BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang mengalami pertumbuhan paling cepat di dunia. Hal ini dikarenakan semakin menurunnya berbagai sumber energi alternatif lain seperti gas alam dan minyak bumi. Dengan demikian berbagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan perlahan-lahan mulai mencari cara untuk memaksimalkan produksi batubara, tidak terkecuali perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh International Energy Agency pada tahun 2012, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara penghasil batubara terbesar di dunia yang banyak tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Jumlah yang sangat melimpah di kedua pulau tersebut harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Namun dalam kenyataannya sebagian besar perusahaan tambang di Indonesia dalam melakukan eksploitasi lapangan batubara hanya melakukan survey tinjau saja dan langsung melakukan proses penambangan. Dengan demikian prospek batubara tidak dapat diketahui secara rinci. Oleh karena itu diperlukan perhitungan cadangan volume batubara yang akurat sebelum melakukan eksploitasi. Untuk melakukan perhitungan volume cadangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan metode cut and fill ataupun cross section. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Perhitungan volume dengan cut and fill menggunakan prisma segitiga. Prisma segitiga tersebut terbentuk dari hasil penggabungan TIN permukaan atas dan bawah. Untuk mendapatkan volume tiap lapisan, volume masing-masing prisma segitiga yang telah terbentuk dihitung dan dijumlahkan. Selain dengan metode cut and fill, volume cadangan batubara dapat juga dihitung menggunakan metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes. Dengan metode ini dibutuhkan beberapa penampang untuk tiap lapisan batubara yang selanjutnya dikalikan dengan jarak tiap penampang tersebut. Dasar pertimbangan penggunaan metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes adalah karena data titik bor yang tersedia relatif 1

2 2 sedikit dan untuk endapan batubara yang memiliki tingkat homogenitas yang tinggi. Metode ini juga mudah dilaksanakan, dimengerti dan dengan keyakinan yang tinggi. Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam memperhitungkan volume sumberdaya batubara, semakin banyak perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan. Salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan adalah Surpac. Surpac dapat memodelkan cross section dengan pedoman rule of gradual changes hingga menampilkan luasan-luasan tiap penampang yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan volume. Proyek ini mengkaji tahapan dan hitungan volume sumber daya batubara menggunakan metode cross section dan dilakukan komparasi hasilnya dengan metode cut and fill. I.2. Cakupan Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka cakupan penyusunan proyek ini adalah : 1. Perhitungan volume dilakukan menggunakan perangkat lunak Surpac. 2. Area yang dikaji adalah daerah Kuasa Pertambangan PT. Panca Gemilang Semesta, Dusun Hilir, Barito, Kalimantan Tengah. 3. Tipe cross section yang digunakan adalah penampang tegak (vertical cross). 4. Penampang melintang dibentuk dari data kontur struktur dan data kontur topografi dengan jarak antar penampang 10 meter dan 25 meter. I.3. Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Mengaplikasikan metode cross section untuk menghitung volume sumberdaya batubara 2. Membandingkan hasil hitungan volume sumber daya batubara antara metode cross section dengan metode cut and fill. I.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang cara perhitungan volume sumber daya batubara dengan metode cross section dan memberi

3 3 gambaran akurasi perhitungan volume metode cross section dibandingkan dengan metode cut and fill. I.5. Landasan Teori I.5.1. Batubara Batubara adalah batuan sedimen yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses litifikasi untuk membentuk lapisan batubara dan telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis (BSN 1998). Umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon yaitu sekitar juta tahun yang lalu. Pada zaman tersebut terbentuk batubara di belahan bumi utara seperti Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda yaitu terbentuk pada zaman tersier. Batubara tertua yang ada di Indonesia berumur Eosen (40 60 juta tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2 15 juta tahun yang lalu). Batubara mengandung unsur - unsur karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai unsur utama serta belerang dan nitrogen sebagai unsur tambahan. Di samping itu terdapat zat lain sebagai penyusunnya, yaitu senyawa anorganik pembentuk ash dan tersebar sebagai partikel - partikel zat mineral di seluruh senyawa batubara (Cahyani 2010). Cadangan batubara di Indonesia tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kualitas batubara yang bagus adalah batubara dengan nilai calorie value yang tinggi, nilai abu yang rendah, kadar sulfur yang rendah, dan kelembaban yang rendah. I.5.2. Pengertian Sumber Daya dan Cadangan Batubara Sumberdaya (Resource) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan dan dapat meningkat menjadi cadangan apabila telah dilakukan uji kelayakan. Cadangan (Reserve) adalah bagian dari sumberdaya yang telah diteliti dan dikaji kelayakannya dan telah dinyatakan layak serta dapat ditambang berdasarkan kondisi ekonomi dan teknologi pada saat itu. Terdapat empat pengertian cadangan yang digunakan di dunia pertambangan, yaitu (BSN 1998):

4 4 1. Cadangan di Tempat (In Place Reserve) Cadangan di tempat adalah jumlah batubara yang terdapat di bawah permukaan yang telah dihitung dan memenuhi persyaratan ekonomi pertambangan dalam kondisi tertentu. Secara teknis, cadangan di tempat tidak seluruhnya dapat ditambang karena bergantung pada teknologi yang tersedia pada saat itu. 2. Cadangan dapat ditambang (Mineable Reserve) Cadangan dapat ditambang adalah bagian dari cadangan di tempat (in place reserve) yang diharapkan akan dapat ditambang dengan teknologi saat ini dan sesuai kondisi ekonomi saat ini. 3. Cadangan telah ditambang (Recoverable Reserve) Cadangan telah ditambang adalah cadangan yang berasal dari (Mineable Reserve) yang telah ditambang atau terambil atas dasar biaya dan kondisi ekonomi yang telah ditetapkan. 4. Cadangan dapat dijual (Saleable Reserve) Cadangan dapat dijual adalah cadangan yang berasal dari (Recoverable Reserve) yang akan dijual langsung atau dilakukan pengolahan terlebih dahulu dengan pertimbangan kualitas batubara dan permintaan pasar, apabila kualitas batubara sesuai permintaan pasar tanpa harus dilakukan pencucian atau blending maka batubara dapat langsung dijual, namun apabila batubara terlalu banyak pengotor sehingga kualitas batubara tidak sesuai dengan permintaan pasar maka harus dilakukan pencucian dan blending sehingga kualitas batubara sesuai dengan permintaan konsumen. I.5.3. Seam Lapisan batubara yang berada di bawah permukaan tanah disebut seam. Seam terdiri dari beberapa lapisan yang berupa suatu tebalan dengan sekat tanah (interburden) sebagai pembatas tiap lapisan. Lingkungan pengendapan batubara merupakan salah satu kendali utama yang mempengaruhi pola sebaran, ketebalan, kemenerusan, kondisi roof dan floor, dan kandungan sulfur pada lapisan batubara (Horne dkk. 1978). Melalui model pengendapan juga dapat ditentukan lapisan

5 5 batubara ekonomis yang ditandai oleh sebarannya yang luas, tebal, serta kandungan abu dan sulfur rendah. Artinya, ada hubungan genetik antara geometri lapisan batubara dan lingkungan pengendapannya (Rahmani & Flores 1984) yang dicerminkan oleh proses-proses geologi, yaitu: 1. Proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan pembentukan batubara, meliputi perbedaan kecepatan sedimentasi dan bentuk morfologi dasar pada cekungan, pola struktur yang sudah terbentuk sebelumnya, dan kondisi lingkungan saat batubara terbentuk. 2. Proses geologi yang berlangsung setelah lapisan batubara terbentuk, meliputi adanya sesar, erosi oleh proses - proses yang terjadi di permukaan, atau terobosan batuan beku (intrusi). Lapisan batubara sering kali terdiri dari beberapa seam yang saling menumpuk dan disebut multiseam dan lapisan tunggal disebut dengan single seam. Menurut waktu geologi lapisan yang paling muda adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas. Gambar I.1. Seam batubara ( I.5.4. Roof dan Floor Sebuah lapisan (seam) batubara dilapisi oleh dua permukaan yang terdapat pada permukaan atas (roof) dan permukaan bawah (floor) seam tersebut serta dibatasi oleh batubara dan lapisan pengotornya (parting). Roof adalah struktur penampang permukaan atas dari suatu jenis deposit tambang, sedangkan floor adalah struktur penampang permukaan bawah dari suatu deposit tambang. Suatu roof dan floor yang hanya dibatasi oleh batubara dan parting-nya disebut sebagai satu seam (Andaru 2010).

6 6 I.5.5. Stripping Ratio Stripping ratio adalah rasio antara volume pengotor (parting) dengan tonnage batubara yang akan menentukan layak atau tidaknya sebuah lokasi untuk dilakukan proses pertambangan (Diputra 2013). Dengan kata lain, nilai stripping ratio yang akan menentukan seberapa banyaknya overburden yang harus dikupas untuk mendapatkan batubara. Semakin besar nilai stripping ratio suatu lapisan batubara, maka akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengeluarkan 1 ton batubara karena harus membuang lebih banyak overburden (Aritonang 2011). Untuk menghitung nilai stripping ratio suatu lapisan batubara dapat menggunakan rumus I.1 berikut ini. SR = Tonase batubara Volume OB dan/atau IB... (I.1) Dalam hal ini, SR = stripping ratio OB = overburden IB = interburden I.5.6. Pembuatan Model Struktur Batubara Jumlah atau besar cadangan batubara tidak dapat dihitung dengan hanya berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan karena masih berupa titik - titik koordinat dan data geologi. Titik - titik koordinat ini harus dibuat model struktur batubaranya dan juga model topografinya. Model struktur yang harus dibuat yaitu (Andaru 2010): 1. Model struktur permukaan topografi. Model ini didapatkan dari data survey yang berupa data x, y, dan z kemudian dibuat garis konturnya. Dari garis kontur ini kemudian dibuat model strukturnya. Model ini dapat berupa kontur digital, atau berupa digital terrain model. 2. Model struktur permukaan roof batubara. Model ini didapatkan dengan cara memasukkan nilai x, y dan z dari semua data roof batubara yang ada. Data roof ini diperoleh dengan cara melakukan pengeboran terlebih dahulu, kemudian untuk memastikan dengan benar nilai depth-nya dilakukan proses logging. Dari data pengeboran dan logging didapatkan nilai depth permukaan

7 7 atas batubara (roof), kemudian dikonversi menjadi data elevasi berdasarkan data topografi. Semakin banyak titik bor yang ada, maka semakin rapat dan semakin detail untuk pembentukan model struktur roof batubaranya. 3. Model struktur permukaan floor batubara. Model ini didapatkan dengan cara yang sama seperti pembentukan model struktur roof, hanya saja data yang dimasukkan adalah data x, y dan z dari semua data floor batubara yang ada. Dari data pengeboran diperoleh nilai depth permukaan bawah batubara (floor) yang kemudian dikonversi menjadi data elevasi berdasarkan data topografi. I.5.7. Lapisan Tanah Pengotor atau Penutup Lapisan tanah pengotor atau penutup dalam batubara terdiri dari lapisan penyisip dalam satu seam batubara (parting), lapisan penutup (overburden) dan lapisan pembatas antar-seam (interburden). Parting adalah bagian nonbatubara (pengotor) yang membagi atau menyisip di dalam satu seam batubara yang bisa saja berupa tanah, sandstone atau limestone. Overburden adalah lapisan tanah dan batuan yang ada di atas seam batubara sampai pada permukaan topografi. Interburden adalah lapisan tanah penutup yang ada di antara dua seam batubara (Andaru 2010). I.5.8. Dasar Perhitungan Sumber Daya Batubara Dalam perhitungan sumber daya batubara terdapat beberapa unsur pokok yang mempengaruhi kualitas hasil yang akan dicapai, yaitu pengambilan contoh, penentuan daerah pengaruh, interpretasi daerah pengaruh dan tebal semu dan tebal sebenarnya. I Pengambilan contoh. Pengambilan contoh merupakan proses pengambilan sejumlah kecil dari populasi batuan yang mewakili sifat fisik dan kimia tertentu. Tujuan dari pengambilan contoh adalah untuk mengetahui ada tidaknya endapan bahan tambang, bentuk, dan posisi endapan yang akan digunakan untuk perhitungan cadangan.

8 8 I Penentuan daerah pengaruh. Pedoman untuk daerah pengaruh dibagi menjadi dua antara lain: 1. Pedoman membagi dua garis tegak lurus dengan jarak yang sama antara dua titik terdekat. 2. Pedoman membagi dua sudut atau pedoman gravitasi. I Interpretasi daerah pengaruh. Interpretasi daerah pengaruh erat kaitannya dalam penentuan batas-batas daerah pengaruh. Berdasarkan obyeknya, interpretasi daerah pengaruh dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Interpretasi natural Interpretasi ini dilakukan terhadap kriteria geologi, teknologi dan ekonomi terhadap sesar vertikal yang terletak di antara dua lubang bor dengan ketebalannya masing-masing. Interpretasi yang dilakukan terhadap blok tersebut adalah menganggap bahwa masing-masing ketebalan akan sama sampai pada sesar vertikal tersebut. 2. Interpretasi empirik Interpretasi empirik mengacu pada hasil-hasil penelitian atau pengamatan sebelumnya dan dianggap sama dengan lokasi yang sedang diteliti. 3. Interpretasi analitis Interpretasi ini dilakukan dengan dua pedoman yaitu: a. Pedoman perubahan bertahap (rule of gradual change). Pedoman ini merupakan pedoman yang digunakan untuk menentukan batas-batas daerah pengaruh dalam penentuan luas penampang dengan cara menghubungkan titik terluar dari tiap penampang seperti yang dijelaskan pada Gambar I.2. Pedoman ini dapat diterapkan pada metode cross section, karena dalam perhitungannya lebar daerah pengaruh penampang tidak selalu dibuat dengan ukuran yang tetap.

9 9 Gambar.I.2. Metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes (Isaaks 1989) Dalam hal ini, P1 = Penampang pertama permukaan atas P1ˈ = Penampang pertama permukaan bawah P2 = Penampang kedua permukaan atas P2ˈ = Penampang kedua permukaan bawah L = Jarak antar penampang Penerapan perhitungan tonase sumberdaya batubara dengan metode cross section dengan Pedoman Rule of Gradual Changes sangat tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan batubara menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak tertentu. Menurut Wood, dkk (1983) persamaan perhitungan cadangan batubara dapat dilihat pada rumus I.2. Tonase batubara = A B C... (I.2) Dalam hal ini, A = ketebalan rata-rata batubara (m) B = berat jenis batubara (ton/m 3 ) C = luas daerah terhitung (m 2 ) Untuk menghitung lapisan tanah penutup dengan metode cross section sangat tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan

10 10 tanah penutup menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak tertentu. b. Pedoman titik terdekat (rule of nearest point) Pada pedoman rule of Nearest Point, setiap blok ditegaskan oleh sebuah penampang yang sama panjang ke setengah jarak untuk menyambung penampang seperti yang dijelaskan pada Gambar I.3. Gambar I.3. Metode cross section dengan pedoman rule of nearest point (Isaaks 1989) Dalam hal ini, P = Penampang L = Jarak antar penampang I Tebal semu dan tebal sebenarnya. Bentuk geometri endapan mineral sangat diperlukan untuk asumsi, interpretasi dan perhitungan. Unsur utama perhitungan cadangan adalah ketebalan, panjang, lebar, pengamatan kadar dan faktor cadangan. Asumsi penggambaran tiga dimensi pada sketsa horisontal yang tergambar adalah kedalaman vertikal sedangkan pada sketsa vertikal yang tergambar adalah kedalaman horisontal. Ketebalan sesungguhnya diukur menurut tebal yang tegak lurus terhadap garis atap (roof) dan garis alas (floor) lapisan batubara atau sesuai dengan sudut kemiringan Hubungan antara ketebalan sesungguhnya dan ketebalan semu baik horisontal maupun vertikal dapat dilihat pada Gambar I.4.

11 11 Gambar I.4. Ketebalan sebenarnya (Poppof 1966) ttr = th sin β = tv cos β... (I.3) Dalam hal ini, ttr = tebal endapan sebenarnya th = tebal endapan semu arah horisontal tv = tebal endapan semu arah vertikal β = sudut kemiringan (dip) I.5.9. Penentuan Luas Penentuan luas yang dimaksud di sini adalah luas yang dihitung dalam peta yang merupakan gambaran permukaan bumi dengan proyeksi ortogonal. Penentuan luas dapat dilakukan dengan cara numeris. Menurut Basuki (2006), penentuan luas dengan cara ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Dengan memakai koordinat, apabila titik-titik batas tanah diketahui koordinatnya misal sebidang tanah dibatasi oleh titik-titik A (X1,Y1); B (X2,Y2); C (X3,Y3), D (X4,Y4) seperti yang terlihat pada Gambar I.5. Gambar I.5. Luasan dengan angka koordinat (Basuki 2006)

12 12 Luas trapesium ABCD = Luas trapesium AˈABBˈ + Luas trapesium BˈBCCˈ - Luas trapesium DˈDCCˈ - Luas trapesium AˈADDˈ = 0.5(X2 X1)(Y2+Y1)+0.5(X3 X2)(Y3+Y2) 0.5(X3 X4) (Y3+Y4) 0.5(X4 X1)(Y4+Y1)... (I.4) Disimpulkan menjadi: 2 Luas ABCD = Σ(Xn Xn-1) (Yn + Yn-1) = diproyeksikan terhadap sumbu x 2 Luas ABCD = Σ(Yn Yn+1) (Xn + Xn+1) = diproyeksikan terhadap sumbu y b. Dengan ukuran dari batas tanah, jika batas-batas tanah diukur langsung (disebut juga angka-angka ukur). I Metode Perhitungan Volume Sumber Daya Batubara Prinsip perhitungan volume adalah perkalian panjang, lebar dan ketebalan. Variasinya bergantung pada bentuk dan metode perhitungan cadangan yang digunakan (Rauf 1998). Metode perhitungan volume batubara pada dasarnya menggunakan prinsip perhitungan volume dari bagian permukaan batubara yang dibatasi oleh penampang-penampang melintangnya. I Metode garis kontur. Garis kontur adalah garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama, sehingga bidang yang terbentuk oleh sebuah garis kontur akan berupa bidang datar. Luas setiap penampang di sini adalah luasan yang dibatasi oleh suatu garis kontur, sedangkan tinggi atau jarak antar penampang adalah besarnya interval garis kontur, yaitu beda tinggi antara garis kontur yang berurutan. Penentuan volume dengan menggunakan garis kontur dapat menggunakan rumus end areas untuk setiap dua buah tampang yang berurutan. Metode ini juga dipakai untuk digunakan pada endapan bijih yang memiliki ketebalan dan kadar mengecil dari tengah ke tepi endapan. Volume material dapat dihitung dengan menganggap bukit dipotong sepanjang kontur dalam serangkaian prismoida, atau dengan penerapan langsung kaidah simpson (Irvine 1995).

13 13 I Metode cut and fill. Prinsip perhitungan volume dengan metode cut and fill adalah menggunakan prisma segitiga yang terbentuk dari TIN hasil penghubungan permukaan atas dan bawah. Prisma tersebut memiliki dua permukaan yang terbentuk dari jaring-jaring segitiga (TIN). Jaring segitiga inilah yang akan membentuk suatu geometri prisma. Volume prisma segitiga dapat dihitung dari hasil perkalian antara nilai rata-rata ketinggian titik-titik pembentuk segitiga (z1,z2,z3) dengan luas jaring segitiga (Li dan Gold 2005) Gambar I.6. Volume dengan metode prisma (Li dan Gold 2005) Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menghitung volume prisma segitiga tersebut dapat dilihat pada Rumus I.5 sebagai berikut: V3 = Z 1+Z 2 +Z 3 3 A... (I.5) Jika area boundary dibagi menjadi segitiga segitiga, total volume antara permukaan atas dan permukaan bawah dapat diperoleh dengan menjumlahkan volume prisma prisma yang terbentuk. Akurasi perhitungan tergantung pada kemampuan model 3D untuk menghasilkan model permukaan yang mendekati bentuk sebenarnya di lapangan.

14 14 I Metode Cross section. Dalam metode ini, tampang melintang diambil tegak lurus terhadap sumbu proyek dengan interval jarak tertentu. Volume tubuh tanah yang dibatasi dua buah penampang yang berurutan dapat dihitung apabila luas dari penampang-penampang tersebut diketahui. Volume tubuh tanah dapat ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus yang telah disederhanakan sehingga perhitungannya lebih mudah dan cepat antara lain (Basuki 2006): 1. Rumus Tampang Rata-Rata (Mean Areas) Dalam rumus ini volume didapat dengan mengalikan luas rata-rata dari tampang yang ada dengan jarak antara tampang awal dan akhir. Apabila tampang-tampang pada Gambar I.7. adalah A1, A2, A3,..., An-1, An, dan jarak tampang A1 ke An = D, maka: Volume = V = ( A 1+A 2 +A 3 + +A n 1 +A n ). D...(I.6) n Gambar I.7. Penentuan volume dengan Mean Areas 2. Rumus Dua Tampang (End Areas) Apabila A1 dan A2 pada Gambar I.8. adalah luas tampang yang berjarak D, maka volume antara dua tampang tersebut adalah: V = D. A 1+A (I.7)

15 15 Gambar I.8. Penentuan volume dengan End Areas Rumus ini berlaku jika tampang tengah yang ada di antara penampang A1 dan A2 merupakan rata-rata dari keduanya. Seandainya tidak, maka penggunaan rumus tersebut harus dikoreksi (koreksi prismoida). Apabila tampang-tampang di sini banyak dan jarak-jarak antar tampang bervariasi misal D1, D2, D3, dst, maka: Volume = V = D 1 (A 1+A 2 ) 2 + D 2 (A 2+A 3 ) + D 3 (A 3+A 4 ) Apabila D1 = D2 = D3 dan seterusnya = D, V = D. { A 1+A n 2 + A 2 + A A n 1 }... (I.8) Rumus ini didasarkan pada rumus trapesium untuk volume. I Digital Terrain Model (DTM) Digital terrain model adalah model medan digital yang hanya memuat elevasi fitur-fitur alami permukaan tanah terbuka tanpa obyek penutup di atasnya baik alami maupun buatan manusia (Intermap 2012). Menurut Li dan Gold (2005) DTM adalah representasi permukaan tanah secara statistik yang kontinyu dari titik-titik yang telah diketahui koordinat X, Y dan Z-nya pada suatu sistem koordinat tertentu. Istilah DTM ini pertama kali diperkenalkan oleh Miller dan La Flame pada tahun Sejak itu istilah ini banyak digunakan dan dikembangkan di bidang surveying, geologi, geografi, sipil dan perencanaan serta disiplin ilmu kebumian lainnya. Pendekatan pemodelan DTM dapat diklasifikasikan berdasarkan banyak kriteria, salah satunya berdasarkan bentuk geometri dasar.

16 Point-Based Surface Modelling. Jika suatu titik yang memiliki ketinggian digunakan untuk menghasilkan permukaan DTM, maka hasilnya berupa permukaan planar yang bertingkat. Pada tiap titik, permukaan planar bertingkat dapat dibangun. Jika permukaan planar dibangun dari sebuah data titik individual yang digunakan untuk mewakilkan daerah yang kecil di sekitar titik, maka seluruh permukaan DTM dapat dibentuk dengan serangkaian permukaan terputus yang berdekatan. Bentuk keseluruhan permukaan akan terputus seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.9. Pendekatan ini sangat sederhana, satu-satunya kesulitan adalah saat menentukan pembatas di antara daerah yang berdekatan. Secara teoritis, pendekatan ini cocok baik untuk pola data yang teratur maupun yang tidak teratur, karena hanya terkait dengan titik-titik individu. Bagaimanapun, selama proses penentuan batas-batas wilayah dipengaruhi oleh setiap titik yang berdekatan, perhitungan akan jauh lebih sederhana jika pola permukaan dibuat teratur seperti kotak persegi, segitiga sama sisi, segi enam dan lain sebagainya digunakan. Walaupun pendekatan ini terlihat lebih mudah dilakukan dalam memodelkan permukaan, namun tidak terlalu praktis berhubung hasil yang terbentuk saling terputus pada permukaannya. Pendekatan ini sering digunakan pada pekerjaan tertentu seperti perhitungan total volume air, batubara dan lain sebagainya. Gambar I.9. Point-based surface modelling (Li dan Gold 2005) Triangle-Based Modelling. Jika semakin banyak titik yang digunakan, maka semakin kompleks bentuk permukaan yang dapat dibangun. Dalam pendekatan ini, tiga titik data merupakan persyaratan minimal untuk membentuk sebuah permukaan. Ketiga titik tersebut dapat membentuk segitiga spasial, lalu permukaan planar yang miring dapat dibangun. Jika permukaan tersebut ditentukan oleh tiap

17 17 segitiga yang berguna untuk mewakili daerah yang hanya dibatasi oleh segitiga tersebut, maka keseluruhan permukaan DTM dapat dibentuk oleh rangkaian segitigasegitiga yang saling berdekatan seperti yang dapat dilihat pada Gambar I.10. Gambar I.10. Pembentukan TIN (GEMCOM 1997) Konsep pembentukan dengan pendekatan Triangle Based Modelling sama dengan konsep TIN (Triangulated Irregular Network). TIN adalah suatu metode untuk merepresentasikan suatu permukaan dalam bentuk jaring-jaring segitiga. TIN dibentuk dengan menggabungkan titik-titik yang telah diketahui nilai koordinatnya menjadi rangkaian segitiga. Pembentukan TIN biasanya menggunakan delaunay triangulation. Delaunay triangulation merupakan rangkaian titik-titik segitiga yang dilewati oleh lingkaran dan di dalam lingkaran tersebut tidak terdapat titik lain (Li dan Gold 2005). Bentuk delaunay triangulation dapat dilihat pada Gambar I.12 (a), dan pada Gambar I.11 (b) bukan merupakan bentuk delaunay triangulation karena masih terdapat titik lain di dalam lingkaran. (a) (b) Gambar I.11. (a) Bentuk delaunay triangulation (b) Bukan merupakan bentuk delaunay triangulation (Anggoro 2008)

18 18 I Grid based Modelling. Pada grid-based modelling, titik-titik tersebar secara merata dan teratur pada seluruh permukaan model digital (DTM) dalam interval tertentu. Titik DTM dapat berupa titik sampel maupun titik hasil interpolasi. Model permukaan digital yang dibentuk oleh grid yang menghubungkan titik-titik DTM dapat dilihat pada Gambar I.12. Gambar I.12. Grid-based Surface Modelling (Li dan Gold 2005) I GEMCOM Surpac Gemcom Surpac adalah software yang paling populer di dunia geologi dan perencanaan tambang yang mendukung operasi di bawah tanah dan proyek-proyek eksplorasi di lebih dari 90 negara. Perangkat lunak ini memberikan efisiensi dan akurasi melalui kemudahan penggunaan, 3D grafis yang bagus dan alur kerja otomatis yang dapat disesuaikan dengan proses khusus perusahaan dan data yang dientri (GEMCOM, 1997). Surpac merupakan piranti lunak (software) keluaran GEMCOM yang diperuntukkan untuk pengolahan data geologi, pertambangan, serta perencanaan tambang. Surpac menyediakan berbagai fitur yang sangat berguna dalam proses pengolahan dan analisa data data tambang. Kemampuan utama Surpac adalah perhitungan volume dan pembuatan rancangan tambang, misalnya pembuatan final wall, perencanaan jalan, analisa progres tambang, dan perencanaan kegiatan eksploitasi bahan tambang. Surpac merupakan perangkat lunak yang komprehensif, meliputi: drillhole manajemen data, pemodelan geologi, blok model, geostatistik, desain tambang, perencanaan tambang, estimasi sumber daya, dan banyak lagi. Semua tugas di Surpac

19 19 dapat dilakukan secara otomatis dan dapat disesuaikan dengan keperluan yang bersifat khusus sebab Surpac bersifat modular dan mudah disesuaikan untuk berbagai keperluan pekerjaan tambang dan topografi. Surpac mengurangi duplikasi data dengan menghubungkan ke database relasional sehingga penyimpanan dan pemanggilan data dari tabel dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah (GEMCOM, 1997). Selain itu Surpac juga menampilkan data secara tiga dimensi dan dapat dirotasi dengan mudah sehingga data dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Surpac berinteraksi dengan format file umum dari GIS, CAD, dan sistem lain serta pilihan import data dan export data ke format lain mudah. Kemampuan ini menambah fleksibilitas data hasil olahan Surpac sehingga dapat diolah ataupun diubah dalam format software lain. Dalam memulai pengolahan data dengan perangkat lunak Surpac, pengguna harus terlebih dahulu menentukan lokasi penyimpanan data pada sebuah direktori penyimpanan yang disebut work directory. Dalam perangkat lunak Surpac, data yang akan diproses harus dalam format string (*.str). Data dengan format string dapat diklasifikasikan menjadi nomor nomor string yang divisualisasikan dengan warna yang berbeda seperti layer dalam aplikasi CAD. Pengklasifikasian ini berfungsi untuk memudahkan seleksi data, editing, dan penyimpanan Stringfile. String adalah rangkaian koordinat 3 dimensi yang menggambarkan beberapa bentuk fisik tertentu. Konsep string sama dengan garis pada sebuah sketsa yang menggambarkan fitur-fitur penting. Dalam perangkat lunak Surpac, semua bentuk titik tersimpan dalam rangkaian string dan memiliki nomor string tersendiri. Nomor string tersedia pada kisaran angka 1 hingga String terbagi dalam beberapa jenis yaitu: a. Open string (string terbuka) yang merupakan suatu garis lurus atau garis-garis yang berbentuk kurva. Jika terdapat lebih dari satu string pada satu file dengan nomor string yang sama, maka disebut open segment (segmen terbuka) dan memiliki nomor segmen tersendiri. b. Closed string (string tertutup) sama seperti lingkaran, persegi atau berbagai poligon tak beraturan lainnya. String awal dan terakhir jenis string ini memiliki koordinat yang sama. Jika terdapat lebih dari satu string tertutup

20 20 pada suatu file dengan nomor string yang sama, maka disebut closed segments (segmen tertutup) dan memiliki nomor segmen tersendiri. c. Spotheight string terdiri dari kumpulan titik-titik acak yang saling dihubungkan oleh satu nomor string. Jenis string ini biasanya digunakan untuk mencatat titik-titik elevasi pada sebuah permukaan atau koordinatkoordinat lubang-lubang bor Pembuatan DTM dan Boundary. Surpac mempunyai kemampuan dalam membentuk DTM dari data kontur atau data ketinggian dalam format.str yang akan diubah menjadi.dtm. Beberapa tool yang digunakan dalam pembuatan DTM dan boundary pada perangkat lunak Surpac Gemcom, yaitu : create dtm from layer, create dtm from string file, clip dtm by boundary string, line of intersect between 2 dtms, drape string over dtm, drape segment over dtm, dan drape string range over dtm. I Pembentukan Cross Section dengan Surpac. Pembentukan cross section pada perangkat lunak Surpac sangat bergantung dengan bentuk DTM yang ada. Cross section dapat dibentuk setelah centreline terbentuk. Centreline merupakan garis lurus yang ditarik memanjang meliputi bagian tengah sebuah DTM. Surpac akan mendefenisikan centreline yang telah terbentuk tersebut sebagai sumbu proyek. Gambar I.13. Pembentukan cross section dengan Surpac Cross section akan membentuk sudut 90 terhadap centreline dan membagi-bagi DTM dalam beberapa section dengan jarak yang ditentukan misalnya 10 meter. Cross

21 21 section yang telah terbentuk tersebut memiliki koordinat yang mengacu pada centreline. Koordinat easting dan northing tiap titik tersimpan pada tabel yang nantinya dapat diubah dari sistem koordinat lokal menjadi sistem koordinat yang sebenarnya (GEMCOM 1997).

22 22

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu komoditas bahan tambang yang jumlahnya melimpah di Indonesia. Seiring dengan berkurangnya energi minyak dan gas bumi, batubara merupakan

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan merupakan data dari PT. XYZ, berupa peta topografi dan data pemboran 86 titik. Dari data tersebut dilakukan pengolahan sebagai berikut : 4.1 Analisis Statistik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Perhitungan sumberdaya batubara dapat menggunakan metode poligon, atau penampang melintang (cross section). Metode tersebut tidak menyatakan elemen geometri endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya

Lebih terperinci

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara Kegiatan eksplorasi batubara dilakukan di Daerah Pondok Labu Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Data yang dihasilkan dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Statistik Univarian Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

Oleh : Triono 1 dan Mitra Wardhana 2 SARI. Kata Kunci : Cadangan Batubara Metode Cross Section dan Blok Model

Oleh : Triono 1 dan Mitra Wardhana 2 SARI. Kata Kunci : Cadangan Batubara Metode Cross Section dan Blok Model PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA TERBUKTI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CROSS SECTION DAN BLOK MODEL DI SOFTWARE SURPAC VISION V4.0-L PADA CV. MINE TECH CONSULTAN JOBSITE PT. WELARCO SUBUR JAYA KALIMANTAN TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA BAB III DASAR TEORI 3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara berdasarkan BSN, 1999 : Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource): jumlah

Lebih terperinci

ESTIMASI CADANGAN BATUBARA DENGAN SOFTWARE TAMBANG PADA PIT DE DISITE BEBATU PT. PIPIT MUTIARA JAYA KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA

ESTIMASI CADANGAN BATUBARA DENGAN SOFTWARE TAMBANG PADA PIT DE DISITE BEBATU PT. PIPIT MUTIARA JAYA KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA ESTIMASI CADANGAN BATUBARA DENGAN SOFTWARE TAMBANG PADA PIT DE DISITE BEBATU PT. PIPIT MUTIARA JAYA KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA A.A Inung Arie Adnyano Dosen Teknik Pertambangan STTNAS Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhitungan cadangan merupakan sebuah langkah kuantifikasi terhadap suatu sumberdaya alam. Perhitungan dilakukan dengan berbagai prosedur/metode yang didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi alternative disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertambangan, khususnya batubara merupakan salah satu komoditas yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Batubara saat ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

Oleh. Narendra Saputra 2) Dr.Ir.Eddy Winarno, S.Si., MT, Ir. R. Hariyanto, MT 1) Mahasiswa Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta 2)

Oleh. Narendra Saputra 2) Dr.Ir.Eddy Winarno, S.Si., MT, Ir. R. Hariyanto, MT 1) Mahasiswa Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta 2) ESTIMASI CADANGAN BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE CROSS SECTION PADA DAERAH RENCANA PENAMBANGAN PIT F, BLOK III, SITE AIR KOTOK DI PT. RATU SAMBAN MINING, KABUPATEN BENGKULU TENGAH, BENGKULU Oleh 1)

Lebih terperinci

Sebuah contoh akan membantu menjelaskan konsep sebenarnya mengenai sebuah surface.

Sebuah contoh akan membantu menjelaskan konsep sebenarnya mengenai sebuah surface. 1 Surface Surface merupakan sebuah model dari gabungan data dengan nilai tertentu yang beragam dalam suatu magnitude sebagai surface x dan y. Menurut definisi, untuk tiap x dan y hanya terdapat satu z,

Lebih terperinci

PENAKSIRAN CADANGAN PASIR BATU DI PT. MEGA BUMI KARSA KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

PENAKSIRAN CADANGAN PASIR BATU DI PT. MEGA BUMI KARSA KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT PENAKSIRAN CADANGAN PASIR BATU DI PT. MEGA BUMI KARSA KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Oleh: Prasetyo Haryo Aji UPN Veteran Yogyakarta No. Hp: 08179026252 ABSTRAK Penaksiran cadangan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Galian dan Timbunan Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan dengan Cut and Fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI Sri Widodo 1, Anshariah 2, Fajar Astaman Masulili 2 1. P ro

Lebih terperinci

BAB VI. PIT DESIGN. Membuat Pit Desaign single bench

BAB VI. PIT DESIGN. Membuat Pit Desaign single bench BAB VI. PIT DESIGN Membuat Pit Desaign single bench Buat Database hasil pengeboran seperti di bawah ini dengan program Excel, lalu disimpan dalam type (.csv) --à misal : database_bor1.csv Jalankan program

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember 2016 Penulis. (Farah Diba) vii

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember 2016 Penulis. (Farah Diba) vii RINGKASAN Penaksiran sisa cadangan didapatkan melalui pehitungan dan analisis terhadap data eksplorasi yang telah didapatkan yaitu berupa data pemboran, strike, dip, ketebalan batubara. Penaksiran sisa

Lebih terperinci

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA Cadangan batubara (coal reserves) merupakan hal penting dalam menentukan penambangan endapan dengan ekonomis. Tingkat kepastian cadangan terestimasi menentukan

Lebih terperinci

Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Kriging Pada Surfer Untuk Batubara

Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Kriging Pada Surfer Untuk Batubara Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Pada Surfer Untuk Batubara Agung Dwi Sutrisno 1, Ag. Isjudarto 2 Jurusan Teknik Pertambangan STTNAS Yogyakarta 1,2 agung_ds@yahoo.com, is_darto@yahoo.com Abstrak Salah

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR Arifuddin Ramli 1, Sri Widodo 2 *, Arif Nurwaskito 1 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta

Lebih terperinci

MEMULAI MINESCAPE. A. Membuat Project Minescape Click icon bar exceed, kemudian click icon bar minescape.

MEMULAI MINESCAPE. A. Membuat Project Minescape Click icon bar exceed, kemudian click icon bar minescape. MEMULAI MINESCAPE A. Membuat Project Minescape Click icon bar exceed, kemudian click icon bar minescape. Create Project Diisi nama project, tempat project, origin global, serta dilakukan pengedikan unit

Lebih terperinci

PENENTUAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE

PENENTUAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE PENENTUAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE Retna Dumilah*, Syamsuddin, S.Si., Sabrianto Aswad, S.Si, *Alamat korespondensi e-mail : nanangdumilah@yahoo.com Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi PEMETAAN GEOLOGI A. Peta Geologi Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stockpile merupakan salah satu unsur yang penting dalam kegiatan penambangan batubara. Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan produksi batubara.

Lebih terperinci

Kartion 1, Juli Chandra Teruna 2 dan Program Studi Teknik Pertambangan, Politeknik Muara Teweh

Kartion 1, Juli Chandra Teruna 2   dan Program Studi Teknik Pertambangan, Politeknik Muara Teweh PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SURPAC 6.2 BERDASARKAN DATA PEMBORAN PADA PIT VI DI PT. UNIRICH MEGA PERSADA (UMP) SITE HAJAK KEBUPATEN BARITO UTARA Kartion 1, Juli Chandra Teruna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE DAERAH KONSENSI PT. SSDK, DESA BUKIT MULIAH, KINTAP, TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Gangsar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur) Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin* *)

Lebih terperinci

Artikel Pendidikan 23

Artikel Pendidikan 23 Artikel Pendidikan 23 RANCANGAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DI PT. BUMI BARA KENCANA DI DESA MASAHA KEC. KAPUAS HULU KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh : Alpiana Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Mataram

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA PENYEBARAN BATUBARA BERDASARKAN DATA SINAR GAMMA DAN RESISTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOGGING GEOFISIKA

PENENTUAN POLA PENYEBARAN BATUBARA BERDASARKAN DATA SINAR GAMMA DAN RESISTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOGGING GEOFISIKA PENENTUAN POLA PENYEBARAN BATUBARA BERDASARKAN DATA SINAR GAMMA DAN RESISTIVITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOGGING GEOFISIKA Haerani Jafar*, Makhrani, S.Si, M.Si, Syamsuddin S.Si, MT * Alamat korespondensie-mail

Lebih terperinci

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Model Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Peta Tematik Data dalam SIG disimpan dalam bentuk peta Tematik Peta Tematik: peta yang menampilkan informasi sesuai dengan tema. Satu peta berisi informasi dengan

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3 DAFTAR ISI SKRIPSI... v PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR ISTILAH... xvii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dalam hal bahan-bahan tambang seperti emas, batubara, nikel gas bumi dan lain lain. Batubara merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif disamping minyak

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif disamping minyak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR.1 Studi Literatur tentang Beberapa Metode Perhitungan Sumberdaya atau Cadangan Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengembangkan metode perhitungan sumberdaya atau cadangan.

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR

PRESENTASI TUGAS AKHIR PRESENTASI TUGAS AKHIR KAJIAN DEVIASI VERTIKAL ANTARA PETA TOPOGRAFI DENGAN DATA SITUASI ORIGINAL TAMBANG BATUBARA Oleh : Putra Nur Ariffianto Program Studi Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan dan Pentahapan Triwulan Penambangan Batubara berdasarkan Rencana Produksi Tahun 2016 Pit A PT. Firman Ketaun di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Ulok

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA Data dasar yang akan diinput ke dalam Software Minescape Versi 4.115c adalah data topografi, rekapitulasi data lubang bor, patahan, dan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar. Agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan, maka komoditas endapan bahan

Lebih terperinci

Agar pelatihan efektif, buku petunjuk ini dibuat dengan asumsi sebagai berikut:

Agar pelatihan efektif, buku petunjuk ini dibuat dengan asumsi sebagai berikut: 1 Pendahuluan Pemodelan Geologi adalah bagian awal dari suatu proses pembuatan perencanaan tambang. Pemodelan geologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan gambaran hasil interpretasi

Lebih terperinci

KAJIAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE BLOCK MODEL

KAJIAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE BLOCK MODEL KAJIAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE BLOCK MODEL 2 DIMENSI DAN CROSS SECTION DI SOFTWARE SURPAC PADA PT TANITO HARUM KALIMANTAN TIMUR Oleh : Sujiman 1 ABSTRAK Tujuan penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai

Lebih terperinci

Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Surya Dharma 2 ABSTRAK

Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Surya Dharma 2 ABSTRAK JGP (Jurnal Geologi Pertambangan 26 PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA TERBUKTI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MINESCAPE 4.118 PADA PIT 2 DI CV. BINTANG SURYA UTAMA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH O l e h : Ssiti Sumilah Rita SS Subdit Batubara, DIM S A R I Eksploitasi batubara di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

TUTORIAL SURPAC (BATUBARA)

TUTORIAL SURPAC (BATUBARA) TUTORIAL SURPAC (BATUBARA) Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tutorial ini, dapat menghubungi saya di : imam1st@rocketmail.com Materi Pembahasan : a) Pembuatan Kontur b) Geologi Database c) Block

Lebih terperinci

ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN DATA WELL LOGGING

ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN DATA WELL LOGGING ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN DATA WELL LOGGING DENGAN METODE CROSS SECTION DI PT. TELEN ORBIT PRIMA DESA BUHUT KAB. KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Erihartanti 1, Simon Sadok Siregar 1, Ibrahim Sota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA TEREKA CV. KOPERASI PEGAWAI NEGERI BUMI LESTARI KECAMATAN SEBULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Tri Budi

Lebih terperinci

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING (IDW) PADA PT. VALE INDONESIA, Tbk. KECAMATAN NUHA PROVINSI SULAWESI SELATAN Rima Mustika 1, Sri Widodo 2, Nurliah Jafar 1 1.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN MINEABLE COAL RESERVE PADA PIT JUPITER AREA SEAM 16 PT. ENERGI CAHAYA INDUSTRITAMA, BUKUAN SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR

PERHITUNGAN MINEABLE COAL RESERVE PADA PIT JUPITER AREA SEAM 16 PT. ENERGI CAHAYA INDUSTRITAMA, BUKUAN SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR PERHITUNGAN MINEABLE COAL RESERVE PADA PIT JUPITER AREA SEAM 16 PT. ENERGI CAHAYA INDUSTRITAMA, BUKUAN SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR Oktaviana. S 1, Ir. H. Djamaluddin, MT 1, Ir. Hj. Ratna Husain L, MT 1

Lebih terperinci

Yogyakarta, September 2011 Penulis,

Yogyakarta, September 2011 Penulis, RINGKASAN PT. Asia Mineral International memerlukan penaksiran cadangan untuk perencanaan penambangan pasir besi di daerah Desa Badak, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung. Data eksplorasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Lembar Peta No. 1916-11 dan 1916-12) O l e h : Syufra Ilyas Subdit Batubara, DIM S A

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perancangan (Design) Pit Ef Pada Penambangan Batubara di PT Milagro Indonesia Mining Desa Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi dimana salah satunya berupa batubara. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

Lebih terperinci

ESTIMASI CADANGAN BATUKAPUR DENGAN METODE CROSS SECTION DIBANDINGKAN DENGAN METODE KONTUR

ESTIMASI CADANGAN BATUKAPUR DENGAN METODE CROSS SECTION DIBANDINGKAN DENGAN METODE KONTUR ESTIMASI CADANGAN BATUKAPUR DENGAN METODE CROSS SECTION DIBANDINGKAN DENGAN METODE KONTUR (Studi Kasus di PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan) Arno Edwin Gilang Pratama*, Andi

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD

DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD Ketut Gunawan Jurusan T. Pertambangan, FTM, UPN Veteran Yogyakarta, Email : ketutgunawan@yahoo.com Abstract Over time the amount of coal reserves in Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan sumberdaya batubara yang melimpah. Di sisi lain tingginya harga bahan bakar minyak menuntut adanya pengalihan ke energi lain termasuk

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona

BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN 4.1. Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona Penentuan zana endapan dilakukan setelah data dianalisis secara statistik

Lebih terperinci

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN Arief A NRP : 0021039 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata., MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh MHD MULTAZAM Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta No Hp 085233739329

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

MineScape Mine Planning and Design Software

MineScape Mine Planning and Design Software MineScape Mine Planning and Design Software MineScape dikembangkan untuk memenuhi berbagai tuntutan dalam industri pertambangan dan digunakan oleh lebih dari 100 perusahaan pertambangan di Indonesia. Minescape

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Genesa Batubara Dua tahap penting yang dapat di bedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara. Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memliki sumber daya alam yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas. Sumberdaya non-migas sendiri

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumberdaya

Lebih terperinci

DESAIN PIT PENAMBANGAN BATUBARA BLOK C PADA PT. INTIBUANA INDAH SELARAS KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DESAIN PIT PENAMBANGAN BATUBARA BLOK C PADA PT. INTIBUANA INDAH SELARAS KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA DESAIN PIT PENAMBANGAN BATUBARA BLOK C PADA PT. INTIBUANA INDAH SELARAS KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Fadli¹, Sri Widodo², Agus Ardianto Budiman¹ 1. Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR Anshariah 1, Sri Widodo 2, Ahyar A. Sahadu 1 1. Jurusan Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan SNI No. 13-6011-1999.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

12.1. Pendahuluan Peta Geologi Definisi

12.1. Pendahuluan Peta Geologi Definisi 12 Peta Geologi 12.1. Pendahuluan Peta geologi pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014 LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014 Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT ADARO ENERGY, Tbk KATA PENGANTAR PT Adaro Indonesia adalah perusahaan pertambangan batubara yang

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci