STUDI BATUAN VULKANIK PERBUKITAN SEPULUHRIBU, KOTA TASIKMALAYA DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI BATUAN VULKANIK PERBUKITAN SEPULUHRIBU, KOTA TASIKMALAYA DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 M3P-01 STUDI BATUAN VULKANIK PERBUKITAN SEPULUHRIBU, KOTA TASIKMALAYA DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT Hernanda Danar Dono 1*, Lucas Donny Setjadji 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, Tel , * hernanda.danar.dono@gmail.com Diterima 18 Oktober 2014 Abstrak Perbukitan Sepuluhribu yang berada Kota Tasikmalaya dan sekitarnya merupakan suatu bentukan perbukitan bergelombang (hummocky hills) yang terdiri dari bukit-bukit kecil dengan diameter m dan tinggi m. Banyak peneliti terdahulu menginterpretasikan bahwa seluruh batuan penyusun perbukitan ini tersusun oleh hasil longsoran Gunung Galunggung (sector collapse) yang menurut Bronto (1989) terjadi sekitar 4200 tahun yang lalu. Namun, berdasar pada data singkapan terbaru yang didapat di lapangan, terdapat batuan-batuan yang diyakini bukan berasal dari produk longsoran Galunggung. Untuk itu dilakukan penelitian untuk melakukan pemetaan batuan vulkanik di Perbukitan Sepuluhribu secara lebih detail. Pada pemeriaan singkapan batuan di lapangan, ditemukan singkapan intrusi, perlapisan skoria-lapili-tuf, breksi autoklastika dan struktur geologi seperti kekar tektonik dan sesar yang seharusnya tidak terdapat pada batuan hasil longsoran. Analisa geokimia dan petrografi dilakukan pada batuan-batuan tersebut untuk dibandingkan dengan hasil analisa peneliti terdahulu. Hasil perbandingan tersebut menunjukan batuan vulkanik yang diduga insitu memiliki komposisi mineralogi yang lebih basaltik. Hasil plot pada diagram geokimia juga menunjukan titik plot yang berbeda dengan data peneliti terdahulu. Berdasar pada data lapangan dan analisis tersebut, dibuat satuan batuan di Perbukitan Sepuluhribu berdasar asal batuannya. Batuan vulkanik di Perbukitan Sepuluhribu tidak hanya tersusun oleh endapan lahar dan endapan hasil longsoran saja, namun juga terdapat batuan vulkanik insitu yang dapat dikelompokkan menjadi lima batuan vulkanik, : batuan vulkanik Situgede, batuan vulkanik Asasutra, batuan vulkanik Cintaraja, batuan vulkanik Rancamacan dan batuan vulkanik Cipasung. Singkapan batuan vulkanik insitu tersebut memiliki ukuran kecil dan terpisah-pisah, yang mengindikasikan merupakan hasil vulkanisme yang relatif kecil ukurannya dan terpisah-pisah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa minimal terdapat tiga interpretasi pusat erupsi insitu di Perbukitan Sepuluhribu dan sekitarnya yang diduga menjadi sumber batuan vulkanik insitu, yaitu : Gunung Asasutra, Maar Situgede, dan Gunung Cipasung. Sedangkan dua pusat erupsi lainnya diyakini ada namun tidak diketahui letak dan karakteristiknya karena keterbatasan singkapan yang ada di lapangan. Kata Kunci : Perbukitan Sepuluhribu Tasikmalaya, Perbukitan Bergelombang, sector collapse, debris avalanche, batuan vulkanik. Pendahuluan Perbukitan Sepuluhribu terletak di sekitaran kota Tasikmalaya, Jawa Barat merupakan suatu topografi bergelombang yang telah banyak dilakukan penelitian. Berdasar penelitian tersebut seluruhnya mengidentifikasi bahwa Perbukitan Sepuluhribu merupakan hasil longsoran Gunung Galunggung (sector collapse) yang menurut Bronto (1989) terjadi 4200±150 tahun yang lalu. Namun, berdasar data singkapan terbaru yang terdapat di lapangan karena aktivitas penambangan, terdapat singkapan batuan yang karakteristik batuannya berbeda dengan 592

2 endapan longsoran yang terdiri dari debris avalanche deposit. Sehingga penelitian batuan vulkanik Perbukitan Sepuluhribu ini menarik untuk dilakukan. Maksud dan Tujuan Penelitian ini bermaksud untuk melakukan deksripsi dan studi batuan vulkanik Perbukitan Sepuluhribu secara lebih detail, sedangkan tujuannya adalah melakukan pemetaan batuan vulkanik Perbukitan Sepuluhribu berdasar ada pada asal batuannya. Berdasar maksud dan tujuan tersebut, hasil dari penelitian adalah peta geologi yang dibuat berdasar asal sumber materialnya, yang kemudian akan dibuat laporan secara sistematis. Hipotesis Berdasar pada pengumpulan data lapangan yang dibandingkan dengan dasar teori dan penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis : 1. Tidak seluruh batuan vulkanik yang menyusun Perbukitan Sepuluhribu merupakan hasil longsoran Galunggung. 2. Terdapat sumber erupsi (gunung api) di Perbukitan Sepuluhribu yang morfologinya sekarang sudah tidak terlihat lagi Metode Penelitian Dalam menjawab tujuan dan hipotesis penelitian, maka metode penelitian yang dilakukan adalah studi pustaka-interpretasi pra lapangan - observasi awal - perumusan masalah dan hipotesis pengumpulan data lapangan - tahapan analisis meliputi determinasi asal batuan, analisa petrografi dan analisa geokimia-penyusunan peta geologi - pembahasan dan penyusunan laporan. Tahapan pengumpulan data lapangan merupakan tahapan paling kritis, karena deskripsi detail singkapan batuan akan digunakan dalam penentuan asal batuan sehingga ditabulasikan dengan tabel. Tabulasi tabel pengamatan lapangan akan diintegrasikan dengan dasar teori, data analisa petrografi dan analisa geokimia sehingga dapat digunakan dalam pertimbangan asal batuan. Pertimbangan asal batuan kemudian akan menjadi dasar dalam penentuan peta geologi yang akan dibuat berdasar pada sumber materialnya. Penamaan satuan batuan tersebut akan mempertimbangkan nama lokasi atau sumber materialnya. Kemudian dibuat profil sayatan geologi untuk memeperjelas kedudukan dan stratigrafi masing-masing batuan, sehingga penyusunan laporan akan lebih sistematis dan baik. Hasil dari laporan diarapkan dapat menjawab maksud tujuan penelitian dan hipotesis yang diajukan. Pengutaraan Data Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan, yaitu : satuan kaki gunung api, satuan dataran gunung api, satuan perbukitan bergelombang (hummocky hills), dan satuan dataran fluvial. Satuan ini didasarkan pada topografi dan geometri yang ada, satuan dataran gunung api merupakan yang pelamparannya paling luas di daerah penelitian. Hasil pengumpulan data lapangan yang ditabulasikan dalam tabel dengan beberapa parameter penting seperti yang terlihat di Tabel 1. Hasil tabulasi data berupa tabel deksripsi pengamatan lapangan dapat dilihat pada lampiran. Peneliti membuat 160 lokasi pengamatan yang merata penyebarannya di daerah penelitian, dan dari tabel hasil pengumpulan data lapangan menunjukan bahwa singkapan batuan di daerah penelitian terdiri dari perlapisan skoria-lapili-tuf, intrusi, lava, block ash debris avalanche deposit dan endapan lahar. Selain parameter tersebut, terdapat juga strukutur geologi berupa kekar tektonik, kekar akibat longsoran (jigsaw cracks) dan sesar yang ditemukan di daerah penelitian. Hasil pengumpulan 593

3 data lapangan tersebut akan dijadikan dasar dalam penentuan asal batuan yang akan dibahas detail dalam bab hasil kajian dan pembahasan. Struktur geologi yang ditemukan di daerah penelitian antara lain sesar turun, sesar geser dan kekar yang meliputi kekar tektonik dan kekar longsoran (jigsaw cracks). Sesar baik turun ataupun geser yang ditemukan di daerah penelitian tidak membentuk kelurusan yang masif, sehingga geometri sesar yang ada umumnya tidak panjang dan lokal saja penarikannya. Kekar tektonik umumnya memiliki orientasi yang baik dan teratur, ditemukan pada perlapisan skoria-lapili-tuf (lihat Gambar 4). Sedangkan kekar longsoran (jigsaw cracks) memiliki arah yang tidak teratur, saling potong-memotong, terbuka dan ditemukan pada blok lava yang berukuran cukup besar yang mengindikasikan bahwa itu merupakan hasil longsoran. Analisis petrografi dilakukan pada 42 sampel batuan yang meliputi sampel lava, intrusi, fragmen breksi dan skoria-lapili-tuf. Dari analisa yang dilakukan, sebagian besar nama batuan beku koheren adalah basal piroksen, sebagian kecil andesit piroksen. Sampel lapili-tuf yang dianalisa menunjukan nama crystall tuff dan sampel skoria menunjukan nama basal piroksen. Semua sampel intrusi merupakan basal piroksen. Tekstur trachytic umum dijumpai di sampel lava dan intergranular-intersertal pada intrusi. Mineral yang umum dijumpai adalah fenokris berupa plagioklas, olivin, klinopiroksen, ortopiroksen, mineral opak, kadang terdapat hornblende yang tertanam pada massa dasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik. Mineral ubahan seperti klorit, kalsit, lempung juga umum dijumpai pada analisa petrografi, terutama pada lava dan fragmen breksi yang diambil dari endapan lahar. Peneliti melakukan analisa geokimia pada sampel batuan yang masih segar di daerah penelitian, meliputi intrusi, lava, breksi autoklastika dan satu sampel yang berasal dari tubuh Galunggung. Hasil dari analisa tersebut kemudian diplotkan dalam berbagai grafik yang yang dianggap dapat memberi informasi geokimia batuan. Hasilnya seluruh sampel batuan yang diambil dari Perbukitan Sepuluhribu merupakan basal seri Low-K Tholeeite, sedangkan sampel dari tubuh Galunggung memiliki kandungan SiO 2 yang paling tinggi dan termasuk dalam seri andesit basaltik seri Low-K basaltic andesite. Diagram plot untuk beberapa sampel lain menunjukan trens yang cukup acak, namun umumnya sampel batuan Perbukitan Sepuluhribu memiliki nilai SiO 2 yang relatif rendah, kandungan unsur mafik (Al 2 O 3, FeO, MnO, TiO 2, P 2 O 5, CaO) yang cukup tinggi. Sedangkan nilai MgO relatif rendah yang mengindikasikan magma telah berevolusi dari magma primernya. Hasil Kajian dan Pembahasan Berdasar pada tabel hasil pengumpulan data lapangan yang diintegrasikan dengan dasar teori dan penelitian terdahulu di tempat lain, maka dideterminasi asal batuannya. Hal ini mempertimbangkan kenampakan di lapangan antara lain : 1. Keberadaan batuan koheren berupa intrusi dan lava. Intrusi di daerah penelitian yang memiliki kondisi segar, struktur batuan yang masih terjaga baik dan tidak mengalami fragmentasi kuat berupa jigsaw cracks dimungkinkan bukan berasal dari longsoran Galunggung, karena seharusnya memiliki fragmentasi dan kondisinya telah lapuk karena berumur tua. 2. Keberadaan batuan fragmental berupa perlapisan skoria-lapili-tuf yang berlapis baik, kondisinya masih segar, dan tidak mengalami kehancuran struktur batuan. Pada dasar teori disebutkan bahwa batuan yang berukuran halus akan hancur akibat pergerakan batuan. Perlapisan skoria-lapili-tuf tebal dan berlapis baik, dimungkinkan bukan berasal dari longsoran Galunggung. Selain itu, erupsi Galunggung pada 1982/83 menghasilkan endapan piroklastika jatuhan yang tipis di daerah Kota Tasikmalaya. 594

4 3. Keberadaan struktur geologi berupa sesar dan kekar tektonik. Pada batuan yang ditemukan sesar maupun kekar tektonik dengan arah yang terorientasi baik dimungkinkan memiliki genesa yang berbeda dengan longsoran Galunggung yang memiliki jigsaw cracks tidak teratur pada fasies bloknya dan tidak memiliki struktur geologi pada fasies matriksnya. 4. Keberadaan breksi autoklastika yang seharusnya tidak ditemukan di batuan hasil longsoran Galunggung, kriptodome di Galunggung telah hancur seluruhnya oleh erupsi antara /83, sehingga tidak mungkin tertransport dalam keadaan masih utuh sampai daerah penelitian. 5. Block and ash deposit dan endapan lahar yang dapat diamati di lapangan secara deskriptif merupakan hasil longsoran dan reworked batuan vulkanik Galunggung. Setelah dilakukan penyortiran, maka didapat beberapa lokasi pengamatan yang memiliki batuan yang diduga bukan dari longsoran Galunggung (lihat Tabel 2). Proses berikutnya adalah sampel batuan yang diduga insitu tersebut dilakukan analisis petrografi dan dibandingkan dengan data petrografi peneliti terdahulu. Dari perbandingan tersebut terdapat perbedaan antara lain : sampel intrusi di daerah penelitian semua basal, sementara intrusi di dinding kaldera Galunggung ada yang andesit. Tekstur fragmen breksi bukan berasal dari lava berdasar pada tekstur batuan, skoria dan lapili tuf yang memiliki karakteristik masih panas saat terendapkan. Data geokimia juga dibandingkan dengan peneliti terdahulu melalui diagram plot. Dari analisa tersebut, diketahui bahwa sampel batuan intrusi, lava dan breksi autoklastika yang diduga insitu di Perbukitan Sepuluhribu kurang mengalami diferensiasi yang signifikan bila dibandingkan dengan magma Old Galunggung, karena kandungan SiO 2 yang relatif rendah dan kandungan unsur seperti K 2 O dan Na 2 O yang relatif lebih rendah. Unsur-unsur mafik juga kandungannya relatif lebih tinggi bila dibandingkan yang ada di Old Galunggung. Batuan dari Gunung Galunggung relatif tersebar acak titik plotnya, yang berarti komposisinya cukup beragam. Sedangkan batuan yang diduga insitu relatif seragam titik plotnya lihat Gambar 5. Dari hasil kajian tersebut, diyakini lokasi pengamatan yang diduga insitu tadi memanglah bukan berasal dari longsoran Galunggung karena perbedaan karakteristik fisik, mineralogi batuan serta kandungan unsur geokimianya. Berdasar integrasi pada data-data tersebut, maka peneliti membuat peta geologi daerah penelitian berdasar pada sumber materialnya, berikut hasil peta geologi yang dapat dilihat di Gambar 7. Berdasar pada peta dan hasil profil sayatan tersebut didukung kenampakan lapangan, maka disusunlah stratigrafi batuan vulkanik daerah penelitian sebagai berikut yang disusun dari atas ke bawah, sesuai dengan urutan umurnya (termuda-tertua) : Endapan lahar yang merupakan satuan batuan termuda yang ada di daerah penelitian Endapan tepra Galunggung periode erupsi 1982/83. Block and ash debris avalanche deposit yang merupakan hasil longsoran Galunggung terdiri dari fasies blok dan fasies matriks. Batuan vulkanik Asasutra yang terdiri dari perlapisan skoria-lapili-tuf dan sisipan lava. Batuan vulkanik Situgede yang terdiri dari intrusi basal, breksi piroklastik dan breksi autoklastik. Batuan vulkanik Rancamacan yang terdiri dari perlapisan skoria-lapili-tuf dan breksi piroklastik. Batuan vulkanik Cipasung yang terdiri dari intrusi basal dan breksi piroklastik. Batuan vulkanik Cintaraja yang terdiri dari intrusi basal dan perlapisan lapili-tuf. Batuan vulkanik Asasutra, Batuan vulkanik Situgede, Batuan vulkanik Rancamacan, Batuan vulkanik Cipasung, Batuan vulkanik Cintaraja diyakini merupakan batuan-batuan 595

5 yang insitu namun tidak diketahui umurnya secara pasti karena tidak dilakukan dating sehingga dianggap seumur. Batuan-batuan yang diduga insitu tersebut berasal dari magmatisme dan vulkanisme yang terdapat di daerah penelitian, berdasar pada perbandingan dengan dasar teori dan penelitian di lokasi lain, peneliti menginterpretasi terdapat tiga pusat erupsi (gunung api) di Perbukitan Sepuluhribu, Tasikmalaya, yaitu : 1. Gunung Cipasung, merupakan bentukan lava dome dengan kekar tiang ideal dengan diameter 13 m, struktur kekar tiang ini sangat mirip dengan bagian dalam lava dome, pusat erupsi ini diperkirakan merupakan suatu gunung api monogenesis tipe freatikfreatomagmatic volcano dengan erupsi freatik-freatomagmatik yang skema pembentukan lava dome tersebut dapat dilihat pada Gambar Gunung Asasutra, gunung api tipe small stratovolcano, diinterpretasi berdasar pada perlapisan-skoria-lapili tebal yang sangat terbatas, profil sayatan geologi telah menunjukan bentukan morfologi positif gunung api, kemudaian diperkuat dengan adanya perlapisan lava dan adanya sesar turun radial yang sangat khas di zona sentral gunung api (lihat Gambar 8 dan 9). 3. Maar Situgede, gunung api tipe maar yang berbentuk depresi dengan diamater sekitar 200 m dengan breksi autoklastika pada bagian tengahnya yang diperkirakan adalah lava dome. Breksi piroklastik di sekitar depresi diperkirakan adalah produk awal erupsi, akhir fase erupsi terbentuk lava dome di bagian tengah maar (lihat Gambar 10 dan 11). Kesimpulan dan Saran Batuan di daerah penelitian tidak hanya terdiri dari endapan longsoran Galunggung dan endapan lahar saja, terdapat unit batuan vulkanik diyakini insitu yang berasal dari magmatisme dan vulkanisme di daerah penelitian. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan setidaknya minimal terdapat tiga pusat erupsi yang diperkirakan ada di daerah penelitian yaitu: Gunung Cipasung, Gunung Asasutra dan Maar Situgede. Batuan vulkanik Rancamacan dan batuan vulkanik Cintaraja diyakini insitu dan terbentuk dari suatu vulkanisme, namun karena keterbatasan data, tidak diketahui keberadaan pusat erupsinya. Dengan ditemukannya suatu pusat erupsi di daerah penelitian, maka akan mengubah kondisi geologi dan potensi geologi daerah Perbukitan Sepuluhribu Tasikmalaya. Keberadaan gunung api dapat menjadi sumber panas dalam untuk potensi panasbumi apabila umurnya masih relatif muda, namun apabila sudah cukup tua maka bisa menjadi potensi endapan minerak ekonimis. Maka dari itu, peneliti menyarankan dilakukan dating untuk batuan batuan yang diyakini insitu di Perbukitan Sepuluhribu, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan dating. Sehingga hasilnya dating tersebut akan sangat membantu dalam hal penentuan potensi di Kota Tasikmalaya dan sekitarnya. Daftar Pustaka Bronto, S., Geologi Gunung api Purba : Publikasi Khusus, Badan Geologi, Bandung, Bronto,S., Vocanic Geology of Galunggung, West Java, Indonesia : A Thesis Submitted In Partial Fulfiment Of The Requirements For Degree Of Doctor Of Philoshopy In Geology In The Universisy Of Canterbury, Kusumadinata, K., Data Dasar Gunung Galunggung, dalam : Katili, J., Sudrajat, A.dan Kusumadinata, K., (eds) Letusan Galunggung : Kumpulan Makalah Hasil Penyelidikan, Direktorat Vulkanologi, Bandung p 3-13, Ponomareva, V., Ivan, V., dan Oleg, V, Journal Of Volcanology and Geothermal Research : Sector Collapse and Large Landslides on Late Pleistocene- Holocene volcanoes in Kamchatka, Russia. El Sevier, Amsterdam, Schmincke, H.U., Vulcanism, Springer-Verlag, Heidelberg,

6 Ui,T., Takarada, S., dan Yoshimoto, M., Debris Avalanche, Academic Press, London, Wilson, M., Igneous Petrogenesis: A Global Tectonic Approach, Harper Collins Academic, London, Winter, J.D., An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology, Prenntic Hall, New Jersey, Wirakusumah, A, Geologi Gunungapi Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat, dalam : Katili, J., Sudrajat, A.dan Kusumadinata, K., 1986, (eds) Letusan Galunggung : Kumpulan Makalah Hasil Penyelidikan, Direktorat Vulkanologi, Bandung p ,

7 Tabel 1. Contoh Tabulasi Hasil Pengamatan dan Deskripsi Batuan Stasiun Pengamatan Koheren Fragmental Kekar Block Intrusi Lava Skoria Tuf- and Endapan Lapili Ash Lahar Tektonik Deposit Keterangan : :Tidak terdapat keberadaan batuan tersebut di lokasi pengamatan. : terdapat keberadaan batuan tersebut di singkapan di lokasi pengamatan Jigsaw Cracks LD LD LD LD LD LD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD HD Sesar 598

8 Tabel 2. Lokasi pengamatan yang diduga bukan berasal dari longsoran Galunggung. Koheren Fragmental Stasiun Wilayah Tuf- Pengamatan Kekar Sesar Intrusi Lava Scoria Adminitrasi Lapili Tektonik HD Rancamacan, HD Desa Karikil, Kecamatan HD Mangkubumi, Tasikmalaya. HD Gn. Asasutra, Desa Mangkubumi, HD Kecamatan Mangkubumi, Tasikmalaya HD HD Sekitar Waduk HD Situgede, Desa Linggajaya, HD Kecamatan HD Kawalu, HD Tasikmalaya. HD HD Desa Cintaraja, HD Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. HD Desa Cipasung, Kecamatan HD Singaparna, Tasikmalaya Keterangan :Tidak terdapat keberadaan batuan tersebut di lokasi pengamatan. : terdapat keberadaan batuan tersebut di singkapan di lokasi pengamatan 599

9 Gambar 1. Peta indeks daerah penelitian yang terletak di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, luasan sekitar 10 x 7 km. 600

10 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 2. Peta Geomorfologi daerah penelitian dan profil sayatan geomorfologi 601

11 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 3. Kenampakan struktur geologi di kekar tektonik yang memotong skoria lapili tuf Gambar 4. Contoh Perbandingan unsur geokimia antara batuan yang diduga insitu di Perbukitan Sepuluhribu dengan batuan vulkanik Galunggung. 602

12 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 5. Peta geologi daerah penelitian dan profil sayatan geologi 603

13 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 6. Kenampakan feeder dike Cipasung yang struktur batuannya sangat mirip lava dome, diinterpretasikan merupakan pusat gunung api tipe freatik-freatomagmatic volcano. Gambar 7. Skema pembentukan lava dome oleh intrusi dalam Bronto (2010). Ken K Gambar 8. Sayatan geologi di sekitar Gunung Asasutra, terlihat suatu bentukan morfologi positif yang mirip dengan suatu gunung api. 604

14 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Gambar 9. Sesar turun sistematis di sekitar Gunung Asasutra yang memotong skoria lapili tuf tebal dan sangat khas pada zona sentral gunung api. Gambar 10. Profil geologi pada Situgede, bentukan yang sangat mirip gunung api tipe maar di mana pada bagian tengahnya yang berupa pulau tersusun oleh breksi autoklastika. Gambar 11. Endapan breksi piroklastika dengan arah aliran sangat jelas ke selatan di sekitar Situgede, diduga adalah produk primer maar Situgede. 605

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbukitan Gendol (Gambar 1.1) merupakan kelompok perbukitan terisolir berada pada lereng sebelah baratdaya Gunungapi Merapi. Genesis Perbukitan Gendol menjadi hal

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Halaman Persembahan... Kata Pengantar... Sari...... Daftar Isi...... Daftar Gambar... Daftar Tabel...... Daftar Lampiran...... i ii iii iv vi vii x xiv

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Eka Dwi Ramadhan 1), Johanes Hutabarat 2), Agung Mulyo 3) 1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA vi DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv SARI... xvi ABSTRACT... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1.

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3. 1 Geomorfologi 3. 1. 1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak pada kompleks gunung api Tangkubanparahu dengan elevasi permukaan berkisar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Penelitian Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena berada pada wilayah tektonik aktif yang dikenal dengan zona subduksi. Gunung api yang terbentuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran ANALISIS KERENTANAN LONGSOR PADA FASIES PROKSIMAL MEDIAL GUNUNGAPI GALUNGGUNG DI DAERAH PERBUKITAN SEPULUH RIBU, TASIKMALAYA Michelle Calista Carina 1, Johanes Hutabarat 2, dan Agung Mulyo 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI BATUAN BEKU FRAGMENTAL Disusun oleh: Donovan Asriel 21100114140093 LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini untuk letak daerah penelitian, manifestasi panasbumi, geologi daerah (geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan batuan ubahan) dikutip dari Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA Oktory PRAMBADA Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari Gunungapi Ruang (+714 m dpl) yang merupakan gunungapi strato

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI Oleh: Satrio Wiavianto Prodi Sarjana Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) GUNUNG API PURBA PULAU NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) GUNUNG API PURBA PULAU NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA GUNUNG API PURBA PULAU NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA P. Asmoro 1, S. Bronto 1, M. Effendi 1, I. Christiana, A. Zaennudin 2 1 PSG BG, Jl. Diponegoro 57 Bandung 40122 2 Pensiunan

Lebih terperinci

Bab II Tatanan Geologi Daerah Penelitian

Bab II Tatanan Geologi Daerah Penelitian Bab II Tatanan Geologi Daerah Penelitian II.1 Tatanan Geologi Daerah Jawa Bagian Barat II.1.1 Fisiografi. Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Jawa Bagian Barat skala 1:500.000 (Gafoer dan Ratman,

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK

KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK Karakteristik geologi daerah volkanik Kuarter kaki tenggara Gunung Salak (Bombon Rahmat Suganda & Vijaya Isnaniawardhani) KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK Bombom

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK Bentuklahan asal vulkanik merupakan bentuklahan yang terjadi sebagai hasil dari peristiwa vulkanisme, yaitu berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma naik ke permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Muhammad Dandy *, Wawan Budianta, Nugroho Imam Setiawan Teknik Geologi UGM Jl. Grafika No.2 Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pulau Jawa dianggap sebagai contoh yang dapat menggambarkan lingkungan busur kepulauan (island arc) dengan baik. Magmatisme yang terjadi dihasilkan dari aktivitas

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan sebagai syarat untuk kelulusan sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA Beta Kurniawahidayati 1 *, Mega F. Rosana 1, Heryadi Rachmat 2 1. Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum Geologi Bandung

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Karakteristik batuan beku andesitik & breksi vulkanik, dan kemungkinan penggunaan sebagai bahan bangunan KARAKTERISTIK BATUAN BEKU ANDESIT & BREKSI VULKANIK, DAN KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Persembahan... iii Ucapan Terima Kasih... iv Kata Pengantar... v Sari/Abstrak... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar Tabel... xiv

Lebih terperinci

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku 5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku Pulau Gunung Api di utara P. Wetar ditutupi belukar dilihat dari utara (gbr. Kiri) dan dilihat dari barat (gbr. Kanan) (Foto: Lili Sarmili).(2001) KETERANGAN UMUM

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA STUDI FASIES GUNUNG API PURBA BERDASARKAN ANALISIS GEOMOROFOLOGI, ASOSIASI LITOLOGI, DAN STRUKTUR GEOLOGI SERTA IMPLIKASINYA (STUDI KASUS: DAERAH PRIPIH, KECAMATAN KOKAP, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013

Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Desember 2013 PENGARUH KOMPETENSI BATUAN TERHADAP KERAPATAN KEKAR TEKTONIK YANG TERBENTUK PADA FORMASI SEMILIR DI DAERAH PIYUNGAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstrak Budi SANTOSO 1*, Yan Restu FRESKI 1 dan Salahuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Semilir merupakan salah satu formasi penyusun daerah Pegunungan Selatan Pulau Jawa bagian timur. Dalam distribusinya, Formasi Semilir ini tersebar dari bagian

Lebih terperinci

KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH

KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANG-TEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH KIMIA AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH MAGELANGTEMANGGUNG BAGIAN BARAT, KABUPATEN TEMANGGUNG DAN MAGELANG, PROVINSI JAWA TENGAH Syera Afita Ratna *, Doni Prakasa Eka Putra, I Wayan Warmada Penulis Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Gunungapi Sinabung adalah gunungapi stratovolkano berbentuk kerucut, dengan tinggi puncaknya 2460 mdpl. Lokasi Gunungapi Sinabung secara administratif masuk

Lebih terperinci

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB II. METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Sari... iii Kata Pengantar... iv Halaman Persembahan... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Foto... xiii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

LINGKUP VULKANOLOGI TIPE ERUPSI DAN TIPE GUNUNGAPI LINGKUP VULKANOLOGI

LINGKUP VULKANOLOGI TIPE ERUPSI DAN TIPE GUNUNGAPI LINGKUP VULKANOLOGI MODUL III LINGKUP VULKANOLOGI TIPE ERUPSI DAN TIPE GUNUNGAPI BACKGROUND: ERUPSI G. MERAPI PADA APRIL 2006 LINGKUP VULKANOLOGI 1 Ilmu-Ilmu Geologi yang Terkait dengan Vulkanologi Petrologi magmatisme Geokimia

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur 4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi : Strato dengan kubah lava Lokasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM Oleh: Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta E-mail: hilghartono@yahoo.co.id Disampaikan pada : FGD Pusat Survei Geologi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.20. Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.21. Struktur sedimen laminasi sejajar pada sisipan batupasir

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR TERHADAP PENYEBARAN BATUAN VOLKANIK KUARTER DAN GUNUNGAPI AKTIF DI JAWA BARAT

KONTROL STRUKTUR TERHADAP PENYEBARAN BATUAN VOLKANIK KUARTER DAN GUNUNGAPI AKTIF DI JAWA BARAT KONTROL STRUKTUR TERHADAP PENYEBARAN BATUAN VOLKANIK KUARTER DAN GUNUNGAPI AKTIF DI JAWA BARAT Edy Sunardi Laboratorium Sedimentologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara 7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Gamkunora, Gammacanore Nama Kawah : Kawah A, B, C, dan D. Lokasi a. Geografi b. Administrasi : : 1º 22 30" LU dan 127º 3' 00" Kab.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA

BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Pulau Sumatera terdiri dari empat zona fisiografi (Badan Geologi, 2010) yaitu Zona Dataran Rendah, Zona Dataran Tinggi, Zona

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DANAU VULKANIK MANINJAU (Aan Dianto-Puslit Limnologi LIPI)

PEMBENTUKAN DANAU VULKANIK MANINJAU (Aan Dianto-Puslit Limnologi LIPI) Warta Limnologi No: 56 / Tahun XXIX ISSN 0251-5168 PEMBENTUKAN DANAU VULKANIK MANINJAU (Aan Dianto-Puslit Limnologi LIPI) aan@limnologi.lipi.go.id Danau Maninjau yang terletak pada 0 12 26,63 LS - 0 25

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian topografi di daerah penelitian berkisar antara 600-1200 m. Morfologi

Lebih terperinci

Studi Awal Keberadaan Gunung Api Purba Tulakan-Ketro, Pacitan, Jawa Timur

Studi Awal Keberadaan Gunung Api Purba Tulakan-Ketro, Pacitan, Jawa Timur Studi Awal Keberadaan Gunung Api Purba Tulakan-Ketro, Pacitan, Jawa Timur Oleh: Teguh Wage Prakoso 1, Danu Wahyu Dalio 1, Alfred Steven 1, dan Hill. G. Hartono 2 1 Mahasiswa Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI

BAB II KERANGKA GEOLOGI BAB II KERANGKA GEOLOGI 2.1 Tatanan Geologi Daerah penelitian merupakan batas utara dari cekungan Bandung. Perkembangan geologi Cekungan Bandung tidak lepas dari proses tektonik penunjaman kerak samudra

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah. Daerah perbukitan memanjang dengan arah barat-timur

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Persembahan...iii Ucapan Terima Kasih... iv Kata Pengantar... v Sari... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar Tabel... xii BAB I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

: Piek Van Bali, Piek of Bali, Agung, Gunung Api. Kab. Karangasem, Pulau Bali. Ketinggian : 3014 m di atas muka laut setelah letusan 1963

: Piek Van Bali, Piek of Bali, Agung, Gunung Api. Kab. Karangasem, Pulau Bali. Ketinggian : 3014 m di atas muka laut setelah letusan 1963 4.2. G. AGUNG, Bali KETERANGAN UMUM Nama Lain : Piek Van Bali, Piek of Bali, Agung, Gunung Api Lokasi a. Geografi Puncak : 08 20' 30 Lintang Selatan dan 115 30' 30 Bujur Timur b. Administratif : Kab. Karangasem,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

Evolusi Batuan Gunung Api Kompleks G. Ijo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Evolusi Batuan Gunung Api Kompleks G. Ijo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta Evolusi Batuan Gunung Api Kompleks G. Ijo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta hilghartono@sttnas.ac.id Abstrak Pegunungan Kulonprogo terkenal

Lebih terperinci

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku 5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku G. Lawarkawra di P. Nila, dilihat dari arah utara, 1976 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Kokon atau Lina Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif : : 6 o 44' Lintang

Lebih terperinci