BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA"

Transkripsi

1 BAB III PENGMPLAN DAN ANALISIS DATA 3.1 mum Pengumpulan data lapangan yang akan digunakan sebagai acuan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan data sekunder yang didapat oleh penulis.data tersebut akan digunakan dalam perencanaan lapangan penumpukan peti kemas Terminal Peti Kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Data yang diperoleh yaitu : - Data teknis pelabuhan - Data tanah - Data bathymetri - Data hidro oceanografi Analisa selanjutnya dilakukan untuk membuat stratigrafi parameter tanah di daerah yang akan direklamasi.dasar yang digunakan untuk membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan statistik sederhana. Pendekatan statistik yang digunakan adalah pengambilan keputusan berdasarkan besarnya nilai coefisien variasi (CV).Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 0 %.Jika nilai sebaran tersebut >0 % maka harus dilakukan pembagian layer kembali.persamaan-persamaan statistik yang digunakan dapat dilihat pada Sub Subbab.5.1 (formula.1 s.d.3).(hasil Perhitungan Stratigrafi dan Tabel Parameter Tanah Terlampir) 3. Data Teknis Pelabuhan a. Letak Geografis Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai tara Jawa Tengah pada posisi lintang 06º Selatan sampai dengan lintang 06º Selatan, bujur 110º Timur sampai dengan bujur 110º Timur. b. Hidrografi - Keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Emas Semarang rendah berawa-rawa. - Keadaan dasar laut lumpur. - Kedalaman terdangkal -3 mlws dan terdalam mlws 3.3 Data Tanah ntuk mengetahui kondisi dan sifat - sifat lapisan tanah di lokasi penambahan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dilakukan soil investigation sebanyak ( dua ) titik, yaitu B-1 dan B- sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1.Dan data tanah ini diperoleh dari CV.Nindira. Titik - titik penyelidikan tanah tersebut berada di laut dengan pengukuran masing - masing titik : - Pada titik B-1, elevasi muka tanah asli = mlws dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = - 60 mlws. - Pada titik B-, elevasi muka tanah asli = -3 mlws dan pengeboran diakhiri pada kedalaman = -60 mlws. Hasil soil investigation adalah berupa hasil SPT di lapangan sebanyak titik B-1 dan B- dalam bentuk grafik korelasi antara nilai N-SPT dan kedalaman (Gambar 3.) dan gambar stratigrafi tanah yang menyatakan jenis tanah tiap interval kedalaman (Gambar 3.3). Kondisi kepadatan lapisan tanah secara umum relatif lembek.lapisan tanah relatif keras ( N 0 ) rata - rata terletak pada kedalaman -60 m dari sea bed (Tabel 3.1). Gambar 3.1 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT, B1 dan B di Area Reklamasi Terminal Peti Kemas Semarang Gambar 3. Grafik Hubungan Kedalaman dan N-SPT

2 elevasi dermaga yang lama yaitu sebesar +3.0 mlws (sumber : PT.Pelindo III Surabaya). 3.5 Data Pasang Surut Berdasar informasi dan referensi yang dapat dikumpulkan, tipe pasang surut adalah campuran namun condong ke harian tunggal ( mixed to diurnal ) dengan perbedaan pasang surut sebesar ± 1.36 m (lihat Gambar 3.4).Posisi level air di sekitar dermaga peti kemas Tanjung Emas Semarang (dalam Rifan, 003) : - HWS = m LWS - MSL = m LWS - LWS = ± 0.00 m LWS (Sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) m m ± 0.00 m HWS MSL LWS Gambar 3.4 Kondisi Pasang Surut di Tanjung Emas Gambar 3.3 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti Kemas Semarang 3.6 Data Arus Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang kecepatan arus maksimum adalah 1.5 knots dengan arah 30 0.Dengan kecepatan arus yang masih di bawah kecepatan maksimum ( 3 knots ) dan diperkirakan arus yang masuk wilayah pelabuhan sangat kecil maka kondisi perairan aman dari cross current.(dalam Rifan, 003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang). 3.4 Data Bathymetri Peta bathymetri di sekitar perairan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang seperti tampak pada Gambar 3.5 diperoleh berdasar hasil survei final sounding kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Berdasar peta tampak bahwa perairan mempunyai kedalaman rata - rata sebesar -3 mlws. Elevasi lapangan penumpukan sama dengan Gambar 3.5 Peta Bathymetri Lapangan Penumpukan Peti kemas Semara

3 3.7 Data Angin dan Gelombang Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan Tanjung Emas Semarang, angin bertiup dengan kecepatan 17 knots dari arah Tenggara Barat.Maksimum dari skala Beafort adalah maksimal 30 km/hour (88.33 m/s).dengan kecepatan 8.5 m/s (1knots = 0.5 m/s) maka dapat disimpulkan kondisi perairan pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat aman dan tenang.dan melihat arah angin yang bertiup dari arah tenggara maka dapat dipastikan bahwa gelombang di daerah pelabuhan sangat kecil sehingga daerah pelabuhan aman dari gelombang.(dalam Rifan, 003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang) 3.8 Analisis Parameter Material Timbunan Dengan memperhatikan persyaratan pada Subbab.5. maka direncanakan material timbunan menggunakan pasir halus yang diambil di dekat daerah reklamasi dengan spesifikasi sebagai berikut : C = 0 = 1,80 t/m 3 = 33 o 3.9 Data Perencanaan Struktur Timbunan Berdasarkan konsep Layout Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang , luas total daerah yang akan direklamasi untuk digunakan untuk container yard adalah 550 m dan elevasi akhir yang direncanakan untuk container yard adalah +3.0 m LWS. Sedangkan elevasi akhir timbunan adalah +.40 meter LWS (elevasi container yard dikurangi tebal perkerasan ±80 cm). Karena umumnya reklamasi dilakukan tidak dengan sekaligus maka pada perhitungan perencanaan ini digunakan lebar = 15 meter untuk tiap tahapnya. Berikut adalah Gambar 3.6 yang merupakan sketsa potongan melintang dari timbunan untuk container yard. Gambar 3.6 Sketsa Potongan Melintang Timbunan 4.1 mum BAB IV EVALASI LAYOT Layout yang digunakan dalam Tugas Akhir ini berdasarkan informasi dari gambar perencanaan proyek Pelabuhan Indonesia III, Layout Pengembangan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (terlampir).layout yang akan dievaluasi adalah hanya layout pengembangan lapangan penumpukannya saja.layout akan dievaluasi terhadap kondisi daratan atau tata letak pada lapangan penumpukan yang baru dengan mengacu pada kondisi eksistingnya.evaluasi dilakukan bertujuan untuk menentukan apakah perencanaan layout telah sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan di lapangan. 4. ser dan Flow Pergerakan peti kemas secara umum pada sebuah terminal peti kemas dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Alur Perjalanan Peti Kemas Keterangan dari urutan abjad gambar tersebut adalah sebagai berikut : A. Dermaga Yaitu tempat bertambatnya kapal dan untuk bongkar muat muatan yang ada di kapal.ntuk membantu proses bongkar muat ini maka dipasanglah alat di dermaga, yang umum dipakai di Indonesia adalah Container Crane atau yang lebih dikenal dengan istilah CC. B. Container Yard Atau lapangan penumpukan yaitu tempat untuk menumpuk sementara peti kemas yang akan dimuat ke kapal maupun yang akan dikirim ke pemilik.

4 C. Container Freight Station (CFS) Yaitu gudang yang ada di area terminal yang berfungsi untuk membongkar muat isi peti kemas.biasanya kondisi ini untuk peti kemas yang berstatus Less Container Loaded (LCL) yaitu peti kemas yang mempunyai lebih dari satu dokumen kepemilikan. D. Gate Out Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin peti kemas yang akan keluar dari area terminal. E. Gate In Yaitu gate yang digunakan untuk cek poin peti kemas yang akan masuk ke area terminal. F. Gudang Consignee Yaitu gudang pemilik untuk keperluan pengepakan atau pengemasan barang setelah dibongkar dari peti kemas dari terminal atau sebaliknya. G. Depo Peti Kemas Yaitu tempat untuk meletakkan peti kemas peti kemas kosong. melewati gate out.gate di sini disebut juga dengan interchange area.fungsi dari interchange area ini adalah untuk memperjelas job description antara terminal dan pemilik, maksudnya adalah jika peti kemas masih berada di area terminal maka peti kemas tersebut masih merupakan tanggung jawab pihak terminal dan sebaliknya jika peti kemas sudah berada di luar area terminal maka apa pun yang terjadi pada peti kemas merupakan tanggung jawab pemilik. 5. Stripping / Stuffing Yaitu tahap dimana peti kemas dibongkar muatannya di dalam gudang atau sebaliknya, bisa gudang dalam area terminal atau lebih dikenal dengan Container Freight Station (CFS) atau gudang consignee (pemilik) di luar area terminal. 6. Receiving Yaitu tahap dimana peti kemas dari luar terminal dibawa masuk ke area terminal.pada tahap ini peti kemas harus melewati gate in yang ada guna keperluan inspeksi dan penimbangan. Sedang keterangan dari urutan nomor gambar tersebut adalah sebagai berikut : 1. Stevedoring Yaitu tahap yang berlangsung di dermaga dimana peti kemas dibongkar dari kapal atau sebaliknya akan dimuat ke kapal dengan menggunakan Container Crane.. Trucking Yaitu tahap dimana peti kemas diangkut oleh truk chassis dari dermaga menuju ke lapangan penumpukan (kegiatan bongkar) atau sebaliknya dari lapangan penumpukan ke dermaga (kegiatan muat). 3. Lift on / Lift off Yaitu tahap dimana peti kemas di truk chassis yang sudah berada di area lapangan penumpukan diletakkan di lapangan penumpukan atau sebaliknya dari lapangan penumpukan dibawa keluar (karena akan dimuat ke kapal atau karena akan dikirim ke pemilik) dengan menggunakan sebuah alat, yang umum dipakai di Indonesia adalah Rubber Tyred Gantry (RTG) atau Rail Mounted Gantry (RMG). 4. Delivery Yaitu tahap dimana peti kemas dikirim kepada pemilik dengan menggunakan truk chassis.pada tahap ini peti kemas harus 4.3 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan Berikut ini adalah kondisi eksisting fasilitas lapangan penumpukan Terminal Peti Kemas Semarang, Jawa Tengah : Lapangan penumpukan eksisting seluas ±17 Ha.Lihat Gambar 4., Gambar 4.3, dan Gambar 4.4. Gambar 4. Layout Container Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun 010 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang)

5 CY-06 : Container Yard untuk peti kemas yang telah selesai 100 % diperiksa oleh bea dan cukai (ex-behandle). Gambar 4.3 Layout Kondisi Eksisting Container Yard di Wilayah Kerja Terminal Peti Kemas Semarang Tahun 010 (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang) Tabel 4.1 Luas dan Kapasitas Tiap Container Yard Container Yard Luas (m²) Kapasitas Peti Kemas (TE) Ekspor : 4935 Impor : (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang) Adapun keterangan untuk Gambar 4. tersebut di atas adalah sebagai berikut : CY-01 : Container Yard untuk peti kemas ekspor dan impor.terdiri atas 5 blok ekspor dan 4 blok impor.posisi CY-01 ini masih mengacu pada kedekatan posisi bongkar muat. CY-0 : Container Yard yang digunakan untuk peti kemas, baik ekspor maupun impor, yang mengangkut barang berbahaya. CY-03 : Container Yard untuk area pemeriksaan (behandle) bea dan cukai yang memungkinkan peti kemas dalam jalur merah/dicurigai. Keterangan : Lapangan Penumpukan Eksisting Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Pengembangan Lapangan Penumpukan Skala 1 : 1 CY-04 CY-05 : Container Yard yang digunakan untuk peti kemas kosong. : Container Yard untuk peti kemas kosong untuk ekspor.letaknya disendirikan dengan pertimbangan bahwa posisi empty saat di kapal adalah di atas dan masuk dalam closing time. Gambar 4.4 Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan Rencana Pengembangannya Alur pergerakan peti kemas mulai dari diturunkan dari kapal dan dibawa truk chassis hingga dibawa ke lapangan penumpukan adalah menggunakan prinsip searah jarum jam, seperti nampak pada Gambar 4.5.Dan nantinya untuk alur truk pada rencana pengembangannya mengikuti kondisi eksisting.

6 Keterangan : Dermaga Eksisting Blok Peti Kemas Alur Truk Chassis Keterangan : Dermaga Eksisting Pengembangan Dermaga Blok Peti Kemas Kondisi Eksisting Blok Peti Kemas Rencana Pengembangan Alur Truk Kondisi Eksisting Alur Truk Rencana Pengembangan Skala 1 : 1 Skala 1 : 1 Gambar 4.6 Alur Truk Peti Kemas pada Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan dan pada Rencana Pengembangannya Gambar 4.5 Alur Truk Chassis pada Kondisi Eksisting Lapangan Penumpukan Alat-alat yang dipakai antara lain : Container Crane (CC) sebanyak 5 unit, Rubber Tyred Gantry (RTG) sebanyak 13 unit, Top Loader (TL) sebanyak 3 unit, Side Loader (SL) sebanyak unti, Reach Staker (RS) sebanyak unit, Head Truck (OTTAWA) sebanyak 10 unit, Head Truck (VOLVO) sebanyak 8 unit, Head Truck (HINO) sebanyak 7 unit, Chassis TPKS sebanyak 5 unit, Chassis Kuda Inti sebanyak 7 unit, dan Fork Lift Electric sebanyak 6 unit (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). Rubber Tyred Gantry (RTG) yang digunakan mempunyai lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan 1 jalur truk (1 blok peti kemas 6+1).Lihat Gambar 4.6.Dan tipe Rubber Tyred Gantry yang digunakan adalah RTG dengan delapan roda setara dengan SMITOMO RTG atau PACECO-MITSI RTG dengan empat roda. 4.4 Rencana Pengembangan Lapangan Penumpukan Dari kondisi eksisting lapangan penumpukan, ada rencana untuk dilakukan pengembangan lapangan penumpukan seluas 105 m x 50 m (lihat Gambar 4.4).Adapun nantinya tata letak, alatalat, dan ukurannya mengikuti kondisi eksisting terluar. 4.5 Prediksi Bongkar Muat Prediksi bongkar muat peti kemas tahun , baik untuk ekspor, full import, dan empty import akan selalu meningkat, dari TEs di tahun 004, TEs di tahun 005, TEs di tahun 006, TEs di tahun 007, TEs di tahun 008, TEs di tahun009, dan pada 010 ditargetkan sebanyak TEs atau terjadi peningkatan sekitar % (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang). Karena tidak didapatkan data prediksi bongkar muat di pelabuhan Tanjung Emas ini sampai dengan 0 tahun ke depan, maka diasumsikan sendiri pertumbuhan rata-rata % terjadi sampai dengan 0 tahun ke depan.sehingga pada tahun 030 diprediksi proyeksi produktivitas bongkar muat peti kemas sebesar TEs.

7 4.6 Evaluasi Tata Letak Lapangan Penumpukan Tata letak lapangan penumpukan yang baru akan dibuat mengikuti kondisi eksisting terluar.dimana terdapat lapangan penumpukan itu sendiri dengan RTGC sebagai alat pengangkut peti kemasnya dan jalur truk di luar bentang RTGC. Lapangan penumpukan atau Container Yard (CY) ini harus disediakan dengan kapasitas mencukupi untuk lamanya waktu peti kemas menduduki area ini atau dwelling time.berdasar statistik di Indonesia, dwelling time rata rata per peti kemas mencapai sekitar 6 sampai 7 hari atau seminggu. dimana lebar 1 Ground Slot sama dengan lebar 1 ukuran peti kemas terkecil yaitu sebesar 8 ft (peti kemas terkecil berukuran 0 ft x 8 ft).dan 1 m = 3.3 ft. Maka lebar lapangan penumpukan = 3 meter + 4 jalur truk di luar RTGC = 3 meter + (4 x 5.5 meter) = 45 meter < 50 meter...ok Dengan tinggi penumpukan 3.5 tiers untuk tipe SMITOMO. Jadi kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek Pr ediksibongkarmuat0tahunkedepan = JumlahMingguDalamSetahun = 5 = 9734 TEs Peti Kemas 11.3 meter Rubber Tyred Gantry Crane 1 Tier / 1 Tumpukan 6 x.41 meter 5.5 meter 3 meter Pada kondisi eksisting, sampai tahun 010, produksi rata-rata peti kemas TEs per tahun atau 6731 per minggu (Sumber : Dinas Perencanaan dan Administrasi TPKS Semarang).Sehingga jika dibandingkan dengan kapasitas lapangan penumpukan jangka pendek untuk umur rencana 0 tahun ke depan maka kapasitas yang harus ditambah sebesar 3003 TEs (9734 TEs 6731 TEs). Lebar Lapangan Penumpukan Operasional di Container Yard melalui proses : peti kemas datang dengan truk chassis lalu diangkat menuju posisi penumpukan menggunakan alat Rubber Tyred Gantry (RTG). RTG memiliki variasi ukuran.dalam perencanaan ini digunakan lebar kaki untuk 6 Ground Slot dan 1 jalur truk sebagaimana kondisi eksisting Lebar 1 blok peti kemas = (banyak GS x lebar 1 GS) + 1 jalur truk + lebar jalur roda RTGC sisi = (6 x.41) ( x 1.5) =.96 meter 3 meter 1 Ground Slot Jalur Truk Gambar 4.7 Potongan Melintang 1 Blok Peti Kemas Panjang Lapangan Penumpukan Pelayanan 1 unit RTG untuk 1 blok maksimal 5 row/baris baik ukuran 0 ft maupun 40 ft.sedangkan dalam perencanaan digunakan ukuran 0 ft dan di kondisi eksisting sendiri atau tepatnya di CY-05 digunakan 18 row/baris. Pada rencana pengembangan : Panjang tersedia = 105 meter 1 jalur truk = 105 meter 5.5 meter = 99.5 meter Maka baris yang dapat dibuat = 99.5 meter / 6.0 meter = 16.5 baris diambil 16 baris

8 Peti Kemas 0 ft 16 X 0 ft Rubber Tyred Gantry Crane tanah) itu sendiri, sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek, yang perlu direalisir apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek daya dukungnya, stabilitasnya, maupun perilakunya. (Wahyudi H, 1997) Adapun kondisi tanah dasar di perairan Tanjung Emas ini sendiri tergolong jelek sehingga soil improvemet sangat diperlukan agar dapat diperoleh perencanaan reklamasi yang kuat, stabil, dan ekonomis. Gambar 4.8 Potongan Memanjang 1 Blok Peti Kemas Kapasitas Blok Baru Kapasitas blok baru terdiri atas : 6 Ground Slot 1 jalur truk 16 baris peti kemas Direncanakan untuk 3.5 tiers/tumpukan 5. Perhitungan Hubungan Ketinggian Timbunan terhadap Sliding Perhitungan sliding dilakukan di titik stratigrafi dengan menggunakan bantuan program Dx-stable versi 5.0.Dari perhitungan ini didapatkan nilai SF (safety factor) yang selanjutnya akan di korelasikan dengan tinggi timbunan dan untuk selanjutnya hasil tersebut dianalisa.ntuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan menggunakan kemiringan slope yang berbedabeda.adapun pemodelan perhitungan sliding dapat dilihat pada Gambar % Occupancy rata-rata = 6 x 3.5 x 16 x 0.65 = 18 TE/blok/minggu = TE/blok/tahun Jadi jangka pendek dibutuhkan = 3003 / 18 = 14 blok HWS = m MSL = m LWS = m LAPISAN 1 INITATION 1 : n TERMINATION H LAPISAN Maka dapat disimpulkan untuk perencanaan 0 tahun ke depan pengembangan seluas 105 meter x 50 meter masih jauh dari cukup.sehingga pengembangan tahap selanjutnya sangat dibutuhkan untuk mengcover pergerakan peti kemas yang semakin naik dari tahun ke tahun. LAPISAN 3 Gambar 5.1 Pemodelan Perhitungan Sliding beserta Kondisi Muka Air Laut 5.1 mum BAB V PERENCANAAN REKLAMASI Reklamasi menurut definisi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume dan luasan yang sangat besar, pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair.problema utama dari reklamasi tersebut umumnya berkisar pada permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli, perlunya pemakaian vertical drains, preloading, dan juga permasalahan settlement dan sliding.soil improvement (perbaikan 5..1 Perhitungan Sliding di Titik Stratigrafi B-1 dan B- Tanpa PVD Pada sub bab ini akan direncanakan kemiringan timbunan atau slope yang dipakai, sebelum pemakaian PVD (kondisi undrained), agar kelongsoran pada timbunan dapat dihindari dengan tetap memperhatikan keekonomisan di titik stratigrafi B-1 dan B-.Dimana nantinya akan dibuat grafik hubungan antara tinggi timbunan dengan safety factor dengan memasukkan variasi nilai slope yang akan dicoba.adapun nilai slope yang akan dicoba yaitu 1:1, 1:, dan 1:3 (lihat Tabel 5.1, Gambar 5., Tabel 5., dan Gambar 5.3).Dan nilai SF kritis yang diambil sebesar 1.

9 Tabel 5.1 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-1 Safety Factor (SF) H Slope (meter) 1 : 1 1 : 1 : 3 SF SF SF Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor Tinggi Timbunan (H) Slope 1 : 1 Slope 1 : Slope 1 : 3 Gambar 5. Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik Stratigrafi B-1 Tabel 5. Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B- Safety Factor (SF) H Slope (meter) 1 : 1 1 : 1 : 3 SF SF SF Hubungan Tinggi Timbunan dengan Safety Factor Tinggi Timbunan (H) Slope 1 : 1 Slope 1 : Slope 1 : 3 Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor (SF) di Titik Stratigrafi B- Dari Gambar 5. dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan kurang dari meter.slope 1: mempunyai H kritis lebih dari 3 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 4 meter.sedangkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan sekitar 1 meter.slope 1: mempunyai H kritis lebih dari 1 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari meter. Maka, dari melihat dua gambar tersebut untuk perencanaan awal akan digunakan kemiringan slope 1:.Alasan pemilihan slope ini jika dibandingkan dengan slope 1:1 dan 1:3 adalah sebagai berikut : Nilai slope 1: sering digunakan dalam perencanaan. Jika dibandingkan dengan slope 1:3 lebih menghemat material timbunan yang digunakan.seperti diketahui semakin besar kemiringan slope semakin besar pula material yang dibutuhkan. Tidak menghabiskan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan lebar lerengnya. Dengan semakin kecilnya material dan luas daerah yang dibutuhkan maka pengeluaran secara keseluruhan pun akan semakin kecil pula. 5.3 Perhitungan Settlement Di Titik Stratigrafi B- 1 Dan B- Perhitungan amplitudo (besarnya settlement) total menggunakan persamaan.4.seperti dijelaskan sebelumnya settlement yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah immediate dan consolidation primary settlement.hal ini dikarenakan besarnya penurunan tanah reklamasi akibat secondary dan lateral settlement sangat kecil sehingga sering diabaikan.perhitungan settlement ini dilakukan untuk tinggi timbunan bervariasi sebagai berikut. h 1 = 6 m q 1 = 5.5 t/m h = 7 m q = 6.8 t/m h 3 = 8 m q 3 = 8 t/m h 4 = 9 m q 4 = 9.3 t/m h 5 = 10 m q 5 = 10.6 t/m h 6 = 11 m q 6 = 11.9 t/m h 7 = 13 m q 7 = t/m h 8 = 15 m q 8 = t/m h 9 = 17 m q 9 = t/m Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk mencari tinggi timbunan awal (tinggi inisial) di tiap titik stratigrafi agar elevasi final dari timbunan mencapai +.40 m LWS.

10 5.3.1 Immediate Settlement Immediate settlement terjadi pada awal penimbunan dan perhitungannya menggunakan persamaan.5.harga modulus elastisitas tanah (E) dan angka poisson (μ) didapatkan dari Grafik Korelasi Harga N-SPT dengan Berbagai Parameter (Helmy et. al Lab. Geoteknik PA ITB).Harga dari E dan μ untuk tanah di titik Stratigrafi B-1 dan B- dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.3 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B E (0.498) = t/m Lapisan 11.3 E (0.440) = t/m Lapisan E (0.40) = t/m Menghitung amplitudo immediate settlement Tabel 5.4 Parameter Tanah (E dan μ) di Titik Stratigrafi B- Dengan memasukkan nilai q, E, dan h di tiap lapisan tanah pada persamaan.5 didapatkan : S i hi q i Ei Lapisan 1.5 S 1 5.5x = m Mencari nilai Modulus Oedometrik, dengan menggunakan persamaan.6.jika persamaan.6 dijabarkan lebih lanjut didapatkan : E E 1 1 Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Dengan q 1 = 5.5 t/m Lapisan 1 Lapisan 3,5 S 5.5x = 0.03 m Lapisan 3 6 S 3 5.5x = m 5.3. Consolidation Primary Settlement Perhitungan konsolidasi ini memakai prinsip Long Term Condition dimana kondisi ini menggunakan harga-harga efektif baik untuk tanah kohesif dan non kohesif yang letaknya berada di bawah muka air.parameter tanah pada titik stratigrafi B-1 dan B- yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.

11 Tabel 5.5 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik stratigrafi B-1 H W S = m L W S H w d tim b ; C ; H sat tim b ; C ; Z 1 Z sa t1 ; C u 1 ; 1 h 1 Z 3 Z 4 sa t ; C u ; Z 5 sa t3 ; C u 3 ; 3 Z 6 sa t4 ; C u 4 ; 4 sa t5 ; C u 5 ; 5 sa t6 ; C u 6 ; 6 h h 3 h 4 h 5 h 6 Gambar 5.5 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B- Tabel 5.6 Parameter Tanah untuk Menghitung Consolidation Primary Settlement di titik stratigrafi B- Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 terdapat nilai Cc yang merupakan pendekatan yang diambil dari persamaan.10. Menghitung besarnya tegangan overburden efektif di tiap lapisan. Besarnya tegangan ini dihitung di tengahtengah lapisan tanah dengan menggunakan persamaan berikut. Berikut ini ditampilkan sketsa rencana perhitungan baik di titik stratigrafi B-1 maupun B-.Lihat Gambar 5.4 dan Gambar 5.5. Elevasi muka air terendah = meter Elevasi muka tanah = meter Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = meter ntuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut : HWS = m LWS Hw Z1 Z d timb ; C ; sat timb ; C ; H sat1 ; Cu1 ; 1 Z3 sat ; Cu ; sat3 ; Cu3 ; 3 Gambar 5.4 Sketsa Rencana Perhitungan Titik Stratigrafi B-1 Elevasi muka air terendah = meter Elevasi muka tanah = meter Tinggi timbunan pada kondisi muka air terendah = 3.00 meter ntuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut : h1 h h3 Po.z dimana : [5.5] z = ketebalan tanah dari permukaan tanah dasar sampai tengahtengah lapisan yang ditinjau (meter) (lihat Gambar 5.6) = gamma efektif, yaitu = sat - w Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Lapisan 1 Po = (1,57 1) x 11,15 = 6,341 t/m Lapisan Po = (1,57 1).,5 + (1,76 1).11,65 = 1,518 t/m Lapisan 3 Po = (1,57 1).,5 + (1,76 1).3,5 + (1,79 1).3 = 3,73 t/m Menghitung besarnya penambahan tegangan akibat pengaruh beban timbunan ditinjau di tengah-tengah lapisan (P). Perhitungan faktor I menggunakan formula.-.4.

12 Contoh perhitungan dilakukan untuk h timb = 6 meter Lapisan 1 z = meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B = 6 x = 1 meter 1 = tan-1 {(7.5+1)/ 11.15} - tan-1 (7.5/11.15) (radian) = 6.31 o = tan-1 (7.5/11.15) (radian) = o q o = (H-Hw) x d timb + Hw x = (6-4.51) x x (1.8 1) = 5.5 t/m² 7.5/1()] = 0.45 harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan kalinya. x p = 0.85 x 5.5 = 4.68 t/m² Lapisan z = meter B1 = ½ x 15 = 7.5 meter B = 6 x = 1 meter 1 = tan-1 {(7.5+1)/ } - tan-1 (7.5/33.875) (radian) = o = tan-1 (7.5/33.875) (radian) = 1.48 o q o = (H-Hw) x d timb + Hw x = (6-4.51) x x (1.8 1) = 5.5 t/m² 7.5/1()] = 0.3 =1/180[{(7.5+1)/1}(+)}- =1/180[{(7.5+1)/1}(+)}- harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga tersebut harus dikalikan kalinya. x p = 0,46 x 5.5 =.53 t/m² Lapisan 3 z = 48.5 meter B1 B = ½ x 15 = 7.5 meter = 6 x = 1 meter 1 = tan-1 {(7.5+1)/ 48.5} - tan-1 (7.5/48.5) (radian) = o = tan-1 (7.5/48.5) (radian) = 8.79 o q o = (H-Hw) x d timb + Hw x = (6-4.51) x x (1.8 1) = 5.5 t/m² =1/180 [{(7.5+1)/1}(+)}- 7.5/1()] = 0.17 harga tersebut untuk pengaruh beban ½ timbunan untuk timbunan total yang simetris maka harga itu harus dikalikan kalinya. x p = 0.34 x 5.5 = 1.87 t/m² Menghitung besarnya Consolidation Primary Settlement Contoh perhitungan dilakukan untuk h timb = 6 meter Dengan memakai persamaan.7 didapatkan : Lapisan S ci log = m

13 Lapisan S ci log = m Lapisan S ci log = m Si, Scp, Stotal (m) Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal Tinggi Timbunan (H) m Si (m) Scp (m) Sc total (m) Total Settlement Besarnya settlement total didapatkan dengan cara menjumlahkan besarnya immediate dan consolidation settlement. Gambar 5.7 Grafik Hubungan Tingg Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi B- Lapisan 1 S t1 = = m Lapisan S t = = 0.54 m Lapisan 3 S t3 = = m Total S total = S t1 + S t + S t3 = = m Dengan cara yang sama didapatkan settlement untuk beban yang berbeda.gambar 5.6 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-1.Sedang Gambar 5.7 adalah grafik hubungan tinggi timbunan vs Si, Scp, dan Stotal untuk titik stratigrafi B-. Si, Scp, Stotal (m) Grafik Hubungan Tinggi Timbunan vs Si, Scp,dan Stotal Tinggi Timbunan (H) m Si (m) Scp (m) Sc total (m) Gambar 5.6 Grafik Hubungan Tinggi Timbunan (H) dengan Si, Scp, dan Stotal Titik Stratigrafi B Mencari H Awal Timbunan (H inisaial ) Dan Settlement(Sc) Langkah pertama yang dilakukan untuk mencari H awal (H inisial ) dari perencanaan timbunan reklamasi ini adalah dengan membuat grafik hubungan antara H final dengan H inisial dan grafik hubungan antara H final dengan Sc dari setiap titik stratigrafi. H inisial dicari menggunakan rumusan.8 sedangkan H final adalah H inisial dikurangi Sc (rumusan.9) Perhitungan H awal Timbunan (H inisaial ) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 dan B- Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Didapatkan data sebagai berikut : Elevasi muka air terendah = meter Elevasi muka tanah = meter Tinggi timbunan pada kondisi HWS = 4.51 meter Kondisi HWS inilah yang dianggap tepat menggambarkan kondisi muka air laut di lapangan mengingat kejadian pasang surut di lokasi reklamasi adalah mixed to diurnal. h timb = 6 meter (variabel) timb = 1.8 t/m 3 sat timb = 1.8 t/m 3 (asumsi sat timb = timb ) w = 1 t/m 3 q final = (6-4.51) x x (1.8 1) = 5.5 t/m Sc = meter

14 maka : H inisial 5.5 (3.745x( ) 1.8 = meter H final = = meter H inisial (m) H final vs H inisial y = x x H final (m) Dengan cara yang sama dapat diperoleh perhitungan H inisial untuk beban (q) yang berbeda.dan hasilnya sebagaimana Tabel 5.7 untuk titik stratigrafi B-1 dan Tabel 5.8 untuk titik stratigrafi B-. Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-1 No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B- No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) Sedangkan grafiknya sebagaimana Gambar 5.8 dan Gambar 5.9 untuk titik stratigrafi B-1, Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 untuk titik stratigrafi B-. Gambar 5.8 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) di Titik Stratigrafi B-1 Sc (m) H inisial (m) H final vs Sc y = x x H final (m) Gambar 5.9 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B H final vs H inisial y = x x H final (m) Gambar 5.10 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) di Titik Stratigrafi B- Sc (m) H final vs Sc y = x +.417x H final (m) Gambar 5.11 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Settlement (Sc) di Titik Stratigrafi B-

15 Dengan menggunakan persamaan pada Gambar 5.8, Gambar 5.9, Gambar 5.10, dan Gambar 5.11 serta dengan bantuan data sebelumnya didapatkan : Titik stratigrafi B-1 : Elevasi akhir = +.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = meter Tinggi timbunan Rencana = = 5.55 meter H inisial = (5.55) (5.55) = 15 meter Sc = (5.55) (5.55) = 9.50 meter Titik stratigrafi B- : Elevasi akhir = +.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = meter Tinggi timbunan Rencana = = 5.4 meter H inisial = (5.4) (5.4) = meter 15 meter Sc = (5.4) (5.4) = 9.49 meter 9.50 meter Berikut ini adalah hasil rekapan perhitungan tinggi timbunan dan settlement untuk setiap titiknya. Tabel 5.9 Hasil Rekapan Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) Hasil Hitungan Titik H inisial Sc Stratigrafi (meter) (meter) B B Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural 5.5.1Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural di TitikStratigrafi B-1 dan B- Berikut ini akan dihitung lamanya waktu konsolidasi di titik stratigrafi B-1 dan B- sebelum dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain).Parameter nilai Cv (koefisien konsolidasi vertikal) untuk tiap lapisan sebagaimana pada Tabel 5.10 dan Tabel Tabel 5.10 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-1 No. Tebal Lapisan γ sat Cv (m) t/m 3 cm /dtk Tabel 5.11 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B- No. Tebal Lapisan γ sat Cv (m) t/m 3 cm /dtk Harga Cv pada tabel di atas diperoleh berdasarkan data dari laboratorium. Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Mencari besarnya Cv rata-rata menggunakan persamaan.6, sehingga : C Vrata rata.5 0,00134 ( , ) 6 0,00080 = 0,00105 cm /det Jika melihat data tanah terlampir, dapatlah ditentukan bahwa arah aliran untuk titik stratigrafi B-1 adalah single drained, sehingga : H dr = 51.5 m Asumsi : tegangan air pori merata sehingga harga Tv dapat diperoleh dari Tabel.. = 10 % Tv = 0,008 Sehingga dengan menggunakan persamaan.5, didapatkan waktu konsolidasi. 0, t ( x3600x4x360x10 = 6.5 tahun ntuk derajat konsolidasi lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.1.Dan untuk derajat konsolidasi titik stratigrafi B- dapat dilihat pada Tabel )

16 Tabel 5.1 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 (%) Tv t (hari) t (tahun) Tabel 5.13 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B- (%) Tv t (hari) t (tahun) Berikut ini akan disajikan pula grafik hubungan antara derajat konsolidasi dengan lama waktu konsolidasi di titk stratigrafi B-1 (Gambar 5.1) dan titik stratigrafi B- (Gambar 5.13). Derajat Konsolidasi (%) Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa PVD Lama Konsolidasi (tahun) Gambar 5.1 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B-1 Derajat Konsolidasi (%) Grafik Hubungan Antara Derajat Konsolidasi dengan Lama Waktu Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 tanpa PVD Lama Konsolidasi (tahun) Gambar 5.13 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B- Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-1 (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 676 tahun.dan dari Tabel 5.13 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B- (mencapai derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 768 tahun. Sehingga diperlukan pemasangan PVD untuk membantu mempercepat proses konsolidasi dan diharapkan pada saat container yard dioperasikan sudah tidak terjadi settlement. 5.6 Perhitungan Vertikal Drain Pemasangan vertikal drain dilakukan setelah ketinggian timbunan melebihi muka air laut (HWS).Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan mobilisasi crawler crane yang digunakan untuk membantu memasukkan vertikal drain ke dalam lapisan tanah compressible. Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 : Data-data yang berkaitan dengan perencanaan PVD di titik stratigrafi B-1 adalah sebagai berikut : Jenis PVD yang di gunakan : lebar (a) = 100 mm tebal (b) = 3 mm diameter ekivalent = 0,05 m (perhitungan menggunakan persamaan.39) Perhitungan PVD di Titik Stratigrafi B-1 dan B- Dari perhitungan pada Subbab didapatkan nilai Cv = 0,00105 cm /detik. Menghitung besarnya nilai C h dengan menggunakan persamaan.48.diambil harga k h = 3, sehingga : k C h v = 3 x = cm /detik

17 Derajat konsolidasi yang ingin dicapai = 80% dalam waktu = bulan. Harga T v Harga T v didapatkan dengan menggunakan persamaan.5, yaitu : x30x4x3600x T v 51.5x100 = D erajat K ons olidas i (% ) Hubung an antara Derajat K ons olidas i () dan Waktu (t) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1. m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1. m S eg i4 ; S =1.5 m Menghitung besarnya derajat konsolidasi arah vertikal ( v ) dengan menggunakan persamaan.44. 0,00005 v x100% = 1.6 % Mencari besar derajat konsolidasi arah horisontal h dengan memakai persamaan carillo (lihat rumus.47) h = = % Mendapatkan Drain influence zone (D) dengan menggunakan grafik pada Gambar.11. Dari Gambar tersebut didapatkan nilai D = 1.4 meter. Mencari jarak spasi yang dibutuhkan untuk dua pola pemasangan yaitu segitiga dan segiempat.jarak spasi pola segiempat (bujur sangkar) didapat dengan memasukkan harga D ke persamaan.31 sedangkan untuk pola segitiga harga D dimasukkan pada persamaan.3. Didapatkan : S = 1.33 meter untuk pola segitiga dan S = 1.4 meter untuk pola segiempat Berikut ditampilkan grafik korelasi waktu tunggu dan spasi PVD (Gambar 5.14 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.16 untuk titik stratigrafi B-) dan grafik hubungan antara derajat konsolidasi () dan waktu (t) (Gambar 5.15 untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.17 untuk titik stratigrafi B-). Spasi PVD (m) Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD Waktu Tunggu (bulan) Segi3 ; =80% Segi3 ; =85% Segi3 ; =90% Segi3 ; =95% Segi4 ; =80% Segi4 ; =85% Segi4 ; =90% Segi4 ; =95% Waktu (minggu) Gambar 5.15 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga Spasi PVD (m) Grafik Korelasi Waktu Tunggu dan Spasi PVD Waktu Tunggu (bulan) Segi3 ; =80% Segi3 ; =85% Segi3 ; =90% Segi3 ; =95% Segi4 ; =80% Segi4 ; =85% Segi4 ; =90% Segi4 ; =95% Gambar 5.16 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B- dengan Pola Segiempat dan Segitiga Derajat K ons olidas i (% ) Hubung an antara Derajat K ons olidas i () dan Waktu (t) Waktu (minggu) S eg i3 ; S =1 m S eg i3 ; S =1. m S eg i3 ; S =1.5 m S eg i4 ; S =1 m S eg i4 ; S =1. m S eg i4 ; S =1.5 m Gambar 5.17 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi di Titik Stratigrafi B- dengan Pola Segiempat dan Segitiga 5.6. Pemasangan PVD di Lapangan Berikut ini akan ditampilkan pentabelan pola dan jarak pemasangan PVD di lapangan untuk masing masing titik stratigrafi. Sebagaimana hasil perhitungan sebelumnya. Tabel 5.14 Pola dan Jarak Pemasangan PVD di Lapangan dengan Nilai yang Diambil 90 % Gambar 5.14 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

18 Pada perencanaan ini diputuskan menggunakan waktu tunggu 6 bulan dengan asumsi tidak ada pembatasan waktu sehingga diambil waktu maksimal PVD dapat bekerja dan pola yang dipakai adalah segitiga dengan alasan lebih cepat dilaksanakan karena dalam satu posisi crawler crane dapat langsung memasukkan 3 titik PVD. Crane hanya digerakkan serong sedikit ke kanan dan ke kiri sehingga tidak perlu pindah tempat. Sedangkan pada pola segiempat, crane harus bergerak maju terlebih dahulu untuk menjangkau posisi vertikal drain yang akan dipasang dengan bergerak sedikit serong ke kanan dan ke kiri.dan PVD yang akan dipasang di lapangan disamakan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya yaitu memasang PVD bentuk segitiga dengan jarak 1.5 meter. 5.7 Penentuan Panjang Pemasangan PVD Menurut Mochtar (000) pemasangan PVD tidak perlu sampai sedalam lapisan compressible (51.5 meter untuk titik stratigrafi B-1 dan 60.5 untuk titik stratigrafi B-), hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah pemakaian PVD.Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam merencanakan kedalaman PVD yang efisien. Lapisan tanah di sekitar PVD mengalami pemampatan yang relatif cepat dengan arah aliran air dominan horisontal. Lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD mengalami pemampatan dengan arah aliran air dominan vertikal. Pemampatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : Pemampatan jangka pendek, yaitu pemampatan lapisan tanah setebal kedalaman pemasangan PVD. Pemampatan jangka panjang, yaitu pemampatan lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD. Pemampatan dapat diterima bila kecepatan pemampatan (rate of settlement) lapisan tanah di bawah PVD rata-rata pertahun < 1,5 cm. Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 yang merupakan hasil perhitungan panjang pemasangan PVD dengan rate of settlement-nya untuk titik stratigrafi B-1 dan B-. Tabel 5.15 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik Stratigrafi B-1 Tabel 5.16 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik Stratigrafi B- Rate of Settlement (cm/tahun) Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Kedalaman Pemasangan PVD (meter) Gambar 5.18 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Titik Stratigrafi B-1 B-1 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Serta Gambar 5.18 dan Gambar 5.19 merupakan grafik hubungan antara kedalaman pemasangan PVD dengan Rate of Settlement untuk titik B-1 dan B-. Rate of Settlement (cm/tahun) B- Kedalaman Pemasangan PVD (meter) Gambar 5.19 Grafik Hubungan antara Kedalaman Pemasangan PVD dengan Rate of Settlement Titik Stratigrafi B-

19 Dengan bantuan Gambar 5.18 rate of settlement titik B-1 nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 18 meter.sedangkan Dengan bantuan Gambar 5.19 rate of settlement titik B- nilainya < 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 17.5 meter.karena selisih kedalaman pemasangan PVD antara titik B-1 dan B- tidak terlalu besar maka dalam pemasangannya di lapangan, kedalaman PVD untuk semua titik stratigrafi dibuat sama sedalam 18 meter. 5.8 Penentuan Pentahapan Penimbunan Yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan penimbunan bertahap adalah titik stratigrafi B-1. Langkah penentuannya adalah sebagai berikut : Menentukan dimensi PVD yang digunakan.dari perhitungan sebelumnya untuk digunakan PVD dengan a = 10 cm b = 0,3 cm spasi = 1.5 m kedalaman = 18 m Menentukan tinggi timbunan.dari perhitungan sebelumnya didapatkan tinggi timbunan untuk titik ini adalah 15 meter. Digunakan asumsi kecepatan penimbunan di lapangan adalah 50 cm per minggu.asumsi ini diambil tanpa memperhatikan kemampuan owner untuk menyediakan material dan peralatan. Tinggi penimbunan harus memperhatikan tinggi timbunan kritis (H cr ) yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar yang pada perencanaan ini diperhitungkan sampai kedalaman 18 meter.dengan bantuan program Dx-Stable (lihat Gambar 5.) untuk slope 1: didapatkan H cr sebesar 3.7 meter. Dari data sebelumnya didapatkan : H initial = 15 meter = 50 cm/minggu V timbunan Maka tahapan penimbunan yang dibutuhkan sebanyak : n = 15/0.5 = 30 tahap Karena tinggi timbunan maksimum yang mampu diterima tanah adalah 3.7 meter maka untuk tahap 1 sampai dengan 6 dapat terus ditimbun tanpa adanya penundaan.sedang untuk tahap berikutnya harus dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu. Menentukan tahapan penimbunan hingga minggu ke 6 Tabel 5.17 mur Timbunan ke-i pada Minggu Keenam Tahap Penimbunan Tahap Penimbunan Minggu Ke Menghitung tegangan di tiap lapisan tanah untuk derajat konsolidasi 100% Gambar 5.0 Sketsa Perubahan Tegangan Akibat Beban Bertahap untuk Satu Lapisan 1 = P o + P 1 = 1 + P dan seterusnya hingga 6 Harga Po, σ1, σ, σ3, dan seterusnya berbeda-beda untuk setiap kedalaman tanah yang ditinjau. P 1 = P =P 3 = P 4 = P 5 = P 6 P 1 = I x q dimana : q = H timb tahap ke-i x timb = 0.5 x 1.8 = 0.9 t/m Tabel 5.18 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, =100% Minggu ke-7 : H tot = 3.5 meter > Hcr = 3.7 meter Cek daya dukung tanah dasar : Menghitung penambahan tegangan efektif akibat beban timbunan apabila derajat konsolidasi kurang dari 100%

20 Hasil perhitungan derajat konsolidasi total ( total ) untuk pola pemasangan segitiga dengan jarak spasi 1.5 meter seperti tampak pada Tabel 5.19 berikut ini. Tabel 5.19 Hasil Perhitungan Derajat Konsolidasi untuk Pola Pemasangan PVD Segitiga dengan Spasi 1.5 m Perumusan perubahan tegangan efektif tanah menggunakan perumusan berikut ini : 1. Tegangan tanah mula-mula = Po. ΔP akibat tahap penimbunan (1), dari 0 sampai dengan h 1 selama t 1 (derajat konsolidasi = 1 ). p 1-1 = o o o p p p ΔP akibat tahap penimbunan (), dari h 1 sampai dengan h selama t (derajat konsolidasi = ). p - = ΔP akibat tahap penimbunan (3), dari h sampai dengan h 3 selama t 3 (derajat konsolidasi = 3 ). p 3-3 = ΔP akibat tahap penimbunan (4), dari h 3 sampai dengan h 4 selama t 4 (derajat konsolidasi = 4 ). p 4-4 = ΔP akibat tahap penimbunan (5), dari h 4 sampai dengan h 5 selama t 5 (derajat konsolidasi = 5 ). p 5-5 = ΔP akibat tahap penimbunan (6), dari h 5 sampai dengan h 6 selama t 6 (derajat konsolidasi = 6 ). p 6-6 = dan seterusnya. 8. Jadi tegangan tanah di lapisan yang ditinjau : σ (H=h6) = Po + o o o p p p dan seterusnya Dari perumusan di atas maka untuk penimbunan sampai tahap ke-enam (H = 3 meter, t = 6 minggu) persamaannya adalah seperti pada Tabel 5.0 dan hasil perubahan tegangannya pada Tabel 5.1.

21 Tabel 5.0 Perumusan Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi, < 100% Tabel 5. Perubahan Nilai Cu pada Minggu ke-6 Tabel 5.1 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidai, < 100% Mencari Hcr dengan menggunakan Cu baru Tahap selanjutnya adalah tahap 7 dengan tinggi timbunan total adalah H = 3.5 meter. Dari Dx-Stable (kontrol sliding terhadap rotational) didapatkan SF = Nilai SF terhadap kontrol tersebut lebih dari SF kritis = 1 maka penimbunan dapat dilanjutkan tanpa penundaan. Menghitung kenaikan daya dukung tanah (akibat kenaikan harga Cu). Harga Cu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut : a. ntuk harga PI tanah <10 % Cu (kg/cm ) = ( ,0016 PI) σ p b. ntuk harga PI > 10 % Cu (kg/cm ) = ( ,00004 PI) σ p Karena nilai PI tanah < 10 % (dari tabel koefisien variasi, terlampir) maka digunakan rumus Cu (kg/cm ) = ( ,0016 PI) σ p. 5.9 Penentuan Parameter Tanah setelah Konsolidasi Angka Pori (e) Konsolidasi menyebabkan terjadinya perubahan angka pori menjadi lebih kecil.hal ini dapat ditunjukkan dengan perumusan berikut : e 1 e 0 = H H Besar ΔH merupakan total settlement pada tiap layer dan nilai H merupakan tebal layer lapisan tanah.nilai angka pori (e) setelah konsolidasi dapat dilihat pada Tabel 5.3.

22 Tabel 5.3 Nilai Angka Pori setelah Konsolidasi Titik B-1 Nilai C Dari Tabel 5.1 dibuat Tabel 5.4 perubahan nilai C dari setiap tahap timbunan sebagai berikut. Tabel 5.4 Nilai C setelah Konsolidasi Titik B-1 Selanjutnya dari nilai angka pori dikorelasi untuk mendapatkan nilai γd dan γsat menurut tabel korelasi yang terdapat pada buku Daya Dukung Pondasi Dangkal (Wahyudi, 1999).Nilai parameter tanah yang baru dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Parameter Tanah Baru setelah Konsolidasi Titik B Perhitungan Pemampatan akibat Beban Bertahap Disajikan pada Gambar 5.1 grafik hubungan antara tinggi timbunan dan settlement dengan waktu akibat timbunan bertahap. Dari gambar tersebut di atas didapatkan bahwa besarnya settlement pada minggu ke 7 adalah 9.84 meter > pemampatan yang harus dihilangkan (Sc = 9.50 meter, pada Subbab 5.4).Ini berarti untuk mencapai besar settlement total harus menunggu 6 minggu (6.5 bulan) dari awal penimbunan Nilai H inisial dan Sc setelah Pemasangan PVD Sebagaimana diketahui bahwa fungsi PVD adalah untuk mempercepat konsolidasi.sehingga setelah pemasangan PVD, nilai H inisial dan settlement yang terjadi lebih kecil jika dibandingkan tanpa penggunaan PVD.Yang mana kondisi seperti ini menjadikan perencanaan lebih irit jika dipandang dari sisi keekonomisan.lihat Tabel 5.6 serta Gambar 5. dan Gambar 5.3 berikut. Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Tinggi Timbunan Awal (H inisial ) dan Settlement (Sc) setelah Pemasangan PVD No q Sc H initial H final t/m² (m) (m) (m) Gambar 5.1 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan dan Settlement dengan Waktu akibat Timbunan Bertahap Gambar 5. Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Tinggi Timbunan Awal (H inisial )

23 Cross Section Dengan menggunakan persamaan.61 1/ 3 80 B= 3x1,0x 0, 97 m 500 Tebal Lapisan Dengan menggunakan persamaan.60 Gambar 5.3 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan Akhir (H final ) dengan Settlement (Sc) Dari kedua gambar di atas dapat disimpulkan : Elevasi akhir = +.40 m LWS Elevasi permukaan tanah dasar = meter Tinggi timbunan Rencana = = 5.55 meter 1/ 3 80 B= x1,0x 0, 65 m 500 Dari harga parameter di atas, maka didapat berat batu, tebal lapisan, dan lebar puncak seperti tabel berikut : Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Dimensi Tanggul pada Setiap Lapisan H inisial = (5.55) (5.55) = 11.4 meter < tanpa PVD = 15 meter Sc = (5.55) (5.55) = 5.74 meter < tanpa PVD = 9.50 meter 5.1 Perhitungan Tanggul Fungsi utama dari tanggul (shore protection) adalah untuk melindungi material reklamasi dari gangguan arus dan gelombang. Diasumsikan tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam pelabuhan, yaitu m.sudut kemiringan direncanakan 1 :. Sesuai dengan desain kriteria, maka harga parameter-parameter dalam perhitungan tanggul adalah sebagai berikut : -Berat jenis armour =,5 t/m 3 -Berat jenis air laut = 1,05 t/m 3 -Tanggul direncanakan menggunakan batu alam yang mempunyai permukaan kasar, bentuk tidak beraturan dengan nilai K D = 5,.Sedangkan koefisien porositas 1,15 dan n= 37%. -Tinggi gelombang rencana (HS) = 1 meter Amour Layer Dengan menggunakan persamaan.58, D = 1, 439 t/m 3 1,05 ntuk memudahkan pelaksanaan di lapangan maka dilakukan pembulatan nilai dimensi. Hasil pembulatan adalah sebagai berikut : 6.1 mum BAB VI PERENCANAAN PERKERASAN Perencanaan perkerasan lapangan penumpukan pada Tugas Akhir ini direncanakan berupa perkerasan lentur (flexible pavement) dengan jenis material permukaan paling tepat concrete block (paving block) ukuran 10 cm x 0 cm yang memiliki mutu fc = 45 Mpa.Adapun tebal concrete block yang digunakan adalah 10 cm dengan tebal bedded sand adalah 5 cm, namun karena concrete block dan bedded sand tersebut bekerja bersama-sama maka dianggap sebagai satu lapisan dengan ketebalan 15 cm. Perencanaan perkerasan ini akan mengacu pada British Standard of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries.Lapangan

24 penumpukan dalam hal ini perkerasannya, direncanakan memiliki masa pelayanan selama 0 tahun. 6. Pembagian Zona Lapangan Penumpukan Dalam rangka perencanaan perkerasan, areal lapangan penumpukan yang ada perlu dikelompokkan sesuai tipe peralatan atau kendaraan yang akan melewati, juga intensitas lalu lintasnya.dengan pembagian ini akan tampak kebutuhan tebal struktur bawah jalan yang sedikit berbeda satu area dengan area lain, sehingga dapat dipastikan kebutuhan optimal masing- masing area.pengelompokkan area ini meliputi : a. Area penumpukan peti kemas. b. Area jalur transtainer atau Rubber Tyred Gantry Crane (RTGC). c. Area lintasan chassis. Penataan layout dan penggunaan peralatan disesuaikan dengan kondisi eksisting sebagaimana telah dibahas pada Bab IV tentang Evaluasi Layout Area Penumpukan Peti Kemas Area penumpukan peti kemas (lihat Gambar 6.1) ini direncanakan untuk dioperasikan dengan kondisi sebagai berikut : Sistem operasional peralatan stacking / unstacking : Rubber Tyred Gantry Crane dengan chassis. Tiap satu baris (row) terdiri dari 6 ground slot (GS) ditambah 1 jalur truk, dan 1 GS menerima beban maksimum 4 stacks (tiers). Lebar 1 GS mencapai.41 m, lebar jalur truk 5.5 m, sedang lebar jalur roda transtainer 1.5 m pada masing-masing sisi, sehingga total lebar 1 baris.96 m. Perencanaan kebutuhan perkerasan baru ini disusun berdasarkan Standard British Port Association, 198 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries. Beban peti kemas pada area penumpukan tertumpu pada keempat sudut di bawahnya (corner castings) yang berukuran 178 mm x 16 mm jadi luas bidang kontak empat corner castings yang bertemu mencapai sekitar 500 mm x 500 mm sedang lantai container berada 1.5 mm di atas tanah (lihat Gambar 6. dan Gambar 6.3). Gambar 6. Peti Kemas Tampak Samping Area yang akan Diberi Perkerasan Bidang kontak 4 Corner Casting =500x500 mm Gambar 6.3 Peti Kemas Tampak Atas Skala 1 : 1 ntuk tinggi tumpukan maksimum 4 stack dengan beban pada perkerasan akibat dudukan pada satu sudut peti kemas, W = kg, bila reduction in gross weight = 30 % menghasilkan Contact Stress (tegangan permukaan yang terjadi pada bagian atas permukaan), P = 7.7 N/mm² (lihat Tabel 6.1). Gambar 6.1 Area Rencana Pengembangan Lapangan Penumpukan yang akan Diberi Perkerasan

25 Tabel 6.1 Beban Terpusat di Bawah Tumpukan Peti Kemas Perhitungan daya dukung tanah disusun terhadap kemampuan tegangan tanah melawan gaya luar, baik mengandalkan pondasi dangkal maupun pondasi dalam. Beban ini merupakan beban statis terpusat (static load), untuk itu perhitungan struktur perkerasan flexible dengan beban repetitiv (berulang) menggunakan paving block dapat diterapkan di area ini tetapi permasalahan yang timbul pada kekuatan material paving block yang akan menerima beban terpusat sangat besar. Sistem perkerasan hanya dibutuhkan pada jalur yang dilalui kendaraan.atau penggunaan lapisan perkerasan paving block hanya bersifat praktis atau menyesuaikan ketebalan sistem lapisan perkerasan di sekitarnya untuk melindungi permukaan lahan dari tergerus air dan timbulnya debu. Kemampuan lahan lapangan penumpukan ini perlu dicek berdasar kekuatannya dalam mendukung beban terpusat tersebut.cek terhadap kemampuan daya dukung tanah lebih dibutuhkan agar tanah tidak settlement saat dibebani peti kemas. Tegangan luar maksimum yang terjadi akibat pertemuan 4 sudut peti kemas mencapai = kg x 4 = kg = ton (lihat ilustrasi Gambar 6.3) Terkonsentrasi pada luasan (lihat ilustrasi Gambar 6.3) = (178 mm x ) x (16 mm x ) = 356 mm x 34 mm = 35 cm x 3 cm = 35 x 3 cm² Atau menghasilkan tegangan = 341. ton / (35 x 3 cm²) = 0.30 ton/cm² = 30 N/mm² = 300 kg/cm² atau setara dengan 4 kali lipat nilai P = 7.7 N/mm². Kemampuan bahan dari paving block mencapai 700 N/mm² (kuat tekan paving block (fc ) yang disyaratkan), jadi bahan ini akan mampu menahan tekanan tersebut. Penggunaan lapisan perkerasan dapat diterapkan untuk keperluan praktis saja, jadi dapat menyesuaikan hasil perhitungan untuk kebutuhan masing-masing lapisan dari area untuk jalur transtainer. 6.. Area Jalur RTGC Area ini digunakan paling sering untuk lintasan Transtainer atau RTG namun tidak menutup kemungkinan truk melintasi atau menginjak jalur ini. Peralatan transtainer yang digunakan adalah tipe Rubber Tyred Gantry Crane dengan 8 roda setara dengan SMITOMO RTG atau PACECO-MITSI RTG dengan 4 roda (lihat Gambar 6.4). Beban per roda untuk RTG dengan 8 roda mencapai 5 ton sedang yang memiliki 4 roda beban mencapai 50 ton, sedang tekanan pada permukaan mencapai 1.56 N/mm². Lebar jalur pergerakan transtainer mencapai 1.5 meter setiap sisi, dengan rentang sisi dalam (inner span) sekitar.3 meter. Prosedur perencanaan kebutuhan perkerasan baru ini mengacu pada Standard British Port Association, 198 : The Structural Design of Heavy Duty Pavements for Ports and Other Industries sebagai berikut : Menentukan critical Damaging Effect, D yang dihitung dengan satuan PAWL, berdasar rumus berikut : D = (W/1000)^3.75 * (P/0.8)^1.5 dimana : W = maximum wheel load = kg P = maximum type pressure = 0.8 N/mm² Critical Damaging Effect : D = (50000/1000)^3.75 * (0.8/0.8)^1.5 = 11 PAWLS

26 Menghasilkan Load Classification Index (LCI value) = H, berdasar Tabel.5, BPA 198 sebagaimana Tabel 6. berikut : Tabel 6. Tabel.5 BPA 198 PAWLS L.C.I Kurang dari A 4 B 4 8 C 8 16 D 16 3 E 3 64 F G H Lebih dari 56 Tidak terklasifikasi Average damaging effect diperkirakan sebesar sekitar 75 % dari Critical Damaging Effect. pekerjaan perbaikan agar tercapai nilai CBR minimum ini. Sistem perkerasan sudah ditetapkan berupa flexible pavement dengan lapisan permukaan (surface) dari paving block setebal 100 mm. Base course dari bahan Concrete Treated Base (CTB) atau dari lean concrete K 15 dengan compressive strength 1.0 N/mm² dan flexural strength N/mm², modulus elastisitas N/mm².Tebal base course yang dibutuhkan kurang lebih 55 cm (lihat Gambar 6.5). Jadi pembuatan lapis perkerasan untuk jalur RTGC : Paving blok setebal 10 cm Sand bedding setebal 5 cm CTB setebal 55 cm Gambar 6.4 Peralatan RTG SMITOMO (kiri) dan PACECO (kanan) Sesuai kemampuan pelayanan 1 unit alat untuk 1 blok melayani maximum 18 box/minggu (lihat bab Evaluasi Layout pada 65 % Occupancy rata-rata) untuk life time 0 tahun, dan perbandingan antara average damaging effect dengan critical damaging effect sebesar 0.75, maka Design Life (Number of Repetition) dapat dihitung dengan rumus berikut : Design life (Number of Repetition), L = n*0.75 = 18 * 5 * 0 * 0.75 = 1.7 * 10 5 Besarnya CBR pada tanah subgrade ditetapkan berdasar rencana penimbunan tanah di area reklamasi ini yang diperkirakan dapat mencapai harga CBR minimum 15 %.Tanah timbunan baru dari pasir lepas ini perlu dites pencapaian besaran CBR serta dilakukan Gambar 6.5 Grafik Penentuan Tebal CTB Mutu K-15 dengan kondisi lapis permukaan concrete block tebal 10 cm, dan Sub Grade CBR 15 % Permukaan elevasi lapangan penumpukan harus disesuaikan dan perataan permukaan perlu dilakukan agar kemiringan terjadi secara halus dan tidak terjadi gelombang.elevasi akhir yang direncanakan saat ini adalah +3.0 mlws, dengan demikian posisi sub grade harus pada elevasi +.30 mlws. Perapian elevasi perlu dilakukan untuk memperbaiki kemiringan lapangan dan memudahkan pembuangan air. Selanjutnya sistem ini akan diterapkan pada perhitungan kebutuhan perkerasan berikutnya.

27 6..3 Area Lintasan Chassis Area ini paling sering untuk lintasan kendaraan yang memiliki chassis termasuk prime over maupun trailer atau truk tronton namun tidak menutup kemungkinan peralatan lain melintasi jalur ini tetapi dalam frekuensi rendah (jarang) dan kondisi muatan ringan maupun tanpa muatan. Peralatan-peralatan ini menggunakan jalur secara acak jadi seluruh area diasumsikan harus memiliki kekuatan sama. Prosedur perhitungan kebutuhan lapisan perkerasan sebagai berikut : CBR ditetapkan berdasar rencana penimbunan tanah di area reklamasi ini yang diperkirakan mencapai harga CBR minimum 15 %.Tanah timbunan baru dari pasir lepas ini perlu dites pencapaian besaran CBR serta dilakukan pekerjaan perbaikan agar tercapai nilai CBR minimum ini. Lapisan permukaan (surface) dari paving blok setebal 100 mm. Area ini akan dilalui seluruh kendaraan dalam blok yang ada mencapai maximum 9734 box/minggu untuk life time 0 tahun, dan perbandingan antara average damaging effect dengan critical damaging effect sebesar 0.75, maka Design Life (Number of Repetition) dapat dihitung dengan rumu berikut : L RS L FLT = Number of repetition untuk Reach Staker yang beroperasi dalam terminal. = TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = lintasan. = Number of repetition untuk Fork Lift Truck yang beroperasi dalam terminal. = TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = 15185lintasan. Average damaging effect dari masingmasing alat seperti pada Tabel 6.3. Menentukan critical Damaging Effect, D dihitung berdasar beban terbesar dari masingmasing alat. Menghasilkan Load Classification Index (LCI index) = H berdasar Tabel.5.BPA 198 (lihat Tabel 6.) seluruhnya disajikan dalam Tabel 6.3 termasuk perhitungan L. Berdasar data di atas, L yang terbesar adalah penggunaan untuk lalu lintas highway trailer.bila dimungkinkan seluruh kendaraan akan melewati jalur ini, maka L = 30 x 5 x (L HT + L PM + L RS + L FLT ) x (D avg /D crit ) = 5.0 x Tabel 6.3 Perhitungan Design Life Design life (Number of Repetition), L = 0 x 5 x (L HT ) x (D avg /D crit ) atau L = 0 x 5 x (L PM ) x (D avg /D crit ) atau L = 0 x 5 x (L RS ) x (D avg /D crit ) atau L = 0 x 5 x (L FLT ) x (D avg /D crit ) dimana : L HT = Number of repetition untuk Highway Trailer yang memasuki terminal. = TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time kali untuk lalu lintas masuk dan keluar = lintasan. L PM = Number of repetition untuk Prime Over atau terminal trailer yang beroperasi dari lapangan penumpukan ke dermaga. = TE / tahun dibagi 50 minggu kali 1.5 untuk peak time = lintasan. ntuk sub base direncanakan dengan ketebalan 60 cm.bahan sub base ini dari sirtu.tebal Lapisan sub base dari bahan granular (Sirtu Agregat B) dan CBR dari lapisan ini harus mencapai 35 %.Namun dalam perencanaan disiapkan untuk CBR 5 % saja. Base course dari bahan Concrete Treated Base (CTB) atau dari tipe lain concrete K 15 dengan compressive strength 1.0 N/mm² dan flexural strength N/mm², modulus elastisitas N/mm².Tebal base course yang dibutuhkan 55 cm (lihat Gambar 6.6).

Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang

Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (13) 1-5 1 Alternatif Metode Perbaikan Tanah untuk Penanganan Masalah Stabilitas Tanah Lunak pada Areal Reklamasi di Terminal Peti Kemas Semarang Yulieargi Intan Tri,

Lebih terperinci

ALTERNATIF METODE UNTUK PENANGANAN MASALAH STABILITAS TANAH LUNAK PADA AREAL REKLAMASI DI TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG

ALTERNATIF METODE UNTUK PENANGANAN MASALAH STABILITAS TANAH LUNAK PADA AREAL REKLAMASI DI TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG ALTERNATIF METODE PERBAIKAN TANAH UNTUK PENANGANAN MASALAH STABILITAS TANAH LUNAK PADA AREAL REKLAMASI DI TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG Oleh: YULIEARGI INTAN TRI 31 09 100 080 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Reklamasi Pantai Utara Jakarta bertujuan untuk menata kembali kawasan Pantura dengan cara membangun kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront

Lebih terperinci

Ir. Endang Kasiati, DEA

Ir. Endang Kasiati, DEA JURUSAN DIPLOMA III TEKNIK SIPIL FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER SURABAYA ALTERNATIF PERBAIKAN TANAH LUNAK PADA PROYEK PEMBANGUNAN TERMINAL MULTIPURPOSE TELUK LAMONG SURABAYA Oleh : M. ZAINUL

Lebih terperinci

II. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini ialah sebagai berikut :

II. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini ialah sebagai berikut : 1 PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DASAR DAN ANALISA STABILITAS TANGGUL PADA AREA REKLAMASI PROYEK PENGEMBANGAN PELABUHAN PETI KEMAS BELAWAN, MEDAN (TAHAP II) Nila Sutra, Noor Endah, Putu Tantri Kumalasari

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH METODE PRELOADING DENGAN KOMBINASI PEMASANGAN PVD PADA PROYEK REKLAMASI PANTAI ANCOL TIMUR JAKARTA UTARA

PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH METODE PRELOADING DENGAN KOMBINASI PEMASANGAN PVD PADA PROYEK REKLAMASI PANTAI ANCOL TIMUR JAKARTA UTARA PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH METODE PRELOADING DENGAN KOMBINASI PEMASANGAN PVD PADA PROYEK REKLAMASI PANTAI ANCOL TIMUR JAKARTA UTARA Disusun oleh : Nabila 3109106041 Dosen Konsultasi Prof. Ir. Noor Endah,

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Perbaikan Tanah Dasar Untuk Area Pembangunan Dan Jalan Pada Proyek Onshore Receiving Facilities Komplek Maspion - Gresik

Perencanaan Sistem Perbaikan Tanah Dasar Untuk Area Pembangunan Dan Jalan Pada Proyek Onshore Receiving Facilities Komplek Maspion - Gresik Presentasi Tugas Akhir Perencanaan Sistem Perbaikan Tanah Dasar Untuk Area Pembangunan Dan Jalan Pada Proyek Onshore Receiving Facilities Komplek Maspion - Gresik Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Noor Endah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : HENY KURNIA AGUSTINE DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUWARNO, M.Eng. MUSTA IN ARIF, ST. MT.

DISUSUN OLEH : HENY KURNIA AGUSTINE DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUWARNO, M.Eng. MUSTA IN ARIF, ST. MT. TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DASAR PADA PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN GRESIK DI BALIKPAPAN- KALIMANTAN TIMUR DISUSUN OLEH : HENY KURNIA AGUSTINE 3111 105 036 DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUWARNO,

Lebih terperinci

Nila Sutra ( )

Nila Sutra ( ) PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DAN ANALISA STABILITAS TANGGUL PADA AREA REKLAMASI PROYEK PENGEMBANGAN PELABUHAN PETI KEMAS BELAWAN, MEDAN (TAHAP II) Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Noor Endah, M.Sc., Ph.D Putu

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANAH DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA )

PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANAH DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA ) 1 PERENCANAAN SISTEM PERBAIKAN TANA DASAR TIMBUNAN pada JEMBATAN KERETA API DOUBLE TRACK BOJONEGORO SURABAYA (STA 190+575) Achmad Rizal Zulmi, dan Ir. Suwarno, M.Eng, Musta in arief, S.T., M.T. Jurusan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PONDASI UNTUK TANK STORAGE DAN PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE PRELOADING SISTEM SURCHARGE DAN WATER TANK DI KILANG RU-VI, BALONGAN Nyssa Andriani Chandra, Trihanyndio Rendy Satrya, Noor Endah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print D-44

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print D-44 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print D-44 Perbaikan Tanah Dasar Menggunakan Pre-Fabricated Vertical Drain Dengan Variasi Dan Perkuatan Lereng Dengan Turap Studi Kasus

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD)

PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD) PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DENGAN PREFABRICATED VERTICAL DRAINS (PVD) Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Perbaikan Tanah Oleh : Marsa Achadian Tyarpratama NIM. 135060107111002

Lebih terperinci

BAB I 1.2 Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan 1.4 Batasan Masalah 1.5 Manfaat

BAB I 1.2 Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan 1.4 Batasan Masalah 1.5 Manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pesatnya permintaan akan kebutuhan semen portland untuk aktifitas pembangunan di kawasan Kalimantan Timur dan sekitarnya, maka PT. Semen Gresik merencanakan

Lebih terperinci

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN TANAH DASAR PROYEK SEMARANG PUMPING STATION AND RETARDING POND BERDASAR EMPIRIS DAN NUMERIS

ANALISIS PENURUNAN TANAH DASAR PROYEK SEMARANG PUMPING STATION AND RETARDING POND BERDASAR EMPIRIS DAN NUMERIS ANALISIS PENURUNAN TANAH DASAR PROYEK SEMARANG PUMPING STATION AND RETARDING POND BERDASAR EMPIRIS DAN NUMERIS Tri Wahyu Kuningsih 1) Pratikso 2) Abdul Rochim 2) 1) Staf Pengajar Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

Alternatif Perencanaan Gedung 3 Lantai pada Tanah Lunak dengan dan Tanpa Pondasi Dalam

Alternatif Perencanaan Gedung 3 Lantai pada Tanah Lunak dengan dan Tanpa Pondasi Dalam JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Alternatif Perencanaan Gedung 3 Lantai pada Tanah Lunak dengan dan Tanpa Pondasi Dalam Fitria Wahyuni, Indrasurya B.Mochtar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) D-140

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) D-140 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-140 Perencanaan Perkuatan Dinding Kolam Pelabuhan dan Penggunaan Material Dredging Sebagai Material Timbunan Pada Area Perluasan

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

NYSSA ANDRIANI CHANDRA Dosen Pembimbing: Trihanyndio Rendy Satrya, ST., MT. Prof. Ir. Noor Endah, MSc., PhD.

NYSSA ANDRIANI CHANDRA Dosen Pembimbing: Trihanyndio Rendy Satrya, ST., MT. Prof. Ir. Noor Endah, MSc., PhD. PERENCANAAN PONDASI UNTUK TANK STORAGE DAN PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE PRELOADING SISTEM SURCHARGE DAN WATER TANK DI KILANG MINYAK RU-VI BALONGAN, JAWA BARAT NYSSA ANDRIANI CHANDRA 3109100085 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN

BAB III METODE PERENCANAAN BAB III METODE PERENCANAAN 3.1 Lokasi Perencanaan Lokasi perencanaan perbaikan tanah pada lapangan petikemas Terminal Petikemas Pelabuhan Trisakti Banjarmasin terletak di pantai selatan Kota Banjarmasin

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG Mudjiastuti Handajani Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Semarang Jalan Soekarno-Hatta, Tlogosari,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018) ISSN: ( Print) D37 Perbandingan Pondasi Bangunan Bertingkat Untuk Pondasi Dangkal dengan Variasi Perbaikan Tanah dan Pondasi Dalam Studi Kasus Pertokoan di Pakuwon City Surabaya Adrian artanto, Indrasurya B. Mochtar,

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Disampaikan Oleh : Habiby Zainul Muttaqin 3110100142 Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Iriani W, M.Sc Ir. Fuddoly,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

PENERAPAN REKAYASA NILAI PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANK JATIM KEDIRI

PENERAPAN REKAYASA NILAI PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANK JATIM KEDIRI PENERAPAN REKAYASA NILAI PADA PROYEK PEMBANGUNAN BANK JATIM KEDIRI Zaki Faray Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Noor Endah Mochtar M.sc P.hd Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanan, Institut

Lebih terperinci

I.Pendahuluan: II.Tinjauan Pustaka III. Metodologi IV. Analisa Data V. Perencanaan Perkerasaan dan Metode Perbaikan Tanah. VI.Penutup (Kesimpulan dan

I.Pendahuluan: II.Tinjauan Pustaka III. Metodologi IV. Analisa Data V. Perencanaan Perkerasaan dan Metode Perbaikan Tanah. VI.Penutup (Kesimpulan dan ALTERNTIF KONSTRUKSI PELEBARAN JALAN SURABAYA GRESIK (STA 4+800 - STA 7+000) MAHARSHI MEUNANG PERWITTA 3106100112 I.Pendahuluan: II.Tinjauan Pustaka III. Metodologi IV. Analisa Data V. Perencanaan Perkerasaan

Lebih terperinci

DESAIN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN

DESAIN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN DESAIN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD) PADA RENCANA PEMBANGUNAN DEPO KONTAINER DI KAWASAN BERIKAT NUSANTARA (KBN), CAKUNG-CILINCING, JAKARTA UTARA Dian Utami.T, Abd. Rachman Djamaluddin, Ardy Arsyad

Lebih terperinci

Gambar 7.2 Potongan A A dari Gambar 7.1

Gambar 7.2 Potongan A A dari Gambar 7.1 Gambar 7.2 Potongan A A dari Gambar 7.1 Pembersihan lapangan (Gambar 7.3) Sebelum reklamasi dilaksanakam, perairan pantai perlu dibersihkan dari bahan bahan organik dan anorganik berupa sampah kota, bangkai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi konstruksi bangunan akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari pesatnya pembangunan yang dilakukan baik di dalam negeri

Lebih terperinci

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas 1 A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas sangat dibutuhkan untuk operasional kawasan industri

Lebih terperinci

EVALUASI PENURUNAN DAN KESTABILAN TIGA JEMBATAN MERR II-C YANG MENUMPU DI ATAS LEMPUNG LUNAK

EVALUASI PENURUNAN DAN KESTABILAN TIGA JEMBATAN MERR II-C YANG MENUMPU DI ATAS LEMPUNG LUNAK TUGAS AKHIR EVALUASI PENURUNAN DAN KESTABILAN TIGA JEMBATAN MERR II-C YANG MENUMPU DI ATAS LEMPUNG LUNAK Oleh : Arifin Zaid Wirawan Ng 3107100142 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Indrasurya BM, MSc. Ph.D. Trihanyndio

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS 4.1. Umum Fasilitas pelabuhan peti kemas meliputi bangunan maupun peralatan yang digunakan untuk mencapai tujuan dari pelabuhan peti kemas baik yang berada di darat maupun

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

Kata kunci : Reklamasi Pantai, Lempung Lunak, Preloading, Micropile.

Kata kunci : Reklamasi Pantai, Lempung Lunak, Preloading, Micropile. PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH PADA PROYEK REKLAMASI PANTAI PT. WILMAR NABATI GRESIK JAWA TIMUR DENGAN METODE PRELOADING DAN PEMASANGAN MICROPILE Nama Mahasiswa : Devvi Arri Rahmasari NRP : 319 16 6 Jurusan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKUATAN TANGGUL UNTUK PROYEK NORMALISASI ALIRAN KALI PORONG. Muhammad Taufik

PERENCANAAN PERKUATAN TANGGUL UNTUK PROYEK NORMALISASI ALIRAN KALI PORONG. Muhammad Taufik PERENCANAAN PERKUATAN TANGGUL UNTUK PROYEK NORMALISASI ALIRAN KALI PORONG Muhammad Taufik 3106 100 113 PENDAHULUAN Latar belakang Fungsi Kali Porong Erosi pada tanggul Revetment yang ada saat ini Alternatif

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Noor Mahmudah 1, David Rusadi 1 1 Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: noor.mahmudah@umy.ac.id Abstrak. Pelabuhan

Lebih terperinci

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN BAB 4. FASILITAS PELABUHAN 4.1. DEFINISI DASAR Secara umum yang dimaksud sebagai fasilitas dasar atau infrastruktur pelabuhan adalah struktur konstruksi bangunan yang menunjang kegiatan pelabuhan yang

Lebih terperinci

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT In civil construction frequently encountered problems in soft soils, such as low bearing capacity and

Lebih terperinci

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di terminal barang potongan, terminal peti kemas, terminal barang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK DAN POLA PRE-FABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD) PADA KONSTRUKSI TIMBUNAN REKLAMASI DI PELABUHAN PANASAHAN CAROCOK PAINAN ABSTRAK

PENGARUH JARAK DAN POLA PRE-FABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD) PADA KONSTRUKSI TIMBUNAN REKLAMASI DI PELABUHAN PANASAHAN CAROCOK PAINAN ABSTRAK PENGARUH JARAK DAN POLA PRE-FABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD) PADA KONSTRUKSI TIMBUNAN REKLAMASI DI PELABUHAN PANASAHAN CAROCOK PAINAN Urfri Afriyanti Adnan NRP: 122190 Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani,

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang)

Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (212) ISSN: 231-9271 1 Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang) Alby Diantono dan Sudiyono

Lebih terperinci

B A B I V P E N G U M P U L A N D A T A

B A B I V P E N G U M P U L A N D A T A 30 B A B I V P E N G U M P U L A N D A T A Datadata yang digunakan untuk perhitungan stabilitas eksternal pondasi Caisson di dermaga Jamrud dan Nilam Timur. adalah data teknis operasional Pelabuhan Tanjung

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH HIDROLIS

STABILISASI TANAH HIDROLIS STABILISASI TANAH HIDROLIS Pre-fabricated Vertical Drain Oleh : Andika Satria Agus (0907132986) Jurusan Teknik SIpil, Fakultas Teknik, Universitas Riau Prefabricated Vertical Drain (PVD) adalah adalah

Lebih terperinci

Denny Nugraha NRP : Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK

Denny Nugraha NRP : Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK ANALISIS KONSOLIDASI PADA TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DAN METODE KOMBINASI PRELOADING DAN PRE-FABRICATED VERTICAL DRAIN PADA PROYEK KARIMUN REGENCY Denny Nugraha NRP : 1021058 Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011 ANALISIS KAPASITAS PELAYANAN TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG Bambang Triatmodjo 1 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

ANALISA PERENCANAAN PERBAIKAN KELONGSORAN LERENG DI DESA TANJUNG REDEB KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR (STA S/D STA 0+250)

ANALISA PERENCANAAN PERBAIKAN KELONGSORAN LERENG DI DESA TANJUNG REDEB KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR (STA S/D STA 0+250) TUGAS AKHIR ANALISA PERENCANAAN PERBAIKAN KELONGSORAN LERENG DI DESA TANJUNG REDEB KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR (STA 0+000 S/D STA 0+250) Oleh : Achmad Darozi Madjri 3107100059 Dosen Pembimbing Prof.

Lebih terperinci

PRELOADING AND PRE-FABRICATED VERTICAL DRAINS COMBINATION TO ACCELERATE CONSOLIDATION PROCESS IN SOFT CLAY (Case Study Suwung Kangin Soft Clay)

PRELOADING AND PRE-FABRICATED VERTICAL DRAINS COMBINATION TO ACCELERATE CONSOLIDATION PROCESS IN SOFT CLAY (Case Study Suwung Kangin Soft Clay) KOMBINASI PRELOADING DAN PENGGUNAAN PRE-FABRICATED VERTICAL DRAINS UNTUK MEMPERCEPAT KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG LUNAK (STUDI KASUS TANAH LEMPUNG SUWUNG KANGIN) Anissa Maria Hidayati 1 dan Made Dodiek Wirya

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat PROYEK AKHIR Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat menampung kapal tongkang pengangkut batubara

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Preservasi Jaringan Jalan dan Perluasannya Mendukung Pengembangan Wilayah Surabaya, November 2008

KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Preservasi Jaringan Jalan dan Perluasannya Mendukung Pengembangan Wilayah Surabaya, November 2008 KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-10 Preservasi Jaringan Jalan dan Perluasannya Mendukung Pengembangan Wilayah Surabaya, 11-12 November 2008 WAHYU P. KUSWANDA Nomor Anggota HPJI : B-01829 Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan transportasi laut menjadi sektor utama yang berpengaruh dalam laju distribusi perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan volume lalu lintas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Distribusi Tegangan Dalam Tanah Berbagai cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat beban pondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/b

Lebih terperinci

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Jawa Timur sebagai propinsi yang mengalami perkembangan lalu lintas yang sangat pesat. Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Badan Pengatur Jalan Tol/BPJT selaku Regulator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang

Lebih terperinci

MODEL STABILISASI TANAH DASAR UNTUK DISPOSAL AREA KALI SEMARANG

MODEL STABILISASI TANAH DASAR UNTUK DISPOSAL AREA KALI SEMARANG MODEL STABILISASI TANAH DASAR UNTUK DISPOSAL AREA KALI SEMARANG Abdul Rochim Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe Km.4 Semarang Email: abd_rch@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK Disusun Oleh: Nama : Farida Vichyntia NPM : 32411706 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing

Lebih terperinci

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan DAFTAR NOTASI Sci = pemampatan konsolidasi pada lapisan tanah ke-i yang ditinjau Hi = tebal lapisan tanah ke-i e 0 = angka pori awal dari lapisan tanah ke-i Cc = indeks kompresi dari lapisan ke-i Cs =

Lebih terperinci

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS Oleh: Adhitya Muakbar dan Sunaryo Abstrak Pelayanan jasa kontenerisasi semakin menjanjikan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PENURUNAN TANAH TERHADAP KINERJA AUTOMATED RUBBER TYRED GANTRY PADA TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG

ANALISIS FAKTOR PENURUNAN TANAH TERHADAP KINERJA AUTOMATED RUBBER TYRED GANTRY PADA TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG , Halaman 56-68 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts ANALISIS FAKTOR PENURUNAN TANAH TERHADAP KINERJA AUTOMATED RUBBER TYRED GANTRY PADA TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG Garin Ario Tetuko,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR TABEL... ABSTRAK...

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK Aris Purnomo 1) Slamet Widodo 2)., Komala Erwan 2) Abstrak sebagai gerbang perekonomian di Propinsi Kalimantan Barat mempunyai dermaga dan terminal

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH 127 BAB III 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS SOIL IMPROVEMENT TANAH BEKAS TAMBAK PROYEK STADION UTAMA SURABAYA BARAT. DENGAN SYSTEM PVD dan PHD

TUGAS AKHIR ANALISIS SOIL IMPROVEMENT TANAH BEKAS TAMBAK PROYEK STADION UTAMA SURABAYA BARAT. DENGAN SYSTEM PVD dan PHD i TUGAS AKHIR ANALISIS SOIL IMPROVEMENT TANAH BEKAS TAMBAK PROYEK STADION UTAMA SURABAYA BARAT DENGAN SYSTEM PVD dan PHD Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata (S-1) Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

ALTERNATIF PERENCANAAN ULANG DINDING PENAHAN TANAH PADA OPRIT FLYOVER TARUM BARAT CIKARANG. Mahasiswa : Harmansyah

ALTERNATIF PERENCANAAN ULANG DINDING PENAHAN TANAH PADA OPRIT FLYOVER TARUM BARAT CIKARANG. Mahasiswa : Harmansyah ALTERNATIF PERENCANAAN ULANG DINDING PENAHAN TANAH PADA OPRIT FLYOVER TARUM BARAT CIKARANG Mahasiswa : Harmansyah 3109 105 001 Dosen Pembimbing: Dr. Ir Djoko Untung JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN STONE COLUMN UNTUK MENGURANGI BESAR PEMAMPATAN PADA TANAH DENGAN DAYA DUKUNG RENDAH

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN STONE COLUMN UNTUK MENGURANGI BESAR PEMAMPATAN PADA TANAH DENGAN DAYA DUKUNG RENDAH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN STONE COLUMN UNTUK MENGURANGI BESAR PEMAMPATAN PADA TANAH DENGAN DAYA DUKUNG RENDAH Indra Nurtjahjaningtyas, Akh. Maliki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jember E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Muhtar Gojali, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Muhtar Gojali, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya penurunan elevasi muka tanah dasar akibat dari proses konsolidasi tanah yang merupakan salah satu aspek utama dalam bidang Geoteknik. Geoteknik atau geotechnic

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA BAB III PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1. UMUM Pada perencanan detail pengembangan pelabuhan diperlukan pengumpulan data dan analisanya. Data yang diambil adalah data sekunder yang lengkap dan akurat disertai

Lebih terperinci

B A B II D A S A R T E O R I

B A B II D A S A R T E O R I 6 B A B II D A S A R T E O R I 2.1. BEBAN PADA STRUKTUR PELABUHAN Beban pada struktur bangunan di pelabuhan sangat berhubungan erat dengan tingkat keamanan yang diinginkan. Faktor keamanan harus diperhitungkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Untuk Memenuhi Persyaratan dalam

Lebih terperinci

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP 8.1. KESIMPULAN Dari hasil Perencanaan Pembangunan Dermaga Pangkalan TNI Angkatan Laut Tarakan - Kalimantan Timur yang meliputi : analisa data, perhitungan reklamasi,

Lebih terperinci

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga pemanfaatannya LNG belum optimal khususnya di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013) Troughput BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) merupakan tempat berlabuhnya kapal yang akan melakukan kegiatan bongkar muat peti kemas. Aktivitas bongkar muat yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKUATAN TANAH DASAR DI BAWAH KONSTRUKSI TANGGUL WADUK JABUNG, LAMONGAN

PERENCANAAN PERKUATAN TANAH DASAR DI BAWAH KONSTRUKSI TANGGUL WADUK JABUNG, LAMONGAN 1 TUGAS AKHIR RC09-1380 PERENCANAAN PERKUATAN TANAH DASAR DI BAWAH KONSTRUKSI TANGGUL WADUK JABUNG, LAMONGAN S. FAISAL RACHMAN NRP 3106 100 008 Dosen Pembimbing : Ir. Suwarno, M.Eng Musta in Arif, ST.MT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut:

BAB VI KESIMPULAN. Kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut: BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut: 1. Desain track lurus dan tikungan berlaku tipikal untuk sepanjang jalan rel yang lurus dari Kota Pinang sampai dengan Menggala

Lebih terperinci

Pengumpulan Data Studi Literatur: Parameter tanah Stabilitas talud Program Dx Stabl Penurunan tanah Metode perbaikan tanah Rencana Anggaran Data Detail Engineering Design Relokasi Jalan Rel Sidoarjo-Bangil:

Lebih terperinci

VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan

VII. Penurunan. Pertemuan XI, XII, XIII. VII.1 Pendahuluan Pertemuan XI, XII, XIII VII. Penurunan VII.1 Pendahuluan Jika tanah dibebani maka akan terjadi penurunan (settlement), penurunan akibat beban ini terdiri dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah serangkaian kegiatan sebelum memulai tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang

Lebih terperinci

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut 28 46 ' 60" 12 14 ' 30" 001 7 9 2' 20" 00 8 0 02 0 07 0 03 006 R O A D - 4 BEA & CUKAI KPLP PENGERUKAN 101 INTERLAND 102 El.+4.234 J A L A N A N G G A D A I 103 J A L A N D O S O M U K O J A L A N S U

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan Industri di Jawa Tengah telah meningkatkan nilai ekspor pada tahun 2001 hingga $ 1,97 milyar Amerika, terdiri dari ekspor migas sebesar $

Lebih terperinci

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement

MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana 4 MODUL 4 (MEKANIKA TANAH II) Penurunan Konsolidasi Tanah Consolidation Settlement 1. Pengertian Dasar Penambahan

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271) 1 STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA) Wenny Ananda Larasati,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU Octareza Siahaan dan Prof. Hang Tuah Salim Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah pendukung merupakan salah satu aspek utama dalam bidang geoteknik terutama pada lapisan tanah

Lebih terperinci

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016 KONSOLIDASI Mekanika Tanah II Konsolidasi.??? Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci