Budaya Politik, Sosialisasi Politik, dan Komunikasi Politik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Budaya Politik, Sosialisasi Politik, dan Komunikasi Politik"

Transkripsi

1 Modul 4 Budaya Politik, Sosialisasi Politik, dan Komunikasi Politik Nuri Soeseno, M.A. B PENDAHULUAN udaya politik merupakan salah satu dari empat bidang kajian dalam ilmu perbandingan politik yang perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan dalam bidang ilmu sosial lainnya. Meskipun sebagai satu bidang keilmuan perbandingan politik telah berkembang sejak 1950-an, namun kajian budaya politik marak dipelajari selama periode 1960-an. Di samping teori-teori budaya politik, bidang kajian lain dalam perbandingan politik adalah teori-teori sistem politik, teori-teori pembangunan politik, dan teori-teori kelas. Sebagai sebuah bidang kajian yang relatif baru maka perkembangan budaya politik dipengaruhi oleh perkembangan bidang ilmu sosial lainnya, seperti kajian budaya dari antropologi, sosialisasi dan kelompok kecil dari sosiologi, dan studi kepribadian dari psikologi. Konsep budaya politik sangat terkait dengan konsep-konsep politik makro lainnya. Di antaranya yang paling dekat adalah konsep tentang bangsa dan sistem. Oleh karena itu, kajian budaya politik mempelajari tentang karakter bangsa yang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, atau simbol-simbol dan tipe-tipe budaya politik sebagai cerminan orientasi psikologis serta subjektif sebuah bangsa terhadap sistem nasionalnya. Ada yang mengatakan bahwa budaya politik merupakan sebuah konsepsi yang menjembatani jurang di antara kajian pada tingkat individu dan studi pada tingkat sistem politik sebagai sebuah kesatuan. Dua subbidang yang kemudian berkembang dalam kajian kebudayaan politik adalah sosialisasi politik dan komunikasi politik. Ilmuwan politik yang namanya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan bidang keilmuan ini antara lain Gabriel Almond, Sidney Verba, Lucien Pye, dan James Coleman. Mempelajari budaya politik kita juga sebaiknya mempelajari dua bidang kajian lain yang tumbuh menyertainya yaitu komunikasi politik dan sosialisasi politik. Bila teori budaya politik mempelajari mengenai

2 4.2 PENGANTAR ILMU POLITIK kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol, dan nilai-nilai, maka dalam teoriteori komunikasi dan sosialisasi politik kita mempelajari bagaimana kepercayaan, simbol, dan nilai dalam sebuah masyarakat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, siapa yang berperan dalam proses tersebut dan dengan cara-cara apa proses tersebut berlangsung. Dengan demikian dapat dikatakan studi komunikasi dan sosialisasi politik merupakan kajian empirik dari teori budaya politik. Dengan mempelajari komunikasi politik maka kita dapat mengetahui dan memahami pembangunan dan budaya politik dengan lebih baik. Atau dapat dikatakan ada keterkaitan antara tahapan perkembangan kemasyarakatan dengan karakteristik komunikasi, misalnya dalam masyarakat yang tradisional maka proses komunikasi cenderung berjalan satu arah; arus dan isi informasi sangat ditentukan oleh hierarki sosial dan bersifat tatap muka. Sementara sosialisasi politik mengkaji secara khusus cara-cara bagaimana kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain itu bidang studi ini mempelajari juga agen-agen yang berperan melaksanakan proses tersebut. Perubahan konstelasi perpolitikan di dunia dengan runtuhnya kekuasaan politik partai-partai komunis di negara-negara Eropa Timur dan meningkatnya demokratisasi di dunia memberikan pengaruh yang cukup besar dalam ilmu politik. Budaya politik liberal dan demokratis menjadi semakin meluas diterima di dalam masyarakat-masyarakat bekas negara komunis, otoritarian dan non demokratis di dunia. Nilai-nilai baru pemerintahan yang bersih, demokratis, akuntabel, dan berorientasi pelayanan pada rakyat menjadi standar pemerintahan yang baik dan dapat diterima. Demikian juga kehidupan kewarganegaraan yang baik yang diwujudkan dalam pengakuan atas dan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara dan negara menjadi bagian penting dalam budaya politik dalam masyarakat yang demokratis dan berkeadilan. Dengan mempelajari modul ini maka Anda akan mengetahui ruang lingkup budaya politik, baik yang berkembang pada masa jayanya pendekatan tingkah laku maupun pada periode terakhir ini. Selain itu Anda juga bisa memahami bidang kajian lain yang perlu diketahui dan dipelajari ketika kita mempelajari kebudayaan politik. Secara khusus setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mengetahui dan dapat menjelaskan tentang:

3 ISIP4212/MODUL konsepsi budaya politik yang dikembangkan oleh Gabriel Almond dan Bingham Powell; 2. premis budaya politik yang diidentifikasikan oleh Almond dan Verba; 3. konsep good governance dan kewarganegaraan; studi tentang sosialisasi politik dan komunikasi politik yang menyertai studi budaya politik.

4 4.4 PENGANTAR ILMU POLITIK B Kegiatan Belajar 1 Budaya Politik udaya politik merupakan salah satu bidang kajian dalam ilmu politik yang sangat merefleksikan adanya pengaruh lintas disiplin dengan bidang-bidang ilmu sosial lainnya. Sebagaimana diindikasikan dari istilah budaya politik, maka kajian ini bermula dari konsepsi dan kajian-kajian mengenai kebudayaan itu sendiri. Ilmu politik mengembangkan kajian budaya politik jauh setelah bidang-bidang ilmu sosial lain seperti antropologi, sejarah, sosiologi maupun psikologi mengembangkan kajian budaya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kajian budaya politik memperoleh banyak pengaruh dari bidang-bidang ilmu sosial tersebut. Pada tahun 1871 E.B. Taylor telah memperkenalkan konsep kebudayaan dalam studi antropologi yang menurutnya adalah: keseluruhan yang kompleks termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan lain-lain kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai anggota sebuah masyarakat. (sebagaimana dikutip oleh Chilcote 1981: 218). Ralph Linton mengartikan kebudayaan, dengan memberi tekanan pada ciri-ciri kesejarahan, sebagai pewarisan sosial atau tradisi sosial. Sementara C.S. Ford memaknai kebudayaan secara psikologis sebagai cara-cara untuk memuaskan kebutuhan dan pemecahan permasalahan. Dan, Parsons bersama dengan Kroeber memberikan penafsiran sosiologis mengenai kebudayaan yaitu isi dan pola-pola nilai, gagasan dan sistem-sistem simbol yang bermakna yang membentuk tingkah laku atau benda-benda yang diproduksi lewat tingkah laku manusia yang ditransmisikan dan diciptakan (Chilcote 1981: ). Talcott Parsons adalah salah seorang ilmuwan yang gagasannya sangat mempengaruhi pengembangan kajian budaya politik. Konsep budaya Talcott Parsons, sebagaimana dikutip di atas misalnya, mengilhami Gabriel Almond untuk mengembangkan konsep budaya politik. Budaya didefinisikan Almond sebagai kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol ekspresif, dan nilai-nilai yang relevan dalam masyarakat yang ditransmisikan, dipelajari dan dimiliki bersama; budaya merupakan hasil interaksi di antara manusia. Gagasan budaya yang dikembangkan oleh Parsons ini dapat dibedakan berdasarkan tiga kategori fungsional dan sistem yaitu: kognitif atau sistem

5 ISIP4212/MODUL kepercayaan, cathectic atau sistem simbol yang ekspresif, dan evaluatif atau sistem orientasi nilai. Bidang ilmu psikologis dan ilmu antropologi memberikan sumbangan lain pada kajian tentang budaya politik, kedua bidang ilmu tersebut memberikan peran yang sama pentingnya antara aspek individual (atau personalitas) dan sistem sosial. Oleh karena itu semua unsur-unsur yang ada dalam sistem kebudayaan seperti kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol, dan nilai-nilai juga dikaji pada tingkat individual dan tingkat sistem. Gagasan ini memberikan pengaruh besar pada karya-karya ilmuwan politik selanjutnya, seperti Harold Lasswell, Gabriel Almond, Lucien Pye dan Sidney Verba, dimana mengakui sumbangan yang diberikan oleh ilmu-ilmu sosial lain untuk kemajuan ilmu politik. Almond bahkan mengatakan pemikirannya menjadi lebih kaya dengan digunakannya kategori-kategori psikologis dan antropologis. Tidak dipungkiri bahwa analisis budaya dapat meningkatkan pemahamanan akan politik. (Chilcote 1981: ). A. KONSEPSI BUDAYA POLITIK Konsep budaya politik yang merefleksikan pengaruh karya Parsons dan bidang-bidang ilmu sosial lain tergambar dengan jelas dalam buku Gabriel Almond dan G. Bingham Powell Jr Comparative Politics: Sistem, Process, and Policy diterbitkan pada tahun Dalam buku tersebut Almond dan Powell mengembangkan gagasan mereka tentang budaya politik, mengikuti cara berpikir keilmuan yang dominan pada waktu itu. Mereka memulai uraian tentang budaya politik dengan memberikan definisi budaya politik. Menurut mereka budaya politik adalah seperangkat sikap-sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan perasaan-perasaan tentang politik yang terjadi dalam sebuah negara pada suatu waktu tertentu. Menurut mereka budaya politik dibentuk oleh sejarah bangsa dan proses-proses sosial, ekonomi, dan aktivitas politik yang berlangsung. Budaya politik mempengaruhi tingkah laku politik individu, isi tuntutan-tuntutan politik mereka dan respons politik mereka. (Almond dan Powell 1978: 25). Dengan demikian budaya politik merupakan orientasi politik dan sikap individuindividu dalam hubungannya dengan sistem politik di mana mereka merupakan anggotanya. Bila kita berbicara mengenai budaya politik sebuah masyarakat, maka akan merujuk pada sistem politik yang terinternalisasi

6 4.6 PENGANTAR ILMU POLITIK dalam kognisi, perasaan-perasaan dan evaluasi-evaluasi anggota masyarakat tersebut. Konsep untuk menganalisis budaya politik dibangun baik di tingkat individu maupun di tingkat sistem. Pada tingkat orientasi individual, Almond membedakan sikap individu terhadap objek politik atas tiga bagian, yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif. Orientasi kognitif individu meliputi pengetahuan dan kepercayaan yang diukur dengan menggunakan pengetahuan mengenai sistem politik, tokoh-tokoh politik dan kebijakan politik yang berlaku. Komponen afektif diukur dengan melihat perasaan individu terhadap sistem politik, yaitu menerima dan terikat pada sistem atau menolak dan teralienasi dari sistem dan tokoh-tokoh politik. Komponen evaluasi, melihat sistem dengan memperhatikan norma evaluatif individu terhadap sistem politik. Misalnya, apakah individu membenarkan atau menganggap tidak benar praktik korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah; atau penilaian individu atas norma-norma demokrasi yang berlaku dalam sistem. Namun, ada saling keterkaitan di antara ketiga komponen tersebut, misalnya pengetahuan tentang sistem politik dibentuk atau membentuk perasaan dan evaluasi terhadap sistem. Ini berarti pengetahuan tentang sistem politik yang negatif akan membentuk atau dibentuk oleh perasaan negatif terhadap sistem dan dapat dipastikan evaluasinya juga akan cenderung negatif. B. TIGA ASPEK BUDAYA POLITIK Ada tiga aspek budaya politik. Pertama adalah orientasi terhadap sistem; kedua, orientasi terhadap proses politik; ketiga, orientasi terhadap kebijakan publik. Aspek pertama menentukan keabsahan (legitimacy) para otoritas politik. Jika warganegara bersedia mematuhi aturan perundang-undangan yang dibuat penguasa dan melaksa-nakannya karena mereka percaya bahwa mereka memang harus melakukan hal itu, maka ada otoritas politik yang dianggap absah. Dalam masyarakat yang tradisional maka keabsahan penguasa politik diperoleh karena warisan status dan ketaatan pada kepercayaan agama atau pada adat kebiasaan. Dalam sistem demokrasi modern keabsahan penguasa tergantung pada proses politik yang demokratis. Jika otoritas yang berkuasa terpilih untuk duduk pada jabatannya lewat proses pemilihan yang dapat diterima (dilakukan lewat kompetisi yang jujur dan adil); dan peraturan atau kebijakan yang dibuat mengikuti prosedur

7 ISIP4212/MODUL konstitusional, maka keabsahan otoritas tidak lagi diragukan dan dapat dipastikan akan adanya dukungan bagi keputusan-keputusan atau aturanaturan yang dikeluarkannya. Keabsahan sebuah sistem akan berjalan berbarengan dengan ketaatan dari warga anggota sistem yang bersangkutan. Almond mendukung legitimasi yang diperoleh lewat proses politik yang demokratis. Legitimasi demikian akan lebih menjamin kestabilan di dalam sistem politik. Aspek budaya politik kedua merupakan orientasi terhadap proses politik. Orientasi kognitif, afektif dan evaluatif merupakan dasar pembentukan tipologi budaya politik. Ada tiga macam tipe budaya politik berkaitan dengan proses politik menurut Almond dan Powell, yaitu parochial, subjek dan partisipan; dan tipologi ini dibedakan kegunaannya. Pertama, untuk melihat pengaruh individu dalam proses politik. Kedua, untuk melihat hubunganhubungan diri dengan aktor-aktor lain. Dilihat dari sudut pengaruh individu dalam proses politik maka budaya politik dikatakan parochial bila warga negara tidak memiliki atau kecil sekali tingkat kesadaran politiknya tentang sistem politik. Individu (warga negara) tidak melihat bahwa dirinya atau partisipasinya berpengaruh terhadap sistem politik. Persepsi seperti ini sangat umum di dalam masyarakat yang masih tradisional atau yang sedang mengalami perubahan. Sebuah budaya politik disebut subjek bila warga negara yang menjadi bagian dari sebuah sistem politik nasional memandang ada pengaruh atau potensi pengaruh dari sistem tersebut pada kehidupan mereka. Mereka melihat diri mereka dipengaruhi oleh tindakan-tindakan pemerintah tetapi tidak ikut aktif dalam membentuk kebijakan atau tindakan pemerintah tersebut. Warga negara yang mempunyai budaya politik demikian tergolong sebagai kelompok orang yang pasif orientasinya terhadap proses politik; sikap mereka tidak jelas, kadangkala mendukung tetapi dapat pula tampak teralienasi dari otoritas yang berkuasa. Partisipan merupakan budaya politik yang ideal dalam sebuah sistem politik yang demokratis. Warga negara dalam kelompok ini mempunyai kesadaran bahwa mereka dapat mempengaruhi sistem politik, oleh karena itu mereka akan berusaha untuk terlibat dan menggunakan kesempatan untuk berperan serta mempengaruhi proses politik. Keadaan ini, umumnya dipengaruhi oleh tingginya tingkat pendidikan dan kompetensi serta mempunyai korelasi positif dengan budaya politik partisipan warga negara dalam sebuah negara. Jika sistem politik membuka kesempatan bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik maka jumlah warga negara

8 4.8 PENGANTAR ILMU POLITIK yang akan ikut aktif berpartisipasi akan tinggi dan pengaruh mereka akan meningkat. Apakah ada kombinasi budaya politik? Menurut Almond dan Powell ada, misalnya dalam sistem politik otoritarian di mana partisipasi warga negara sangat terbatas, mungkin muncul budaya subjek-partisipan di mana warga negara berpartisipasi menggunakan kesempatan untuk mengontak birokrat dalam upaya untuk mempengaruhi tindakan pemerintah yang dapat mempengaruhi hidup mereka. (Almond dan Powell 1978: 34-36) Persepsi, kepercayaan, perasaan dan penilaian di antara sesama warga masyarakat; dan di antara individu dan aktor politik atau di antara kelompok sosial dengan latar belakang yang beragam juga penting dalam kajian budaya politik. Selain itu budaya politik mengkaji pula bagaimana individu mengidentifikasikan diri, apakah kepada kelompok kecilnya atau pada kelompok yang bersifat regional ataukah nasional, dan bagaimanakah perasaan mereka terhadap orang-orang lain yang bukan anggota kelompoknya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat terkait dengan persoalan atau isu kepercayaan, rasa suka atau tidak suka, rasa curiga atau perasaan hostility seseorang atau satu kelompok terhadap orang atau kelompok lain. Dalam masyarakat yang potensi konfliknya tinggi maka perasaan curiga atau hostility satu kelompok terhadap kelompok lain umumnya tinggi. Aspek budaya politik ketiga berkaitan dengan pola orientasi terhadap kebijakan publik. Aspek ketiga ini tidak sering diungkap ketika orang membicarakan budaya politiknya Almond dan Powell. Padahal bagian ini, menurut kedua penulis, lies the image of the good society atau citra masyarakat yang baik justru ada pada aspek ini. Berdasarkan aspek ini maka rakyat menilai bagaimana kondisi masyarakat saat ini. Apakah kondisi yang ada telah sesuai dengan harapan atau masih jauh dari harapan, apakah ada pengaruhnya jika warga negara berpartisipasi untuk mengubah kondisi masyarakat yang buruk? Jika dipandang sebuah tindakan, maka dapat mempengaruhi kondisi sosial yang ada, dan pasti akan ada dorongan untuk memberi desakan pada kebijakan yang dapat mengubah kondisi menuju yang dicita-citakan. Pilihan kebijakan publik, dengan demikian, merupakan pilihan-pilihan performance (kinerja) sistem politik; yaitu kemampuannya untuk menarik atau mendistribusikan sumber daya sosial dan mengatur tingkah laku. Biasanya pilihan-pilihan tersebut merupakan strategi atau keinginan untuk mencapai hasil sosial melalui berbagai tindakan politik. Perbedaan pilihan menurut kedua penulis bisa disebabkan karena adanya

9 ISIP4212/MODUL perbedaan teori tentang bagaimana mencapai hasilnya, perbedaan persepsi tentang kondisi sosial yang ada dalam masyarakat saat ini, atau karena perbedaan gagasan tentang hasil sosial yang ideal. (Almond dan Powell 1978: 39-43). Contoh menarik mengenai perbedaan pilihan kebijakan misalnya mengenai pandangan politisi Inggris dan Italia mengenai redistribusi. Politisi di Italia sangat setuju (73% sangat setuju dan 24% setuju) bahwa redistribusi dilakukan dengan mengambil dari orang-orang kaya untuk diberikan pada orang-orang yang miskin. Sementara politisi Inggris tidak setuju dengan cara redistribusi seperti itu (40% tidak setuju dan 12% sangat tidak setuju). Perbedaan pandangan bisa merefleksikan perbedaan kondisi sosial di Italia dan Inggris, bisa juga karena latar belakang sosial para politisi. Politisi yang melihat bahwa kebijakan kesejahteraan sebagai program redistribusi bagi kelompok miskin yang tidak dapat dihindarkan akan menentang politik kompromistis; politisi Inggris akan cenderung mendukung posisi ideologis ekstrim kanan (menentang kebijakan) dan politisi Italia mendukung ekstrim kiri (mendukung kebijakan). (Almond dan Powell 1966: 43-44). Asumsi dan kepercayaan tentang kebijakan publik bisa berubah karena beberapa hal. Di antara sebab-sebab perubahan tersebut adalah karena perubahan kondisi-kondisi yang ada atau karena adanya pengalaman dari negara-negara lain yang dapat dipelajari atau ditiru. Sebagai contoh yang menarik adalah perubahan kondisi politik dari pengalaman Indonesia sesudah jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998; yang terkait dengan pelaksanaan pemilu tahun 1999 dan tahun Perubahan utama adalah diperkenankan dilakukannya pemantauan pada hari pemungutan suara di tempat-tempat pemungutan suara. Pengalamanan di negara-negara yang baru melaksanakan pemilu bebas untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa kehadiran pemantau pemilu dapat membantu meningkatkan kepercayaan pada hasil pemilihan. Pemantauan pemilu diperkenankan untuk dilakukan dalam pemilu yang dilaksanakan pada tahun 1999 dan tahun 2004; dan pemantau pemilu mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas pemantauannya. Identifikasi dan sikap kelompok juga dapat memberikan dampak pada kebijakan publik. Sebagai contoh, misalnya yang berkaitan dengan kebijakan perlindungan bagi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga. Semakin menguatnya identifikasi perempuan sebagai kelompok dan sikap mereka menentang kekerasan di dalam rumah tangga telah mendorong disusunnya

10 4.10 PENGANTAR ILMU POLITIK kebijakan regulatif yang diwujudkan dalam UU-AKDRT (Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang memberikan perlindungan bagi perempuan dari kekerasan di dalam rumah tangga. C. BANGUNAN BUDAYA POLITIK Membangun masyarakat dan negara modern setelah perang dunia berakhir tidak dapat dilakukan tanpa pembangunan serta modernisasi. Di abad ini dapat dikatakan tidak ada masyarakat dan negara yang berkembang tanpa melalui proses modernisasi atau melakukan pembangunan. Kedua proses tersebut seperti kuda penarik bagi kereta yang harus berjalan; tanpa hewan penarik maka kereta akan berhenti berjalan. Tanpa modernisasi dan pembangunan perkembangan masyarakat dan negara sulit dijalankan atau bahkan mungkin bisa mandeg. Membangun budaya politik modern merupakan satu bagian penting dalam upaya membangun masyarakat dan negara modern. Budaya modern dibedakan dengan budaya tradisional. Talcott Parsons membedakan empat (4) variabel-berpola yang membedakan antara budaya tradisional dan budaya modern. Pertama, budaya modern melihat sebuah objek secara spesifik tidak lagi dengan cara mencampur-baur (diffuse). Kedua, budaya modern melihat sesuatu secara netral, tidak secara emosional. Ketiga, budaya modern mengikuti standar-standar dan konsep-konsep yang universal, tidak partikular. Keempat, budaya modern menekankan pencapaian, bukan pewarisan status dalam menilai dan merekrut individuindividu untuk peran-peran sosial. (Talcott Parsons 1951 : dalam Almond dan Powell 1966: 47) Budaya dengan pola sebagaimana disebutkan di atas disebut sebagai budaya yang berorientasi sekular. Dan budaya sekular biasanya terbuka terhadap informasi baru dan berupaya mencari informasi baru, menerima perubahan dan berupaya menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan. Upaya untuk mengembangkan pola budaya modern sedemikian disebut dengan sekularisasi. Almond dan Powell mencoba untuk melihat pengaruh sikap atau orientasi sekular ini dalam budaya politik pada tingkat sistem, proses dan kebijakan. Pada tingkat sistem sekularisasi berarti melemahnya penggunaan adat kebiasaan dan karisma sebagai basis legitimasi pemerintah, dan meningkatnya kinerja pemerintah berdasarkan keabsahan (legitimasi). Pada tingkat proses, sekularisasi berarti semakin meningkatnya kesadaran akan

11 ISIP4212/MODUL kesempatan politik dan kesediaan untuk menggunakan kesempatan bagi banyak orang. Dengan kata lain ini berarti meningkatnya partisipasi politik. Perubahan pandangan akan sumber legitimasi dan penekanan pada kemampuan individu untuk merubah nasib mereka lewat partisipasi. Pada tingkat kebijakan pengaruh sekulerisasi tampak pada kesempatan menghasilkan kebijakan untuk mengontrol lingkungan ekonomi dan sosial sesuai keinginan masyarakat. (Almond dan Powell 1978: 48-49). Secara umum dapat dikatakan bahwa sekularisasi berarti kesadaran akan kemungkinan untuk dapat mengontrol lingkungan sosial dan ekonomi kita. Di dalam praktik politik hal ini berarti kita harus memilih para pemimpin yang menurut penilaian kita akan mampu untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Sebagai rakyat kita berpartisipasi secara aktif untuk memungkinkan terpilihnya pemimpin atau pejabat-pejabat publik yang kita nilai mampu melakukan tugasnya untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan dan rasa aman bagi rakyatnya. Akan tetapi menurut Almond dan Powell sekularisasi tidak selalu membawa kebaikan. Ada situasi-situasi di mana sekularisasi tidak harus dan tidak cukup untuk meningkatkan kinerja. Sekularisasi yang terlalu berlebihan, misalnya, sehingga menghapus semua nilai-nilai kecuali kepentingan diri sendiri (self-interest) justru akan menjadi penghambat kinerja yang baik. Selain itu, dalam masyarakat di mana perbedaanperbedaan kondisi sosial ekonomi sangat besar dan tingkat konfliknya sangat tinggi peningkatan kesempatan untuk berpartisipasi untuk mengubah keadaan justru dapat memperbesar konflik politik. Sekularisasi tidak berarti dihapuskannya semua nilai-nilai atau tradisi kolektif yang mengikat masyarakat. Oleh karena itu jika kita ingin mendapatkan hasil yang konstruktif maka sekularisasi harus dibingkai oleh aturan-aturan dan normanorma kolektif yang disepakati bersama. (Almond dan Powell 1978: 50-51). D. PREMIS-PREMIS KONSEPTUAL BUDAYA POLITIK Almond telah menuangkan pikirannya tentang budaya politik lama sebelum ia menuliskan bukunya dengan Powell Comparative Politics: Sistem, Process, and Policy (1978). Budaya politik telah lama menjadi fokus perhatian Almond. Ia bahkan telah mengkaji isu tersebut bersama Sidney Verba dalam bukunya Civic Culture (1963). Dalam berbagai tulisannya

12 4.12 PENGANTAR ILMU POLITIK Almond berulang-ulang mengangkat gagasan dasar yang melandasi konsepsi budaya politiknya. Di antaranya yang tampak antara lain: 1. partisipasi dan proses politik yang demokratis, yaitu peran serta warga negara secara aktif dan proses politik yang demokratis dengan terbukanya kesempatan yang besar untuk melibatkan sebanyak mungkin warga negara menjadi gambaran sebuah masyarakat politik yang ideal. Dan menjadi tanggung jawab warga negara untuk menjadi aktif sebagai salah satu unsur kewarganegaraan yang baik. Pengembangan proses politik yang demokratis diyakini terkait erat dengan peningkatan budaya politik partisipan. 2. Rasionalitas dan sekularisasi, yaitu mendukung cara berpikir yang rasional serta ditinggalkannya orientasi tradisional yang menghambat perkembangan menuju masyarakat dan negara modern baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Individu warga yang rasional dan berorientasi sekular akan berupaya mencari informasi, mempunyai latar belakang pendidikan yang baik, berupaya untuk mengontrol situasi ekonomi dan sosialnya, dan menghargai pencapaian. 3. Kebaikan bersama dan tanggung jawab, yaitu sebuah sistem yang berjalan dengan baik yang tergantung pada kebaikan individu warga negara dan kinerja sistem secara keseluruhan. Masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang harus dijalankan. Kemampuan sistem untuk menarik dan mendistribusikan sumber daya serta mengatur perilaku warganya dianggapnya penting. Di dalam masyarakat yang pluralistis perlu dibangun kepercayaan dan ditinggalkannya rasa saling curiga, kepribadian yang demokratis yang disertai kompetensi, orientasi dan perilaku partisipan warga negara, merupakan bentuk tanggung jawab pribadi untuk menghasilkan kebaikan bersama. Berbagai unsur tersebut di atas jika dapat dikembangkan bersama-sama akan menghasilkan masyarakat dan pemerintahan yang modern dan stabil. Ada sedikit kekhawatiran Almond mengenai dampak peningkatan partisipasi dan sekularisasi yang dapat meningkatkan konflik bilamana terdapat perbedaan kondisi sosial ekonomi yang besar di antara kelompok-kelompok di dalam masyarakat. Meskipun demikian Almond dan kawan-kawan percaya

13 ISIP4212/MODUL bahwa konflik akan dapat dihindarkan bila aktivitas warganegara tidak semata-mata dimotivasi oleh self-interest tetapi lebih mengutamakan kebaikan bersama dan tanggung jawab, dan sekularisasi tidak harus diartikan sebagai meninggalkan semua tradisi serta nilai atau norma yang sudah mapan. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Diskusikan bidang ilmu mana yang sangat mempengaruhi pengembangan kajian budaya politik sebagaimana yang dikembangkan oleh Gabriel Almond! 2) Jelaskan dengan menggunakan konsep budaya politik dari Gabriel Almond yang dimaksud dengan budaya politik di tingkat individu dan budaya politik di tingkat sistem. Berikan contoh masing-masing! 3) Uraikan hubungan antara aspek budaya politik dengan legitimasi (keabsahan) di negara demokrasi modern! 4) Uraikan 3 (tiga) macam tipe budaya politik dilihat dari orientasi warganya terhadap proses politik. Yang manakah yang terbaik dalam sistem yang demokratis menurut Anda? 5) Jelaskan konsep budaya politik yang berorientasi sekular, dan bagaimana pengaruh orientasi politik yang sekular pada tingkat sistem, proses dan kebijakan? 6) Menurut G. Almond unsur apa yang diperlukan dan harus dikembangkan untuk menghasilkan masyarakat dan pemerintah yang modern dan stabil? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Bidang ilmu yang sangat mempengaruhi kajian budaya politik yang dikembangkan oleh Gabriel Almond adalah sosiologi. Gagasan-gagasan

14 4.14 PENGANTAR ILMU POLITIK yang dikembangkan oleh Talcott Parsons, khususnya, telah mengilhami konsepsi budaya politik dari Gabriel Almond. 2) Budaya politik merupakan orientasi politik dan sikap individu-individu dalam hubungannya dengan sistem politik di mana mereka merupakan anggotanya. Konsep untuk menganalisis budaya politik dibangun pada dua level: individu dan sistem. Pada level orientasi individual Almond membedakan sikap individu terhadap objek politik atas tiga bagian: kognitif, afektif dan evaluatif; contoh (kognitif): pengetahuan warga negara tentang presiden dan kabinet di dalam pemerintahan, (afektif) perasaan mereka tentang presiden dan menteri-menteri pembantu presiden, (evaluatif) bagaimana penilaian mereka tentang kerja atau prestasi presiden dan kabinetnya. 3) Hubungan antara aspek budaya politik dengan keabsahan (legitimasi) di negara yang menganut demokrasi: dalam sebuah sistem yang demokratis maka keabsahan pemerintah didapat dari rakyat lewat proses pemilihan umum. Semakin tinggi tingkat keikutsertaan rakyat dalam pemilu semakin tinggi tingkat keabsahan (legitimasi) rezim (pemerintah) yang dihasilkan lewat pemilu tersebut. Budaya politik partisipan merupakan budaya politik yang ideal dalam sistem yang demokratis. Dalam sistem yang sedemikian terbuka kesempatan bagi warga negara untuk berperan serta secara aktif dalam proses politik. 4) Tiga macam tipe budaya politik dilihat dari orientasi warga terhadap proses politik sebagai berikut: a) budaya politik parokhial; b) budaya politik subjek; c) budaya politik partisipan. 5) Yang dimaksud budaya politik yang berorientasi sekular adalah sebuah budaya politik yang terbuka terhadap informasi baru dan berupaya mencari informasi baru, yang dapat menerima perubahan dan berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Budaya politik sekular berpengaruh pada level sistem, proses dan kebijakan. Pada level sistem sekularisasi berarti melemahnya adat kebiasaan dan karisma sebagai sumber legitimasi. Pada tingkat proses berarti meningkatnya kesadaran akan kesempatan politik dan meningkatnya

15 ISIP4212/MODUL partisipasi politik. Pada tingkat kebijakan kesempatan yang menghasilkan kebijakan untuk mengontrol lingkungan ekonomi dan sosial sesuai dengan keinginan rakyat. 6) Unsur yang diperlukan untuk menghasilkan masyarakat yang modern dan stabil menurut Gabriel Almond antara lain: a) adanya partisipasi dan proses politik yang demokratis; b) rasionalitas dan sekularisasi; c) adanya orientasi untuk kebaikan bersama dan tanggung jawab pada individu warga negara dan sistem politik. RANGKUMAN Budaya politik tidak bisa dipelajari tersendiri terlepas dari sosialisasi politik dan komunikasi politik. Ketiga bidang itu berkembang secara bersamaan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh bidang-bidang ilmu sosial lainnya seperti antropologi, psikologi dan sosiologi. Karena bidang ini dikembangkan berdasarkan studi yang dilakukan dalam masyarakat dan sistem demokrasi di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, maka kajian-kajian tentang budaya politik sering dikatakan mengandung bias demokrasi Barat. TES FORMATIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Konsepsi tentang kebudayaan politik yang dikembangkan oleh G. Almond mendapat pengaruh kuat dari konsepsi kebudayaan yang dikembangkan oleh. A. E.B. Taylor B. C.S. Ford C. Harold Lasswell D. Talcott Parsons

16 4.16 PENGANTAR ILMU POLITIK 2) Sumbangan terbesar dari ilmu psikologi terhadap kajian tentang budaya politik adalah pemahaman tentang politik di. A. tingkat sistem B. tingkat masyarakat C. tingkat individual D. semua tingkat 3) Menurut G. Almond dan G.B. Powell Jr konsepsi budaya politik yang mereka kembangkan dipengaruhi oleh. A. sistem, proses dan kebijakan B. sikap, kepercayaan dan perasaan tentang politik C. sejarah bangsa dan proses-proses ekonomi, budaya, politik D. A, B dan C 4) Orientasi individu terhadap objek politik dibedakan atas tiga bagian. A. kognitif, afektif dan evaluatif B. sikap, perasaan dan kepercayaan C. sistem proses, dan policy D. parokhial, subjek dan partisipan 5) Berdasarkan tipe budaya politik maka orientasi terhadap proses politik dapat dibedakan atas. A. kognitif, afektif dan evaluatif B. sikap, perasaan, dan kepercayaan C. sistem, proses dan policy D. parokhial, subjek dan partisipan 6) Jika warga negara menganggap bahwa sistem politik di mana mereka merupakan bagian berpengaruh atau berpotensi mempengaruhi kehidupan mereka meskipun mereka tidak melakukan apa-apa, maka warga negara tersebut mempunyai budaya politik. A. parokhial B. subjek C. partisipan D. pasif

17 ISIP4212/MODUL ) Jika masyarakat menganggap bahwa keabsahan yang dimiliki oleh penguasa politik diperoleh karena warisan status dan ketaatan pada penguasa karena kepercayaan pada agama, adat istiadat, maka masyarakat tersebut disebut sebagai masyarakat. A. tradisional B. subjektif C. parokhial D. partisipatif 8) Budaya politik yang sekular pada level proses dapat diartikan sebagai budaya yang. A. parokhial B. subjek C. partisipan D. modern 9) Budaya politik parokhial tidak selalu berarti negatif khususnya di dalam masyarakat yang. A. penuh konflik B. masih tradisional C. berorientasi sekular D. sudah tinggi tingkat kesadarannya 10) Proses politik yang demokratis terkait erat dengan orientasi budaya politik yang. A. parokhial B. subjektif C. partisipan D. apati Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal

18 4.18 PENGANTAR ILMU POLITIK Arti tingkat penguasaan: % = baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

19 ISIP4212/MODUL B Kegiatan Belajar 2 Kewarganegaraan dan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik erbagai peristiwa baik di tingkat nasional maupun internasional dalam dua dekade terakhir ini membawa perubahan yang cukup besar dalam politik. Gelombang demokratisasi yang melanda dunia setelah runtuhnya Uni Soviet dan hancurnya ideologi komunis memunculkan kesadaran baru akan pentingnya berbagai unsur dalam negara untuk saling bekerja sama membangun kembali tatanan kehidupan bersama yang lebih baik. Meningkatnya pluralisme budaya dan pengelompokan-pengelompokan baru dalam masyarakat serta munculnya berbagai gerakan sub-nasional mendesak akan tuntutan pengakuan identitas dan keberbedaan kelompokkelompok, khususnya kelompok minoritas yang terpinggirkan, terabaikan, atau mendapat pelakuan represi; dan diberikannya penghormatan atas hakhak dan kewajiban-kewajiban warga negara dan negara. Selain itu, mendesak pula untuk diperhatikan oleh setiap institusi di dalam masyarakat dan negara untuk menyelenggarakan kegiatan masing-masing secara terbuka, bersih, bertanggung jawab, akuntabel, serta hasilnya sesuai dengan yang direncanakan dan sesuai pula dengan kaidah-kaidah proses demokrasi yang dapat diterima. A. KEWARGANEGARAAN Beberapa perubahan politik yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, meningkatkan perhatian pada persoalan kewarganegaraan. Pertama, fenomena perubahan dalam politik internasional yang berdampak pada negara nasional, di antaranya runtuhnya kontrol komunis di Eropa Timur, pembentukan kembali batas-batas wilayah nasional di sejumlah negara yang mengalami perpecahan misalnya Uni Soviet dan Yugoslavia. Kedua, meningkatnya dominasi ideologi kanan baru sehingga menimbulkan ancaman terhadap hak-hak sosial warga negara (khususnya yang tergolong miskin dan tidak beruntung) dan bentuk negara kesejahteraan. Ketiga, peningkatan migrasi antarnegara dan para pengungsi yang mencari perlindungan di negara-negara yang aman, meningkatnya kemajemukan etnis

20 4.20 PENGANTAR ILMU POLITIK masyarakat dan tuntutan yang dilontarkan oleh kelompok masyarakat adat dan suku-suku asli. Fenomena-fenomena tersebut memunculkan pertanyaanpertanyaan mengenai hak dan kewajiban warga negara dan juga negara nasional untuk melindungi warga negara dalam batas-batas wilayah negara dari orang-orang dengan latar belakang ras, etnis dan agama yang berbeda atau dari pihak-pihak asing lainnya seperti lembaga-lembaga atau badanbadan internasional. Definisi kewarganegaraan: Kesulitan mendefinisikan konsep kewarganegaraan menyebabkan sering digunakannya definisi yang dibuat oleh T.H. Marshall, seorang ilmuwan yang mengangkat masalah kewarganegaraan setelah Perang Dunia II. Menurut Marshall kewarganegaraan adalah status yang diperoleh mereka yang merupakan anggota penuh sebuah komunitas. Semua yang memiliki status tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama yang melekat pada status yang diperolehnya tersebut. Definisi Marshall di atas menjadi acuan utama setiap kali membicarakan kewarganegaraan. Sebagaimana pengertian umum tentang kewarganegaraan konsep ini pertama-tama bermakna status atau keanggotaan seseorang dalam sebuah komunitas. Definisi Marshall tampaknya berisi lebih dari sekedar status seseorang dalam komunitas politik. Selain status konsep kewarganegaraan tersebut juga mempunyai makna persamaan di antara sesama warga komunitas politik. Dan persamaan tersebut diwujudkan dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat pada seseorang karena ia merupakan anggota komunitas tersebut. Ada dua dimensi yang terkandung dalam definisi Marshall tersebut. Pertama, seperangkat aturan hukum yang mengatur hubungan antara individu, serta hak dan kewajiban negara maupun warga negara. Kedua, seperangkat hubungan sosial di antara individu dan negara, dan antar individu. Definisi terbaru tentang kewarganegaraan memperlihatkan adanya cakupan yang lebih luas daripada yang dikemukakan dalam konsepnya Marshall. Olof Petersson, misalnya mengartikan kewarganegaraan sebagai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengaturan

21 ISIP4212/MODUL masyarakat. Thomas Janowski memberikan pengertian yang lain lagi, menurutnya kewarganegaraan adalah keanggotaan pasif dan aktif dalam sebuah negara nasional dengan hak-hak universal dan tingkat persamaan tertentu. Menurut Jonathan Friedman kewarganegaraan sebagai keanggotaan dalam wilayah tertentu atau dalam masyarakat yang diatur oleh sebuah pemerintahan. Ketiga definisi kewarganegaraan ini memperlihatkan adanya tafsir baru dan pemaknaan yang lebih merefleksikan gagasan demokrasi dalam konsep kewarganegaraan. Hal ini tampak misalnya dengan dimasukkannya konsep partisipasi, keanggotaan aktif, hak-hak universal dan pengaturan oleh negara. Sehingga secara umum dapat dicatat adanya beberapa elemen yang sama di antara semua definisi yang dikemukakan di atas, yaitu partisipasi, persamaan hak dan kewajiban warga dalam pemerintahan dan masyarakat. Dengan demikian jika kita berbicara mengenai kewarganegaraan maka kita berbicara mengenai beberapa isu umum kewarganegaraan. Yang paling utama di antaranya adalah mengenai isu keanggotaan dalam sebuah komunitas; hubungan di antara individu dan negara, dan hubungan di antara warga dalam komunitas; hubungan tersebut sangat ditentukan oleh hak dan kewajiban yang mengikutinya; status pada hak-hak melekat atau praktik yang terkait dengan kebajikan warga dalam masyarakat (civic virtue) dan partisipasi dalam komunitas politik. B. TRADISI KEWARGANEGARAAN Ada dua tradisi utama dalam kewarganegaraan, pertama, tradisi liberal atau tradisi Marshall. Kedua, tradisi republikan sipil atau juga sering disebut sebagai komunitarian. Secara sederhana perbedaan di antara kedua tradisi tersebut sering dilihat pada perbedaan penekanan atas hak dan kewajiban. Tradisi liberal diwakili oleh pemikiran kewarganegaraan T.H. Marshall yang menekankan pada hak-hak individu. Sedangkan tradisi republikan sipil lebih menekankan kewajiban-kewajiban sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat. Perbedaan pada kedua tradisi tersebut jauh lebih luas daripada soal penekanan hak dan kewajiban. T.H. Marshall merumuskan konsep kewarganegaraan yang bersumber pada tradisi liberal. Oleh karena itu, aliran kewarganegaraan disebut juga sebagai kewarganegaraan Marshallian. Gagasan kewarganegaraan yang dikembangkan oleh T.H. Marshall, bermula dari ide Alfred Marshall untuk

22 4.22 PENGANTAR ILMU POLITIK memperbaiki kondisi kelas pekerja lewat perbaikan ekonomi dan peningkatan pendidikan. T.H. Marshall mengembangkan ide tersebut dengan menyatakan bahwa kondisi perbaikan ekonomi mungkin dicapai jika mereka diterima sebagai anggota penuh di dalam masyarakat, ini artinya mereka diterima sebagai warga negara. Menurut Marshall ketidakadilan secara ekonomi tidak dapat dihapuskan tetapi kondisi ketidaksamaan kelas sosial akan lebih dapat diterima jika persamaan kewarganegaraan diakui. Bagi Marshall perubahan ekonomi akan menghapuskan perbedaan kelas, dan secara bertahap akan menghasilkan masyarakat yang lebih terintegrasi serta lebih egalitarian di mana setiap warga memperoleh persamaan penuh. Aspirasi ini dapat dicapai dengan cara memasukkan hak-hak sosial ke dalam status kewarganegaraan. Marshall kemudian mengembangkan analisis konsepsi kewarganegaraan tripartite yang terdiri atas hak-hak sipil, hak-hak ekonomi dan hak-hak sosial. Bagaimana hubungan antara warga negara dan negara berdasarkan hakhak dan kewajiban dalam tradisi liberal ini? Sebagai aliran yang menekankan hak-hak, maka warga negara liberal diharapkan mempunyai kewajiban yang terbatas terhadap negara, dan individu warga negara tidak berkewajiban untuk berpartisipasi di arena publik jika ia tidak menghendakinya, serta warga negara tidak mempunyai kewajiban terhadap warga negara lainnya. Kewajiban utama yang harus dijalankan oleh warga negara adalah membayar pajak, sebagai imbalan untuk proteksi yang diterimanya dari negara. Di pihak lain kekuasaan negara terbatas; terbatas dalam fungsi pertahanan keamanan atau melindungi warga negara, serta tidak campur tangan dalam kegiatan warga negaranya. Warga negara harus diberi kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan mengejar kebahagiaannya sendiri. Sedangkan konsep kewarganegaraan dalam tradisi republikan sipil tidak mempunyai satu tokoh penggagas sentral. Secara historis tradisi ini lebih tua daripada tradisi liberal yaitu pada masa Yunani Kuno dan Romawi hingga Rousseau pada zaman modern. Tradisi ini masih dianggap relevan dengan perpolitikan pada saat ini. Aristoteles dari zaman Yunani menyumbang pemikiran tentang pelayanan publik, yaitu warga negara tidak menginginkan kekayaan dan kekuasaan untuk dirinya sendiri, bertingkah laku sesuai dengan nilai atau norma sosial dan politik yang berlaku, sebagaimana tercantum dalam konstitusi polis. Dengan cara ini maka warga negara akan menguntungkan baik bagi warga negara sendiri maupun negara.

23 ISIP4212/MODUL Cicero dari masa Romawi memberikan sumbangan gagasan tentang kebajikan warga negara, dan Machiavelli ( ) memberikan ide tentang patriotisme dalam kewarganegaraan. Menurut Cicero, kemampuan manusia untuk berbicara dan berpikir secara rasional harus digunakan untuk tindakan kebajikannya. Jika warga negara menarik diri dari kegiatan publik maka ia mengabaikan kebaikan warga negara lainnya, komunitasnya, dan negaranya. Ini berarti ia mengkhianati sifatnya sebagai makhluk sosial. Sedangkan Machiavelli berpendapat virtue yang akan menciptakan, menyelamatkan dan melanggengkan sebuah negara. Yang dimaksud virtue adalah keberanian, kekuatan pikiran, rasa tidak kenal takut, keahlian, dan semangat pengabdian pada masyarakat (civic spirit). Warganegara yang memiliki virtue dapat dihasilkan melalui pendidikan. Rousseau ( ) memberikan sumbangan pikiran untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana caranya membuat orang bersedia tunduk pada negara tetapi tetap dapat mempertahankan kebebasan kemampuan manusia. Dalam konsep negara-kota Rousseau, warga negara bersama-sama menyusun general will (kehendak bersama). Jika kehendak bersama tersebut dilaksanakan maka akan menguntungkan bagi seluruh komunitas. Setiap orang memberikan bagi komunitasnya dan segala kemampuannya di bawah bimbingan general will, dan setiap individu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan. General will merupakan konsep kunci untuk melihat kemungkinan dilaksankannya ketaatan warga negara dan kebebasan mereka secara bersamaan, demikian menurut Rousseau. Selanjutnya dikatakan, negara yang terdiri dari warga negara merupakan satu kesatuan yang organis sifatnya. Patriotisme dibutuhkan ketika negara dalam keadaan bahaya. Ada hubungan ketergantungan antara individu (warga negara) dan negara (republik), karena kebebasan individu didapat dalam negara (republik), sedangkan negara (republik) dapat terus ekses dengan dukungan dari warga negaranya. Oleh sebab itu, tujuan kewarganegaraan dapat disederhanakan ke dalam dua hal, yaitu pertama, dapat diciptakan dan dipertahankannya polity yang adil dan stabil. Kedua, individu dapat menikmati kebebasannya. Namun demikian, agar kebebasan dan negara republik bisa dipertahankan maka warga negara harus hidup dalam a sense of community, friendship, dan peace. Kewarganegaraan bagi pengikut tradisi republikan merupakan sebuah tim (team work) antar individu dan antara individu dengan negara, yang merupakan kegiatan dengan semangat dan niat baik bersama. Konstitusi dan

24 4.24 PENGANTAR ILMU POLITIK aturan hukum mengatur bagaimana warga negara hidup bersama dalam negara. C. PENYELENGGARAAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) Good governance menjadi kata kunci dan standar penilaian praktik politik yang dianggap baik dan ideal dalam penyelenggaraan pemerintahan dan non-pemerintahan termasuk kegiatan ekonomi dalam satu dekade terakhir. Dalam perspektif politik, dengan tidak adanya good governance dipandang sebagai sumber ketidakstabilan yang memunculkan konflikkonflik serta kekacauan internal yang terjadi di berbagai negara di dunia. Gerakan-gerakan demokratisasi di dunia saat ini, dipandang bukan jaminan bagi lahirnya sebuah masyarakat dan pemerintahan yang akan lebih baik dan lebih stabil, jika demokratisasi tidak menghasilkan atau tidak disertai dengan praktik-praktik good governance. Apakah good governance itu? Governance secara umum berarti proses pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan keputusan-keputusan yang telah diambil. Dengan demikian good governance dapat diartikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dan cara pelaksanaan keputusan yang dilakukan dengan baik. Dalam konteks politik masa kini, pengambilan keputusan tersebut telah dilakukan secara demokratis dengan jujur dan adil dan keputusan-keputusan dilaksanakan tanpa hambatan, sehingga hasilnya sesuai dengan rencana atau target yang ingin dicapai. Dengan demikian dilihat dari artinya, maka yang penting dalam good governance adalah bagaimana proses pengambilan atau pelaksanaan keputusan tersebut berlangsung. Konsep good governance dapat diterapkan baik pada institusi pemerintah maupun pada lembaga non-pemerintah. Pada lembaga non pemerintah, konsep good governance dapat diterapkan pada korporasikorporasi atau perusahaan-perusahaan yang bergiat dalam bidang ekonomi; termasuk organisasi-organisasi masyarakat seperti organisasi atas inisiatif warga, dan lain-lain. Pada lembaga pemerintah, konsep good governance dapat diterapkan pada tingkat internasional (misalnya pada birokrasi Uni Eropa, atau Perserikatan Bangsa-Bangsa), pada tingkat nasional (misalnya pada birokrasi di departemen dalam negeri, departemen pertanian, dan seterusnya), pada tingkat pemerintahan daerah (misalnya pada birokrasi di tingkat propinsi, kabupaten dan seterusnya). Namun demikian, pemerintah

25 ISIP4212/MODUL hanyalah salah satu dari berbagai macam aktor yang berperan dalam melakukan governance. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh aktor-aktor yang ada baik di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan atau oleh struktur yang formal maupun informal dalam sebuah sistem. Dalam analisis sistem politik, konsep good governance dipakai untuk melihat keterlibatan berbagai pihak dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Apakah aktor-aktor, baik itu struktur-struktur (formal ataupun informal) maupun individu-individu, telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang ada, dan hasilnya sesuai dengan yang telah diperhitungkan. Sebagai contoh misalnya, jika Undang-Undang Anti Monopoli disusun hanya oleh perusahaan yang memegang monopoli dalam bidang telekomunikasi dan informasi, dan bukan oleh lembaga DPR atau tanpa melibatkan unsur-unsur lain seperti lembaga konsumen, kelompok pemerhati masalah teknologi dan informasi, atau kelompok pemerhati masalah monopoli, dan lain-lain, maka dapat dipastikan bahwa undangundang yang dihasilkan menjadi pro-perusahaan yang melakukan monopoli tersebut. Dan kemungkinan hasilnya, UU Anti Monopoli tidak dapat mengontrol praktik monopoli telekomunikasi dan informasi. Praktik pengambilan keputusan oleh struktur informal yang demikian ini, bertentangan dengan prinsip good governance, karena mungkin dihasilkan lewat praktik yang korup atau kolusi antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil pembuatan undang-undang tersebut. Ada delapan karakteristik good governance dalam konteks politik atau dalam penyelenggaraan kehidupan politik. Pemerintahan yang memenuhi persyaratan good governance adalah pemerintahan yang memperhatikan kedelapan ciri dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yaitu : 1. Partisipasi (participation) 2. Peraturan Hukum (Rule of Law) 3. Transparansi (Transparancy) 4. Tanggap (Responsiveness) 5. Berorientasi konsensus (Concensus oriented) 6. Berkeadilan dan inklusif (Equity and inclusiveness) 7. Efektif dan efisien (Effectivity and efficiency) 8. Akuntabel (Accountability)

26 4.26 PENGANTAR ILMU POLITIK Saat ini kebaikan dan keberhasilan sebuah pemerintahan atau sistem politik akan dinilai berdasarkan standar good governance. Ini artinya kedelapan ciri tersebut di atas akan diterapkan untuk melihat apakah sebuah pemerintahan telah diselenggarakan dengan baik atau tidak. Di negara-negara di mana ciri-ciri tersebut tidak ditemukan maka pemerintahan yang bersangkutan dikategorikan sebagai tidak melaksanakan good governance. Tidak cuma itu, negara-negara yang hendak mendapatkan bantuan dari lembaga-lembaga internasional termasuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mensyaratkan dikembangkannya praktek-praktek good governance tersebut dalam negara. Budaya politik yang baik saat ini, harus pula menunjukkan kehadiran kedelapan ciri tersebut dalam perpolitikan dan penyelenggaraan pemerintahannya. Good governance dalam masyarakat sipil juga harus dapat dilaksanakan. Tuntutan untuk mempraktikkan good governance dalam masyarakat kewargaan atau civil society sama besarnya dengan tuntutan terhadap institusi pemerintahan atau pada struktur formal. Organisasi atau kelompok kemasyarakatan misalnya organisasi mahasiswa, organisasi non-pemerintah, organisasi pemuda mesjid atau gereja, organisasi perempuan, organisasi masyarakat adat, dan sebagainya diharapkan memainkan pula peran mereka sesuai dengan aturan main yang merefleksikan kedelapan ciri good governance tersebut di atas. Sebagai contoh misalnya, organisasi Nadhatul Ulama (NU) harus pula memungkinkan terjadinya partisipasi dari para pengikutnya dalam memilih ketua, menaati peraturan yang berlaku dan mempunyai peraturan hukum yang berlaku, serta menerapkan prinsip transparansi baik dalam urusan keuangan organisasi maupun dalam penggunaannya. Para pimpinan NU harus tanggap atas berbagai persoalan yang terjadi dalam partai atau di dalam masyarakat; melibatkan sebanyak mungkin anggota, bersifat terbuka untuk semua kelompok yang berkepentingan. Selain itu organisai ini juga harus bersifat efektif dan efisien serta harus akuntabel. Isu penyelenggaraan yang baik atau good governance juga menjadi perhatian penting dalam kegiatan ekonomi. Dan khususnya pada sektor ekonomi, penyelenggaraan kegiatan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab serta akuntabel sangat dihargai. Bahkan dapat dikatakan dari kegiatan ekonomi inilah pertama-tama isu penyelenggaraan yang baik bermula sebab penyelenggaraan kegiatan ekonomi yang tidak baik dapat membawa kerugian yang besar. Penyelenggaraan yang tidak baik dapat disebabkan oleh berbagai

27 ISIP4212/MODUL sebab di antaranya adalah penempatan orang yang tidak kapabel dan praktik korupsi. Khususnya mengenai praktik korupsi banyak disoroti di negaranegara yang sedang berkembang. Dalam salah satu laporan Bank Dunia di akhir tahun 1990-an dikatakan bahwa kurang lebih 30 persen bantuan ekonomi yang diberikan kepada Indonesia di masa Orde Baru menguap dan tidak jelas penggunaannya; di antara sejumlah penggunaannya adalah untuk membayar para pejabat baik di tingkat nasional ataupun daerah untuk melicinkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Tuntutan good governance diharapkan dapat menghapuskan atau mengurangi praktik penyelenggaraan ekonomi yang merugikan seperti itu. Kini sudah umum badan-badan internasional mensyaratkan dilaksanakannya good governance dalam berbagai bantuan yang mereka berikan untuk negara-negara berkembang. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan dan diskusikan pengaruh perubahan yang terjadi dalam perpolitikan di dunia terhadap gagasan kewarganegaraan. Apa saja yang terjadi dalam politik di dunia dan dampaknya! 2) Jelaskan mengapa konsep kewarganegaraan yang dikembangkan oleh T.H. Marshall dipandang lebih luas daripada konsep-konsep kewarganegaraan yang pernah ada sebelumnya. 3) Jelaskan perbedaan antara tradisi kewarganegaraan liberal dan tradisi republikan dilihat dari hak-hak dan kewajiban warga negara terhadap negara dan antar warga negara? 4) Jelaskan arti good governance. Apa yang dianggap penting dalam konsep tersebut dan di mana konsep tersebut relevan untuk diterapkan? 5) Apa konsekuensinya jika pada organisasi-organisasi kemasyarakatan dikenai tuntutan untuk melaksanakan praktik good governance? Kaitkan dengan ciri-ciri good governance!

28 4.28 PENGANTAR ILMU POLITIK Petunjuk Jawaban Latihan 1) Akhir Perang Dunia II dan pembangunan kembali Eropa menjadi latar belakang munculnya gagasan tentang kewarganegaraan Marshallian. Perubahan yang terjadi pada dekade akhir 1900-an khususnya dengan runtuhnya kekuasaan Uni Soviet dan transformasi politik di negaranegara komunis Eropa Timur, memunculkan kesadaran baru akan pentingnya mengangkat kembali soal kewarganegaraan dan pentingnya berbagai unsur dalam negara untuk saling bekerja sama membangun kembali tatanan kehidupan bersama yang lebih baik. Selain itu beberapa fenomena yang perlu diperhatikan antara lain meningkatnya ideologi kanan baru (konservatif) dan peningkatan migrasi baik secara sukarela atau karena terpaksa (pengungsi). 2) Definisi kewarganegaraan sebelum Marshall umumnya bermakna status atau keanggotaan. Konsep Marshall bermakna lebih dari itu, konsep tersebut juga bermakna persamaan yang terwujud dalam hak dan kewajiban. Dimensi yang terkandung dalam definisi Marshall antara lain aturan hukum dan hubungan sosial. Konsep dan definisi terbaru lebih luas lagi dari konsep Marshall karena memasukkan dimensi kesempatan untuk berpartisipasi, hak-hak universal sebagai anggota sebuah negara 3) Perbedaan kewarganegaraan Marshallian dan republikan antara lain dapat dilihat berdasarkan isu hak dan kewajiban baik dari warga negara terhadap negara, dan sebaliknya dari negara terhadap warga negara, serta hubungan di antara keduanya dan di antara sesama warga negara di dalam masyarakat. 4) Secara umum good governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan keputusan-keputusan tersebut. Dalam sistem yang demokratis maka proses ini harus mengikuti kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip yang demokratis. Yang penting diperhatikan dalam pemahaman good governance ini adalah proses, baik dalam pengambilan maupun pelaksanaan keputusan. Dalam artian demikian maka konsep good governance dapat diterapkan baik pada lembaga-

29 ISIP4212/MODUL lembaga pemerintah maupun nonpemerintah (masyarakat) baik sosial, ekonomi, politik maupun budaya.. 5) Konsekuensi bagi organisasi kemasyarakatan (juga bagi organisasi pemerintahan) jika mereka dituntut untuk mempraktekkan good governance, organisasi-organisasi kemasyarakatan harus dapat memainkan peran mereka sesuai dengan aturan permainan yang merefleksikan ciri-ciri good governance sebagaimana tercantum dalam materi kegiatan belajar tentang tema ini RANGKUMAN Perhatian pada isu kewarganegaraan dan good governance meningkat pesat setelah terjadinya perubahan-perubahan perpolitikan di dunia. Perhatian pada kelompok-kelompok dan meningkatnya isu hakhak kelompok telah mendorong sejumlah ilmuwan untuk mengangkat soal kewarganegaraan. Sementara itu isu good governance tidak dapat diabaikan dalam pemerintahan di negara-negara yang sedang mengalami proses demokratisasi. Jika isu kewarganegaraan melihat hubungan antara warga negara dengan negara, tapi dengan penekanan pada individu warga negara; maka isu good governance terkait dengan perilaku kelompok, organisasi, lembaga, yang dapat diterima di dalam sistem yang lebih terbuka dan demokratis. Kedua bidang ini tidak dapat ditinggalkan jika kita mempelajari nilai, norma, atau sikap dan perilaku politik yang dapat diterima di dalam sistem yang demokratis. TES FORMATIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Meningkatnya perhatian pada isu kewarganegaraan disebabkan karena berbagai faktor, yang tidak termasuk dalam faktor-faktor tersebut di antara jawaban di bawah ini adalah. A. runtuhnya kekuasaan rezim komunis di Eropa Timur dan Uni Soviet B. meningkatnya ideologi kanan baru di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat C. penyerbuan Amerika Serikat ke Afganistan dan Iraq D. peningkatan migrasi antara negara termasuk pengungsi ke negaranegara yang lebih aman dan lebih baik secara ekonomi

30 4.30 PENGANTAR ILMU POLITIK 2) Definisi kewarganegaraan Marshall mempunyai beberapa makna lebih dari sekedar status seseorang dalam negara. Yang tidak termasuk dalam definisi tersebut adalah. A. hak-hak dan kewajiban B. aturan hukum C. persamaan D. keanggotaan 3) Definisi Marshall tentang kewarganegaraan khususnya yang mengatur hubungan antara individu serta hak dan kewajiban negara dan warganegaranya, merupakan bagian dari dimensi. A. kesempatan yang sama untuk berpotensi B. pengaturan masyarakat C. hubungan sosial D. aturan hukum 4) Isu-isu utama kewarganegaraan adalah sebagai yang tercantum di bawah ini, kecuali satu yaitu. A. keanggotaan dalam sebuah komunitas B. hubungan antara individu dan negara C. hubungan antara satu negara dengan negara lain D. status, hak-hak atau praktik kebaikan bersama 5) Teori kewarganegaraan Marshall dikembangkan berdasarkan satu pemikiran dasar yang menyatakan. A. ketidakadilan secara ekonomi dapat dihapuskan B. ketidaksamaan kelas akan dapat diterima jika ada kesamaan kewarganegaraan C. kemiskinan dan perbedaan kelas dapat dihilangkan secara bertahap D. kemiskinan dan perbedaan kelas tidak menjadi penghalang integrasi dalam masyarakat 6) Tradisi kewarganegaraan liberal menekankan. A. kewajiban warga negara terhadap negara dan warga negara lain B. kewajiban warga negara untuk berpartisipasi dalam masyarakat C. hak-hak terbatas dengan kewajiban tidak terbatas terhadap negara, masyarakat, dan sesama warga negara D. hak-hak dan kewajiban terbatas pada negara

31 ISIP4212/MODUL ) Tradisi kewarganegaraan republikan dibentuk dari banyak pemikiran tokoh-tokoh sejak masa Yunani Kuno. Sumbangan Aristoteles terhadap teori tentang kewarganegaraan adalah. A. mengutamakan pelayanan publik, tidak menginginkan kekayaan untuk diri sendiri, bertingkah laku sesuai norma yang berlaku akan menguntungkan negara dan warganegara sendiri B. kemampuan berpikir secara rasional dan berbicara seseorang, harus digunakan demi kebajikan C. setiap orang memberikan bagi komunitas dirinya dan kemampuannya di bawah bimbingan general will. D. Virtue akan menyelamatkan dan melanggengkan negara; virtue didapat lewat pendidikan 8) Pandangan yang mengatakan bahwa kebebasan individu didapat dalam republik dan republik dapat terus eksis dengan dukungan warganegara dikemukakan oleh. A. Machiavelli B. Cicero C. Rousseau D. Marshall 9) Good governance atau penyelenggaraan yang baik berkenaan dengan pengambilan atau pelaksanaan keputusan menekankan unsur. A. input B. proses C. hasil D. pelaksanaan hasil 10) Konsep good governance dapat diterapkan untuk melihat lembagalembaga yang tersebut di bawah ini, kecuali satu, yaitu. A. birokrasi pemerintahan seperti departemen pendidikan B. badan-badan internasional seperti UNICEF, World Bank C. organisasi kemasyarakatan seperti NU, Lembaga Konsumen D. individu-individu. Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

32 4.32 PENGANTAR ILMU POLITIK Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: % = baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

33 ISIP4212/MODUL T Kegiatan Belajar 3 Sosialisasi dan Komunikasi Politik eori-teori budaya cenderung dipakai untuk mempelajari studi-studi empirik mengenai sosialisasi dan komunikasi. Sosialisasi dan komunikasi politik merupakan bidang terapan yang spesifik dalam studi tentang budaya politik; ketiga bagian kajian ini erat terkait satu dengan lainnya. Mempelajari sosialisasi politik kita mau tidak mau harus melihat komunikasi politik, dan mempelajari komunikasi politik dapat memberikan gambaran tentang sosialisasi politik yang sedang terjadi dan budaya politik yang ada dalam masyarakat. Sosialisasi dan komunikasi politik terus menerus terjadi baik direncanakan maupun tidak, sedangkan budaya politik dilangsungkan, diturunkan, diubah ataupun dilanggengkan lewat komunikasi dan sosialisasi. Akan tetapi dalam kajian-kajian politik, sosialisasi politik lebih banyak dipelajari daripada komunikasi politik. A. SOSIALISASI POLITIK Dalam kajian tentang sosialisasi politik, pada umumnya dua hal yang dipelajari. Pertama, peran sosialisasi tersebut dalam sistem politik; dan kedua, struktur yang melakukan sosialisasi atau agen sosialisasi. Sesungguhnya sosialisasi politik berlangsung terus menerus setiap hari baik direncanakan maupun tidak; di sengaja ataupun tidak. Namun demikian, sistem politik akan melakukan sosialisasi yang terencana dan di sengaja, bila hendak memperkenalkan sebuah gagasan, kebijakan atau peraturan baru atau ketika hendak menarik dukungan dari rakyatnya. Sosialisasi politik menurut Almond dan Powell adalah sebuah proses lewat mana budaya politik diinformasikan, dipertahankan dan diubah. Jika budaya politik berarti nilai, norma, kepercayaan, atau sikap dan perilaku politik, maka sosialisasi politik adalah proses di mana nilai, norma, kepercayaan, sikap, perilaku yang diiinformasikan, dipertahankan atau diubah dalam sebuah sistem politik. Dengan pengertian ini maka melalui sosialisasi politik, berbagai nilai, norma, kepercayaan, sikap, atau perilaku politik diperkenalkan, ditanamkan, diperkuat atau diubah dalam sebuah masyarakat. Sosialisasi politik tidak hanya berlangsung terus-menerus tetapi juga berlangsung sepanjang hidup. Sikap politik seseorang mungkin terbentuk

34 4.34 PENGANTAR ILMU POLITIK dalam keluarganya ketika kanak-kanak, tetapi pengalaman sosial dan politik di masa dewasa dapat mengubah sikap politik tersebut. Sepanjang hidupnya, sikap politik seseorang bisa mengalami perubahan berulang-ulang dan dapat pula mengalami penguatan terus-menerus. Pengetahuan atau informasi politik baru, perasaan suka atau tidak suka, dan evaluasi terhadap situasi politik objektif dapat menguatkan atau mengubah sikap politik seseorang. Sebagai seorang warga negara dalam sebuah sistem demokrasi, maka sosialisasi juga berarti membentuk sikap diri sebagai pemilih, sebagai partisipan politik, sebagai pembayar pajak, sebagai individu yang tunduk pada hukum yang berlaku, sebagai penerima pelayanan publik, dan seterusnya. Dan sikap-sikap itu dapat berubah dari waktu ke waktu, dari satu pemilihan ke pemilihan berikut, dari satu kebijakan ke kebijakan lain. Sebuah peraturan atau kebijakan baru yang hendak diterapkan dalam masyarakat biasanya disosialisasikan dahulu pada masyarakat oleh pemerintah sebelum kebijakan atau peraturan tersebut dilaksanakan atau diberlakukan. Dengan mensosialisasikan peraturan atau kebijakan baru maka diharapkan masyarakat yang akan dikenai peraturan atau kebijakan tersebut tidak menjadi kaget, bereaksi negatif atau menolak ketika peraturan atau kebijakan tersebut diberlakukan. Menerapkan sebuah peraturan baru sama artinya dengan memperkenalkan sebuah nilai dan norma baru, yang mungkin sangat berbeda atau bahkan bertentangan dengan nilai dan norma lama yang sudah biasa dan sudah dikenal dengan baik. Dengan adanya sosialisasi maka mereka yang akan dikenai peraturan tersebut mempunyai waktu untuk mengenal, membiasakan diri dan akhirnya bersedia mengubah nilai, norma, kepercayaan, sikap atau perilaku lamanya dan mengadopsi yang baru. Sebagai contoh peraturan baru tentang peraturan penggunaan sabuk pengaman. Sebelum peraturan tersebut diberlakukan masyarakat, maka selama lebih dari satu bulan peraturan tersebut disosialisasikan; dan melalui televisi, surat kabar, radio-radio peraturan tersebut dikampanyekan, dibicarakan dan didiskusikan. Ketika peraturan tersebut akhirnya diberlakukan masyarakat dengan sukarela melaksanakannya. Kini menggunakan sabuk pengaman saat berkendaraan, sudah diterima menjadi bagian perilaku pengendara kendaraan mobil.

35 ISIP4212/MODUL B. AGEN DAN GAYA SOSIALISASI Siapakah yang dapat melakukan sosialisasi politik dan bagaimanakah gayanya? Menurut Almond dan Powell setiap struktur politik, dan bahkan kejadian-kejadian yang berpola, dapat berperan sebagai agen sosialisasi politik. Mereka menyebarkan informasi atau pesan-pesan, baik secara terbuka maupun terselubung, yang dapat dan yang bertujuan untuk membentuk atau mengubah perilaku politik. (Almond dan Powell 1966: 87). Ada agen-agen sosialisasi yang umum terdapat di semua negara dan ada yang hanya terdapat dalam masyarakat tertentu saja. Menurut Jenning dan Niemi, agen-agen sosialisasi yang umum ada di semua negara, antara lain adalah keluarga, kelompok peer, komunitas, lingkungan tetangga, sistem sekolah, organisasiorganisasi formal misalnya partai politik atau organisasi kepentingan, tempat kerja, dan tempat-tempat beribadah seperti gereja atau mesjid, dan media massa. (Almond dan Powell 1966: 87-97). Komunitas, lingkungan tempat tinggal, keluarga dan kelompok bermain dapat menjadi agen yang cukup berperan dalam membentuk pandangan dan sikap politik seseorang. Pengetahuan dan sikap politik mulai tertanam sejak dini dan dapat mengalami perubahan setiap saat selama hidup kita. Berbagai peristiwa dapat membentuk atau mengubah pandangan, sikap atau perasaan politik kita. Dan melalui teman bermain, teman kerja, tetangga, lingkungan serta komunitas di mana kita tinggal maka nilai dan sikap politik kita dikuatkan, dipertanyakan, dan mungkin diubah. Seorang yang dilahirkan dalam keluarga militer dan besar di lingkungan kompleks militer bisa mempunyai pandangan dan bersikap menerima peran militer dalam politik. Sebagai contoh, misalnya dengan adanya keterlibatan oknum maupun kelompok militer dalam peristiwa penculikan sejumlah mahasiswa dan peristiwa tertembaknya mahasiswa dalam demonstrasi di akhir pemerintahan Orde Baru telah merubah pandangan dan sikap politik orang tersebut tentang peran militer dalam politik. Orang tersebut yang tadinya bersikap menerima berubah menjadi menolak adanya peran militer dalam politik setelah serangkaian peristiwa tersebut terjadi. Aktor-aktor politik dapat menjadi agen-agen sosialisasi politik yang cukup efektif. Mereka secara sengaja dan terencana melakukan kegiatan sosialisasi politik, misalnya para elit politik, baik dalam posisinya di pemerintahan maupun sebagai tokoh masyarakat atau anggota partai politik dan organisasiorganisasi lain bentukan partai lainnya. Para elit politik, lewat kegiatannya

36 4.36 PENGANTAR ILMU POLITIK dan dengan gayanya masing-masing sengaja ataupun tidak sengaja membentuk pikiran dan sikap politik masyarakat, memperkuat ataupun meningkatkan kepercayaan terhadap partainya dan pemerintah yang diwakilinya ataupun isu-isu yang diangkatnya. Mereka melakukan fungsi pendidikan politik, melakukan rekrutmen politik. Mereka juga dapat membangkitkan keinginan untuk terlibat atau menolak untuk terlibat, berpartisipasi, memobilisasi atau membangun koalisi di antara kelompokkelompok di dalam masyarakat. Media massa memainkan peran yang semakin menentukan dalam sosialisasi politik. Media massa, seperti televisi, radio dan surat kabar, memainkan peran yang semakin penting dalam masyarakat urban dan yang telah menjadi modern. Isu-isu dan kejadian-kejadian yang di angkat oleh surat kabar atau disiarkan lewat radio dan televisi disebarkan dan ditangkap oleh banyak orang dalam waktu bersamaan, dampaknya bersifat segera dan dalam skala yang cukup besar. Saat ini media massa menjadi media penting yang digunakan oleh berbagai aktor politik untuk menyebarkan pesan, menyampaikan pandangan atau ide politik mereka pada masyarakat luas. Dalam pemilihan umum semua partai atau kandidat yang berkompetisi untuk mendapatkan kursi di lembaga perwakilan atau jabatan publik, menggunakan media massa untuk memperkenalkan diri mereka serta visi dan misi yang mereka bawakan. Media massa merupakan sarana yang ampuh dalam membentuk opini, sikap dan afeksi massa tentang sebuah isu atau terhadap kepentingan dan kelompok yang diwakili oleh para aktor politik. Saat ini tidak ada sarana dan media lain yang dapat menandingi peran media massa dalam upaya menyebarluaskan isu, berita atau kejadian dan membentuk sikap, pandangan dan perasaan masyarakat dalam waktu cepat dan dalam cakupan yang sangat luas. Media massa, khususnya televisi dan radio, merupakan alat sosialisasi yang sangat penting dalam negara yang masyarakatnya tersebar di wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. C. KOMUNIKASI POLITIK Komunikasi politik merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari budaya politik dan sosialisasi politik. Bila kita berbicara tentang budaya politik dan sosialisasi politik, maka kita berbicara pula tentang komunikasi politik, sehingga dapat dikatakan komunikasi politik merupakan fungsi sosialisasi dan budaya politik. Komunikasi politik yang berjalan baik menjadi

37 ISIP4212/MODUL prasyarat sosialisasi politik untuk dapat berjalan dengan baik pula, sehingga budaya politik dapat dilangsungkan dengan baik. Dalam analisis sistem politik maka yang menjadi perhatian adalah strukturstruktur yang melaksanakan fungsi komunikasi politik, dan bagaimana komunikasi tersebut dilaksanakan. Struktur yang melakukan komunikasi dapat dibedakan ke dalam lima macam. Pertama, komunikasi tatap muka atau face to face yang bersifat informal, yang merupakan bentuk utama komunikasi. Kedua, struktur sosial non-politis, seperti keluarga, kelompok ekonomi ataupun keagamaan. Ketiga, struktur input politik, seperti partai politik, organisasi kepentingan, atau masyarakat sipil. Keempat, struktur output politik, seperti lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi. Kelima, media massa, seperti misalnya surat kabar, harian mingguan, radio dan televisi, Kelima macam struktur yang melaksanakan komunikasi ini mempunyai peran sendiri-sendiri dan sulit untuk mengatakan bahwa yang satu lebih penting daripada yang lain. Daya jangkau masing-masing struktur memang berbeda, tetapi ini tidak mengurangi pentingnya peran dari struktur-struktur tersebut. Misalnya dalam sebuah masyarakat yang tradisional di mana peran interaksi dan komunikasi tatap muka masih penting maka struktur tatap muka dan struktur sosial nonpolitis seperti kelompok keagamaan bisa menjadi sarana komunikasi politik yang sangat berpengaruh. Dalam masyarakat di mana tingkat melek huruf masih rendah sekali atau dalam masyarakat perkotaan modern yang sangat sibuk, maka televisi dan radio dapat menjadi sarana komunikasi politik yang sangat efektif. Sementara itu struktur input dan output politik memang merupakan sarana komunikasi politik yang formal dikenal oleh semua warga di dalam sebuah negara. Partai politik dapat memainkan peran sebagai penyalur input berupa dukungan atau tuntutan dan juga keluhan-keluhan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Lembaga eksekutif dan jajaran birokrasi serta lembaga legislatif mengkomunikasikan kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan oleh sistem politik ke masyarakat luas atau kepada pemerintahan di tingkat yang lebih rendah di wilayahnya. Bagaimana struktur komunikasi melakukan perannya? Bentuk sistem politik akan menentukan bagaimana struktur komunikasi melaksanakan perannya. Dalam masyarakat yang terbuka dalam sistem yang demokratis, maka berbagai macam struktur politik akan dapat melaksanakan peran secara bebas, artinya semua struktur dapat bersama-sama melaksanakan fungsi komunikasi politik. Dalam sistem yang otoritarian maka tidak semua struktur

38 4.38 PENGANTAR ILMU POLITIK dapat melakukan fungsi komunikasi politik, artinya tidak ada kebebasan dalam melakukan kegiatan tersebut bagi struktur-struktur tertentu. Di dalam sistem otoritarian, maka struktur media massa dapat dimiliki, dimonopoli atau dikontrol oleh pemerintah, dan dengan demikian tidak ada otonomi sendiri dalam struktur komunikasi ini. Sedangkan, di dalam sistem yang lebih demokratis maka partai-partai politik dapat memiliki atau menguasai struktur media massa komunikasi sendiri. Partai politik yang mampu dapat memiliki surat kabar, radio atau televisi sendiri, atau bila tidak memiliki maka mereka dapat membeli waktu siaran di media massa tersebut. Dengan demikian fungsi komunikasi politik menjadi sangat kompetitif di antara kekuatankekuatan politik yang bermain. Namun demikian, komunikasi politik dapat berdampak negatif dan positif. Efek positif apabila hasilnya sebagaimana yang diharapkan oleh struktur atau agen-agen yang melaksanakan komunikasi politik dan keadaan ini tidak perlu dirisaukan, sedangkan efek negatif bila hasilnya tidak terduga atau tidak diperhitungkan sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui komunikasi politik berperan besar dalam mempertahankan dan mengubah budaya politik, atau membentuk pandangan, sikap dan perasaan baru ataupun berbeda dalam masyarakat luas. Ditinggalkannya nilai-nilai atau kepercayaan-kepercayaan tradisional dan meningkatnya melek huruf merupakan salah satu dampak komunikasi yang berhasil. Tetapi perubahan ini dapat pula membawa efek sampingan yang merisaukan misalnya munculnya harapan-harapan baru yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh sistem yang ada. Ledakan harapan di dalam masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem politik yang ada dikhawatirkan memunculkan keresahan-keresahan yang bisa menjadi sumber kekacauan. Misalnya, banyak orang muda yang telah menyelesaikan sekolah menengah atas di kota-kota kecil berharap dapat memperoleh pekerjaan atau meneruskan sekolah yang lebih tinggi di kota besar; setelah sampai di kota besar ternyata tidak ada pekerjaan bagi mereka dan mereka tidak mampu membiayai pendidikan tinggi yang sangat mahal, sementara desa tidak ada lapangan pekerjaan ataupun sekolah bagi mereka. Situasi sedemikian meresahkan; orang-orang muda yang merasa tidak mempunyai harapan merupakan ladang yang subur untuk kejahatan dan kekacauan. Diperlukan komunikasi politik yang tepat dalam situasi demikian untuk menghindarkan dampak negatif bagi sistem politik.

39 ISIP4212/MODUL LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Diskusikan dan jelaskan keterkaitan antara sosialisasi politik, komunikasi politik dan budaya politik! 2) Diskusikan dan jelaskan mengapa dikatakan bahwa sosialisasi politik berlangsung sepanjang hidup? Beri contoh! 3) Dalam masyarakat yang masih sederhana dan tradisional struktur komunikasi yang manakah yang sangat berperan di antara strukturstruktur yang melaksanakan fungsi komunikasi. Jelaskan jawaban Anda dengan contoh! Mengapa media massa dikatakan sebagai sarana ampuh dalam membentuk opini massa? Jelaskan jawaban Anda dan beri contoh! 4) Dalam sistem politik yang tidak demokratis, struktur komunikasi dikatakan tidak bebas? Jelaskan jawaban Anda! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Kaitan antara sosialisasi politik, komunikasi politik dan budaya politik, yaitu sosialisasi politik dan komunikasi politik merupakan bidang terapan yang spesifik tentang budaya politik. Budaya politik dilangsungkan lewat komunikasi dan sosialisasi politik. Jadi budaya politik adalah norma, nilai, kepercayaan atau sikap dan perilaku politik maka sosialisasi politik adalah proses di mana semua itu disebarluaskan, dipertahankan atau diubah; sedangkan komunikasi politik merupakan fungsi dari budaya dan sosialisasi politik. Komunikasi politik yang berjalan baik merupakan prasyarat sosialisasi politik dapat berjalan dengan baik dan budaya politik dapat dilangsungkan dengan baik pula. 2) Sosialisasi politik berjalan terus-menerus sepanjang hidup. Sosialisasi politik merupakan proses di mana nilai, norma, sikap dan perilaku ditanamkan, dipertahankan atau diubah. Proses ini tidak hanya terjadi satu kali, proses ini berlangsung terus-menerus selama hidup. Norma, sikap dan perilaku baru baru muncul, diperkenalkan dan yang lama

KONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain

KONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain KONSEPSI KEWARGANEGARAAN By : Amaliatulwalidain Pengantar Tradisi kewarganegaraan telah ada sejak masa Yunani Kuno, konsepsi modern tentang kewarganegaraan baru muncul pada abad keduapuluh. Konsepsi kewarganegaraann

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Definisi dan tipe-tipe budaya politik diindonesia Pertemuan Ke- : 1 s.d. 5 Alokasi

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GOOD GOVERNANCE by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan : 1. Pengertian, Konsep dan Karakteristik Good Governance. 2. Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana

Lebih terperinci

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III

Sistem Politik Gabriel Almond. Pertemuan III Sistem Politik Gabriel Almond Pertemuan III Teori Fungsionalisme Lahir sebagai kritik terhadap teori evolusi, yang dikembangkan oleh Robert Merton dantalcott Parsons. Teori fungsional memandang masyarakat

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. PERTEMUAN KE 4 DEMOKRASI Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya

Lebih terperinci

BUDAYA POLITIK. 2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia

BUDAYA POLITIK. 2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia BUDAYA POLITIK Standar Kompetensi Menganalisis Budaya Politik di Indonesia Kompetensi Dasar 1. Mendiskripsikan pengertian budaya politik 2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pada Modul ini kita akan mempelajari tentang arti penting serta manfaat pendidikan kewarganegaraan sebagai mata kuliah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian sistem Politik 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. 2. Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Seseorang yang menggeluti komunikasi politik, akan berhadapan dengan masalah yang rumit, karena komunikasi dan politik merupakan dua paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi, yang ditandai antara lain dengan adanya percepatan arus informasi menuntut adanya sumber daya manusia yang mampu menganalisa informasi dan

Lebih terperinci

Identitas Kewarganegaraan. By : Amaliatulwalidain

Identitas Kewarganegaraan. By : Amaliatulwalidain Identitas Kewarganegaraan By : Amaliatulwalidain Pengantar Identitas adalah unsur penting yang tidak dapat diabaikan ketika berbicara tentang kewarganegaraan, baik di level teoritis maupun di level praksis

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB I BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

BAB I BUDAYA POLITIK DI INDONESIA BAB I BUDAYA POLITIK DI INDONESIA Standar Kompetensi : 1. Menganalisis budaya politik di Indonesia Kompetensi Dasar : 1.1. Mendeskripsikan pengertian budaya politik A. Pendahuluan Salah satu komponen yang

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi lebih dari sekedar seperangkat aturan dan prosedur konstitusional yang menentukan suatu fungsi pemerintah. Dalam demokrasi, pemerintah hanyalah salah

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada masa awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 14 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Good Governance : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 Bandung, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran diantaranya kurangnya berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Umum Setelah menguraikan dari beberapa aspek yang menjadi dimensi atau orientasi politiknya,yang diukur dari segi pemahaman kognitif, afektif, dan

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah Oleh Kamalia Purbani Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran Dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia (Hamid

Lebih terperinci

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan melemahkannya. Birokrasi, misalnya dapat menjadi sarana

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI FOCUS GROUP DISCUSSION DAN WORKSHOP PEMBUATAN MODUL MATERI HAM UNTUK SPN DAN PUSDIK POLRI Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 17 18 Maret 2015 MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI

TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI 9 TEORI POLITIK DAN IDEOLOGI DEMOKRASI Pengantar Setelah memperbicangkan hakekat kekuasaan dan negara, kuliah selanjutnya akan memperdalam beberapa perdebatan yang berkaitan dengan konseo-konsep demokrasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini, demokrasi merupakan salah satu pandangan dan landasan kehidupan dalam berbangsa yang memiliki banyak negara pengikutnya. Demokrasi merupakan paham

Lebih terperinci

DEMOKRASI : ANTARA TEORI. Modul ke: INDONESIA. 05Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

DEMOKRASI : ANTARA TEORI. Modul ke: INDONESIA. 05Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI dan PELAKSANAANNYA di INDONESIA Fakultas 05Teknik Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU A. Pengantar : Arti, Makna dan Manfaat Demokrasi Demokrasi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa bayi dianggap sebagai periode vital karena kondisi fisik dan psikologis pada masa ini merupakan fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan untuk masa selanjutnya

Lebih terperinci

POLITIK & SISTEM POLITIK

POLITIK & SISTEM POLITIK POLITIK & SISTEM POLITIK Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Kesehatan merupakan hak semua warga negara

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan BAB V KESIMPULAN Persepolis karya Marjane Satrapi merupakan karya francophone yang telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan dimasukkan ke dalam ranah studi literatur.

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin

Lebih terperinci

KONSEPSI KAJIAN PKN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA

KONSEPSI KAJIAN PKN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA KONSEPSI KAJIAN PKN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA oleh: Samsuri FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MURRAY PRINT (1999; 2000) civic education yang mencakup kajian tentang pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan manusia dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga maupun bermasyarakat

Lebih terperinci

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

B. Tujuan C. Ruang Lingkup 27. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Pendidikan di diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Pengertian Budaya Politik adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: 05 Fakultas PSIKOLOGI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengantar: Arti, Makna,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau

Lebih terperinci

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin Tujuan Instruksional Khusus 1. Menyebutkan definisi dan pengertian rule of law 2.

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Lebih terperinci

Dinno Mulyono, M.Pd. MM. STKIP Siliwangi 2017

Dinno Mulyono, M.Pd. MM. STKIP Siliwangi 2017 Dinno Mulyono, M.Pd. MM. STKIP Siliwangi 2017 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan a. Konsep Dasar dan Sejarah PKn b. Analisis Landasan Yuridis, Historis, Sosiologis dan Politik PKn c. Urgensi PKn dan Tantangannya

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi modern. Hal ini setidaknya sejalan dengan pandangan Etzioni (1986: 35)

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi modern. Hal ini setidaknya sejalan dengan pandangan Etzioni (1986: 35) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan kenegaraan modern, birokrasi memegang peranan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka dapat diformulasikan

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN LATIHAN 5

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN LATIHAN 5 1 TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN LATIHAN 5 DISUSUN OLEH NAMA NIM PRODI : : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2014 2 Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan

Lebih terperinci

MEMBANGUN GERAKAN BUDAYA POLITIK DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA

MEMBANGUN GERAKAN BUDAYA POLITIK DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA MEMBANGUN GERAKAN BUDAYA POLITIK DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Aos Kuswandi Dosen Ilmu Pemerintahan dan Sekretaris Program Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Islam 45 Bekasi Abstrak Artikel ini membahas

Lebih terperinci