Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto. Sri Utami Setyowati, Ir., MT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto. Sri Utami Setyowati, Ir., MT"

Transkripsi

1 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 91 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto Sri Utami Setyowati, Ir., MT ABSTRAK Tujuan efisiensi struktur rangka atap baja pada proyek pembangunan rumah susun Siwalankerto di Surabaya adalah untuk mengetahui besarnya efisiensi bahan (baja) dan biaya yang terjadi pada komponen struktur atap. Untuk analisa perhitungan struktur, digunakan program bantuan SAP Dari hasil analisa dilakukan dimensi profil serta mengaplikasikannya dalam bentuk gambar. Setelah dilakukan analisa ulang, didapatkan pengurangan dari data awal dengan data hasil analisa terhadap dimensi struktur atap. Pada data awal, untuk struktur atap baja dengan luas bangunan 15 x 45 m, menggunakan WF 250x125x5x8 pada rafternya dan kolom pendeknya menggunakan WF 250x250x8x13. Sedangkan untuk gordingnya menggunakan C 150x65x20x2,3 dan balok girdernya menggunakan WF 400x200x8x13. Dari hasil analisa terdapat efisiensi untuk dimensi profil baja. Pada rafter menggunakan WF 200x100x5,5x8, sedangkan untuk gordingnya menggunakan C 125x50x20x3,2, sedangkan kolom pendek menggunakan WF 250x175x7x11 dan balok girdernya menggunakan WF 300x150x6,5x9. Dari hasil Analisa biaya, biaya pada data awal sebesar Rp 281,843,100 sedangkan pada data analisa yaitu sebesar Rp 181,760,426, sehingga terjadi efisiensi biaya sekitar 35,51 %. Kata Kunci : Efisiensi, Atap baja, SAP 2000, Biaya PENDAHULUAN Latar Belakang : Baja dan besi sampai saat ini menduduki peringkat pertama logam yang paling banyak penggunaannya. Besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbonlah yang membedakan besi dan baja, penggunaan besi dan baja dewasa ini sangat luas mulai dari perencanaan struktur seperti jembatan, gedung, rangka atap, sampai dengan peralatan yang sepele seperti jarum, peniti sampai dengan alat-alat dan mesin berat. Sifat struktur baja adalah tidak tahan terhadap korosi, tidak tahan terhadap kebakaran, kuat tarik besar dan pelaksanaan cepat. Profil baja wf banyak digunakan sebagai konstruksi rangka atap. misalnya, pada gudang, ruko, pabrik, gedung, dsb. Dengan penawaran harga yang bersaing dari setiap produsen produksi baja. Dari data awal rumah susun Siwalankerto menggunakan profil rangka atap baja wf dengan model rangka atap perisai. Dari data tersebut dicoba menganalisa desain profil baja wf dengan profil yang lebih ekonomis dan efisien pada desain kuda-kuda dan jarak yang masih sesuai dengan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI 1984). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Baja High Strength Low Alloy Steel ( HSLS ) Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat diatas maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti : tembaga (Cu), Nikel (Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.

2 92 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Baja Perkakas ( Tool Steel ) Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja perkakas adalah tahan pakai, tajam, atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet. Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang diberikan antara lain: a. Later Hardening atau Carbon Tool Steel ( ditandai dengan tipe W oleh AISI ), Shock Resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu, dan pisau. b. Cool Work Tool Steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan D didinginkan di udara. c. Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga ( )ºC dan didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung Tungsten dan Molybdenum sehingga sifatnya keras. d. High Speed Steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan Tungsten dan Molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas tetapi tidak tahan kejut. e. Campuran Carbon - Tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi. Sifat - Sifat Bahan dan Tegangan- Tegangan Dasar Sifat-Sifat Bahan Untuk baja bangunan, hendaknya dipakai konstanta-konstanta sebagai berikut: Modulus elastisitas : E = 2, kg / cm 2. Modulus gelincir : G = 0, kg / cm 2. Angka pembanding Poisson : = 0,30. Koefisien pemuaian Linier : t = per c. Tegangan- Tegangan Baja ( 1 ) Tegangan-tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-macam baja bangunan. Apabila titik lelehnya tidak jelas, maka tegangan leleh tersebut didefinisikan sebagai tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0,2 % (lihat gambar 1, D = titik leleh ) σ B 0 D 0,002 CD//OB 0,004 0,006 Gambar 1: Tegangan Leleh Baja 0 C ( 2 ) Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diizinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari persamaan :

3 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto ( 1a ) = : 1,5 ( 3 ) Besarnya tegangan-tegangan dan tegangan dasar untuk mutu baja tertentu dalam tabe l 1. Tabel 1 : Harga Tegangan Dasar Tegangan leleh 1 Macam baja Bj 34 Bj 37 Bj 41 Bj 44 Bj 50 Bj 52 Tegangan dasar Kg / cm mpa Kg / cm mpa ,6 186,7 193,3 240 Mpa = mega Pascal-satuan sistem Internasional. 1 Mpa = 10 kg / cm 2. ( 4 ) Harga-harga yang tercantum pada tabel 1 ini adalah untuk elemen-elemen yang tebalnya kurang dari 40 mm. Untuk elemen-elemen yang tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada tabel 1 harus dikurangi 10 %. ( 5 ) Tegangan normal yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan tegangan dasar. ( 6 ) Tegangan geser yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan 0,58 kali tegangan dasar. = 0,58... ( 1b ) ( 7 ) Untuk elemen baja yang mengalami kombinasi tegangan normal dan tegangan geser, maka tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar ( 1c ) ( 8 ) Untuk pembebanan sementara akibat berat sendiri, beban berguna, dan gaya gempa atau gaya angin, maka besarnya tegangan dasar boleh dinaikkan sebesar 30 %. ( 1d ) sem = 1,30... Perhitungan Penampang-Penampang Penampang-Penampang Utuh ( 1 ) Jika suatu penampang berada dalam keadaan tegangan garis, tegangan normal utamanya tidak boleh melebihi tegangan dasar. ( 2 ) Jika suatu penampang berada dalam keadaan tegangan bidang atau tegangan ruang, tegangan idiilnya tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar. ( 3 ) Untuk keadaan tegangan ruang, tegangan idiilnya dihitung dengan persamaan : 1 = x2 y2 z2 x y y z z x 3 xy2 3 yz2 3 zx2.. ( 2 ) ( 4 ) Untuk keadaan tegangan bidang, tegangan idiilnya dihitung dengan persamaan : 1 = x2 y2 x y 3 xy2 Apabila : y = 0 maka,... ( 3a )

4 94 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : = x2 3 xy2... ( 3b ) Apabila : x 0 dan y 0 maka, 1 = 3 xy2 Dalam pemakaian rumus-rumus di atas tegangan tarik dianggap sebagai tegangan positif. ( 5 ) Pada badan dari elemen konstruksi yang menahan lentur dimana terjadi tegangan bidang maka tegangan normalnya tidak boleh lebih dari tegangan dasar, tegangan gesernya tidak boleh lebih besar dari 0,58 kali tegangan dasar, dan tegangan idiilnya tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar. Penampang-Penampang Melalui Lubang ( 1 ) Tegangan rata-rata pada suatu penampang yang melalui lubang dari suatu batang tarik, tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar. ( 2 ) Tegangan rata-rata tersebut dihitung dengan persamaan : N r... (4) An N = gaya normal tarik pada batang tersebut. A n = luas penampang bersih terkecil antara potongan 1-3 dan potongan r = tegangan rata-rata.... ( 5a ) Potongan 1-3 : A n = A - nd 1 t 1 N N u 3 u S2 Gambar 2: Gaya Normal pada Batang Tarik s 2t Potongan : A n = A - nd 1 t ( 5b ) 4u A = luas penampang batang utuh. t = tebal penampang. d 1 = diameter lubang. n = banyaknya lubang dalam garis potongan. s 2 = jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu batang. u = jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu batang. ( 3 ) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh lebih besar dari 15 % luas penampang utuh.

5 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 95 Batang-Batang Tarik ( 1 ) Tegangan rata-rata pada batang tarik didapat dari gaya tarik yang bekerja dibagi dengan luas penampang bersih. Tegangan tersebut harus tidak boleh lebih besar dari tegangan dasar untuk penampang tidak berlubang, dan tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar untuk penampang berlubang. ( 2 ) Kelangsingan batang tarik baja profil untuk konstruksi utama harus lebih kecil dari 240, untuk konstruksi sekunder harus lebih kecil dari 300. ( 3 ) Adanya eksentrisitas gaya yang bekerja pada baja profil harus dipertimbangkan, terutama jika pengaruhnya cukup besar. ( 4 ) Batang tarik yang dibuat dari baja bulat dianjurkan untuk memakai wartel mur yang sesuai dengan ukuran baja tersebut. Sebaiknya wartel mur tidak dipasang pada bagian konstruksi yang mudah dijangkau orang. Diameter batang harus lebih 1 besar dari panjang batang. 500 Sambungan-Sambungan o Sambungan-sambungan harus direncanakan sesuai dengan beban-beban kerja pada batang-batang yang disambung. o Pada prinsipnya sambungan direncanakan hanya memakai satu macam alat penyambung. o Pada sambungan-sambungan yang menghubungkan batang-batang utama, jumlah minimum paku keling, baut atau baut mutu tinggi adalah dua buah, atau bila menggunakan sambungan las gaya minimum yang direncanakan dalam sambungan tersebut adalah 3 ton. o Letak pusat titik berat pada sekelompok paku keling, baut, baut mutu tinggi atau las yang memikul gaya aksial harus diusahakan berimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila titik berat tersebut diatas tidak berimpit dengan garis berat profil maka perencanaan sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas. o Apabila bekerja tiga atau lebih gaya aksial yang sebidang pada sambungan yang sama, maka garis kerja gaya-gaya aksial harus bertemu pada satu titik. Bila garis kerja gaya-gaya aksial tersebut tidak bertemu dalam satu titik, maka sambungan tersebut sebaiknya diperhitungkan terhadap momen akibat eksentrisitas. o Apabila profil siku atau kanal disambung hanya pada satu sisi dengan pelat penyambung maka pada perencanaan sambungan sebaiknya diperhitungkan juga terhadap momen akibat eksentrisitas. o Pada sambungan yang memakai paku keling atau baut dengan menggunakan pelat pengisi yang tebalnya 6 mm atau lebih, maka jumlah baut atau paku keling harus ditambah terhadap jumlah paku keling atau baut yang dibutuhkan. Untuk ini diperlukan perpanjangan dari pelat pengisi. Jumlah penambahan baut, atau paku keling dihitung dengan rumus n N Ap N A + Ap Keterangan : n = jumlah penambahan baut atau paku keling. N = gaya yang bekerja pada sambungan. N = gaya izin pada sebuah paku keling atau baut. Ap = luas penampang pelat pengisi. Apabila pelat pengisi ada pada kedua sisi pelat yang disambung, maka Ap = luas penampang pelat pengisi yang tertebal.

6 96 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : A = luas penampang pelat yang disambung. o o o o o pelat pengisi perpanjangan pelat pengisi Gambar 3: Perpanjangan Pelat Pengisi Ketentuan pada ( 7 ) tidak berlaku apabila sambungan menggunakan baut mutu tinggi. Dalam satu sambungan, pelat pengisi tidak lebih dari 4 lapis. Pada sambungan las yang menggunakan pelat pengisi dengan tebal 6 mm atau lebih perlu ada perpanjangan pelat pengisi terhadap tepi pelat penyambung, sehingga sambungan las antara pelat yang disambung dengan pelat pengisi tidak bersatu dengan sambungan las antara pelat pengisi dengan pelat penyambung. Ukuran maximum dari diameter lubang paku keling atau lubang baut sama dengan diameter paku keling atau diameter baut ditambah 1 mm. Untuk baut mutu tinggi sama dengan diameter batang baut ditambah 2 mm. 12. Tebal pelat pada sambungan yang memakai paku keling atau baut tidak boleh lebih besar dari 5 kali diameter paku keling atau baut. Apabila panjang lekat baut atau paku keling lebih dari 5 kali dimeter baut atau paku keling maka jumlah baut atau paku keling yang diperlukan harus ditambah dengan ketentuan setiap kelebihan tebal 6 mm ditambah 4 %. Dimana penambahan paku keling atau baut paling sedikit satu buah. Untuk panjang lekat yang mempunyai kelebihan tebal lebih kecil dari 6 mm, maka jumlah baut atau paku keling tidak bertambah. Sambungan-Sambungan Dengan Baut 1. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah sebagai berikut. Tegangan geser yang diizinkan : = 0,6... ( 6a ) Tegangan tarik yang diizinkan : ta = 0,7... ( 6b ) Kombinasi tegangan geser dan tegangan tarik yang diizinkan : 1 = 1, ( 6c ) Tegangan tumpu yang diizinkan : tu = 1,5 untuk s1 2 a...( 6d ) tu = 1,2 untuk 1,5 d s1 < 2 d...( 1e ) s1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung. d = diameter baut. = tegangan dasar, di mana persamaan ( 6a ), ( 6b ), ( 6c ) menggunakan tegangan dasar dari bahan baut, sedangkan persamaan ( 6d ) dan ( 6e ) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung.

7 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 97 S1 S S1 Gambar 4: Sambungan Baja dengan Baut 2. Banyaknya baut yang dipasang pada satu garis yang sejajar arah gaya, tidak boleh lebih dari 5 buah. 3. Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3 d atau 6 t (gambar 5) di mana t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan. 4. Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t. 5. Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang tidak berseling (gambar 6), maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t. min 1,2 d max 3 d atau 6 t min 1,2 d max 3 d atau 6 t Gambar 5: Jarak Antara Sumbu Baut s1 s s s s1 S1 u u u S1 Gambar 6: Sambungan Lebih dari Satu Baris Baut yang Tidak Berseling 6. Jika sambungan terdiri dari satu baris baut yang dipasang berseling ( gambar 7), jarak antara baris-baris baut ( u ) tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya ( s 2 ) tidak boleh lebih besar dari 7 d 0,5 u atau 14 t 0,5 u. Sambungan-Sambungan Dengan Paku Keling 1. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan paku keling adalah: Tegangan geser yang diizinkan :

8 98 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : = 0,8... ( 7a ) u u 2,5 d u 7 d atau 14 t s2 7 d - 0,5 u atau 14 t - 0,5 u s2 s2 s2 s2 s s Gambar 7: Sambungan Terdiri Dari Satu Baris Baut Yang Dipasang Berseling Tegangan tarik yang diizinkan :... ( 7b ) ta = 0,8 Kombinasi tegangan geser dan tegangan tarik yang diizinkan : i = ( 7c ) Tegangan tumpu yang diizinkan : tu = 2 untuk s1 > 2 d... ( 7d ) tu = 1,6... ( 7e ) Untuk 1,5 d s1 2 d s1 = jarak dari paku keling yang paling luar ke tepi bagian yang disambung. d = diameter paku keling. = tegangan dasar, dimana persamaan ( 7a ), ( 7b ), ( 7c ) menggunakan tegangan dasar paku keling, sedangkan persamaan ( 7d ) dan ( 7e ) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung. Baut Mutu Tinggi 1. Baut mutu tinggi tipe geser. o Kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung dengan persamaan : Ng = F. n. No... ( 8a ) o Kekuatan sebuah baut terhadap gaya axial tarik dihitung dengan persamaan : Untuk beban statis : Nt = 0,6 No... ( 8b ) Untuk beban bolak-balik : Nt = 0,5 No... ( 8c ) o Apabila terdapat kombinasi pembebanan tarik dan geser, maka : Ng = F. n. ( No 1,7 T )... F = faktor geser permukaan. = faktor keamanan = 1,4. No = Pembebanan tarik awal ( proof load ). n = jumlah bidang geser. T = gaya axial tarik yang bekerja. ( 8d )

9 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 99 Tabel 2 : Harga faktor Geser Permukaan Keadaan permukaan F Bersih Digalbani Dicat Berkarat, dengan karat lepas dihilangkan Disemprot pasir ( Saud blasted ) 0,35 0,16 0,26 0,07 0,10 0,45 0,70 0,40 0,70 2. Baut mutu tinggi tipe tumpu. Tegangan-tegangan yang diizinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah : o Tegangan geser yang diizinkan : ( 9a ) = 0,6... o Tegangan tarik yang diizinkan : ta = 0,7... ( 9b ) o Tegangan tumpu yang diizinkan : Untuk s 1 2 d, ( 9c ) tu = 1,5... Untuk 1,5 s 1 < s 2, tu = 1,2... ( 9d ) Persamaan ( 9a ) dan ( 9b ) memakai tegangan dasar bahan baut. Persamaan ( 9c ) dan ( 9d ) memakai tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. 3. Ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur. Sambungan-Sambungan Dengan Las o Mengelas dalam sikap-sikap yang sukar, sedapat mungkin harus dihindarkan. o Bertemunya kampuh-kampuh las sedapat mungkin harus dihindarkan. o Gambar-gambar harus dilengkapi dengan keterangan / simbol-simbol mengenai bentuk dan ukuran las. Ukuran yang dicantumkan untuk panjang las adalah ukuran brutto. o Untuk mengelas harus dipergunakan las listrik sesuai dengan peraturanperaturan yang berlaku. Las Tumpul o Pada suatu pelaksanaan yang baik, dimana penampang las sesuai dengan penampang batang, tegangan pada las sama dengan tegangan pada batang, sehingga apabila batang itu telah cukup kuat, maka las itu tidak perlu dihitung lagi. Las Sudut o Panjang netto las adalah :... ( 10 ) Ln = L brutto - 3 a a = tebal las ( gambar 8 ) Kepundan Las Kepala Las s s Las Datar s Las Cekung Las Cembung Gambar 8: Sambungan dengan Las L

10 100 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : o Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8a 10 kali tebal teras batang las. o Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Apabila ternyata diperlukan panjang netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang terputus-putus ( las terputus ). o Untuk las terputus pada batang tekan, jarak antara bagian-bagian las itu tidak boleh melebihi 16 t atau 30 cm, sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh melebihi 24 t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang dilas. o Las terputus tidak diperkenankan jika dikhawatirkan terjadi pengkaratan pada permukaan bidang kontak dibagian yang tidak ada lasnya, atau pada elemen yang dipengaruhi gaya getar. o Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ t 2, dimana t adalah tebal terkecil pelat yang dilas. o Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las, tegangan miring yang diizinkan adalah : = c... ( 11a ) 1... ( 11b ) C = sin 2 3 cos 2 = tegangan dasar P Pr Py α Bidang retak las Gambar 9: Bidang Retak Las Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan : P =... ( 11c ) A Dan tidak boleh lebih besar dari pada tegangan miring yang diizinkan, dimana : P = gaya yang ditahan oleh las. A = luas bidang retak las. Tegangan idiil pada las dapat dihitung dengan : i = ( 11d ) Atau i = c... ( 11e ) = tegangan normal pada bidang retak las. = tegangan geser pada bidang retak las. Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar. Apabila terdapat lebih dari satu komponen tegangan geser, pada persamaan ( 11d ) harus dipakai harga resultante tegangan-tegangan geser itu.

11 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 101 Stabilitas Batang-Batang Tegang Umum 1. Batang-batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya ( tidak ada bahaya tekuk ), hal ini harus diperlihatkan dengan menggunakan persamaan : N A N = gaya tekan pada batang tersebut. A = luas penampang batang. = tegangan dasar. = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( ) dari macam bajanya. Harga dapat juga ditentukan dengan persamaan : E g 0,7.. s g Untuk : s 0,183 maka 1 Untuk : 0,183 s 1 maka Untuk : s 1 maka 2,381 2s 2. Kelangsingan pada batang-batang tunggal dicari dengan persamaan : L k i Lk panjang tekuk batang tersebut. I = jari-jari kelembaman batang itu. Karena batang-batang mempunyai dua jari-jari kelembaman, umumnya akan terdapat dua harga. Yang menentukan adalah harga yang terbesar. Apab ila dapat dipastikan bahwa bahaya tekuk hanya ada pada satu arah, maka diambil harga untuk arah itu. Stabilitas Balok-Balok yang Dibebani Lentur ( KIP ) Balok-balok yang Penampangnya Tidak Berubah Bentuk. 1. Yang dimaksud dengan balok-balok yang penampangnya tidak berubah bentuk, adalah balok-balok yang memenuhi syarat-syarat : h L b 75 Dan 1,25 tb hb ts H = tinggi balok. b = lebar sayap. t b = tebal badan. L = jarak antara dua titik dimana tepi tertekan dari balok itu ditahan terhadap kemungkinan terjadinya lendutan ke samping. 2. Tegangan tekan yang terjadi adalah tegangan tekan pada tengah bentang L, dimana L tidak boleh lebih besar dari tegangan kip yang diizinkan.

12 102 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Pada balok-balok statis tertentu dimana pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung dari : Jika c ; maka : kip Jika 250 c 1 c 2 ; maka : c 250 kip 1 0,3 c Jika c 1 c 2 ; maka : c kip 2 0,7 c1 Lh c1 bt s E c 2 0,63 tegangan dasar 4. Jika pada balok statis tertentu dimana pada perletakan, pelat badan balok tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah kip terkecil dan harus memenuhi : t kip 0,042.c 1.c 2 [ b ]3 h 5. Pada balok-balok statis tak tentu, dimana pada perletakan pelat badan balok diberi pengaku samping, maka tegangan kip yang diizinkan dihitung dari : Jika c 1 250; maka : kip Jika 250 < c 1 < c 3 ; maka : c 250 kip 1 0,3 c3 250 Jadi c 1 c3 ; maka : c3 0,7 c1 kip E )(3-2 ) c 3 = 0,21 ( 1 + M ki M ka 2 M jep = M ki dan M ka adalah momen pada ujung-ujung bagian balok antara pelat-pelat kopel yang jaraknya L. M jep = momen pada ujung-ujung balok antara pelat-pelat kopel yang jaraknya L dengan anggapan bahwa ujung-ujung itu terjepit.

13 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto Jika pada balok statis tak tentu dimana pada perletakan, pelat badan tidak diberi pengaku samping maka tegangan kip yang menentukan adalah kip terkecil dan harus memenuhi : t kip 0,042.c1.c 2.[ b ]3 h Pembebanan Struktur bangunan gedung diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, beban gempa dan beban angin serta kombinasi dari ketiga jenis beban yang menentukan. Beban Mati { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (1) } Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Dalam menentukan beban mati struktur bangunan sebagai berikut : Beban mati pada konstruksi atap, terdiri dari : - Berat penutup atap - Berat gording - Berat sendiri Rafter - Berat alat penyambung. Beban Hidup pada atap gedung 1. Beban hidup, pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur tudung ( canopy ) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg / m² bidang datar. 2. Beban hidup pada atap dan atau bagian yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua macam beban berikut : a. Beban terbagi rata per m² bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar ( 40 0,8 ) kg / m². Dimana adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg / m² dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50º. b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg. 3. Pada balok tepi atau dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg. 4. Beban hidup pada atap gedung tinggi yang diperlengkapi dengan landasan helikopter ( helipad ) harus diambil sebesar minimum 200 kg / m² diluar daerah landasan, sedangkan pada daerah landasannya harus diambil beban yang berasal dari helikopter sewaktu mendarat dan mengangkasa dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Umum Struktur landasan beserta struktur pemikulnya harus direncanakan terhadap beban-beban yang berasal dari helikopter yang paling menentukan, yaitu apabila terjadi pendaratan yang keras karena mesin mati sewaktu melandas ( hovering ). Beban-beban helikopter tersebut dikerjakan pada landasan melalui tumpuan-tumpuan pendarat. Helikopter-helikopter ukuran kecil sampai sedang pada umumnya mempunyai tumpuan pendarat jenis palang ( skid type ) atau jenis bantalan ( float type ), sedangkan yang ukuran besar mempunyai tumpuan pendarat jenis roda. Tumpuan-tumpuan pendarat

14 104 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : dapat terdiri dari dua buah tumpuan utama disamping sebuah tumpuan belakang atau sebuah tumpuan depan. b. Pembagian beban Masing-masing tumpuan pendarat meneruskan bagian tertentu dari berat bruto helikopter, bergantung pada jenis helikopter dan jenis tumpuan pendaratnya. Pada jenisjenis helikopter yang mempunyai tumpuan-tumpuan pendarat utama, masing-masing tumpuan pendarat tersebut pada umumnya meneruskan 40 sampai 45 persen dari berat bruto helikopter. c. Beban rencana Untuk memperhitungkan beban kejut pada pendaratan yang keras akibat mesin mati, maka sebagai beban rencana yang diteruskan oleh tumpuan pendarat harus diambil beban menurut b diatas dikalikan dengan koefisien kejut sebesar 1,5. d. Bidang kontak Untuk perencanaan lantai landasan, beban rencana menurut c diatas yang berupa beban terpusat dapat dianggap disebar terbagi rata didalam bidang kontak tumpuan pendarat. Luas bidang kontak ini bergantung pada jenis helikopter dan jenis tumpuan pendaratnya. Untuk tumpuan pendarat dari jenis roda, dimana masing-masing terdiri dari beberapa roda, nilai-nilai luas bidang kontak yang diberikan adalah jumlah dari luas bidang kontak masing-masing roda, sedangkan untuk tumpuan pendarat dari jenis palang luas bidang kontak tersebut adalah luas bidang palang yang berada langsung sekitar batang penumpu. Pada umunya, lantai landasan dapat dianggap kuat apabila direncanakan terhadap beban terpusat sebesar 50 persen dari berat bruto helikopter yang terbagi rata dalam bidang kontak seluas 600 cm². Beban Angin { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (3) } Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan tekanan negatip ( isapan ), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positip dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam kg / m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan kemudian dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan pula. 1. Tekanan tiup. a. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( a ),( c ), dan ( d ). b. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( c ) dan ( d ). c. Untuk daerah-daerah didekat laut dan daerah-daerah lain tertentu, dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat-ayat ( a ) dan ( b ), tekanan tiup ( p ) harus dihitung dengan rumus : V2 P= (kg / m 2 ) 16 Dimana V adalah kecepatan angin dalam m / det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. d. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg / m² harus ditentukan dengan rumus ( 42,5 + 0,6 h ), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan.

15 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto 105 e. Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedung-gedung lain, hutan-hutan pelindung atau penghalang-penghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayatayat ( a ) s/d ( d ) dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5. 2. Koefisien angin. 1. Gedung tertutup Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin ( + berarti tekanan dan - berarti isapan ), adalah sebagai berikut : a. Dinding vertikal : di pihak angin +0,9 di belakang angin -0,4 sejajar dengan arah angin -0,4 b. Atap segi tiga dengan sudut kemiringan : -0,4 ) Di pihak angin : 65º ( 0,02 +0,9 65º 90º -0,4 Dibelakang angin, untuk semua c. Atap lengkung dengan sudut pangkal β : β 22º : untuk bidang lengkung di pihak angin : pada seperempat busur pertama 0,6 pada seperempat busur kedua -0,7 untuk bidang lengkung dibelakang angin : pada seperempat busur pertama -0,5 pada seperempat busur kedua -0,2 β > 22º : untuk bidang lengkung di pihak angin : pada seperempat busur pertama -0,5 pada seperempat b usur kedua -0,6 untuk bidang lengkung di belakang angin : pada seperempat busur pertama -0,4 pada seperempat busur terakhir -0,2 Catatan : Sudut pangkal adalah sudut antara garis penghubung titik pangkal dengan titik puncak dan garis horisontal. d. Atap segitiga majemuk : Untuk bidang-bidang atap di pihak angin : 65º ( 0,2-0,4 ) 65º 90º +0,9 Untuk semua bidang atap di belakang angin, kecuali yang vertikal menghadap angin, untuk semua -0,4 Untuk semua bidang atap vertikal di belakang angin yang menghadap angina +0,4 2. Gudang terbuka sebelah Untuk bidang luar, koefisien angin yang ditentukan dalam ayat ( a ) tetap berlaku, sedangkan pada waktu yang bersamaan didalam gedung dianggap bekerja suatu tekanan positip dengan koefisien angin +0,6 apabila bidang yang terbuka terletak di pihak angin dan suatu tekanan negatip dengan koefisien angin -0,3 apabila bidang yang terbuka terletak di belakang angin.

16 106 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : ANALISA DAN PEMBAHASAN Perhitungan Konstruksi Baja Atap Data-data perhitungan kuda-kuda Bahan Kuda-kuda : Baja Wf 200 x 100 x 5,5 x 8. Bahan Gording : Light Channel C 125 x 50 x 20 x 3,2. Mutu baja : Bj 37 ( = 1600 kg / cm² ). Jenis bangunan : Konstruksi tertutup. Bahan penutup atap : Genteng tegola. Berat penutup atap : 8,5 kg / m². Bentang Kuda-kuda : 15 m ; Panjang rafter 1 sisi = 9,1549 m. Jarak Kuda-kuda : 4m. Jenis atap : Perisai. Jarak antar Gording : 1,5 m. Beban angin : 40 kg / m². Kemiringan atap ( ) : 35 º. : Sin = 0,57 ; Cos = 0,82. Perhitungan Gording Dicoba Lip Channel C 125 x 50 x 20 x 3,2. Dengan data data sbb : Berat : 6,31 kg/m. Ix : 181 cm4 Wx : 29 cm3 Iy : 26,6 cm4 Wy : 8,02 cm3 Lx : 300 cm Ly : 150 cm Pembebanan akibat beban mati Berat sendiri gording = 6,31 kg/m Berat atap ( 1,5 x 8,5 ) = 12,75 kg/m Usuk reng ( 1,5 x 32,5 ) = 48,75 kg/m Beban air hujan ( 1,5 x 20 ) = 30 kg/m Berat trekstang = 0,98 kg/m = 98,79 kg/m = 99 kg/m Pembebanan akibat beban hidup Beban terpusat ( P ) = 100 kg/m Pembebanan akibat beban angin Koefisien angin kanan = 0,02 x ( 35 ) 0,4 = 0,3 ( Tekan ) Koefisien angin kiri = - 0,4 ( Isap ) q angin kanan = 0,2 ( 40 ) ( 1,5 ) = 12 kg/m ( Tekan ) q angin kiri = -0,4 ( 40 ) ( 1,5 ) = - 24 kg/m ( Isap ) Momen pada gording qx = q cos α = 99 x 0.82 = 81,18 kg/m qy = q sin α = 99 x 0.57 = 56,43 kg/m Akibat beban mati ( Mx ) = 1/8 ( 81,18 ) ( 4 )2

17 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto = 162,36 kgm ( My ) = 1/8 ( 56,43 ) ( 1,5 )2 = 15,87 kgm Akibat beban hidup ( Mx ) = 1/4( 100 cos 35 ) 4 = 82 kgm ( My ) = 1/4 (100 sin 35 )1,5 = 21,5 kgm Akibat beban angin ( Mx ) = 1/8 (12 ) ( 4 )2 = 24 kgm ( Tekan ) ( Mx ) = 1/8 (-24 ) ( 4 )2 = -48 kgm ( Isap ) Kombinasi Pembebanan Mx tot = 162, My tot = 15, ,5 Kontrol tegangan Tegangan yang terjadi : Mx My Wx Wy 268,37 37,37 = 29 8,02 = 925,41 + 4,66 = 930,07 kg/cm2 < 1600 Kg / cm2...( OK ) Kontrol lendutan Lendutan yang terjadi : 5 (q cos ) L4 1 P cos L3 x 384 E I x 48 E I x 5 (81,18 / 100)(400) ,82(400) , , = 0,98 cm 5 (q sin ) L4 1 P sin L3 y 384 E I y 48 E I y x 5 (56,43 / 100)(150) (150) , ,6 48 2, ,6 = cm y tot x 2 y 2 = 0,98 2 0,134 2 = 0,99 cm. 1 ijin L = (400) 360 = 1,111 cm > 0,99 cm..( OK ) = 268,36 kgm = 37,37 kgm 107

18 108 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Perhitungan Kuda-Kuda Dicoba WF 200 x 100 x 5,5 x 8 Dengan data data sbb : Berat : 21,3 kg/m A : 27,16 cm2 Ix : 1840 cm4 Iy : 134 cm4 Wx : 184 cm3 Wy : 26,8 cm3 ix : 8,24 cm iy : 2,22 cm Pembebanan akibat beban mati o Berat gording ( 3 x 14 x 6,31 ) o Berat atap ( 3 x 8,5 x 14,4 ) o Usuk + reng ( 3 x 32,5 x 14,4 ) o Beban air hujan ( 3 x 20 x 14,4 ) o Berat kuda-kuda o Berat alat penyambung ( 10%) Berat per m1 = 265,02 kg = 367,2 kg = 1404 kg = 864 kg = Input SAP = 60 kg = 2960,22 kg. = 2960,22 / 14,4 = 205,57 kg / m1. Beban dalam arah vertikal = 205,57 / cos 350 = 250,86 kg / m1. Pembebanan akibat beban hidup Beban terpusat ( P ) = 100 kg / m Pembebanan akibat beban angin q angin tekan = 0.2 ( 40 ) ( 4 ) = 32 kg / m. q angin isap = -0.4 ( 40 ) ( 4 ) = - 64 kg / m. Kontrol Kestabilan kuda-kuda Dari Output SAP diketahui : N : 997,13 Kg M : 975,45 Kgm D : 318,5 Kg Stabilitas batang tekan Lk = 9,1549 m = 915,49 cm. L 915,49 λ k 111,1cm ~ 111 cm ix 8,24 ω 2,375 { Tabel 3 PPBBI 1984 } Stabilitas terhadap KIP ( Lateral Torsional Buckling ) 200 h 75 = 36,36 75 tb 5,5 L b ,49 1,25 = 45,77 >1,25 = 15, h ts 0,8 Penampang tidak berubah bentuk.

19 Efisiensi Dimensi dan Biaya Atap Baja Rumah Susun C Siwalankerto C1 Lxh 915,49 x ,73 bxt s 10 x0,8 C E ,1x , dasar C1 > C2 maka : C kip 2 0,7 0, ,73 C1 = 404,6 kg / cm2 3 tb kipp 0,042 C1 C 2 dasar h 3 0,55 = 0, ,73 826, = 2644,8 Kg / cm2 > 404,6 Kg / cm2.(ok) Kontrol terhadap tegangan N 997,13 Kg σ ω 2,375 A 27,16 Cm 2 = 87,19 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2...( OK ) Perhitungan Kolom Pendek Dicoba WF 250 x 175 x 7 x 11. Dengan data data sbb : Berat : 44,1 kg/m. A : 56,24 cm2. Ix : 6120 cm4. Iy : 984 cm4. Wx : 502 cm3. Wy : 113 cm3. ix : 10,4 cm. iy : 4,18 cm. Kontrol Kestabilan Kolom Pendek Dari Output SAP diketahui : N : 905,3 Kg M : 626,9 Kgm D : 322,23 Kg Stabilitas batang tekan Lk = 150 mm = 15 cm. L 15 λ k 3,59 cm ~ 31 cm i min 4,18 ω 1,073 { Tabel 3 PPBBI 1984 }. Kontrol terhadap tegangan N 905,3 Kg σ ω 1,073 A 56,24 Cm 2 = 17,27 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2...( OK ) 109

20 110 NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : Perhitungan Balok Girder Dicoba WF 300 x 150 x 6,5 x 9. Dengan data data sbb : Berat : 36,7 kg / m. A : 46,78 cm2. Ix : 7210 cm4. Iy : 508 cm4. Wx : 481 cm3. Wy : 67,7 cm3. ix : 12,4 cm. iy : 3,29 cm. Kontrol Kestabilan Balok Girder ( Balok terlentur ) Dari Output SAP diketahui : N : 916 Kg M : 260,4 Kgm D : 694,4 Kg Kontrol terhadap tegangan M KgCm σ max Wx 481Cm 3 = 54,14 Kg / Cm2 < 1600 Kg / Cm2 ( OK ) Kontrol terhadap lendutan L f ijin = 1,111 cm 360 f max 1,00 Cm ( Output SAP frame 771 ) = 1,00 Cm < 1,111 Cm...( OK ) Kontrol tegangan geser τ max τ ijin 0,58 σ ijin max τ max = Dmax dimana d h' d = tebal badan h = Tinggi profil tebal sayap 694,4 0, ,65 29,1 = 36,71 Kg / cm2 < 928 Kg/ cm2.( OK ) τ max = ANALISA BIAYA Dalam menganalisa biaya suatu struktur atap, diperlukan volume dan analisa harga satuan suatu pekerjaan. Kebutuhan tiap-tiap item pekerjaan dianalisa berdasarkan koefisien dan harga satuan yang berlaku, sehingga bisa didapatkan suatu bentuk harga satuan yang sesuai. Kemudian membandingkan efisiensi biaya dari data awal dengan data hasil analisa sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan perbandingan tersebut.

28 NEUTRON, VOL.10, NO.1, PEBRUARI 2010: 28-42

28 NEUTRON, VOL.10, NO.1, PEBRUARI 2010: 28-42 8 NEUTRON, VOL.0, NO., PEBRUARI 00: 8-4 ANALISA DIMENSI DAN BIAYA STRUKTUR BAJA M. Ikhsan Setiawan ABSTRAK Perhitungan-perhitungan struktur yang dilakukan dalam penelitian ini disesuaikan dengan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS Analisa Dimensi dan Struktur Atap Menggunakan Metode Daktilitas Terbatas 1 - ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS M. Ikhsan Setiawan ABSTRAK Sttruktur gedung Akademi

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALOK ANAK KONSTRUKSI PROPPED PADA BANGUNAN TINGKAT DUA DENGAN VARIASI JARAK BALOK DAN PORTAL DARI SEGI TEKNIK DAN BIAYA

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALOK ANAK KONSTRUKSI PROPPED PADA BANGUNAN TINGKAT DUA DENGAN VARIASI JARAK BALOK DAN PORTAL DARI SEGI TEKNIK DAN BIAYA Perbandingan Balok Anak Konstruksi Propped pada Gedung (Julistyana T) 61 STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALOK ANAK KONSTRUKSI PROPPED PADA BANGUNAN TINGKAT DUA DENGAN VARIASI JARAK BALOK DAN PORTAL DARI

Lebih terperinci

Analisis Balok Anak Konstruksi Propped pada Portal Tingkat Dua berdasarkan Variasi Jarak Balok dan Portal (Aspek Tehnis dan Biaya)

Analisis Balok Anak Konstruksi Propped pada Portal Tingkat Dua berdasarkan Variasi Jarak Balok dan Portal (Aspek Tehnis dan Biaya) Analisis Balok Propped berdasar Variasi Jarak Balok & Portal (Julistyana T) 139 Analisis Balok Anak Konstruksi Propped pada Portal Tingkat Dua berdasarkan Variasi Jarak Balok dan Portal (Aspek Tehnis dan

Lebih terperinci

Sambungan diperlukan jika

Sambungan diperlukan jika SAMBUNGAN Batang Struktur Baja Sambungan diperlukan jika a. Batang standar kurang panjang b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain c. Sambungan truss d. Sambungan sebagai sendi e.

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT Azhari 1, dan Alfian 2, 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau azhari@unri.ac.id ABSTRAK Batang-batang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Mulai Data Eksisting Struktur Atas As Built Drawing Studi Literatur Penentuan Beban Rencana Perencanaan Gording Preliminary Desain & Penentuan Pembebanan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

V. PENDIMENSIAN BATANG

V. PENDIMENSIAN BATANG V. PENDIMENSIAN BATANG A. Batang Tarik Batang yang mendukung gaya aksial tarik perlu diperhitungkan terhadap perlemahan (pengurangan luas penampang batang akibat alat sambung yang digunakan). Luas penampang

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Balok Lentur Pertemuan 11, 12 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

P ndahuluan alat sambung

P ndahuluan alat sambung SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA Dr. IGL Bagus Eratodi Pendahuluan Konstruksi baja merupakan kesatuan dari batangbatang yang tersusun menjadi suatu struktur. Hubungan antar batang dalam struktur baja berupa sambungan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

BAB I. Perencanaan Atap

BAB I. Perencanaan Atap BAB I Perencanaan Atap 1. Rencana Gording Data perencanaan atap : Penutup atap Kemiringan Rangka Tipe profil gording : Genteng metal : 40 o : Rangka Batang : Kanal C Mutu baja untuk Profil Siku L : BJ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Sambungan Sambungan-sambungan pada konstruksi baja hampir tidak mungkin dihindari akibat terbatasnya panjang dan bentuk dari propil propil baja yang diproduksi. Sambungan bisa

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

CAHYA PUTRI KHINANTI Page 3

CAHYA PUTRI KHINANTI Page 3 BAB II PERHITUNGAN KAP A. Perhitungan Gording Gambar 2.1 Rencana Kap 1. Data Perhitungan Bentang kuda kuda = 10 m Jarak antar kuda-kuda = 4 m Kemiringan atap = 20 Berat penutup atap = 10 kg/m² (Seng Gelombang)

Lebih terperinci

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK) Pengertian Balok 5- STRUKTUR LENTUR (BALOK) Balok adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban tegak lurus ( ) sumbu memanjang batang (beban lateral beban lentur) Beberapa jenis balok pada

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Umum Secara garis besar metode penyelesaian tugas akhir ini tergambar dalam flow chart dibawah ini: Mulai Analisa 1.1 Analisa 1.2 Analisa 1.3 Mengumpulkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2 II. KONSEP DESAIN Soal 2 : Penelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2 = 0,50 kn/m2 Air hujan = 40 - (0,8*a) dengan a = kemiringan

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING ) PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING ) [C]2011 : M. Noer Ilham Gaya tarik pada track stank akibat beban terfaktor, T u = 50000 N 1. DATA BAHAN PLAT SAMBUNG DATA PLAT SAMBUNG Tegangan leleh baja, f

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PANJANG BATANG

PERHITUNGAN PANJANG BATANG PERHITUNGAN PANJANG BATANG E 3 4 D 1 F 2 14 15 5 20 A 1 7 C H 17 13 8 I J 10 K 16 11 L G 21 12 6 B 200 200 200 200 200 200 1200 13&16 0.605 14&15 2.27 Penutup atap : genteng Kemiringan atap : 50 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan MULAI Skematik struktur 1. Penentuan spesifikasi material Input : 1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Angin 4. Beban

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja Pertemuan - 1 Sub Pokok Bahasan : Perilaku Mekanis Baja Pengantar LRFD Untuk

Lebih terperinci

STUDI ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA

STUDI ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA STUDI ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA ROGANDA PARULIAN SIGALINGGING NRP 3105 100 138 Dosen Pembimbing : Endah Wahyuni, ST.MSc.PhD Ir. Isdarmanu MSc JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas

Lebih terperinci

Beban yang diterima gording : - Berat atap = 7,5 x 1.04 x 6 = kg - Berat gording = 4,51 x 6 =

Beban yang diterima gording : - Berat atap = 7,5 x 1.04 x 6 = kg - Berat gording = 4,51 x 6 = PERENCANAAN STRUKTUR BAJA Proyek : PT INDONESIA TRI SEMBILAN Pekerjaan : KANTOR PABRIK Lokasi : NGORO - MOJOKERTO PT TATA BUMI RAYA PERENCANAAN KOLOM WF Profil kolom WF-250.125.5.8 Jarak antar kuda-kuda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1 Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka (Truss Bridge) adalah jembatan yang terbentuk dari rangkarangka batang yang membentuk unit segitiga dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara 1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN 1.1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering

Lebih terperinci

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni. III. BATANG TARIK A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni. Gaya aksial tarik murni terjadi apabila gaya tarik yang bekerja tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T. TUGAS AKHIR PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 Disusun oleh: IMMANIAR F. SINAGA 11 0404 079 Dosen Pembimbing: Ir. Sanci Barus, M.T. 19520901 198112 1 001 BIDANG STUDI STRUKTUR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN BAB IV ANALISA PERHITUNGAN 4.1 PERHITUNGAN METODE ASD 4.1.1 Perhitungan Gording Data perencanaan: Jenis baja : Bj 41 Jenis atap : genteng Beban atap : 60 kg/m 2 Beban hujan : 20 kg/m 2 Beban hujan : 100

Lebih terperinci

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG TUGAS AKHIR 1 HALAMAN JUDUL PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun.

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun. SAMBUNGAN LAS 13.5.1 Lingkup 13.5.1.1 Umum Pengelasan harus memenuhi standar SII yang berlaku (2441-89, 2442-89, 2443-89, 2444-89, 2445-89, 2446-89, dan 2447-89), atau penggantinya. 13.5.1.2 Jenis las

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University 3 BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1 4 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University Batang tarik 1 Contoh batang tarik 2 Kekuatan nominal 3 Luas bersih 4 Pengaruh lubang terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan tarik putus (ultimate stress ), f u = 370 MPa Tegangan sisa (residual stress

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Bagan Alir Perencanaan Ulang Bagan alir (flow chart) adalah urutan proses penyelesaian masalah. MULAI Data struktur atas perencanaan awal, As Plan Drawing Penentuan beban

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : SIFAT MEKANIK KAYU Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : Sumbu axial (sejajar arah serat ) Sumbu radial ( menuju arah pusat ) Sumbu tangensial (menurut arah

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur VI. BATANG LENTUR Perencanaan batang lentur meliputi empat hal yaitu: perencanaan lentur, geser, lendutan, dan tumpuan. Perencanaan sering kali diawali dengan pemilihan sebuah penampang batang sedemikian

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERHOTELAN EMPAT LANTAI DAN SATU BASEMENT DI PACITAN DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL

PERENCANAAN GEDUNG PERHOTELAN EMPAT LANTAI DAN SATU BASEMENT DI PACITAN DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL PERENANAAN GEDUNG PERHOTELAN EMPAT LANTAI DAN SATU BASEMENT DI PAITAN DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S1 Teknik Sipil diajukan oleh

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang ABSTRAK Dalam tugas akhir ini memuat perancangan struktur atas gedung parkir Universitas Udayana menggunakan struktur baja. Perencanaan dilakukan secara fiktif dengan membahas perencanaan struktur atas

Lebih terperinci

Tugas Akhir Perencanaan Struktur Salon, fitness & Spa 2 lantai TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : Enny Nurul Fitriyati I

Tugas Akhir Perencanaan Struktur Salon, fitness & Spa 2 lantai TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : Enny Nurul Fitriyati I Tugas Akhir Perencanaan Struktur Salon, fitness & Spa lantai A- TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR SALON FITNES DAN SPA LANTAI Disusun Oleh : Enny Nurul Fitriyati I.85060 PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Penyajian Laporan Dalam penyajian bab ini dibuat kerangka agar memudahkan dalam pengerjaan laporan tugas akhir. Berikut adalah diagram alur yang akan diterapkan : Mulai Pengumpulan

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

Analisis Alternatif Rangka Atap..I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 95

Analisis Alternatif Rangka Atap..I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 95 ANALISIS ALTERNATIF RANGKA ATAP BAJA DENGAN RANGKA ATAP KAYU PEMBANGUNAN PASAR REMBIGA MATARAM I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Staf Pengajar Fak. Teknik Univ. Islam Al-Azhar Mataram ABSTRAK Atap merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1)

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1) LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG B POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG Oleh: Sonny Sucipto (04.12.0008) Robertus Karistama (04.12.0049) Telah diperiksa dan

Lebih terperinci

BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG

BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG A4 A5 A3 A6 T4 A1 T1 A2 D1 T2 D2 T3 D3 D4 T5 D5 T6 A7 D6 T7 A8 A 45 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B 30 1.1 Perhitungan Secara Matematis Panjang Batang Bawah B 1 B 2 B 3 B 4 B

Lebih terperinci

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection) Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection) Mata Kuliah : Struktur Baja Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Pendahuluan Dalam konstruksi baja, setiap bagian elemen dari strukturnya dihubungkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM BAB II DASAR TEORI 2.1 Sifat Baja Struktural Pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama pada tahun 1960, baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM (American

Lebih terperinci

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3 TUGAS STRUKTUR BAJA 11 Bangunan gedung dengan struktur atap dibuat dengan struktur rangka baja. Bentang struktur bangunan, beban gravitasi, beban angin dan mutu bahan, dijelaskan pada data teknis berikut.

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3 PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3 Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : FELIX BRAM SAMORA

Lebih terperinci

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax: Kuliah ke-6 Bar (Batang) digunakan pada struktur rangka atap, struktur jembatan rangka, struktur jembatan gantung, pengikat gording dn pengantung balkon. Pemanfaatan batang juga dikembangkan untuk sistem

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member)

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member) STRUKTUR BAJA 1 MODUL 3 S e s i 1 Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 1. Elemen Batang Tarik.. 2. Kekuatan Tarik Nominal Metode LRFD. Kondisi Leleh. Kondisi fraktur/putus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( ) Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA (3109 106 045) Dosen Pembimbing: BUDI SUSWANTO, ST.,MT.,PhD. Ir. R SOEWARDOJO, M.Sc PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN BAJA RINGAN SEBAGAI KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA PRAYOGA NUGRAHA NRP

STUDI PENGGUNAAN BAJA RINGAN SEBAGAI KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA PRAYOGA NUGRAHA NRP STUDI PENGGUNAAN BAJA RINGAN SEBAGAI KOLOM PADA RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA PRAYOGA NUGRAHA NRP 3105 100 080 Dosen Pembimbing : Endah Wahyuni, ST.MSc.PhD Ir. Isdarmanu MSc JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsep Desain Desain struktur harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya Kekuatan (strength), kemampuan layan (serviceability), ekonomis (economy) dan Kemudahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAUZAN AZIMA LUBIS 050404041

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI Wildiyanto NRP : 9921013 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata,

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tarik Pertemuan - 2 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi saat ini semakin berkembang pesat, meningkatnya berbagai kebutuhan manusia akan pekerjaan konstruksi menuntut untuk terciptanya inovasi dan kreasi

Lebih terperinci

Pertemuan XI : SAMBUNGAN BAUT

Pertemuan XI : SAMBUNGAN BAUT Pertemuan XI : SAMBUNGAN BAUT dengan EKSENTRISITAS (Bolt Connection with Eccentricity) Mata Kuliah : Struktur Baja Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Pendahuluan Jenis sambungan yang sering terdapat

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut : BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR 4.1 Pendahuluan Pada bab ini menjelaskan tentang perencanaan struktur gedung untuk penempatan mesin pabrik pengolahan padi PT. Arsari Pratama menggunakan profil baja. Pada kajian

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA Roland Martin S 1*)., Lilya Susanti 2), Erlangga Adang Perkasa 3) 1,2) Dosen,

Lebih terperinci

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser 4.1 Tegangan dan Regangan Balok akibat Lentur Murni Pada bab berikut akan dibahas mengenai respons balok akibat pembebanan. Balok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG

PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG Jason Chris Kassidy 1, Jefry Yulianus Seto 2, Hasan Santoso 3 ABSTRAK : Pesatnya perkembangan dalam dunia konstruksi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci