BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan berupa program program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakat. Van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno 2008: ) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan 10

2 11 kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa: Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedomanpedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan itu sendiri. Terdapat beberapa teori dari beberapa ahli mengenai implementasi kebijakan, yaitu: a. Teori George C. Edward Menurut pandangan Edward III (dalam Subarsono, 2011: 90-92) implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :

3 12 1) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. 2) Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial. 3) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. 4) Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel. b. Teori Merilee S. Grindle Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (dalam Subarsono, 2011: 93) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel tersebut mencakup: 1) Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan 2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group 3) Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan 4) Apakah letak sebuah program sudah tepat

4 13 5) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci 6) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. c. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2011: 94) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation). d. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn Menurut Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2011: 99) ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana dan kondisi sosial, ekonomi dan politik. Menurut pandangan Edward III (Budi Winarno, 2008: ) proses komunikasi kebijakan dipengaruhi tiga hal penting, yaitu: 1) Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. 2) Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-intruksi yang diteruskan kepada pelaksana kabur dan tidak

5 14 menetapkan kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan. 3) Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintahperintah yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan jelas, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. Menurut pandangan Edwards (dalam Budi Winarno, 2008: 181) sumber-sumber yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. Struktur Birokrasi menurut Edwards (dalam Budi Winarno, 2008: 203) terdapat dua karakteristik utama, yakni Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi: 2. Kebijakan Publik SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah. Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasayunani polis berarti negara, kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi politia yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris policie yang artinya berkenaan dengan

6 15 pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan. Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat,suatu kelompok maupun suatu badan pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Budi Winarno (2007:16) menyebutkan secara umum istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang kebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik oleh karena itu diperlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat. Makna kebijakan menurut Friedrich yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (1997 : 3) adalah: Kebijakan merupakan suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan. Frederickson dan Hart dalam Tangkilisan (2003:19), mengemukakan

7 16 kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan, sedangkan kebijakan tentang perlindungan anak jalanan di Kota Yogyakarta adalah suatu kebijakan sosial yang dibuat pemerintah untuk mengatur tentang kesejahteraan sosial masyarakat yang bersifat proteksi terhadap permasalahan dan penanggulangan anak yang hidup di jalan. 3. Kebijakan Pemerintah Daerah Seperti penjelasan sebelumnya kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan. Kebijakan pemerintah daerah adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah setempat yaitu pemerintah Kota Yogyakarta untuk mencapai sasaran atau tujuan yang diinginkan. Dalam kebijakan pemerintah daerah yang diambil yaitu Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan. Peraturan Daerah ini secara khusus mengatur mengenai perlindungan kepada anak yang hidup di jalan disebabkan posisi mereka yang sangat rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi. Diperlukan sebuah peraturan perundangundangan yang bersifat affirmatif untuk melindungi dan menjamin hak-

8 17 hak anak-anak yang hidup di jalan agar mereka memperoleh kesempatan untuk tumbuh kembang yang layak. Kebijakan merupakan aturan yang harus dijalankan dan wajib di laksanakan. Peraturan Daerah (perda) adalah instrument aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Sejak Tahun 1945 hingga sekarang ini, telah berlaku beberapa undang-undang yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menetapkan peraturan daerah. (Febrina Fona, 2012 diakses pada tanggal 5 Februari 2013). 4. Anak Jalanan Anak Jalanan menurut UNICEF, yaitu Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya) (Handout Tim Anak Jalanan Kota Yogyakarta tahun 2008) Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) (dalam handout Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Penanganan Anak Jalanan berbasis Kewilayahan Kota Yogyakarta, 2012: 4) menyebutkan, dalam

9 18 menilai anak jalanan atau bukan dapat dilihat melalui beberapa indikator: a. Anak yang benar-benar hidup dan bekerja di jalanan dan ditelantarkan atau telah lari dari keluarga mereka. Anak jalanan betul-betul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari orangtuanya. Mereka ini pada umumnya dianggap gelandangan (children of the street) b. Anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali pada orangtuanya. Anak jalanan seperti ini pada umumnya kebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Anak tersebut masih menjaga hubungan dengan keluarga mereka, akan tetapi mereka menghabiskan banyak waktunya dijalanan (children on the street) c. Anak dari keluarga yang hidup dijalanan (family of the street), yaitu anak jalanan yang keluarganya berasal dari jalanan. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) mengelompokkan anak jalanan ke dalam kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Adapun yang dimaksud dengan PMKS adalah seseorang atau keluarga yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melakukan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani, dan sosial) secara memadai dan wajar. Kementrian RI menyebutkan terdapat 26 jenis PMKS dan anak jalanan merupakan salah satunya. Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum. Dengan kriteria: a. Anak yang rentan bekerja di jalanan karena suatu sebab

10 19 b. Anak yang melakukan aktivitas di jalanan c. Anak yang bekerja di jalanan. Jadi Anak jalanan, adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagaian waktunya di jalan, anak yang berkerja di jalanan dan/atau anak yang berkerja dan hidup di jalanan. Umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. 5. Perlindungan Anak Jalanan Perda No. 6 Tahun 2011 mendefinisikan, perlindungan adalah segala tindakan untuk menjamin dan melindungin anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapat perlindungan sehingga anak terentaskan dari kehidupan di jalan. Perlindungan terhadap hak-hak anak telah diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Tetapi hak anak yang telah diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut ternyata masih belum optimal menjangkau anak yang hidup di jalan.

11 20 Kebijakan perlindungan anak yang hidup di jalan sesuai dengan Perda No. 6 tahun 2011 (pasal 3) menyebutkan bahwa perlindungan anak yang hidup di jalan bertujuan untuk mengentaskan anak dari kehidupan di jalan, menjamin pemenuhan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta memberikan perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Pemenuhan Hak anak yang hidup di jalan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat pada umumnya, dunia usaha, serta lembaga-lembaga yang secara khusus aktif di dalam pemenuhan hak-hak anak. Fokus utama pemenuhan hak anak di dalam Peraturan Daerah seperti yang diamanatkan dalam Perda no 6 tahun 2011 tentang perlindungan anak yang hidup di jalan (Pasal 15) meliputi: a. Hak identitas b. Hak atas pengasuhan c. Hak atas kebutuhan dasar d. Hak kesehatan e. Hak pendidikan f. Hak untuk mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum. Di Kota Yogyakarta banyak terdapat anak anak jalanan yang bekerja dan mengadu nasib di jalanan. Antara lain, mereka berusaha mendapatkan uang dan sesuap nasi dengan berbagai kegiatan seperti pengamen, pedagang asongan (koran, makanan, minuman dan sebagainya). Hal tersebut mereka lakukan karena tidak ada pilihan lain

12 21 bagi mereka seperti layaknya anak-anak normal yang tiap hari hanya berkewajiban belajar atau sekolah yang serta mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orangtua. Oleh karena itu, Pemerintah khususnya Pemerintah Kota Yogyakarta untuk lebih peduli dan memperhatikan anak jalanan terpenting lagi memberikan perlindungan kepada mereka yang hidup di jalanan. Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 34 yakni Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang hidup di jalan sebagaimana disebutkan dalam Perda No. 6 tahun 2011 (Pasal 5) Pemerintah Kota Yogyakarta berwenang: a. Menyusun pedoman operasional standar pelayanan minimal bagi usaha-usaha pemenuhan hak-hak anak yang hidup di jalan b. Melaksanakan pelayanan pemenuhan hak-hak anak yang hidup di jalan c. Melakukan pengawasan terhadap usaha-usaha pemenuhan hakhak anak yang hidup di jalan d. Mengembangkan jejaring kerjasama antar lembaga pemerintah maupun dengan masyarakat dan swasta. B. Penelitian yang Relevan 1. Febrina Fonna (2012) dengan judul Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Pembinaan Anak Jalan Di Kota Makassar. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa Pemerintah Daerah menghadapi dilema yaitu berkewajiban melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disatu pihak, dipihak lain membutuhkan dana dan sumberdaya manusia yang fungsional dalam menangani masalah kesejahteraan sosial bagi anak jalanan. Terdapat beberapa faktor pendukung maupun faktor penghambat, kebijakan pemerintah daerah

13 22 seperti kebijakan tentang anak jalanan ini hendaknya harus mendapat apresiasi yang bagus dari masyarakat, karena ini juga merupakan langkah awal dari meminimalisirnya keberadaan anak jalanan yang seringkali meresahkan masyarakat. Misalnya saja dengan adanya masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam membina anak jalanan ini tentu akan membawa dampak positif. Namun, di lain pihak ada masyarakat juga yang tidak tahu aturan akan adanya sanksi atau denda jika mereka masih membiasakan memberikan uang kepada anak-anak jalanan tersebut. Adapun faktor dari orang tua dan/atau wali dari anak jalanan tersebut. Dukungan orang tua yang mendorong anaknya untuk tetap kembali ke jalan sangat besar pengaruhnya. Sebab, mayoritas para orang tua anak jalanan memiliki prinsip mengajar anak mereka hidup mandiri meski dengan cara meminta-minta di jalan. Kalau mereka sudah kehabisan modal/subsidi yang diberikan pemerintah, tentu akan kembali ke jalan lagi sebab mereka berpikir mencari uang di jalan lebih mudah dan hasilnya banyak. 2. Nanda Al Iradah, Chyntia Dewi A S, Windujati P, Fariz Afifah (2012) dengan judul Implementasi Perda No. 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Jalanan (Anjal) Di Kota Yogyakarta. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Implementasi Perda No. 6 Tahun 2011 sudah banyak memberikan efek positif dalam penanganan dan perlindungan anak jalanan, hal ini ditandai dengan adanya upaya-upaya dari pemerintah yang bekerja sama dengan Forum Komunikasi Pekerja

14 23 Sosial Masyarakat (FK PSM) dalam mewujudkan program-program pembinaan terhadap anak jalanan (anjal). Adapun manfaat positif dari adanya program tersebut serta perhatian dari pemerintah sangat berdampak pada berkurangnya prosentase anak jalanan (anjal) yang ada di Kota Yogyakarta karena mereka sudah kembali ke tengah keluarga mereka dan tentunya kembali bersekolah dengan difasilitasi pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Pemerintah Kota Yogyakarta yang dibantu Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FK PSM). Dalam penelitian ini peneliti hanya memfokuskan peran Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam menangani implementasi perda no 6 tahun Jadi dari kesimpulan-kesimpulan penelitian diatas, peneliti ingin melanjutkan penelitian mengenai anak jalanan yang difokuskan pada perda No 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan. Penelitian sebelumnya lebih Content Analysis dimana mengkaji serta mengevaluasi isi/konten Perda, sedangkan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang dilihat dari empat variabel, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Peneliti juga ingin lebih mengetahui implementasi perda tersebut dari berbagai stakeholders tidak hanya dari instansi pemerintahan seperti penelitian sebelumnya, karena dalam mengimplementasikan suatu peraturan diperlukan peran-peran stakeholders lainnya. Jadi dalam

15 24 penelitian ini, dalam mengetahui implementasi suatu kebijakan lebih mengembangkan peran dari stakeholders lainnya. C. Kerangka Berfikir Kerangka pemikiran penelitian ini dimulai dengan adanya permasalahanpermasalahan sosial mengenai anak jalanan. Masalah kemiskinan dan krisis ekonomi yang melanda menyebabkan anak untuk hidup di jalan. Akibat kondisi tersebut sebagian anak-anak yang terpaksa hidup di jalan cenderung rawan terjerumus dalam tindakan yang salah, seperti tindakan penyimpangan yang ringan sampai dengan yang harus berurusan dengan hukum. Lingkungan pergaulan yang bebas dan tidak adanya kontrol dari keluarga yang ketat adalah faktor penyebab anak jalanan terjerumus dalam kehidupan seks bebas dan prostitusi. Anak jalanan juga sering mengalami tindak kekerasan dari lingkungan, dari keluarga mereka sendiri bahkan terdapat orang tua yang membiarkan dan menyuruh anak untuk melakukan aktifitas ekonomi atau melakukan kegiatan meminta-minta di jalan atau ditempat umum, hal tersebut tentunya mengakibatkan anak menjadi tereksploitasi. Di Kota Yogyakarta, keberadaan anak jalanan umumnya tersebar di berbagai kantong atau zone tertentu, yakni tempat atau lokasi dimana anak jalanan melakukan kegiatan atau aktivitasnya termasuk bekerja. Aktivitas yang dilakukan anak-anak tidak saja di jalanan tanpa tujuan, tetapi juga mencakup kegiatan ekonomi, seperti mengamen, mengasong, mengemis, penyemir sepatu, pembersih motor/mobil, ojek payung, pekerja seks dan berkeliaran tak tentu. Aktivitas-aktivitas itu umumnya dilakukan ditempat-

16 25 tempat atau pusat-pusat keramaian. Misalnya perempatan jalan, terminal, stasiun kereta api, bioskop, mall/plaza, taman kota dan sebagainya. Permasalahan sosial anak jalanan ini perlu mendapat perhatian secara khusus dari pemerintah dan masyarakat karena anak harus mendapatkan perlindungan baik pendidikan, kesehatan, keamanan, bebas dari kekerasan dan ekspolitasi. Pemerintah Kota Yogyakarta sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan untuk menangani permasalahan sosial anak jalanan ini. Kebijakan tersebut dibuat dalam suatu Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang perlindungan anak yang hidup di jalan yang telah diimplementasikan kurang lebih satu tahun. Tugas dan wewenang pemerintah sesuai perda tersebut yaitu, melakukan koordinasi lintas lembaga pemerintah maupun dengan masyarakat dan swasta, memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang hidup di jalan, memberikan pelayanan pemenuhan hak-hak anak yang hidup dijalan dan memfasilitasi usaha-usaha penyelenggaraan pelayanan pemenuhan hak-hak anak yang hidup di jalan. Untuk mengetahui sejauh mana implementasi Peraturan Derah no 6 tahun 2011 tentang perlindungan anak yang hidup di jalan perlu dilakukan analisis secara mendalam yang mencakup proses komunikasi, kemampuan sumberdaya, proses disposisi dan kejelasan struktur birokrasi. Dengan alasan tersebut peneliti memutuskan untuk menggunakan teori George C. Edward, dikarenakan teori tersebut menyebutkan bahwa implementasi kebijakan

17 26 dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Dari proses implementasi kebijakan melalui empat indikator tersebut dapat diketahui apa saja hambatan dalam implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan. Edwards menyebutkan bahwa empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan (Budi Winarno, 2008:174). Sehingga dari pernyataan diatas peneliti menilai bahwa teori ini akan memudahkan peneliti dalam mengetahui bagaimana implementasi perda no 6 tahun 2011 tentang perlindungan anak yang hidup dijalan dengan melihat bagaimana proses komunikasi yang dilakukan, kemampuan sumberdaya, proses disposisi dan struktur birokrasi yang ada. Dari proses implementasi kebijakan melalui empat indikator tersebut dapat diketahui apa saja hambatan dalam implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan. Hambatan-hambatan tersebut seperti hambatan dalam upaya pencegahan, upaya penjangkuan, upaya pemenuhan hak dan upaya reintegrasi sosial. Sehingga dengan adanya hambatan-hambatan tersebut peneliti dapat mengetahui upaya-upaya apa saja yang akan dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut.

18 27 Kebijakan Implementasi Kebijakan Komunikasi Sumberdaya Disposisi Struktur Birokrasi Hambatan Implementasi Kebijakan Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan Gambar 1. Kerangka Pemikiran D. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana proses komunikasi dalam implementasi perda nomor 6 tahun 2011 tentang perlindungan anak yang hidup di jalan? 2. Bagaimana kemampuan sumberdaya dalam mengimplementasikan kebijakan tentang perlindungan anak jalanan?

19 28 3. Bagaimana proses disposisi dalam implementasi kebijakan tentang perlindungan anak jalanan? 4. Bagaimana kemampuan struktur birokrasi dalam mengimplementasikan kebijakan tentang perlindungan anak jalanan? 5. Apa hambatan pelaksanaan Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang perlindungan anak jalanan di kota Yogyakarta? 6. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan implementasi kebijakan tersebut?

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil

BAB II LANDASAN TEORI. yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil 12 BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum berjalan secara optimal, karena pemenuhan hak-hak anak seperti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum berjalan secara optimal, karena pemenuhan hak-hak anak seperti BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di Kota Yogyakarta belum berjalan secara optimal, karena pemenuhan hak-hak anak seperti yang diamatkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal dasar bagi pembangunan suatu negara, hal ini telah disadari oleh para pendiri bangsa indonesia dengan meletakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Istilah kebijakan publik merupakan hasil adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK YANG HIDUP DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi merosot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003:1) bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat BAB II KAJIAN TEORI Dalam bab ini, disajikan teori sebagai kerangka berpikir untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada bab sebelumnya. Teori merupakan salah satu konsep dasar penelitian sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Banyak kebijakan Pemerintah terutama dalam hal pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Teori merupakan salah satu hal yang paling mendasar yang harus dipahami ketika melakukan penelitian karena teori dapat menjadi acuan untuk menemukan dan merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, yang sekaligus merupakan tunas, potensi dan generasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian... 12

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian... 12 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah... 11 C. Tujuan Penelitian... 11 D. Manfaat Penelitian... 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu... 13 B. Tinjauan Mengenai Kebijakan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengaturan ini termuat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengaturan ini termuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengaturan ini termuat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni: a. Dye dalam Winarno (2012:20) mengatakankan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam.

BAB I PENDHULUAN. Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam. 1 BAB I PENDHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan di kota-kota besar di Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam. Padahal anak

Lebih terperinci

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi PENDAHULUAN enomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak

Lebih terperinci

IJPA-The Indonesian Journal of Public Administration Volume 3 Nomor 2 Desember 2017

IJPA-The Indonesian Journal of Public Administration Volume 3 Nomor 2 Desember 2017 PENGARUH KOMUNIKASI, SUMBER DAYA, DISPOSISI DAN STRUKTUR BIROKRASI TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH PADA SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN TAMBAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

Sri Yuliani FISIP UNS

Sri Yuliani FISIP UNS Sri Yuliani FISIP UNS Model Implementasi Implementasi kebijakan atau program pada dasarnya secara sengaja dilaksanakan untuk meraih kinerja yang tinggi, dimana selama proses itu berlangsung dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan

Lebih terperinci

Implementasi Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di SLB-B Kabupaten Wonosobo

Implementasi Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di SLB-B Kabupaten Wonosobo Implementasi Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di SLB-B Kabupaten Wonosobo Aga Fakhrur Rozi, Sri Suwitri Departemen Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mengakhiri penelitian ini maka diajukan kesimpulan dan saran-saran yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mengakhiri penelitian ini maka diajukan kesimpulan dan saran-saran yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Mengakhiri penelitian ini maka diajukan kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah, lembaga sosial masyarakat yang bersangkutan dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan,

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan, NAMA NIM : RISKI PUTRI AMALIA : D2A604045 JURUSAN : ADMINISTRASI PUBLIK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat Miskin) DI KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS. Kemiskinan dapat menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Implementasi Kebijakan Publik 2.1. 1. Pengertian Implementasi Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam Solihin Abdul Wahab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN, PENGEMIS, TUNA SUSILA DAN ANAK JALANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan, baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan Negara yang tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.Perkembangan pelayanan publik memang selalu aktual untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.Perkembangan pelayanan publik memang selalu aktual untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pelayanan Publik kini telah menjadi isu sentral dalam pembangunan di Indonesia.Perkembangan pelayanan publik memang selalu aktual untuk diperbincangkan. Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya posisi anak sebagai penerus bangsa sudah seharusnya diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adanya undang-undang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Tentang Kebijakan Publik II.1.1 Pengertian Kebijakan Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan (Islamy, 2003:16)

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai, BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai, contohnya adalah perubahan sosial budaya. Perubahan sosial dan kebudayaan yang mencolok berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Implementasi 1. Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah Serangkaian tindakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah IV. GAMBARAN UMUM A. Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN HARMONISASI PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN HARMONISASI PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN HARMONISASI PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DKI JAKARTA TAHUN 2007 1 HARMONISASI

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKAT TANAH (LARASITA) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SAMARINDA

ANALISIS PELAKSANAAN LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKAT TANAH (LARASITA) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SAMARINDA Jurnal Administrative Reform, Vol 5, No. 2, Juni 2017 (93-102) ISSN:2337-7542 ANALISIS PELAKSANAAN LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKAT TANAH (LARASITA) DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SAMARINDA Mohammad Eddy Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebanggaan bagi Kota Solo, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Solo. Hal ini karena

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tersebut yaitu mengenai Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tersebut yaitu mengenai Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang 53 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasannya. Hasil penelitian akan disajikan berdasarkan yang peneliti temukan di lapangan saat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota di segala bidang tidak hanya memberikan nuansa positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan hidup sehingga muncul fenomena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka a. Administrasi dan Administrasi Negara Administrasi secara etimologi berasal dari Bahasa Inggris yaitu administration atau to administear yang berarti mengelola

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Browne dan Wildavsky (Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa implementasi

BAB II LANDASAN TEORI. Browne dan Wildavsky (Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa implementasi 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Implementasi 2.1.1 Pengertian Impelementasi Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky (Usman, 2004:7) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia selalu mengiming-imingi pengentasan kemiskinan sebagai misi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia selalu mengiming-imingi pengentasan kemiskinan sebagai misi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang harus dihadapi dan tak dapat dihindari oleh pemerintah atau negara indonesia adalah kemiskinan, pemerintah belum mampu menghadapi dan menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik Secara umum, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) merupakan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) merupakan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) merupakan seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Yogyakarta. Oleh : Ayu Isrovani Pratiwi, Sundarso, Zainal Hidayat

Implementasi Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Yogyakarta. Oleh : Ayu Isrovani Pratiwi, Sundarso, Zainal Hidayat Implementasi Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Yogyakarta Oleh : Ayu Isrovani Pratiwi, Sundarso, Zainal Hidayat Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan fase dimana anak

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUT DAN RUJUKAN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk di kota besar di Indonesia saat ini cukup besar, sehingga terdapat berbagai masalah yang cukup besar pula. Di antaranya: masalah sosial,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.102,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN SOSIAL. Taman Anak Sejahtera. Pendirian. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah keluarga. Setiap

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL STUDI KASUS DI KECAMATAN KARANGPILANG SURABAYA SKRIPSI Oleh: Yos Pramadhi N.P.M : 10 141 100

Lebih terperinci

Mahasiswa Program S1 Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.

Mahasiswa Program S1 Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. ejournal Ilmu Pemerintahan, 2014, 2 (2): 2306-2318 ISSN 2338-3651, ejournal.ip.fisip.unmul.ac.id Copyright 2014 UPAYA DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM MELAKUKAN PEMBINAAN ANAK JALANAN DI KOTA SAMARINDA

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 57 / HUK / 2010 TENTANG PENDIRIAN TAMAN ANAK SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebab kebanyakan mereka ditemukan di kota-kota besar. Mereka banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebab kebanyakan mereka ditemukan di kota-kota besar. Mereka banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena anak jalanan sering diidentifikasi sebagai fenomena kota besar, sebab kebanyakan mereka ditemukan di kota-kota besar. Mereka banyak ditemukan di tempat-tempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA SUNGAI RAYA KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA SUNGAI RAYA KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA SUNGAI RAYA KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Abdul Harsin 1, Zulkarnaen 2, Endang Indri Listiani 3 ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Dalam perkembanganya, anak memerlukan lingkungan dan aktivitas pendukung guna menunjang proses belajarnya. Namun sangat disayangkan tidak semua anak mendapatkan

Lebih terperinci

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah II.1 Kerangka Teori Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gelandangan merupakan bagian dari fenomena dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah memberikan pengaruh terhadap kemajuan dari berbagai sisi termasuk kemajuan teknologi dan arus yang berkembang secara terus menerus dengan sangat

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang baru, Indonesia mengalami beberapa kenaikan harga seperti harga BBM yang naik dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan hasil survei oleh Badan Pusat Statistik (bps.go.id:

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan Suatu

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami pembangunan fisik dan ekonomi yang berjalan pesat, menjadi suatu kota metropolitan. Namun pada sisi lain, Jakarta juga terkena

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sebagai penerus bangsa merupakan salah satu komunitas yang harus diperhatikan dan dilindungi serta dijamin hak-haknya sebagai seorang anak. Berdasarkan data dari

Lebih terperinci