BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH AHMAD HASSAN TENTANG PROBLEMA SOSIAL KEAGAMAAN DITINJAU DARI TEORI PROBLEMA SOSIAL KEAGAMAAN YANG ADA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH AHMAD HASSAN TENTANG PROBLEMA SOSIAL KEAGAMAAN DITINJAU DARI TEORI PROBLEMA SOSIAL KEAGAMAAN YANG ADA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH AHMAD HASSAN TENTANG PROBLEMA SOSIAL KEAGAMAAN DITINJAU DARI TEORI PROBLEMA SOSIAL KEAGAMAAN YANG ADA 4.1. Pokok-Pokok Pemikiran Dakwah Ahmad Hassan tentang Problema Sosial Keagamaan Dalam fase pencarian bentuk bagi politik Indonesia pada dua dekade seputar kemerdekaan, A. Hassan telah secara aktif ikut serta dalam dialog terbuka antar berbagai arus pemikiran yang hidup di masyarakat. Hal ini bisa terlihat dalam tulisan-tulisannya, antara lain, Islam dan Paham Kebangsaan (1941). Dalam buku itu A. Hassan menggambarkan bagaimana sikap Islam terhadap politik khususnya di Indonesia, dan dengan semangat demokratis mengemukakan apa yang semestinya dilakukan oleh pemerintah. Membaca tulisan-tulisan itu, sama sekali tidak menemukan paham fanatisme, suatu kesan yang biasanya hanya diperoleh oleh mereka yang tidak paham cara berpikir kesejarahan, dan tidak mengetahui nilai perbedaan pemikiran dalam menemukan apa yang selanjutnya dipandang baik dan benar. Ahmad Hassan dalam menyusun buku: Islam dan Kebangsan melalui pergolakan pikirannya yang melihat kondisi Indonesia dan tokoh Soekarno cenderung sekuler dan terlalu menitik beratkan nasionalisme 72

2 73 sehingga kebangsaan dianggap sebagai dasar yang tertinggi dan yang lainnya seperti agama khususnya Islam tidak boleh ikut campur dalam urusan negara. Dari sini A. Hassan menyusun buku Islam dan Kebangsaan. Buku ini disusun sebagai hasil debat dan polemis dengan Soekarno. Dari sini pula tampak corak buku tersebut yaitu hasil dari: Pertama, debater. Dalam hal ini beliau mempertahankan pendapatnya dengan menggunakan jalan debat secara terbuka dan tertutup. Terbuka ia lakukan manakala persoalannya sudah menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya dalam menggulirkan gagasan negara Islam. Ia mengajak debat terbuka dengan Soekarno. Dalam pandangannya bahwa debat merupakan bentuk tukar pikiran dan pembahasan mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masingmasing. Bagi Ahmad Hassan, debat bisa menghasilkan sebuah kesepakatan bila tidak bermuatan kepentingan pribadi melainkan kembali kepada dasar al-qur'an dan hadis. Tertutup, apabila masalahnya hanya bersifat pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan orang banyak. Kedua, polemis. Metode ini dimanfaatkan olehnya dalam perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka di media massa. Hal ini kemudian ia tuangkan secara sistematis dalam buku yang berjudul: Islam dan Kebangsaan. Ketiga, sic et non. Metode ini bersifat dialogis. Ia gunakan dalam bentuk dialog atau tanya jawab, dan lazimnya ia gunakan ketika membahas masalah masail fiqhiyyah. Metode ini misalnya ia wujudkan dalam bentuk

3 74 buku-bukunya antara lain: Soal Jawab tentang Berbagai Masalah Agama, Bandung: CV.Diponegoro, 2003; At-Tauhid, Bandung: CV.Diponegoro, 1987 Dengan melihat tulisan-tulisan Ahmad Hassan, akan bisa menangkap apa yang sesungguhnya ia cita-citakan bagi masyarakat Indonesia. Ahmad Hassan dalam buku Islam dan Kebangsaan menginginkan agar umat Islam melaksanakan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh dan semurnimurninya, baik dalam tingkat individu, keluarga/masyarakat/dan negara. Pelaksanaannya harus didasarkan pada pemahaman yang benar menurut nas-nas Al-Qur'an dan Sunnah, serta pengingkaran semua hal yang berbau bid'ah dan khurafat. Untuk mencapai itu umat Islam harus melakukan ijtihad, atau sekurang-kurangnya ittiba, dan menjauhi taklid, suatu penyakit yang menyebabkan kemunduran umat Islam. Kerangka berpikir di atas oleh A. Hassan disebut "mengikuti jejak salaf", jajaran generasi-yang terdekat baik secara waktu maupun ajaran dengan Nabi Muhammad saw. Hal-hal seperti tersebut di atas tampaknya merupakan tema yang selalu berulang-ulang sepanjang sejarah Islam setelah terjadinya kontak antara ajaran Islam dengan berbagai pemikiran asing yang mengakibatkan kaburnya ajaran otentik Islam. Seperti diakui oleh Persis sendiri dalam Mukaddimah Qanun Asasi (anggaran dasarnya), bahwa kondisi semacam itu senantiasa memunculkan mujaddid, seperti telah ditegaskan oleh Nabi Muhammad saw, pada awal setiap abad. Tema-tema ishlah atau tajdid, misalnya bisa ditemukan dalam kebanyakan pemikir Hambali, Muhammad

4 75 'Abduh (w. 1905) dan Rasyid Ridha (w. 1935). Tetapi perlu disadari bahwa arus pemikiran Islam itu terus bergerak secara kumulatif dari sumber yang sama, Al-Qur'an dan Sunnah, tetapi situasi dan tantangan yang berbeda akan memerlukan respon dengan penekanan yang berbeda. Di situlah terlihat jasa A. Hassan dalam bangunan pemikiran Islam di Indonesia. Untuk melihat secara jelas ketajaman dan tekanan simbol-simbolnya, pemikiran A. Hasan dalam bukunya Islam dan Kebangsaan perlu diletakkan dalam konteks kesejarahan pada awal abad ke-20. Kemajuan sikap dan pemikirannya telah mendorong umat Islam untuk meninjau kembali setiap adat dan kebiasaan yang selama ini dianggap mapan dan tidak perlu dipertanyakan lagi seperti yang dianut oleh "kaum tradisionalis". Umat Islam telah ditantang untuk berpikir kritis dengan kritik-kritiknya yang tajam terhadap setiap tindakan dan pemikiran yang tidak bersumber dari ajaran agama. Tantangan A. Hassan untuk berpikir kritis itu bukan berarti mengajak orang untuk anti-dogma, dan bahkan dengan tajam dalam bukunya itu ia mengkritik orang-orang sekuler, yang diwakili oleh penganjur "paham kebangsaan". Salah satu kesalahpahaman yang dikritik secara tajam oleh A. Hassan dalam bukunya Islam dan Kebangsaan ialah ide sekuler dalam hubungan antara Islam dan paham kebangsaan (nasionalisme). Setelah berkembang pada abad ke-18 di Eropa Barat, paham kebangsaan itu baru masuk ke Indonesia pada abad ke-20, yang ditandai dengan munculnya ide kemerdekaan bagi bangsa Indonesia atas dasar ideologi "asli". Ada

5 76 kecenderungan bahwa ideologi "asli" itu dimaksudkan untuk menolak apa saja yang berbau "asing" termasuk memisahkan kehidupan politik dari asasasas agama. Polemik mengenai ideologi ini telah melibatkan sejumlah tokoh dengan pendapat yang berbeda-beda. Terhadap lawan pahamnya, seperti Soekarno dan Soetomo, A. Hassan melancarkan kritiknya secara tajam, ia menyatakan dalam bukunya Islam dan Kebangsaan bahwa paham kebangsaan seperti yang dipahami oleh mereka itu adalah sama dengan 'ashabiyyah, fanatisme kesukuan, suatu semangat solidaritas yang ditentang oleh Islam. Kritik seperti itu dilakukan oleh A. Hassan dengan cara yang tajam dan terbuka terhadap siapa saja yang dianggap salah, termasuk terhadap mereka yang secara pribadi maupun aspirasi dekat dengannya. la pernah mengkritik Hasbi ash-shiddiqie karena soal "jabat tangan", Umar Hubaisy dan Bey Arifin soal madzhab, dan juga Hamka tentang paham kebangsaan. Semua kritik itu dilakukan dengan tajam sekali, sehingga kadang-kadang menimbulkan kesan kebencian. Kesan tersebut sebenarnya tidak tepat, karena kejujuran dan keikhlasanlah yang menyebabkan kritik itu pedas, bahkan terkadang kelewat pedas menurut ukuran perasaan "Jawa". Orang sering terkejut bahwa A. Hassan yang keras dalam kritik itu adalah A. Hassan yang lemah-lembut dalam pergaulan. Di samping sebagai kritikus, A. Hassan juga dikenal sebagai seorang polemis dan debater. Polemik dan debat digunakan sebagai senjata untuk

6 77 mematahkan paham lawannya, dan membuktikan kebenaran pahamnya sendiri. Dalam hal seperti itu, pendengar atau pembaca diharapkan dengan mudah memahami mengapa sesuatu faham itu salah atau benar/berdasar kaidah agama atau logika. Misalnya dalam perdebatan dengan Wahhab Hasbullah, orang ditantang untuk memilih kebenaran, setelah tahu alasan diperbolehkan atau diharamkan taklid. Begitu juga dalam polemik dengan Hussein al-habsyi tentang soal mazhab. Menurut A. Hassan, bermadzhab sama dengan bertaklid, dan haram hukumnya menurut agama. Selama hidupnya A. Hassan telah melakukan beberapa perdebatan dengan pendetapendeta Kristen, tokoh-tokoh Ahmadiyah, golongan ateis, Persatuan Muslim Indonesia (PERMI) dan ulama tradisional. Ahmad Hassan dalam bukunya" Islam dan Kebangsaan" mengungkapkan beberapa problema sosial. Buku ini berisi tiga hal yang sangat menarik untuk diungkap yaitu pertama, masalah kemerdekaan beragama dalam menegakkan hukum Islam; kedua, makna kebangsaan; ketiga, ajaran Islam sebagai dasar kehidupan Kemerdekaan Beragama dalam Menegakkan Hukum Islam Sebagaimana telah diutarakan dalam bab tiga skripsi ini, bahwa dalam pandangan A.Hassan bahwa di Indonesia sudah ada kemerdekaan beragama tapi hanya sebatas kebebasan dalam menjalankan ibadah ritual juga hanya sebatas penegakan hukum nikah, talak dan ruju. Sedangkan penegakan hukum Islam dalam arti keseluruhan yang meliputi di

7 78 dalamnya masalah hukum pidana belum mendapat kebebasan. Yang ada justru hukum warisan kolonial Belanda. Apa yang diungkapkan oleh A.Hassan ini ia tujukan pada masa pemerintahan Soekarno. Karena di dalam buku Islam dan Kebangsaan itu terdapat di dalamnya sekilas polemik antara A.Hassan dengan Soekarno. Dengan memperhatikan pemikiran A. Hassan tersebut, menurut analisis penulis bahwa sebetulnya di Indonesia bisa saja ditegakkan hukum Islam. Namun demikian untuk bisa berlaku tidak cukup lewat kekuasaan seorang kepala negara semata pada waktu itu yang menjadi presiden Soekarno. Jika memang rakyat Indonesia menghendaki penegakan hukum Islam maka hal itu hanya bisa diwujudkan bila wakilwakil rakyat yang duduk dalam lembaga legislatif mengajukan usul pemberlakuan hukum Islam. Jadi pendapat A.Hassan tentang tidak adanya kebebasan di Indonesia dalam menegakkan hukum Islam kurang tepat. Meskipun Soekarno termasuk presiden yang lebih banyak terpengaruh dengan konsep dan teori Barat atau buku-buku orientalis dan terpengaruh pula dengan sistem pemerintahan Turki di bawah pimpinan Kemal Attaturk sebagaimana tuduhan A.Hassan, namun hal itu tidak berarti Soekarno bisa menghitam putihkan pelaksanaan hukum di indonesia. Undang-undang bukan hasil seorang presiden semata melainkan produk dari lembaga eksekutif dan legislatif.

8 79 Dalam perspektif A.Hassan bahwa tidak tegaknya hukum Islam di Indonesia merupakan problema sosial keagamaan. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa hal itu ada benarnya karena pada waktu itu banyak umat Islam yang suara-suaranya dimatikan oleh soekarno seperti dipenjara dan dituduh anti revolusi. Kondisi ini mendorong A.Hasan membuat kesimpulan sebagai masalah besar yang harus dijernihkan. Menurut analisis penulis bahwa keinginan A.Hassan untuk memberlakukan hukum Islam di Indonesia menunjukkan bahwa ia menginginkan pemberlakuan hukum Islam dituangkan dalam konstitusi negara. Keinginan ini menunjukkan bahwa hukum Islam harus dilegal formalkan. Menurut analisis penulis, hukum Islam tidak perlu dimasukkan secara legal formal dalam konstitusi, yang penting nilai nilai hukum Islam dijalankan, artinya yang berlaku boleh saja dengan nama hukum ciptaan manusia tapi yang penting substansinya tidak bertentangan dengan dasar-dasar atau prinsip-prinsip al-qur'an dan hadis. Bagaimana pun juga pemaksaan penegakan hukum Islam di Indonesia akan berimplikasi terhadap agama lain. Tentunya penganut non Islam akan keberatan dengan pemberlakuan tersebut dan dianggap sebagai bentuk diskriminasi dalam bernegara. Masalah lain yang muncul bahwa penulis melihat hukum Islam pun masih berbenturan pada level perbedaan pendapat yang terkotak-kotak dalam mazhab yaitu ada mazhab Syafi'i Hanafi, Maliki dan Hambali. Jadi ketika hukum Islam

9 80 ditegakkan ini pun akan mengundang perdebatan yaitu mazhab mana yang dipakai bagi yang pro Syafi'i tentu akan menganggap tidak benar pendapat mazhab lain dan ini bisa terjadi di kalangan fanatik mazhab. Implikasinya akan membuka peluang perpecahan antara sesama umat Islam. Berbeda halnya bila hanya menyangkut masalah hukum perdata maka hal ini boleh saja masuk dalam bentuk undang-undang, tapi jika menyangkut hukum publik misalnya hukum pidana maka penjatuhan sanksi hukum berupa perampasan kemerdekaan seseorang atau sanksi yang ditujukan pada fisiknya si terpidana maka ini akan mengundang pro kontra yang luar biasa seperti soal qisas, hudud, diyat, jilid, rajam dan sebagainya. Namun sebagai sebuah pesan dakwah, bahwa keinginan A.Hassan patut diapresiasi karena hal itu menjadi indikasi bahwa ia merasa berkewajiban menyampaikan hukum Allah. Tapi ketika pendapatnya digulirkan dalam ruang lingkup negara maka hal ini perlu dipertimbangkan lebih dalam. Terutama menyangkut aspek kesatuan bangsa yang bersifat majemuk Makna Kebangsaan Istilah kebangsaan yang dipergunakan oleh para pemimpin Indonesia di tahun dua puluhan dan permulaan tiga puluhan mempunyai arti chauvinisme, netral agama dan bahkan anti Islam. Paham nasionalisme netral agama ini, secara agak berhasil, telah diperkenalkan dan disebarkan oleh Ir. Soekarno dan kawan-kawan di

10 81 sekitar tahun dua puluhan. Salah satu faktor yang mempermudah Soekarno menyebarkan paham tersebut adalah karena, pada waktu itu, banyak orang Islam bersekolah di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Belanda dan pendidikan Belanda ini telah berhasil memisahkan golongan terpelajar Muslim dari agama mereka. Persis (Persatuan Islam), sebagai salah satu organisasi Islam pada masa itu dengan diwakili oleh dua orang tokoh terkemukanya, A. Hassan dan M. Natsir, beranggapan bahwa paham ini sangat membahayakan kehidupan beragama pada umumnya dan Islam pada khususnya. Oleh karena itu paham ini tidak boleh terus meluas dan harus ditanggapi secara serius. Maka tampillah mereka, bersama-sama dengan penulis-penulis lainnya, menurunkan artikel-artikel bersambung di berbagai media massa pada waktu itu, di antaranya melalui majalah Islam terkenal "Pembela Islam". Dalam tulisan-tulisannya, Natsir yang menggunakan nama samaran A. Muchlis itu banyak membicarakan perkembangan Nasionalisme Indonesia, dan mulai timbulnya paham ini dengan mengambil kesimpulan tentang Nasionalisme itu dari pandangan dan pernyataan para pemimpin kalangan kebangsaan. Adapun A. Hassan mendasarkan pendapatnya pada pengertian Nasionalisme, yang menurutnya bahwa paham "kebangsaan" adalah sama dengan pengertian 'ashabiyah di zaman Jahiliyah. Sedangkan menurut beberapa Hadis bahwa orang yang menyerukan 'ashabiyah, berperang karena 'ashabiyah

11 82 dan berjuang dengan dasar atau asas 'ashabiyah adalah tidak termasuk golongan ummat Muhammad Saw. Maka A. Hassan menyimpulkan bahwa Nasionalisme atau paham kebangsaan bertentangan dengan Islam. Satu-satunya asas perjuangan kaum Muslimin adalah Islam itu sendiri. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia asas Islam telah terbukti dapat membangkitkan rasa persatuan dan semangat juang yang militan. Pada masa itulah Partai Sarekat Islam dan Muhammadiyah telah memiliki anggota ratusan ribu, mempunyai cabang di seluruh tanah air, dan sebagai dikatakan Natsir: "Pergerakan Islamlah yang lebih dulu membuka jalan medan politik kemerdekaan di tanah ini, yang mulamula menanam bibit persatuan Indonesia, yang menyingkirkan sifat kepulauan dan kepropinsian, yang mula-mula menanam persaudaraan dengan kaum yang sama senasib di luar batas Indonesia dengan tali ke- Islaman. A. Hassan berpendapat bahwa paham kebangsaan telah memisahkan kaum Muslimin Indonesia dari saudara-saudara mereka di luar Indonesia, sedang menurut al-qur'an semua muslimin itu bersaudara. Ia juga berkesimpulan bahwa memasuki partai kebangsaan berarti dosa, karena partai yang berasaskan kebangsaan sudah tentu tidak akan menjalankan hukum Islam dan orang yang tidak menggunakan dengan hukum Islam adalah fasiq, zhalim atau kafir.

12 83 Pendapat dan pikirannya ini didasarkan pada ayat-ayat Qur'an dan Hadis-hadis yang ia pahami. Pengertian Islam yang merupakan bagian kedua dari buku ini adalah tangkisan A. Hassan terhadap tulisan Ir. Soekarno "Memudakan Pengertian Islam" yang dimuat berturut-turut dalam majalah Panji Islam nomer tahun Tulisan Soekarno ini telah pula disatukan dengan karangan-karangan lainnya dalam buku Dibawah Bendera Revolusi I, halaman A. Hassan berkesimpulan bahwa tulisan Soekarno dengan judul tersebut bukanlah memudakan atau menyegarkan pengertian Islam sebagai yang dikandung oleh judul "Me-muda-kan Pengertian Islam" akan tetapi justru merendahkan dan memutar-balikkan ajaran Islam. Oleh karena itulah maka tangkisan A. Hassan itu diberi judul "Membudakkan Pengertian Islam", yang terdengar ada persamaan bunyi dengan judul karangan Soekarno tersebut. Dalam menulis bantahannya, A. Hassan yang untuk artikel bersambung itu menggunakan nama samaran MS, banyak menggunakan kata atau kalimat-kalimat kasar yang sebenarnya merupakan kata dan kalimat-kalimat yang dipergunakan oleh Soekarno dalam mengecam golongan Islam. Bahasa Soekarno itu dikembalikan oleh A. Hassan untuk lebih mempertajam bantahan beliau. Kalau diperhatikan karangan-karangan para penulis di masa itu, maka rupanya cara berpolemik semacam ini sudah merupakan gaya yang berlaku pada

13 84 waktu itu. A. Hassan sebenarnya tidak pernah menulis dengan bahasa yang kasar. Kalau dalam tulisan atau bantahan beliau terdapat kata-kata yang terasa kasar itu adalah sebagai balasan terhadap mereka yang telah mendahului menyerang beliau atau menghinakan Islam. Dan, seperti dengan tepat diungkap oleh Mohamad Roem: "Tidak saja sasaran Pembela Islam, itu ditujukan kepada dunia Barat yang terpelajar, tetapi juga terhadap pengertian-pengertian yang salah, dan caranya sering tajam dan tegas seperti sudah menjadi kebiasaan di Persatuan Islam. Yang kena serangan itu tentu merasa sakit, dan adakalanya Persatuan Islam mendapat kritik, bahwa caranya pemimpin-pemimpinnya memperbaiki terlalu tajam sehingga menyakiti hati orang. Dalam pada itu kita tahu kata-kata, bahwa kebenaran itu memang sering pahit. Sedang membela dengan cara menyerang adalah sesuai dengan ilmu militer, yaitu pembelaan yang paling baik adalah menyerang. Tetapi akibat yang abadi dari penulisan di Pembela Islam itu adalah bahwa pembaca-pembacanya dirangsang untuk memikirkan lebih seksama tentang ajaran-ajaran Islam". Menurut analisis penulis, bahwa apa yang diungkapkan A.Hassan ada benarnya juga karena jika paham kebangsaan menjadi landasan dalam bernegara dan hukum Islam di kesampingkan ini akan membuat bangsa Indonesia melupakan ajaran Islam. Sebab segalanya adalah karena kebangsaan akan menimbulkan kesan bahwa paham ini mempunyai kekuatan yang sama dengan ajaran agama. Namun

14 85 demikian, menurut penulis, A. Hasan pun terasa kurang bijak karena Soekarno melihat kondisi bangsa Indonesia baru membangun negara maka dibutuhkan persatuan dan kesatuan. Soekarno mungkin melihat kemajemukan bangsa ini sangat rentan disintegrasi karena itu Soekarno menggulirkan gagasan nasionalisme untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hanya saja Soekarno pun terlalu liberal dalam menanamkan nasionalisme sehingga rambu-rambu agama khususnya Islam kurang diperhatikan dan membuat para ulama kurang sependapat dengan ide-ide Soekarno.. Terlepas dari kekurang bijakan masing-masing, namun ada satu hal yang perlu dicatat bahwa kondisi bangsa Indonesia pada waktu itu memang memerlukan persatuan dalam membangun negara guna mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah Ajaran Islam sebagai Dasar Kehidupan Masyarakat Islam bagi A. Hassan merupakan pilihan lain dari paham kebangsaan yang dianggapnya tidak memberikan tempat bagi agama, Islam adalah sesuatu yang tertinggi dan terluas menerjang batasbatas kebangsaan dan ketanah-airan. Kebenaran Islam adalah muthlaq sedang paham buatan manusia adalah nisbi. Menurut A. Hassan segala masalah yang berkecamuk di tengah masyarakat dapat diselesaikan melalui ajaran dan cara-cara Islam. Dalam sebuah masyarakat, bahkan negara dan bangsa yang berdasar kepada Islam pemilihan khalifah atau ketua pemerintahan dapat melalui

15 86 wakil-wakil rakyat yang dinamakan Ahlul Halli wal 'Aqdi atau dipilih langsung oleh rakyat tanpa perantaraan wakilnya. Adapun mengenai pemeluk agama lain, pemerintah memberikan kebenaran dalam hal ini: a. Makan dan minum kecuali minuman keras. b. Berpakaian, asal menutup aurat. c. Beribadah menurut cara masing-masing agama. d. Mendirikan tempat-tempat ibadah. e. Pembagian pusaka dan hukum perkawinan menurut cara mereka. f. Mendirikan tempat-tempat pendidikan agama dengan cara mereka. g. Mendirikan mahkamah yang memutuskan perselisihan di antara mereka. h. Duduk dalam pemerintahan Islam asal jangan sampai mengalahkan yang beragama Islam (Hassan, 1984: 149). Hassan tidak memberikan batasan khusus tentang bentuk masyarakat dan pemerintahan cara Islam itu. Mengenai bentuk, nampaknya beliau memasukkan pada katagori keduniaan, yang dapat berubah menurut tempat dan waktu. Yang penting, menurut beliau, adalah asas atau dasar bagi sebuah masyarakat dan negara itu yakni al- Islam. Buku Islam dan Kebangsaan merupakan kumpulan karangan A. Hassan tentang Islam dan paham kebangsaan yang pernah dicetak dalam sebuah buku tersendiri dengan judul Islam dan Kebangsaan. Buku

16 87 kedua adalah karangan beliau dalam membantah Ir. Soekarno. Tulisan beliau ini belum pernah dibukukan akan tetapi pernah dimuat dalam bentuk artikel bersambung dalam majalah Al-Lisan mulai nomer 48 sampai dengan nomer 52 tahun Sedang bagian ketiga ialah Pemerintahan Cara Islam yang merupakan pikiran beliau tentang cara pemerintahan menurut Islam. Buku inipun pernah dicetak secara terpisah oleh Persatuan Islam Bagian Pustaka Bangil. Menurut analisis penulis, bahwa pendapat A.Hassan yang menganggap ajaran Islam serba lengkap dalam mengatur masyarakat dan negara, ini terlalu keras. Prinsip-prinsip Islam dalam masyarakat dan bernegara ada dalam al-qur'an dan hadis, tapi tidak berarti lengkap dan terinci mengatur persoalan masyarakat dan negara mulai dari hak dan kewajibannya masyarakat dan negara seperti, eksekutif, wewenang legislatif, tugas dan kewajiban lembaga yudikatif dan seluk beluk pemerintahan daerah. Masalah ini masuk dalam wilayah ciptaan manusia dan masuk dalam ruang lingkup ijtihad. Agama punya peranan yang besar dalam menyinari umara, sehingga agama menjadi petunjuk bagi para pemimpin dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Demikian pula negara memiliki peranan yang besar dalam memberi kekuasaan pada para ulama dalam menata agama dan umatnya. Agama, masyarakat dan negara tidak bisa dipisahkan tapi tidak berarti agama lengkap memuat sejumlah aturan main dalam mekanisme kehidupan masyarakat, negara dan

17 88 pemerintahan. Hal itu diserahkan pada manusia untuk menciptakan aturannya Relevansi Pemikiran Dakwah Ahmad Hassan dengan Dakwah Saat ini Pesan dakwah A. Hassan yang diklasifikan dalam tiga tema utama yaitu pertama, masalah kemerdekaan beragama dalam menegakkan hukum Islam; kedua, makna kebangsaan; ketiga, ajaran Islam sebagai dasar kehidupan. Ketiga tema ini pada intinya, A.Hassan menghendaki ditegakkannya hukum Islam dengan nama masyarakat Islam dan dalam konteks negara tentunya negara Islam. Menurut analisis penulis bahwa Indonesia bukanlah negara agama dalam arti berdiri di atas satu agama. Karena itu para pendiri bangsa mencetuskan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Sebetulnya bila nilai-nilai pancasila dijadikan pedoman, diamalkan dan dihayati maka tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan konsensus bersama untuk meletakkan negara Indonesia di atas falsafah yang universal dan bisa diterima oleh semua agama. Karena itu pendirian A.Hassan sulit diwujudkan dan bertentangan dengan konsensus bersama itu. Sebagaimana telah penulis kemukakan sebelumnya bahwa bangsa Indonesia terdiri atas pemeluk agama dan kepercayaan, katakanlah masyarakat bertuhan. Indonesia didirikan oleh masyarakat yang secara tradisional, beragama. Bagi masyarakat yang kental dengan ajaran agama,

18 89 apapun agamanya, tentu merasa lebih cocok bila peraturan bermasyarakatnya diambil dari agama juga. Masyarakat tradisional semacam ini tidak pernah punya pikiran memisahkan agama dengan negara. Maka ketika merumuskan dasar negara, Pancasila, para tokoh tidak meninggalkan ikatannya dengan Tuhan. Negara Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 menyebut Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Selanjutnya dasar negara ini dijabarkan di dalamnya berupa bab dan pasal-pasal. Pelaksanaan agama dilindungi oleh Undang-undang. Dengan Pancasila ini bangsa Indonesia tidak menghendaki membangun negara sekuler. Ini dapat dimengerti karena sebagian besar komponen bangsa adalah umat beragama, dan pengalaman untuk pemilahan, yang biasa disebut sekularisasi, belum ada. Karenanya, sekularisme yang mengambil bentuk paham komunis ateis tidak dapat diterima untuk mayoritas bangsa. Menurut penulis, bangsa Indonesia tidak pula mendirikan negara berdasarkan agama tertentu karena ketika mendirikannya diperjuangkan oleh orang-orang yang agamanya berbeda-beda. Dari sini penulis melihat bahwa Pancasila mempunyai implikasi: 1. Bangsa Indonesia harus berketuhanan. 2. Bangsa Indonesia secara kreatif menampilkan dirinya sebagai makhluk sosial yang mewujudkan persatuan, keadilan, kemanusiaan dan kedamaian sesuai dengan perkembangan zaman. 3. Sistem dan mekanisme penyelenggaraan negara atau pemerintahan sejalan dengan ajaran agama. Persoalannya adalah

19 90 seberapa jauh ajaran agama berperan mewarnai sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pesan dakwah A. Hassan ada relevansinya dengan dakwah saat ini. Dakwah saat ini mengalami sejumlah problema sosial yang tidak sedikit yaitu adanya keinginan sebagian umat Islam yang bersemangat untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia tampaknya tidak pernah padam. Hal ini tampak dari pergulatan politik nasional belakangan ini, yang menunjukkan realitas sejumlah partai Islam dan ormas Islam (kecuali Nahdiatul Ulama dan Muhammadiyah) menyuarakan tuntutan pemberlakuan syariat Islam dan kemerdekaan beragama dalam menegakkan hukum Islam. Memang, hukum Islam telah menjadi sejarah bangsa Indonesia. Semenjak Islam masuk ke negeri ini, kerajaan-kerajaan Islam senantiasa berusaha untuk menegakkan hukum Islam di daerahnya. Setelah penjajahan Belanda berkuasa pun, kerajaan-kerajaan Islam yang ada masih berusaha menegakkannya, walaupun secara berangsur-angsur hukum Barat ataupun hukum adat diterapkan. Namun pergerakan nasional yang bersifat Islam menempatkan penegakan hukum Islam sebagai cita-cita. Setelah Indonesia merdeka, usaha pemberlakuan syariat Islam tidak juga berhenti. Ada yang dengan berangsur-angsur menegakkannya dalam kehidupan politik, seperti misalnya perjuangan diberlakukannya Piagam Jakarta di dalam Majelis Konstituante, dan terus-menerus diperjuangkan umat Islam secara politik dan kultural meskipun belum berhasil memberlakukan syariat Islam secara total.

20 91 Adanya keinginan pemberlakuan hukum Islam tidak sebatas masalah nikah, waris dan wakaf telah menimbulkan perbedaan pendapat dalam menyikapi hubungan antara agama dan negara. Dalam Oxford Advanced Leaner's Dictionary of Current English, dinyatakan, bahwa "Religion: believe in the existenced of God or gods, Who has/have created the universe and given man a spiritual nature which continuous to exist after the dead of the body" (Hornby, 1984: 725). (agama adalah suatu kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Esa, atau Tuhan-tuhan, yang telah menciptakan alam semesta, dan memberikan roh kepada manusia yang akan tetap ada setelah matinya badan). Dalam konteksnya dengan arti agama di atas, Abdullah menyatakan: Agama lebih-lebih teologi tidak lagi terbatas hanya sekedar menerangkan hubungan antara manusia dan Tuhan-Nya tetapi secara tidak terelakkan juga melibatkan kesadaran berkelompok (sosiologis), kesadaran pencarian asal usul agama (antropologis), pemenuhan kebutuhan untuk membentuk kepribadian yang kuat dan ketenangan jiwa (psikologis) bahkan ajaran agama tertentu dapat diteliti sejauh mana keterkaitan ajaran etikanya dengan corak pandangan hidup yang memberi dorongan yang kuat untuk memperoleh derajat kesejahteraan hidup yang optimal (ekonomi) (Abdullah, 2004: 10). Sedangkan biasanya kata Islam diterjemahkan dengan penyerahan diri, penyerahan diri kepada Tuhan atau bahkan kepasrahan (Arkoun, 1996: 17). Adapun negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah (Budiardjo, 1992: 40). Ditinjau dari sudut hukum tatanegara, negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tata kerja daripada alat-

21 92 alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja mana melukiskan hubungan, pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Soehino, 1985: 149). Islam sebagai agama menuntun manusia ke jalan yang benar baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat bahkan negara. Islam bukan sekedar ajaran ritualitas melainkan juga memberi petunjuk yang fundamental tentang bagaimana hubungan manusia dengan masyarakat bahkan dengan negara. Sehubungan dengan itu, di kalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara (Sjadzali, 1993: 1-2 dan 9-10). Kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi

22 93 terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara (Sjadzali, 1993: 1-2 dan 9-10). Persoalan relasi agama dan negara di masa modern merupakan salah satu subjek penting, yang meski telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad lalu hingga sekarang ini tetap belum terpecahkan secara tuntas (Zada, 2002: 100). Hal ini dapat dilihat perdebatan yang terus berkembang. Fenomena yang mengedepan ini bisa jadi dikarenakan keniscayaan sebuah konsep negara dalam pergaulan hidup masyarakat di wilayah tertentu. Suatu negara diperlukan untuk mengatur kehidupan sosial secara bersama-sama dan untuk mencapai cita-cita suatu masyarakat. Di sini otoritas politik memiliki urgensinya dan harus ada yang terwakilkan dalam bentuk institusi yang disebut negara. Berdasarkan realitas tersebut, di antara kaum muslimin merasa perlu untuk merumuskan konsep negara (Kamaruzzaman, 2001: V). Para sosiolog teoretisi politik Islam merumuskan beberapa teori tentang hubungan agama dan negara. Teori-teori tersebut secara garis besar dibedakan menjadi tiga paradigma pemikiran yaitu paradigma integralistik (unified paradigm), paradigma simbiotik (symbiotic paradigm), dan paradigma sekularistik (secularistic paradigm). Paradigma pertama menyatakan bahwa hubungan antara agama dan negara tidak dapat dipisahkan (integrated). Asumsinya ditegakkan di atas pemahaman bahwa Islam adalah satu agama sempurna yang mempunyai kelengkapan ajaran di semua segmen kehidupan manusia, termasuk di bidang praktik kenegaraan. Karenanya, umat Islam berkewajiban untuk melaksanakan

23 94 sistem politik Islami sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan empat al-khulafa' al-rasyidin. Pandangan ini menghendaki agar negara menjalankan dwifungsi secara bersamaan, yaitu fungsi lembaga politik dan keagamaan. Menurut paradigma ini, penyelenggaraan suatu pemerintahan tidak berdasarkan kedaulatan rakyat melainkan merujuk kepada kedaulatan ilahi (divine sovereignity), sebab penyandang kedaulatan paling hakiki adalah Tuhan. Pandangan ini mengilhami gerakan fundamentalisme. Paradigma kedua berpendirian bahwa agama dan negara berhubungan secara simbiotik, antara keduanya terjalin hubungan timbal-balik atau saling memerlukan. Dalam kerangka ini, agama memerlukan negara, karena dengan dukungan negara, agama dapat berkembang. Sebaliknya negara membutuhkan agama, karena agama menyediakan seperangkat nilai dan etika untuk menuntun perjalanan kehidupan bernegara. Paradigma ini berusaha keluar dari belenggu dua sisi pandangan yang berseberangan: integralistik dan sekularistik. Selanjutnya, paradigma ini melahirkan gerakan modernisme dan neo-modernisme. Paradigma ketiga merefleksikan pandangan sekularistik. Menurut paradigma ini, agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga tidak dapat dikaitkan secara timbal-balik. Islam dimaknai menurut pengertian Barat yang berpendapat bahwa wilayah agama sebatas mengatur hubungan individu dan Tuhan. Sehingga mendasarkan agama kepada Islam atau upaya untuk melakukan determinasi Islam terhadap bentuk tertentu dari negara akan senantiasa disangkal (Amir, 2003: 15).

24 95 Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, menurut Qardawi, kaum muslimin di sepanjang sejarahnya tidak mengenal pemisahan antara agama dan negara, kecuali setelah munculnya pemikiran sekularisme pada zaman sekarang (Qardawi, 1977: 10). Islam yang dibawa oleh al-qur'an dan Sunnah, yang dikenal oleh kaum salaf dan khalaf adalah Islam integral yang tidak mengenal pemisahan antara agama dan negara (Qardawi, 1977: 20). Meskipun demikian, Negara Islam tidak mementingkan bentuk dan nama. Walaupun sejarah Islam sendiri mengungkapkan adanya "Imamah" dan "Khilafah". Kedua kata ini mempunyai arti yang luas dan dalam. Menurut Qardawi, bahwa ajaran Islam harus diwujudkan dalam kehidupan negara. Alat-alat negara harus melaksanakan nilai-nilai ajaran Islam. Meskipun Islam tidak mengatur persoalan negara secara detail tapi prinsip-prinsipnya ada dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis. Persoalan bagaimana bentuk negara dan pemerintahan itu, maka hal ini menyangkut persoalan ijtihad. Dalam konstitusi negara boleh dicantumkan dan boleh juga tidak dicantumkan tentang negara Islam. Yang penting substansi ajaran Islam dilaksanakan (Qardawi, 1977: 35). Dengan melihat berbagai pandangan di atas maka menunjukkan bahwa dakwah Islam dihadapkan oleh tantangan yang semakin berat yaitu mendamaikan tiga kelompok yang mempunyai pandangan yang berbeda. Dari sini tampak bahwa pemikiran tentang kebangsaan, kemerdekaan beragama dalam konteks penegakan hukum Islam dan dasar pemerintahan Islam bukan hanya baru muncul saat ini, melainkan Ahmad Hassan telah menggulirkan gagasan penegakan hukum Islam. Pernyataan ini maksudnya bahwa pesan

25 96 dakwah Islam agar bisa dimengerti dan disadari oleh mad'u maka aspek historis dan fenomena saat ini dapat dijadikan pesan dakwah yang yang mengena pada kebutuhan mad'u. Dengan demikian pesan dakwah A. Hassan ada hubungan yang erat dengan problema dakwah saat ini dalam konteks perseteruan tiga kelompok yang berbicara eksistensi negara dengan agama. Dengan melihat dan mempelajari pesan dakwah Ahmad Hassan, maka dapat ditegaskan bahwa pesannya mengandung dakwah dan merupakan bagian dari problema sosial dari dahulu hingga saat ini. Adapun kelemahan-kelemahan Ahmad Hassan dalam nenyampaikan gagasan dan pemikirannya yaitu: 1. Terlalu keras dalam menyampaikan pemikirannya. Kondisi ini kurang bisa diterima kalangan Soekarno atau pengikut-pengikutnya pada waktu itu; 2. Pemikirannya masih bersifat umum, sehingga pembaca kurang bisa memahami alasan-alasan yang dikemukakan Ahmad Hassan 3. Dalam menyampaikan keinginannya, Ahmad Hassan kurang mampu meyakini para pembaca waktu itu, sehingga banyak kritik yang dilontarkan pada pemikiran Ahmad Hassan.

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama menuntun manusia ke jalan yang benar baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat bahkan negara. Islam bukan sekedar ajaran ritualitas

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara Mam MAKALAH ISLAM Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara 20, September 2014 Makalah Islam Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara M. Fuad Nasar Pemerhati Sejarah, Wakil Sekretaris BAZNAS Polemik seputar

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN AGAMA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA DAN AGAMA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN AGAMA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan ideologi Pancasila

Lebih terperinci

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan c Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan d Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan Oleh Tarmidzi Taher Tema Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan di Indonesia yang diberikan kepada saya

Lebih terperinci

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasan Al-Banna menetapkan bahwa berdirinya pemerintah Islam merupakan bagian dasar manhaj Islam (metode Islam). Hasan Al- Banna menjelaskan bahwa pengaturan kehidupan dan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1 Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR A. Deskripsi Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama merupakan matakuliah wajib fakultas yang diberikan kepada mahasiswa pada semeter VI, setelah mahasiswa menempuh

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016 MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-108 TAHUN 2016 Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya nasional Bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bendera negara yaitu

Lebih terperinci

Makalah Pendidikan Pancasila

Makalah Pendidikan Pancasila Makalah Pendidikan Pancasila PANCASILA MELAWAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Di susun oleh : Nama : Anggita Dwi Chrisyana No : 11.12.6279 Jurusan : S1-Sistem Informasi FAKULTAS S1 SISTEM INFORMASI STMIK

Lebih terperinci

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1 WAWASAN NUSANTARA Dewi Triwahyuni Page 1 WAWASAN NUSANTARA Wawasan Nusantara adalah cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul Kedudukan agama dalam kehidupan masyarakat maupun kehidupan pribadi sebagai makhluk Tuhan merupakan unsur yang terpenting, yang

Lebih terperinci

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH BAB IV KOMPARASI KONSEP HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DALAM STUDI RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH A. Persamaan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Tentang

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM

Lebih terperinci

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. DEMOKRASI PANCASILA Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. PENGERTIAN, PAHAM ASAS DAN SISTEM DEMOKRASI Yunani: Demos

Lebih terperinci

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA, OM SWASTIASTU, NAMO BUDHAYA,

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA, OM SWASTIASTU, NAMO BUDHAYA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KAMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI PADA UPACARA BENDERA MEMPERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE 108 TAHUN 2016 ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 Di susun oleh : Nama : Garna Nur Rohiman NIM : 11.11.4975 Kelompok : D Jurusan Dosen : S1-TI : Tahajudin Sudibyo, Drs Untuk memenuhi Mata Kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

Albania Negeri Muslim di Benua Biru?

Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Faktanya banyak sekali hal-hal yang belum kita ketahui tentang agama islam di dunia ini, bagi kalian yang mengaku masyarakat islam hendaklah kita sesekali menilik lebih

Lebih terperinci

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel Dasar Filosofis Rukun: Orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA (Penyusun: ) Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Organisasi ini bernama TUNAS INDONESIA RAYA disingkat TIDAR, selanjutnya disebut Organisasi. 2. Organisasi ini

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi BAB V ANALISIS Adanya sekolah dan madrasah di tanah air sebagai institusi pendidikan Islam, hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PANCASILA SEBAGAI DASAR HUKUM TERTINGGI DISUSUN OLEH NAMA : ALFAN RASYIDI NIM : 11.12.5949 KELOMPOK : I DOSEN : Drs.Mohammad Idris.P,MM STMIK AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAK Pancasila ditinjau dari pendekatan

Lebih terperinci

PANCASILA & AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila. Reza Oktavianto Nim : Kelas : 11-S1SI-07

PANCASILA & AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila. Reza Oktavianto Nim : Kelas : 11-S1SI-07 PANCASILA & AGAMA Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Reza Oktavianto Nim : 11.12.5818 Kelas : 11-S1SI-07 Jurusan : S1 SISTEM INFORMASI KEL. : NUSANTARA DOSEN : Drs.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut: 284 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut: a. Standar penentuan upah menurut Hizbut Tahrir ditakar berdasarkan jasa atau manfaat tenaganya (manfa at

Lebih terperinci

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN Dosen Nama : Dr. Abidarin Rosyidi, MMA :Ratna Suryaningsih Nomor Mahasiswa : 11.11.5435 Kelompok : E Program Studi dan Jurusan : S1 Sistem Informatika STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah

Lebih terperinci

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI NAMA KELAS : FRANSISCUS ASISI KRISNA DESTANATA : S1SI13 NIM : 11.12.6283 DOSEN KELOMPOK : JUNAIDI IDRUS, S.AG., M.HUM : J LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Apa reaksi Anda ketika tahun 1971 Cak Nur melontarkan gagasan Islam, yes! Partai Islam, No!?

Apa reaksi Anda ketika tahun 1971 Cak Nur melontarkan gagasan Islam, yes! Partai Islam, No!? Proses pembaruan pemahaman keislaman di Indonesia pada era 1970 dan 1980-an tidak pernah lepas dari peran Cak Nur (sapaan akrab Prof. Dr. Nurcholish Madjid). Gagasan-gagasan segar Cak Nur tentang keislaman,

Lebih terperinci

Pijar-Pijar Gagasan Soekarno

Pijar-Pijar Gagasan Soekarno Peringatan Hari Lahir Pancasila - 01 Juni 2015 11:20 wib Pijar-Pijar Gagasan Soekarno Faisal Ismail, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta PADA sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika gerakan sosial keagamaan di Indonesia sangat menarik untuk dikaji. Dikatakan menarik, karena salah satu agendanya adalah menyebarkan gagasannya dan ingin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

Contoh Naskah Pidato Tema Persatuan dan Kesatuan Bangsa/Pemuda ini bisa digunakan disaat memperingati Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan atau Hari

Contoh Naskah Pidato Tema Persatuan dan Kesatuan Bangsa/Pemuda ini bisa digunakan disaat memperingati Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan atau Hari Contoh Naskah Pidato Tema Persatuan dan Kesatuan Bangsa/Pemuda ini bisa digunakan disaat memperingati Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan atau Hari Kemerdekaan. Bisa juga dalam acara kepemudaan. Silahkan

Lebih terperinci

Tolak Asas Kebangsaan dan Demokrasi!

Tolak Asas Kebangsaan dan Demokrasi! Tolak Asas Kebangsaan dan Demokrasi! Khilafah Islamiyah tidak tiba-tiba runtuh pada 1924, tetapi diawali dulu dengan kemerosotan berpikir dan menjamurnya bid ah di tengah umat. Meski demikian, perlu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yanti Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yanti Nurhayati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena yang terdapat dikalangan masyarakat seperti saat ini, telah menunjukan adanya penurunan budaya dan karakter bangsa. Hal ini terlihat dari gaya hidup,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI Nama : Devit Surtianingsih NIM : 11.01.2851 Kelompok : B Program Studi : Pancasila Jurusan : D3-TI Dosen : Irton. SE., M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

POLITIK ISLAM DAN MASYARAKAT MADANI OLEH: DENNY PRITIANTO SA ADAH NURAINI LINA DWI ASTUTI

POLITIK ISLAM DAN MASYARAKAT MADANI OLEH: DENNY PRITIANTO SA ADAH NURAINI LINA DWI ASTUTI POLITIK ISLAM DAN MASYARAKAT MADANI OLEH: DENNY PRITIANTO SA ADAH NURAINI LINA DWI ASTUTI PENDAHULUAN Indonesia merupakan sebuah Negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Bahkan jumlah umat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah A. Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Syarat PAW DPR/DPRD 1. Sejarah dalam Islam, pemecatan bisa

Lebih terperinci

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah

Lebih terperinci

Kontroversi Agama dan Pancasila

Kontroversi Agama dan Pancasila Kontroversi Agama dan Pancasila Tugas Akhir Pancasila STMIK Amikom Yogyakarta Disusun Oleh : Dosen : : M Khalis Purwanto, Drs, MM Nama : HANANDA RISZKY PRATAMA Nim : 11.02.7959 ABSTRAK Agama mampu membangun

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian sistem Politik 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. 2. Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA

NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA Diajukan oleh: Muhammad choirul mustain 11.11.4897 Kelompok D(S1-TI) Dosen: Tahajudin S, Drs Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Kuliah

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA Oleh : DENY KURNIAWAN NIM 11.11.5172 DOSEN : ABIDARIN ROSIDI, DR, M.MA. KELOMPOK E PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

Lebih terperinci

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia Aktivitas 5.9 Carilah permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah di daerah kalian yang dapat membahayakan prinsip negara kesatuan. Diskusikan dalam kelompok mengapa masalah tersebut ada? Apa akibat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pancasila dan Implementasinya Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Bagian Isi Gerakan Pembasisan Pancasila Pancasila

Lebih terperinci

KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA

KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA Dosen : Tahajudin S, Drs Disusun Oleh : Nama : Ilham Prasetyo Mulyadi NIM : 4780 Kelompok : C Program Studi : S1 Jurusan : Teknik Informatika SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat multidimensional. Kemajemukan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014

Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014 Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERTEMUAN DENGAN VETERAN DAN PEJUANG PERANG

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Oleh : Falihah Untay Rahmania Sulasmono KELOMPOK E NIM. 11.11.5273 11-S1TI-09 Dosen Pembimbing : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAKSI Pancasila

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute LATAR BELAKANG Kongres Ummat Islam Indonesia (KUII) IV telah menegaskan bahwa syariat Islam adalah satu-satunya solusi bagi berbagai problematika

Lebih terperinci

NILAI HISTORIS PANCASILA DAN PERAN PANCASILA BAGI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

NILAI HISTORIS PANCASILA DAN PERAN PANCASILA BAGI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA NILAI HISTORIS PANCASILA DAN PERAN PANCASILA BAGI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Disusun Oleh : Galang Swawinasis (11.02.8059) Dosen Pembimbing : Kalis Purwanto Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Pancasila

Lebih terperinci

Habib Rizieq: "Indonesia bukan Negara Demokrasi"

Habib Rizieq: Indonesia bukan Negara Demokrasi Habib Rizieq: "Indonesia bukan Negara Demokrasi" http://www.arrahmah.com/news/2013/02/23/habib-rizieq-indonesia-bukan-negara-demokrasi.html#.us5v0febjlk Oleh Saif Al Battar Sabtu, 17 Rabiul Akhir 1434

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis.

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis. BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN A. Keharusan Saling Mengenal Di sini akan dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan pemikiran pluralisme agama dalam Islam dan pluralisme agama menurut Alwi Shihab, meliputi:

Lebih terperinci

Arti Penting Ideologi bagi Suatu Bangsa dan Negara

Arti Penting Ideologi bagi Suatu Bangsa dan Negara Arti Penting Ideologi bagi Suatu Bangsa dan Negara Ideologi berasal dari kata idea yang artinya pemikiran, khayalan. konsep, keyakinan, dan kata logos yang artinya logika, ilmu atau pengetahuan. Jadi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA 18 BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA A. Konsep Syura dalam Islam Kata syura berasal dari kata kerja syawara>> yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA KELOMPOK 4 ANANDA MUCHAMMAD D N AULIA ARIENDA HENY FITRIANI

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA KELOMPOK 4 ANANDA MUCHAMMAD D N AULIA ARIENDA HENY FITRIANI KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA KELOMPOK 4 ANANDA MUCHAMMAD D N AULIA ARIENDA HENY FITRIANI PENDAHULUAN Nilai moral agama bagi bangsa Indonesia adalah segala sesuatu atau ketentuan yang mengandung petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Organisasi ekstra universitas merupakan organisasi mahasiswa yang aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi ekstra universitas

Lebih terperinci

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan nasional.

Lebih terperinci

Berilah tanda (X) pada huruf a, b, c, atau d sebagai jawaban yang paling tepat!

Berilah tanda (X) pada huruf a, b, c, atau d sebagai jawaban yang paling tepat! SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 BERBAH ULANGAN HARIAN 1 KELAS VIII SEMESTER GASAL TAHUN 2016 Waktu: 50 menit Berilah tanda (X) pada huruf a, b, c, atau d sebagai jawaban yang paling tepat! 1. Sikap positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Fakultas MKCU PENDIDIKAN PANCASILA Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain (Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi liberalism) Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut:

BAB I PENDAHULUAN. ghoirumahdloh (horizontal). Sebagaimana firman Allah swt berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan ajaran yang diberikan kepada manusia untuk dijadikan dasar dan pedoman hidup di dunia. Ajaran ini diturunkan untuk dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan ideologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan masyarakatnya BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan penegasan istilah. 1.1 Latar Belakang Bangsa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi

I PENDAHULUAN. Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi Islam merupakan sebuah ideologi yang melahirkan aturan-aturan yang mengatur kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU

BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU A. Golput Dalam Pemilu Menurut Islam Pemilu beserta hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraannya

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI

EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI NAMA : FITRIANA NURHADI NIM : 11.12.6145 KELOMPOK : J PROGRAM STUDI : S1 JURUSAN : SI NAMA DOSEN : DJUNAIDI IDRUS,SH.,M.HUM EKSISTENSI

Lebih terperinci

APATISME PEMBICARAAN NEGARA ISLAM 1

APATISME PEMBICARAAN NEGARA ISLAM 1 TIDAK USAH MUNAFIK! APATISME PEMBICARAAN NEGARA ISLAM 1 Oleh Nurcholish Madjid Dengan memperhitungkan mayoritas orang Indonesia beragama Islam, maka nilai yang paling baik mewarnai adalah nilai Islam.

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci