KONTAK Untuk informasi lebih lanjut mengenai :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTAK Untuk informasi lebih lanjut mengenai :"

Transkripsi

1

2 KONTAK Untuk informasi lebih lanjut mengenai : IUPHHK HT, IUPHHK HTR, IUPHHBK- HT, IUPJL-HT, hubungi : Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabhakti Blok I Lantai 6 Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat Telp. (021) IUPHHBK-HA, IUPJL-HA, hubungi : Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabakti Blok I Lantai 11 Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat Telp. (021) Hasil Identifikasi Kawasan Hutan Produksi Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabakti Blok I Lantai 5 Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat Telp. (021) Sumber foto : Direktorat BRPHP dan Pusinfo Dephut

3 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan kekayaan alam kepada seluruh bangsa Indonesia dan memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun booklet tentang informasi Sumberdaya Hutan Produksi di Provinsi Sulawesi Barat ini. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi lahan hutan produksi yang potensial untuk dikembangkan adalah provinsi Sulawesi Barat. Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo PP No.3 tahun 2008, pemanfaatan hutan produksi tidak hanya berbasis pada kayu dan berskala kecil. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu kini dapat dilakukan melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) dan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Selain itu, kini juga terbuka peluang bagi investor skala kecil melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR). Untuk mengoptimalkan pemanfaatan hutan terutama dalam hutan produksi di Provinsi Sulawesi Barat perlu didukung data dan informasi yang cukup akurat. Booklet ini kami susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi kawasan hutan produksi di Provinsi Sulawesi Barat. Informasi ini diharapkan juga dapat memberikan gambaran kepada para calon investor mengenai ketersediaan kawasan hutan produksi yang berpeluang dikembangkan sebagai unit usaha kehutanan. Jakarta, November 2009 Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Iman Santoso NIP i

4 Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. GAMBARAN UMUM 1.1 Letak, Luas dan Administrasi Wilayah 1.2 Pembangunan Ekonomi 1.3 Infrastruktur II KAWASAN HUTAN 2.1 Kawasan Hutan dan Perairan 2.2 Kawasan Hutan Produksi III PELUANG USAHA PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI 3.1 IUPHHK HTI 3.2 IUPHHK HTR 3.3 IUPHHBK 1. Luas Hutan Produksi per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat 1. Jumlah Penduduk per Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat Tahun Proporsi Luas Fungsi Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Barat (SK. Menhut No.890/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Selatan) 3. Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Selatan (SK. Menhut No.890/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999) 4. Luas Kawasan Hutan Produksi per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat 5. Peta potensi dan lokasi pemanfaatan hutan produksi yang tidak dibebani hak di Provinsi Sulawesi Barat 6. Grafik Perkembangan Produksi Kayu Bulat di Provoinsi Sulawesi Barat ( Statistik Kehutanan Provinsi Sulbar, 2008 ) 7. Potensi kemiri dan damar sebagai hasil hutan non kayu di Provinsi Sulawesi Barat i ii ii

5 Gambaran Umum 1

6 Bujur Timur (BT). Luas wilayah daratan Provinsi SULBAR adalah ,16 km2 dengan luas wilayah laut 7.668,84 km2 dan terbagi ke dalam 5 kabupaten yaitu Polewali Mandar, Majene, Mamuju, Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamasa dengan 65 Kecamatan, 61 Kelurahan, 472 Desa. Batas Provinsi SULBAR di sebelah Utara adalah Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah Timur berbatasan Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Teluk Mandar; dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar PEMBANGUNAN EKONOMI 1.1. LETAK, LUAS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Provinsi Sulawesi Barat dengan ibukota Mamuju merupakan provinsi baru yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi SULBAR secara geografis terletak diantara Lintang Selatan (LS) dan Potensi Sumberdaya Alam Provinsi Sulawesi Barat memiliki kekayaan sumber daya alam yang bervariasi mulai pertambangan emas, batubara, dan minyak bumi, hasil bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan serta hasil perikanan dan kelautan. Di sektor kehutanan sesuai data BPKH Makassar (2007) setelah pemekaran dari Sulawesi Selatan, luas kawasan hutan di Sulawesi Barat adalah seluas Ha yang diantaranya terdiri dari hutan produksi tetap (HP) ha, hutan produksi Terbatas (HPT) ha, hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) ha, hutan lindung (HL) ha, dan kawasan cagar alam (CA) seluas ha. Hutan-hutan inilah menghasilkan s/d m3 kayu dan ton rotan dan damar. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pertumbuhan PDRB per kapita Sulawesi Barat meningkat 2

7 . dari tahun ke tahun. Pada 2007, Sulawesi Barat mengalami 2. Pelabuhan Laut pertumbuhan yang meningkat yaitu sebesar 17,9%, jauh di atas nasional sebesar 16,7 persen. Angka ini meningkat secara drastis dari PDRB tahun 2005 hanya 10,9% jauh di bawah nasional 16,3%. Prestasi ini diikuti oleh pertumbuhan riil ekonomi Sulawesi Barat pada 2007 mencapai 7,43% jauh di atas rata-rata nasional 6,32% dan provinsi lainnya. Sektor pertanian masih mendominasi struktur ekonomi Sulawesi Barat dengan sumbangan lebih dari 55% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi, termasuk kontribusi sektor kehutanan di dalamnya 3. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan data Potensi Desa/Kelurahan (PODES) dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2008 sebanyak jiwa yang terdiri dari pria dan wanita. Jumlah kepala keluarga (KK) di provinsi ini sebanyak KK. Konsentrasi jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat berada di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak jiwa (33%) dengan KK dan Kabupaten Mamuju sebanyak jiwa (28%) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak KK INFRASTRUKTUR 1. Prasarana Jalan Pada tahun 2006, panjang jalan di Sulawesi Barat adalah 6.100,56 Km. Sekitar 541,06 Km jalan tersebut dibangun oleh pemerintah pusat, 667,60 Km oleh pemerintah provinsi, dan sekitar 4.891,90 dibangun oleh pemerintah kabupaten. Untuk melayani jalur utama lintas angkutan penyeberangan di Provinsi Sulawesi Barat juga tersedia beberapa pelabuhan, diantaranya Pelabuhan Mamuju dan Belang-belang di Kab. Mamuju, Pelabuhan Polewi di Kab. Polewi Mandar, Pelabuhan Majene di Kab. Majene. Pelabuhan-pelabuhan tersebut banyak dimanfaatkan untuk muat bongkar barang dan juga angkutan penumpang, baik kapal antar pulau maupun kapal antar provinsi seperti rute pelayaran Mamuju-Balikpapan- Surabaya. 3. Pelabuhan Udara Di Provinsi Sulawesi Barat terdapat 1 (satu) bandar udara komersial yaitu Bandara Tampa Padang di Kecamatan Kalukku (Kabupeten Mamuju). Bandara tersebut dapat didarati pesawat jenis Cassa dan Fokker 28. Rute penerbangan dari Makassar - Mamuju - Balikpapan PP, dengan volume penerbangan setiap hari Senin, Rabu dan Sabtu setiap Minggu Gambar 1. Jumlah Penduduk per Kabupaten Provensi Sulawesi Barat Tahun

8 4 Kawasan Hutan

9 2.1. KAWASAN HUTAN DAN PERAIRAN Sebagai provinsi baru yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan, luas kawasan hutan Provinsi Sulawesi Barat sampai saat ini masih mengacu pada SK Menteri Kehutanan Nomor 890/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas total kawasan hutan mencapai ha yang meliputi Hutan Suaka Alam seluas ha (19.98%), Hutan Lindung seluas Gambar 2. Proporsi Luas Fungsi Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Barat (Sesuai SK. Menhut No.890/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang Peta Penunjukkan Kawasan Hutan Dan Perairan Provinsi Sulawesi Selatan) Gambar 3. Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Barat (Berdasarkan SK. Menhut No.890/ Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999) 5

10 maupun IUPHHK-HTI. Jumlah IUPHHK-HA sampai dengan Oktober 2009 sebanyak 4 (empat) pemegang ijin dengan total luas areal konsesi ha dan jumlah IUPHHK-HT adalah sebanyak 1 (satu) unit pemegang ijin dengan total luas konsesi seluas ha. Sulawesi Barat pada tahun 2007 berdasarkan data BPKH Makassar adalah seluas Ha yang diantaranya terdiri dari hutan produksi tetap (HP) ha, hutan produksi terbatas (HPT) ha, hutan produksi yag dapat dikonversi (HPK) ha, hutan lindung (HL) ha, dan kawasan cagar alam (CA) seluas ha. Jenis areal hutan yang paling besar di Provinsi Sulawesi Barat adalah hutan lindung yang mencapai 57,53 % dari keseluruhan kawasan hutan yang ada. Gambar 4. Luas Kawasan Hutan Produksi per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat ha (50.12%), Hutan Produksi Tetap seluas ha (4.86%), Hutan produksi Terbatas seluas ha (22.06%), Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas ha (2.63%), serta Taman Buru seluas ha (0.36%). Kawasan hutan di Tabel 1. Luas Kawasan Hutan Produksi per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat No Kabupaten Mamuju Majene Polewali Mandar Mamasa Mamuju Utara Fungsi Hutan (ha) HP HPT HPK HL CA Jumlah KAWASAN HUTAN PRODUKSI Kabupaten Mamuju memiliki kawasan hutan produksi yang paling luas diantara kabupaten lainnya yaitu mencapai ha, diikuti oleh Kabupaten Mamuju Utara pada urutan kedua. Tidak mengherankan jika produksi hasil hutan sebagian besar dipasok dari dua kabupaten ini. Pada 2008 misalnya, kedua kabupaten ini menghasilkan kayu bulat sebesar ,43 m3 atau 92,9% dari total produksi kayu bulat Provinsi Sulawesi Barat. Keberadaan kawasan hutan produksi merupakan potensi investasi di bidang kehutanan. Hal tersebut dapat diketahui adanya beberapa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Provinsi Sulawesi Barat, baik dalam bentuk IUPHHK-HA 6

11 5 Peluang Usaha Pemanfaatan Hutan Produksi 7

12 Hasil identifikasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan (2008) menunjukkan, terdapat lebih dari ha kawasan hutan produksi yang tidak dibebani hak di provinsi ini. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi yang dapat diusahakan antara lain dalam bentuk : 1. Usaha pemanfaatan kawasan; 2. Usaha pemanfaatan jasa lingkungan; 3. Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam; 4. Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman; 5. Usaha pemanfataan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam; 6. Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman; 7. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan; 8. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman IUPHHK HTI Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman (IUPHHK HTI) merupakan izin yang diberikan oleh Menhut pada kawasan hutan produksi yang sudah tidak produktif. Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK- HTI merupakan asset pemegang izin usaha dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku. a. Potensi Kawasan Sampai dengan akhir bulan Oktober 2009, jumlah IUPHHK- HTI yang telah mendapat izin dari Menteri Kehutanan sebanyak 1 (satu) unit dengan luas ha. Dari hasil identifikasi kawasan hutan produksi yang tidak dibebani hak oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2008), tersedia areal seluas Ha yang potensial dimanfaatkan untuk IUPHHK HTI. Areal itu tersebar di Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara, Mamasa, dan sebagian kecil di Kab. Majene. Beberapa perusahaan yang sedang mengajukan permohonan IUPHHK-HT adalah PT. Bara Indoco, PT. Bioenergi Indoco, dan PT. Amal Nusantara. 1. Kabupaten Mamuju Potensi kawasan hutan produksi di Kabupaten Mamuju untuk HTI seluas total Ha. Kawasan hutan produksi ini umumnya merupakan hutan pegunungan, dengan topografi berbukit-bukit sampai agak curam. Jenis kayu dominan yang dapat ditemui di lokasi ini adalah jenis kayu yang berasal dari hutan alam seperti jenis Meranti, rimba campuran. Jenis yang cocok untuk pengembangan HTI adalah jenis Acacia mangium dan Sengon. Pada umumnya areal hutan produksi yang berpotensi menjadi HTI ini dapat diakses melalui jalan darat dan jalan laut. 2. Kabupaten Mamuju Utara Di Kabupaten Mamuju Utara terdapat areal hutan produksi seluas ha yang berpotensi dijadikan HTI. Pada umumnya merupakan hutan pegunungan dengan kondisi lereng mulai landai hingga berbukit-bukit. Jenis tanaman yang cocok dikembangkan untuk hutan tanaman adalah 8

13 Gambar 5. Peta Potensi dan Lokasi Pemanfaatan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Hak di Provinsi Sulawesi Barat 9

14 Sengon dan Acacia mangium. Lokasi ini dapat dicapai dengan perjalanan darat sekitar 5 jam sampai 6 jam dari ibukota Sulawesi Barat (Mamuju) yaitu ± 276 km. 3. Kabupaten Mamasa Di Kabupaten Mamasa tersedia kawasan hutan produksi seluas ha yang potensial untuk HTI. Merupakan hutan pegunungan tanah kering dengan kondisi lereng landaibergelombang. Aksesibilitas dari ibukota provinsi dapat ditempuh sekitar 8 sampai 9 jam melalui perjalanan darat 4. Kabupaten Majene Di Kabupaten Majene tersedia areal hutan produksi seluas ha yang berpotensi dijadikan HTI. Pada umumnya merupakan hutan pegunungan dengan kondisi tanah kering dan lereng landai. Kondisi penutupan lahan masih berhutan dengan potensi kayu rendah sampai sedang. Jenis yang cocok untuk dikembangan dalam rangka pembangunan hutan tanaman industri (HTI) adalah sengon dan Acacia mangium. Lokasi ini dapat dicapai dengan perjalanan darat sekitar 3 jam sampai 4 jam dari ibukota Sulawesi Barat (Mamuju) yaitu ± 142 km. b. Produksi Kayu Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi jenis-jenis kayu komersial, seperti jenis Meranti, Kayu Indah, Rimba Campuran, Jati, Sengon, Gmelina dan Ebony. Dinas Kehutanan Provinsi SULAWESI BARAT (2008) mencatat dalam kurun waktu tahun 2004 s/d 2008 rata-rata produksi hasil hutan berupa kayu bulat terus mengalami penurunan. Produksi kayu bulat pada tahun 2004 tercatat sebesar m3 sementara pada tahun 2005 sebesar m3. Namun pada tahun 2006 mengalami peningkatan dengan volume produksi sebesar m3. Pada tahun 2007 mengalami penurunan kembali dengan volume produksi m3 begitu pula dengan tahun 2008 sebesar m3. Sebagian besar kayu bulat yang dihasilkan tersebut berasal dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (HPH). Berdasarkan data Ditjen. Bina Produksi Kehutanan Gambar 6. Grafik Perkembangan Produksi Kayu Bulat di Provoinsi Sulawesi Barat ( Statistik Kehutanan Provinsi Sulbar, 2008 ) 10

15 sampai dengan Oktober 2009 tercatat 4 (empat) pemegang IUPHHK-HA dengan luas areal konsesi seluas ha IUPHHK HTR Kawasan hutan produksi Sulawesi Barat juga berpotensi untuk dimanfaatkan melalui pola Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK HTR). Izin ini dapat diberikan kepada perorangan atau koperasi, dengan luas maksimum 15 Ha untuk setiap pemohon perorangan. Bagi koperasi, luas HTR dapat disesuaikan dengan kemampuan usahanya. Untuk mendukung program ini, pemerintah memberikan pinjaman kepada pengelola HTR melalui Badan Layanan Umum Pembiayaan Pembangunan Hutan. Secara umum, pola pemanfaatan kawasan melalui HTR ini mirip dengan kegiatan pada HTI (merupakan HTI skala kecil), meliputi : penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Kawasan hutan produksi untuk HTR umumnya adalah hutan produksi yang sudah tidak produktif, dan diutamakan dekat dengan industri pengolahan hasil hutan. a. Potensi Kawasan Sampai Oktober 2009, Menhut telah mencadangkan areal seluas a untuk pembangunan HTR di Provinsi Sulawesi Barat yang berada di Kabupaten Mamasa. Disamping itu masih tersedia areal seluas Ha yang berpotensi dimanfaatkan dengan pola HTR. Kawasan potensial itu tersebar di Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara, Majene, Mamasa, dan sebagian kecil di Kabupaten Poleweli Mandar. 1. Kabupaten Mamuju Di Kabupaten Mamuju terdapat potensi HTR seluas ha. Lokasi yang direkomendasikan untuk HTR di kabupaten ini pada umumnya merupakan hutan pegunungan tanah kering, lereng bergelombang, namun memiliki tutupan lahan yang masih berhutan dengan potensi kayu sedang. Jenis kayu yang dominan antara lain Jati, Sengon, Kemiri dan Macadamia. Aksesibilitas menuju masing-masing lokasi HTR dapat ditempuh dengan jalan darat sekitar 2 sampai 3 jam dari kota Mamuju dengan kondisi jalan umumnya sudah beraspal/beton dan berupa tanah yang telah diperkeras. 2. Kabupaten Mamuju Utara Tersedia areal hutan produksi seluas total ha yang potensial dijadikan HTR. Pada umumnya lokasi yang direkomendasikan untuk HTR di dua kabupaten ini merupakan hutan pegunungan, dengan kondisi lereng landai-bergelombang. Jenis tanaman yang cocok dikembangkan untuk HTR adalah Sengon, Jati, Akasia dan Gmelina. Lokasi-lokasinya dapat dicapai ± 2-3 jam perjalanan darat dari ibukota kabupaten dengan kondisi jalan pada umumnya masih berupa tanah yang telah diperkeras. 3. Kabupaten Mamasa Di Kabupaten Majene terdapat potensi areal seluas ha. Kabupaten ini lokasi yang berpotensi dikelola melalui pola HTR merupakan hutan pegunungan tanah kering, dengan kondisi lereng landai-bergelombang. Pada umumnya penutupan lahan masih berhutan dengan potensi kayu 11

16 sedang. Jenis tanaman yang cocok untuk dikembangkan adalah Akasia, Kemiri dan Sengon. Aksesibilitas menuju lokasi-lokasi tersebut dapat ditempuh melalui jalan darat dengan waktu tempuh ± 2-3 jam dari ibukota kabupaten dengan kondisi jalan umumnya masih berupa tanah dan tanah yang telah diperkeras. Pada umumnya lokasi yang direkomendasikan untuk HTR di dua kabupaten ini merupakan hutan pegunungan tanah kering, dengan kondisi lereng landai-bergelombang. Namun potensi kayu masih ada, dengan jenis dominan Bungur, Kelokos, Jati, dan Sonokeling. Lokasi-lokasinya dapat dicapai ± 2-3 jam perjalanan darat dari ibukota kabupaten. 4. Kabupaten Majene dan Polewali Mandar Tersedia potensi unit pengelolaan HTR dengan luas total ha yaitu di Kabupaten Majene seluas ha dan Kabupaten Polewali Mandar seluas 456 ha. Kedua lokasi tersebut tipe hutan pegunungan, kondisi lereng landai-bergelombang. Jenis tanaman yang cocok untuk dikembangkan adalah jenis jenis Kemiri dan Sengon. Aksesibilitas menuju masing-masing lokasi HTR dapat ditempuh melalui jalan darat dengan waktu perjalanan ± 2 jam dari ibukota kabupaten. Dimana kondisi jalan umumnya berupa jalan aspal/beton serta berupa tanah yang telah diperkeras IUPHHBK Gambar 7. Potensi kemiri dan damar sebagai hasil hutan non kayu di Provinsi Sulbar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) dapat dilakukan pada hutan alam maupun hutan tanaman. Produk HHBK bagi masyarakat disekitar hutan bisa menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan sebelum tanaman kayu hutan dipanen. Mereka bisa memperoleh tambahan pendapatan bersamaan dengan penerapan cara hidup yang tradisional dan bersahabat dengan alam. Usaha pedesaan bisa tumbuh tidak hanya berbasis budidaya dan pemanenan saja, tetapi juga penambahan nilai tambah melalui pengolahan produk, pengemasan dan sertifikasi. Hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan antara lain : 12

17 1) rotan, sagu, nipah, bambu yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil; 2) getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil; 3) komoditas pengembangan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) yang ditetapkan oleh Menteri yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil. Provinsi Sulawesi Barat mempunyai komoditas HHBK unggulan, diantaranya Kemiri, Rotan dan Damar. 1. Kemiri Produksi kemiri terkonsentrasi di Kabupaten Majene, Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju. Mejene memiliki luas lahan yang telah dikembangkan untuk tanaman kemiri sekitar 2.025,56 ha dengan tingkat produksi sekitar 1.782,67 ton. 2. Rotan Produksi rotan di Provinsi Sulawesi Barat tersebar di Kabupaten Polewali Mandar, Mamuju, Majene, dan sebagian di Kabupaten Mamuju Utara. Rotan dimanfaatkan oleh para pelaku industri lokal sebagai bahan dasar industri kerajinan/ anyaman. Sentra industri kerajinan rotan banyak terdapat di Kabupaten Mamuju. Pada tahun 2007, kapasitas ekspor komoditi rotan dari Indonesia mencapai ton dengan nilai ribu US$. Sedangkan kebutuhan dunia akan rotan yang diasumsikan dari total volume impor adalah ton. Ini berarti Indonesia mampu memenuhi 27% dari total kebutuhan dunia akan rotan. Prospek pasar rotan sangat manjanjikan dan potensi kawasan hutan produksi di Provinsi Sulawesi Barat sangat mendukung untuk pengembangan rotan. 2. Damar Penghasil damar adalah pohon shorea (Shorea sp). Untuk mendapatkan damar dilakukan tindak penyadapan yang memerlukan teknik penyadapan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon dan hasil damar. Hasil penyadapan yang baik dapat berpengaruh terhadap umur produksi pemungutan damar jauh lebih panjang, pohon relatif sehat sehingga dapat berproduksi sangat lama, jangka waktu peremajaan lebih jarang dilakukan, produksi damar per pohon relatif lebih banyak, dan pada akhir produksi damar dapat dimanfaatkan kayu sekitar 8 m³/ pohon. Beragam jenis damar yang terdapat di Sulawesi Barat, namun produksi terbesar adalah jenis damar mata kucing (Shorea javanica). 13

18 14 Copyright Subdirektorat Informasi Sumberdaya Hutan Produksi, Direktorat BRPHP Gd. Manggala Wanabhakti Blok I Lt.5 Jl. Jend. Gatot Subroto - Jakarta Pusat Telp. (021)

KONTAK Untuk informasi lebih lanjut mengenai :

KONTAK Untuk informasi lebih lanjut mengenai : KONTAK Untuk informasi lebih lanjut mengenai : IUPHHK HT, IUPHHK HTR, IUPHHBK- HT, IUPJL-HT, hubungi : Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut mengenai :

Untuk informasi lebih lanjut mengenai : Untuk informasi lebih lanjut mengenai : IUPHHK HT, IUPHHK HTR, IUPHHBK HT, IUPJLHT hubungi : Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Gd. Manggala Wanabhakti

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 s. bp uk ab. am uj m :// ht tp id go. STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 ISSN : - No. Publikasi : 76044.1502 Katalog BPS : 830.1002.7604 Ukuran Buku : 18 cm x 24 cm Jumlah Halaman : v + 26 Halaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Perusahaan Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN DUKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 04/01/76/Th.X, 4 Januari 2016 Jumlah pesawat yang berangkat melalui Bandara Tampa Padang Mamuju dan Sumarorong Mamasa Sulawesi Barat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI Disampaikan : Direktur Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan pada FGD II KRITERIA

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 09/02/76/Th.X, 1 Februari 2016 Jumlah pesawat yang berangkat melalui Bandara Tampa Padang Mamuju dan Sumarorong Mamasa Sulawesi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 04/01/76/Th. XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG MENURUN SAMPAI 6,42 PERSEN Jumlah pesawat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 17/03/76/Th.X, 1 Maret 2016 Jumlah pesawat yang berangkat melalui Bandara Tampa Padang Mamuju dan Sumarorong Mamasa Sulawesi Barat

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember 1991 dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR Disusun oleh: Kelompok 8 Akuntansi Pemerintahan 1. Annisa Fitri (03) 2. Lily Radhiya Ulfa (18) 3. Wisnu Noor Fahmi (37)

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT Pemukiman Perladangan Perkampungan Padang Pengembalaan Penduduk di dalam dan sekitar kawasan hutan:

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan A R L A N OUTLINE I. INVESTOR SWASTA... II. RESTORASI EKOSISTEM (RE) III. KEBIJAKAN RE DI HUTAN PRODUKSI (HP) IV. PROSES PERIZINAN RE - HP V. PENUTUP VI. ILUSTRASI : PERHITUNGAN INVESTASI I. INVESTOR SWASTA

Lebih terperinci

Gambar 22. Peta Kabupaten Kutai Timur

Gambar 22. Peta Kabupaten Kutai Timur 71 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Kabupaten Kutai Timur Kabupaten Kutai Timur terdiri atas 18 Kecamatan dengan luas wilayah 3.877.21 ha. Luas wilayah tersebut

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 09/02/76/Th. XI, 01 Februari 2017 PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG MENURUN SAMPAI 5,88 PERSEN Jumlah pesawat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 26/05/76/Th.X, 2 Mei Jumlah pesawat yang berangkat dan datang melalui Bandara Tampa Padang Mamuju dan Sumarorong Mamasa Sulawesi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 73/12/76/Th. X, 1 Desember PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG MENURUN 3,54 PERSEN Jumlah pesawat yang berangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 28/05/76/Th.IX, 4 Mei Jumlah pesawat yang berangkat melalui Bandara Tampa Padang Mamuju dan Sumarorong Mamasa Sulawesi Barat pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.Sejarah Perusahaan Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 60/10/76/Th.VIII, 1 Oktober Jumlah pesawat yang berangkat Agustus sebanyak 77 penerbangan atau naik 13,24 persen jika dibandingkan

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere,

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere, BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Kabupaten Sikka berada di sebelah timur Pulau Flores dari Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Maumere merupakan ibukota kabupaten (Gambar., Gambar.2). Kabupaten Sikka

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KEPADA PT. SATRIA PERKASA AGUNG ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 76.017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 36/06/76/Th. XI, 02 Juni PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG PENINGKATAN SAMPAI 1,10 PERSEN Jumlah pesawat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 40/07/76/Th. XI, 03 Juli PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG PENINGKATAN SAMPAI 1,09 PERSEN Jumlah pesawat

Lebih terperinci

LUAS KAWASAN (ha)

LUAS KAWASAN (ha) 1 2 3 Berdasarkan Revisi Pola Ruang Substansi Kehutanan sesuai amanat UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mengalami perubahan yang telah disetujui Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 936/Kpts-II/2013

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 17/03/76/Th. XI, 01 Maret 2017 PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG MENURUN SAMPAI 4,17 PERSEN Jumlah pesawat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK) PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor kehutanan,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI OLEH DIREKTUR JENDERAL BUK SEMINAR RESTORASI EKOSISTEM DIPTEROKARPA DL RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIFITAS HUTAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI OLEH DIREKTUR JENDERAL BUK SEMINAR RESTORASI EKOSISTEM DIPTEROKARPA DL RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIFITAS HUTAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI OLEH DIREKTUR JENDERAL BUK SEMINAR RESTORASI EKOSISTEM DIPTEROKARPA DL RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIFITAS HUTAN SAMARINDA, 22 OKTOBER 2013 MATERI PRESENTASI I. AZAS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN

PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN TRIWULANAN 2014 PEDOMAN PENCACAHAN BADAN PUSAT STATISTIK ii KATA PENGANTAR Kegiatan pengumpulan Data Kehutanan Triwulanan (DKT) dilakukan untuk menyediakan data kehutanan per

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 25/05/76/Th. XI, 02 Mei PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT, PENERBANGAN MELALUI BANDARA TAMPA PADANG DAN SUMARORONG PENINGKATAN SAMPAI 18,18 PERSEN Jumlah pesawat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 249/KPTS-II/1998 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 50.725 (LIMA PULUH RIBU TUJUH

Lebih terperinci

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur RENCANA AKSI KEGIATAN KOORDINASI DAN SUPERVISI (KORSUP) ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KAYU PERTUKANGAN KEPADA PT. SUMATERA SYLVA LESTARI ATAS AREAL HUTAN

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT BPS PROVINSI SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SULAWESI BARAT No. 22/04/76/Th.VIII, 1 April Jumlah pesawat yang berangkat Februari sebanyak 34 penerbangan atau naik 9,68 persen jika dibandingkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN Ministry of Forestry 2008 KATA PENGANTAR Penyusunan Buku Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2008 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012 TENTANG RENCANA KERJA PADA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih.

KATA PENGANTAR. Kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih. KATA PENGANTAR Buku Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Tahun 2008 merupakan lanjutan dari Buku Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi 2007 dan dimaksudkan untuk memberikan publikasi data

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci