(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

Transkripsi

1 RANCANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : Masa Persidangan : I Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Kerja Hari/tanggal : Senin, 7 September 2015 Waktu : Pukul s.d WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Acara : Membicarakan mengenai : 1. Penjelasan dan masukan Jaksa Agung terhadap RUU KUHP dan masalah tindak pidana korupsi 2. Tanya-Jawab. 3. Kesimpulan/ Penutup. I. PENDAHULUAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung RI dibuka pukul WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI/DR. Benny K. Harman, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Mengawali Rapat Kerja dengan Jaksa Agung RI, Pimpinan rapat menyampaikan bahwa Rapat Kerja hari ini meminta masukan Jaksa Agung terhadap RUU tentang KUHP dan meminta klarifikasi Jaksa Agung terkait pertemuan dengan Ketua DPR RI serta masalah lain yang menjadi perhatian publik. 2. Pertanyaan tertulis yang disampaikan Komisi III DPR RI kepada Jaksa Agung RI, sebagai berikut : 1) Bidang Legislasi Komisi III DPR RI meminta penjelasan atau masukan Jaksa Agung terkait RUU tentang Kitab Undang-Undang tentang Hukum Pidana terutama terhadap Pasal atau hal yang terkait dengan dukungan terhadap kewenangan, tugas, dan fungsi Kejaksaan.

2 2) Bidang Pengawasan 1. Komisi III DPR RI meminta penjelasan Jaksa Agung terkait antisipasi dari Kejaksaan menghadapi tuntutan Praperadilan oleh para tersangka terhadap proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan. 2. Komisi III DPR RI meminta penjelasan Jaksa Agung mengenai penanganan kasus yang menarik perhatian publik, seperti kasus tindak pidana dugaan korupsi Dahlan Iskan, kasus dugaan korupsi dalam penjualan cessie atau jaminan hak tagih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berupa penggeledahan PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI) serta kasus aktual lainnya. 3. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, yang disampaikan Komisi III DPR RI, diantaranya sebagai berikut : Terkait dengan penanganan kasus PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI), meminta agar Kejaksaan melakukannya dengan teliti, independensi serta profesionalitas, dan penggeledahan dilakukan secara obyektif dan tidak tebang pilih. Terkait dengan rendahnya penyerapan anggaran untuk pembangunan daerah sampai dengan September sekitar 34%, rendahnya penyerapan anggaran tersebut dikarenakan pejabat di daerah takut dikriminalisasikan, hal tersebut bisa mengganggu percepatan pembangunan di daerah. Berkenaan dengan hal tersebut menyarankan kepada Jaksa Agung agar mendorong Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) yang diturunkan kedaerah lebih teliti dan efisien melakukan pendampingan terhadap pejabat daerah agar anggaran terserap dengan baik. Meminta Jaksa Agung dalam penegakan hukum harus dilakukan secara professional serta menghilangkan rasa ketakutan serta tidak memihak pada pihak-pihak tertentu. Terkait dengan penjualan asset BPPN yang cukup besar, dan penjualan asset tersebut kepemilikannya beralih pada yang lama, mendesak Jaksa Agung untuk mengusut kerugian Negara yang cukup besar tersebut. Meminta penjelasan Jaksa Agung mengenai kasus yang dialami mantan pimpinan KPK, serta bagaimana langkah-langkah kejaksaan kedepan. Menyikapi kasus yang menjadi perhatian publik, yaitu kasus Dahlan Iskan, terkait dugaan Tipikor dalam pengadaan 16 unit mobil jenis Electric Mikrobus dan Electric Executive Bus, pembangunan 21 Gardu Induk (1.610 MV) pada induk pembangunan dan jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, yang praperadilan dimenangkan oleh Dahlan Iskan, apakah penetapan pengadilan tersebut 1 kasus atau 3 kasus, dan bagaimana status penetapan tersangka Dahlan Iskan. Dalam kasus praperadilan yang mengabulkan permohonan Dahlan Iskan, terkesan penegak hukum sembarangan dan tidak cermat dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Terhadap pejabat di daerah yang diduga tersangkut korupsi, menyarankan kepada Jaksa Agung agar mempertimbangkan nilai kerugian negara, apabila kerugiannya tidak besar maka tidak perlu melalui proses hukum namun kerugian tersebut dikembalikan ke kas negara. 2

3 Mengenai perayaan ulang tahun Korps Adiyaksa yang dinilai kurang sensitif dengan krisis yang terjadi di masyarakat karena menghabiskan anggaran yang besar. Bagaimana kasus Bansos di Sumatera Utara yang ditengarai tumpang tindih kewenangan aparat penegak hukum. 4. Beberapa hal yang disampaikan oleh Jaksa Agung terhadap pertanyaan yang telah disampaikan diantaranya, sebagai berikut : Terkait dengan RUU tentang KUHP yakni yang pertama, mengenai pembayaran uang pengganti (Pasal ) yang mana tambahan rumusan norma mengenai perhitungan PUP secara proporsional sebagai pengurangan lama penjara pengganti yang harus dijalani. Surat nomor: B- 116/A/JA/07/2015 tanggal 31 Juli 2015 : apabila terpidana hanya sebagian memenuhi kewajiban membayar uang pengganti, maka terpidana tetap diberikan kesempatan untuk melakukan pelunasan sisa uang pengganti. Terhadap pelaksanaan pidana mati, pada pokoknya Jaksa Agung berpendapat bahwa walaupun hak hidup diatur dan dijamin dalam Pasal 28A UUD 1945 dan Pasal 28I UUD 1945 namun dengan jelas bahwa setiap orang pada dasarnya tunduk kepada pembatasan undang-undang dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis Sedangkan terkait jenis tindak pidana baru (Pasal 66 dan 68) yakni Pidana pokok baru dalam RUU KUHP adalah pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Kejaksaan berharap dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak UU ini berlaku, sudah terdapat peraturan pelaksanaan dan sudah terdapat sarana, prasarana serta sumber daya manusia bagi pelaksanaan jenis pidana baru tersebut. Mengenai pengakuan terhadap hak-hak Korban yang diatur dalam Pidana tambahan pembayaran ganti kerugian (Pasal 68 ayat (1) huruf d), Penggantian atau pembayaran kerusakan sebagai akibat tindak pidana (Pasal 110), diharapkan agar dalam pembahasan RUU KUHP lebih banyak mengakomodir hak-hak korban serta dalam RUU KUHAP diatur tata cara serta lembaga yang berwenang untuk melakukan penaksiran kerusakan. Mengenai tindak pidana terorisme dan paham radikal, RUU tentang KUHP belum mengakomodir tindakan perekrutan kelompok teroris dan pengikut paham radikal. Pemerintah sedang menyusun rancangan Perppu tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan rancangan Perppu Penanggulangan kelompok radikal terorisme. Menyarankan agar rumusan kedua rancangan Perppu tersebut diakomodir di dalam RUU tentang KUHP. Mengenai tindak pidana korupsi dan TPPU, diakui terjadi pro dan kontra. Namun Jaksa Agung tetap berpendapat bahwa pengaturan keduanya tidak membuat sifat kedua tindak pidana tersebut menjadi ordinary crimes (Pidana biasa). Jaksa Agung dalam hal Tindak Pidana terhadap Presiden dan Wakil Presiden, terkait pula dengan Putusan MK No /6 Desember 2006, maka Jaksa Agung menyarankan untuk tetap dipertahankan dengan catatan menjadi delik Aduan. Hal ini terkait pula dengan RUU KUHP yang juga 3

4 mengatur perlindungan bagi kepala negara/wakil negara asing dari penghinaan sehingga terjadi ambivalensi. Selanjutnya mengenai tindak pidana kekuatan gaib/santet, Jaksa Agung berpendapat bahwa delik pada Pasal 295 ini adalah delik formil sehingga subtansinya bukan pada kekuatan gaibnya melainkan pada bentuk perbuatan menyatakan diri atau menawarkan jasa praktek perdukunan (delik formil). Mengenai tindak pidana penyebaran alat kontrasepsi (Pasal 481), hal ini dianggap berpotensi menjadi kriminalisasi terhadap para pedagang kecil yang menjual kondom atau alat kontrasepsi secara terbuka. Sehingga Jaksa Agung menyarankan untuk perlu dikaji dengan melibatkan para tokoh agama, lembaga kesehatan, dan pihak-pihak lain terkait. Terkait tindak pidana gangguan terhadap jenazah (Pasal 316), Unsur memperlakukan secara tidak beradab jenazah yang sudah digali atau diambil dapat mencakup juga perbuatan memakan mayat dan bersetubuh dengan mayat. Jaksa Agung menyarankan dalam penjelasan perlu dijelaskan mengenai perlakuan secara tidak beradab. Terkait tindak pidana persetubuhan diluar perkawinan (Pasal 484 ayat (1) huruf e dan 488), Jaksa Agung menyarankan agar dipertahankan karena perbuatan persetubuhan antara pasangan yang belum menikah dan perbuatan tinggal/hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sudah marak terjadi dan menimbulkan keresahan di masyarakat yang seringkali berujung pada tindakan main hakim sendiri karena belum ada aturannya. Kemudian terhadap pertanyaan tertulis yang kedua, terkait antisipasi kejaksaan menghadapi gugatan praperadilan, sesuai dengan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015; Frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dimaknai sekurangkurangnya 2 alat bukti (pasal 184 KUHAP) dan disertai pemeriksaan calon tersangka, kecuali in absentia. Perluasan objek praperadilan: penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. Selain itu terdapat Putusan Praperadilan atas nama Dahlan Iskan yang amarnya berpandangan bahwa Penetapan tersangka merupakan akhir dari proses penyidikan dan bukti-bukti yang diperoleh dalam pengembangan penyidikan tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam perkara selanjutnya. Hal ini akan berdampak pada berlarut-larutnya penyidikan karena mencari lagi alat bukti yang sudah diperoleh, Surat yang telah disita, harus disita lagi, Lembaga Prapenuntutan tereliminir, dan dalam keadaan mendesak penegak hukum tidak dapat melakukan penahanan. Dalam hal ini Kejaksaan telah mengambil langkah-langkah yakni Memaksimalkan Pencarian Alat Bukti (pasal 184 KUHAP dan pasal 26 A UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan penyidik Kejaksaan untuk melakukan penyadapan); Kejaksaan membentuk Tim Evaluasi dan Kajian atas putusan praperadilan (Surat Edaran Jaksa Agung tentang petunjuk teknis dalam hal menyikapi praperadilan); Terhadap putusan Praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka, maka Kejaksaan akan melakukan penyidikan baru (Putusan Praperadilan bukan ne bis in 4

5 idem sesuai pertimbangan putusan MK Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015). Mengenai perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Dahlan Iskan, dapat dijelaskan Jampidsus, dalam melakukan penyidikan dugaan Tipikor dalam pengadaan 16 unit mobil jenis Electric Mikrobus dan Electric Executive Bus tahun , Kejati DKI Jakarta melakukan penyidikan dugaan Tipikor pada pembangunan 21 Gardu Induk (1.610 MV) pada induk pembangunan dan jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara; dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melakukan Penyelidikan Dugaan Tipikor Pengelolaan (Pelepasan) Aset-Aset Milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur di BUMD oleh PT. Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur tahun 2000 s/d Sedangkan terkait Penggeledehan PT Victoria Sekuritas Indonesia dalam kasus dugaan korupsi dalam penjualan Cessie oleh BPPN, Awalnya alamat gedung Kantor PT. VS/PT. VI, Tbk dan VSIC adalah di Gedung Panin Bank Jl. Jend Sudirman Jakpus. Namun ternyata kantor dimaksud telah pindah ke Panin Tower lantai 8 Senayan City, Jakpus. VSIC hanya perusahaan di atas kertas saja (paper company), karena pada kenyataannya dikendalikan oleh Sdri. Suzanna Tanojo (Presiden Komisaris PT. VS/PT. VI, Tbk ). Tim penyidik telah menunjukkan identitas, Surat Perintah Penggeledahan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : Print-60/F.2/Fd.1/07/2015 tanggal 29 Juli 2015 dan Surat Izin Penggeledahan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :28/PEN.PID/SUS/TPK/VIII/2015/PN.JKT.PST tanggal 3 Agustus Keberatan dari pihak PT. VSI tersebut telah diklarifikasi oleh Jaksa Agung kepada Pimpinan DPR pada tanggal 18 Agustus 2015 yang menyatakan bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Agung telah sesuai dengan tata cara yang diatur di dalam KUHAP dan apabila PT. VI, Tbk dan/atau PT. VSI tetap merasa keberatan maka dapat mengajukan permohonan Praperadilan. Jaksa Agung juga menyampaikan empat situasi rawan korupsi yakni pejabat baik dan birokrat yang baik; pejabat baik dan birokrasinya tidak baik; pejabat tidak baik dan birokrasi yang baik, dan pejabat tidak baik dan birokrat tidak baik. Dalam hal ini Kejaksaan memiliki fungsi pencegahan dan penindakan agar perjalanan pembangunan lebih baik. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mana kebijakan atau diskresi tidak serta merta dapat dipidanakan. Oleh sebab itu peran APIP (Inspektorat atau Pengawas Internal) lebih dioptimalkan sebelum aparat penegak hukum berperan. Selan itu, terdapat pula program Jaksa Masuk Sekolah dalam rangka sosialisasi sejak dini terkait tindak pidana korupsi dan hukum. Jaksa Agung juga akan membentuk TP4 (Tim Pengawal dan Pengaman Pemeritnahan dan Pembangunan). Jaksa Agung juga melaporkan adanya upaya PK oleh Jaksa Agung terhadap Yayasan Supersemar yang dikabulkan oleh MA dan saat ini masih dalam proses pelaksanaan putusan. bahwa proses penghitungan kerugian negara telah dapat diketahui sehingga penghitungan oleh BPK dapat dilakukan kemudian. Adapun mengenai proses pengadaan barang/jasa kini telah dilakukan lebih baik dengan teknologi seperti e-catalogue. Mengenai jumlah kerugian negara yang kecil 5

6 harus dibicarakan kembali mengenai faktor kemanfaatan dan besaran yang ditentukan. Audit BPK dalam praktek terkadang menjadi permasalahan karena tidak di semua daerah ada. Kejaksaan terkadang meminta bantuan lembaga independen. Terkait dengan kasus pimpinan KPK telah dinyatakan lengkap dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan. Kasus mobil listrik bukanlah sebuah research namun lebih ke pengadaan. Pasal tentang Tindak Pidana terhadap Presiden dan Wakil Presiden, harus tetap ada karena pasal ini merupakan perlindungan martabat dan sebagai persamaan karena adanya pasal penghinaan terhadap presiden negara lain. Terhadap putusan praperadilan yang mengabulkan permohona Dahlan Iskan, Jaksa Agung berencana akan mengajukan gugatan kembali namun akan dievaluasi kembali. Terkait dengan ulang tahun Korps Adiyaksa, dijelaskan bahwa tidak ada uang negara yang dipakai untuk membiayai kegiatan tersebut, dan sematamata kegiatan itu untuk menghibur masyarakat. Jawaban lengkap Jaksa Agung RI atas pertanyaan yang disampaikan oleh Komisi III telah dijawab secara tertulis dan disampaikan kepada Komisi III DPR RI. 5. Komisi III DPR RI menyampaikan kepada Jaksa Agung RI beberapa surat masuk dari masyarakat kepada Komisi III DPR RI menyangkut permasalahan yang terkait dengan tugas dan wewenang Kejaksaan RI, untuk dapat ditindaklanjuti dan selanjutnya dapat disampaikan perkembangannya kepada Komisi III DPR RI pada Masa Sidang berikutnya. III. KESIMPULAN/PENUTUP Rapat Kerja Komisi III dengan Jaksa Agung Republik Indonesia menyepakati kesimpulan, sebagai berikut : 1. Komisi III DPR RI meminta Jaksa Agung untuk tetap menjaga independensi dalam penanganan kasus-kasus hukum serta lebih cermat dan hati-hati dalam menetapkan tersangka kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah dibatalkan melalui gugatan Praperadilan. 2. Untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi penyerapan anggaran pembangunan di daerah, Komisi III DPR RI mendukung pembentukan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) di Kejaksaan Agung dan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia, dengan tetap meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaannya untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan di lapangan. Rapat ditutup pukul WIB KOMISI III DPR RI 6

7 7