yang setara atau sejenis, berdasarkan hukum domestik dari para Pihak yang mengambil kebijakan dimaksud.

16 atau bahan-bahan turunannya; (ii) tindakan berkaitan dengan pemasokan jasa sebagaimana yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung untuk maksud pemasokan pembentukan militer; (iii) tindakan yang diambil sedemikian rupa untuk melindungi prasarana publik yang kritis termasuk prasarana komunikasi, energy listrik dan air dari usaha-usaha yang dengan sengaja yang dimaksudkan untuk melumpuhkan atau melemahkan prasarana dimaksud; (iv) tindakan yang diambil dalam masa perang atau keadaan darurat lainnya dalam hubungan di dalam negeri atau hubunganinternasional; atau (c) untuk mencegah setiap Pihak untuk mengambil tindakan sesuai dengan kewajibannya berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional. 2. Komite Pelaksana wajib diinformasikan sebesar mungkin terhadap tindakan-tindakan yang mungkin diambil berdasarkan ayat 1(b) dan (c) serta pengakhirannya. Pasal 15 Subsidi 1. Kecuali apabila diatur dalam Pasal ini, Persetujuan ini wajib tidak berlaku untuk subsidi atau hibah sebagaimana diberikan oleh suatu Pihak, atau untuk setiap ketentuan sebagaimana terlampir untuk penerimaan atau penerimaan yang berkelanjutan dari subsidi atau hibah dimaksud, baik merupakan subsidi atau hibah atau bukan yang ditawarkan secara eksklusif untuk jasa, konsumen jasa, atau pemasok jasa domestik. Apabila subsidi atau hibah dimaksud secara signifikan mempengaruhi perdagangan jasa yang dikomitmenkan berdasarkan Persetujuan ini, setiap pihak dapat meminta konsultasi dengan maksud penyelesaian masalah ini secara damai. 2. Berdasarkan Persetujuan ini, para Pihak wajib: (a) atas permintaan, menyediakan informasi mengenai subsidi terkait dengan perdagangan jasa yang dikomitmenkan berdasarkan Persetujuan ini kepada setiap Pihak peminta; dan (b) meninjau kembali perlakuan subsidi apabila kebijakan tersebut relevan dengan yang dikembangkan oleh WTO.

17 Pasal 16 Kebijakan WTO Berdasarkan setiap perjanjian yang akan ada yang mungkin disepakati sesuai dengan peninjauan kembali berdasarkan Persetujuan oleh para Pihak berdasarkan Pasal 26, para Pihak dengan ini menyepakati dan menegaskan kembali komitmen-komitmen mereka untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Persetujuan WTO yang relevan dan berlaku bagi perdagangan jasa. Pasal 17 Kerja Sama Para Pihak wajib memperkuat upaya kerja sama di sektor jasa, termasuk sektor-sektor yang disepakati bersama oleh para Pihak. Pasal 18 Meningkatkan Keikutsertaan Negara Anggota ASEAN yang Baru Peningkatan keikutsertaan Negara Anggota ASEAN yang baru pada perdagangan jasa wajib difasilitasi melalui komitmen-komitmen khusus yang dirundingkan, berkaitan dengan: (a) memperkuat kapasitas jasa domestik dan efisiensi serta daya saingnya, antara lain melalui akses terhadap teknologi berbasis komersial; (b) peningkatan akses terhadap saluran distribusi dan jaringan informasi; (c) liberalisasi akses pasar di sektor-sektor dan moda-moda pemasokan ekspor yang menjadi kepentingan mereka; dan (d) fleksibilitas Negara-Negara Anggota ASEAN yang baru untuk membuka sektor-sektor yang lebih sedikit, meliberalisasi jenis-jenis transaksi yang lebih sedikit dan memperluas akses pasar secara progresif sejalan dengan situasi pembangunannya masing-masing.

18 BAB III KOMITMEN SPESIFIK Pasal 19 Akses Pasar 1. Berkenaan dengan akses pasar melalui moda-moda pasokan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 (hh), suatu Pihak wajib memberikan jasa dan pemasok jasa dari Pihak lainnya perlakuan yang tidak kurang dari pada yang berlaku berdasarkan ketentuan, hambatan, dan kondisi yang telah disepakati dan dirinci di dalam jadwalnya Di sektor-sektor di mana komitmen akses pasar dijalankan, kebijakan-kebijakan di mana suatu Pihak wajib tidak mempertahankan atau menerima baik berdasarkan subdivisi regional ataupun berdasarkan keseluruhan wilayah, apabila kecuali sebaliknya diuraikan dalam jadwalnya, ditetapkan sebagai: (a) pembatasan sejumlah pemasok jasa baik dalam bentuk kuota angka, monopoli, pemasok jasa eksklusif ataupun persyaratan tes kebutuhan ekonomi; (b) pembatasan keseluruhan nilai transaksi jasa atau aset dalam bentuk kuota angka atau persyaratan tes kebutuhan ekonomi; (c) pembatasan sejumlah operasional jasa atau dalam jumlah keseluruhan kuantitas dari hasil jasa yang dinyatakan dalam syarat-syarat unit angka yang ditetapkan dalam bentuk kuota atau persyaratan tes kebutuhan ekonomi; 9 (d) pembatasan sejumlah orang perseorangan yang dapat dipekerjakan di sektor jasa tertentu atau dimana pemasok jasa dapat mempekerjakannya dan yang diperlukan untuk, secara langsung terkait dengan, jumlah pemasok jasa yang khusus di dalam bentuk kuota angka atau persyaratan tes kebutuhan ekonomi (e) kebijakan-kebijakan yang membatasi atau mensyaratkan jenis khusus dari entitas hukum atau perusahaan patungan melalui pemasok jasa yang dapat memasok jasa; dan (f) pembatasan keikutsertaan modal asing dengan syarat batas persentase maksimum kepemilikan asing atau keseluruhan nilai penanaman modal asing peorangan atau keseluruhan. 8 apabila suatu Pihak menjalankan suatu komitmen akses pasar berhubungan dengan pemasokan jasa melalui moda pemasokan sebagaimana dirujuk dalam Pasal 1 (hh)(i) dan apabila perpindahan modal merupakan suatu bagian yang pokok dari jasa itu sendiri, dimana Pihak tersebut berkomitmen untuk mengijinkan perpindahan modal dimaksud. Apabila suatu pihak menjalankan suatu komitmen akses pasar berhubungan dengan pasokan melalui moda pemasokan sebagaimana dirujuk dalam Pasal 1 (hh)(iii), Pihak tersebut dalam hal ini mengijinkan transfer modal yang terkait ke dalam wilayahnya. 9 Sub-ayat 2(c) tidak mencakup kebijakan-kebijakan suatu Pihak yang membatasi masukan untuk pasokan jasa.

19 Pasal 20 Perlakuan Nasional 1. Di sektor-sektor yang tercantum dalam Jadwalnya, dan tunduk berdasarkan ketentuan dan kualifikasi yang ditetapkan di dalamnya, masing-masing Pihak wajib memberikan jasa dan para pemasok jasa dari Pihak lainnya, berkenaan dengan seluruh kebijakan yang mempengaruhi pemasokan jasa, perlakuan yang tidak kurang menguntungkan dari pada yang diberikan bagi jasa dan para pemasok jasanya sendiri yang serupa Suatu Pihak dapat memenuhi persyaratan ayat 1 dengan memberikan bagi jasa dan pemasok jasa dari Pihak lainnya, baik dengan perlakuan sejenis secara resmi atau perlakuan yang membedakan secara resmi sebagiaman yang diberikan bagi jasa dan para pemasok jasanya sendiri yang serupa. 3. Perlakuan sejenis secara resmi atau perlakuan membedakan secara resmi wajib dipertimbangkan sebagai perlakuan yang kurang menguntungkan apabila perlakuan tersebut mengubah ketentuan-ketentuan persaingan berkenaan dengan jasa atu para pemasok jasa dari pihak tersebut dibandingkan dengan jasa atau para pemasok jasa serupa dari pihak lainnya. Pasal 21 Komitmen Tambahan Para Pihak dapat merundingkan komitmen-komitmen yang berhubungan dengan kebijakankebijakan yang mempengaruhi perdagangan jasa yang tidak berdasarkan pada penjadwalan berdasarkan Pasal 19 atau Pasal 20, termasuk yang berhubungan dengan kualifikasi, standar atau hal-hal perijinan. Komitmen dimaksud wajib tercantum dalam jadwal suatu Pihak. Pasal 22 Jadwal Komitmen Khusus 1. masing-masing Pihak wajib mencantumkan dalam jadwal komitmen khusus yang dijalankan berdasarkan Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21. berkenaan dengan sektorsektor dimana komitmen dimaksud dilakukan, masing-masing Jadwal wajib merinci: (a) syarat, pembatasan dan ketentuan akses pasar; 10 Komitmen- khusus sebagiamana diasumsikan berdasarkan dalam pasal ini wajib tidka diartikan mensyaratkan suatu pihak untuk memberikan ganti rugiyang untuk kerugian kompetitif diakibatkan dari sifat jasa atau para pemasok jasa asing yang relevan.

20 (b) ketentuan dan kualifikasi perlakuan nasional; (c) pelaksanaan terkait dengan komitmen tambahan; (d) apabila sesuai, jangka waktu pelaksanaan komitmen dimaksud; dan (e) tanggal mulai berlakunya komitmen dimaksud. 2. Kebijakan-kebijakan yang tidak konsisten dengan Pasal 19 wajib tercantum dalam kolom terkait dengan Pasal 19, dan kebijakan yang tidak konsisten dengan Pasal 20 wajib tercantum dalam kolom terkait dengan Pasal Jadwal-Jadwal wajib dilampirkan pada Persetujuan ini dan wajib merupakan bagian yang tidak terpisahkan daripadanya. Pasal 23 Pemberlakuan dan Perluasan Komitmen 1. Korea wajib membuat jadwal tunggal untuk komitmen komitmen khusus berdasarkan Pasal 22 dan wajib memberlakukan Jadwal ini untuk semua Negara Anggota ASEAN. 2. Masing-masing Negara Anggota ASEAN wajib membuat jadwal komitmen khususnya masing-masing berdasarkan Pasal 22 dan wajib memberlakukan Jadwal ini bagi Korea dan kepada Negara-Negara Anggota ASEAN lainnya. Pasal 24 Liberalisasi Progresif Para Pihak wajib, berdasarkan peninjauan kembali berdasarkan Pasal 26, wajib melakukan putaran meperundingan lanjutan untuk merundingkan paket-paket khusus selanjutnya berdasarkan Persetujuan ini sehingga dapat meliberalisasi perdagangan jasa secara progresif antara para Pihak dimaksud. Pasal 25 Modifikasi Jadwal 1. Suatu Pihak dapat memodifikasi atau menarik setiap komitmen dalam jadwalnya, setiap saat setelah tiga tahun berjalan sejak tanggal dimana komitmen tersebut telah berlaku, dengan syarat bahwa: (a) Pihak tersebut memberitahukan kepada para Pihak serta Komite Pelaksana mengenai keinginannya untuk memodifikasi atau menarik suatu komitmen tidak lebih dari tiga bulan sebelum tanggal pelaksanaan modifikasi atau penarikan diri dilaksanakan; dan

21 (b) Pihak tersebut melakukan perundingan dengan setiap Pihak yang terkena dampak untuk menyepakati penilaian pemberian ganti rugi yang diperlukan. 2. Dalam mencapai penilaian pemberian ganti rugi, Para Pihak wajib memastikan bahwa tingkat komitmen keuntungan bersama secara umum tidak kurang menguntungkan bagi perdagangan daripada yang diberikan dari Jadwal-Jadwalnya dari perundingan yang dimaksud. 3. Setiap penilaian pemberian ganti rugi sesuai Pasal ini wajib diberikan berdasarkan azas non-diskriminasi bagi semua Pihak. 4. Apabila Para Pihak yang terkait tidak dapat mencapai kesepakatan penilaian ganti rugi, hal tersebut wajib diselesaikan melalui proses arbitrase 11. Pihak yang mengajukan modofikasi tidak dapat memodifikasi atau menarik komitmennya sampai Pihak tersebut melakukan penilaian ganti rugi sesuai dengan temuan-temuan dalam proses arbitrase tersebut. 5. Apabila Pihak yang mengajukan modifikasi tersebut melaksanakan modifikasi atau penarikan yang diajukannya dan tidak sesuai dengan temuan-temuan dalam proses arbitrase, setiap Pihak yang ikut serta dalam proses arbitrase tersebut dapat memodifikasi atau menarik secara substansial manfaat-manfaat yang setara sesuai dengan temuan-temuan dimaksud. meskipun telah diatur dalam Pasal 23, suatu modifikasi atau penarikan dimaksud dapat dilaksanakan semata-mata untuk Pihak yang mengajukan modifikasi tersebut. BAB IV KETENTUAN AKHIR Pasal 26 Peninjauan Kembali AEM dan Menteri Perdagangan Korea atau wakil-wakil yang ditunjuknya wajib bersidang dalam jangka waktu satu tahun sejak tanggal mulai berlakunya Persetujuan ini dan kemudian dilakukan setiap dua tahun atau sebaliknya yang sesuai untuk meninjau kembali Persetujuan ini dengan maksud mempertimbangkan lebih lanjut kebijakan-kebijakan meliberalisasi perdagangan jasa serta membangun kedisiplinan dan merundingkan perjanjian-perjanjian berkenaan dengan hal-hal yang merujuk dalam Pasal 16 atau hal-hal yang relevan sebagaimana dapat disepakati. 11 Komite Pelaksana wajib menyusunprosedur-prosedur untuk pelaksanaan prosedur untuk proses arbitrase.

22 Pasal 27 Ketentuan Lain-Lain 1. Persetujuan ini wajib mencakup Lampiran-Lampiran dan isinya yang wajib merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini; dan semua perangkat hukum yang akan ada sebagaimana disepakati berdasarkan Persetujuan ini. 2. Lampiran mengenai Jasa Keuangan wajib mmerupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Persetujuan ini. 3. Lampiran GATS mengenai telekomunikasi wajib dimasukkan ke dalam Persetujuan ini secara mutatis mutandis. 4 Kecuali diatur sebaliknya dalam Persetujuan ini, Persetujuan ini atau setiap tindakan yang diambil berdasarkan Persetujuan ini wajib tidak mempengaruhi atau menghilangkan hak dan kewajiban suatu Pihak berdasarkan perjanjian-perjanjian yang ada dimana ia menjadi Pihak. 5. Negara-Negara Anggota ASEAN dapat melakukan secara masing-masing dengan Korea berkenaan dengan kerja sama produksi program-program penyiaran sesuai dengan Persetujuan ini, dan pengaturan-pengaturan bilateral dimaksud wajib hanya berlaku untuk para Pihak tersebut. Pasal 28 Perubahan Persetujuan ini dapat diubah dengan kesepakatan secara tertulis oleh Para Pihak, dan perubahan-perubahan dimaksud wajib mulai berlaku pada tanggal atau tanggal-tanggal sebagaimana disepakati oleh Para Pihak. Pasal 29 Penyelesaian Sengketa kecuali diatur sebaliknya dalam Persetujuan ini, setiap sengketa berkenaan dengan penafsiran,, pelaksanaan atau pemberlakuan Persetujuan ini wajib diselesaikan melalui prosedur-prosedur dan mekanisme sebagaimana diatur dalam Persetujuan mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Persetujuan Kerangka Kerja.

23 Pasal 30 Penolakan Manfaat Suatu Pihak dapat menolak manfaat-manfaat dari Persetujuan ini: (a) untuk pasokan jasa, apabila diperoleh dari jasa yang dipasok dari atau di wilayah bukan Pihak; (b) dalam hal pasokan jasa angkutan laut, apabila diperoleh dari jasa yang dipasok: (i) dengan kapal yang terdaftar berdasarkan hukum yang bukan Pihak, dan (ii) oleh orang dari bukan-pihak yang mengoperasikan dan/atau menggunakan kapal (c) baik secara keseluruhan ataupun sebagian; untuk pemasok jasa yang merupakan badan hukum yang bukan merupakan pemasok jasa dari Pihak lainnya. Pasal 31 Mulai Berlaku 1. Persetujuan ini wajib mulai berlaku pada hari pertama bulan kedua berikutnya setelah tanggal dimana setidak-tidaknya satu Negara Anggota ASEAN dan Korea telah memberitahukan kepada semua Pihak lainnya secara tertulis mengenai penyelesaian prosedur internalnya. 2. suatu pihak, serelah penyelesaian prosedur internalnya untuk mulai berlakunya persetujuan ini, wajib memberitahukan kepada semua pihak lainnya secara tertulis. 3. apabila suatu Pihak tidak dapat menyelesaikan prosedur internal untuk mulai berlakunya Persetujuan ini pada tanggal sebagaimana diatur pada ayat 1, persetujuan ini wajib mulai berlaku untuk Pihak tersebut 30 hari setelah tanggal dimana pihak tersebut telah memberitahukan kepada semua Pihak lainnya secara tertulis mengenai pemenuhan prosedur internalnya. Pihak terkait dimaksud,wajib terikat dengan syarat dan ketentuan yang sama dari persetujuan ini, termasuk setiap komitmen lebih lanjut yang mungkin telah dilakukan oleh para PIhak lainnya berdasarkan Persetujuan ini pada waktu pemberitahuan dimaksud, sebagaimana telah diberitahukan kepada para Pihak lainnya secara tertulis mengenai penyelesaian prosedur internalnya sebelum tanggal mulai berlakunya persetujuan ini.

24 Pasal 32 Lembaga Penyimpanan Untuk Negara-Negara Anggota ASEAN, persetujuan ini wajib disimpan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, yang wajib dengan segera menerbitkan suatu salinan resmi daripadanya, bagi masing-masing Negara Anggota ASEAN. SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan di bawah ini yang diberi kuasa penuh kepadanya, telah menandatangani Persetujuan mengenai Perdagangan Jasa dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antar Pemerintah-Pemerintah Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara 12 Dan Republik Korea. DIBUAT di Singapura, tanggal 21 November 2007 ini, rangkap dua dalam bahasa Inggris. Untuk Pemerintah Brunei Darussalam: LIM JOCK SENG Wakil Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Untuk Pemerintah Kerajaan Kamboja: CHAM PRASIDH Menteri Senior dan Menteri Perdagangan Untuk Pemerintah Republik Indonesia: MARI ELKA PANGESTU Menteri Perdagangan Untuk Pemerintah Republik Demokratik Rakyat Laos: NAM VIYAKETH Menteri Perindustrian dan Perdagangan 12 Para Pihak sepakat bahwa Kerajaan Thailand dapat menandatangani Persetujuan ini kemudian pada tanggal setelah penyelesaian prosedur parlemennya.

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik

Lebih terperinci

MEMPERHATIKAN bahwa Pasal 17 Persetujuan mengatur untuk setiap perubahan daripadanya yang akan disepakati bersama secara tertulis oleh para Pihak;

MEMPERHATIKAN bahwa Pasal 17 Persetujuan mengatur untuk setiap perubahan daripadanya yang akan disepakati bersama secara tertulis oleh para Pihak; PROTOKOL KEDUA UNTUK MENGUBAH PERSETUJUAN PERDAGANGAN BARANG DARI PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

PERSETUJUAN MULTILATERAL ASEAN TENTANG JASA ANGKUTAN UDARA

PERSETUJUAN MULTILATERAL ASEAN TENTANG JASA ANGKUTAN UDARA PERSETUJUAN MULTILATERAL ASEAN TENTANG JASA ANGKUTAN UDARA Pemerintah pemerintah dari Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos (selanjutnya disebut Laos),

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT (RDR) LAOS. Komitmen Jadwal Spesifik. (Untuk Paket Komitmen Pertama)

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT (RDR) LAOS. Komitmen Jadwal Spesifik. (Untuk Paket Komitmen Pertama) PERSETUJUAN ASEAN-KOREA MENGENAI PERDAGANGAN JASA LAMPIRAN/SC1 REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT (RDR) LAOS Komitmen Jadwal Spesifik (Untuk Paket Komitmen Pertama) pkumham.go 1 LAOS- Jadwal Komitmen Spesifik Moda

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 34 TAHUN 1994 (34/1994) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO INCORPORATE TECHNICAL BARRIERS TO TRADE AND SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES INTO THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL Pembukaan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Denmark

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

DAN REPUBLIK KOREA LAMPIRAN MENGENAI JASA KEUANGAN

DAN REPUBLIK KOREA LAMPIRAN MENGENAI JASA KEUANGAN PERSETUJUAN MENGENAI PERDAGANGAN JASA BERDASARKAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA KERJASAMA EKONOMI MENYELURUH ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA 1. Cakupan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK JADWAL KOMITMEN SPESIFIK UNTUK SEKTOR KEUANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SINGAPURA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

SINGAPURA DAFTAR PENGECUALIAN MFN. Untuk Komitmen Paket Kedelapan dalam Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa

SINGAPURA DAFTAR PENGECUALIAN MFN. Untuk Komitmen Paket Kedelapan dalam Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa Kehadiran dari : - orang perseorangan yang tidak terampil dan semi-terampil - tenaga terampil (termasuk para pengrajin terampil dalam suatu perdagangan tertentu, kecuali tenaga spesialis/ professional

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN *47933 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA INDONESIA JADWAL KOMITMEN SPESIFIK JADWAL KOMITMEN HORISONTAL DALAM AFAS Sektor

Lebih terperinci

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA *47919 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES)

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA THAILAND

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA THAILAND PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA THAILAND JADWAL KOMITMEN SPESIFIK JADWAL KOMITMEN HORISONTAL DALAM AFAS I. KOMITMEN

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) DENGAN

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru JADWAL KOMITMEN PERPINDAHAN ORANG PERSEORANGAN FILIPINA

Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru JADWAL KOMITMEN PERPINDAHAN ORANG PERSEORANGAN FILIPINA Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru JADWAL KOMITMEN PERPINDAHAN ORANG PERSEORANGAN FILIPINA www.djpp.de.id 1. Jadwal ini berlaku untuk semua sektor tertentu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Islam KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK I. KOMITMEN HORISONTAL SEMUA SEKTOR YANG DICAKUP DALAM JADWAL INI 3) Kehadiran komersial pemasok jasa asing dapat berbentuk sebagai berikut : - Suatu usaha patungan dengan satu atau lebih penanam modal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND THE BASIC AGREEMENT ON THE ASEAN INDUSTRIAL COOPERATION SCHEME (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH DAN PEMERINTAH UKRAINA Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina di dalam Persetujuan ini disebut sebagai Para Pihak pada Persetujuan; Sebagai peserta

Lebih terperinci

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK,

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation (selanjutnya disebut CMIM) adalah untuk menyusun pengaturan

Lebih terperinci

www.bphn.go.id www.bphn.go.id www.bphn.go.id Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

PROTOKOL 5 MENGENAI KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTARA IBUKOTA NEGARA ASEAN

PROTOKOL 5 MENGENAI KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTARA IBUKOTA NEGARA ASEAN PROTOKOL 5 MENGENAI KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTARA IBUKOTA NEGARA ASEAN Pemerintah pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokrasi

Lebih terperinci

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW Pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos (selanjutnya disebut Lao PDR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998) 1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998) Adopsi Amandemen untuk Konvensi Internasional tentang Pencarian

Lebih terperinci

"Bisnis telekomunikasi" berarti operasi dalam sifat penyediaan layanan telekomunikasi kepada orang lain;

Bisnis telekomunikasi berarti operasi dalam sifat penyediaan layanan telekomunikasi kepada orang lain; BISNIS TELEKOMUNIKASI ACT, B.E. 2544 (2001) Raja Bhumibol Adulyadej, REX; Ditetapkan pada hari 9 November B.E.2544; Dalam Rangka Peringatan ke-56 Tahun Pemerintahan. Yang Mulia Raja Bhumibol Adulyadej

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII. KEBERLAKUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 78/2004, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL *51771 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 2004 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja. Law Reform Commission of Thailand (LRCT)

Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja. Law Reform Commission of Thailand (LRCT) Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja Law Reform Commission of Thailand (LRCT) Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan

Lebih terperinci

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI Yth. 1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan 2. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

I. KOMITMEN HORISONTAL SEMUA SEKTOR TERMASUK DALAM JADWAL INI 3) Tidak terikat untuk kebijakan yang berkaitan dengan modal asing atau kepentingan dalam perusahaan yang didirikan atau bermaksud untuk mendirikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MULTILATERAL AGREEMENT AMONG D-8 MEMBER COUNTRIES ON ADMINISTRATIVE ASSISTANCE IN CUSTOMS MATTERS (PERSETUJUAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN PAKET KOMITMEN KELIMA BIDANG JASA KEUANGAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA FILIPINA JADWAL KOMITMEN SPESIFIK JADWAL KOMITMEN HORISONTAL DALAM AFAS Pola

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) BAB 1 PRINSIP UMUM 1.1. Standar Definisi, Standar, dan Standar

Lebih terperinci

PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA

PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA Apendiks 1 LAMPIRAN A PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA Untuk maksud melaksanakan Ketentuan Asal Barang untuk Kawasan

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP.

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP. Annex I KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT Bagian 1. Ketentuan Umum BAB VII LAUT LEPAS Pasal 89 Tidak sahnya tuntutan kedaulatan laut lepas Tidak ada suatu negarapun yang dapat secara

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL 8 SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES TO IMPLEMENT THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON THE FACILITATION OF GOODS IN TRANSIT,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BELARUS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COFFEE AGREEMENT 2007 (PERSETUJUAN KOPI INTERNASIONAL 2007)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COFFEE AGREEMENT 2007 (PERSETUJUAN KOPI INTERNASIONAL 2007) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COFFEE AGREEMENT 2007 (PERSETUJUAN KOPI INTERNASIONAL 2007) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci