DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A"

Transkripsi

1 DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI Oleh : VANESZA ANJANI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 21

2 SUMMARY VANESZA ANJANI. Land Use Dynamics and The Change of Spatial Arrangement in Bekasi Regency. DYAH RETNO PANUJU and BAMBANG H. TRISASONGKO as advisors. Bekasi Regency is a strategic area since it shares borders with Jakarta. This gives the inhabitants opportunities directly or indirectly to Jakarta s economic power. The rapid development implies soaring requirements of space to assist various utilizations such as governmental uses, trade/commercials, services and industry. In Bekasi case, the development has been aided by availability of existing facilities, including road infrastructures. The aims of this research are to assess the dynamics of population and economic growth, spatial arrangement and their relationships to land use changes in Bekasi regency between 1995 and 29. Methods to achieve the goal include remotely sensed image processing and statistical inquiries which consist of correlation and stepwise regession analysis. This research revealed that main land use alteration involves upland and rice fields and is largely converted to residential, industrial area or other services. Nonetheless, overall changes are insignificant during 15 year of observation. However, it is shown that land use modification tends to occur locally or clustered along Tambun, Cibitung and Cikarang zones, in particular between 2 and 26. During period, the changes spreaded across the residency, except Bojongmangu district. It was found that the main driving factors influencing land alteration in Bekasi Regency are accessibility to road networks, rapidly-growing population, expanding facilities development and space allocation. Changing spatial arrangement identified in Bekasi Regency was due to disaggregation of the districts (so-called pemekaran ) from 15 to 23 districts. The biggest allocation in 1993 s spatial arrangement was upland agriculture which comprised around 8341,9 ha. The new spatial arrangement introduced in 23 encompassed significant change of the land use class, to around 56571,5 ha. Land allocation for Mining site was eliminated in 23 s spatial arrangement and completely changed into industrial area. It is observable that existing land uses do not always comply with declared spatial arrangement. In 1995, many land utilizations in Northern and Central zones contravened to the rule. The breach to the 23 s spatial planning was apparent on the Northern, Western and Southern zones of Bekasi.

3 RINGKASAN VANESZA ANJANI. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. Di bawah bimbingan DYAH RETNO PANUJU dan BAMBANG H. TRISASONGKO. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang strategis ditinjau dari wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Metropolitan DKI Jakarta. Letak strategis Bekasi terhadap Jakarta tersebut secara langsung dan tidak langsung memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat Bekasi untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari perkembangan Jakarta. Namun demikian peluang tersebut diimbangi dengan peningkatan kebutuhan lahan yang merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri. Percepatan alih fungsi lahan tersebut umumnya disebabkan oleh keunggulan Bekasi dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika pertumbuhan penduduk, struktur perekonomian, rencana tata ruang wilayah serta keterkaitannya dengan perubahan penggunaan lahan di Bekasi tahun 1995 sampai 29. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis citra penginderaan jauh, analisis korelasi dan regresi bertatar (stepwise regression). Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian umumnya berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering, biasanya digunakan untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Pada periode tahun 1995 sampai tahun 2, perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu signifikan. Perubahan yang terjadi cenderung membentuk gerombol di sekitar kawasan industri di kecamatan Tambun, Cibitung dan Cikarang. Pada tahun 2 sampai dengan tahun 26 perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi juga cenderung membentuk gerombol (cluster). Sedangkan pada tahun 26 sampai dengan tahun 29 dinamika yang terjadi cenderung menyebar secara tidak teratur. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan penggunaan lahan dari tahun 2 sampai dengan tahun 29 adalah Bojongmangu. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi diantaranya adalah aksesibilitas terhadap jalan, laju pertumbuhan penduduk, fasilitas ekonomi, sosial, kesehatan dan alokasi RTRW. Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah di Kabupaten Bekasi yang semula berjumlah 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan. Alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang terbesar pada tahun 1993 adalah untuk kawasan pertanian sebesar 8341,9 ha, sedangkan pada tahun 23 berubah menjadi 56571,5 ha. Pada tahun tersebut tidak terdapat lagi alokasi untuk kawasan pertambangan karena telah beralih alokasi menjadi kawasan industri. Penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW tahun 1993 umumnya terpusat pada Bagian Utara dan Tengah Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan tahun 2 sampai tahun 29 terhadap alokasi RTRW tahun 23 terlihat memusat pada Bagian Utara, Barat dan Selatan Kabupaten Bekasi.

4 DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI Oleh : VANESZA ANJANI A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 21

5 JUDUL SKRIPSI : DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI PENULIS : VANESZA ANJANI NRP : A Menyetujui : Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, (Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si.) NIP : (Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc.) NIP : Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP : Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 7 Januari Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Syukur Yacob Yuniarto dan Ibu Titie S. Sabirin. Riwayat pendidikan penulis diawali di sekolah TK Kartika VIII-16, lulus pada tahun1992. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan di SD Negeri Poncol I, lulus pada tahun 1999 dan pada tahun 22 lulus dari SMP Negeri 246 Jakarta. Pada tahun 25 penulis menyelesaikan SMU Negeri 113 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata ajaran penataan ruang dan penatagunaan lahan. Selain itu penulis pernah menjadi asisten peneliti pada kajian alih fungsi dan simulasi perubahan penggunaan lahan kerjasama P4W-IPB dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 29. Pada penelitian tersebut, penulis berkontribusi pada publikasi berikut: B. H. Trisasongko, D. R. Panuju, L.S. Iman, Harimurti, A. F. Ramly, V. Anjani dan H. Subroto. 29. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si. dan Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc. selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, saran, nasehat dan perhatian kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tak lupa juga kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Mama, Papa dan Kakakku (Mas Reza) atas segala doa yang tulus, perhatian, cinta dan kasih sayang serta perjuangan yang tiada henti sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan di jenjang S1. 2. Guruh Wisnu Wardhana atas motivasi, perhatian dan kesabarannya. Thanks to be my everything and being everything to me. 3. Teman terbaik, Ayu Ningtiyas dan Widya Aurelia atas pengertian dan canda tawa kalian. Teman-teman sepermainan, Phierda, Allentz, Pitty dan Dian yang telah memberikan waktu untuk saat kebersamaan yang indah. 4. Teman-teman seperjuangan dan staf di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah untuk segala bantuannya, Nana, Puput, Novem, mbak Emma, mbak Dian dan especially Eni. Special thanks to Ican di Laboratorium Penginderaan jauh dan Kartografi atas pengajaranpengajarannya yang sangat berguna. 5. Rekan-rekan Soiler 42 atas kebersamaannya. 6. Teman-teman penghuni Wisma As-Silmi dan Wisma Pelangi. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Bogor, Januari 21 Penulis

8 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penutupan/Penggunaan lahan Perubahan Penggunaan Lahan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah... 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Analisis Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Tahap Analisis Citra Koreksi Geometrik Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Klasifikasi Pengecekan Lapang Analisis Statistik Analisis Korelasi Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression) BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH Keadaan Geografi Iklim dan Suhu Administrasi dan Luas Lahan Kependudukan Sosial Ekonomi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Keterkaitan antara Beberapa Jenis Akses Jalan dengan Perubahan Penggunaan Lahan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis) Dinamika Perencanaan Tata Ruang Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi Rencana Tata Ruang Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995 dan 2 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 26 dan 29 Terhadap Alokasi Tata Ruang tahun BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 53

9 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Matriks Transisi... 6 Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan Tahun Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Gambar 4. Penampakan Objek Pada Citra Landsat Gambar 5. Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR Gambar 6. Hasil Klasifikasi Gambar 7. Dinamika Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Gambar 8. Foto pengecekan lapang Gambar 9. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Gambar 1. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Gambar 11. Jumlah Pertumbuhan Penduduk tahun 2 sampai Gambar 12. Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 23 sampai Gambar 13. Rataan Laju Perubahan Jumlah Fasilitas per Tahun dari Tahun 23 sampai Gambar 14. Alokasi RTRW tahun 1993 dan Gambar 15. Perubahan RTRW Tahun 1993 dan Gambar 16. Grafik Penyimpangan Alokasi Kawasan Lindung (%) Gambar 17. Penyimpangan Penggunaan Lahan... 52

11 DAFTAR TABEL Tabel 1. Data, Sumber Data, Peubah Serta Teknik Analisis Yang Digunakan.. 9 Tabel 2. Peubah-peubah dalam Analisis Korelasi Tabel 3. Peubah-peubah dalam Analisis Regresi Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa menurut Kecamatan, Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, Tabel 6. Indikator Sosial-Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun Tabel 7. Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR Tabel 8. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tabel 9. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun Tabel 1. Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun... 3 Tabel 11. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK Tabel 12. Korelasi Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jenis Jalan Tabel 13. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Satuan Wilayah Tabel 14. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon... 4 Tabel 15. Perbandingan Peran Berbagai Peubah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Unit Wilayah dan Poligon Tabel 16. Peubah Yang Berperan Konsisten Pada Basis Analisis Berbeda Terhadap Pola Perubahan Penggunaan Lahan Tabel 17. Persentase Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2 Terhadap Alokasi RTRW 1993 dan Penggunaan Lahan tahun 29 Terhadap Alokasi RTRW Tabel 18. Korelasi Penyimpangan Alokasi Ruang Terhadap Jenis Jalan Tabel 19. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2 terhadap Alokasi Rata Tuang Tahun Tabel 2. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 29 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun... 6 Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan Penggunaan Lahan Per Poligon (%)... 6 Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon (ha)... 6 Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB menjadi Lahan Terbangun per Poligon Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB menjadi TPLK per Poligon Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLK menjadi Lahan Terbangun per Poligon Lampiran 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun Lampiran 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun Lampiran 11. Peta RTRW Tahun Lampiran 12. Peta RTRW Tahun Lampiran 13. Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2 Terhadap Alokasi Ruang Tahun Lampiran 14. Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 29 Terhadap Alokasi Ruang tahun

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan penilaian keadaan (status), potensi, dan pembatas-pembatas dari suatu daerah tertentu dan sumberdayanya yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut. Rencana penggunaan lahan seharusnya disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya lahan agar dapat diusahakan secara berkelanjutan. Adanya dinamika aktifitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya di suatu wilayah dapat berimbas pada struktur penggunaan lahan di wilayah tersebut. Di wilayah perkotaan, pola perubahan penggunaan lahan yang umum terjadi adalah berubahnya lahan pertanian budidaya menjadi lahan terbangun. Lahan terbangun yang dimaksud mencakup permukiman, industri, dan infrastruktur kota. Hal ini terjadi karena lahan terbangun dinilai memiliki landrent yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan pertanian, termasuk perkebunan dan kehutanan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang strategis mengingat wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Metropolitan DKI Jakarta. Bekasi merupakan kota satelit dan juga berfungsi menjadi kota pengimbang dari ibu kota negara dan juga pendukung administratif DKI Jakarta. Letak strategis Bekasi terhadap Jakarta secara langsung dan tidak langsung memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat Bekasi untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari perkembangan Jakarta. Namun demikian, dampak perkembangan kota Jakarta juga secara langsung akan dirasakan oleh Kabupaten Bekasi, diantaranya adalah perkembangan kota yang tidak teratur (urban sprawl). Penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi telah mengalami banyak perubahan, diantaranya adalah berkurangnya kawasan hutan mangrove menjadi

14 2 tambak udang, adanya kavling liar yang tumbuh khususnya di bagian Utara (Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Sukatani, Sukawangi, dll), bertambahnya kawasan permukiman dan industri serta adanya rencana pengembangan jaringan jalan tol Cikarang Tanjung Priok. Berbagai perubahan tersebut akan mempengaruhi struktur tata ruang Kabupaten Bekasi secara keseluruhan. Keterkaitan antara pembangunan di Jakarta dan di Bekasi dapat dilihat dari semakin mudahnya akses pendukung seperti adanya akses jalan yang menghubungkan kedua kota tesebut. Dinamika pembangunan ekonomi mempengaruhi konfigurasi spasial penggunaan lahan. Laju pertumbuhan ekonomi baik di Jakarta maupun di Bekasi secara hipotetis akan terefleksikan pada dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi. Sebagian besar penduduk Bekasi adalah pendatang yang mencari kerja di Jakarta. Menurut data BPS tahun 27, laju pertumbuhan penduduk di Bekasi adalah sebesar 3,48 % dan laju pertumbuhan ekonomi dilihat dari nilai PDRB sebesar 6,14 % per tahun. Secara proporsional, sektor industri memegang peranan terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan ruang untuk penyediaan sarana/prasarana. Peningkatan kebutuhan ruang ini merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri yang disebabkan oleh keunggulannya dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol dapat berdampak buruk bagi penduduk suatu wilayah. Penurunan luas ruang terbuka hijau telah terjadi di kota-kota besar dan berdampak serius bagi kesehatan dan kenyamanan penduduk (Jackson, 23). Selain itu, konversi yang tidak terkontrol dapat menurunkan kemampuan wilayah dalam menyediakan sumber pangan. Sebagai bagian dari wilayah Pantura yang menjadi salah satu lumbung pangan nasional, Kabupaten Bekasi diketahui telah mengalami fenomena konversi penggunaan lahan yang signifikan (Artawan, 1997). Namun demikian, penelitian yang mengkaitkan perubahan penggunaan lahan dan aspek perekonomian lainnya pada wilayah ini belum banyak dilakukan.

15 Tujuan Penelitian Berdasarkan kondisi wilayah tersebut, penelitian ini dirancang untuk : 1. Mempelajari dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dari tahun 1995 sampai Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut. 3. Mempelajari pola penataan ruang Kabupaten Bekasi periode dibandingkan dengan periode

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penutupan/Penggunaan lahan Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis. Perubahan penggunaan lahan terjadi secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktifitas manusia. Dengan demikian masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995). Jenis penggunaan lahan merupakan karakteristik lahan yang paling menarik ditelaah mengingat aplikasinya yang sangat luas dalam bidang perencanaan serta memungkinkan dianalisis secara kuantitatif. Penggunaan lahan dapat digunakan untuk membandingkan berbagai tipe lahan yang berbeda dan juga untuk mempelajari dinamika perubahan lahan (Lowicki, 28). Sedangkan Turner et al. (1995) menyatakan bahwa penggunaan lahan berperan dalam menggambarkan fungsi biofisik di bumi serta terkait dengan aktifitas ekonomi manusia dalam pengelolaannya. Mengingat fungsi dan perannya yang beragam, penggunaan lahan memerlukan mekanisme pemantauan yang baik. Pemantauan tersebut dapat dilakukan dalam dua mekanisme utama yaitu pengamatan lapangan atau memanfaatkan data penginderaan jauh. Berdasarkan studi literatur, ditemukan bahwa data penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan pemetaan dan pemantauan penggunaan lahan. Menggunakan data optik yaitu Landsat, Siren and Brondizio (29) menunjukkan bahwa data tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemetaan penggunaan lahan pada skala semi detil Perubahan Penggunaan Lahan Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et al., 29). Di Bangladesh, proses urbanisasi merupakan penyebab berkurangnya luasan badan air, tumbuh-tumbuhan, lahan pertanian dan lahan kering/lahan basah (Dewan and Yamaguchi, 29). Di Indonesia, proses urbanisasi juga ditengarai

17 5 menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Studi yang dilakukan Rustiadi dan Panuju (22) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara proses urbanisasi dengan perkembangan wilayah urban yang tidak teratur. Pada umumnya, studi dinamika perubahan penggunaan lahan tidak terlepas dari pemanfaatan data spasial. Data tersebut dapat diturunkan dari data peta atau dari data penginderaan jauh secara langsung. Batisani and Yarnal (29) menunjukkan kelayakan citra optik Landsat dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan. Dalam konteks teknologi geospasial, telaah literatur menunjukkan bahwa terdapat dua pendekatan dalam mempelajari dinamika perubahan tersebut. Pendekatan pertama adalah deteksi perubahan (change detection). Pendekatan ini tidak menggunakan data tematik sebagai masukan data, tetapi memanfaatkan data penginderaan jauh asli dalam mendeteksi perubahan. Nielsen et al (1998) mengusulkan teknik MAD dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan menggunakan data multispektral dan bitemporal. Alternatif lain dalam studi dinamika perubahan adalah dengan pemanfaatan data tematik yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh ataupun menggunakan peta sebagai data masukannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kedua tersebut. Detil pendekatan kedua akan disajikan pada bagian berikut Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Dinamika alih fungsi lahan dapat direpresentasikan melalui berbagai pendekatan. Namun demikian, telaah literatur menunjukkan bahwa matriks transisi merupakan satu sarana yang banyak dimanfaatkan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peluang perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu wilayah.

18 6 Matriks transisi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Tahun ke-n Penggunaan Lahan 1 Tahun ke n+1 Penggunaan Lahan 1 Penggunaan Lahan 2 Penggunaan Lahan ke-m Gambar 1. Matriks Transisi Penggunaan Lahan 2 Penggunaan Lahan ke-m Terdapat dua bagian penting yang dapat ditelaah dari sajian matriks tersebut. Bagian dari matriks tersebut yang ditandai (diagonal matriks) menunjukkan bahwa pada wilayah tersebut tidak terjadi perubahan. Sedangkan bagian off-diagonal dapat diartikan sebagai jumlah atau proporsi wilayah yang berubah pada tahun ke n+1. Analisis matriks transisi tersebut cukup menggambarkan kondisi dinamika yang terjadi pada suatu wilayah. Namun demikian, matriks tersebut tidak mampu menunjukkan faktor yang berperan dalam analisis perubahan penggunaan lahan. Dalam suatu kajian perencanaan, analisis matriks transisi belum cukup menggambarkan kondisi riil. Analisis matriks transisi perlu diperkaya dengan analisis identifikasi faktor. Fenomena perkembangan lahan terbangun merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Di Amerika Serikat, lahan terbangun meningkat 34% pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1997, dan peningkatan ini umumnya berasal dari konversi lahan pertanian dan hutan (Alig et al., 24). Dalam perencanaan suatu kawasan, informasi pemodelan atau simulasi perubahan penggunaan lahan sangat penting untuk meninjau kemungkinan masa depan suatu kawasan. Metode pemodelan atau simulasi sangat diperlukan setelah model transisi suatu kawasan dapat dihitung serta informasi faktor yang menyebabkan transisi tersebut telah dapat diidentifikasi. Dari telaah literatur, telah dijumpai berbagai teknik pemodelan atau simulasi masa depan suatu kawasan. Tang et al. (25) menggunakan pendekatan jaringan syaraf tiruan (neural networks) untuk tujuan tersebut. Sedangkan Veldkamp and Fresco (1996)

19 7 membangun sistem proyeksi penggunaan lahan masa depan yang dikenal dengan nama CLUE (Conversion of Land Use and its Effects). Namun demikian, komponen ketiga dari analisis dinamika perubahan penggunaan lahan tidak dibahas dalam penelitian ini Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah Berdasarkan UU No. 26/27, penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atas pelaksanaan pembangunan. Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW nya. Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah tersebut. Penelitian yang dilakukan Deni (24) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan lahan permukiman di Jabodetabek pada periode tahun 1992 hingga 21 sebesar 1%. Pada kurun waktu yang sama, telah terjadi pula pengurangan luasan kawasan lindung hingga 16%. Studi lain yang dilakukan oleh Panuju (24) menunjukkan bahwa alokasi kawasan lindung yang hanya,6% dibandingkan dengan total wilayah Jabodetabek ternyata telah banyak dirambah. Sehingga secara keseluruhan terjadi penyimpangan sebesar 2% terhadap arahan penggunaan lahan pada Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek.

20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 29 sampai Oktober 29. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan persiapan dan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penyusunan laporan. Daerah penelitian sebagai wilayah studi yang dikaji adalah Wilayah Kabupaten Bekasi Bahan dan Alat Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder dari empat periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 1995, 2, 26 dan 29. Data primer terdiri dari dua buah citra Landsat dan dua buah citra ALOS dalam bentuk digital serta data survei lapang. Sedangkan data sekunder meliputi data Potensi Desa dan PDRB Kabupaten Bekasi, data pertumbuhan penduduk, serta beberapa peta penunjang lainnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi dan Bakosurtanal. Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) Erdas Imagine 9.1, Arc View GIS 3.3, Statistica 8., Microsoft Access, Microsoft Excel dan Microsoft Word, serta GPS, scanner, printer dan alat tulis Metode Analisis Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi lima tahap kegiatan yang menggabungkan teknik pengembangan wilayah dan penginderaan jauh yang terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data statistik, dan (5) Tahap penyusunan laporan akhir. Secara sistematik pentahapan kajian dirangkumkan dalam tabel berikut.

21 9 Tabel 1. Data, Sumber Data, Peubah Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah: No Tujuan Data & alat yang Sumber Data Peubah yang digunakan Teknik Analisis digunakan 1 Dinamika aktifitas sosial-ekonomi masyarakat Data potensi desa, data PDRB per kecamatan, data penduduk, Microsoft Excell dan Access Bappeda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi Jumlah dan jenis fasilitas, data jarak, jumlah penduduk Teknik Pendugaan Perubahan 2 Perubahan penggunaan lahan 3 Analisis keterkaitan berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan Citra Landsat dan citra ALOS, Peta jalan, Peta administrasi, Identifikasi karakteristik fisik wilayah, Arc View GIS 3.3, Erdas Imagine 9.1, GPS Hasil analisis tujuan-1 dan tujuan-2, Peta RTRW Bakosurtanal Bappeda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi Kenampakan Visual (tekstur, rona, keteraturan pola/bentuk Kelas penggunaan lahan, jumlah dan jenis fasilitas, PDRB, RTRW Koreksi geometri, klasifikasi visual Analisis korelasi dan Analisis Regresi Bertatar

22 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan literatur dan data yang dibutuhkan dalam penelitian berupa data Potensi Desa (Podes) dan data PDRB tahun 2 sampai dengan tahun 28, citra Landsat dan ALOS, peta RTRW, peta administrasi dan peta jalan Tahap Analisis Citra Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk merujuk citra penginderaan jauh ke peta dasar, sehingga kedua data tersebut kompatibel secara geografis. Proses awal koreksi geometrik dimulai dengan merektifikasi citra ke peta topografi (image to map rectification) kemudian registrasi citra ke citra (image to image registration) berdasarkan GCP (Ground Control Point) yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra yang dikoreksi (misalnya jalan atau sungai) serta bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sistem koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem UTM dengan datum WGS 84 pada zone 48S. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 26 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan) daerah Bekasi. Proses ini dilakukan untuk mempermudah perolehan objek yang sama pada peta topografi dan citra yang akan dikoreksi. Kemudian citra ALOS AVNIR-2 yang telah dikoreksi tersebut digunakan sebagai referensi untuk meregistrasi citra ALOS AVNIR-2 tahun 29, citra Landsat tahun 2 dan citra Landsat tahun Akurasi koreksi geometrik diukur dengan nilai RMS-error (Root Mean Square-error) yang menunjukkan tingkat ketepatan pengambilan titik terhadap peta topografi yang digunakan. Semakin kecil RMS-error maka ketepatan titik GCP (Ground Control Point) semakin tinggi. Perhitungan RMS-error menggunakan persamaan berikut (Jensen, 1996): RMS error = 2 ( x' xo ) + ( y' yo ) 2 dimana indeks o menunjukkan koordinat asal dan simbol menyatakan koordinat tujuan yang ditetapkan.

23 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Analisis visual dilakukan untuk membandingkan kenampakankenampakan karakteristik objek yang sama pada citra yang berbeda. Pada tahap ini dilakukan analisis visual dengan mengamati berbagai kenampakan obyek menggunakan warna asli (true color) dan dengan bantuan citra rona, tekstur, pola serta asosiasi obyek. Obyek-obyek yang diamati pada proses ini selanjutnya dikelaskan dalam salah satu jenis penggunaan lahan sebagai berikut: tanaman pertanian lahan basah (TPLB), tanaman pertanian lahan kering (TPLK), lahan terbangun (LT), tambak, mangrove dan badan air Klasifikasi Klasifikasi merupakan proses pengelompokan data atau informasi ke dalam kelas-kelas untuk mendapatkan gambaran yang lebih sederhana dan menunjukkan bahwa suatu objek memiliki karakter yang spesifik. Proses dari klasifikasi antara lain (1) membuat deskripsi dari kelas-kelas tertentu lalu memasukkan objek-objek ke dalam kelas tertentu, (2) membagi wilayah menjadi daerah-daerah yang lebih kecil dan lebih homogen. Tujuan dari klasifikasi pada penelitian ini adalah untuk memperoleh kelaskelas penggunaan lahan atau penutup lahan di Kabupaten Bekasi. Citra Landsat tahun akuisisi 1995 dan 2, serta data ALOS AVNIR-2 tahun 26 dan 29 pada penelitian ini diklasifikasikan dengan cara digitasi on-screen. Digitasi onscreen merupakan proses digitasi yang dilakukan di atas layar monitor dengan bantuan mouse. Digitasi on-screen dapat digunakan sebagai alternatif masukan data digital tanpa menggunakan alat digitizer. Tiga unsur (feature) spasial yang dapat dibentuk antara lain titik, garis, dan poligon. Setelah proses digitasi selesai dilakukan maka didapatkan peta penggunaan lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995, 2, 26 dan Pengecekan Lapang Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak tiga kali pada bulan Oktober 29. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan GPS dan titik pengambilan contoh diambil secara acak terstratifikasi berdasarkan pengelompokan jenis penggunaan lahan. Pengecekan data lapang dilakukan untuk mengambil data penggunaan lahan aktual untuk memperkuat hasil analisis dan

24 12 interpretasi sehingga hasil akhir dapat memiliki akurasi yang tinggi. Titik pengambilan contoh pada bagian selatan lebih banyak dibandingkan pada bagian utara. Hal ini dilakukan karena pada bagian utara, penggunaan lahan relatif homogen yaitu pertanian lahan basah. Sedangkan pada bagian selatan, penggunaan lahan bervariasi sehingga dibutuhkan pengambilan contoh yang lebih banyak agar tidak terjadi kesalahan pada waktu menginterpretasi citra. Gambar berikut menunjukkan peta lokasi contoh pengamatan lapang Peta Dasar Survei Lapang Kabupaten Bekasi Tahun 29 U 9345 Laut Jawa 5 5 Km Muaragembong Titik Pengam bilan Sam ple Batas Kecamatan Cabangbungin 9315 DKI Jakarta Tarumajaya Babelan Sukawangi Tambun Utara Tambelang Sukatani Sukakarya Pebayuran 9315 Cibitung Karangbahagia Kota Bekasi Tambun Selatan Cikarang Utara Cikarang Barat Cikarang Timur Kedungwaringin 93 Setu Cikarang Selatan Cikarang Pusat Karawang 93 Serang Baru 9285 Bogor Cibarusah Bojongmangu Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan Tahun 29

25 Analisis Statistik Analisis Korelasi Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan peubah penduga yang ada di wilayah penelitian. Analisis korelasi dilakukan dengan memanfaatkan persamaan berikut. Sedangkan Tabel 2 menunjukkan peubah yang digunakan dalam analisis korelasi. r xy = xy ( x. y) / n x ( x) / n)( y ( ( y) 2 / n) Tabel 2. Peubah-peubah dalam Analisis Korelasi Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X) - Perubahan TPLB-LT - Jarak ke Jalan Tol - Perubahan TPLB-TPLK - Jarak ke Jalan Arteri - Perubahan TPLK-LT - Jarak ke Jalan Kolektor - Jarak ke Jalan Lokal - Jarak ke Jalan Kereta Api Rangkap - Jarak ke Jalan Kereta Api Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression) Analisis regresi bertatar dilakukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara perubahan penggunaan lahan TPLB, TPLK dan lahan terbangun sebagai peubah tujuan dengan jumlah dan jenis fasilitas, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi (PDRB), aksesibilitas, dan rencana tata ruang wilayah sebagai peubah penduga. Analisis regresi bertatar dimulai dengan memilih peubah satu per satu hingga didapatkan persamaan yang terbaik. Jenis penambahan peubah ditentukan dengan menggunakan nilai F parsial, hal ini dilakukan untuk memilih peubah yang akan dimasukkan pada proses selanjutnya. Setelah peubah dimasukkan, persamaan akan diuji untuk melihat jika ada peubah yang harus dihapus dan sekaligus untuk melihat tingkat kesalahan tertentu (Draper and Smith, 1998). Peubah yang digunakan dalam stepwise regression ditampilkan pada Tabel 3.

26 14 Tabel 3. Peubah-peubah dalam Analisis Regresi Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X) - Perubahan TPLB-LT - Kepadatan Penduduk - Perubahan TPLB-TPLK - Fasilitas Pendidikan - Perubahan TPLK-LT - Fasilitas Kesehatan - Luas Perubahan Penggunaan - Fasilitas Ekonomi Lahan (Ha) - Fasilitas Sosial - Luas Perubahan Penggunaan - PDRB Lahan Proporsional (%) - Alokasi RTRW Untuk TPLB - Alokasi RTRW Untuk TPLK - Jarak ke Jalan Tol - Jarak ke Jalan Arteri - Jarak ke Jalan Kolektor - Jarak ke Jalan Lokal - Jarak ke Jalan Kereta Api Rangkap - Jarak ke Jalan Kereta Api - Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-LT -9 - Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-TPLK -9 - Perubahan Penggunaan Lahan TPLK-LT -9

27 15 ALOS AVNIR 26 Kepadatan Penduduk PDRB ADH Konstan Fasilitas (PODES 23, 26 dan 28) Dokumen RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 1993&23 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Aksesibilitas (Jalan) Peta Jalan Teknik Pendugaan Perubahan Tabulasi Silang Peubah Penduga (X) Koreksi Geometri ALOS AVNIR 26 Terkoreksi Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju Pertumbuhan Fasilitas Alokasi Ruang Tiap Penggunaan Lahan Peubah Penduga (X) Peubah Tujuan (Y) ALOS AVNIR 29 Landsat 2 Landsat 1995 Analisis Regresi Bertatar Analisis Korelasi Koreksi Geometri ALOS AVNIR 29 Terkoreksi Landsat 2 Terkoreksi Landsat 1995 Terkoreksi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Penggunaan Lahan Klasifikasi RTRW Kabupaten Bekasi Tahun RTRW Kabupaten Bekasi Tahun Penggunaan Lahan Tahun 2 dan 29 Penggunaan Lahan 26 Penggunaan Lahan 29 Penggunaan Lahan 2 Penggunaan Lahan 1995 Tabulasi Silang Tumpang Tindih Tumpang Tindih Perubahan Alokasi Ruang Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi RTRW Aksesibilitas (Jalan) Tabulasi Silang Teknik Pendugaan Perubahan Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X) Pola Perubahan Penggunaan Lahan Laju Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Korelasi Dinamika Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 1995 sampai 29 Pola Penataan Ruang Kabupaten Bekasi Periode dan Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

28 BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Keadaan Geografi Berdasarkan bentang lahannya, Kabupaten Bekasi terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian lokasi di Kabupaten Bekasi berkisar antara meter dengan kemiringan -25º. Luas wilayah Kabupaten Bekasi adalah sebesar Ha dengan batas-batas wilayah: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor Sebelah Barat : DKI Jakarta dan Kota Bekasi Sebelah Timur : Kabupaten Karawang 4.2. Iklim dan Suhu Suhu udara yang terpantau di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28-32º C. Musim kemarau berlangsung dari Juni hingga Oktober dengan curah hujan ratarata 32 mm/tahun. Musim hujan terjadi mulai bulan Nopember hingga Mei dengan curah hujan rata-rata 27 mm/bulan. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari Administrasi dan Luas Lahan Setelah Perda No. 26 Tahun 21 tentang penataan, pembentukan dan pemekaran kecamatan di Kabupaten Bekasi, maka wilayah Kabupaten Bekasi terbagi kedalam 23 kecamatan. Kecamatan yang terluas adalah Muaragembong dengan cakupan 14.9 Ha atau 11% dari luas Kabupaten. Sedangkan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Pebayuran sebanyak 13 desa. Tabel 4 menunjukkan komposisi jumlah desa per kecamatan.

29 17 Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa menurut Kecamatan, 26 Kode Kecamatan Nama Luas Wil. (Ha) Desa 1 Setu Serang Baru Cikarang Pusat Cikarang Selatan Cibarusah Bojongmangu Cikarang Timur Kedungwaringin Cikarang Utara Karangbahagia Cibitung Cikarang Barat Tambun Selatan Tambun Utara Babelan Tarumajaya Tambelang Sukawangi Sukatani Sukakarya Pebayuran Cabangbungin Muaragembong Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 26 Kabupaten Bekasi Kependudukan Penduduk Bekasi tahun 26 mencapai jiwa, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 14,3 (Tabel 5). Penduduk menurut umur menunjukkan bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) mendominasi populasi wilayah atau mencapai orang (68,97%). Sedangkan penduduk yang belum produktif (<1 tahun) tercatat sebesar orang atau 18,19% dan yang tidak produktif lagi (>65 tahun) adalah sebesar orang atau 3,5%.

30 18 Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 26 Kode Nama Kecamatan Luas Wil. Laki-Laki Perempuan Jumlah (Ha) 1 Setu Serang Baru Cikarang Pusat Cikarang Selatan Cibarusah Bojongmangu Cikarang Timur Kedungwaringin Cikarang Utara Karangbahagia Cibitung Cikarang Barat Tambun Selatan Tambun Utara Babelan Tarumajaya Tambelang Sukawangi Sukatani Sukakarya Pebayuran Cabangbungin Muaragembong Kabupaten Bekasi Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 26 Keberadaan penduduk menurut kecamatan tidak menyebar secara merata. Penduduk Bekasi umumnya berdomisili di Kecamatan Tambun Selatan dengan proporsi sebesar 16,83%, sedangkan paling sedikit di Kecamatan Bojongmangu yaitu 1,2%. Tingkat kesejahteraan penduduk dapat diduga dari struktur mata pencaharian. Mayoritas penduduk Kabupaten Bekasi memiliki mata pencaharian di bidang perdagangan, hotel, dan restoran (28,5%), diikuti oleh jasa (2,2%), industri (19,5%), pertanian (11,5%), angkutan (11,2%), dan sisanya di bidang bangunan/konstruksi (3,8%), bank/lembaga keuangan (3,8%), listrik, gas, dan air minum (,8%), pertambangan & penggalian (,7%).

31 Sosial Ekonomi Indikator ekonomi yang digunakan untuk memberikan gambaran ekonomi riil adalah pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga (ADH) Berlaku dan Atas Dasar Harga (ADH) konstan. PDRB ADH konstan dikenal juga sebagai Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Sedangkan indikator sosial ekonomi lain yang biasa digunakan antara lain tingkat inflasi, angka pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pertumbuhan penduduk. Tabel berikut menyajikan dinamika sosial ekonomi wilayah studi selama tahun Tabel 6. Indikator Sosial-Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun Indikator PDRB ADH konstan 2(juta Rp) , ,5 Pertumbuhan ekonomi (%) 5,99 6,14 PDRB ADH berlaku (juta Rp) , ,25 Laju inflasi (%) 6,45 6,4 Angka pengangguran terbuka (%) 15,9 15,12 Indeks Pembangunan Manusia 7,72 71,55 Laju pertumbuhan penduduk (%) 3,84 3,48 Konsumsi pemerintah (juta Rp) , ,39 Konsumsi rumah tangga (juta Rp) , ,33 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 27 Sebagai daerah yang memiliki cukup banyak kawasan industri, Kabupaten Bekasi merupakan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu 3,48 % pada tahun 27. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berakibat pada tidak seimbangnya antara kesempatan kerja dengan pencari kerja. Ini terlihat dari angka pengangguran yang mencapai 15,12 % pada tahun 27, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 26. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 27 yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan adanya peningkatan kesempatan kerja yang berpengaruh secara nyata terhadap angka pengangguran. Indikator PDRB yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi sesungguhnya adalah PDRB berdasarkan harga konstan karena menunjukkan produksi/potensi tanpa dipengaruhi inflasi. Meskipun PDRB menurut harga berlaku terlihat meningkat secara nyata, tetapi dalam kenyataannya PDRB menurut harga konstan relatif stabil.

32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan menggunakan unsur interpretasi citra diantaranya bentuk, rona dan tekstur. Berdasarkan tampilan di layar komputer dan pengamatan lapang didapatkan beberapa penggunaan lahan diantaranya, tanaman pertanian lahan basah (meliputi sawah pada berbagai fase tumbuh: fase air, fase vegetatif, fase generatif, bera), tanaman pertanian lahan kering (kebun campuran/tegalan), lahan terbangun (permukiman/areal industri), tambak, mangrove dan badan air. Berikut ini diuraikan masing-masing ciri kelas penggunaan lahan yang ada. Tanaman pertanian lahan basah. Kelas penggunaan lahan ini merepresentasikan pertanian padi pada lokasi studi. Kelas ini merupakan gabungan dari berbagai fase penutupan (tanaman atau permukaan) yaitu sawah fase air dimana padi baru saja ditanam dengan umur sekitar satu bulan, sawah fase vegetatif dimana padi berumur sekitar 2-3 bulan, sawah fase generatif dimana padi berumur 3-4 bulan dan siap panen, dan sawah fase bera yang merupakan fase istirahat dimana pada areal ini hanya terdapat sisa tegakan jerami dari padi yang sudah dipanen. Pada citra, tanaman pertanian lahan basah ditampilkan dengan rona/warna beragam. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2 dengan kombinasi RGB 542, sawah fase air ditampilkan berwarna biru tua dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna kuning dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna ungu kemerahan dengan tekstur halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 26 dan 29 dengan kombinasi warna alami (natural colour), sawah fase air digambarkan dengan warna hijau kebiruan dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna hijau dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur halus.

33 21 Tanaman pertanian lahan kering. Tanaman pertanian lahan kering merupakan areal berupa kebun campuran dan/tegalan. Tanaman pertanian lahan kering biasanya ditanami tanaman tahunan dan tanaman setahun yang bercampur dengan belukar. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2, tanaman pertanian lahan kering terlihat berwarna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Sedangkan pada citra ALOS tahun 26 dan 29, tanaman pertanian lahan kering berwarna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman. Tanaman pertanian lahan kering di daerah penelitian cenderung menyebar tetapi banyak dijumpai di daerah selatan. Gambar-gambar berikut menunjukkan perbandingan obyek penggunaan lahan pada citra Landsat dan ALOS AVNIR-2. Sedangkan Tabel 7 menyajikan kunci interpretasi visual pada masing-masing citra yang digunakan. Tabel 7. Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR-2 No. Penggunaan Kenampakan Objek Lahan Landsat ALOS 1. Tanaman Pertanian Lahan Basah - Fase Air Warna biru tua dengan tekstur halus Warna hijau sedikit biru dengan tekstur halus - Fase Vegetatif Warna hijau muda dengan tekstur halus Warna hijau muda dengan tekstur halus - Fase Generatif Warna kuning dengan tekstur Warna hijau dengan tekstur halus halus - Fase Bera Warna ungu kemerahan dengan Warna kuning agak coklat dengan 2. Tanaman Pertanian Lahan Kering tekstur halus Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman 3. Lahan Terbangun Warna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar tekstur halus Warna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman Warna merah agak oranye dan putih dengan tekstur kasar 4. Tambak Warna biru tua dengan tekstur halus Warna hijau agak coklat dengan tekstur halus 5. Mangrove Warna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus 6. Badan Air Warna biru dengan tekstur halus Warna biru dengan tekstur halus

34 22 a. b. c. Gambar 4. Penampakan Objek Pada Citra Landsat (a) TPLB fase air, (b) TPLB fase bera, (c) TPLK, (d) Tambak, (e) Mangrove, (f) TPLB fase vegetatif, (g) Lahan Terbangun, (h) Badan air, (i) TPLB fase generatif a. b. c. Gambar 5. Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR (a) TPLB fase bera, (b) Lahan Terbangun, (c) TPLB fase air, (d) TPLB fase vegetatif, (e) TPLB fase generatif, (f) Tambak, (g) Mangrove, (h) TPLK, (i) Badan air Lahan terbangun. Lahan terbangun merupakan kelas gabungan areal permukiman dengan areal industri di daerah penelitian. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2, lahan terbangun disajikan berwarna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar. Sedangkan pada citra ALOS tahun 26 dan 29, lahan terbangun ditandai dengan warna merah kekuningan dan putih dengan tekstur kasar. Obyek ini memiliki pola teratur mengikuti jalan dan sungai dan pola kurang teratur yang berbaur dengan vegetasi. Pada areal industri, pola terlihat lebih teratur dengan bentuk poligon yang jelas, sedangkan pada areal permukiman, pola ditunjukkan kurang teratur dan menyebar. Tambak. Tambak merupakan kolam buatan untuk budidaya ikan/udang. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2, tambak berwarna biru tua dengan tekstur

35 23 halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 26 dan 29, tambak berwarna hijau kecoklatan dengan tekstur halus. Tambak memiliki batas yang jelas dan ukuran bedengan lebih besar dari tanaman pertanian lahan basah. Mangrove. Mangrove merupakan tanaman yang tumbuh di atas rawa berair payau yang terletak pada pinggir pantai. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2, mangrove berwarna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak. Sedangkan pada citra ALOS tahun 26 dan 29, mangrove berwarna hijau tua dan berlokasi di pinggir laut dan tambak. Badan air. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2 serta citra ALOS tahun 26 dan 29, badan air berwarna biru dengan tekstur halus. Badan air dapat berupa sungai, danau/situ dan laut. Pola penggunaan lahan wilayah studi hasil interpretasi visual disajikan pada gambar berikut.

36 24 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Muaragembong Cabangbungin Tarumajaya Sukawangi Babelan Sukakarya Pebayuran Tambelang Tambun Utara Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan Kedungwaringin Cikarang Utara Cikarang Timur Cikarang Barat Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Serang Baru Cibarusah Bojongmangu Laut Jawa Muaragembong 933 Kab. Karawang 933 Cabangbungin 9315 DKI Jakarta 9315 Tarumajaya Sukawangi Babelan Sukakarya Pebayuran Tambelang Tambun Utara Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan Kedungwaringin Kod. Bekasi Cikarang Utara Cikarang Timur Cikarang Barat Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Serang Baru Kab. Bogor 5 5Km Cibarusah Bojongmangu Laut Jawa Muaragembong 933 Kab. Karawang 933 Cabangbungin 9315 DKI Jakarta 9315 Tarumajaya Sukawangi Babelan Sukakarya Pebayuran Tambelang Tambun Utara Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan Kedungwaringin Kod. Bekasi Cikarang Utara Cikarang Timur Cikarang Barat Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Serang Baru Kab. Bogor 5 5Km Cibarusah Bojongmangu Laut Jawa Muaragembong 933 Kab. Karawang Cabangbungin 9315 DKI Jakarta Tarumajaya Sukawangi Babelan Sukakarya Pebayuran Tambelang Tambun Utara Sukatani Karangbahagia Cibitung Tambun Selatan Kedungwaringin Kod. Bekasi Cikarang Utara Cikarang Timur Cikarang Barat Cikarang Selatan Setu Cikarang Pusat Serang Baru Kab. Bogor 5 5Km Cibarusah Bojongmangu Laut Jawa Kab. Karawang 933 DKI Jakarta 9315 Kod. Bekasi Kab. Bogor 5 5Km a. b. c. d. U 5 5 Km KABUPATEN BEKASI KOD.TANGERANG DKI JAKARTA KABUPATEN TANGERANG KOD.BEKASI KOD.DEPOK KABUPATEN BOGOR KOD.BOGOR Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2 Batas Kecamatan Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak TPLB TPLK Gambar 6. Hasil Klasifikasi (a) Citra Landsat Tahun 1995, (b) Citra Landsat Tahun 2, (c) Citra ALOS AVNIR Tahun 26 dan (d) Citra ALOS AVNIR Tahun 29

37 Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Seperti terangkum dalam Tabel 8 dan Gambar 7, penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak berubah terutama pada penggunaan lahan tanaman pertanian lahan basah. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Laju peningkatan luas penggunaan lahan yang terbesar adalah badan air sebesar 7,9 %, tetapi dilihat dari total luasannya perubahan penggunaan lahan yang terbesar adalah peningkatan luas lahan terbangun yaitu sebesar 1186,2 ha. Sedangkan laju penurunan penggunaan lahan terbesar terjadi pada kelas TPLK yaitu sebesar 1,7 % atau seluas 8131,12 ha. Tabel 8. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Penggunaan Lahan Luas (Ha) Laju Perubahan Luas Per Tahun (%) Badan air 138,26 196,8 33,72 33,72 7,9% Lahan terbangun 857, , , ,3% Mangrove 298,38 451,38 41,72 41,72 2,9% Tambak 9367,2 9582, , ,54-1,1% Tanaman Pertanian Lahan Basah 73125, , ,41 769,3 -,2% Tanaman Pertanian Lahan Kering 37141, ,2 358,53 291,3-1,7% Gambar 7. Dinamika Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi

38 26 Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa penggunaan tanaman pertanian lahan basah di Kabupaten Bekasi merupakan penggunaan lahan yang dominan diikuti oleh tanaman pertanian lahan kering dan lahan terbangun. Hal ini dipengaruhi oleh topografi daerah penelitian yang relatif datar. Gambar berikut menyajikan informasi yang diperoleh pada saat survei lapang. a. (17,11 ; -6,19) b. (17,3 ; -6,) c. (17,17 ; -6,46) d. (17,8 ; -6,38) e. (17,11 ; -6,3) Gambar 8. Foto pengecekan lapang (a) TPLB, (b) Tambak, (c) Badan Air, (d) TPLK, (e) Lahan Terbangun Konversi lahan di Kabupaten Bekasi cenderung terjadi dalam rangka menyediakan lahan untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Lahan

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI Oleh : VANESZA ANJANI A14051461 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun ) III. GAMBARAN UMUM 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut berbeda. Menurut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi 1 Robbinov Dwi Ardi, 2 Ina Helena Agustina 1,2 Prodi Perencanaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi dan kegiatan analisis data dilakukan di studio bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang terdiri dari Desa Caturtunggal, Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur (Gambar 3).

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan November 2009. Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kota Jakarta Timur.

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI JAKARTA SELATAN. Oleh : WIDYA AURELIA A

ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI JAKARTA SELATAN. Oleh : WIDYA AURELIA A ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI JAKARTA SELATAN Oleh : WIDYA AURELIA A14050615 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi Secara geografis letak Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6 10 53-6 30 6 Lintang Selatan dan 160 48 28-107 27 29 Bujur Timur.Wilayah Kabupaten Bekasi

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A24104069 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah

Lebih terperinci

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar RUNIA CHRISTINA GULTOM INDAYATI LANYA*) I WAYAN NUARSA Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

PEMETAAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG TAHUN 2007 DAN 2013

PEMETAAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG TAHUN 2007 DAN 2013 PEMETAAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG TAHUN 2007 DAN 2013 BUDI ANDRESI A 351 09 049 JURNAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2009. Lokasi Penelitian adalah di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Desa Karacak,

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hubungan antara ketimpangan dan pembangunan sejatinya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 17 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administrasi Kota Depok, Provinsi Jawa Barat (Gambar 8). Meliputi 6 kecamatan yaitu, Sawangan, Pancoran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra satelit ke dalam peta tematik antara lain sebagai berikut : 1. Bahan a. Data

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PEMUKIMAN DI KECAMATAN SEBERANG ULU I KOTA PALEMBANG

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PEMUKIMAN DI KECAMATAN SEBERANG ULU I KOTA PALEMBANG ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PEMUKIMAN DI KECAMATAN SEBERANG ULU I KOTA PALEMBANG 2004-2012 Nova Fitria Resiwiyasa 1), I Gede Sugiyanta 2), Irma Lusi Nugraheni 3) Abstract: This research aims to

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci