BAB II KAJIAN TEORETIS. Menurut Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati (dalam Nasrianti Burhan:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS. Menurut Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati (dalam Nasrianti Burhan:"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Kemampuan Pengertian Kemampuan Menurut Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati (dalam Nasrianti Burhan: 2001) mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Selanjutnya menurut Robbin, 2007 kemampuan berarti kapasitas seseorang individu unutk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (Ability)adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerrjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang. 2.2 Hakikat Memerankan Pengertian Memerankan Menurut Muhammad Noor (2010:54) bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada

2 umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Menurut Hafiz Muthoharoh, 2009 bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok yaitu: (1) Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di mana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, dan atau berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka, (2) Bermain peran (role playing) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu tempat dan/ atau waktu tertentu, dan (3) Sosiodrama (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatian kelompok. Selanjutnya menurut Eko Budi Santoso, 2011 bermain peran atau role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh

3 hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Jadi bermain peran atau role playing adalah sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Siswa dapat berperan sebagai dan perilaku seperti orang lain sesuai dengan skenario yang telah disusun gurunya. Dalam hal ini diharapkan siswa memperoleh inspirasi dan pengalaman baru yang dapat memeperngaruhi sikap siswa. Guru mengatur sedemikian sehingga cerita yang disusun cukup bagus dan dapat menarik perhatian siswa, sehingga semata-mata semua siswa dapat masuk didalamnya, ikut merasakan dan ikut mengalaminya. Dengan demikian siswa diharapkan dapat menyesuaikan diri dalam situasi seperti pada cerita tersebut, serta dapat mengembangkannya. 2.3 Langkah-Langkah Memerankan Menurut Eko Budi Santoso 2011 langkah-langkah memerankan yaitu sebagai berikut : 1. Persiapan 1) Menentukan permasalahan sebagai topik 2) Merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK) 3) Merumuskan langkah-langkah bermain peran 4) Menyiapkan cerita yang akan dimain perankan 5) Mengidentifikasi peran yang diperlukan, lokasi, pengamat, dan sebagainya. 2. Pelaksanaan

4 1) Pemanasan 2) memilih peserta 3) mengatur tempat main 4) mempersiapkan pengamat 5) memainkannya 6) diskusi dan evaluasi 7) memainkan kembali 8) diskusi dan evaluasi 9) mengemukakan pengalaman dan generalisasi Selanjutnya menurut Tika Hartika (2010:13) lanhkah-langkah memerankan yaitu: 1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa orang siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kegiatan belajar mengajar 3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 5 orang 4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai 5. Memanggil siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan 6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya sambil memerhatikan dan mengamati skenario yang sedang diperagakan 7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing peserta didik diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas 8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum

5 10. Evaluasi 11. Penutup. Jadi langkah-langkah memerankan yaitu: 1. Guru menyiapkan skenario dongeng atau cerita yang akan diperankan 2. Guru membagi siswa dalam kelompok untuk mempelajari tokoh-tokoh dalam dongeng tersebut 3. Guru memanggil siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan 4. Memberikan penguatan 5. Masing-masing kelompok memperhatikan dan mengamati skenario yang sedang diperagakan 6. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing peserta didik diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas 7. Siswa menyampaikan hasil kesimpulanya dengan bimbingan guru. 8. Salam penutup 2.3 Tujuan Memerankan Menurut Alisa Dikin, 2012 bermain peran digunakan dengan tujuan: 1. Agar menghayati kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat dalam realita kehidupan 2. Agar memahami sebab akibat suatu kejadian 3. Sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan tertentu 4. Sebagai alat mendiagnosa keadaan, kemampuan dan kebutuhan siswa 5. Pembentukan konsep diri (self concept)

6 6. Menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian dan keadaan 7. Menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peran budaya dalam kehidupan 8. Membantu siswa dalam menhklasifikasikan atau memperinci, memperinci, memperjelas pola berpikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam membuat atau mengambil keputusan menurut caranya sendiri. 9. Alat penghubung untuk membina struktur sosial dan sistem nilai lingkungannya. 10. Membina kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis analitis berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain. 11. Melatih siswa dalam mengendalikan dan memperbaharui perasaan, cara berpikirnya dan perbuatannya Memerankan baik untuk mengungkap: 1) Pertentangan antar pribadi (interpersonal conflicts) yaitu mengungakapkan perasaan orang-orang yang bertentangan dan menentukan cara-cara pemecahannya. 2) hubungan antar kelompok (intergroup relations) mengungkapkan masalah hubungan antarsuku, bangsa, kepercayaan, dan sebagainya 3) kemelut pribadi (individual dillemas) yaitu kemelut ini timbul bila seseorang terpaut antara dua nilai yang berbeda atau antara dua kepentingan yang berbeda dan para siswa sulit memecahkan persoalan

7 tersebut karena penilaian mereka masih mengutamakan dirinya sendiri (egosentris) 4) Masalah-masalah lampau atau sekarang yang mengandung problematika. Hal ini meliputi situasi yang kritis, pada waktu yang lampau atau sekarang dimana para pejabat dan pemimpin politik menghadapi berbagai permasalahan dan harus mengambil keputusan. 2.4 Manfaat Memerankan Menurut Alin Sadikin, 2011 manfaat bermain peran adalah sebagai berikut. 1. Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok 2. Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok 3. Memberi pengalaman bekerja sama dalam memecahkan masalah 4. Memberi siswa pengalamn mengemabangkan sikap dan keterampilan memecahkan masalah 2.5 Kelebihan Dan Kelemahan Memerankan Seperti halnya metode pembelajaran pada umumnya, metode bermain peran memiliki kelebihan disamping kelemahan-kelemahannya. Menurut Muhammad Noor (2010:54) kelebihan dan kelemahan metode bermain peran yaitu sebagai berikut: a. Kelebihan Memerankan 1) Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama 2) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh

8 3) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda 4) Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan 5) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak b. Kelemahan Memerankan 1) Sosiodrama dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang 2) Melakukan kreatifitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun siswa didik, dan ini tidak semua guru maupun siswa yang memilikinya 3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk melakukan suatu adegan tertentu 4) Apabila pelaksanaan metode bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai 5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode bermain peran. Selanjutnya menurut Santrock, 2012 kelebihan dan kekurangan bermain peran yaitu: a. Kelebihannya:

9 1) Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. 2) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia. 3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. 4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaikbaiknya. 5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. 6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain. b. Kekurangannya: 1) Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif. 2) Banyak memakan waktu. 3) Memerlukan tempat yang cukup luas. 4) Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan penonton/pengamat.

10 2.6 Hakikat Dongeng Pengertian Dongeng Mendongeng merupakan keterampilan berbahasa lisan yang menyenangkan. Mendongeng sangat penting bagi penumbuhkembangan keterampilan berbicara, bukan hanya sebagai keterampilan komunikasi, melainkan juga sebagai seni. Menurut Yudi Irawan (2010:1) mendongeng adalah menceritakan dongeng, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi (fiksi), terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh kepada pendengar. Selanjutnya menurut D.A Aditya (2010:38) dongeng adalah cerita khayalan atau cerita fantasi yang tidak masuk akal. Cerita yang disampaikan dalam dongeng merupakan cerita yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin terjadi. Dongeng termasuk jenis prosa lama. Jadi dongeng adalah cerita khayalan yang tidak benar-benar terjadi atau cerita fantasi yang tidak masuk akal. Menyampaikan dongeng yang menarik memang membutuhkan keterampilan khusus. Mulai dari cara menyampaikan cerita, kontrol volume dan intonasi suara, hingga menirukan suara maupun perilaku tiap-tiap karakter yang ada dalam cerita perlu diperhatikan. Dongeng dapat menjadi cara yang sangat efektif dalam berkomunikasi dan memasukan informasi pada pendengar selain itu juga dengan mendongeng dapat meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotor bagi. Tentu mendongeng sebelum tidur dan mendongeng di kelas jelas berbeda.

11 Memasukan informasi haruslah melalui suatu hal yang disenangi, pembelajaran yang menyenangkan akan memudahkan dalam menyerap informasi dan salah satunya yaitu dengan dongeng, pada fase ini, siswa mampu berimajinasi atau berfantasi berbagai hal. Mereka memainkan kursi sebagai mobil, kereta atau kuda, bermain peran dan lain-lain. Kemampuan anak yang berimajinasi ini perlu difasilitasi untuk meningkatkan daya imajinasinya yang kemudian akan mampu mengembangkan kognitif dan daya ingat. Dongeng biasanya menceritakan hal-hal yang fantastis dan tidak masuk akal serta berlatar belakang atau dunia binatang. Isi cerita dongeng biasanya mencerminkan kehidupan bermasyarakat disuatu daerah tertentu. 2.7 Jenis-Jenis Dongeng Menurut Suryati terdapat banyak jenis jenis dongeng. Secara umum dongeng dibedakan menjadi enam jenis, yaitu: 1. Dongeng Fabel Cerita fabel atau cerita binatang adalah cerita yang tokoh-tokohnya adalah binatang-binatang. Dalam cerita fabel, binatang-binatang tersebut memiliki sifat dan perilaku seperti manusia, misalnya bersifat baik, rendah hati, bisa tertawa, bisa menangis, dan mampu berkata-kata. 2. Dongeng Biasa Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang. Misalnya dongeng Ande- Ande Lumut, Joko Kendil, Joko Tarub, Sang Kuriang, serta Bawang Putih dan Bawang Merah

12 3. Dongeng Legenda Dongeng legenda yaitu dongeng yang mengisahkan tentang terjadinya nama, antara lain : nama tempat, gunung, danau atau sungai. Dongeng yang berasal dari legenda dapat diadopsi dan disesuaikan dengan karakteristik anak. 4. Dongeng Mithe atau Mitos Mitos adalah cerita yang menceritakan tentang dewa-dewa, mahluk halus, dan hal-hal lain yang bersifat gaib yang berkaitan dengan kepercyaan masyarakat tempat cerita tersebut tumbuh dan berkembang. Menurut Dendy Sugono (2007:128) mitos bermula dari pemikiran manusia yang tidak mau menerima begitu saja semua fenomena alam yang ditangkap dengan akal dan panca indranya. Karena dorongan naluri yang amat kuat, pikiran manusia itu ingin mencari sesuatu yang dianggap lebih konkret daripada kenyataan duniawi. Namun, dalam usaha menemukan yang lebih nyata dan lebih kekal itu, seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu cenderung membayangkan sesuatu dengan dunia angannya sendiri. Dongeng mithe biasanya berkenaan dengan dongeng dongeng aneh, tentang mahluk mahluk halus, seperti jin, setan, siluman, roh halus dan sejenisnya yang tidak ada di alam nyata dan tidak dapat dijangkau oleh logika. 5. Dongeng Hikayat

13 Dongeng hikayat yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah. Kadang kadang didongengkan secara berlebihan, sehingga tidak masuk akal. 6. Dongeng Lelucon Dongeng lelucon adalah dongeng yang menceritakan tentang kelucuan seorang tokoh, sehingga mengundang tawa pada para pembaca atau pendengar. Selanjutnya Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson 2013, dongeng dikelompokkan dalam lima golongan besar, yaitu: 1. Dongeng Jenaka atau dongeng humor Dongeng ini menceritakan tentang kehidupan orang-orang yang karena kepandaian, kejenakaan atau sering mengalami suka-duka bahkan kerugian dalam hidup mereka. Dengan ini memberi tamzil bagi kehidupan manusia untuk selalu berhati-hati dan arif dalm kehidupan agar tidak mendapat kesusahan. Contoh- contoh cerita ini: pak pandir, pak Belalang, Lebai malang, dan lain-lain. Dari pengaruh sastra asing (Arab), misalnya cerita Abu Nawas (tokoh yang berpurah- purah bodoh, tapi dengan akalnya yang cerdik selalu membela orang yang lemah). 2. Dongeng Peri Dongeng yang melukiskan tentang kehidupan makhluk-makhluk halus, peri, dan semacamnya. Dalam bahasa Inggris dongeng-dongeng makhluk halus dan peri ini disebut fair tale, untrue story, dan tale abaout

14 fairies. Dalam sastra Indonesia cerita-cerita ini misalnya dongeng Kuntilanak, Harimau Jadian, dan lain-lain. 3. Dongeng Alam (Asal mula sesuatu) Sebuah cerita fantasi mengenai kejadian-kejadian alam seperti terjadinya gempa bumi, gerhana bulan, gunung meletus, dan lain-lain. Dongeng ini muncul dalam kebudayaan primitif tatkala manusia masih terbatas dan sederhana cara berpikirnya. Pemikiran orang-orang primitif ini kerapkali dipengaruhi oleh emosi manakalah penalaran mereka kurang dapat memecahkan gejala-gejala alam. Terjadinya gempa bumi, gunung meletus, gerhan bulan, badai topan, dan sebagainya menurut pemikiran mereka karena di balik alam semesta ini ada semacam kekuata gaib (supernatural) yang mahadasyat, dan dapat juga menolong manusia, sehingga untuk memperoleh keselamatan dari kekuatan gaib untuk mereka mempercayainya, menghormati dan memuja kekuatan gaib yang ada di dalam gejala-gejala alam itu. Hal ini dilakukan lewat tradisi religi dan upacara-upacaranya, dan diekspresikan juga dalam dongeng alam dan juga dongeng peri (makhlukmakhluk halus). Contohnya dongeng Gerhana Bulan, Gempa Bumi dan lain-lain. 4. Parabel Dongeng atau cerita khayal yang mengandung ajaran putra dan bersifat didaktik. Parabel ini berasal dari istilah dalam bahasa Inggris

15 parable story designed to teach amoral lesson. Maka ditinjau dari fungsi didaktiknya cerita-cerita burung bayam, 1001 malam, hikayat Lukman Hakim, Kancil yang cerdik, dan lain-lain yang tergolong parabel. 5. Sage Istilah sage di dalam kamus Rider s Dictionary disebut saga (old story of hersic deeds-cerita lama tentang perbuatan kepahlawanan). Peristiwa-peristiwa kepahlawanan itu bagian dari sejarah. sage juga sebagai dongeng yang mengandung sedikit unsur-unsur sejarah didalamnya dan dihiasi dengan kesaktian dan keajaiban. Jadi sage merupakan cerita khayal yang mengandung unsur sejarah. 6. Dongeng berumus Dongeng berumus adalah dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng ini terbagi menjadi tiga, yaitu dongeng bertimbun banyak (cumulative tales), dongeng untuk mempermainkan orang (catch tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales). 2.8 Manfaat dongeng Menurut Rahayu Nur Abdilah (2007) ada lima manfaat dongeng yaitu: 1. Merangsang kekuatan berpikir Semua dongeng memiliki alur yang baik, yang membawa pesan moral, berisi tentang harapan, cinta dan cita-cita. Sehingga anak-anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. 2. Sebagai media yang efektif

16 Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan berbagai nilai, etika pada anak bahkan untuk memenuhi rasa empati. Misalnya nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan dan kerja keras. 3. Merangsang kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian Saat mendongeng, bakat akrobatik suara sangat berguna. Bagaimana menirukan suara orang tua yang lemah dan gemetar, suara tokoh yang disegani, suara hewan dan sebagainya. Berusaha menghidupkan kata-kata yang dipilih si pengarang dengan dengan sangat cermat. Kata-kata bisa jadi sangat mengagumkan jika diuacapkan dengan intonasi dan ekspresi yang berbeda. Hal ini akan pendengarang anak terhadap nuansa bunyi-bunyian. 4. Menumbuhkan minat baca Dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku yang kerap didengarkan, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku-buku pengetahuan, sains, agama dan lain sebagainya. Afsandiyar 2007 (dalam rahayu nur abdilah) mengatakan tanpa disadari orang tua (khususnya ibu) yang sering dibacakan atau bercerita pada anakanaknya sejak kecil, ternyata mampu menciptakan anak-anak yang mencintai buku dan gemar membaca ketika sudah besar. 5. Menumbuhkan rasa empati Orang tua tentunya ingin anak-anaknya memiliki banyak pengetahuan yang berguna agar bisa memahami dan mempunyai rasa empati terhadap

17 orang lain. Tokoh-tokoh yang di dalam cerita atau yang disampaikan pendongeng akan terasa hidup. Anak akan terbiasa dan mampu membedakan tokoh yang satu dengan yang lain. Bahkan, anak akan menjadi tokoh yang baik menjadi idolanya. Sebuah cerita yang mampu membangkitkan emosi dan contoh teladan kehidupan apabila tersamapaikan dengan tepat dan benar akan berdampak besar pada proses perkembangannya. Hal ini dapat diperkuat padabila cerita yang disajikan sama persis dengan cara anak-anak tersebut menyerap sesuatu yaitu melalui pendekatan visual (gambar), auditorial (suara) dan kinestetikal (gerak). Selanjutnya menurut Godam, 2010 ada beberapa Manfaat dari Dongeng yaitu: 1. Mengajarkan nilai moral yang baik Dengan memilih dongeng yang isi ceritanya bagus, maka akan tertanam nilai-nilai moral yang baik. Setelah mendongeng sebaiknya pendongeng menjelaskan mana yang baik yang patut ditiru dan mana-mana saja yang buruk dan tidak perlu ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai tindak kenakalan dapat dikurangi dari menanamkan perilaku dan sifat yang baik dari mencontoh karakter ataupun sifat-sifat perilaku di dalam cerita dongeng. Mendongeng mungkin memiliki efek yang lebih baik daripada mengatur anak dengan cara kekerasan (memukul, mencubit, menjewer, membentak, dan lain-lain) 2. Mengembangkan Daya Imajinasi

18 Sayang sekali saat ini jarang sekali kaset tape atau cd audio dongeng maupun cerita suara yang dijual di toko kaset dan cd. Atau mungkin sudah tidak ada sama sekali. Padahal cerita-cerita dalam bentuk suara dapat membuat anak berimajinasi membayangkan bagaimana jalan cerita dan karakternya. Anak-anak akan terbiasa berimajinasi untuk memvisualkan sesuatu di dalam pikiran untuk menjabarkan atau menyelesaikan suatu permasalahan. 3. Menambah Wawasan Anak-anak yang terbiasa mendengar dongeng dari pendongengnya biasanya akan bertambah perbendaharaan kata, ungkapan, watak orang, sejarah, sifat baik, sifat buruk, teknik bercerita, dan lain sebagainya. Berbagai materi pelajaran sekolah pun bisa kita masukkan pelan-pelan di dalam cerita dongeng untuk membantu buah hati kita memahami pelajaran yang diberikan di sekolah. 4. Meningkatkan Kreativitas Kreatifitas bisa berkembang dalam berbagai bidang jika dongeng yang disampaikan dibuat sedemikian rupa menjadi berbobot. Kita pun sah-sah saja apabila ingin menambahkan isi cerita selama tidak merusak jalan cerita sehingga menjadi aneh tidak menarik lagi. 5. Mendekatkan Anak Dengan Orangtua Terjadinya interaksi tanya jawab antara anak dengan orangtua secara tidak langsung akan mempererat tali kasih sayang. Selain itu tertawa bersama-sama juga dapat mendkatkan hubungan emosional antar anggota

19 keluarga. Apabila sering dilakukan maka bisa menghilangkan hubungan yang kaku antara anak dengan orangtua yang mendongengkan. 6. Menghilangkan Ketegangan / Stress Jika anak sudah hobi mendengarkan cerita dongeng, maka anak-anak akan merasa senang dan bahagia jika mendengar dongeng. Dengan perasaan senang dan mungkin diiringin dengan canda tawa, maka berbagai rasa tegang, mud yang buruk dan rasa-rasa negatif lain bisa menghilang dengan sendirinya. 2.9 Syarat-syarat Mendongeng Menurut Yudi Irawan (2010:4) sarana yang digunakan mendongeng, syaratsyarat yang perlu diperhatikan yaitu: A. Syarat Fisik a) Pendongeng harus mampu menggunkan penghasil suara secara lentur sehingga dapat menghasilkan suara yang bervariasi, sama halnya dengan dalang, yaitu harus mampu menyuarakan peran apa pun dan adegan apa pun. b) Pendongeng harus mampu menggunakan penglihatan secara lincah dan lentur sesuai dengan keperluan. Jika mendongeng di hadapan pendengar harus menggunakan mata untuk kepentingan ganda, yaitu mata digunakan untuk memperkuat mimik dan mata juga sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan pendengar. Jika akan mendongeng dengan membaca naskah, pendongeng harus mempelajari terlebih dahulu mempelajari naskah dongeng. Untuk keperluan itu, pemanfaatan mata secara lincah berarti

20 penggunaan mata dengan gerak yang cepat untuk menangkap maksud naskah dongeng secara utuh. B. Syarat Mental/Rohani dan Daya Pikir a) Pendongeng harus bersikap mental serius, sabar dan lapang dada, disiplin, taat beribadah, berakhlakul kharimah dan senang berkesenian. Semua sikap mental tersebut sangat diperlukan oleh pendongeng, karena mendongeng memerlukan pemahaman yang sangat mendalam. Pemahaman dan penghayatan dilakukan dengan penuh keseriusan, kesabaran, dan kedisiplinan. Pendongeng harus berlapang dada karena mungkin menerima kritik dari pendengar atau dari pihak lain. Tanpa sikap mental berlapang dada, tidak akan menjadi pendongeng yang dari waktu kewaktu akan meningkat kemampuannya. c) Dengan kehendaknyatanpa memperhatikan ide dasar (naskah) dongeng. Ide dasar (naskah) dongeng itu tidak selalu disampaikan secara eksplisit. Di sinilah dituntut secara cerdas mampu menangkapnya. Dengan kecerdasannya, juru wicara dapat mengelompokkan kata, frasa dan kalimat sehingga ide (naskah) dongeng secara utuh benar-benar dikuasainya dengan baik. Kreativitas diperlukan ketika mendongeng dan harus mampu secara kreatif mendongang sehinnga menarik. Jika membacakan naskah dongeng, kadang-kadang harus menambah kata-kata tertentu, tetapi kadang sebaliknya atau mungkin menggantinya yang lebih tepat. Malahan pada saat berlangsung pembacaan naskah, kadang perlu melakukan improfisasi yang menambah lebih tepat dan indahnya naskah yang dibacakannya.

21 d) Pendongeng harus berpengetahuan umum luas dan berketerampilan bahasa (Indonesia). Pengetahuan umum sangat bermanfaat bagi pendongeng. Dengan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hal ini sangat diperlukan oleh pendongeng. Rasa percaya diri dapat memanfaatkan mental pendongeng. Tambahan lagi, dengan pengetahuan umum yang luas itu pula dapat memberikan kritik terhadap kekurangan atau kesalahan yang mungkin terdapat di dalam naskah. Sementara itu, keterampilan berbahasa sangat diperlukan karena dalam pelaksaan tugasnya pendongeng berurusan dengan keterampilan berbahasa, sekurang-kurangnya tiga keterampilan berbahasa, yakni menyimak, membaca, dan berbicara. Dua keterampilan yang sangat domain ialah membaca dan berbicara. Keterampilan membaca diperlukan ketika harus mampu menggunakan lafal dan intonasi yang benar dan indah. Benar berarti sesuai dengan kaidah, sedangkan indah berarti memperdengarkan nilai menyentuh aspek keindahan di telinga dan juga pada imajinasi. Keterampilan berbica juga diperlukan ketika harus melakukan dialog sebab di dalam ada dialog antara pemeran yang satu dan pemeran yang lain. Hal lain yang demikian terdapt di dalam dongeng, baik yang disajikan dengan membacakan naskah. Jika mendongeng dengan membacakan naskah dongeng, dituntut mampu membaca dengan gaya berbicara. Dengan kata lain, ketika membacakan naskah tersebut sesungguhnya berbicara atau meskipun membaca, sesungguhnya itu berbicara. Berkenaan dengan itu, harus mampu

22 mempunyai pengetahuan yang memadai tentang kaidah bahasa yang mencakupi kaidah fonologis (lafal dan ejaan), morfologis (bentuk kata:dasar dan keturunan), sintaksis (frasa, klausa dan kalimat) dan kewacanaan (lisan) Langkah-langkah Mendongeng Menurut Yudi Irawan (2010:25) Berikut ini langkah-langkah dalam mendongeng, yaitu: 1. Menguasai dongeng secara utuh 2. Berdiri pada posisi yang strategis dan variasikan sesuai dengan alur dongeng. 3. Berkonsentarasi sebelum memulai 4. Menkondisikan pendengar untuk siap mendengarkannya 5. Mulai mendongeng dengan cara yang benar dan indah. 6. Melanjutkan dongeng sesuai dengan alur dan berimprovisasi secar kreatif dengan penghayatan (gunakan warna suara yang bervariasi sesuai dengan watak dan kondisi emosi tokoh dongeng dan tampilkan dengan akting yang benar dan indah) 7. Mengakhiri dongeng dengan cara yang benar dan indah.

KEMAMPUAN SISWA MEMERANKAN ISI DONGENG DI KELAS II SDN 6 BULANG SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO. Normala Is. Abd.Rahman. (Mahasiswa jurusan S1 PGSD)

KEMAMPUAN SISWA MEMERANKAN ISI DONGENG DI KELAS II SDN 6 BULANG SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO. Normala Is. Abd.Rahman. (Mahasiswa jurusan S1 PGSD) 1 KEMAMPUAN SISWA MEMERANKAN ISI DONGENG DI KELAS II SDN 6 BULANG SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO Normala Is. Abd.Rahman (Mahasiswa jurusan S1 PGSD) UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO ABSTRAK Permasalahan dalam

Lebih terperinci

Monolog/Dongeng PERTEMUAN KE-5. > Berbicara dalam kegiatan monolog/dongeng - Konsep monolog/dongeng - Persiapan monolog/dongeng

Monolog/Dongeng PERTEMUAN KE-5. > Berbicara dalam kegiatan monolog/dongeng - Konsep monolog/dongeng - Persiapan monolog/dongeng Monolog/Dongeng PERTEMUAN KE-5 > Berbicara dalam kegiatan monolog/dongeng - Konsep monolog/dongeng - Persiapan monolog/dongeng Definisi Dongeng Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG 2.1 Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah karya seni yang diciptakan tidak lepas dari emosional, tekanan psikologis, kepribadian, bahkan dari pengalaman seseorang yang menciptakan karya seni tersebut. Tekanan-tekanan

Lebih terperinci

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Tri Wahyono Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak Penulisan makalah ini bertujuan untuk 1) mengetahui apakah menyimak cerita

Lebih terperinci

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI* Hartono Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY e-mail: hartono-fbs@uny.ac.id Pemilihan metode pengenalan bahasa untuk anak usia dini perlu memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat untuk melakukan komunikasi dan bekerja sama dengan orang lain serta alat untuk mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki peranan didalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu cerita bohong, cerita bualan, cerita khayalan, atau cerita mengada-ada

BAB II LANDASAN TEORI. suatu cerita bohong, cerita bualan, cerita khayalan, atau cerita mengada-ada 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Dongeng Menurut Priyono (2006 : 9) dongeng sering diidentikan sebagai suatu cerita bohong, cerita bualan, cerita khayalan, atau cerita mengada-ada yang menganggap

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat penting. Kualitas kinerja atau mutu guru dapat mempengaruhi proses pembelajaran dan mutu pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya dibenahi. Salah satunya yaitu pembaharuan sistem kurikulum guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tulisan. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Supaya perubahan pada peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa

MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa Keith Johnstone (1999) menjelaskan bahwa mendongeng atau bercerita (storytelling) merupakan produk seni budaya kuno. Hampir semua suku bangsa di dunia memiliki tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sasaran pendidikan adalah manusia, pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan ilmu dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bercerita memang mengasyikkan untuk semua orang. Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter seseorang terutama anak kecil. Bercerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan enam tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA R. ArnisFahmiasih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah kemampuan pembelajaran sastra dalam memerankan drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia mengarahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kreatif dan berbudaya adalah keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya pengalaman anak dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat dan Struktur Keilmuan PKn 1. Hakikat PKn Tentang hakikat PKn ada berbagai pandangan mengenai apa itu PKn. Pandangan-pandangan tersebut antara lain

Lebih terperinci

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI Nurmina 1*) 1 Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Almuslim, Bireuen *) Email: minabahasa1885@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin cum yang kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat pesat, sehingga sering disebut masa keemasan (Golden Age) dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan kisah yang disampaikan dengan cara bercerita. Dongeng biasanya disampaikan dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Hakim (2000: 14), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

Permasalahan Permasalahan minimnya minat membaca dan santun berbahasa pada siswa harus segera diselesaikan. Ketidaktertarikan siswa terhadap keterampi

Permasalahan Permasalahan minimnya minat membaca dan santun berbahasa pada siswa harus segera diselesaikan. Ketidaktertarikan siswa terhadap keterampi PENDIDIKAN KARAKTER SANTUN BERBAHASA MELALUI DONGENG ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Dholina Inang Pambudi, M.Pd, Rahayu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Cerita Rakyat Cerita rakyat merupakan bagian folklore, yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar 8 II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar ditaman kanak-kanak adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Kemampuan Kemampuan adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia yang merupakan bekal sangat pokok.kemampuan ini telah berkembang kebudayaan yang lebih tinggi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa mengalami perubahan yang bertujuan untuk mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai pengembangan kebijakan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita

BAB I PENDAHULUAN. budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki banyak cerita rakyat atau dongeng berbentuk fabel. Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 Hasil belajar adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. juga didefinisikan sebagai kesusastraan dari rakyat, yang penyebarannya

BAB II LANDASAN TEORI. juga didefinisikan sebagai kesusastraan dari rakyat, yang penyebarannya BAB II LANDASAN TEORI A. Cerita Rakyat 1. Pengertian Cerita Rakyat Pengertian cerita rakyat itu sendiri menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sastra cerita dari zaman dahulu yang hidup dikalangan rakyat

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Widiharto NIM : S200070130 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu gambaran untuk kemampuan yang ada pada diri seseorang. Kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan cerita dongeng. Dongeng merupakan bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang penuh khayalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

IL I MU A LAMIA I H H DA D SA S R Dewi Yuanita

IL I MU A LAMIA I H H DA D SA S R Dewi Yuanita ILMU ALAMIAH DASAR Dewi Yuanita Alam Pikiran Manusia dan Perkembangannya A. Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya ciptaan Tuhan yang paling sempurna manusia Apakah hanya manusia yang berhak memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam meniti karir misalnya, dapat juga ditentukan oleh terampil

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam meniti karir misalnya, dapat juga ditentukan oleh terampil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbicara merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting dimiliki dan dikuasai oleh seseorang. Bahkan keberhasilan seseorang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENINGKATAN PEMBELAJARAN APRESIASI DONGENG DENGAN MEDIA VISUAL MANIPULATIF BONEKA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 1 GATAK, SUKOHARJO Tahun Ajar 2009 / 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sepanjang hayat yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, berkepribadian mandiri dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan. Peran dan kesadaran yang dimiliki orang tua untuk menempatkan anak-anak mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa yang dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri,

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat terpenting yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia akan dapat mengungkapkan segala pemikirannya. Selain itu,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN 2010-2011 Jenep Hanapiah Suwadi Abstrak: Salah satu tujuan Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri perfilman di Indonesia mempunyai sisi kemajuan yang sangat pesat. Saat ini dunia perfilman di Indonesia sudah mampu menunjukkan keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran secara umum. Dalam pengajaran satra peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hesti Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hesti Pratiwi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa verbal atau lisan, baik dalam menyampaikan atau menerima informasi. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Interaksi tersebut selalu didukung oleh alat komunikasi vital yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN

A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN Pendidikan karakter di Indonesia sedang marak dibicarakan dan menjadi sebuah tanggung jawab kita semua. Pendidikan di Indonesia saat ini sedang dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta yang mengungkapkan pribadi manusia berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang

Lebih terperinci

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Keterangan Kelas 1 1. Mendengarkan Mampu mendengarkan dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan dengan baik dan benar pada anak didik kita. Semua pelajaran tentunya

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan dengan baik dan benar pada anak didik kita. Semua pelajaran tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bagian penting untuk ditanamkan dan diajarkan dengan baik dan benar pada anak didik kita. Semua pelajaran tentunya tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum adalah program kegiatan yang terencana disusun guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu kurikulum yang pernah berjalan di

Lebih terperinci

BAB V MODEL PEMBELARAN DAN RANCANGANNYA. 5.1 Model Pembelajaran Novel Laskar Pelangi melalui Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMP

BAB V MODEL PEMBELARAN DAN RANCANGANNYA. 5.1 Model Pembelajaran Novel Laskar Pelangi melalui Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMP 207 BAB V MODEL PEMBELARAN DAN RANCANGANNYA 5.1 Model Pembelajaran Novel Laskar Pelangi melalui Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMP Dalam pelaksanaan pembelajaran novel yang digunakan sebagai materi pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan lingkungannya. Dari proses belajar mengajar itu akan diperoleh suatu hasil, yang pada

I. PENDAHULUAN. dengan lingkungannya. Dari proses belajar mengajar itu akan diperoleh suatu hasil, yang pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.

Lebih terperinci

ANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN

ANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN ANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN 1. Pesat tapi tidak merata. - Otot besar mendahului otot kecil. - Atur ruangan. - Koordinasi mata dengan tangan belum sempurna. - Belum dapat mengerjakan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Hal ini tercermin dalam undang-undang nomor 20

Lebih terperinci