PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN"

Transkripsi

1 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 6 Oktober Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Memperhatikan bahawa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa menergaskan kembali keyakinan dalam hak asasi manusia mendasar, dalam maratabat dan harga diri manusia dan dalam persamaan hak antara lakilaki dan perempuan, Memperhatikan pula bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sederajat dalam martabat dan hak dan bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat didalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk pembedaan berdasarkan jenis kelamin, Mengingat bahwa Kovenan-kovenan Internasional mengenai hak asasi dan instrumen internasional hak asasi manusia lainnya melarang diskriminasi berbasis jenis kelamin, Mengingat pula bahwa Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan ( Konvensi ), yang didalamnya Negara Pihak juga mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya dan bersepakat untuk emnjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa penundaan suatu kebijakan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan, Menegaskan kembali tekad mereka untuk memastikan agar permpuan secara penuh dan sederajat dapat menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, serta mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah pelanggaran atas hak dan kebebasan-kebebasan ini, Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1 Negara Pihak pada protokol sekarang ini ( Negara Pihak ) mengakui kompentensi dari Komite mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan ( Komite ) untuk menerima dan mempertimbangkan komunikasi-komunikasi yang disampaikan sesuai dengan pasal 2. Pasal 2 1 Lihat MAjelis Umum 54/4 tanggal 6 Oktober 1999; Perserikatan Bnagsa-Bangsa, Treaty Series, vol. 2131, No. A Protokol OPsional diberlakukan pada tanggal 22 Desember Untuk Konvensi tentang PEnghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, lihat bab. IV, bagian. I.

2 2 Komunikasi-komunikasi boleh disampaikan oleh atau atas nama perseorangan kelompok yang terdiri dari perseorangan, dalam yurisdiksi Negara Pihak, yang menyatakan bahwa dirinya adalah korban dari pelanggaran atas tiap hak yang dimuat dalam Konvensi, yang dilakukan oleh Negara Pihak. Bilamana suatu komunikasi disampaikan atas nama perseorangan atau kelompok perseorangan, ia hanya dapat diajukan dengan persetujuan mereka kecuali apabila si penulis dapat membenarkan bahwa ia bertindak untuk mereka tanpa perkecualian itu. Pasal 3 Komunikasi-komunikasi harus disampaikan secara tertulis dan tidak boleh anonim. Komunikasi tidak akan diterima oleh Komite apabila hal itu menyangkut suatu Negara Pihak Konvensi, tetapi ia bukan Pihak Protokol ini. Pasal 4 1. Komite hanya akan mempertimbangkan suatu komunikasi apabila ada kepastian bahwa semua upaya hukum dalam negeri yang tersedia sudah ditempuh, kecuali apabila penerapan upaya tersebut ditundatunda tanpa alasan atau tidak mungkin memberikan hasil yang efektif. 2. Komite akan menyatakan bahwa suatu komunikasi tidak dapat diterima apabila: (a) Hal yang sama pernah diperiksa oleh Komite atau sedang atau sudah diperbaiki melalui prosedur penyidikan atau penyelesaian internasional lainnya; (b) Tidak sesuai dengan ketentuan dari Konvensi; (c) Tidak memiliki dasar yang jelas atau tidak mengandung substansi yang cukup; (d) Merupakan suatu penyalahgunaan hak untuk menyampaikan komunikasi tersebut; (e) Fakta-fakta yang disampaikan dalam komunikasi terjadi sebelum berlakunya Protokol ini bagi Negara Pihak bersangkutan kecuali bila fakta-fakta itu masih tetap berlanjut setelah tanggal itu. Pasal 5 1. Sewaktu-waktu setelah diterimanya sebuah komunikasi dan sebelum penentuannya dicapai, untuk pertimbangan mendesaknya, Komite dapat menyampaikan pada Negara Pihak yang bersangkutan suatu permintaan kepada Negara Pihak tersebut agar mengambil tindakan sementara yang mungkin dapat dilakukan untuk menghindari kemungkinan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada korban atau korbankorban dari pelanggaran yang dituduhkan. 2. Bilamana Komite menerpakan diskresinya menurut ayat 1 dari pasal ini, hal ini tidak berarti menentukan dapat diterimanya atau dapat ditentukannya komunikasi. Pasal 6 1. Komite wajib membawa tiap komunikasi yang disampaikan kepadanya sesuai dengan Protokol ini secara rahasia untuk diperhatikan oleh Negara Pihak yang bersangkutan, kecuali Komite mempertimbangkan bahwa sebuah komunikasi tidak dapat diterima tanpa mengacu kepada Negara Pihak yang bersangkutan, dan sepanjang orang atau orang-orang yang berkepentingan menyetujui pengungkapan identitas mereka kepada Negara Pihak.

3 3 2. Dalam waktu enam bulan, Negara Pihak yang menerima wajib menyerahkan kepada Komite berupa penjelasan tertulis atau pernyataan-pernyataan untuk menerangkan persoalan dan upaya perbaikan, jika ada, yang dapat disediakan oleh Negara Pihak. Pasal 7 1. Komite akan mempertimbangkan komunikasi-komunikasi yang diterima berdasarkan Protokol ini menurut seluruh informasi yang tersedia untuknya oleh atau atas nama perseorangan atau kelompok dari perseorangan dan oleh Negara Pihak yang bersangkutan, sepanjang informasi ini dikirimkan kepada pihakpihak yang bersangkutan. 2. Komite akan mengadakan pertemuan-pertemuan tertutup ketika memeriksa komunikasi-komunikasi menurut Protokol ini. 3. Setelah memeriksa sebuah komunikasi, Komite akan mengirimkan pendangannya dalam komunikasi, bersama-sama dengan rekomendasinya, jika ada, kepada pihak-pihak yang bersangkutan. 4. Negara Pihak wajib memperhatikan selayaknya pandangan-pandangan Komite, beserta rekomendasinya, jika ada, untuk dipertimbangkan dan harus menyerahkan pada Komite, dalam waktu enam bulan, suatu tanggapan teertulis, termasuk keterangan atas tiap tindakan yang telah dilakukan sehubungan dengan pandangan dan rekomendasi-rekomendasi dari Komite. 5. Komite dapat mengundang Negara Pihak untuk menyerahkan keterangan lebih lanjut mengenai tiap langkah yang telah diambil Negara Pihak sebagai tanggapan atas pandangan dan rekomendasirekomendasi dari Komite, jika ada, dalam laporan-laporan berikutnya dari Negara Pihak menurut pasal 18 dari Konvensi. Pasal 8 1. Apabila Komite menerima informasi yang dapat dipercaya yang menunjukkan adanya pelanggaran berat dan sistematis oleh Negara Pihak atas hak yang dimuat dalam Konvensi, maka Komite dapat meminta Negara Pihak untuk bekerja sama dalam pemeriksaan informasi dan kemudian menyampaikan pendapatnya mengenai informasi itu. 2. Dengan memperhatikan setiap pendapat yang disampaikan oleh Negara Pihak bersangkutan dan informasi lain yang tersedia dan dapat dipercaya, Komite dapat menugaskan satu atau lebih anggotanya untuk melakukan penyelidikan dan segera memberikan laporan kepada Komite. Dengan jaminan dan persetujuan Negara Pihak, penyelidikan dapat dilakukan dengan mengadakan kunjungan ke wilayah negara tersebut. 3. Setelah pemeriksaan dari temuan-temuan penyelidikan itu, Komite akan menyampaiakn temuan itu kepada Negara Pihak disertai dengan komentar dan rekomendasi-rekomendasinya. 4. Negara Pihak bersangkutan akan memberikan pendapatnya kepada Komite, dalam jangka waktu enam bulan setelah menerima hasil temuan, komentar dan rekomendasi yang disampaikan oleh Komite. Pasal 9 1. Komite dapat meminta kepada Negara Pihak yang bersangkutan untuk memasukkan ke dalam laporannya menurut pasal 18 Konvensi, rincian dari langkah-langkah yang telah dilakukan dalam menanggapai penyelidikan yang dilakukan menurut pasal 8 Protokol ini. 2. Apabila diperlukan pada akhir periode enam bulan menurut pasal 8.4, Komite dapat mengundang Negara Pihak yang bersangkutan untuk memberitahukan langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menanggapi penyelidikan tersebut. Pasal 10

4 4 1. Pada waktu menandatangani atau meratifikasi atau eksesi Protokol ini, tiap Negara Pihak boleh menyatakan bawha ia tidak mengakui kompetensi Komite sebagaimana dituangkan dalam pasal 8 dan Tiap Negara Pihak yang telah membuat pernyataan sesuai dengan ayat 1 dari pasal ini, dapat sewaktuwaktu mencabut kembali pernyataannya dengan memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal. Pasal 11 Negara Pihak wajib mengambil semua langkah-langkah yanbg tepat untuk memastikan bahwa orang-orang di dalam yurisdiksinya tidak akan dikenakan perlakuan yang tidak layak atau intimidasi sebagai akibat dari komunikasinya dengan Komite sesuai dengan Protokol ini. Pasal 12 Komite akan memeasukkan dalam laporan tahunannya menurut pasal 21 Konvensi, suatu ringkasan dari kegiatan-kegiatannya menurut Protokol ini. Pasal 13 Setiap Negara Pihak berjanji untuk menyebarluaskan pengatahuan dan mempublikasikan Konvensi dan Protokol ini dan untuk memberi fasilitas akses pada informasi tentang pandangan dan rekomendasi-rekomendasi dari Komite, khususnya hal-hal yang melibatkan Negara Pihak tersebut. Pasal 14 Komite akan membuat tat tertib organisasinya yang harus diikuti ketika menerapkan fungsi-fungsinya dalam Protokol ini. Pasal Protokol ini akan terbuka untuk penandatanganan oleh tiap Negara yang telah menandatangani, meratifikasi, atau aksesi terhadap Konvensi. 2. Protokol ini harus diratifikasi oleh tiap Negara yang telah meratifikasi atau aksesi terhadap Konvensi. Instrumen-instrumen ratifikasi akan disimpan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. 3. Protokol ini terbuka untuk aksesi oleh tiap Negara yang telah meratifikasi atau aksesi terhadap Konvensi. 4. Aksesi mulai berlaku dengan penyimpanan instrumen aksesi pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasal Protokol ini mulia berlaku tiga bulan setelah tanggal disimpannya instrumen ratifikasi atau instrumen aksesi yang kesepuluh pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

5 5 2. Bagi setiap negara yang meratifikasi Protokol ini atau aksesi terhadap Protokol ini setelah mulia berlakunya, Protokol ini mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal disimpannya instrumen ratifikasi atau instrumen aksesinya sendiri. Tidak ada pensyaratan atas Protokol ini yang diijinkan. Pasal 17 Pasal Setiap Negara Pihak dapat mengusulkan amandemen terhadap Protokol ini dan mengarsipkannya di Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sesudah itu, Sekretaris Jenderal akan mengkomunikasikan setiap usulan amandemen kepada Negara Pihak dengan suatu permintaan agar mereka memberitahukan kepadanya apakah mereka mendukung suatu sidang dari Negara-negara Pihak untuk mempertimbangkan dan memberikan suara atas usulan tersebut. Dalam hal sedikitnya sepertiga dari Negara-negara Pihak mendukung suatu sidang, Sekretaris Jenderal wajib mengadakan sidang di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Setiap amandemen yang diadopsi oleh mayoritas Negara-negara Pihak yang hadir dan memberikan suaranya dalam sidang akan diserahkan kepada Mejelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disetujui. 2. Amandemen-amandemen mulai berlaku ketika telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa dan diterima oleh dua per tiga mayoritas Negara-negara Pihak dari Protokol ini sesuai dengan prosedur dalam konstitusi masing-masing. 3. Pada saat amandemen-amandemen mulai berlaku, semuanya akan mengikat Negara-negara Pihak yang telah menerimanya, Negara Pihak lainnya akan tetap terikat oleh ketentuan-ketentuan dari Protokol ini dan tiap amandemen yang telah diterima sebelumnya. Pasal Setiap Negara Pihak dapat menarik diri dari Protokol ini sewaktu-waktu dengan pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penarikan diri akan mulai berlaku enam bulan setelah tanggal diterimanya pemberitahuan oleh Sekretaris Jenderal. 2. Penarikan diri harus dilaksanakan tanpa merugikan kelanjutan penerapan ketentuan-ketentuan dalam Protokol ini terhadap setiap komunikasi yang disampaikan berdasarkan pasal 2 atau setiap penyelidikan yang dilaksankaan berdasarkan pasal 8 sebelum tanggal efektif penarikan diri. Pasal 20 Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahukan kepada semua Negara mengenai: (a) Penandatanganan, ratifikasi, dan aksesi menurut Protokol ini; (b) Tanggal mulai berlakunya Protokol ini dan setiap amandemen menurut pasal 18; (c) Setiap penarikan diri munurut pasal 19. Pasal Protokol ini yang naskahnya dibuat dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol mempunyai keaslian yang sama dan wajib disimpan pada Sekretaris Jenderal Persrikatan Bangsa-Bangsa.

6 6 2. Sekretaris Jenderal Perserrikatan Bangsa-Bangsa wajib mengirimkan salinan resmi dari Protokol ini kepada semua Negara yang diamksud dalam pasal 25 Konvensi. DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember Majelis Umum, Mengikuti perlunya penerapan secara universal terhadap perempuan akan hak-hak dan prinsip-prinsip tentang persamaan, keamanan, kebebasan, integritas, dan martabat seluruh umat manusia, Memperhatikan hak-hak dan prinsip-prinsip tersebut telah tertuang dalam isntrumen-instrumen internasional, termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Kovenan tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Konvensi Menentang penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia. Mengakui bahwa efektivitas pelaksanaan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan akan mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan bahwa Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang termuat dalam resolusi ini, akan memperkuat dan melengkapi proses tersebut, Menyadari bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu hambatan terhadap tercapainya kesederajatan, pembangunan dan perdamaian sebagaimana diakui dalam Strategi Berwawasan ke Depan Nairobi tentang Pemajuan perempuan, yang didalamnya direkomendasikan seperangkat langkah-langkah untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan, dan terhadap implementasi secara penuh Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan mendasar perempuan dan melemahkan atau meniadakan penikmatan hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut oleh mereka, dan mengkhawatirkan kegagalan yang telah berlangsung lama dalam melindungi dan memajukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut dalam hal kekerasan terhadap perempuan. Mengakui bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah perwujudan ketimpangan historis hubunganhubungan kekuasaan di antara kaum laki-laki dan perempuan, yang mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh laki-laki dan hambatan bagi kemajuan mereka, dan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu mekanisme sosial yang krusial yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinasi dibandingkan dengan laki-laki, 2 Lihat resolusi Majelis Umum 48/104, tanggal 20 Desember 1993.

7 7 Menyadari bahwa beberapa kelompok perempuan, seperti perempuan dalam kelompok-kelompok minoritas, perempuan masyarakat asli, perempuan pengungsi, perempuan migran, perempuan yang hidup di pedesaan atau pedalaman, perempuan-perempuan miskin, perempuan dalam lembaga-lembaga pemasyarakatan atau tahanan, perempuan kanak-kanak, perempuan cacat, perempuan lanjut usia, dan perempuan dalam situasi konflik bersenjata adalah kelompok yang rentan terhadap kekerasan. Mengingat kesimpulan dalam ayat 23 lampiran terhadap resolusi 1990/15 Dewan Ekonomi dan Sosial tertanggal 24 Mei 1990, yang menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga maupun masyarakat telah merajalela dan menembus batas-batas tingkat penghasilan, kelas dan kebudayaan, dan harus diatasi dengan langkah-langkah segera dan efektif untuk menghapuskannya. Mengingat pula resolusi 1991/18 Dewan Ekonomi dan Sosial tertanggal 30 Mei 1991, yang di dalamnya Dewan merekomendasikan penyusunan kerangka kerja bagi suatu instrumen internasional yang harus menyatakan secara eksplisit masalah kekerasan terhadap perempuan, Menyambut peran yang dimainkan gerakan-gerakan perempuan dalam rangka meningkatkan pada sifat, kepelikan, dan luasnya masalah kekerasan terhadap perempuan, Dikhawatirkan oleh dibatasinya kesempatan bagi perempuan untuk mencapai kesetaraan di masyarakat dalam bidang hukum sosial, politik, dan ekonomi, dan antara lain oleh kekerasan yang berlanjut dan menyebar, Berkeyakinan bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu ada suatu definisi yang jelas dan menyeluruh tentang kekerasan terhadap perempuan, suatu pernyataan tegas tentang hak yang harus dipenuhi untuk menjamin penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam segala bentuk, komitmen negara sehubungan dengan tanggung-jawabnya dan komitmen masyarakat internasional secara luas kepada penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Dengan sungguh-sungguh menyatakan Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan sebagai berikut dan mendesak dilakukannya segala upaya agar Deklarasi ini diketahui dan dihormati secara luas: Pasal 1 Dalam Deklarasi ini, yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Pasal 2 Kekerasan terhadap perempuan harus dipahami, mencakup tapi tidak hanya terbatas pada hal sebagai berikut: (a) Tindak kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak-kanak dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan

8 8 dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin perempuan, dan praktik-praktik tradisional lain yang berbahaya terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri, dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi; (b) Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa; (c) Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh Negara, di manapun terjadinya. Pasal 3 Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau bidang-bidang lainnya. Hal tersebut termasuk, antara lain: (a) Hak atas hidup; (b) Hak atas persamaan; (c) Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi; (d) Hak atas perlindungan yang sama berdasarkan hukum; (e) Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi; (f) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaiknya; (g) Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang abik; (h) Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia. Pasal 4 Negara sebaiknya mengutuk kekerasan terhadap perempuan dan tidak berlindung di balik pertimbangan adat, tradisi, atau keagamaan untuk menghindari tenggung jawab dalam menghapuskan kekerasan tersebut. Negara harus mengupayakan dengan cara-cara yang sesuai dan tidak menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, dan untuk tujuan itu, sebaiknya: (a) Mempertimbangkan, bagi yang belum melakukan, meratifikasi, atau mengaksesi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau manrik pensyaratan-pensyaratan terhadap Konvensi tersebut; (b) Menghindari keterlibatan dalam kekerasan terhadap perempuan; (c) Melakukan usaha-usaha yang sepantasnya secara terus-menerus untuk mencegah, mengusut, dan sesuai dengan perundang-undangan nasional untuk menghukum para pelaku kekerasan terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh Negara maupun perseorangan; (d) Mengembangkan sanksi-sanksi pidana, perdata, ketenagakerjaan, dan administrasif dalam perundangundangan nasional untuk menghukum dan menindak berbagai ketidakadilan yang dialami perempuan sebagai akibat dari kekerasan terhadapnya; sebagaimana diatur oleh perundang-undangan nasional, ganti rugi yang efektif dan adil atas kerugian yang mereka derita; Negara juga sebaiknya memberikan informasi kepada perempuan tentang hak mereka dalam rangka memperjuangkan tuntutan melalui mekanisme tersebut; (e) Mempertimbangkan kemungkinan untuk mengembangkan rencana kasi tingkat nasional untuk memajukan perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan, atau untuk memasukkan ketentuanketentuan untuk tujuan tersebut dalam renca-rencana yang telah ada, dengan mempertimbangakan, apabila sesuai, bnetuk-bentuk kerjasama tertentu yang dapat disumbangkan organisasi-organisasi non pemerintah, khususnya yang mempunyai kepedulian terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan;

9 9 (f) Mengembangkan secara menyeluruh pendekatan-pendekatan pencegahan dan segala perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan dan menjamin tidak terjadinya lagi pengorbanan perempuan akibat hukum yang tidak peka gender, praktik-praktik pemaksaan atau campur tangan lainnya; (g) Berupaya untuk memastikan, hingga tahap yang paling memeungkinkan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan, apabila dipandang perlu, dalam kerangka kerja sama internasional, bahwa perempuan yang mengalami kekerasan dan, apabila sesuai, anak-anak mereka memiliki bantuan khusus, seperti rehabilitasi, bantuan pengasuhan dan pemeliharaan anak, perawatan, bimbingan, pelayanan kesehatan dan sosial, fasilitas-fasilitas, dan program-program, termasuk struktur-struktur pendukung, dan harus mengambil semua langkah-langkah lain yang sesuai untukmenigkatkan keamanan serta rehabilitasi fisik maupun psikologis mereka; (h) Memasukkan dalam anggaran pemerintah sumber daya yang emncukupi untuk membiayai kegiatankegiatan yang berhubungan dengan penghapusan kekerasan terhadap perempuan; (i) Mengambil langkah-langkah untuk memeastikan bahwa para penegak hukum dan aparat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencegah, mengusut, dan menghukum kekerasan terhadap perempuan memperoleh pelatihan-pelatihan agar mereka akan keperluankeperluan perempuan; (j) Menetapkan semua langkah-langkah yang sesuai, khususnya dalam bidang pendidikan untuk memodifikasi pola-pola perilaku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan dan menghilangkan prasangka-prasangka, praktik-praktik kebiasaan dan praktik-praktik lain atas dasar pemikiran inferiotas dan superiotas seksual dan sterotip peran laki-laki dan perempuan; (k) Memajukan penelitian, pengumpulan data dan mengkompilasi statistik, khususnya mengenai kekerasan dalam rumah tangga, sehubungan dengan luasnya perbedaan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, dan mendorong penelitian mengenai akibat-akibat, sifat, keseriusan, dan konsekuensi dari kekerasan terhadap perempuan serta efektivitas penerapan langkah-langkah untuk mencegah dan mengatasi kekerasan terhadap perempuan; data-data statistik dan temuan-temuan penelitian itu akan dikemukakan pada masyarakat luas; (l) Menetapkan langkah-langkah yang bertujuan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, khususnya mereka yang rentan terhadap kekerasan; (m) Memasukkan dalam laporan-laporan sebagaimana diharuskan oleh instrumen-instrumen hak asasi manusia yang relevan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, informasi yang berkaitan dnegan kekerasan terhadap perempuan dan langkah-langkah yang diambil untuk melaksanakan Deklarasi ini; (n) Mendorong pengembangan panduan-panduan yang memadai untuk membantu pelaksanaan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Deklarasi ini; (o) Mengakui penitngnya peran gerakan perempuan dan oragnisasi-organisasi non pemerintah di seluruh dunia dalam rnagka meningkatkan kesadaran dan mengurnagi masalah kekerasan terhadap perempuan; (p) Memfasilitasi dan mempertinggi kinerja gerakan perempuan dan oragniasa-organisasi non pemerintah serta menjalin kerja sama dengan mereka pada tingkat lokal, nasionla, maupun regional; (q) Mendorong organisas-organisasi antar pemerintah di tingkat regional yang mana mereka menjadi anggota, untuk memasukkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan ke dalam program-program mereka, sepanjang sesuai. Pasal 5 Organ-organ dan badan-badan khusus Persrikatan Bangsa-Bangsa dalam bidang-bidang yang menjadi kompetensinya sebaiknya mendukung pengakuan dan realisasi hak dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam deklarasi ini, dan, untuk itu, sebaiknya antara lian: (a) Memupuk kerja sama internasional dan regional dengan tujuan untuk merumuskan startegi-strategi regional untuk memberantas kekrasan, pertukaran pengalaman dan pendanaan program-program yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan terhadap perempuan; (b) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dan seminar-seminar yang bertujuan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan;

10 10 (c) Meningkatkan koordinasi dan pertukaran dalam lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa antara badan-badan perjanjian internasional hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan secara efektif; (d) Memasukkan dalam analisis-analisis yang dilakukan oleh organisasi-organisasi dan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pola dan problem sosial seperti laporan berkala tentang situasi sosial dunia, melakukan penelitian terhadap kecenderungan kekerasan terhadap perempuan; (e) Meningkatkan koordinasi di antara organisasi-organisasi dan badan-badan di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memasukkan masalah kekerasan terhadap perempuan ke dalam program-program mereka yang sedang berjalan, khususnya yang berkaitan dengan kelompok-kelompok perempuan terutama yang rentan terhadap kekerasan; (f) Menyusun panduan-panduan atau pedoman yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dinyatakan dalam Deklarasi ini; (g) Mempertimbangkan maslah penghapusan kekerasan terhadap perempuan, sepanjang sesuai, dalam rangka memenuhi amanat mereka mengenai pelaksanaan instrumen-instrumen hak asasi manusia; (h) Bekerja sama dengan organisasi-organisasi non pemerintah dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan. Pasal 6 Tidak satupun ketentuan dalam Deklarasi ini dimaksudkan untuk mengurangi ketetapan-ketetapan yang lebih kondusif bagi penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan yang mungkin telah terkandung dalam perundang-undangan seuatunegara atau konvensi internasional, perjanjian internasional, atau instrumen lainnya yang diberlakukan di suatu Negara.

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1) Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Ditetapkan dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 1979

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.149, 2012 PENGESAHAN. Protokol. Hak-Hak. Anak. Penjualan. Prostitusi. Pornografi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5330) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK 2012, No.149 4 PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK Mukadimah

KONVENSI HAK ANAK Mukadimah KONVENSI HAK ANAK Mukadimah Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan atas martabat yang melekat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS Disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 Berlaku 4 Januari 1969

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Mukadimah Negara-negara peserta Konvensi ini, Menimbang, kewajiban negara-negara dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia Disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan persetujuan oleh Resolusi Majelis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK Yang Disetujui Oleh Konferensi Ketenagakerjaan Internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI 1 K 87 - Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan

Lebih terperinci

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE. Lembar Fakta No. 22. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE. Lembar Fakta No. 22. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE Lembar Fakta No. 22 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 Hak asasi perempuan dan anak perempuan merupakan bagian yang melekat, menyatu dan tidak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, dan terbuka untuk penandatangan, ratifikasi, dan aksesi MUKADIMAH

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, dan terbuka untuk penandatangan, ratifikasi, dan aksesi MUKADIMAH

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA E/CN.4/2005/WG.22/WP.1/REV.4 23 September 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Naskah Asli dalam Bahasa Prancis) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN

Lebih terperinci

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 KEPEDULIAN INTERNASIONAL TERHADAP HAK ASASI MANUSIA Kepedulian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap kemajuan

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Diadopsi pada 20 Desember 2006 oleh Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/61/177 Mukadimah Negara-negara

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1 KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL Diterima dan terbuka untuk pendatangangan dan pensahan Oleh Resolusi SMU Perserikatan Bangsa Bangsa no. 2106 (XX) 21 Desember 1965

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL 1 K-144 Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar-Standar Ketenagakerjaan Internasional

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia; BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

KONVENSI MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

KONVENSI MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 KONVENSI MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN Ditetapkan oleh Konferensi Umum Organisasi Buruh Intemasional, di Jenewa, pada tanggal 25 Juni 1958 [1] Konferensi Umum Organisasi Buruh Intemasional

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966, Terbuka untuk penandatanganan Ratifikasi dan Aksesi MUKADIMAH Negara-negara

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981

K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 2 K-156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Konvensi mengenai Kesempatan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL TAHUN 2016-2018 DENGAN

Lebih terperinci