Bab 1 Pendahuluan. telah dicekal dan dilarang peredarannya di Indonesia. Film yang masuk dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 1 Pendahuluan. telah dicekal dan dilarang peredarannya di Indonesia. Film yang masuk dalam"

Transkripsi

1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Film? 1 karya Hanung Bramantyo yang dirilis pada 7 April 2011 telah dicekal dan dilarang peredarannya di Indonesia. Film yang masuk dalam kategori film religi ini, menjadi film kontroversi, menuai pro kontra, bahkan mendapat reaksi keras dari beberapa lembaga kontrol moral seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Front Pembela Islam (FPI). Salah satu penolakan paling keras dilakukan oleh FPI dengan melakukan aksi unjuk rasa pada 14 April 2011 di depan Kantor Republika ( read/2011/04/15/206/446471/gara-gara-film-fpi-demo-kantor-republika, Gara-Gara Film '?', FPI Demo Kantor Republika, diakses pada 10 Januari 2015). Menurut pandangan FPI, film tersebut memberikan dukungan terhadap perilaku murtad dan pengenalan nilai pluralisme sesat kepada masyarakat Indonesia. Aksi unjuk rasa tersebut merupakan fenomena menarik karena Republika merupakan media yang dahulu dilahirkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai corong dakwah intelektual. Namun berkat keberpihakan Mahaka Grup terhadap produksi film?, Republika menjadi sasaran aksi unjuk rasa Front Pembela Islam (FPI). Di sisi lain, fenomena tersebut memperlihatkan posisi yang berbeda di antara umat 1 Selanjutnya dalam tulisan ini dibaca Tanda Tanya 1

2 Islam dalam melihat film Hanung Bramantyo tersebut. Pendapat itu menyederhanakan masalah karena melihat Republika dan Mahaka Grup sebagai representasi kecil umat Islam dalam melihat film?. Alur cerita dan juga adegan di dalam film ini memprovokasi batasanbatasan normal di dalam relasi masyarakat beragam. Salah satu adegan ekstrim adalah menyandingkan antara yang halal dan yang haram dalam satu wadah yang bersamaan. Adegan di restoran Canton Chinese Food misalnya. Tan Kat Sun, sang pemilik restoran menyajikan masakan halal dan haram di restorannya. Penyajiannya pun juga dilakukan dalam wadah terpisah. Tak hanya menyajikan makanan berbeda, namun dia pun memiliki seorang pekerja muslim, bernama Menuk. Ia adalah seorang wanita muslim yang berjilbab. Tak tanggung-tanggung, Pak Tan juga memberikan kesempatan kepada Menuk untuk tetap menjalankan ibadahnya. Di lorong jalan di depan restorannya, terdapat juga mimbar persembahan. Tempat itu menjadi tempat Menuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim dengan sholat lima waktu. Alur ekstrim lainnya ditawarkan oleh Rika, seorang pemilik toko buku. Tokoh perempuan ini baru saja bercerai dari suaminya. Kemudian dia berpindah agama dari Islam menjadi Kristen (Katolik). Namun, anaknya Abi tetap menjadi seorang muslim. Alur lainnya yang juga ditawarkan di dalam film ini adalah kemunculan tokoh Surya yang seorang muslim dan menjadi sahabat dekat Rika. Tokoh Surya sendiri juga tak kalah melahirkan kontroversi. Aktor figuran yang seorang muslim itu mengambil peran 2

3 menjadi tokoh Yesus dalam Tablo yang dilaksanakan di salah satu Gereja Katolik. Surya memilih pilihan tersebut karena alasan ekonomi semata. Surya tidak pernah mendapatkan peran tokoh utama, dan untuk memerankan Yesus, Surya juga mendapatkan sejumlah uang. Perbedaan bukanlah sumber ancaman, semuanya sangat tergantung pada bagaimana pengelolaan yang dilakukan oleh individu agar keberagaman dapat hidup bersama. Tema sentral inilah yang sepertinya ingin diungkapkan oleh Hanung Bramantyo melalui film?. Hanung meletakkan teks aturanaturan sesuai dengan fungsinya kemudian mengkontraskannya di titik yang paling ekstrim. Aturan mengenai haram dan halal misalnya. Aturan penyajian makanan yang halal ditaati dan diletakkan sedemikian rupa dalam bentuk paling ekstrim, bersandingan dengan yang haram. Contoh di restoran Canton agaknya bisa menjadi cerminan sebagian nilai yang ingin ditawarkan oleh film ini. Sekilas ide dasar tentang pluralisme ala liberal dengan citarasa sekuler terasa di dalam film ini. Permasalahan agama diletakkan sedemikian rupa di dalam ruang privat. Sedangkan relasi antar individu menggunakan normanorma universalitas yang tetap menghargai nilai-nilai kultural masing-masing agama. For secularization theorists, the differentiation thesis typically focuses on the institutional separation of political and religious structures of authority (Leich, 2010:352) Bagi para teoritisi sekular, perbedaan pendapat berfokus pada pemisahan antara politik dan struktur kekuasaan agama. 3

4 Pendapat Leich tersebut merumuskan pada para teoritisi sekuler melakukan diferensiasi atau pemisahan antara institusi agama dan negara. Di sisi lain, hal tersebut merujuk pada upaya untuk meletakkan agama di ruang privat, sedangkan urusan di dalam ranah publik menggunakan norma keadaban publik. Ide inilah yang kemudian ditolak oleh berbagai organisasi Islam fundamentalis, salah satunya FPI. Argumen utama mereka adalah film ini mengajarkan pendekatan keberagaman yang salah. Terutama ide pluralisme yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama dan menuju pada tujuan serupa. Dalam film? ada cerita tentang Rika yang semula muslim, kemudian murtad masuk Nasrani, karena kecewa suaminya berpoligami. Rika pun berdalih, bahwa dengan kemurtadannya, bukan berarti ia membenci ataupun mengkhianati Tuhan. Sepanjang cerita, Rika ditampilkan sebagai sosok yang ideal, toleran, arif dan bijak. Ibu dan anak Rika yang semula menentang kemurtadan Rika, akhirnya bisa menerima. Dalam cerita ini ada narasi: semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama, mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan. Kesan untuk masyarakat awam adalah syariat poligami itu buruk, karena merusak rumah tangga dan menyebabkan orang murtad. Kesan awam lainnya adalah murtad itu bukan mengkhianati Tuhan, sehingga tidak menjadi masalah jika seseorang menjadi murtad. Rika yang murtad itu bisa dikesankan ideal dan toleran, sehingga orang murtad pantas diterima secara 4

5 baik. Pesan dalam film ini adalah mengarah pemahaman semua agama benar dan sama menuju Tuhan yang satu. ( islam.com/read/silaturahim/2013/12/27/28372/film-hanung-bramantyo- merusak-sejarah-lakukan-penistaan-islam/#sthash.hdo0uubz.dpbs, Film Hanung Bramantyo Merusak Sejarah & Lakukan Penistaan Islam, diakses 15 Januari 2015). Merujuk pada berita yang muncul dalam situs Voice of Al Islam, keberatan utama muncul karena ide yang ditawarkan oleh film? tidak sejalan dengan ajaran agama. Tentunya ajaran agama Islam dan tafsir yang diyakini oleh sebagian kelompok dan bukan tafsir yang diyakini oleh semua orang. Perlawanan terhadap film yang dibuat oleh Hanung Bramantyo adalah perlawanan terhadap ide pluralisme sekaligus sekularisme. Perjuangan tersebut dicitrakan sebagai perjuangan terhadap sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Kampanye ini sangat marak bahkan jauh hari sebelum dan setelah film? muncul di ranah publik. Konsepsi tersebut dimunculkan oleh gerakan organisasi Islam fundamental terhadap gerakan Islam liberal ataupun gerakan senada lainnya. Film tersebut menjadi relevan karena permasalahan sosio-politik Indonesia dalam konteks masyarakat beragam masih diwarnai berbagai tindakan kekerasan dan pelanggaran hak kebebasan beragama. Setara Institute dalam laporan mengenai kebebasan beragama di Indonesia mencatat sejumlah 222 peristiwa pelanggaran agama terjadi sepanjang tahun Jumlah tersebut paling besar terjadi di Propinsi Jawa Barat sebanyak 80 pelanggaran, 5

6 kemudian diikuti oleh Jawa Timur (29 peristiwa), Jakarta (20 peristiwa), dan Jawa Tengah (19 peristiwa). Berbagai peristiwa pelanggaran tersebut mulai dari pelarangan beribadah, perusakan tempat ibadah, pemaksaan untuk berpindah agama (kembali ke keyakinan awal), penyerangan tempat ibadah, penyegelan, dan banyak kasus intoleransi. Konteks permasalahan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan intoleransi yang berujung pada kekerasan dalam relasi masyarakat beragam masih terjadi. Munculnya film? merupakan antitesa terhadap realitas intoleransi dan berbagai kekerasan serta pelanggaran kebebasan memeluk keyakinan tersebut. Ide-de yang ditawarkan oleh film tersebut mencoba meletakkan berbagai perdebatan mengenai kecurigaan terhadap kelompok agama lainnya dalam konteks yang lebih sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan praksis. Penelitian ini dilakukan berpijak dari realitas terhadap permasalahan intoleransi dan upaya untuk menemukan konsepsi mengenai masyarakat beragam. Berbekal membaca teks dalam wacana film? diharapkan dapat menemukan antitesa terhadap realitas konflik dalam masyarakat beragam Toleransi di dalam Media Baru Perbedaan dan hidup bersama merupakan permasalahan perenial yang terjadi di bangsa Indonesia sejak berdirinya. Perbedaan setidaknya dalam bentuk agama terjadi sejak awal didirikan. Perdebatan tersebut bisa menggunakan Piagam Jakarta maupun Pancasila seperti yang sekarang digunakan di Indonesia. Perdebatan pada masa awal kemerdekaan tersebut 6

7 menunjukkan bahwa isu keberagaman merupakan permasalahan yang terus ada selama bangsa Indonesia berdiri. Namun, perbedaan di awal tersebut berhasil di rekonsiliasi dengan bertemunya kedua belah pihak antara pihak agamis yang dimotori KHA Dahlan dengan pihak nasionalis yang dimotori Soekarno untuk kemudian saling bertoleransi demi membentuk sebuah dasar negara yang kuat. Toleransi tersebut merupakan sebuah pijakan awal yang menentukan arah bangsa Indonesia. Secara implisit menunjukkan bahwa toleransi merupakan fondasi utama untuk membangun Indonesia yang beragam. Perbedaan menjadi isu yang terus menerus digeluti di Indonesia di setiap masanya. Pengelolaan pemerintah terhadap keberagaman juga memberikan dampak terhadap potensi konflik dan juga sikap toleran yang terbangun. Semasa orde baru misalnya, rakyat Indonesia dipaksa belajar toleransi dengan menghilangkan dan menjauhnya pembicaraan permasalahan perbedaan suku, agama, ras antar golongan (SARA) di ruang publik. Perdebatan dan pembicaraan menyangkut perbedaan SARA ditabukan untuk dibicarakan dan didiskursuskan. Alhasil, entitas yang berbeda terkotakkotakkan ke dalam ruang identitas masing-masing. Setiap identitas di dalam perbedaan tidak diajarkan untuk berjumpa, berdiskursus, serta berdialog mengenai bagaimana toleransi dan perbedaan harus disikapi. Negara yang represif memberikan kemungkinan bagi pembicaraan mengenai perbedaan tidak dapat terjadi di ruang publik. 7

8 Namun, kebijakan tersebut malahan tidak membuat masyarakat Indonesia menjadi toleran. Tetapi menjadi individu-individu yang canggung dalam menyikapi perbedaan. Bukan karena mereka tidak bisa toleran tetapi tidak pernah diajarkan untuk menjadi toleran. Berbagai konflik sosial yang muncul pasca runtuhnya Orde Baru merupakan titik kulminasi dari berbagai permasalahan sebelumnya. Terlepas dari ada atau tidaknya infiltrasi dari pihak ketiga yang turut membakar konflik tersebut, ketiadaan proses untuk belajar keberagaman menjadi salah satu faktor lainnya. Selepas konflik berdarah di beberapa daerah di Indonesia, toleransi dan keberagaman memiliki tantangan untuk hidup di dalam kehidupan seharihari. Perjumpaan dengan yang berbeda menjadi permasalahan panjang. Kekerasan dan pembunuhan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, penutupan tempat ibadah, pembongkaran paksa patung oleh sekelompok masyarakat sipil merupakan salah satu dari banyak contoh lainnya kasus keberagaman. Kesemuanya menunjukkan bahwa hidup bersama dengan didasari toleransi dan penghargaan masih merupakan pertanyaan mendasar dalam keberagaman di Indonesia. Meskipun semuanya berpijak kepada isu toleransi, tetapi bentuk dan model tantangan membangun toleransi selalu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hingga masa sekarang permasalahan toleransi dihadapkan tidak hanya kepada pertemuan antar dua identitas tetapi juga berbicara mengenai peran negara serta komponen masyarakat sipil. Permasalahan perbedaan seringkali tidak hanya dilihat berkaitan dengan hak dan kewajiban 8

9 sebagai warga negara tetapi seringkali dianggap sebagai hal yang mengganggu keamanan dan mendorong keresahan publik. Kehadiran individu ataupun kelompok yang berbeda seringkali dimaknai sebagai bentuk keresahan. Resah ketika melihat tetangga ataupun pihak lain yang berbeda. Apalagi ketika meski memiliki identitas yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam cara pandang, bersikap, dan juga ajaran. Maka identitas yang berbeda tersebut bisa jadi dikatakan sesat karena jumlahnya sedikit. Permasalahan toleransi di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan pemetaan sebagai berikut : Jumlah kasus intoleransi Pemetaan kasus intoleransi tersebut diolah dengan menggunakan hasil laporan dari lembaga-lembaga seperti CRCS UGM, Wahid Institute, dan Setara Institute. Pembelajaran terhadap keberagaman dan toleransi berubah seiring dengan konteks dan waktu. Salah satu medium lainnya yang juga pantas 9

10 untuk melihat bagaimana pembelajaran mengenai toleransi adalah film?. Film ini memberikan sebuah perspektif alternatif dalam melihat dan menyikapi keberagaman. Salah satu pesan yang jelas disampaikan bagaimana toleransi tersebut dibangun dalam masyarakat beragam. Sebelumnya masyarakat Indonesia belajar toleransi melalui sebuah kondisi riil di masyarakat, dan juga melalui bahasa lisan namun kini melalui film? masyarakat bisa melakukan pembelajaran tentang toleransi. 1.2 Rumusan Masalah Berpijak pada latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka peneliti memilih rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konseptualisasi toleransi tercermin di dalam film?? 2. Bagaimanakah upaya mengelola keberagaman supaya tercipta kondisi yang kondusif untuk menumbuhkan toleransi yang terefleksi di dalam film?? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk : 1. Memahami dan mengkritisi ide toleransi yang ditawarkan oleh Hanung Bramantyo di dalam film?. 2. Memahami bagaimana mengelola masyarakat beragam yang ditawarkan oleh film?. Selain tujuan di atas, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritik maupun praktis dalam konteks masyarakat 10

11 Indonesia yang beragam. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penelitian ini semakin melengkapi kajian mengenai studi wacana kritis dengan obyek kajian film. Selain itu juga dapat dijadikan pijakan bagi penelitian lainnya mengenai film. 2. Secara praksis, kajian mengenai konsepsi pluralisme terhadap film ini bisa menjadi rujukan dalam mengembangkan model-model pengelolaan masyarakat Indonesia yang beragam. Ide-ide yang ditawarkan dapat diulas dan digulirkan lebih lanjut agar dapat menjadi diskursus di masyarakat dan juga dalam pengambilan kebijakan. 1.4 Kerangka Teori Penelitian ini menggunakan dua teori utama untuk menganalisa teks film?. Teori yang pertama adalah teori liberalisme. Melalui pandangan liberalisme peneliti ingin melihat kerangka toleransi dengan menelusuri teori mengenai toleransi. Ide tentang toleransi beranjak dari pandangan Locke mengenai kebebasan individu dalam memeluk suatu keyakinan. Dan kemudian bahasan berlanjut bagaimana manajemen terhadap keberagaman. Teori tentang toleransi didasarkan pada konsepsi toleransi dan kepercayaan dari Dees. Toleransi lahir dalam konteks memberikan kepercayaan kepada pihak yang diberikan toleransi bahwa mereka tidak akan menyerang si pemberi toleransi. Lebih lanjut konsepsi lainnya mengenai 11

12 toleransi adalah penghargaan dengan memberikan ruang penghargaan kepada identitas yang berbeda. Toleransi juga merujuk kepada memberikan penghargaan kepada perbedaan dengan tidak membandingkan dan tidak mengukur mana yang lebih baik. Ide tersebut didasarkan bahwa perbedaan merupakan sebuah identitas yang seperti apa adanya. Konsepsi tersebut merujuk kepada pendapat Herder dan Parekh. Teori yang kedua dikaji dalam penelitian ini adalah teori struktur Berger. Teori ini membahas mengenai bagaimana konstruksi sosial terbangun dan bagaimana legitimasi dilahirkan dalam membentuk pengetahuan terhadap realitas sosial. 1.5 Metode Penelitian Peneliti memilih menggunakan Critical Discourse Analysis (CDA) model Norman Fairclough. Dengan menggunakan metode tersebut, peneliti mampu memaknai teks dengan memahami proses produksi film serta meletakkannya dalam konteks sosialnya. Metodologi ini memungkinkan analisa berlangsung dalam tiga lapisan. Analisa mikro dilakukan terhadap teks film dengan memahami alur serta pesan yang ingin dimunculkan oleh film. Sedangkan analisa meso dilakukan untuk memahami konstruksi yang ingin dibangun oleh pembuat naskah di dalam film tersebut. Dan terakhir analisa konteks untuk meletakkan konstruksi ide yang dilakukan oleh film dalam konteks realitas sosialnya. Di samping itu terdapat beberapa fungsi 12

13 bahasa dalam CDA model Fairclough. Fungsi bahasa tidak hanya terletak pada persoalan jenis wacana saja namun tergantung juga pada orang yang menganalisa, orang yang membaca dan dalam konteks apa. Bahasa juga berfungsi untuk membentuk wacana, memeriksa bahasa dalam beragam variasinya. Bahasa juga berfungsi untuk membentuk cerita atau laporan berbeda sesuai dengan fungsi, tujuan, dan perasaan orang yang mendeskripsikan, bahasa juga berfungsi untuk membentuk konstruksi sosial. 13

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Konsep toleransi seperti yang dapat disimpulkan dalam film ini sangatlah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Konsep toleransi seperti yang dapat disimpulkan dalam film ini sangatlah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Konsep toleransi seperti yang dapat disimpulkan dalam film ini sangatlah banyak dan sarat akan pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk para penonton film ini.

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara. Kepercayaan agama tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah Tidak akan ada Indonesia, jika yang ada hanyalah ke-ika-an, ketunggalan,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah Tidak akan ada Indonesia, jika yang ada hanyalah ke-ika-an, ketunggalan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tidak akan ada Indonesia, jika yang ada hanyalah ke-ika-an, ketunggalan, dan monokulturalisme. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia dipajang dalam lintasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pulau. Wilayah luas tersebut diikuti dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pulau. Wilayah luas tersebut diikuti dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang mempunyai 17.508 pulau. Wilayah luas tersebut diikuti dengan jumlah penduduk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan munculnya berbagai konflik yang berujung kekerasan karena berbagai aspek seperti politik,

Lebih terperinci

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis http://www.sinarharapan.co/news/read/31850/dawam-rahardjo-saya-muslim-dan-saya-pluralis- Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis 03 February 2014 Ruhut Ambarita Politik dibaca: 279 Dawam Rahardjo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film adalah sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film yang dibuat untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setiap media, didalamnya mengandung sebuah pesan akan makna tertentu. Pesan tersebut digambarkan melalui isi dari media tersebut, bisa berupa lirik (lagu), alur cerita (film),

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki kemajemukan di dalam hal budaya, agama, dan status sosial, dan ekonomi, serta banyak keberagaman yang lain. Keberagaman itu sudah selayaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan jumlah penduduk yang besar. Masyarakat Indonesia tinggal di pulau pulau Indonesia, dengan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa REKONSTRUKSI DATA B. NO Analisa Analisa dan koding tematik Perceive threat Adanya ketidakadilan terhadap pelebelan terorisme yang dirasakan umat Islam FGD.B..8 FGD.B..04 FGD.B.. FGD.B..79 FGD.B..989 Umat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahluk individu dan juga mahluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahluk individu dan juga mahluk sosial. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahluk individu dan juga mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial manusia dituntut untuk bisa berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekeliling nya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas bukanlah proses yang mudah dan cepat tetapi diperlukan sarana yang tepat serta waktu yang tepat. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3 sehingga dapat menjadi sebuah text. Sebagai sebuah text film merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 3 sehingga dapat menjadi sebuah text. Sebagai sebuah text film merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Film merupakan salah satu produk media massa yang perkembangannya tidak dapat diabaikan oleh khalayak. Selain sebagai sebuah produk seni yang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia sejak berdiri adalah negara hukum, bukan negara yang mendasarkan kepada satu jenis agama secara khusus dalam menjalankan sistem kehidupan

Lebih terperinci

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ISLAM DAN KEBANGSAAN Temuan Survey Nasional Jajat Burhanudin Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta 2007 METODOLOGI SURVEI Wilayah: Nasional Metode: multi-stage random sampling Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan komunikasi yang menggunakan media massa. 1 Dengan caranya

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan komunikasi yang menggunakan media massa. 1 Dengan caranya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sudah sangat dikenal. Deddy Mulyana mencatat bahwa ada banyak macam komunikasi yang terjadi dalam

Lebih terperinci

TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA (Analisis Semiotik Pada Film Tanda Tanya) NASKAH PUBLIKASI

TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA (Analisis Semiotik Pada Film Tanda Tanya) NASKAH PUBLIKASI 1 TOLERANSI KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA (Analisis Semiotik Pada Film Tanda Tanya) NASKAH PUBLIKASI SUSANTO ARI JATMIKO A.220080096 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain.

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain. digilib.uns.ac.id 128 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Film PK merupakan film bertemakan agama yang memberikan gambaran tentang pluralitas elemen agama yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di negara India.

Lebih terperinci

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH BAB IV KOMPARASI KONSEP HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DALAM STUDI RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH A. Persamaan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Poligami berasal dari kata poly atau polus dalam bahasa Yunani, yang

BAB I PENDAHULUAN. Poligami berasal dari kata poly atau polus dalam bahasa Yunani, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Poligami berasal dari kata poly atau polus dalam bahasa Yunani, yang berarti banyak dan gamein atau gamis yang berarti kawin atau perkawinan. Poligami seringkali dimaknai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs karya Ulil

BAB V PENUTUP. 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs  karya Ulil BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs www.islamlib.com karya Ulil Abshar Abdala Sebuah kesempatan yang berharga bagi peneliti dalam mempelajari pesan- pesan liberalisme

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Penduduk muslimnya berjumlah 209.120.000 orang atau 13% dari jumlah penduduk Muslim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi, memudahkan setiap orang mendapat beragam

BAB 1 PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi, memudahkan setiap orang mendapat beragam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Derasnya arus globalisasi, memudahkan setiap orang mendapat beragam informasi. Hal itu berkaitan dengan semakin canggihnya industri media informasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1 Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan (message) dari seorang komunikator kepada komunikan. Pesan-pesan dalam komunikasi dianggap sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan dimana kesemuanya itu merupakan anugrah dari Tuhan yang maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan

Lebih terperinci

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Jakarta, 7 Agustus 2006 METHODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah, BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Novel biografi Menapak Jejak Amien Rais Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta mengisahkan perjalanan hidup seorang Amien Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu.

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 30 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan penghargaan World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation yang berkedudukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Definisi Operasional 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial selalu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian Constructionis menurut Bogdan dan Taylor dalam buku Endraswara (2006: 85) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif

Lebih terperinci

Pendidikan Intoleransi

Pendidikan Intoleransi http://sinarharapan.co/news/read/140614714/pendidikan-intoleransi Pendidikan Intoleransi Kekerasan terhadap agama masih terjadi di Indonesia. Kekerasan atas nama agama tiba-tiba menyeruak di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya beragam (plural). Suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya beragam (plural). Suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya beragam (plural). Suatu bangsa yang di dalamnya terdapat keberagaman suku, agama, ras dan lain-lain. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI Analisis Semiotika John Fiske pada Tayangan TVC Tri Always On versi Perempuan SKRIPSI Diajukan sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu pendidikan yang menuntun masyarakat Indonesia untuk mampu mewujudkan cita cita bangsa. Salah satu pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kerap digunakan dalam konteks politik di Indonesia. Aksi saling serang antar

BAB I PENDAHULUAN. yang kerap digunakan dalam konteks politik di Indonesia. Aksi saling serang antar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) merupakan isu publik yang kerap digunakan dalam konteks politik di Indonesia. Aksi saling serang antar politisi

Lebih terperinci

POLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun )

POLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun ) POLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun 2006-2009) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar S-1 Ilmu Komunikasi Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Dengan tumbuhnya pengetahuan tentang agama-agama lain, menimbulkan sikap saling pengertian dan toleran kepada orang lain dalam hidup sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

Moral Akhir Hidup Manusia

Moral Akhir Hidup Manusia Modul ke: 07Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik Moral Akhir Hidup Manusia Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M Program Studi Psikologi Bagian Isi TINJAUAN MORAL KRISTIANI AKHIR HIDUP MANUSIA (HUKUMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang multikultural, multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan BAB V KESIMPULAN Persepolis karya Marjane Satrapi merupakan karya francophone yang telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan dimasukkan ke dalam ranah studi literatur.

Lebih terperinci

Bab V. Penutup. yang menunjukkan adanya fenomena pembentukan gerakan sosial dengan basis

Bab V. Penutup. yang menunjukkan adanya fenomena pembentukan gerakan sosial dengan basis Bab V Penutup A. Kesimpulan Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa kemunculan gerakan Indonesia Tanpa JIL dalam dunia pergeakan sosial kontemporer adalah sebuah bukti yang menunjukkan adanya fenomena

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Film bukan lagi menjadi fenomena baru di ranah media massa. Dengan tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film mampu merekonstruksi wacana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, komunikasi berkembang semakin pesat dan menjadi sedemikian penting. Hal tersebut mendorong terciptanya media media yang menjadi alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta pikiran. Bahasa memiliki fungsi sebagai identitas nasional, karena di Indonesia terdapat beribu-ribu

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

POLIGAMI DALAM FILM (ANALISIS RESEPSI AUDIENS TERHADAP ALASAN POLIGAMI DALAM FILM INDONESIA TAHUN )

POLIGAMI DALAM FILM (ANALISIS RESEPSI AUDIENS TERHADAP ALASAN POLIGAMI DALAM FILM INDONESIA TAHUN ) Poligami Dalam Film 37 ABSTRAK POLIGAMI DALAM FILM (ANALISIS RESEPSI AUDIENS TERHADAP ALASAN POLIGAMI DALAM FILM INDONESIA TAHUN 2006-2009) Rahmalia Dhamayanti Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010

BAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010 BAB 4 KESIMPULAN Berbagai bentukan memori seperti memisahkan, mengatasi, dan memasarkan memori telah membangun konstruksi memori kolektif kota Jakarta. Kota Jakarta sejak masa pemerintahan kolonial tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel Dasar Filosofis Rukun: Orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Islam merupakan agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Islam merupakan agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong umatnya untuk berbuat kebaikan dan mengajak orang lain agar menjadi insan yang baik. Implikasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini lebih variatif dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bila

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini lebih variatif dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia teknologi komunikasi dan informasi yang demikian pesat serta dibarengi dengan pengaruh globalisasi yang tinggi, membuat manusia sekarang

Lebih terperinci

Habib Rizieq: "Indonesia bukan Negara Demokrasi"

Habib Rizieq: Indonesia bukan Negara Demokrasi Habib Rizieq: "Indonesia bukan Negara Demokrasi" http://www.arrahmah.com/news/2013/02/23/habib-rizieq-indonesia-bukan-negara-demokrasi.html#.us5v0febjlk Oleh Saif Al Battar Sabtu, 17 Rabiul Akhir 1434

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalah banyak. Keberagaman agama tersebut pada satu sisi menjadi modal

BAB I PENDAHULUAN. kalah banyak. Keberagaman agama tersebut pada satu sisi menjadi modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang beragam baik dari sisi budaya, etnis, bahasa, maupun agama. Dari sisi agama, di negara ini hidup berbagai agama besar dunia seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93 Tahun 2016 NOMOR : KEP-043/A/JA/02/2016 NOMOR : 223-865 Tahun 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU Pluralisme adalah sebuah realitas sosial yang siapapun tidak mungkin memungkirinya, kehidupan

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci