I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan dalam rata-rata pendapatan perkapita, tetapi juga penambahan (reduksi) dalam kemiskinan. Hal ini sudah sangat jelas, bahwa output yang besar yang dihasilkan oleh suatu negara, belum bisa dikatakan bahwa negara tersebut telah mengalami pembangunan ekonomi (sektor riil), karena pada intinya, pembangunan ekonomi (sektor riil) hanya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dan kesejahteraan itu tidak akan didapatkan, kalau kemiskinan masih merajalela, dan adanya ketidakmerataan. Keadilan dan kesejahteraan itu baru bisa dicapai dengan adanya pembenahan pada manusianya, sehingga keadilan bisa diwujudkan dan kemiskinan serta ketidakmerataan dapat diminimalkan (Juliani, 2008). Selama ini sektor pertanian merupakan sektor yang paling sedikit mendapat perhatian pemerintah. Pembahasan tentang pertanian umumnya dilakukan tanpa dikaitkan dengan sektor lainnya. Akibatnya pembangunan ekonomi (sektor riil) dipandang sebagai bagian yang terpisah dari pembangunan di bidang lainnya seperti bidang industri, perdagangan dan jasa serta sektor ekonomi (sektor riil) lainnya. Padahal pandangan yang sempit inilah yang menyebabkan pembangunan pertanian di negara-negara berkembang menjadi sangat jauh tertinggal dibandingkan pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi (sektor riil) negara-negara maju (Reza, 2008). Berbicara tentang sektor pertanian tentu tidak terlepas dari membicarakan petani selaku pelaku usahatani. Mereka melakukan kegiatan pada berbagai subsektor pertanian baik pada Subsektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Subsektor Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan sedikit pada Subsektor Kehutanan (Hassan, 2005). 1

2 2 Kita bisa melihat usahatani di Jepang, Thailand, dan Korea Selatan. Pemerintah di negara itu benar-benar melindungi usahatani padi karena usahatani ini merupakan akar kebudayaan mereka. Perlindungan dilakukan dengan berbagai cara bukan hanya karena berdasarkan hitung-hitungan angka produksi dan konsumsi. Mereka berkeyakinan meski mereka telah menjadi negara maju, namun mereka sadar nenek moyang mereka adalah petani padi. Dalam beberapa kesempatan lobi-lobi internasional, Jepang juga memperkenalkan nilai intrinsik (kebudayaan) usahatani padi. Jepang melihat usahatani padi tidak hanya ditentukan oleh harga di pasar. Usahatani padi juga harus dihargai dari sisi kebudayaan, perlindungan lingkungan hidup, dan pariwisata. Untuk itulah usahatani padi harus dilindungi (Anonim, 2005). Oleh karena itu, kita memiliki akar kebudayaan yang sangat kuat dengan usahatani padi. Selayaknya usahatani ini dilindungi dengan alasan yang sama seperti yang dilakukan oleh banyak negara di Asia lainnya. Usahatani padi selayaknya digolongkan dalam peninggalan sejarah yang harus dilindungi. Bila tidak dilindungi, para petani sebenarnya tengah menjalani kenyataan yaitu hari-hari akhir sebelum usahatani ini lenyap. Mereka tidak bisa dilepas ke pasar yang sangat berubah (distortif) dan penuh kepentingan ekonomi kapitalis (Kapitalisme adalah suatu paham sekularisme yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama) negara lain. Pendekatan kebudayaan salah satu cara untuk melindungi petani padi (Anonim, 2005). Setiap usahatani, tak terkecuali usahatani padi, memiliki ketergantungan terhadap cuaca dan iklim. Ketergantungan ini menghasilkan irama tanam dan panen yang (hampir) sering (ajeg). Perubahan iklim membuat irama tanam dan panen kacau. Irama panen yang tidak merata membuat harga berfluktuasi (berubah-rubah atau tidak tetap). Harga gabah atau beras melorot ketika panen raya, sebaliknya harga gabah atau beras naik tajam saat paceklik. Nasib petani terombang-ambing di antara dua kutub itu. Ini terjadi karena daya tawar petani

3 3 lemah dalam perdagangan gabah sebab surplus jual dan kemampuan menyimpan gabah rendah, sedangkan kebutuhan pengembalian utang (likuiditasnya) tinggi (Khudori, 2008). Petani menjual seluruh gabah segera setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Padahal, kualitas gabah amat dipengaruhi cuaca. Saat hujan atau mendung mutu GKP amat buruk. Dengan karakteristik demikian, pasar gabah bersifat mudah rusak (monopsonistik) dan di perioritaskan (tersegmentasi) secara lokal. Adapun penawaran gabah petani amat tidak tetap (inelastis). Pasar gabah lokal di tingkat petani tak sempurna (penentuan harga masih dipengaruhi oleh pedagang pengumpul atau pembeli, selain itu gabah yang dijual jenisnya banyak atau tidak homogen), tidak efisien (inefisien), dan sangat tidak adil (merugikan petani, tetapi menguntungkan pedagang). Akibatnya, pendapatan riil petani kian tertinggal jauh dari pendapatan mereka di sektor non-usahatani (Khudori, 2008). Tingkat produktivitas padi di Indonesia relatif tinggi, yakni sebanyak 4,69 ton per ha pada 2007 dan cenderung terus meningkat, namun sayangnya kesejahteraan petani justru turun terus. Bila dilihat dari indikator nilai pendapatan-harga (Revenue-Cost) pertanian padi selama , maka kesejahteraan petani yang diukur dari pendapatan riil-nya justru turun, ini dialami di hampir semua provinsi. Secara keseluruhan (agregat), pendapatan riil petani memang disebutkan naik 1%, namun sebenarnya untuk pertanian padi turun sekitar 4% bahkan di atas 5%, karena kenaikan hanya dialami petani perkebunan, seperti kelapa sawit, kakao, atau karet. Nilai pendapatanharga perbandingan (Revenue-Cost Ratio) usahatani padi di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatra Barat, Jambi, Riau, Sumatra Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Bali, juga Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua turun 1-4,99 persen, bahkan menurun tajam lima persen ke atas untuk usahatani padi di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara (Anonim, 2008).

4 4 Dalam struktur ongkos usahatani, komponen benih hanya mencakup delapan persen, sisanya 92 persen adalah komponen pupuk, pestisida, sewa lahan, upah pekerja, pengairan dan biaya pasca panen. 92 persen ini juga perlu campur tangan (diintervensi) pemerintah agar ongkos usahatani padi lebih efisien dan memberi margin (selisih biaya dengan penerimaan) yang memadai untuk menstimulus (kemudahan) petani agar tetap bertahan pada usahataninya. Jika pemerintah menjamin harga sarana produksi padi maka petani mempunyai konsep (ekspektasi) yang jelas terhadap struktur ongkos usahataninya dan merangsangan (stimulus) untuk bertahan pada usahanya dan tak tertarik mengkonversi lahannya ke perkebunan, perumahan atau industri (Anonim, 2008). Pertanyaannya, untung gede kok petani tetap miskin? Ternyata, keuntungan petani sama sekali tidak menjamin mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin mahal. Faktor pembatasnya adalah penguasaan lahan. Bagaimana mungkin petani dapat menghidupi keluarganya kalau lahan yang diusahakan terlalu kecil, rata-rata di bawah 0,25 ha, bahkan banyak yang hanya sebagai buruh tani. Jika ini dikalikan dengan harga Rp 1.000/kg GKG berarti Rp 1,25 juta (per tahun per petani). Berarti per bulannya petani hanya berpenghasilan Rp Ini belum dikurangi modal dan pengeluaran yang porsinya sekitar 75 persen. Artinya, petani hanya untung bersih sekitar Rp /tahun atau Rp /bulan (atau Rp 866,7/hari). Bagaimana para petani hidup dengan pendapatan sekecil itu?. Secara ekonomi, pendapatan sebesar itu sama sekali tidak mungkin bisa menghidupi keluarga. Tetapi pada kenyataannya, petani tetap hidup. Ini benar. Tidak semua petani mempunyai tanah. Sebagian petani bekerja menjadi buruh tani atau sebagai tenaga kerja musiman sehingga bisa hidup dari pendapatan lain di luar pertanian (Khudori, 2008). Pada saat ini realita yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang. Hal ini negara maju maupun di negara-negara berkembang mempergunakan sistem kapitalis sebagai sistem

5 5 ekonomi negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan dimana-mana. Berkaitan dengan masalah distribusi, sistem kapitalisme menggunakan asas bahwa penyelesaian kemiskinan dan kekurangan dalam suatu negara dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri. Selain itu memberikan kebebasan bagi penduduk untuk mengambil hasil produksi (kekayaan) sebanyak yang mereka produksi untuk negara. Berkenaan dengan teori distribusi, dalam ekonomi kapitalis dilakukan dengan cara memberikan kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat. Sehingga setiap individu masyarakat bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang ia mampu dan sesuai dengan faktor produksi yang dimilikinya. Dengan demikian setiap individu masyarakat bebas tidak memperhatikan apakah pendistribusian tersebut merata dirasakan oleh semua individu masyarakat atau hanya bagi sebagian saja. Teori yang diterapkan oleh sistem kapitalis ini adalah dzalim sebab apabila teori tersebut diterapkan maka berimplikasi pada penumpukan kekayaan pada sebagian pihak dan ketidakmampuan di pihak yang lain (Muhammad, 2008). Dalam sistem ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat produksi. Selain itu juga dengan cara meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan. Dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil. Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi makanan. Fakta empirik yang lain menjelaskan bahwa berbagai krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalis dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan di dalam perekonomian negaranegara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan perekonomian di negara-negara berkembang (Muhammad, 2008). Ketidakadilan tersebut juga tergambar dalam pemanfaatan kemajuan teknik yang dicapai oleh ilmu pengetahuan. Hal ini hanya bisa dinikmati oleh

6 6 masyarakat yang relatif kaya, yang pendapatannya melebihi batas pendapatan untuk hidup sehari-hari. Sedangkan mereka yang hidup sekedar cukup untuk makan sehari-hari terpaksa harus tetap menderita kemiskinan abadi. Karena hanya dengan mengurangi konsumsi hari ini ia dapat menyediakan hasil yang kian bertambah bagi hari esok. Dan kita tidak bisa berbuat demikian kecuali bila pendapatan kita sekarang ini bersisa sedikit di atas keperluan hidup sehari-hari (Muhammad, 2008). Usahatani padi anorganik adalah cara bagaimana mengolah kegiatankegiatan pertanian padi anorganik dengan senyawa kimia seperti Urea, KCL, TSP dan ZA dan lain-lain. Usahatani ini mempunyai biaya eksplisit (biaya yang sesungguhnya dikeluarkan) sarana produksi seperti benih, pupuk (Urea, KCL, TSP dan ZA), pestisida, pajak tanah, iuran irigasi, dan pengangkutan. Sedangkan biaya yang lain adalah biaya ekspisit. Biaya ini terdiri dari pengolahan tanah, penanaman padi anorganik, perawatan tanaman, pemupukan, penggunaan pestisida, semuanya dihitung dalam hari kerja pria (HKP). Keberhasilan usahatani ini ditentukan keadaan geografis seperti jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, curah hujan, topografi dan serangan hama. Sebagian besar petani di Kabupaten Klaten melakukan usahatani padi anorganik. Sehingga produk pertanian negara kita yang notabene adalah negara agraris dirasa masih berlimpah. Sedangkan permintaan pasar terhadap komoditas pertanian padi anorganik meningkat. Dengan meningkatnya permintaan pasar, maka meningkat pula pendapatan petani. Namun dengan meningkatnya pendapatan petani ternyata petani tetap miskin struktural (yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan pemerintah dalam mengatur urusan rakyat). Menurut pemerintah kemiskinan petani dapat diatasi dengan meningkatkan produksi. Dengan meningkatnya produksi akan meningkatkan pendapatan petani. Fakta empirik menunjukkan meningkatnya pendapatan petani ternyata terjadi ketimpangan distribusi pendapatan petani. Hal ini dikarenakan perbedaan luas lahan pertanian, biaya eksplisit dan penerimaan yang akan membuat terjadi perbedaan pendapatan

7 7 yang diterima oleh petani padi anorganik. Di lain pihak, ternyata kesejahteraan setiap individu petani mereka juga masih dipertanyakan. B. Perumusan Masalah Pertanian dan industri merupakan sektor perekonomian unggulan Kabupaten Klaten. Sejak dahulu Kabupaten Klaten dikenal sebagai lumbung beras, dan penghasil beras berkualitas tinggi seperti beras Rojolele dari Delanggu. Kabupaten Klaten merupakan penghasil padi terbanyak kedua setelah Kabupaten Sukoharjo (Anonim, 2008). Adanya biaya eksplisit sarana produksi dan tenaga kerja luar yang semakin tinggi karena dampak dari krisis ekonomi kapitalis menyebabkan pendapatan yang diterima petani menjadi kecil. Pendapatan ini yang pada akhirnya akan digunakan untuk keberlanjutan usahatani padi anorganik dan pemenuhan kebutuhan hidup akan semakin kecil. Di samping itu dengan adanya perbedaan luas lahan pertanian, biaya eksplisit dan penerimaan akan membuat terjadi perbedaan pendapatan yang diterima oleh petani padi anorganik. Perbedaan pendapatan dari usahatani padi anorganik ini akan mengakibatkan perbedaan distribusi pendapatan. Perbedaan distribusi pendapatan usahatani padi anorganik mengakibatkan ketimpangan distribusi pendapatan. Ketimpangan distribusi pendapatan mengakibatkan kegagalan kesejahteraan setiap petani. Kegagalan kesejahteraan setiap petani mengakibatkan kemiskinan struktural. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana petani dalam pengelolaan usahatani padi anorganik. Hal ini dapat ditinjau dari perbedaan pendapatan dan besarnya distribusi pendapatan usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah yang akan diteliti meliputi: 1. Berapakah pendapatan usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten? 2. Seberapa besar ketimpangan distribusi pendapatan usahatani padi anorganik di kabupaten tersebut?

8 8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah yang ada maka penelitian analisis pendapatan usahatani dan distribusi pendapatan padi anorganik Kabupaten Klaten mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pendapatan usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten. 2. Untuk mengetahui distribusi pendapatan usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten. D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ada maka penelitian analisis pendapatan usahatani dan distribusi pendapatan padi anorganik Kabupaten Klaten mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, memperluas khazanah pendapatan dan distribusi pendapatan usahatani padi anorganik di Kabupaten Klaten dan sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pertanian Unisversitas Sebelas Maret. 2. Bagi pemerintah, sebagai sumbangan pemikiran dalam memberikan solusi atas kegagalan sistem kapitalis sebagai sistem ekonomi pemerintah dalam mensejahterakan setiap individu warganya. Hal ini berkaitan kegagalan sistem kapitalis dalam mendukung usahatani padi anorganik yang memberikan pendapatan dan distribusi pendapatan yang lebih baik. Sehingga diharapkan dengan adanya solusi dapat memberikan kesejahteraan setiap individu petani dan keluarganya. 3. Bagi pembaca, sebagai bahan wacana dan kajian untuk menambah pengetahuan. 4. Sebagai bahan informasi peneliti selanjutnya. 5. Bagi petani, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan informasi.

9 9 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian yang dilakukan oleh Heri (2002), dengan judul Hubungan Status dan Pemilikan Lahan Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan Petani Di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan sebesar 0,66 per ha dengan pendapatan usahatani sebesar Rp per ha. Kemudian nilai Koefisian Gini (Rasio Gini) sebesar 0,37. Hal ini menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan rendah jika Rasio Gini 0,20-0,35. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Endah (2004), dengan judul Analisis Pengaruh Status Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan garapan petani penggarap 0,50 per ha dengan pendapatan usahatani sebesar per ha. Kemudian nilai Koefisian Gini (Rasio Gini) sebesar 0,59. Hal ini menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan sedang jika Rasio Gini 0,35-0,50 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bety (2004), dengan judul Analisis Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan pada Musim Kemarau dan Pengaruhnya Terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Klaten. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan 1 per hektar dengan pendapatan yang diperoleh usahatani sebesar Rp per ha. Kemudian nilai Koefisian Gini (Rasio Gini) sebesar 0,309. Hal ini menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan rendah jika Rasio Gini 0,20-0,35 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Karuniawan (2008) dengan judul Analisis Distribusi Pendapatan Dan Efisiensi Biaya Usahatani Padi Pada Pengguna Irigasi Sumur Pompa Di Kabupaten Nganjuk. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa (1) Rata-rata pendapatan petani pada kelompok 9

10 10 1 dengan luas lahan garapan dibawah 0,5 per ha sebesar Rp ,70. Rata-rata pendapatan pada kelompok 2 dengan luas garapan antara 0,5-1 per ha sebesar Rp ,33. Rata-rata pendapatan kelompok 3 dengan luas lahan lebih besar dari 1 per ha adalah sebesar Rp ,67. (2) Nilai angka Koefisian Gini (Rasio Gini) pada petani padi pengguna irigasi sumur pompa sebesar 0,5. Hal ini menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan sedang jika Rasio Gini 0,35-0,50 atau ketimpangan distribusi pendapatan tinggi jika Rasio Gini 0,50-0,70. B. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Anorganik Pertanian anorganik (non organik) cenderung menggunakan senyawa kimia daripada senyawa mikroorganisme dan dalam penerapannya tidak membutuhkan waktu dan tenaga kerja yang banyak (Dina, 2004). Revolusi hijau (green revolution) adalah pemanfaatan suatu paket input, termasuk varietas modern, pestisida, pupuk dan juga irigasi, sebagai upaya untuk meningkatkan hasil pertanian di negara-negara berkembang (Reijntjs et al., 1999). Revolusi hijau ditandai dengan adanya pemuliaan tanaman, pemupukan, serta pemberantasan hama dan penyebab penyakit secara intensif. Untuk pemuliaan tanaman dalam revolusi hijau, kemajuan bioteknologi sangat diandalkan dengan lahirnya tanaman hibrida (unggul). Untuk pemupukan, muncul pupuk-pupuk buatan pabrik (pupuk kimia) yang dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman secara lengkap dan cepat. Sementara untuk pemberantasan hama dan penyebab penyakit, ditemukan pestisida kimia yang efektif (Agus, 2002). Pertanian intensif adalah pertanian yang menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi dan bahan-bahan kimia pertanian, seperti pupuk dan pestisida untuk mendapatkan sejumlah hasil yang maksimal dari lahan pertanian. Metode ini dapat digunakan pada tanah-tanah pertanian kecil yang subur atau lahan peternakan untuk meningkatkan hasil, atau pada lahan-lahan pertanian yang lebih luas yang menggunakan praktek-praktek

11 11 bisnis modern (bisnis modern adalah suatu organisasi non riil yang menjual barang kepada konsumen, untuk mendapatkan laba) untuk membentuk agribisnis (Agribisnis adalah cara pandang ekonomi bagi kegiatan dalam bidang pertanian). Para petani dapat menerapkan metodemetode intensif jika ada permintaan untuk hasil pertanian mereka dan jika mereka biasa membeli mesin-mesin dan bahan-bahan kimia. Metode ini biasanya hanya dipraktekkan di negara-negara kaya area pertanian intensif mahal dalam memulai mengolahnya (Martyn, 2004). High External Input Agriculture (penggunaan input luar secara besar besaran) ini sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida (unggul), mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Sistem pertanian seperti ini berorientasi pasar dan membutuhkan modal besar. Uang tunai yang dijadikan untuk membeli input buatan seringkali diperoleh dengan menjual produk pertanian. HEIA hanya dimungkinkan di daerah di mana kondisi ekologinya relatif seragam dan bisa dengan mudah dikendalikan (misalnya daerah irigasi) dan di mana pelayanan penyaluran, penyuluhan, dan pemasaran serta transportasinya baik. Kebutuhan produk pertanian yang semakin meningkat dan pengembangan varietas baru, seperti jagung, padi, dan gandum serta tanaman komersial lainnya menyebabkan pengenalan teknologi HEIA tampak menarik. HEIA bisa ditemukan pada daerah yang kaya sumber daya alam berpotensi besar di negara-negara berkembang dan paling tersebar di Asia (Coen et al., 1999). 2. Usahatani Padi a. Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim dan mempunyai nama botani Oryza sativa. Padi termasuk golongan rumput-rumputan (Gramineae). Padi biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya sekali produksi, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan (Soemartono, 1990). Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas

12 12 dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi antara pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu, serta mengandung air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 1822 cm dengan ph antara 47 (Anonim, 2007). Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya dengan kualitas sebaik mungkin. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, maka tanaman yang akan ditanam harus sehat dan subur. Tanaman yang sehat ialah tanaman yang tidak terserang oleh hama dan penyebab penyakit serta tidak mengalami defisiensi hara, baik unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil. Sedangkan tanaman subur ialah tanaman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak terhambat, baik oleh kondisi biji ataupun kondisi lingkungan (Anonim, 2007). b. Usahatani Pertanian rakyat merupakan usahatani sebagai istilah lawan dari perkataan farm (diterjemahkan oleh Krisnandi menjadi usahatani) sebagai suatu tempat atau permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap, atau manajer yang digaji. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber daya alam yang di tempat itu diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh tanah-tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1995).

13 13 Pemilihan jenis tanaman oleh petani dalam usahatani pada umumnya ada kecenderungan untuk berorientasi pada hasil panen yang diperoleh dalam waktu singkat dan selanjutnya didasarkan pada faktorfaktor kebiasaan dan pendapatan yang diperoleh. Selama itu, petani dalam menjalankan usahataninya selalu berpihak pada prinsip ekonomi juga mengharap hasil usahataninya mempunyai tingkat keuntungan tinggi sehingga diperoleh pendapatan yang besar (Soekartawi, 1991). Menurut Fadholi (1993), kegiatan usahatani meliputi organisasi operasi, pembiayaan dan penjualan. Usahatani pada dasarnya kegiatan pokoknya adalah mengusahakan tanah pada tingkat dewasa ini, untuk mendapatkan tanah guna diusahakan dan boleh dikatakan menuntut pengorbanan, seperti harus membeli dulu atau sewa. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usahatani Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani padi sebagai produsen, petani berupaya dengan faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, teknologi dan informasi) yang ada padanya dapat menghasilkan produksi padi sebanyak-banyaknya dan mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dalam upaya meningkatkan produksi, para petani dibatasi dengan jenis dan jumlah faktor-faktor produksi yang tersedia. Kondisi ini menjadi bahan pertimbangan bagi petani dalam mengambil keputusan mengatur jumlah dan kapasitas produksi yang harus dihasilkan agar keuntungan yang diperoleh maksimal. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh petani, ditentukan oleh tinggi rendahnya produksi dan produktivitas yang dicapai. Antara produksi dan pendapatan memiliki hubungan yang linier (satu arah). Semakin tinggi produksi dan produktivitas yang dicapai, maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani. Tingginya pendapatan yang diperolah petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk mau meningkatkan produksi (Edwar, 2008). Menurut Suratiah (2006) faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga, dan modal. Alam merupakan

14 14 faktor yang menentukan dalam usahatani. Sampai dengan tingkat tertentu manusia telah berasil mempengaruhi faktor alam. Namun demikian pada batas selebihnya faktor alam adalah penentu dan merupakan sesuatu yang harus diterima apa adanya. 1). Faktor Alam dalam Usahatani Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan tanah. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. Alam mempunyai barbagai sifat yang harus diketahui karena usaha pertanian adalah usaha yang sangat peka terhadap alam. 2). Faktor Tenaga Kerja dalam Usahatani Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu mengupah tenaga kerja luar yang berarti menghemat biaya eksplisit. Baik pada usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian, peranan tenaga kerja belum sepenuhnya dapat diatasi dengan teknologi yang menghemat tenaga (tenaga mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal, juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan. 3). Faktor Modal dalam Usahatani Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan usahatani. Dalam arti ekonomi, perusahaan modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk diproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.

15 15 Sementara menurut Edwar, (2008) besarnya pendapatan yang diperolah petani akan ditentukan oleh faktor-faktor diantaranya 1). Harga produk itu sendiri Harga produksi itu sendiri harga adalah sejumlah uang yang dikenakan atas suatu produk atau jasa. Harga merupakan satusatunya unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Jika suatu harga barang naik, maka produsen cendrung akan menambah jumlah barang yang akan dihasilkan. Hal ini akan membawa kita ke hukum penawaran yang menjelaskan hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan. Hukum penawaran menyatakan semakin tinggi harga suatu barang, dimana semua faktor-faktor yang mempengaruhi dianggap tetap, maka semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, atau sebaliknya 2). Harga biaya produksi Harga biaya produksi kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), akan mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diperoleh petani. Kondisi ini dapat menyebabkan petani (produsen) akan mengurangi skala usahanya, hasil produksinya bahkan juga sampai menghentikan usahanya. 3). Harga faktor produksi Harga faktor produksi secara garis besar, paling tidak ada empat kelompok faktor produksi dalam usahatani padi yang memerlukan pengorbanan langsung dari petani, yaitu: tanah, tenaga kerja, teknologi dan modal. i). Tanah Tanah dalam usahatani, khususnya usahatani padi, kepemilikan lahan atau luas garapan pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor produksi yang turut menentukan

16 16 tingkat produktivitas, produksi dan pendapatan. Hal ini karena mempengaruhi pada peningkatan kemampuan penyediaan produksi (supply) melalui peningkatan sasaran luas tanam, dan panen. ii). Tenaga kerja Tenaga kerja di dalam pertanian, tenaga kerja dapat dikatakan faktor produksi kedua setelah tanah. Kebutuhan akan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Dalam usahatani pertanian rakyat seperti padi di pedesaan, sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas suami, isteri dan anak-anaknya. Namun kadangkala mereka juga membutuhkan tenaga kerja tambahan. Secara ekonomi, semua tenaga kerja yang dicurahkan dalam kegiatan usahatani, dihitung atau dinilai dengan uang. Saat sekarang ketersediaan tenaga kerja boleh dikatakan langka, sehingga tingkat upahnya menjadi mahal. iii). Teknologi Teknologi Produksi Kemajuan teknologi merupakan implikasi dari kemajuan ilmu pengetahuan. Penggunaan teknologi berakibat kepada pengorbanan atas biaya produksi sebagai dampak peningkatan produktivitas. Namun kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, seperti penggunaan mekanisme pertanian pada usahatani padi. iv). Modal Modal dalam proses produksi, sebagai bagian dari faktor produksi, modal memegang peranan yang sangat dominan. Dalam pengertian ekonomis, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi lainnya menghasilkan barang baru, dalam hal ini hasil pertanian yaitu padi. Modal dilihat dari dari segi pemilikan, bisa dibagi dua yaitu modal sendiri (capital equity) dan modal pinjaman (kredit). Antara

17 17 modal sendiri dan modal pinjaman tidak berbeda dalam proses produksi, karena sama-sama menyumbang langsung pada proses produksi. Bedanya pada bunga modal yang dipinjam harus dibayar pada kreditor. v). Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi kemampuan produksi padi oleh petani. Pemerintah terus berupaya mengamankan dan menjaga stabilitas harga gabah dan beras. Terhitung mulai tanggal 1 April 2007, melalui Instruksi Presiden RI, Pemerintah memberlakukan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri sebesar Rp ,/kg di penggilingan dan gabah kering giling Rp ,-/kg di penyimpanan. Kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah ini diharapkan disamping untuk menjaga stabilitas harga, juga diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi beras (padi) dan menjamin peningkatan pendapatan petani. Namun harapan ini belum dapat melegakan hati petani karena tingkat harga yang ditetapkan belum dapat meningkatkan pendapatan petani padi. d. Biaya Eksplisit Biaya eksplisit, adalah biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses produksi oleh produsen yang berasal dari luar (Djuwari 1994). e. Penerimaan Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi dengan harga jual (Soekartawi, 2006). f. Pendapatan Pendapatan adalah pengurangan penerimaan dengan biaya total luar (Djuwari, 1994).

18 18 g. Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1996). 1). Kurva Lorenz Kurva Lorenz menggambarkan distribusi pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara komulatif pula (Dumairy, 1996). Cara lain untuk menganalisis distribusi pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang disebut Kurva Lorenz. Tidak ada suatu negara kapitalis manapun yang mengalami kemerataan sempurna ataupun ketidakmerataan sempurna dalam distribusi pendapatannya. Semakin tinggi derajat ketidakmerataan Kurva Lorenz itu akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horisontal sebelah bawah (Lincolin, 2004). Distribusi Pendapatan Yang Relatif Merata dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan distribusi pendapatan yang relatif tidak merata dapat dilihat pada Gambar 2. % P 8 e 0 n 6 d 0 a p 4 a 0 t a n Garis Kemerataan Sempurna Kurva Lorenz % Penduduk Gambar 1. Distribusi Pendapatan Yang Relatif Merata

19 19 % P 8 e 0 n 6 d 0 a p 4 a 0 t a n Garis Kemerataan Sempurna Kurva Lorenz % Penduduk Gambar 2. Distribusi Pendapatan Yang Relatif Tidak Merata 2). Koefisian Gini (Rasio Gini) Menurut Michael (1994) Koefisian Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan atau kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Distribusi atau pendapatan antar lapisan pendapatan dapat ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-angka Rasio Gini. Rasio Gini adalah suatu koefisien yang berkisar antara angka nol hingga satu, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional Dumairy (1996). Rasio Gini bernilai antara nol (kemerataan sempurna) dan satu (kesejahteraan sempurna). Semakin tinggi rasio gini berarti semakin tinggi kesenjangan distribusi pendapatannya atau semakin tidak merata. Angka rasio gini semakin kecil berarti semakin rendah kesenjangan distribusi pendapatan atau semakin merata (Sri, 2004). Menurut Rustian (1998) Bank Dunia mengelompokkan ketimpangan distribusi pendapatan negara-negara dunia. i). Ketimpangan distribusi pendapatan tinggi jika Rasio Gini 0,50-0,70 ii). Ketimpangan distribusi pendapatan sedang jika Rasio Gini

20 20 0,35-0,50 iii). Ketimpangan distribusi pendapatan rendah jika Rasio Gini 0,20-0,35 Menurut Lincolin (2004) secara matematis rumus Koefisien Gini dapat disajikan sebagai berikut: KG f i Y i = Koefisien Gini = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas i = Proporsi jumlah pendapatan rumah tangga kumulatif dalam kelas i C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Usahatani merupakan suatu bentuk organisasi faktor-faktor produksi untuk mendapatkan pendapatan keluarga petani yang sebesar-besarnya dan berkelanjutan melalui pertanian, dalam hal ini usahatani anorganik. Tujuan dari usahatani adalah untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga petani. Besarnya pendapatan ini dapat digunakan untuk menilai keberhasilan petani dalam mengelolanya. Keberhasilan dalam berusahatani pada akhirnya akan ditentukan oleh biaya eksplisit dan penerimaan yang diperoleh dalam satu musim tanam. Sebagai suatu kegiatan ekonomi (sektor riil), maka usahatani padi anorganik tidak terlepas dari prinsip ekonomi (sektor riil) di mana segala tindakan dilakukan dengan pertimbangan antara biaya eksplisit dengan pendapatan yang akan diterima. Keberhasilan usahatani akan dinilai dari biaya eksplisit dan penerimaan yang diperoleh. Adapun langkah-langkah untuk mengetahui dan menghitung permasalahan dalam usahatani tersebut meliputi: 1. Biaya Eksplisit Biaya eksplisit yaitu biaya eksplisit, yaitu biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses produksi oleh produsen yang berasal dari dalam dan tenaga kerja luar (Djuwari 1994). Biaya eksplisit terdiri dari: biaya

21 21 tenaga kerja luar, biaya pembelian benih, biaya pembelian pupuk (Urea, TSP, SP 36, dan KCL), biaya pembelian pestisida, biaya pengangkutan. 2. Penerimaan Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi dengan harga jual (Soekartawi, 2006). 3. Pendapatan Pendapatan adalah pengurangan penerimaan dengan biaya total luar (Djuwari, 1994). 4. Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1996). a. Kurva Lorenz Kurva Lorenz menggambarkan distribusi pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara komulatif pula (Dumairy, 1996). Cara lain untuk menganalisis distribusi pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang disebut Kurva Lorenz. Tidak ada suatu negara kapitalis manapun yang mengalami kemerataan sempurna ataupun ketidakmerataan sempurna dalam distribusi pendapatannya. Semakin tinggi derajat ketidakmerataan Kurva Lorenz itu akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horisontal sebelah bawah (Lincolin, 2004). b. Koefisian Gini (Rasio Gini) Menurut Michael (1994) Koefisian Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan atau kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Distribusi atau pendapatan antar lapisan pendapatan dapat ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-angka Rasio Gini. Rasio Gini adalah suatu koefisien yang berkisar antara angka nol hingga satu, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan

22 22 nasional Dumairy (1996). Rasio Gini bernilai antara nol (kemerataan sempurna) dan satu (kesejahteraan sempurna). Semakin tinggi rasio gini berarti semakin tinggi kesenjangan distribusi pendapatannya atau semakin tidak merata. Angka rasio gini semakin kecil berarti semakin rendah kesenjangan distribusi pendapatan atau semakin merata (Sri, 2004). Menurut Rustian (1998) Bank Dunia mengelompokkan ketimpangan distribusi pendapatan negara-negara dunia. 1). Ketimpangan distribusi pendapatan tinggi jika Rasio Gini 0,50-0,70 2). Ketimpangan distribusi pendapatan sedang jika Rasio Gini 0,35-0,50 3). Ketimpangan distribusi pendapatan rendah jika Rasio Gini 0,20-0,35 Menurut Lincolin (2004) secara matematis rumus Koefisien Gini dapat disajikan sebagai berikut: KG = Koefisien Gini f i = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas i Y i = Proporsi jumlah pendapatan rumah tangga kumulatif dalam kelas i D. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah. Jawaban ini bisa salah atau benar dan masih harus diuji kembali kebenarannya. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah diduga ketimpangan distribusi pendapatan usahatani padi anorganik rendah. E. Asumsi Asumsi adalah istilah anggapan untuk memudahkan penelitian faktorfaktor yang mempengaruhi dianggap tidak berpengaruh. Kalau tidak memakai

23 23 asumsi penelitian akan salah. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Petani dalam menjalankan usahataninya bersifat rasional untuk memperoleh pendapatan setingggi-tingginya. 2. Keadaan geografis daerah penelitian jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, curah hujan dan topografi berpengaruh normal terhadap proses usahatani serta tidak ada serangan hama. 3. Harga sarana produksi maupun hasil produksi dihitung berdasarkan harga setempat yang berlaku pada saat penelitian. 4. Seluruh hasil panen terjual dan dihitung dalam gabah kering panen (GKP). F. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah bertujuan untuk fokus pada tujuan penelitian. Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Petani sampel merupakan petani pemilik penggarap 2. Biaya yang dihitung adalah biaya eksplisit 3. Penelitian dilakukan pada satu musim tanam pada bulan Januari-April G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel Definisi operasional dan konsep pengukuran variabel bertujuan untuk memahami variabel-variabel yang dipergunakan dalam penelitian. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Usahatani padi anorganik adalah usahatani yang mengusahakan tanaman padi sawah dengan menggunakan senyawa kimia. 2. Tenaga kerja dihitung dalam satuan HKP (hari kerja pria), yaitu satuan yang setara dengan upah buruh tani pria yang bekerja pada kegiatan usahatani selama 8 jam dan dinilai dalam rupiah. 3. Biaya eksplisit yaitu biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses produksi oleh petani yang berasal dari luar, tenaga kerja luar, biaya pembelian benih, biaya pembelian pupuk (Urea, TSP, SP 36, dan KCL), biaya pembelian pestisida, biaya pengangkutan.

24 24 4. Produksi padi anorganik adalah produksi padi yang dibudidayakan secara usahatani dengan menggunakan senyawa kimia. 5. Penerimaan adalah hasil produksi dikalikan dengan harga yang berlaku saat itu. 6. Pendapatan adalah pengurangan penerimaan dengan biaya total luar. 7. Pendapatan petani adalah pendapatan petani yang berasal dari usahatani padi anorganik. 8. Distribusi pendapatan adalah proporsi pendapatan yang diterima oleh kelompok petani dari total pendapatan yang diterima dan dinyatakan dalam persentase.

25 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut Winarno (1994), metode deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah yang aktual. 2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisa. Sedangkan pelaksanaan metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei yaitu dengan cara mengumpulkan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu yang bersamaan. Jumlah itu biasanya cukup besar. Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei. Menurut Masri dan Sofian (1989), metode survei merupakan metode penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai pengumpulan data pokok. B. Metode Pengambilan Sampel 1. Metode Pengambilan Sampel Daerah Penelitian dilakukan di daerah Kabupaten Klaten. Dari kabupaten tersebut dengan sengaja diambil sampel Kecamatan Delanggu yang berlokasi di Desa Tlobong dan Kecamatan Juwiring yang berlokasi di Desa Sawahan. Dengan pertimbangan kedua desa tersebut mempunyai status petani pemilik penggarap yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sampel daerah. 2. Metode Pengambilan Sampel Petani Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), jumlah sampel minimal 30 sampel data yang dianalisis dari seluruh populasi petani, karena nilainilai yang diperoleh distribusinya mengikuti distribusi normal. Sampel 26

26 26 yang jumlahnya besar dan berdistribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar atau sama dengan 30. C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dengan wawancara langsung kepada petani-petani di lokasi penelitian dan dipandu dengan daftar pertanyaan (kuisioner) yang sudah dipersiapkan. Data tersebut nantinya diperlukan untuk menghitung pendapatan dan distribusi pendapatan usahatani anorganik di Kabupaten Klaten. Adapun isi dari data tersebut meliputi adalah biaya eksplisit, penerimaan dan pendapatan usahatani padi anorganik. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengambil dan mencari informasi dari pustaka, internet, peneliti terdahulu, dan instansi yang terkait. Data tersebut nantinya diperlukan untuk membuat landasan teori pendapatan dan distribusi pendapatan usahatani anorganik di Kabupaten Klaten. Adapun isi dari data tersebut meliputi adalah latar belakang, hasil penelitian terdahulu, tinjauan pustaka, keadaan alam, keadaan penduduk dan keadaan pertanian di Kabupaten Klaten. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Cara penelitian dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan sampel petani. Hal-hal yang ditanyakan tentang masalah yang diteliti menggunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan. b. Pencatatan Mencatat dan mengumpulkan data sekunder dari instansi yang berhubungan dengan penelitian ini.

27 27 c. Observasi Cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian. D. Metode Analisis Data Untuk menganalisis data pada penelitian ini menggunakan langkahlangkah metode analisis sebagai berikut: 1. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Anorganik a. Biaya Eksplisit Biaya eksplisit yaitu biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses produksi oleh produsen yang berasal dari luar. Adapun biayabiaya tersebut sebagai beikut: a. Biaya tenaga kerja dalan dan tenaga kerja luar b. Biaya pembelian benih c. Biaya pembelian pupuk (Urea, TSP, SP 36, ZA dan KCL) d. Biaya pembelian pestisida e. Biaya pengangkutan. b. Penerimaan Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi dengan harga jual. c. Pendapatan Pendapatan adalah pengurangan penerimaan dengan biaya total luar. 2. Analisis Distribusi Pendapatan Usahatani Padi Anorganik a. Kurva Lorenz. Para ekonom kapitalis dan ahli statistik lebih suka menyusun semua induvidu menurut tingkat pendapatannya yang semakin tinggi dan kemudian membagi semua induvidu tersebut ke dalam kelompokkelompok yang berbeda-beda. Metoda yang umum adalah membagi penduduk ke dalam kuintil (5 kelompok) sesuai dengan tingkat pendapatan yang semakin tinggi tersebut dan kemudian menentukan

28 28 proporsi dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masingmasing kelompok tersebut. Masing-masing kuintil (5 kelompok) dikalikan dengan 100 dan dibagi dengan jumlah total kuintil (5 kelompok). Dari hasil tersebut dapat dibuat Kurva lorenz. b. Rumus Koefisian Gini sebagai berikut: Keterangan: KG = Koefisien Gini Y = Proporsi jumlah rumah tangga kumulatif ke-i fi = Frekuensi pendapatan kumulatif ke-i

29 29 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Keadaan Geografis dan Administrasi Kabupaten Daerah Tingkat II Klaten secara geografis terletak antara BT dan LS. Mempunyai 26 kecamatan yaitu: Prambanan, Gantiwarno, Wedi, Bayat, Cawas Trucuk, Kalikotes, Kebonurum, Jogonalan, Manisrenggo, Karangnongko, Ngawen Ceper, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Karanganom, Tulung, Jatinom, Kemalang, Klaten Selatan, Klaten Tengah, Kaltwen Utara, Kabupaten mempunyai luas 65,556 Ha. Secara administratif, Kabupaten Klaten mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Selatan : Kecamatan Gunung Kidul Sebelah Timur : Kecamatan Sukoharjo Sebelah Barat : Kecamatan Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta). Penelitian dilakukan di Kecamatan Delanggu dan Kecamatan Juwiring. Untuk Kecamatan Delanggu mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Selatan : Kecamatan Ceper Sebelah Timur : Kecamatan Wonosari dan Kecamatan Juwiring Sebelah Barat : Kecamatan Polanharjo. Sedangkan Kecamatan Juwiring mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Wonosari Sebelah Selatan : Kecamatan Pedan Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Barat : Kecamatan Delanggu. 30

30 30 2. Topografi Daerah Kabupaten Klaten mempunyai topografi yang berbeda-beda dengan ketinggian daerah: a. 3,73% wilayah Kabupaten Klaten terletak di antara ketinggian meter dari permukaan laut. b. 77,72% terletak di antara ketinggian meter dari atas permukaan laut. c. 12,56% terletak di antara ketinggian meter dari permukaan laut d. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga daratan yaitu: 1). Deretan Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara, meliputi sebagian kecil utara wilayah-wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung. 2). Daratan rendah membujur di tengah, meliputi seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten kecuali sebagian kecil wilayah merupakan Dataran Lereng Gunung Merapi dan Dataran Gunung Kapur. 3). Dataran Gunung Kapur yang membujur sebelah selatan meliputi sebagian kecil sebelah selatan wilayah Kecamatan Bayat dan Kecamatan Cawas. Keadaan Kabupaten Klaten yang sebagian besar adalah daerah dataran rendah maka Kabupaten Klaten merupakan daerah yang berpotensi untuk lahan pertanian di samping penghasil batu kapur, batu kali dan pasir merapi yang bersumber dari sungai yang berasal dari Gunung Merapi. 3. Kedaan Tanah Kabupatan Daerah Tingkat II Klaten secara keseluruhan mempunyai tanah bervariasi yaitu a. Litosol: Bahan induk dari skis kristain dan batu tulis terdapat di daerah kecamatan Bayat. b. Regenol Kelabu Tua: Bahan induk abu dan pasir vulkan intermedier terdapat di Kecamatan Cawas, Trucuk, Klaten Tengah, Kalikotes,

31 31 Kobonarum, Klaten Selatan, Karangnongko, Ngawen, Klaten Utara, Ceper, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Karanganom, Tulung dan Jatinom. c. Grumusol Kelabu Tua: Bahan induk berupa abu dan pasir vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Bayat, Cawas sebelah selatan. d. Komplek Regosol Kelabu dan Regosol Coklat Kelabu: bahan induk berupa abu dan pasir vulkan intermedier terdapat di daerah Kacamatan Kemalang, Manisrenggo, Prambanan, Jogolanan, Gantiwarno dan Wedi. 2. Tata guna lahan Tata guna lahan menurut penggunaan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tata Guna Lahan Menurut Penggunaannnya di Kabupatan Klaten Tahun (Ha) No Tahun Tanah Tanah Luas Wilayah % % Sawah (Ha) Kering (Ha) (Ha) Sumber: BPS Kabupaten Klaten dalam Angka 2005 Pada tahun Kabupaten Klaten mempunyai tanah sawah yang lebih luas dibandingkan dengan tanah kering, tetapi apabila luas tanah sawah dibandingkan dengan luas tanah kering per tahunnya menunjukkan bahwa dari tahun luas sawah mnengalami penurunan 0,1% per tahun. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar tanah sawah telah berubah fungsi dan banyak dipergunakan untuk bangunan, halaman, tegal, kebun, ladang padang rumput dan kolam atau rawa sehingga menyebabkan luas tahah kering naik 0,1% per tahun. Adapun tanah menurut sistem pengairannya dapat dilihat pada Tabel 2.

32 32 Tabel 2. Tanah Sawah Menurut Pengairannya di Kabupaten Klaten Tahun No T PT PST PS Jumlah % % % TH % (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Sumber: BPS Kabupaten Klaten dalam Angka 2005 Keterangan: T PT PST PS TH : Tahun : Pengairan Teknis : Pengairan Setengah Teknis : Pengairan Sederhana : Tadah Hujan Pada tahun sebagian besar tanah sawah di Kabupaten Klaten sudah berpengairan teknis dengan persentase rata-rata sebesar 55,7%, sedangkan pengairan setengah teknis memiliki persentase rata-rata sebesar 33%, pengairan sedaerhana persentase rata-rata sebesar 7,3% dan tadah hujan persentase rata-ratanya 3,8%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kabupaten Klaten sangat berpotensi untuk budidaya tanaman berswasembada beras. padi anorganik dan diharapkan dapat menjadi wilayah Sedangkan berdasarkan luas penggunaan tanah sawah di Kabupaten Klaten tahun 2005, seluruh pengairan tanah sawah di Kecamatan Delanggu dan Juwiring sudah berpengairan teknis. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perkonomian

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perkonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perkonomian nasional. Padi adalah tanaman pangan yang utama. Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena produksi padi Indonesia yang masih rendah dan ditambah dengan. diperbaiki dengan manajemen pascapanen yang benar.

BAB I PENDAHULUAN. karena produksi padi Indonesia yang masih rendah dan ditambah dengan. diperbaiki dengan manajemen pascapanen yang benar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai sumber karbohidrat. Kebutuhan pangan pokok beras

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi wilayah penelitian a. Letak dan batas wilayah Kabupaten Klaten adalah kabupaten yang berada di antara kota jogja dan kota solo. Kabupaten

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dalam perekonomian nasional merupakan sektor yang cukup baik dan terbukti mampu bertahan pada saat krisis Indonesia tahun 1997-1998. Pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN / WILAYAH

BAB III TINJAUAN KAWASAN / WILAYAH BAB III TINJAUAN KAWASAN / WILAYAH 3.1 Kondisi Geografis Kabupaten Klaten Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Klaten Sumber : http://penataanruangjateng.info/index.php/galeri-kab/25 /11/11/2015 Secara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Gaol (2011) yang berjudul Analisis Luas Lahan Minimum untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis 30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasir Pantai Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kabupaten klaten merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain sebagainya. Terdapat banyak kerajinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

(SP2010) merupakan dasar. administrasi terkecil. tim. dasar. tangga. Klaten, Agustus 2010 BPS Kabupaten. Klaten Kepala,

(SP2010) merupakan dasar. administrasi terkecil. tim. dasar. tangga. Klaten, Agustus 2010 BPS Kabupaten. Klaten Kepala, Sekapur Sirih Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik bertanggung jawab menyediakan data statistik dasar. Sensus Penduduk 2010 (SP2010) merupakan kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya Letak geografi Indonesia dan letak astronomis Indonesia adalah posisi negara Indonesia

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan jenis perekonomian nasional. Hal ini terjadi karena Indonesia mempunyai stuktur sistem perekonomian

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KLATEN

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KLATEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KLATEN Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Pustaka Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah kopi. Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur. Negara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara luas Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), negara agraris adalah negara dengan sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam artisan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertanian organik sudah lama dikenal oleh manusia yakni sejak ilmu bercocok tanam pertama kali diterapkan. Pada saat itu semuanya dilakukan dengan cara tradisional dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk perubahan dan pertumbuhan ekonomi serta perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan pangan, hasil pertanian merupakan salah satu komoditas yang terpenting. Salah satunya adalah makanan pokok seperti beras, dan hasil pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan) Dr. Aris Slamet Widodo, SP., MSc. Retno Wulandari, SP., MSc. Prodi Agribisnis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci