PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR"

Transkripsi

1 PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 x

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Mei 2008 Rizal Bahtiar C x

3 RINGKASAN RIZAL BAHTIAR. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan SUZY ANNA. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengkaji nilai depresiasi dan kerugian ekonomi sumberdaya perikanan, yang hilang sebagai akibat aktivitas produksi (tangkapan) dan non produksi (pencemaran). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pencemaran memberikan pengaruh terhadap produksi sumberdaya perikanan melalui pendekatan model embedded. Nilai depresiasi yang dihitung antaranya tingkat produksi tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran, jumlah effort, tingkat produksi lestari baik tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran. Kemudian nilai yang diperoleh dipergunakan untuk menghitung tingkat depresiasi sumberdaya perikanan. Analisis interaksi antara perikanan dan pencemaran dilakukan melalui model embedded, dimana faktor pencemaran mengurangi pertumbuhan biomas, studi ini mengkaji nilai yang hilang akibat adanya pencemaran terhadap produksi lestari dan biomas. Jenis pencemaran yang dikaji dalam penelitian ini meliputi Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS). Untuk analisis laju degradasi pada penelitian ini menggunakan perhitungan dari modifikasi model Amman dan Durraipah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 1) Pengembangan model interaksi perikanan-pencemaran yang paling fit adalah model gompertz karena dirasa paling tepat dalam menghitung sumberdaya ikan demersal. 2) Jumlah load pencemaran yang masuk ke Selat Madura rata-rata setiap tahunnya untuk BOD sebanyak ,61 ton/tahun, COD per tahun sebesar ,75 ton/tahun dan TSS per tahun sebesar ,25 ton/tahun. 3) Dari ketiga jenis pencemaran yang memberikan pengaruh terbesar terhadap kondisi biomas adalah TSS. 4) Sumberdaya ikan demersal di perairan Selat Madura telah mengalami gejala tangkap berlebih (overfishing). 5) Nilai depresiasi dalam kondisi baseline berkisar antara Rp.421,36 juta sampai Rp.58,45 milyar dan nilai present value rata-rata sebesar Rp.23,17 milyar per tahun (δ 12,81%). Depresiasi berkisar antara Rp.510,17 juta sampai Rp.70,77 milyar dan nilai present value sebesar Rp.28,06 milyar per tahun (δ 10,58%). Hasil perhitungan depresiasi sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran TSS berkisar antara Rp. 28,45 juta sampai Rp.954,72 juta dan nilai present value sebesar Rp.560,26 juta per tahun (δ 12,81%) dan depresiasi berkisar Rp.34,44 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai present value sebesar Rp. 678,35 juta per tahun (δ 10,58%). Implikasi kebijakan secara umum diperlukannya empat pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan perikanan dan pencemaran di Selat Madura yaitu Pendekatan ekosistem, Pendekatan sosial ekonomi dan budaya, Pendekatan sosial politik, dan Pendekatan hukum dan kelembagaan. Kata Kunci : Model Embedded, Interaksi Perikanan-Pencemaran, Depresiasi, Degradasi, Selat Madura, Perikanan Berkelanjutan, Kerugian ekonomi. xi

4 ABSTRACT RIZAL BAHTIAR. Valuation Of Fisheries Resources Depreciation In Madura Strait, East Java Province. Supervised by AKHMAD FAUZI and SUZY ANNA. The aim of the research are to study and account the value of depreciation and economic loss of fisheries resources causes of production (harvest) and non production (polution) activity. genarally objective of the research is knowing how far the influence of polution with harvest of fisheries resource use embedded model approach. Depreciation value accounted by production level with and without polution, number of effort, sustainable yield with and without polution, and the value using to account the depreciation of fisheries resource. Interaction analysis of fisheries and polution accounted by embedded model, where polution factor decrease the growth of biomass, it is to study the loss value causes by polution of sustainable yield and biomass. The polution studied in the research are Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS). While the degradation rate analyzed by modification model of Amman and durraipah. Result of the research; 1) The suittable Fisheries-Polution interaction model development is gompertz model, because the model most accurate to account the demersal fisheries; 2) number of polution incoming to the strait of Madura average in annualy; BOD= ,61 ton per year, COD= ,75 ton per year, and TSS= ,25 ton per year. 3) from all of the pollution the most strenght polluter influences to biomass conditions is TSS; 4) demersal fisheries resource in Madura Strait show the overfishing condition; 5) Depreciation value in the baseline condition between Rp. 421,36,- million to Rp. 58,45- billion and average present value Rp. 23,17,- billion per year (δ 12,81%). The depreciation is about Rp. 510,17,- million to Rp. 70,77,- billion and present value Rp. 28,06,- billion per year (δ 10,58%). The result accounting of fisheries resources using polution varriable of TSS abaout Rp. 28,45,- million to Rp.954,72,- million and the present value Rp.560,26,- million per year (δ 12,81%), and depreciation value about Rp.34,44,- million to Rp.1,15,- billion and present value Rp. 678,35,- million per year (δ 10,58%). Generally implication of the policy need four approach to solve the problem of fisheries and polution in Madura Strait, they are ; ecosystem approach, social-economic and cultural approach, social-politcal approach, and law and institution approach. Key word : Embedded model, fisheries and polution interaction, sustainability fisheries approach, economic loss. xii

5 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB. xiii

6 PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 xiv

7 Judul Tesis : Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur Nama Mahasiswa : Rizal Bahtiar Nomor Pokok : C Menyetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi,M.Sc Ketua Dr. Dra. Suzy Anna, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : xv

8 PRAKATA Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini membahas tentang aspek sosial ekonomi dari degradasi sumberdaya perikanan akibat pencemaran. Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Provinsi Jawa Timur. Terima kasih kepada : Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Dra. Suzy Anna, M.Si selaku pembimbing. Serta Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS sebagai Ketua Program Studi dan Ir. Hj. Sri Hudyastuti Staf Ahli Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Kementerian Lingkungan Hidup yang telah banyak membantu selama penyelesaian studi, terutama memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmunya pada kondisi nyata. Ucapan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT; yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat menerapkan ilmunya di bidang pendidikan di Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa Program Studi ESK Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya teman-teman ESK 2004, teman-teman satu kantor di Departemen Ekonomi sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang telah mendorong dan membantu penulisan dalam menyelesaikan penelitian ini. Pengorbanan yang luar biasa yang telah diberikan oleh orang-orang yang penulis cintai, Bapak H. Moh. Hasan dan Ibu Hj. Andawijah yang telah memberikan dorongan moril dan materil dan mbak Reni, mas Wiwin, bang Farid, mbak Dilli dan adik Rita, serta tak lupa kepada saudara sepupuh seperti adik Dani, Dina, Kukuh dan keluarga lainnya yang tidak dapat ditulis semuanya, apa yang mereka telah berikan kepada penulis selama ini tidak mungkin dapat terbalaskan. Penulis mengucapkan terima kasih atas dorongan moril dari adik xvi

9 Lina Puspayanti yang dengan sabar terus-menerus memberikan semangat demi terselesainya tesis ini. Akhirnya semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pembaca, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan perikanan dan lingkungan, dan berguna bagi kemaslahatan hidup dimasa datang...amien. Bogor, September 2007 RIZAL BAHTIAR xvii

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 3 Juni 1980, sebagai anak ketiga dari 4 bersaudara dari Bapak Moh. Hasan dan lbu Andawiyah. Pada tahun 1999 penulis lulus SMA Negeri 1 Sumenep dan pada tahun yang sama penulis masuk di Universitas Brawijaya Malang. Penulis memilih program studi Sosial Ekonomi Perikanan di Fakultas Perikanan. Selama mengikuti perkuliahan sejak strata satu, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend), Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan aktif diberbagai organisasi. Selain aktif di berbagai organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, penulis juga aktif sebagai asisten dosen di beberapa mata kuliah seperti Ichthyologi, Biologi Perikanan. Pada tahun 2003 penulis lulus Strata satu dan langsung diterima menjadi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan sebagai pengasuh mata kuliah pengolahan data perikanan, kemudian pada tahun 2004 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan program pascasarjana IPB melalui program Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS), pada program studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Tahun 2008 penulis diterima untuk menjadi staf pengajar di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan konsentrasi ilmu di bidang ekonomi sumberdaya. Pada saat ini penulis aktif meneliti berbagai permasalahan lingkungan baik bekerjasama dengan para konsultan maupun dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. xviii

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL...xii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xvi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Pemanfaatannya Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan Optimasi Sumberdaya Perikanan Pengertian Pencemaran Depresiasi Sumberdaya Perikanan III. KERANGKA PENDEKATAN MASALAH Kerangka Pendekatan Masalah IV. METODE PENELITIAN Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode analisis Data Stadarisasi Alat Tangkap Stadarisasi Biaya per Unit Upaya Estimasi Parameter Analisis Interaksi Perikanan-Pencemaran Pencemaran terhadap Biomas (x) V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Karakteristik Selat Madura x

12 5.2. Sumberdaya Ikan Selat Madura Karakteristik Nelayan di Selat Madura Pencemaran di Selat Madura Ekonomi Sektor Perikanan dan PDRB Jawa Timur Kebijakan Provinsi Jatim Untuk Pencegahan Pencemaran VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap Standarisasi Unit Effort Estimasi Parameter Biologi Estimasi Parameter Pencemaran Estimasi Sustainable Yeild Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal (Baseline) Estimasi Depresiasi Sumberdaya (Interaksi Perikanan-Pencemaran) Kebijakan dan Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 93 VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

13 DAFTAR TABEL 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP Data dan Penggunaannya Sungai-Sungai Besar yang ada di Jawa Timur dan Bermuara di Selat Madura beserta Besaran Debit Air Wilayah Perairan Jawa Timur Komposisi Ikan Pelagis Tahun Komposisi Ikan Demersal Tahun Perkembangan Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura tahun Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun Perkembangan Alat Tangkap Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut dari tahun Kriteria Mutu air (BOD dan COD) Berdasarkan Kelas Analisis Data Produksi Effort untuk Alat Tangkap Jaring Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut Per Tahun Standarisasi Effort Alat Tangkap Parameter Biologi tanpa Pencemaran Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD Parameter Biologi dengan Pencemaran COD Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS Jumlah Pencemaran Yang Masuk Ke Selat Madura Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari tanpa Pencemaran Kondisi Sumberdaya saat MSY,MEY dan OA Analisa Produksi Optimal Sumberdaya Ikan Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran BOD Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran COD Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran TSS Laju Depresiasi Tanpa Pencemaran, Dengan Pencemaran BOD, COD dan TSS xii

14 27. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal (baseline) Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran BOD Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran COD Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran TSS xiii

15 DAFTAR GAMBAR 1. Kurva Pengaruh tangkap terhadap stok (biomas) Kurva Gordon-Schaefer Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock ikan Kerangka Pendekatan Masalah Kurva Yield Dengan dan Tanpa Faktor Pencemaran Alur Kerja Penelitian Komposisi Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun Komposisi Ikan Demersal di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun Nilai Produksi Berdasarkan Wilayah Tangkapan Tahun Perkembangan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Jawa Timur tahun (Rp.1000) Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun Perbandingan Pencemaran BOD, COD dan TSS yang Masuk Ke Perairan Selat Madura Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Konstan Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Berlaku Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap di Selat Madura Produksi Ikan Kerapu Berdasarkan Alat Tangkap Produksi Ikan Kakap Berdasarkan Alat Tangkap Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield fungsi Gompertz dan Schaefer Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 12,81 persen Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 10,58 persen Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi dengan Pencemaran BOD Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran COD) Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran TSS) Koefisien atau Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap xiv

16 27. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 12,81%) Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 10,58%) xv

17 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Penelitian Data Produksi Ikan Kerapu dan Kakap Tahun Standarisasi Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut dan Trammel Net Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran BOD Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran BOD Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran COD Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran COD Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran TSS Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran TSS Standarisasi Biaya Tangkapan Bahan Perhitungan Discount Rate Model Kula (1984) Analisis Discount Rate Model Kula (1984) Analisis Bioeconomic dengan Softwere Maple Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 12,81% Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 10,58% xvi

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara yang mempunyai garis pantai sangat menginginkan adanya manajemen dari sumberdaya pantai, agar dapat menjaga sistem sumberdaya pantai yang ada. Tugas dari manajemen tersebut untuk dapat menjaga sumberdaya pantai menyangkut: utilitas dari keberlangsungan sumberdaya yang multi species, menyangkut berbagai jasa dan barang-barang yang dihasilkan oleh sumberdaya pantai (Proses, Fungsi dan hubungan timbal balik antara sumberdaya pantai dengan manusia). Kesemua hal tersebut di atas nampak akan sangat sulit terwujud, hal ini dikarenakan konsekuensi adanya perubahan lingkungan global (Global Environmental Change (GEC)) (Turner R.K. et al 1999). Degradasi lingkungan saat ini terus saja terjadi di segala penjuru dunia juga termasuk di Indonesia. Terjadinya degradasi lingkungan ditimbulkan karena adanya aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan hidup (carrying capacity) itu sendiri, sehingga akibatnya berbagai bencana timbul dan pada akhirnya menurunkan kualitas lingkungan dan memberikan dampak terhadap terjadinya depresiasi sumberdaya, serta terjadinya depresiasi sumberdaya yang juga diukur dengan timbulnya gejala perekonomian yang kurang membaik. Turunnya kualitas lingkungan dapat terjadi baik di daratan, udara dan perairan. Turunnya kualitas lingkungan salah satunya adalah diakibatkan oleh terjadinya pencemaran. Penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran tergantung terhadap kemampuan lingkungan untuk menyerap (absorptive capacity), sehingga semakin kecil kemampuan menyerap lingkungan terhadap pencemaran dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, dan semakin besar kemampuan lingkungan untuk menyerap pencemaran mengakibatkan rendahnya terjadinya kerusakan lingkungan. Menurut Yanney (1990), laut merupakan tempat bermuaranya berbagai saluran air termasuk sungai. Dengan demikian, laut akan menjadi tempat terkumpulnya zat-zat pencemar yang dibawah oleh aliran air. Banyak industri atau pabrik yang membuang limbah industrinya ke sungai tanpa penanganan atau mengelolah limbah terlebih dahulu dan juga kegiatan rumah tangga yang 1

19 membuang limbah ke sungai. Limbah-limbah ini terbawa ke laut selanjutnya mencemari laut. Selat Madura yang berada antara pulau Jawa dan Pulau Madura merupakan salah satu selat yang memiliki manfaat yang sangat banyak. Sampai saat ini pemanfaatan Selat Madura meliputi: pelabuhan penyeberangan SURAMADU (Surabaya-Madura), penangkapan ikan, dan eksploitasi gas bumi, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan tersebut menimbulkan berbagai dampak terhadap terjadinya pencemaran yang ada saat ini. Penyebab pencemaran menurut PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengedalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/ atau fungsinya. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Pencemaran air laut dapat ketahui melalui kondisi fisik dan kimiawi. Pencemaran Selat Madura secara fisik dapat diketahui bahwa Selat Madura tersebut telah mengalami pencemaran, hal ini dapat dipastikan dengan melihat perubahan warna air laut yang terjadi yang berwarna kecoklatan. Menurut Fauzi (2004), pencemaran dari perspektif ekonomi akan memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat karena pencemaran dapat menghilangkan nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa. Dampak ekonomi akibat pencemaran dalam perikanan telah diuji di dalam berbagai studi, dan kemajuannya telah membuat pemahaman yang penting bagi masyarakat menyangkut bahayanya kerusakan ekonomi yang mungkin disebabkan oleh pelepasan unsur berbahaya atau beracun ke dalam tempat habitat ikan. (Cohen, 1995; Collins et al., 1998; Grigalunas et al., 1986 dan 1988; Hanemann dan Pantai, 1993; Kahn, 1987; Lipton dan Pantai, 1997; Montgomery dan Needelman, 1997; Opaluch, 1987; Pyo dan Pendudu, 1995 dalam Collins. A et al., 1998). Selain banyaknya bangunan yang berdiri baik itu industri, perumahan di pinggir sungai maupun di daerah pantai di sekitar Selat Madura memberikan dampak laju pencemaran yang semakin cepat, hal ini diakibatkan rusaknya 2

20 mangrove dan terumbu karang yang berfungsi untuk menahan abrasi pantai, akibat dari pencemaran yang terjadi di sungai dan menuju ke laut berakibat rusaknya ekosistem dan terdegradasinya sumberdaya. Secara langsung pengaruh pencemaran yang mengalir kelaut akan mempengaruhi sumberdaya ikan di Selat Madura, yang memiliki karakteristik ikan demersal. Kondisi sumberdaya ikan di Selat Madura yang memiliki karakteristik 60 persen ikan demersal sering kali terganggu oleh pencemaran yang terjadi. Saat ini kondisi sumberdaya ikan di Selat Madura terus menurun, dari hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), diperoleh estimasi bahwa untuk sumberdaya ikan demersal di Selat Madura atas dasar data tahun diperoleh potensi lestari ton per tahun sedangkan potensi ikan pelagis sebesar ton per tahun. Penurunan stok selain disebabkan oleh terjadinya kegiatan tangkap berlebih juga diyakini bahwa penurunan stok juga diakibatkan oleh semakin menurunnya kualitas air laut. Oleh karena itu diharapkan dengan mengetahui seberapa besar pengaruh pencemaran dan aktivitas tangkapan terhadap jumlah stock ikan yang diperuntukkan bagi generasi mendatang, akan membuat para stakholders dapat mengambil suatu tindakan pengelolaan yang tepat untuk menjamin ketersediaan ikan untuk kepentingan kesejahteraan nelayan dalam jangka panjang (sustainable resource). 1.2 Perumusan Masalah Selat Madura yang memiliki aktivitas pemanfaatan yang sangat besar sering membuat para pengambil manfaat melupakan akan kelestarian dari pada sumberdaya yang dimiliki, seperti pemanfaatan ikan secara berlebih dan terjadinya pencemaran merupakan kasus yang timbul akibat kurang arifnya pengambil manfaat dari Selat Madura. Dengan memiliki potensi sumberdaya ikan demersal dan alat tangkap yang multi alat, dengan kasus yang ada hal ini akan berdampak terhadap terjadinya depresiasi sumberdaya akibat penangkapan berlebih dan pencemaran. Adapun permasalahan mengenai sumberdaya perikanan yang terjadi di Selat Madura sebagai berikut : 1) Bahwa telah terjadi depresiasi sumberdaya perikanan akibat produksi berlebih (overfishing) dan non produksi (pencemaran) di Selat Madura? 2) Bagaimana pengaruh akibat pencemaran terhadap nilai biomas dan rente sumberdaya perikanan pada kondisi aktual dan optimum? 3

21 3) Seberapa besar terjadinya depresiasi sumberdaya perikanan akibat terjadinya pencemaran? 4) Bagaimana kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan di Selat Madura yang terkait dengan pencemaran perairan? 1.3. Hipotesis Pencemaran menurut Anna, S. (2003), hasil penelitiannya di Teluk Jakarta menyatakan bahwa pencemaran akan mempengaruhi pertumbuhan ikan yang ada. Sehingga akibat pencemaran tersebut akan berdampak terhadap depresiasi sumberdaya yang ada di Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat di tarik suatu hipotesis dari permasalahan yang ada di Selat Madura. Adapun hipotesis dari permasalahan yang ada di Selat Madura adalah sebagai berikut : 1) Diduga telah terjadi depresiasi sumberdaya perikanan di Selat Madura akibat produksi berlebih (overfishing) dan non produksi (pencemaran). 2) Diduga bahwa pencemaran akan menuunkan nilai rente ekonomi sumberdaya ikan di Selat Madura. 3) Diduga hingga saat ini belum adanya kebijakan yang dikeluarkan Pemeritah Daerah (PEMDA) Provinsi Jawa Timur untuk mengatasi pencemaran terhadap perikanan Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada dan keinginan untuk membuktikan hipótesis penelitian ini maka akan didapatkan tujuan dari pada dilaksanakannya penelitian ini, adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1) Mengetahui pengaruh yang diberikan oleh aktivitas produksi dan non produksi (pencemaran) terhadap sumberdaya perikanan di Selat Madura. 2) Mengkaji kondisi dan potensi sumberdaya perikanan di Selat Madura. 3) Menghitung dan menganalisis seberapa besar depresiasi sumberdaya ikan akibat terjadinya pencemaran di Selat Madura. 4) Mengetahui kebijakan yang harus dilakukan untuk mengatasi terjadinya pencemaran di Selat Madura. 4

22 1.5. Manfaat Penelitian Suatu penelitian haruslah memberikan suatu manfaat bagi daerah tempat penelitian, pembaca hasil penelitian dan peneliti itu sendiri, hal ini di karenakan penelitian tanpa adanya suatu manfaat yang diberikan maka penelitian tersebut akan terasa sia-sia, oleh karena itu adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut : 1) Sebagai Informasi terbaru mengenai kondisi sumberdaya perikanan di Selat Madura setelah terjadinya aktivitas produksi berlebih (over fishing) dan non produksi (pencemaran). 2) Memberikan informasi besarnya nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang terdepresiasi akibat pencemaran di Selat Madura. 3) Sebagai bahan acuan dalam melakukan penetapan kebijakan untuk pemulihan kembali sumberdaya yang terdepresiasi. 5

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Pemanfaatannya Untuk mempermudah pengelolaan perikanan tangkap maka dilakukan pembagian wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dalam 9 WPP, dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan yang tertuang dalam Bab III pasal 3 ayat 2, pada tanggal 28 april Adapun kesembilan WPP tersebut sebagai berikut: 1) Perairan Selat Malaka, 2) Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, 3) Perairan Laut Jawa dan Sunda, 4) Perairan Laut Flores dan Selat Makasar, 5) Perairan Laut Banda, 6) Perairan Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut Seram, 7) Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 8) Perairan Laut Arafura, dan 9) Perairan Samudera Hindia. Dengan berdasarkan pembagian WPP tersebut maka perairan Selat Madura berada pada WPP tiga. Berdasarkan taksonomi ikan dikelompokkan kepada ikan (pisces) dan non-ikan (crustacea, Moluska, Reptilia, Holoturaeda dan Mamalia). Ikan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan habitatnya yaitu ikan pelagis dan ikan demersal dan ikan karang (Aziz et al, 1998). Ikan pelagis adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada di kolom air. Ikan demersal adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada pada atau di dekat dasar perairan, dan ikan karang adalah ikan yang kehidupannya terikat dengan perairan karang (Wahyudin. Y, 2005). Dimana berdasarkan tempat habitatnya sumberdaya yang ada di Selat Madura didominasi oleh ikan demersal. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), (2005) diacu dalam Suseno (2007) didapatkan bahwa potensi lestari dari Sumberdaya Ikan (SDI) laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,408 juta ton/tahun, pelagis besar sekitar 1,165 juta ton per tahun, pelagis kecil sekitar 3,605 juta ton per tahun, demersal sekitar 0,145 juta ton per tahun dan udang, termasuk cumi-cumi sekitar 0,128 juta ton per tahun. Bila dilihat berdasarkan WPP maka, potensi SDI 6

24 sebesar terdapat di WPP 9 (Samudera Hindia), yaitu tercatat memiliki potensi SDI sebesar ton per tahun. Kemudian diikuti WPP 2 (Laut Cina Selatan) sebesar ton per tahun. Sedangkan potensi SDI terkecil terdapat di WPP 1 (Selat Malaka), yaitu hanya sebesar ton per tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi SDI laut dan tingkat pemanfaatannya menurut WPP sebagai berikut: Tabel 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP WPP Potensi Produksi (1000 ton) (1000 ton) Status Pemanfaatan 1) Selat Malaka 276,03 389,28 Overfishing (>100%) 2) Laut Cina Selatan 1.057,05 379,90 Underfishing (35,94%) 3) Laut Jawa 796, ,41 Overfishing (>100%) 4) Selat Makassar dan Laut 929,72 655,45 Underfishing (70,50%) Flores 5) Laut Banda 277,99 228,48 Underfishing (82,19%) 6) Laut Seram dan Teluk Tomini 590,82 197,64 Underfishing (33,46%) 7) Laut Sulawesi dan Samudera 632,72 237,11 Underfishing (37,47%) Pasifik 8) Laut Arafura 771,55 263,37 Underfishing (34,14%) 9) Samudera Hindia 1.076,89 623,78 Underfishing (57,92%) Total Nasional 6.409, ,42 Underfishing (63,49%) Sumber: DKP (2003) diacu dalam Suseno (2007) Menurut Suseno (2007), pemanfaatan SDI menurut jenis SDI diperoleh, jenis ikan demersal dan pelagis besar telah dieksploitasi masing-masing 85 persen dan 63,17 persen dari potensi yang ada. Sementara itu, jenis pelagis kecil baru dimanfaatkan sekitar 49 persen, sedangkan jenis ikan karang dan udang peneid masih belum dapat dikonfermasi datanya. Berdasarkan hasil kajian stok maka ditetapkan JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) sebesar 80 persen dari MSY, penetapan JTB bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi sumberdaya untuk dapat pulih. 2.2 Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi Hardin, G (1968) mengatakan tragedy of the common terjadi saat sumberdaya alam yang berada dalam rezim common property dengan akses yang terbuka (open access) akan menyebabkan hilangnya rente ekonomi optimal 7

25 (dissipated) dari yang semestinya diperoleh. Dengan mengacu sintesis yang dikemukakan oleh Hardin, G (1968), maka kondisi perikanan Indonesia yang menerapkan rezim common property, dan akses terbuka (open access) akan memberikan peluang terjadinya pemanfaatan berlebih (over fishing) sehingga akan mengakibatkan degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan. Kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (economic driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven). dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran di laut tidak sedikit. UNEP (badan PBB yang menangani masalah lingkungan hidup) memperkirakan bahwa kerugian ekonomi global dalam bentuk penyakit dan kematian yang diakibatkan oleh pencemaran laut telah mencapai lebih dari US$ 12,8 miliar per tahun. Nilai ini hampir mendekati separuh dari dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program konservasi global dalam rangka menjaga ekosistem dunia dalam kondisi yang sehat. (Fauzi, 2005). Menurut Carlisle. F.R. (1982), Pencemaran lingkungan diakibatkan oleh adanya Eksternalitas negatif yang di lakukan oleh pelaku ekonomi. Eksternalitas negatif adalah biaya yang dibebankan kepada seseorang akibat adanya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya atau penurunan barang publik seperti mutu air dan udara tercemar, sisa buangan, suara gaduh, dan pengurangan lain di dalam mutu hidup. Itu semua adalah eksternalitas negatif yang dapat mengurangi total kesejahteraan. Deplesi, degradasi dan depresiasi ketiga istilah ini sering diartikan salah atau bahkan mengartikan dari ketiga istilah tersebut dengan pengertian yang sama. Padahal ketiganya memiliki arti yang berbeda, walaupun nyaris sama. Deplesi diartikan sebagai tingkat/ laju pengurangan stok dari sumberdaya alam tidak dapat diperbaharukan (non-renewable resource). Degradasi mengacu pada penurunan kualitas/ kuantitas sumberdaya alam dapat diperbaharukan (renewable resource). Depresiasi sumberdaya lebih ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam. Depresiasi juga 8

26 dapar diartikan sebagai pengukuran deplesi atau degradasi yang dirupiahkan. (Fauzi, A dan Anna, S. 2005). Deplesi, degradasi maupun depresiasi sumberdaya pesisir dan laut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun faktor manusia, faktor endogenous maupun eksogenous dan juga kegiatan yang bersifat produktif maupun non produktif. Secara umum ketiga hal tersebut disebabkan karena adanya berbagai gejala kerusakan lingkungan (termasuk pencemaran, overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, konflik penggunaan ruang dan lain sebagainya) di kawasan-kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunannya.(fauzi, A dan Anna, S. 2004). Pemanfaaatan secara berkelanjutan (sustainable use) dan dengan kebijakan pengelolaan yang tepat akan dapat menghindari terjadinya pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berlebih. Pengelolaan perikanan yang keberlanjutan (sustainable) menurut Charles (2001), dengan mengatur pengelolaan perikanan yang meliputi: pengendalian input/ upaya (effort control), pengendalian output/ tangkapan (catch control), pengaturan teknis (technical measures), pengaturan berbasis lingkungan (ecologically based measures) dan instrumen ekonomi (economic intruments). 2.3 Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan Pada mulanya, pengelolaan sumberdaya ini banyak didasarkan pada faktor biologis semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable Yield (tangkapan maksimum yang lestari ) atau disingkat MSY. Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini di panen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable), (Fauzi. A, 2004). Menurut Fauzi.A (2004), kritik yang paling mendasar di antaranya adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam. Lebih jauh Conrad dan Clark (1987) diacu dalam Fauzi.A, (2004) misalnya, menyatakan bahwa kelemahan pendekatan MSY antara lain adalah: a). Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke pengurasan stok (stock depletion) 9

27 b). Didasarkan pada konsep steady state (keseimbangan) semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non-steady state c). Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen (imputed value) d). Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya e). Sulit diterapkan pada kondisi di mana perikanan memiliki ciri ragam jenis (multispecies) Menyadari kelemahan ini, pendekatan ekonomi pengelolaan sumberdaya ikan mulai dikembangkan pada awal tahun 1950-an. Titik tolak pendekatan ekonomi pengelolaan perikanan bermula dengan publikasi tulisan H.S. Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Dalam artikelnya, Gordon menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access. Tidak seperti sumberdaya alam lainnya, seperti pertanian dan peternakan yang sifat kepemilikannya jelas, sumberdaya ikan relatif bersifat terbuka. Siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Gordon menyatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak terkontrol ini. Salah satu cara menghitung surplus produksi yang sering dipakai adalah model Gordon-Schaefer. Model ini berawal saat Schaefer mengadopsi dan mengembangkan model Gordon (1954), sehingga model yang di kembangkannya saat ini lebih sering disebut model Gordon-Schaefer. Model Gordon-Schaefer ini digambarkan sebagai berikut: dimisalkan x adalah biomas dari stock yang diukur dalam besaran berat, r adalah laju pertumbuhan alami dari populasi (intrinsict growth) dan K adalah daya dukung maksimum lingkungan (enveronmental carrying capacity) atau keseimbangan alami dari ukuran biomas dengan tidak ada aktifitas penangkapan, maka untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perkembangan model Gordon-Shaefer tersebut sebagai berikut : dx = f (x)..(2-1a) dt dx x = rx 1...(2-1b) dt K Dengan adanya aktifitas penangkapan (h) atau produksi h=qxe, maka persamaan diatas menjadi : 10

28 dx dt x = rx 1 h.....(2-2a) K dx x = rx 1 qxe..(2-2b) dt K Dengan demikian, dalam kondisi keseimbangan, persamaan berubah menjadi : x qxe = rx 1 (2-3) K Sehingga persamaan diatas untuk x, akan diperoleh : qe x = K 1 (2-4) r Kemudian dengan mensubstitusikan persamaan diatas ke dalam persamaan produksi (h) maka diperoleh tangkapan atau produksi lestari sebagai berikut : qe h = qke 1 (2-5) r (Fauzi, A. 2004) Persamaan di atas berbentuk kuadratik terhadap input. Dalam model bioekonomi, hal ini dikenal dengan istila Yield-Effort Curve. Namun, dengan membagi kedua sisi persamaan dengan input (E), akan diperoleh persamaan linear yang disederhanakan dalam bentuk: h E 2 q K = qk E r...(2-6) U = α βe.(2-7) 11

29 U adalah produksi per satuan input, atau dikenal dengan CPUE (catch per unit effort), α = qk, dan β = q 2 K / r. (Fauzi, A dan Anna, S.2005) F(x) h=qxe 3 h=qxe 2 h 3 h 2 h=qxe 1 h 1 (Fauzi, A. 2004) Gambar 1. Kurva Pengaruh tangkap terhadap stok (biomas) E Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa, pertama, pada saat tingkat upaya sebesar E 1 di berlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar h 1 (garis vertikal). Kemudian, jika upaya dinaikkan sebesar E 2, dimana E 2 >E 1, hasil tangkapan akan meningkat sebesar h 2 (h 2 >h 1 ). Dan bila upaya dinaikkan dari E 3 (E 3 >E 2 >E 3 ), akan terlihat bahwa tingkat upaya E 3 >E 2 ternyata tidak menghasilkan tangkapan yang lebih besar (h 3 <h 2 ). Dapat disimpulkan bahwa eksploitasi tersebut tidak efisien secara ekonomi karena tingkat produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih besar (Fauzi. A, 2004). Kemudian model Gordon-Shaefer tersebut memaksukkan variabel ekonomi, adapun variabel ekonomi tersebut adalah harga dari output (harga ikan per satuan berat (p)) dan biaya dari input (cost per unit effort (c)) adapun model tersebut adalah : x h = rx 1...(2-8) K 12

30 Dengan memasukkan komponen ekonomi maka penerimaan total dapat di tulis : x TR( x) = pf( x) = prx 1...(2-9) K Fungsi biaya adalah sebagai berikut : TC = ce. (2-10) h cf( x) TC == c =. (2-11) qx qx c x TC = r 1.. (2-12) q K Rente dari sumberdaya (resource rent) adalah sebagai berikut : π = TR TC..(2-13) x c x π = prx 1 r (2-14) K q K Rp TC A max B TR E* EMSY EOA Input Gambar 2. Kurva Gordon-Schaefer 13

31 Menurut Fauzi, A (2004), untuk mengembangkan model Gordon-Schaefer ini diperlukan asumsi yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Adapun asumsi-asumsi tersebut terdiri dari : a). Harga per satuan output, (Rp/Kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan siasumsikan elastis sempurna. b). Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan. c). Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal (single species). d). Struktur pasar bersifat kompetitif. e). Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya). Fauzi, A (2004) menyatakan bahwa mempelajari model sumberdaya ikan dalam rangka statik sangat berguna untuk mempelajari teori dasar pengelolaan ekonomi sumberdaya ikan. Menurutnya pendekatan ini cukup sederhana dan menarik serta telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam waktu yang cukup lama. Namun demikian, Fauzi, A (2004) menegaskan bahwa pendekatan statik memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Lebih lanjut Fauzi, A (2004) menegaskan pernyataan Clark (1985) bahwa pendekatan statik memiliki kelemahan serius dan dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realitas dan dinamika sumberdaya ikan. Cunnigham (1981) diacu dalam Fauzi, A (2004) menyatakan bahwa faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri dan pendekatan ini tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Lebih lanjut Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi, A (2004) menyebutkan bahwa tidak dimasukkannya faktor waktu dalam analisis sumberdaya terbarukan seperti ikan dapat menyebabkan akibat yang cukup serius dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Seperti diketahui bahwa sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya. Fauzi, A (2004) Menyebutkan bahwa pengembangan model dinamis dari pengelolaan sumberdaya ikan sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan dinamis dalam pengelolaan sumberdaya ikan menurut Fauzi, A (2004) mulai berkembang dan banyak digunakan sebagai analisis setelah publikasi artikel Clark dan Munro (1975). Clark dan Munro (1975) diacu dalam Fauzi, A (2004) menggunakan pendekatan kapital untuk memahami aspek 14

32 intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan, dimana sumberdaya ikan dianggap sebagai stok ikan dapat tumbuh melalui reproduksi alamiah. 2.4 Optimasi Sumberdaya Perikanan Model yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975) yang diacu dalam Fauzi, A (2004) Eksploitasi optimal sumberdaya perikanan sepanjang waktu, pada dasarnya dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori kapital ekonomi sumberdaya, dimana manfaat dari eksploitasi sumberdaya perikanan sepanjang waktu ditulis sebagai: maxv t= 0 π ( h() t, x() t ) e δ t dt (2-15) Dengan kendala : x = x = F( x) h( x, E) t..(2-16) 0 h h max Dengan menggunakan solusi Hamiltonian dan memberlakukan Pontryagins Maximum Principle, maka dapat menyelesaikan persamaan diatas. Adapun persamaan Hamiltonian adalah sebagai berikut : H = e δ t π ( x, h) + λe δt [ F( x) h]...(2-17) Persamaan Hamiltonian di atas menggambarkan present value. Dengan mengubah persamaan di atas menjadi current velue Hamiltonian maka persamaan Present value Hamiltonian berubah menjadi : ~ δt H = e H = π ( x, h) + μ ) [ F( x h]..(2-18) Dimana μ = e δt λ adalah current value shadow price, dan H ~ adalah current value Hamiltonian. Pontryagins Maximum Principle dari persamaan di atas menjadi : 15

33 16 0 ), ( ~ = = μ π h h x h H (2-19a) = x H ~ δμ μ (2-19b) = x F x h x μ π δμ μ ), ( (2-19c) h x F x = ) (..(2-19d) Dalam kondisi steady state, maka x =0 dan μ =0, sehingga dari persamaan di atas dapat menghasilkan persamaan : h h x = ), π ( μ (2-20a) h x F = ) (..(2-20b) Sehingga : x h x x F h h x = ), ( ), ( 0 π δ π...(2-21) Sehingga persamaan dapat disederhanakan sebagai berikut : x F h h x h h x x h x = ), ( ), ( ), ( π π δ π (2-22) Dengan mengalikan kedua sisi persamaan diatas maka persamaan dapat disederhanakan dan akan memperoleh Modified Golden Rule sebagai berikut :

34 F x π ( x, h) / x + = δ (2-23) π ( x, h) / h Dimana F(x) adalah pertumbuhan alami dari stok ikan, adalah rente marjinal akibat biomass, π ( x, h) / x π ( x, h) / h adalah rente marjinal akibat perubahan produksi. Parameter ekonomi dan biologi ditentukan oleh besaran c (biaya per unit effort), p (harga ikan), δ (discount rate) dan q merupakan koefisien tangkapan. F / x = F'( x) adalah produktivitas marjinal dari biomass yang merupakan turunan pertama dari F(x). Hasil dari persamaan diatas menghasilkan x (optimal) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat tangkapan dan upaya yang optimal. Dengan demikian maka dapat diketahui rente sumberdaya perikanan yang merupakan hasil dari perkalian antara harga produuk ikan dengan tangkapan optimal dikurangi biaya dari tingkat upaya optimal, atau : x = p( h) h c h.(2-24) 2.5 Pengertian Pencemaran Menurut Conrad dan Clark (1987); Perman et al (1996) diacu dalam Fauzi.A (2004) mengatakan bahwa sebelum tahun 1960-an, masalah eksternalitas dianggap hal kecil dan bisa diselesaikan melalui negosiasi. Namun, setelah tahun 1960-an, para ahli melihat bahwa masalah ekternalitas adalah masalah yang cukup serius dan tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi dari hukum termodinamika, sehingga pada periode inilah perhatian yang serius terhadap analisis ekonomi pencemaran. Menurut Parman (1996) diacu dalam Fauzi.A (2004) mengatakan bahwa perspektif secara biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan. Apakah residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive capacity). Selain itu, penting juga untuk membedakan antara pencemaran aliran (flow pollution) dan pencemaran stok (stock pollution). Pencemaran aliran merupakan pencemaran yang ditimbulkan oleh residual yang mengalir masuk ke 17

35 dalam lingkungan. Pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk ke dalam lingkungan, artinya jika aliran berhenti, pencemaran juga akan berhenti. Contoh nyata dari flow pollution ini adalah kebisingan udara. Jika sumber kebisingan dihentikan, yang berarti laju kebisingan juga berkurang, pencemaran kebisingan udara juga akan berhenti. Di sisi lain, pencemaran yang bersifat stok (stock pollution) terjadi jika kerusakan yang ditimbulkan merupakan fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif. Akumulasi ini terjadi jika jumlah bahan pencemar yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan. Bahanbahan logam berat yang masuk ke perairan, misalnya, akan terakumulasi dan menjadi stock pollution. Demikian juga sampah yang tidak bisa diurai oleh mikroba akan terakumulasi dan menjadi stock pollution (Fauzi, A. 2004). Sumber pencemaran yang mencemari perairan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) yang berasal dari darat (land-based pollution); (b)dari kegiatan laut (marine-based pollution); dan (c) sumber pencemaran yang berasal dari udara (atmospheric deposition). Sumber pencemaran yang berasal dari darat merupakan sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan yang dilakukan di darat seperti kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri, dan kegiatan pertanian. Kegiatan rumah tangga berasal dari perumahan, perkantoran, hotel, rumah sakit, dan lain-lain. Kegiatan ini menghasilkan limbah yang sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen, serta kandungan bahan organik. Limbah yang berasal dari kegiatan industri tidak hanya mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen, dan kandungan bahan organik saja tetapi juga mengubah struktur kimia air yang disebabkan masuknya zat-zat anorganik. Kegiatan pertanian juga merupakan salah satu sumber pencemaran yang berasal dari darat, limbah pertanian yang berasal dari sedimen akibat erosi lahan, unsur kimia limbah hewani atau pupuk (nitrogen dan fosfor), dan unsur kimia dari pestisida yang digunakan (Dahuri, R. 2005) Berbagai kegiatan yang dilakukan di laut juga merupakan dapat merupakan sumber pencemaran, salah satunya adalah kegiatan transportasi laut. Sedangkan pencemaran yang lain berasal dari udara berupa polusi yang disebabkan asap hasil pembakaran kegiatan industri, atau kendaraan bermotor. Pollutan dari udara ini sangat berbahaya karena bersifat toksik. Salah satu contoh adalah peristiwa revolusi industri di inggris yang menyebakan pencemaran bukan hanya dari limbah cair yang dihasilkan akan tetapi juga dari 18

36 asap hasil pembakaran kegiatan industri. Hal ini mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai di inggris (Dahuri, R. 2005). Menurut Fauzi. A (2005) mengatakan kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (ekonomi driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven). Dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang tinggi telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress. Dari sisi kebijakan, Opschoor (1994) diacu dalam Fauzi. A (2005), melihat bahwa kerusakan lingkungan lebih dipicu oleh policy failure atau sering disebut sebagai government failure. Kegagalan ini kemudian melahirkan mismanagement terhadap pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya laut. Kebijakan ekonomi yang mengarah ke rent seeking behavior (perilaku memburu rente) ditambah dengan inefisiensi birokrasi menyebabkan institusi publik tidak dapat diandalkan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan kegiatan ekonomi yang merusak lingkungan. Di era otonomi daerah, misalnya, dengan dalih untuk meningkatklan PAD, pemerintah daerah tidak jarang menerapkan kebijakan perpajakan yang distortif yang pada akhirnya justru menambah beban lingkungan, karena pelaku ekonomi yang terkena biaya ekonomi tinggi akan mengompensasi biaya tersebut dengan cara mengekstrak sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak memikirkan kesinambungan sumberdaya alam itu sendiri (Fauzi. A, 2005). 2.6 Depresiasi Sumberdaya Perikanan Disaat stock ikan dilaut sedang menurun, Stock ikan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan lainnya (hubungan pemangsa dengan yang di mangsa) dan oleh perubahan lingkungan. Para stackholders perikanan sering menyalahkan kegiatan tangkap berlebih (over fishing) sebagai penyebab turunnya jumlah stock ikan. Rencana manajemen sering dianggap kurang tepat dan sudah waktunya dibuat ulang, yang bertujuan untuk mengurangi penangkapan dari kegiatan penangkapan komersil atau bertujuan untuk mengurangi kapasitas penangkapan ikan di laut, dengan melalui pembelian kapal hingga membuat ulang program yang telah ada. Walau bagaimanapun, ada banyak sumber atau faktor-faktor 19

37 yang memberikan pengaruh terhadap menurunnya populasi ikan di laut seperti pemanasan global, dan yang lainnya. Adapun faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada penurunan populasi ikan dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Jung- Hee Cho and John M. Gates, 2006). Ocean current Global warming Strength of upwelling Others factors FISH Fisherman Temperatur Marine Pollution Predators Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock ikan Banyaknya sumberdaya perikanan di berbagai kawasan yang telah mengalami depresiasi, dapat dilihat dari semakin menurunnya tangkapan para nelayan di suatu kawasan. Sejauh ini belum diketahui seberapa besar nilai depresiasi sumberdaya perikanan yang telah terdegradasi di berbagai kawasan di Indonesia. Dalam penilaian sumberdaya perikanan, hal terpenting yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan, yang idealnya dilakukan pada setiap spesies ikan (stock-by-stock basis) (Fauzi, A dan Anna, S. 2002). Masuknya pencemaran ke laut dan adanya aktivitas ekonomi (penangkapan) memberikan dampak terjadinya degradasi sumberdaya perikanan. Bila fungsi produksi lestari dari sumberdaya ikan adalah sebagai berikut : h at qe r = qke exp (2-25) 20

38 Dimana : h at q K r E = Produksi aktual pada periode t = Catchability coeffisien = Carrying capacity = Pertumbuhan alami = Input (Fauzi, A dan Anna, S. 2005) Dimana untuk laju degradasi secara matematis dapat dihitung berdasarkan hasil riset Anna, S. (2003) sebagai berikut : φ D 1 = (2-26) h δ h 1 + e 0 Dimana : φ D h h δ 0 = Koefisien laju degradasi = Produksi lestari = Produksi aktual Laju depresiasi pada dasarnya sama dengan laju degradasi, hanya dalam laju depresiasi menggunakan parameter ekonomi, sebagai berikut : φ D 1 = π π δ (2-27) 1 + e 0 Dimana : φ D π π δ 0 = Koefisien laju depresiasi = Rente sustainable = Rente aktual Selain penurunan ekonomi yang di akibatkan oleh pencemaran, pencemaran sendiri juga akan memberikan pengaruh langsung kepada ikan dan lingkungan hidup ikan itu sendiri, seperti : 1) Migrasi ikan 2) Tempat hidup 3) Perilaku mencari makan 21

39 4) Agresivitas ikan 5) Perilaku beristirahat 6) Perilaku reproduksi 7) Interaksi dengan makhluk yang lainnya. (Elliott, M. et all, 2003) 22

40 III. KERANGKA PENDEKATAN MASALAH 3.1. Kerangka Pendekatan Masalah Agar terpenuhinya tujuan penelitian, maka secara sistematis pendekatan masalah penelitian mengikuti alur kerangka pendekatan sistem sebagai berikut : Limbah Rumah Tangga Beban Pencemaran Limbah Industri Pertumbuhan Alami Produksi Ikan Biaya harga Depresiasi Usaha Nelayan Gambar 4. Kerangka Pendekatan Masalah Pemahaman utama dalam penelitian ini adalah bahwa penurunan jumlah stock ikan yang terjadi di Selat Madura diakibatkan oleh dua faktor yaitu adanya kegiatan tangkap berlebih (over fishing) dan terjadinya pencemaran. Pencemaran air laut akan memberikan dampak terhadap ikan baik itu melalui daya dukung lingkungan (Carrying Capacity) ataupun berpengaruh terhadap pertumbuhan alamiah (Natural Growth) masuknya pencemaran yang mempengaruhi kedua unsur pertumbuhan ikan akan mempengaruhi jumlah ketersedian ikan di laut. Pada penelitian ini akan kita lihat pengaruh pencemaran terhadap pertumbuhan alamiah ikan saja. Pada saat ini air laut di Selat Madura telah mengalami pencemaran hal ini dapat dipastikan dengan kondisi fisik atau warna air laut. Faktor yang kedua adalah terjadinya over fishing di Selat Madura yang juga memberikan dampak terhadap penurunan jumlah stock ikan, jumlah 23

41 tangkapan atau produksi dipengaruhi oleh dua hal yaitu biaya operasi penangkapan (cost) dan harga jual dari ikan (price), dari kedua hal tersebut akan memberikan pengaruh terhadap jumlah produksi dan jumlah stock ikan setelah kegiatan penangkapan. Dari kedua faktor tersebut yaitu pencemaran dan adanya over fishing akan memberikan dampak terhadap terjadinya depresiasi sumberdaya ikan di laut. 24

42 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Maxfield dalam Nasir (1998), studi kasus adalah status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang. Sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan hal yang bersifat umum Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data mengunakan teknik purposive atau judgement sampling adalah pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti dan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi struktur biaya dari usaha penangkapan ikan antar fleet serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dari dengan teknik wawancara kepada nelayan dan juragan kapal. Data struktur biaya dibagi kedalam beberapa kelas fleet yang kemudian dilakukan pembobotan untuk memperoleh rataan tertimbang (weighted average). Dengan jumlah sampel yang diambil sesuai dengan penentuan formula sebagai berikut : 2 NZ (0.25) s =. (4-1) 2 2 { d ( N 1) } + { Z (0.25)} Dimana : s = Jumlah sample diambil N = Jumlah populasi Z = Jumlah standar deviasi (dari table statistik) d = Tingkat ketelitian Penelitian ini banyak menggunakan data sekunder yang urut waktu (time series) yang meliputi data landing (produksi) dan input yang digunakan (effort), 25

43 harga per unit output (harga ikan per kg per tahun), indeks harga konsumen (consumers price index), load pencemaran yang terdiri dari Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS), gross domestic regional product (PDRB) wilayah Jawa Timur dan data penunjang lainnya. Data sekunder ini diperoleh dari penelitian dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan pengelolaan dan penelitian perikanan dan pencemaran di Selat Madura. Tabel 2. Data dan Penggunaannya Jenis Data Untuk Analisis Model Hasil Data series 1. produksi actual, Gordon-Schaefer K,q,r produksi dan produksi lestari, Exel Grafik produksi effort th produksi dengan Alogoritma Maple Kurva yeild effort pencemaran Parameter Pencemaran Harga dan biaya Load pencemaran Model Anna, interaksi pencemaran dan perikanan Alogoritma Maple Produksi aktual, produksi lestari, produksi dengan pencemaran Gordon-Schaefer Alogoritma Maple Model Anna, interaksi pencemaran dan perikanan Kurva Produksi Kurva yeild effort Kurva yeild effort 4.3 Metode analisis Data Stadarisasi Alat Tangkap Mengigat beragamnya alat tangkap yang beroprasi di wilayah Selat Madura, maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standarisasi effort antar alat dengan teknik standarisasi sebagai berikut : E jt = ϕ D..(4-2a) jt jt Dimana untuk: ϕ = U U jt std (4-2b) 26

44 Keterangan: E jt ϕ jt D jt = Effort alat tangkap j pada waktu t yang distadarisasi = Nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t = Jumlah hari laut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t U jt = Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t U st = Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis Standarisasi Stadarisasi Biaya per Unit Upaya Standarisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini mengikuti pola standarisasi yang dipergunakan Anna, S. (2003) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : C et 1 i it = n i = 1 Et t= ( hi + h j ) n TC t= n h CPI t n 1...(4-3) Dimana, C et i = Biaya per unit standardized effort pada periode t TC = Biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2 E i h it ( h ) = Total standardized effort untuk alat tankap i = Produksi alat tangkap i pada waktu t h i + t = Total produksi ikan untuk seluruh alat tangkap n = Jumlah alat tangkap CPI = Indeks harga konsumen pada periode t t Estimasi Parameter Titik tolak pendekatan pengelolaan perikanan bermula dari publikasi tulisan HS. Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Gordon memulai analisisnya berdasarkan asumsi konsep produksi biologi kuadratik yang dikembangkan oleh Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian diterapkan untuk perikanan oleh sorang ahli biologi perikanan, Schaefer, pada tahun (Fauzi, 2004). 27

45 Dimana fungsi pertumbuhan secara matematik sederhana di modelkan sebagai berikut : x t+ 1 xt = F( xt )...(4-4) Dalam bentuk fungsi kontiyu persamaan di atas di tulis : x = F(x) (4-5) t Dimana F(x) adalah : x t x = F( x) = rx 1.(4-6) K Keterangan : x = Stok ikan r = Pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate) K = Daya dukung lingkungan (carrying capacity) Persamaan di atas merupakan persamaan pertumbuhan stok secara alamiah, akan tetapi kondisi saat ini pertumbuhan stok dipengaruhi juga oleh adanya kegiatan produksi (h). Dimana persamaan fungsi pertumbuhan dengan memasukkan variabel kegiatan produksi adalah sebagai berikut : x t = F( x t ) h t..(4-7) Kegiatan produksi stok ikan dipengaruhi oleh fungsi dari upaya (E), stok ikan (x), dan catchability coeficient atau kemampuan tangkapan (q) sehingga persamaan dapat ditulis : x t x = rx 1 qxe (4-8) K 28

46 Dengan demikian dalam keadaan kondisi keseimbangan didapatkan persamaan : x qxe = rx 1 (4-9) K Maka akan di dapatkan nilai stok (x) sebagai berikut : qe x = K 1.(4-10) r Maka dengan memasukkan ke persamaan h = qxe, maka akan di dapatkan nilai produksi sebagai berikut : qe h = qke 1.(4-11) r Seperti diketahui bahwa terdapat dua model pertumbuhan yang dapat menggambarkan stok ikan, dimana persamaan di atas merupakan persamaan Gordon-Schaefer atau model Logistik dan model pertumbuhan satunya merupakan model pertumbuhan Gompertz. Dimana model Gompertz adalah sebagai berikut : x t = rx ln K x.(4-12) Maka dengan memasukkan fungsi produksi adalah sebagai berikut : x t K = rx ln qxe..(4-13) x Sehingga diperoleh persamaan nilai stok sebagai berikut : x = Ke qe r...(4-14) 29

47 Dengan memasukkan persamaan nilai stok di atas ke dalam persamaaan h = qxe, maka di peroleh nilai produksi: h = qkee qe r..(4-15) Untuk memperoleh estimasi parameter r,q dan K untuk kedua persamaan pertumbuhan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear. Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h (q, K, E) tersebut dengan E (Ut=ht/ Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditranformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas. Dengan memasukkan nilai parameter r,q dan K ke dalam persamaan fungsi logistik dan fungsi Gompertz maka kita akan memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Adapun nilai produksi (h) dan tingkat upaya (E) saat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sebagai berikut : rk h MSY = (Logistik) dan 4 rk h MSY = (Gompertz) (4-16a) e r E MSY = (Logistik) dan 2q r E MSY = (Gompertz).(4-16b) q Sedangkan kondisi sumberdaya pada level open access akan diperoleh pada saat TR=TC, dimana keuntungan yang di peroleh sama dengan nol ( π = 0). Bila TR = ph dan TC = ce, maka akan diperoleh persamaan keundungan sebagai berikut : π = TR TC...(4-17a) π = ph ce....(4-17b) π = pqxe ce..(4-17c) 30

48 Bila keuntungan sama dengan nol ( π = 0) maka dapat diartikan bahwa keuntungan tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya tangkap (q) atau dapat ditulis seperti persamaan di bawah ini : x OA = c pq...(4-18) Dengan mengsubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan pertumbuhan fungsi logistik maka akan diperoleh persamaan produksi sebagai berikut : rc c h = OA 1 pq pqk (4-19) Sedangkan tingkat upaya pada kondisi open access adalah sebagai berikut : r x = K 1 E.(4-20) q c Maka dengan mengsubstitusikan x OA = ke dalam persamaan di atas maka pq akan diperoleh persamaan upaya sebagai berikut : r c E = OA 1 q pqk..(4-21) Estimasi untuk Maximum Economic Yield (MEY) akan mengunakan asumsi bahwa : h ( x) = F( x)..(4-22) 31

49 Maka rente sumberdaya sebagai berikut : π = cf( x) pf( x)..(4-23) qx Persamaan di atas di sederhanakan maka akan diperoleh : π = p c qx F(x) (4-24) Dengan memasukkan persamaan di atas ke persamaan fungsi pertumbuhan logistik, maka akan diperoleh rente ekonomi lestari sebagai berikut : π = c p rx 1 qx x K..(4-25) Dengan menurunkan persamaan di atas terhadap x, maka akan diperoleh : π = x 2x cr pr 1 + = 0 (4-26) K qk Persamaan di atas dapat dipecahkan untuk mendapatkan tingkat biomas yang optimal ( x MEY ), maka akan diperoleh : K c x MEY = (4-27) 2 pqk Dengan diketahuinya nilai optimal biomass dan dengan disubstitusikan kembali ke fungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal dan nilai upaya optimal, maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut : rk c c h MEY = (4-28a) 4 pqk pqk 32

50 r c E = MEY 1 q pqk... (4-28b) Analisis Interaksi Perikanan-Pencemaran Pencemaran terhadap Biomas (x) Pada awalnya model bioeconomic hanya memperkenalkan hubungan antara ketersediaan stock dengan aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan. Setelah adanya pengkajian yang secara mendalam bahwa menurunnya stock bukan hanya disebabkan oleh adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya saja, melainkan masih banyak faktor yang mempengaruhinya salah satu contoh adalah pencemaran. Saat ini banyak para pakar peneliti yang memasukkan faktor pencemaran ke dalam model bioeconomic yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas penangkapan dan pencemaran terhadap ketersediaan stock ikan. Pencemaran yang memberikan pengaruh terhadap ketersediaan stock ikan pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap perekonomian nelayan di sekitar wilayah terjadinya pencemaran. Hal ini dapat dilihat dengan semakin sedikitnya jumlah sumberdaya ikan yang ada dan semakin jauhnya wilayah tangkapan (fishing ground) yang pada akhirnya akan berdampak semakin besarnya biaya produksi yang dikeluarkan. Pada penelitian yang dilakukan di Selat Madura ini didasarkan kepada daerah pendaratan ikan di sekitar Selat Madura yang lautnya mengalami pencemaran. Dan asumsi yang diambil adalah bahwa pencemaran memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan intrinsik ikan. Analisis interaksi antara perikanan dengan pencemaran dimana pencemaran mempengaruhi terhadap jumlah biomas (x), pada penelitian ini akan didasarkan kepada hasil penelitian Anna, S. (2003), yang secara matematis dimana γ P adalah pengaruh pencemaran terhadap pertumbuhan pertumbuhan biomass : Model pertama pencemaran pada fungsi logistik : x t = rx( 1 x / K γ P) qxe..(4-29) 33

51 Kemudian dengan memindahkan dan menurunkan persamaan di atas terhadap nilai x maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut : rx K = r qe rγp (4-30) Sehingga didapatkan persamaan nilai biomass (x) : q x = K 1 E γp (4-31) r Dengan pengsubstitusian persamaan nilai biomass kepada persamaan nilai produksi akan mendapatkan persamaan nilai produksi baru sebagai berikut : h = qxe.(4-32) q h = qke 1 E γp. (4-33) r Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan effort maka akan diperoleh persamaan linier yang disederhanakan sebagai berikut : h E q = qk 1 E γp (4-34) r U 2 q = qk KE qkγp. (4-35) r dimana jika disederhanakan persamaan di atas menjadi : U = α βe qkγp (4-36) 34

52 Dimana: α = qk (4-37a) 2 q β = qkγp K. (4-37b) r Sedangkan persamaan Gompertz dengan faktor pencemaran masuk didalam persamaan sebagai berikut : x t K = rx ln γp qxe.(4-38) x Kemudian dengan memindahkan dan menurunkan persamaan di atas terhadap nilai x maka akan didapatkan persamaan : K qe = r ln γp...(4-39) x Kemudian persamaan tersebut disederhanakan maka akan mendapatkan nilai biomass (x) sebagai berikut : x = K exp qe + γp r..(4-40) Dengan mengsubstitusikan persamaan nilai biomass (x) kepada persamaan nilai produksi akan mendapatkan persamaan nilai produksi baru (h) dengan fungsi Gompertz sebagai berikut : h = qxe (4-41a) h = qke exp qe + γp r (4-41b) 35

53 Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan effort maka akan diperoleh persamaan linier yang disederhanakan sebagai berikut : h E = qke exp qe + γp r..(4-42a) ln U = α βe. (4-42b) Dimana : α = ln qk (4-43a) q β = γ P...(4-43b) r Dengan dimikian akan didapatkan grafik produksi dan effort non pencemaran dengan pencemaran sebagai berikut : Yield Tanpa Pencemaran Dengan Pencemaran Effort Gambar 5. Kurva Yield Dengan dan Tanpa Faktor Pencemaran 36

54 Bentuk dan Jenis Standart Biologis Carrying Capacity Catchability Coefficient Intrinsic Growth Rate Produksi Lestari Fish Economic Price Cost Fisherman and Market Simulated in Exel and Maple Produksi Aktual Depreciation Pollution COD BOD TSS Yes Water Saran Strategi Kebijakan Pengelolaan Produksi Dengan Pencemaran No Finish Gambar 6. Alur Kerja Penelitian 37

55 V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Selat Madura Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa dengan posisi geografis BT dan LS, Sebagian besar Provinsi Jawa Timur dilewati oleh dua aliran sungai yaitu Begawan Solo dan Kali Brantas, untuk Kali Brantas aliran airnya akan bermuara di Selat Madura, Dimana sebelumnya Sungai Brantas membelah menjadi dua sungai besar yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah Km 2 dan memiliki luas perairan mencapai Km 2 dengan jumlah pulau sebanyak 74 pulau. Selat Madura merupakan salah satu wilayah perairan provinsi Jawa Timur yang memiliki lokasi diapit oleh dua pulau yaitu Pulau Jawa dan Pulau Madura. Dan ada 11 kabupaten/ kota yang memiliki akses pemanfaatan di Selat Madura yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo. Tabel 3. Sungai-Sungai Besar yang ada di Jawa Timur dan Bermuara di Selat Madura beserta Besaran Debit Air. No Nama Sungai Kota/ Kabupaten Debit Air (m3/dt) 1 Kali Surabaya Surabaya 36,294 2 Kali Porong Sidoarjo 5 3 Kali Rejoso Pasuruan 14,148 4 Kali Kramat Perbatasan Pasuruan-Probolinggo 51,644 5 Kali Pekalen Condong Probolinggo 10,031 6 Kali Rondo Ningo Probolinggo 0,949 7 Kali Sampean Bondowoso 12,836 8 Kali Kemuning Pamekasan 7,2683 Total Debit Air 138,1703 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, 2005 Karakteristik oceanografi, Selat Madura memiliki ombak yang relative tenang, dan aliran ombak perairan Selat Madura memiliki pola aliran air dari timur ke barat dan sebaliknya, sehingga daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi baik untuk daerah penangkapan ikan atau pun untuk transportasi laut Internasional. Berdasarkan karakteristik sumberdaya perikanan, faktor oseanografis dan ekologis status sumberdaya dan nelayan, maka 38

56 pengelolaan sumberdaya perikanan di Provinsi Jawa Timur dibedakan dalam 4 area, yaitu : 1) Wilayah Perairan Laut Jawa 2) Wilayah Perairan Selat Madura 3) Wilayah Perairan Selat Bali, dan 4) Wilayah Perairan Samudera Indonesia (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005) Berdasarkan perwilayahan daerah tangkapan di Propinsi Jawa Timur tersebut di atas maka Selat Madura termasuk dalam pengelolaan wilayah 2 (dua). Dengan posisi yang sangat strategis dan kondisi lingkungan yang mendukung maka secara langsung Selat Madura memberikan peranan penting dalam perekonomian Jawa Timur dari segi sumberdaya yang dipunyai, selain itu juga Selat Madura memberikan konstribusi dalam sektor transportasi baik itu penyeberangan dari dan ke Surabaya-Madura dan daerah-daerah lain di Indonesia, Selat Madura selama ini juga di manfaatkan sebagai sarana transportasi ekspor-impor Indonesia dari wilayah Jawa Timur. Besarnya pemanfaatan Selat Madura memicu degradasi lingkungan yang ada semakin besar. Saat ini terjadinya pencemaran di perairan Selat Madura menjadi kendala bagi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan peta wilayah BAKOSURTANAL dengan skala area 0-4 mil maka didapatkan bahwa luas Selat Madura sebesar km 2. Adapun untuk luas wilayah berdasarkan skala 4-12 mil sebesar km 2, dan luas wilayah berdasarkan skala 0-12 mil sebesar km 2. Adapun luas wilayah perairan di Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan sebagaimana Tabel 4. Wilayah Perairan Jawa Timur Berikut ini : Tabel 4. Wilayah Perairan Jawa Timur. NO WILAYAH PERAIRAN LUAS AREA (km 2 ) 0 4 mil 4 12 mil 0 12 mil 1 Laut Jawa Selat Madura Propinsi bagian selatan Total = Proporsi luas 4/12 mil = 34,2% Sumber : Dianalisi dari peta dasar perairan laut BAKOSURTANAL sheet No. 49 Jawa Timur dan Sheet No.50 Bali (Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, 2001) 39

57 Wilayah perairan Selat Madura saat ini mengalami tekanan berat atau terjadi degrdasi lingkungan akibat dampak pembangunan di sekitar Selat Madura. Besarnya eksploitasi sumberdaya di pesisir Selat Madura serta pesatnya laju pencemaran yang terjadi, yang secara teknis masuknya pencemaran dipengaruhi oleh masukan limbah baik domestik atau dari penduduk setempat maupun industri yang ada di sekitar Selat Madura, sehingga hal tersebut mengakibatkan penurunan kualitas fisik lingkungan perairan dan produktivitas ekosistem dapat turun ke titik terendah (environmental degradation). Saat ini yang timbul dalam kehidupan masyarakat sekitar Selat Madura terjadinya penurunan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya alam di Selat Madura. Indikasi terjadinya penurunan sosial-ekonomi dapat dilihat dengan semakin menurunya tangkapan para nelayan dan seringnya terjadi konflik antar nelayan antar daerah. Padatnya jumlah penduduk di pesisir Selat Madura juga memberikan dampak yang kurang baik saat ini, pembuangan limbah domestik tampak melakukan proses daur ulang menimbulkan percepatan terhadap proses pencemaran di Selat Madura. Perairan Selat Madura secara fisiografis bisa digambarkan sebagai perairan yang berbentuk setengah cawan (setengah cekungan). Hasil penelitian Puslitbang Geologi Kelautan di perairan Selat Madura (1995) diacu dalam Salahuddin.M (2007), kondisi perairannya mempunyai bentuk fisiografi yang landai, dengan dicirikan mulai dari kedalaman 10 m, 20 m, 30 m menerus ke arah timur hingga mencapai kedalaman 90 m, kemudian dilanjutkan ke tepian laut dalam di Laut Bali dengan kedalaman mulai dari 200 m Sumberdaya Ikan Selat Madura Sumberdaya ikan di Selat Madura semakin tahun semakin menurun, hal ini dikarenakan besarnya penangkapan yang dilakukan dan pencemaran yang terjadi di Selat Madura yang masuk melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di Selat Madura. Daerah yang memiliki kategori pencemaran adalah perairan di Selat Madura sekitar Kota Surabaya dan Pasuruan. Berdasarkan hasil penelitian Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur (2005) didapatkan bahwa estimasi Maximum Sustainable Yeild (MSY) untuk ikan demersal adalah ,53 ton per tahun, sedangkan untuk ikan pelagis MSY sebesar ton per tahun. Hasil penelitian juga didapatkan bahwa baik itu 40

58 ikan demersal maupun ikan pelagis telah mengalami kegiatan tangkap berlebih (over fishing). Ikan Pelagis di Selat Madura banyak di dominasi dari jenis ikan lemuru dan ikan tembang, dari hasil produksi tahun 2005 didapatkan bahwa produksi ikan lemuru sebanyak ,8 Ton atau sebesar 18,09 persen dari total produksi ikan pelagis dan Ikan Tembang sebanyak ,3 Ton atau sebesar 15,30 persen dari total produksi ikan pelagis. adapun komposisi ikan pelagis berdasarkan produksi nelayan pada tahun 2005 sebagai berikut ini : 41

59 Tabel 5. Komposisi Ikan Pelagis Tahun Komposisi Ikan Pelagis Tahun 2005 Jenis Ikan Produksi (Ton) % Cucut 1114,5 1, Layang 8056,3 8, Selar 3501,5 3, Tetengkek 114,4 0, Dau Bambu/ Talang-talang 140,6 0,14156 Sungir 4,6 0, Ikan Terbang 135,4 0, Belanak 1338,3 1, Julung-julung 340 0, Teri 4925,2 4, Japuh 7361,1 7, Tembang 15197,3 15,30106 Lemuru 17968,8 18,09148 Golok-golok 98,8 0, Terubuk 86,3 0, Kembung 13342,3 13,43339 Tengiri Papan 1339,5 1, Tengiri 3607,5 3, Cakalang 1006,3 1,01317 Tongkol 10520,4 10,59223 Alu-alu 73,3 0,0738 Ikan Lainnya 9049,5 9, Total 99321,9 100 Sumber : Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Tahun

60 Cucut Layang Selar Tetengkek Dau Bambu/ Talang-talang Sungir Ikan Terbang Belanak Julung-julung Teri Japuh Tembang Lemuru Golok-golok Terubuk Kembung Tengiri Papan Tengiri Cakalang tongkol Alu-alu Ikan Lainnya Gambar 7. Komposisi Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005 Tabel 6. Komposisi Ikan Demersal Tahun Komposisi Ikan Demersal Tahun 2005 Jenis Ikan Produksi (Ton) % Sebelah 531 1, Lidah 164,4 0, Nomei 1,6 0, Peperek 7676,9 25,17776 Manyung , Beloso 1888,9 6, Biji Nangka 493,1 1, Gerot-gerot 585 1, Merah/ Bambangan 1027,8 3, Kerapu 828,4 2, Lencam 473,6 1, Kakap 962,3 3, Kurisi 2690,9 8, Swanggi 595,7 1, Ekor Kuning 2037,6 6, Tiga Waja/ Gulama 2680,7 8, Pari 1165,8 3, Bawal Hitam 655,5 2, Bawal Putih 417,9 1, Kuwe 303,6 0,99571 Kuro/ Senangin 140,6 0, Layur 2888,5 9, Total 30490,8 100 Sumber : Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Tahun

61 Sebelah Lidah Nomei Peperek Manyung Beloso Biji Nangka Gerot-gerot Merah/ Bambangan Kerapu Lencam Kakap Kurisi Swanggi Ekor Kuning Tiga Waja/ Gulama Pari Bawal Hitam Bawal Putih Kuwe Kuro/ Senangin Layur Gambar 8. Komposisi Ikan Demersal di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun Nilai produksi pada tahun 2005 dari sektor perikanan tangkap di Jawa Timur mencapai 2,1 trilyun rupiah dan penyumbang sektor terbesar dari wilayah Selat Madura yang mencapai 1,4 trilyun rupiah. Adapun perkembangan nilai produksi dari perikanan tangkap Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut : 11% 22% Selat Madura Pantai Utara Jawa Pantai Selatan Jawa 67% Gambar 9. Nilai Produksi Berdasarkan Wilayah Tangkapan Tahun

62 Tahun Rupiah Pantai Utara Jawa Pantai Selatan Jawa Selat Bali Kepulauan TOTAL Gambar 10. Perkembangan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Jawa Timur tahun (Rp.1000). Besarnya nilai produksi dari perikanan tangkap di Selat Madura, tidak diimbangi dengan kesadaran para nelayan dengan adanya kebijakan untuk menekan terjadinya kegiatan tangkap berlebih. Terus meningkatnya hasil produksi per tahun memberikan tekanan terhadap keberlangsungan sumberdaya ikan yang ada. Saat ini frekwensi upaya tangkapan terus meningkat dimana pada tahun 2000 frekwensi upaya tangkapan mencapai trip dari berbagai alat tangkap yang ada dan meningkat hampir dua pada tahun 2005 menjadi trip dari seluruh alat tangkap yang ada di Selat Madura Karakteristik Nelayan di Selat Madura Nelayan yang berada di pesisir Selat Madura, memiliki karakteristik yang hampir sama, sebagian besar berasal dari satu suku yang sama yaitu Suku Madura. Pantangan melaut setiap malam Jum at merupakan salah satu budaya yang ada di kehidupan nelayan di pesisir Selat Madura, dan kebiasaan lain yang mencerminkan bahwa nelayan di pesisir Selat Madura memiliki karakteristik yang sama seperti bahasa yang dipergunakan yang merupakan bahasa madura, dan adanya tradisi nyader atau bahasa lainnya petik laut merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menyambut datangnya musim tangkap dan kegiatan tersebut dilaksanakan di semua daerah yang ada di pesisir madura. Kondisi laut yang keras memberikan dampak terhadap emosional para nelayan yang ada di Selat Madura, seringnya terjadinya konflik baik itu perebutan wilayah tangkapan ataupun konflik sesama nelayan sesama daerah sering di selesaikan dengan jalan kekerasan menjadi identik dikehidupan para nelayan yang ada di Selat Madura. Tingkat emosional yang relatif tinggi menjadikan 45

63 identitas tersendiri bagi nelayan di Selat Madura dan dengan rendahnya pendidikan yang dipunyai dan rendahnya kesadaran hukum di tingkat nelayan Selat Madura, merupakan salah satu penyebab seringnya terjadinya konflik yang ada. Jumlah Nelayan di Selat Madura dari tahun ke tahun terus meningkat saat ini jumlah nelayan yang ada di pesisir Selat Madura pada tahun 2005 sebanyak orang yang terdiri nelayan tetap, nelayan sambilan, nelayan kadang-kadang dan nelayan andon. Adapun perkembangan jumlah nelayan di pesisir Selat Madura dari tahun sebagaimana Tabel-7 Perkembangan Jumlah nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura Tahun dan Gambar-11 Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura tahun berikut ini : Tabel 7. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura tahun Rumah Tangga Nelayan Laut Tahun Perikanan (RTP) Tetap Sambilan Kadang-2 Andon Jumlah Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur orang tahun Nelayan Tetap Nelayan Sambilan Nelayan Kadang-Kadang Nelayan Andon Total Gambar 11. Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura

64 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) pada tahun 2005 menurun tajam menjadi RTP dibandingkan pada tahun 2004 yang berjumlah RTP. RTP pada tahun 2005 didominasi oleh kapal motor dengan tipe 0-5 GT, banyaknya Jenis Armada dengan tipe 0-5 GT yang dipergunakan di perairan Selat Madura dengan demikian pemanfaatan sumberdaya ikan di Selat Madura masih secara tradisional, walaupun pada saat ini telah ada beberapa peningkatan seperti semakin meningkatnya jumlah kapal yang memiliki kemampuan > 5 GT. Adapun perkembangan kemampuan kapal motor dari tahun disajikan pada tabel 8. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun dan gambar 12. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun berkut ini : Tabel 8. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun Kapal Motor (GT) Tahun > Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur KM 0-5 GT KM 6-10 KM KM KM >30 GT Gambar 12. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun

65 Kebiasaan nelayan di Selat Madura pada umumnya melakukan kegiatan one day fishing, yaitu nelayan melakukan kegiatan menangkap ikan baik pergi dan pulang dalam satu hari. Nelayan di perairan ini biasanya melaut saat sore hari sekitar pukul WIB dan pulang pada pagi hari sekitar jam antara WIB. Alat tangkap yang dipergunakan di perairan Selat Madura adalah multigear, ada alat tangkap dengan berbagai jenis alat tangkap yang ada di Selat Madura. Alat tangkap trammel net dan payang (lampara) merupakan alat tangkap yang paling banyak dipergunakan di perairan ini. Perkembangan alat tangkap Trammel net setiap tahunnya terus meningkat, dimana pada tahun 1991 jumlah alat tangkap trammel net berjumlah buah dan terus meningkat hingga pada tahun 2005 terdapat alat tangkap trammel net. Alat tangkap jaring insang hanyut mengalami kecendrungan penurunan setiap tahunnya dimana pada tahun 1991 terdapat sebayak buah alat tangkap dan pada tahun 2005 menurun menjadi alat tangkap jaring insang hanyut. Meningkatnya alat tangkap trammel net di karenakan alat tangkap ini memiliki efektifsitas penangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan jaring insang hanyut. Dari jenis sumberdaya ikan yang tertangkap dari kedua alat jaring tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap untuk sumberdaya ikan demersal. Dengan terbatasnya sumberdaya ikan di Selat Madura dan banyaknya jumlah dan jenis alat tangkap yang beredar di perairan ini, sering menjadi pemicu terjadinya konflik antar nelayan di perairan ini. Adapun perkembangan alat tangkap trammel net dan jaring insang hanyut dari tahun 1991 hingga 2005 seperti pada Tabel-9: 48

66 Tebel 9. Perkembangan Alat Tangkap Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut dari tahun Tahun Jaring Trammel Net Jaring Insang Hanyut Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur 5.4. Pencemaran di Selat Madura Kondisi perairan Selat Madura saat ini semakin parah hal ini ditandai secara fisik dengan terjadinya perubahan warna dari air laut yang ada yang berwarna coklat, dan ada juga bagian air laut yang berwarna kehitaman yang dikarenakan pembuangan pencucian mesin kapal. Padatnya lalu lintas kapal di perairan ini memberikan dampak sering terjadinya pengadukan air laut, dengan kondisi dasar perairan yang merupakan lumpur dan kedalam tak lebih dari 100 m maka akan memberikan dampak teraduknya lumpur sehingga air laut menjadi berwarna coklat. Pencemaran secara fisik tak seluruhnya perairan Selat Madura berwarna coklat masih ada sebagian perairan yang masih berwarna biru, untuk perairan secara fisik berwarna biru untuk daerah Pulau Madura di mulai dari Kabupaten Sampang perbatasan dengan Kabupaten Pamekasan ke arah timur hingga Kabupaten Sumenep, sedangkan untuk daerah di Pulau Jawa dimulai dari Kabupaten Pasuruan perbatasan dengan Kabupaten Probolinggo hingga ke timur sampai dengan Kabupaten Situbondo. Sedangkan untuk arah ke barat hingga Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan perairannya sangatlah tidak 49

67 baik secara fisik terutama banyaknya sampah dan pembuangan oli bekas pencucian mesin kapal di perairan. Secara kimiawi perairan dapat dikatakan tercemar atau tidak bila telah dilakukan pengujian air laut di laboratorium mengenai kandungan yang ada di dalamnya. Perairan dikatakan tercemar bila kandungan yang ada di dalam sampel air melebihi dari baku mutu air yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun yang menjadi standar baku mutu air BOD, COD adalah berikut ini: Tabel 10.Kriteria Mutu air (BOD dan COD) Berdasarkan Kelas Kelas Parameter Satuan Keterangan I II III IV BOD mg/l Angka Batas Minimum COD mg/l Angka Batas Minimum Sumber : PP RI No:82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kementerian Lingkungan Hidup. Kelasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu sebagai berikut ini: 1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Adapun mengenai besar beban pencemaran yang masuk ke pairan Selat Madura dapat dilihat pada Gambar-13 berikut ini: 50

68 Tahun Ton Gambar 13. Perbandingan Pencemaran BOD, COD dan TSS yang Masuk Ke Perairan Selat Madura BOD COD TSS Dari gambar-13 di atas, didapatkan bahwa kondisi pencemaran yang masuk ke perairan Selat Madura melalui beberapa muara sungai, bahwa beban pencemaran tertinggi untuk BOD terjadi pada tahun 1992 yang sebesar ,98 ton sedangkan beban pencemaran terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar ,58 ton. Sedangkan untuk beban pencemaran COD yang tertinggi terjadi pada tahun 1992 sebesar ,87 ton dan beban pencemaran COD terendah terjadi pada tahun 1991 sebesar ,43 ton dan beban pencemaran TSS terbesar terjadi pada tahun 1992 sebesar ,82 ton dan terendah terjadi pada tahun 1994 sebesar ,07 ton Ekonomi Sektor Perikanan dan PDRB Jawa Timur Pembangunan ekonomi merupakan amanat Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 45) yang harus diwujudkan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi nasional Indonesia mempunyai tujuan jangka pendek untuk memulihkan stabilitas ekonomi, meningkatkan kualitas hidup dan menyediakan lapangan kerja, sedangkan tujuan jangka panjang pembangunan nasional diarahkan pada pertumbuhan ekonomi (growth), pemerataan (equity) dan keberlanjutan lingkungan (sustainability). Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan pemberdayaan dan pemanfaatan secara optimal sumberdaya yang dimiliki seperti sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Sektor kelautan dan perikanan memiliki peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dari 51

69 indikator sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB dan dimasukkannya sektor perikanan dan kelautan kepada sektor primer yang terus diperhatikan oleh pemerintah daerah provinsi Jawa Timur. Adapun pada tahun 2003 sumbangan sektor perikanan terhadap PDRB Jawa Timur berdasarkan atas harga konstan tahun 1993 sebesar Rp.872,69 Milyar sedangkan sumbangan sektor ini terhadap PDRB atas harga berlaku adalah sebesar Rp.4.424,54 Milyar. Besarnya sumbangan yang diberikan oleh sektor kelautan dan perikanan kepada PDRB haruslah terus terjaga dengan baik dengan melakukan pembangunan di sektor ini secara berkelanjutan. Adapun perkembangan sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sebagaimana pada Gambar-14 dan Gambar 15: Milyar Rupiah Tahun Series1 Gambar 14. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Konstan Milyar Rupiah Tahun Gambar 15. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Berlaku. 52

70 Perkembangan sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Propinsi Jawa Timur memiliki tren yang positif, hal ini menandakan bahwa pengembangan sektor perikanan dan kelautan oleh Pemprov JATIM melalui Dinas Kelautan dan Perikanan baik provinsi dan kabupaten memiliki hasil yang sangat baik. Perkembangan sektor kelautan dan perikanan akan terus meningkat bila tidak ada kendala, seperti permasalahan kegiatan tangkap berlebih, konflik area tangkapan atau kendala kelestarian lingkungan yaitu pencemaran Kebijakan Provinsi Jatim Untuk Pencegahan Pencemaran Semakin pesatnya pembangunan yang ada di wilayah pesisir, yang kurang memberikan perhatian terhadap kelestarian dari pada daya dukung sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup telah mengakibatkan terjadinya kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut, terutama di wilayah Pantai Utara Jawa Timur. Saat ini Kondisi ekosistem hutan mangrove yang ada di Jawa Timur berdasarkan pengelompokan kondisi sebanyak : a) yang baik ± Ha, b) rusak ± Ha dan c) tanah kosong yang yang ideal ditanami ± Ha. Sedangkan menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Jawa Timur tahun , luas hutan mangrove yang ideal adalah seluas Ha. Sedangkan kondisi ekosistem terumbu karang di perairan laut bervariasi antara persen yang tersebar antara lain di Situbondo, P. Sabunten, P. Sesiil, P. Gili Raja, P. Raas dan P. Mamburit. Rusaknya habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut tersebut telah mengakibatkat erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Pencemaran lingkungan yang terjadi di Jawa Timur, baik pada medium air, udara maupun tanah telah menjadikan kualitas lingkungan hidup semakin menurun. Sumber-sumber pencemar dari industri, domestik, pertanian maupun yang lainnya, harus dapat diatasi dalam bentuk pencegahan maupun pengendalian. Berdasarkan data dari RPJM Jatim tahun diperoleh data, dimana pada tahun 2003, telah tercatat pencemaran air dari industri sebanyak 14 kasus, sedangkan tahun 2004 tercatat 5 kasus ditambah dengan kualitas air sungai yang buruk pada masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama di bagian hilir. Hal ini juga diakibatkan oleh penggunaan peptisida yang tidak terpantau. Pada tahun 2005 Triwulan I, kualitas air Sungai Brantas pada posisi hulu (Jembatan Pendem) untuk nilai COD mencapai 15,5 mg/l dan BOD 4,2 mg/l, 53

71 sedangkan pada posisi hilir (Bendungan Lengkong Baru) untuk nilai COD mencapai 23,0 mg/l dan BOD 4,9 mg/l. Selanjutnya, Daerah Kali Surabaya (posisi Bambe Tambangan) untuk nilai COD mencapai 26,5 mg/l dan BOD 9,6 mg/l. Adapun nilai COD dan BOD yang ditetapkan, yaitu nilai COD 10 mg/l dan BOD 6 mg/l. Hal ini berarti kualitas Kali Surabaya melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Berdasarkan permasalahan di atas maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur menentukan 7 prioritas dalam pembangunan, dimana permasalahan lingkungan masuk kedalam prioritas pembangunan yaitu optimalisasi pengendalian sumberdaya alam, pelestarian lingkungan hidup dan penataan ruang. Sumberdaya alam Provinsi Jatim saat ini dimanfaatkan dalam rangka untuk memacu kemakmuran masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian dari pada sumberdaya dan lingkungan hidup itu sendiri. Dengan demikian sumberdaya alam yang dimiliki oleh Provinsi Jatim memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resources based economy) dan sekaligus sebagai penupang sistem kehidupan (life support system). Peranan sumberdaya alam dan lingkungan terutama sumberdaya ikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menopang perekonomian Provinsi Jawa Timur, dimana pada tahun 2003 seperti dijelaskan di Bab sebelumnya bahwa perikanan memberikan konstribusi terhadap PDRB Jawa Timur sebesar Rp.4.424,54 Milyar dimana kondisinya naik setiap tahunnya. Berdasarkan permasalahan dan kelebihan dari sumberdaya laut yang ada, maka Provinsi Jawa Timur selain menetapkan prioritas pembangunan, juga menetapkan sasaran yang ingin dicapai dari prioritas pembangunan itu sendiri. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari prioritas yang sudah di tetapkan, berdasarkan RPJM Provinsi Jatim tahun adalah : 1. Kelestarian kawasan konservasi. 2. Terwujudnya Minimnya pelanggaran dan perusakan sumberdaya pesisir dan laut. 3. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. 4. Mengurangi luas hutan mangrove yang rusak seluas sekitar 100 Ha per tahun. 5. Tercapainya kualitas air sungai, yaitu 20 persen dari nilai parameter kunci baku mutu. 54

72 Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, arah kebijakan yang akan ditempuh dalam perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut adalah sebagai berikut : 1) Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat. 2) Meningkatkan upaya konservasi pesisir dan laut serta merehabilitasi ekosistem yang rusak seperti mangrove dan terumbu karang. 3) Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut dan perairan tawar. 4) Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. 5) Meningkatkan eksploitasi dengan selalu memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan. 6) Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. 7) Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. 8) Meningkatkan upaya penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar lingkungan. 9) Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. 10) Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai control sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup. 11) Mengoptimalkan peran Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah. 12) Mendorong pemerataan pembangunan dengan percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah. Untuk mencapai perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut, berikut ini disusun program-program pembangunan yang meliputi : (1) Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam Program ini bertujuan untuk melindungi sumberdaya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin kualitas 55

73 ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik. (2) Program Rehabilitasi dan Pemulihan Sumberdaya Alam Program ini bertujuan untuk merehabilitasi alam yang telah rusak dan mempercepat pemulihan sumberdaya alam, sehingga selain berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. (3) Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik (good governance) berdasarkan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas yang diarahkan untuk seluruh Jawa Timur (4) Program Penataan Ruang Program ini ditujukan untuk: (1) memantapkan struktur ruang wilayah Provinsi Jawa Timur dengan mempertahankan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan lindung, (2) mendorong pelaksanaan pemanfaatan ruang secara konsisten sesuai dengan peruntukannya, (3) mengendalikan pemanfaatan ruang yang efektif dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan keseimbangan pembangunan antar fungsi; (4) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; serta (5) mengoptimalkan peran penataan ruang sebagai media koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan antar sektor dan antar wilayah. Program ini antara lain diarahkan pada wilayah Metropolitan Gerbangkertosusilo dan kota besar Malang Raya, wilayah strategis, Kawasan Andalan Tuban dan sekitarnya dan Probolinggo dan sekitarnya, kawasan prospektif (Pantura dan Kaki Jembatan Suramadu), wilayah tertinggal (wilayah Selatan dan Madura Kepulauan) serta kawasan perbatasan antar Kabupaten./Kota maupun antar Provinsi. (5) Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam dan perlindungan pelestarian lingkungan hidup yang diarahkan di Jawa Timur. 56

74 (6) Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah pencemaran lingkungan hidup baik di darat, perairan tawar dan laut, maupun udara sehingga masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. 57

75 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini didapatkan beberapa data yang telah dikumpulkan baik itu data primer maupun sekunder. Untuk data primer di peroleh melalui wawancara terhadap beberapa nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan di Selat Madura seperti di daerah Desa Lekok Kabupaten Pasuruan, Kenjeran Surabaya, dan Mayangan Kabupaten Sampang. Data primer pada penelitian ini didapatkan dari beberapa instansi diantaranya adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), PT. Pelabuhan Indonesia (PT.Pelindo III), Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Timur, Biro Pusat Statistik, Bapeldalda Jawa Timur, dan Badan Meteriologi dan Geofisika Maritim Perak Surabaya. Dari hasil penelitian didapatkan data time Series produksi perikanan dan effort selama 15 tahun ( ). Sebenarnya data yang tersedia di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur mulai tahun 1985, namun sehubungan tidak tersedianya data mengenai pencemaran mulai tahun tersebut dan hanya didapatkan data pencemaran time series selama 15 tahun ( ) maka diputuskan, hanya mengambil data sesuai dengan banyak tahun data pencemaran. Dari data yang dikumpulkan kemudian dilakukan pengkajian alat tangkap untuk menentukan 2 alat tangkap yang paling efektif dalam penangkapan ikan kakap dan kerapu, dengan demikian maka didapatkan 2 alat tangkap yaitu jaring insang hanyut dan jaring trammel net. Kemudian dari hasil data sekunder dicocokkan dengan kondisi lapang, maka juga didapatkan bahwa kedua alat tangkap tersebut memang memiliki efektivitas yang tinggi dalam melakukan penangkapan ikan kerapu dan kakap di Selat Madura. Penentuan kedua jenis ikan tersebut didasarkan karena kedua jenis ikan tersebut memiliki mobilitas yang terbatas, sehingga diharapkan akan dapat diketahui seberapa besar pengaruh pencemaran terhadap kedua jenis ikan tersebut. Hasil wawancara didapatkan bahwa nelayan di Selat Madura melakukan penangkapan ikan dengan 1 kali sehari untuk melaut (one day fishing) dimana waktu penangkapan berkisar pukul sampai jam bila pagi hari melaut dan bila malam hari dimulai pukul sampai jam 03.00, sedangkan jumlah pekerja setiap kapal disesuaikan dengan alat tangkap yang digunakan. Untuk 58

76 kedua jenis alat tangkap tersebut rata-rata 6 orang. Armada kapal yang digunakan rata-rata di bawah >30 Gross Tonage (GT). Setelah didapatkan beberapa data yang didapatkan dari hasil wawancara seperti besar biaya melaut, lama melaut, daerah tangkapan dan harga ikan kakap dan kerapu. Kemudian dilakukan beberapa standarisasi baik itu standarisasi produksi, standarisasi effort dan biaya untuk mendapatkan hasil data yang sesuai. 6.1 Data Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap Untuk mendapatkan nilai produksi kakap dan kerapu yang sebenarnya maka dilakukan standarisasi produksi, dimana produksi kakap dan kerapu terhadap total tangkapan dari alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net, adapun standarisasi ini di adopsi dari Anna. S (2003), sebagai berikut : 1 m n 1 h it h i = i = 1,2. (6-1) t-1 h ht h pt Setelah diketahui proporsi produksi ikan kakap dan kerapu, maka akan diketahui data terhadap kedua spesies tersebut terhadap total alat tangkap. Proses dekomposisi untuk menentukan produksi ikan demersal di Selat Madura dilakukan dengan perhitungan persamaan di bawah ini : h ijt = φ h. (6-2a) ij it φ = ij 3 h t 1 ij = h i 1 n-1...(6-2b) Maka produksi spesies i oleh alat tangkap j pada periode t adalah : h ijt h 3 ij = t = 1 h i 1 n-1 * h it....(6-3) 59

77 Kemudian didapatkan total produksi perikanan demersal setelah dilakukan dikomposisi adalah : hd = t h ijt i j..(6-4) Adapun penjelasan dari persamaan di atas adalah sebagai berikut: dimana dimisalkan bahwa catch dari jenis ikan i oleh alat tangkap j pada periode t sebagai h ijt. Dimana h ijt adalah proporsional terhadap jumlah spesies i yang diproduksi secara total pada periode t. Untuk menentukan proporsi yang tepat, maka digunakan rataan geometrik antara rasio dari produksi jenis ikan i oleh alat tangkap j dengan total produksi dari jenis ikan i, sehingga nantinya akan didapatkan nilai total produksi ikan demersal pada tahun ke t dimana di peroleh dari jumlah produksi dari jenis ikan i oleh seluruh alat tangkap j. Maka dari hasil penelitian didapatkan untuk produksi ikan kerapu dan kakap dengan alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net, dan dilakukan standarisasi maka diperoleh total produksi seperti pada Tabel-11 berikut: Tabel 11. Analisis Data Produksi Tahun Share Jaring Insang Hanyut Produksi (Ton) Share Trammel Net (Ton) (Ton) Grand Total Total Total Kerapu Kakap Kerapu Kakap Kerapu Kakap Produksi Produksi ,00 309,40 3,26 27,50 30,76 23,50 42,40 65,90 96, ,90 474,80 15,50 35,20 50,70 75,10 72,30 147,40 198, ,20 905,10 0,10 95,10 95,20 0,40 385,90 386,30 481, ,90 703,60 11,70 1,00 12,70 4,90 79,40 84,30 97, ,10 281,80 4,50 22,30 26,80 119,30 87,10 206,40 233, ,80 444,10 14,90 20,90 35,80 0,00 127,80 127,80 163, ,10 174,80 620,40 13,00 633,40 4,80 60,00 64,80 698, ,20 237,10 961,80 23,00 984,80 7,80 109,80 117, , ,20 153,80 0,00 5,20 5,20 54,40 104,00 158,40 163, ,00 713,60 16,30 3,60 19,90 42,50 162,60 205,10 225, ,20 932,60 136,50 15,20 151,70 33,20 94,50 127,70 279, ,30 259,90 26,50 0,00 26,50 62,80 223,90 286,70 313, ,40 506,10 26,50 0,00 26,50 59,10 121,50 180,60 207, ,00 386,30 31,00 3,80 34,80 25,20 111,30 136,50 171, ,40 962,30 0,00 1,90 1,90 128,20 23,60 151,80 153,70 Total 11717, , ,96 267, ,66 641, , , ,96 Sumber data : diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Hasil standarisasi produksi didapatkan bahwa produksi jenis ikan kakap dan kerapu memiliki trend produksi dari tahun yang terus menurun 60

78 dari hasil tangkapan kedua alat alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net, dimana pada tahun 1998 produksi mengalami lonjakan kenaikan yang tertinggi selama 15 tahun terakhir sebesar 1102,40 ton setelah tahun tersebut trend terjadinya penurunan sumberdaya ikan kakap dan kerapu. Dari hasil standarisasi juga didapatkan bahwa jaring insang hanyut memiliki efektifitas penangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan jaring trammel net dalam melakukan penangkapan jenis ikan kakap dan kerapu Ton Ikan Kerapu Ikan Kakap Tahun Gambar 16. Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap di Selat Madura Produksi secara keseluruhan dari jenis alat tangkap yang beroprasi di Selat Madura di dapatkan tend produksi yang berfluktuasi dan kecenderungan mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir. Ada dua kali lonjakan produksi yang besar ikan kerapu yakni di tahun 1998 sebanyak ton dan tahun 2001 sebanyak 1850,20 ton. Produksi ikan kerapu pada tahun 2005 sebesar 828,40 ton. Produksi ikan kakap mengalami fluktuasi, dimana produksi terbesar terjadi pada tahun 2005 sebanyak 962,30 ton. Bila dilihat dari grafik bahwa alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net per tahun, maka didapatkan bahwa dari kedua alat tangkap tersebut spesies yang lebih dominan ditangkap adalah ikan kakap bila dibandingkan dengan ikan kerapu. Total produksi ikan dari periode , bila dibandingkan antara total produksi ikan kerapu dan ikan kakap maka akan diperoleh bahwa produksi ikan kerapu lebih banyak dibandingkan ikan kakap, dimana produksi total ikan kerapu sebesar ,70 ton sedangkan total produksi ikan kakap sebesar 7.445,30 ton. Untuk 61

79 mengetahui jumlah produksi ikan kerapu per alat tangkap dapat dilihat pada Gambar-17 berikut ini : Ton Tahun Share Produksi Jaring Insang Hanyut Share Produksi Trammel Net Gambar 17. Produksi Ikan Kerapu Berdasarkan Alat Tangkap Dari Grafik-17 produksi ikan kerapu berdasarkan alat tangkap didapatkan bahwa produksi ikan kerapu dengan alat tangkap jaring insang hanyut selama 15 tahun memiliki efektifitas penangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan alat tangkap jaring trammel net. Sedangkan untuk alat tangkap trammel net mengalami lonjakan produksi terbesar pada tahun 1998 sebesar 961,80 ton dan pada tahun 2005 tidak ada produksi ikan kerapu dari alat tangkap jaring trammel net. Alat tangkap jaring insang hanyut pada tahun 1996 tidak menghasilkan produksi ikan kerapu, sedangkan produksi ikan kerapu tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebanyak 128,20 ton. Untuk trend tangkapan ikan kerapu untuk alat tangkap jaring trammel net kecenderungan mengalami penurunan, walaupun pada tahun 1998 sempat mengalami lonjakan produksi yang tertinggi, sedangkan untuk alat tangkap jaring insang hanyut trend produksi kecenderungan mengalami kenaikan. Produksi ikan kakap berdasarkan alat tangkap dapat dilihat pada Gambar-18 berikut ini : 62

80 Ton Share Produksi Jaring Insang Hanyut Share Produksi Jaring Trammel Net Tahun Gambar 18. Produksi Ikan Kakap Berdasarkan Alat Tangkap Produksi ikan kakap berdasarkan alat tangkap, didapatkan bahwa efektifitas alat tangkap jaring insang hanyut lebih baik dari pada jaring trammel net. Hal ini dibuktikan dengan tingkat produksi jaring insang hanyut yang lebih baik dari pada jaring trammel net. Produksi tertinggi dari kedua alat tersebut terjadi pada tahun 1993, untuk produksi ikan kakap dengan alat tangkap jaring insang hanyut sebanyak 385,9 ton dan produksi jaring trammel net sebanyak 95,1 ton. Untuk trend produksi ikan kakap didapatkan bahwa produksi mengalami gejala penurunan produksi. Untuk hasil produksi tahun 2005 dimana untuk jaring insang hanyut sebanyak 23,6 ton dan produksi jaring trammel net sebanyak 1,9 ton. 6.2 Standarisasi Unit Effort Standarisasi effort dilakukan, hal ini dikarenakan yang pertama alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net tidak hanya menangkap jenis ikan kakap dan kerapu saja, karena banyaknya jenis ikan (multi species) yang dihasilkan oleh kedua alat tangkap yang akan membuat bias effort yang didapatkan. Kedua data yang tersedia di Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur tidak tersedia data effort yang berdasarkan alat tangkap dan jenis ikan. Oleh karena itu maka di butuhkan modifikasi pendekatan permasalahan agar mendapatkan effort yang diinginkan. Menurut Smith (1996) dalam Fauzi (1998), agregasi effort adalah merupakan satu-satunya cara pengukuran effort yang dapat diandalkan pada perikanan multi-spesies. 63

81 Sebelum melakukan standarisasi effort alat tangkap maka terlebih dahulu melakukan pemilihan alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan di teliti. Dari hasil data yang diperoleh dan mencocokkan dengan kondisi lapang maka didapatkan bahwa alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net merupakan dua alat tangkap yang efektif menangkap kedua jenis ikan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan juga kedua alat tangkap tersebut memiliki jumlah yang cukup banyak yang beroprasi di Selat Madura. Dalam penelitian ini pengukuran fishing effort menggunakan unit trip, hal ini dikarenakan data yang didapatkan hanya merupakan data effort dalam jumlah trip. Banyak para pakar yang mengatakan bahwa jumlah hari melaut memiliki tingkat ketepatan yang lebih baik dibandingkan dengan effort dalam jumlah trip, namun hal tersebut tidak menjadi permasalahan, hal ini dikarenakan bahwa kedua alat tangkap tersebut melakukan penangkapan dalam satu kali sehari (one day fishing), sehingga banyaknya jumlah effort dalam jumlah trip sama dengan jumlah melaut yang dilakukan oleh para nelayan. Berdasarkan data effort yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan didapatkan bahwa data yang dihimpun diperkirakan tidak sesuai dengan kondisi di lapang yang melakukan kegiatan one day fishing, sehingga pada penelitian ini untuk jumlah effort dilakukan perhitungan tersendiri dengan metode : T t = G jt D t...(6-5) Dimana jumlah T t trip per tahun diperoleh dengan mengalikan jumlah G jt jenis alat tangkap per tahun dengan jumlah D t hari melaut dalam setahun. Dalam penelitian ini diasumsikan berdasarkan data wawancara mengenai rata-rata jumlah hari penangkapan didapatkan bahwa nelayan Selat Madura melakukan penangkapan sebanyak 298 hari dalam setahun. Maka besar effort untuk masing-masing alat tangkap pertahunnya seperti Tabel-12 berikut ini : 64

82 Tabel 12. Effort untuk Alat Tangkap Jaring Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut Per Tahun Tahun Effort Trammel Net Effort Jaring Insang Hanyut Sumber : diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Setelah didapatkan jumlah effort per tahunnya maka dilakukan standarisasi effort dari jaring insang hanyut (JIH) dan jaring trammel net (JTN) dengan baseline alat tangkap jaring insang hanyut, dengan demikian akan didapatkan nilai total standar effort per tahunnya sebagai berikut : 65

83 Tabel 13. Standarisasi Effort Alat Tangkap Tahun Effort Standar Effort Total Standar Indeks JTN JTN JIH JTN Effort (trip) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,66 Sumber : data diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. 6.3 Estimasi Parameter Biologi Ada beberapa model estimasi yang telah dikembangkan oleh para pakar, seperti model yang dikembangkan Walter-Hilborn (1976), Schnute (1977) dan Clarke,Yoshimoto dan Pooley (1992). Adapun dalam estimasi biologi baik estimasi biologi tanpa pencemaran dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Walter-Hilborn (1976), sedangkan estimasi biologi dengan pencemaran menggunakan model yang dikembangkan oleh Anna.S (2003). Adapun model untuk mengestimasi biologi tanpa pencemaran sebagai berikut ini: U U t+ 1 t 1 = r r qk U t qe (6-6) t Dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) akan diperoleh persamaan sebagai berikut : y t β + β x + β + ε. (6-7) = x2 66

84 Dimana : = (U t+1 /U t )-1...(6-8a) y t β 0 = r...(6-8b) β 1 = r/kq.(6-8c) β 2 = q.(6-8d) Maka masing-masing variabel bebas adalah x 1 =U t, x 2 =E t. Model yang digunakan untuk mengestimasi biologi dengan pencemaran dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Anna.S (2003), yang mengasumsikan bahwa beban pencemaran pada periode t (P t ) mengurangi pertumbuhan biomas x. Adapun model secara lengkap sebagai berikut : x t ( x / K γp) qxe = rx 1. (6-9) Model ini dapat dikembangkan ke dalam model diskrit sehingga besaran parameter γ dapat diketahui melalui teknik OLS. Dalam model diskrit persamaan menjadi : xt xt+ 1 = x1 + rxt 1 γpt qxt Et...(6-10) K Dengan mengikuti teknik yang dikembangkan oleh Walter-Hilborn (1976), dan dengan menggunakan notasi yang sama untuk catch per unit effort sebagai U t =H t /E t, maka biomass (x t ) dapat ditulis sebagai U t /q, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai : U U ru U t + 1 t t t = + 1 γ q q q Kq P U t Et.(6-11) 67

85 Dengan mengalikan persamaan di atas dengan q/u t dan menyederhanakannya, maka persamaan akan menjadi sebagai berikut : U U t = r U t r Pt t Kq γ r qe...(6-12) t Maka koefisien pada persamaan akan dapat diduga dengan OLS dimana : y t = x3 β + β x + β x + β + ε..(6-13) Dimana : y t = (U t+1 /U t )-1.(6-14a) β 1 = r/kq...(6-14b) β 2 = rγ...(6-14c) β 3 = q (6-14d) Masing-masing variabel bebas adalah x 1 =U t, x 2 =P t dan x 3 =E t. Dengan menggunakan kedua model di atas maka kita akan dapat mengetahui nilai biologi parameter pertumbuhan (r), Carrying capacity (K) dan koefisien daya tangkap (q) saat tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran, adapun nilai biologi tanpa pencemaran sebagai berikut : Tabel 14. Parameter Biologi tanpa Pencemaran Parameter Biologi Tanpa Pencemaran Parameter Nilai a 1, b -8863, c -4,11502E-08 r=a 1, q=c 4,11502E-08 K=r/(q*b) 5296,

86 Parameter biologi dengan pencemaran BOD, COD dan TSS dengan menggunakan model Anna.S (2003) sebagai berikut : Tabel 15.Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD Parameter Nilai a = 0, b = -6136, c = 1,23433E-06 d= -6,80622E-08 r=a 0, q=-d -6,81E-08 k=-r/(q*b) -1,54E+03 P=-c/r (0, ) Tabel 16. Parameter Biologi dengan Pencemaran COD Parameter Biologi dengan Pencemaran COD Parameter Nilai a = -0, b = -8045, c = 1,38643E-06 d= -1,23138E-07 r=a (0, ) q=-d -1,23E-07 k=-r/(q*b) 2,47E+02 P=-c/r 0, Tabel 17. Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS Parameter Nilai a = 0, b = -5853, c = 1,76615E-06 d= -1,3149E-07 r=a 0, q=-d -1,31E-07 k=-r/(q*b) -1,69E+02 P=-c/r (0, ) Pada penelitian ini dihasilkan parameter BOD, COD dan TSS seperti di atas, yang memberikan pengaruh terhadap sumberdaya ikan di perairan Selat Madura. 69

87 6.4 Estimasi Parameter Pencemaran Data time series untuk pencemaran hanya tersedia dari tahun , data yang di peroleh merupakan data konsentrasi pencemaran di beberapa muara yang mengalir ke Selat Madura. Data pencemaran diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, PT.Pelindo III, Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, dan Bapeldalda Jawa Timur. Data dikumpulkan dari berbagai instansi dikarenakan belum terarsip dengan baik, perlunya pengambilan data dari berbagai instansi yang memiliki perhatian terhadap dan pernah melakukan pengukuran kualitas air di muara-muara sungai di Selat Madura. Data pencemaran yang diperoleh kemuadian diolah sehingga diperoleh jumlah beban pencemaran (load) pertahunya yang masuk ke Selat Madura. Adapun load dari masing-masing bahan pencemaran dihitung dengan menggunakan rumus : BL = Q x C...(6-15) Dimana : BL = beban pencemaran yang berasal dari satu sungai ton/tahun Q = Debit Sungai M 3 /th C = Konsentrasi bahan pencemar mg/l Dengan demikian total beban pencemaran yang masuk ke Selat Madura dapat dihitung dengan rumus berikut ini : TBL = n i= 1 BL.(6-16) Dimana : TBL = Total Beban Limbah n = Jumlah sungai i = Beban limbah sungai ke i Model perhitungan load sebagai parameter seperti di atas juga dilakukan oleh Hufschmidt et al (1986). Dari hasil analisis didapatkan bahwa kondisi pencemaran di Selat Madura yang mempengaruhi kondisi stok ikan hanya BOD, COD dan TSS. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah pencemaran yang masuk ke Selat Madura dapat 70

88 dilihat pada Tabel-18. Berdasarkan Tabel-18 didapatkan bahwa jumlah rata-rata bahan pencemaran BOD pertahun yang masuk ke perairan Selat Madura sebesar ton/tahun. Jumlah rata-rata bahan pencemaran COD pertahun sebesar ton/tahun dan jumlah rata-rata bahan pencemaran TSS per tahun sebesar ton/tahun. Besarnya pencemaran yang masuk ke perairan membuat kondisi stok setiap tahun terus berubah mengikuti jumlah bahan pencemaran yang masuk ke perairan. Tabel 18. Jumlah Pencemaran Yang Masuk Ke Selat Madura BOD COD TSS Tahun (Ton/Tahun) (Ton/Tahun) (Ton/Tahun) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,06 Sumber : BTKL, PU Pengairan Jawa Timur, PT.Pelindo III,Bapeldal Jawa Timur 6.5 Estimasi Sustainable Yeild Setelah tahapan awal sebelumnya dengan mengetahui terlebih dahulu parameter biologi, dengan menggunakan parameter biologi tersebut maka kita dapat mengetahui nilai tangkapan lestari serta melakukan perbandingan dengan hasil tangkapan aktual. Adapun perbandingan produksi aktual dengan produksi lestari tanpa pencemaran dapat dilihat pada Tabel-19 di bawah ini : 71

89 Tabel 19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari tanpa Pencemaran Sus Yield/mt Sus Yield/mt Tahun Produksi/mt Effort/Trips (Gompertz) (Schafer) , ,89 824,36 820, , ,31 804,16 801, , ,97 463,54 463, , ,40 250,97 250, , ,24 229,69 229, , ,25 359,44 359, , ,90 840,75 837, , , , , , ,97 250,02 249, , ,79 226,16 226, , ,80 346,02 345, , ,60 164,17 164, , ,67 250,99 250, , ,57 227,84 227, , ,66 161,33 161,30 Sumber data diolah dari : Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Dari Tabel-19 didapatkan bahwa sebagian besar nilai produksi aktual masih berada di bawah nilai sustainable yield dengan fungsi Gompertz dan Schaefer. Hal ini berarti bahwa nilai produksi tidak melebihi produksi lestari yang juga berarti bahwa produksi untuk ikan kakap dan kerapu tidak mengalami kegiatan tangkap berlebih (over fishing). Namun ada beberapa tahun yang produksi aktual telah melebihi dari pada produksi lestari yaitu pada tahun 1993, 1995 dan 2002, dimana untuk tahun 1993 produksi aktual sebesar 481,50 ton atau melebihi produksi lestari yang sebesar 463,54 ton untuk fungsi Gompertz dan produksi lestari sebesar 463,00 ton untuk fungsi Schaefer. Produksi aktual pada tahun 1995 sebesar 233,20 atau melebihi produksi lestari dari fungsi Gompertz yang sebesar 229,69 ton dan fungsi Schaefer sebesar 229,63 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi aktual sebesar 313,20 ton atau melebihi dari produksi lestari dengan fungsi Gompertz yang sebesar 164,17 ton dan fungsi Schaefer sebesar 164,15 ton. Produksi aktual tertinggi terjadi pada tahun 1998 dimana produksi aktual pada saat itu berjumlah 1102,40 ton, sedangkan untuk produksi lesatri fungsi Gompertz sebesar 1629,44 ton dan produksi lestari fungsi Schaefer sebesar 1594,80 ton. 72

90 Dari Tabel-19 dan Gambar-19 didapatkan bahwa produksi aktual mengalami fluktuasi dan kecenderungan produksi aktual mengalami penurunan pada tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2005 produksi aktual turun menjadi 153,70 ton dari tahun 2004 sebelumnya yang sebesar 171,30 ton. Kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur pada saat ini memfokuskan agar di perairan Selat Madura tingkat over fishing dapat ditekan seminimal mungkin walaupun ada beberapa tahun yaitu tahun 1993, 1995 dan 2002 masih mengalami over fishing. Perhitungan estimasi tersebut masih belum memasukkan dampak pencemaran yang terjadi di Selat Madura, sehingga perhitungan tersebut masih perlu dilengkapi dengan faktor pencemaran yang terjadi di Selat Madura. Pencemaran yang terjadi di Selat Madura diperkirakan akan memberikan dampak terhadap produksi ikan, terutama terhadap tingkat pertumbuhan dari pada ikan, stok ikan dan carrying capacity yang ada, yang kesemuanya merupakan faktor biologi dari pada ikan untuk dapat berkembang biak. Dari tabel dan grafik juga tergambarkan bahwa produksi aktual terus menurun, sedangkan effort terus meningkat dari kedua alat tangkap yaitu jaring trammel net dan jaring insang hanyut. Menurunnya hasil tangkapan berdasarkan hasil wawancara bahwa stok ikan yang ada di perairan semakin berkurang, hal ini ditandai dengan beberapa hal seperti: semakin menurunnya hasil tangkapan dan semakin jauh area tangkapan (fishing ground) nelayan. Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield Gomperts dan Schaefer MT Produksi Aktual Sus Yield (Gomperts) Sus Yield (Schaefer) Tahun Gambar 19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield fungsi Gompertz dan Schaefer Hasil perhitungan berdasarkan tiga rezim pengelolaan yaitu pada saat Maximum Sustainable Yield (MSY), Open Acces (OA) dan Maximum Economic Yield (MEY) maka diperoleh hasil sebagai berikut: 73

91 Tabel 20. Kondisi Sumberdaya saat MSY,MEY dan OA. Solusi Bioekonomik Tanpa Pencemaran Keterangan MEY Open Access MSY Effort (Trip) , , ,06 Produksi (Ton) 2.040, , ,64 Biomass (Ton) 3.839, ,01 TR (Juta Rupiah) , , ,73 TC (Juta Rupiah) , , ,75 Rente (Juta Rupiah) , ,98 Sumber data diolah dari : Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Berdasarkan Tabel-20 di atas maka didapatkan bahwa kondisi sumberdaya ikan saat MSY effort sebanyak ,06 trip dan produksi MSY sebesar 2.557,64 Ton sedangkan rente saat MSY sebesar Rp ,98 juta. Saat kondisi MEY, dimana untuk effort sebesar ,11 trip dan kondisi produksi sebanyak 2.040,14 ton dan rente saat MEY sebesar Rp ,13 juta. Dalam kondisi open access maka diperoleh nilai effort sebesar ,21 trip dan produksi sebanyak 2.531,87 ton dan rente saat open access sebesar Rp. 0 artinya bahwa nelayan akan terus menangkap ikan hingga tidak mendapatkan keuntungan. Saat kondisi open access jumlah produksi melebihi dari pada jumlah biomass yang ada di perairan Selat Madura, dimana jumlah biomass saat open access sebesar 2.382,24 ton. 6.6 Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal (Baseline) Sumberdaya perikanan merupakan aset kapital yang dalam pengelolaannya secara optimal juga memerlukan pendekatan kapital. Dengan demikian dibutuhkan pertimbangan aspek intertemporal dalam analisisnya. Pada pendekatan kapital, biaya korbanan (oppurtunity cost) untuk mengeksploitasi sumberdaya pada saat ini diperhitungkan melalui perhitungan rente ekonomi optmal (optimal rent) yang seharusnya didapat dari sumberdaya perikanan, jika sumberdaya tersebut dikelola secara optimal (Anna. S,2003). Dalam penelitian ini pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal didekati dengan menggunakan persamaan-persamaan yang juga digunakan dalam penelitian Anna. S, Dengan memberlakukan Pontryagins Maximum Principle, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal diperoleh dari Modified Golden Rule sebagai berikut : 74

92 F( x) π ( H, x, E) / x + x π ( H, x, E) / H = δ (6-17) Adapun secara eksplisit ditulis sebagai : F( x) + x x cf( x) [ qxp( F( x) ) c] (6-18) Dimana F(x) adalah pertumbuhan alami dari stok ikan, π ( H, x, E) / x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, π ( H, x, E) / H rente marjinal akibat perubahan produksi. Parameter ekonomi dan biologi ditentukan oleh besaran c (biaya per unit effort), p (harga ikan), δ (discount rate) dan q yang merupakan koefisien penangkapan. F (X t ) adalah produktivitas marjinal dari biomass yang merupakan turunan pertama F(x) terhadap x. Persamaan di atas menghasilkan x (optimal) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat tangkapan dan upaya yang optimal. Model di atas akan dapat membantu untuk mengetahui rente dari sumberdaya perikanan yang merupakan hasil dari perkalian antara harga produk ikan dengan tangkapan optimal dikurangi biaya dari tingkat upaya optimal, atau : * π = P * * * * t ( H ) H t ct Et (6-19) Dengan menggunakan fungsi biologi Gompertz, diperoleh nilai optimal dari sumberdaya perikanan melalui persamaan berikut ini : cr ln( k / x) r ln( k / x) r + δ = 0.(6-20) x { pqx c} Dengan mengunakan asumsi market discount rate sebesar 12,81persen maka dapat dilakukan perhitungan mengenai kondisi optimal sumberdaya dengan menggunakan alat analisis Maple 9.5, maka akan diperoleh nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut x* = 4857,54 ton, h*= 810,97 ton dan E*= ,38 trip. Dari hasil analisis dengan discount rate yaitu 12,81 persen sepanjang tahun diperoleh sebagai berikut : 75

93 Ton Tahun Produksi Aktual Produksi Lestari Produksi Optimal 12.81% Gambar 20. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 12,81 persen Dari Gambar-20 dapat dilihat bahwa produksi aktual rata-rata masih berada di bawah produksi optimal, hanya ada satu tahun produksi aktual berada di atas produksi optimal yaitu tahun 1998, sedangkan produksi lestari terhadap produksi optimal didapatkan ada tiga tahun dimana produksi lestari berada di atas produksi optimal yaitu tahun 1991, 1997 dan 1998, dan rata-rata produksi lestari terhadap produksi optimal masih berada dibawah produksi optimal. Perhitungan produksi optimal dengan discount rate 10,58 persen, diperoleh nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut berikut x* = 4872,05 ton, h*= 785,33 ton dan E*= ,40 trip. Berdasarkan Gambar-21 diperoleh hasil, bahwa produksi aktual dari tahun rata-rata masih berada dibawah produksi optimal dengan discount rate 10,58 persen, hanya ada satu tahun yaitu tahun 1998 dimana produksi aktual berada di atas produksi optimal. Berdasarkan gambar yang sama juga didapatkan bahwa rata-rata produksi lestari masih berada dibawah produksi optimal, hanya ada empat tahun dimana produksi lestari berada di atas produksi optimal yaitu tahun 1991,1992, 1997 dan Perbandingan antara nilai produksi aktual, produksi lestari dan produksi optimal dengan discount rate 10,58 persen sebagai berikut: 76

94 Ton Tahun Produksi Aktual Produksi Lestari Produksi Optimal 10.58% Gambar 21. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 10,58 persen Tabel 21. Analisa Produksi Optimal Sumberdaya Ikan Tahun Produksi/mt Prod. Lestari Produksi Opt 12.81% Produksi Opt 10.58% Sumber : diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Dari Tabel-21 Perbandingan penggunaan discount rate dengan nilai 12,81 persen dan 10,58 persen, dimana untuk nilai biomass optimal penggunaan discount rate 10,58 persen mendapatkan nilai yang lebih besar yaitu x* = 4872,05 ton sedangkan untuk discount rate 12,81 persen yaitu x* = 4857,54 77

95 ton. Produksi optimal saat discount rate 12,81 persen sebesar h*= 810,97 ton sedangkan untuk discount rate 10,58 persen diperoleh h*= 785,33 ton dan untuk nilai effort optimal didapatkan nilai discount rate 12,81 persen lebih besar dari discount rate 10,58 persen dimana untuk discount rate 12,81 persen nilai E*= ,381 trip dan discount rate 10,58 persen nilai E*= ,395 trip. Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai discount rate, maka akan mengakibatkan produksi semakin besar dan stok semakin menurun dan effort semakin meningkat artinya discount rate yang besar akan mengakibatkan sumberdaya ikan semakin besar diekploitasi dan pada akhirnya sumberdaya semakin cepat terdegradasi. 6.7 Estimasi Depresiasi Sumberdaya (Interaksi Perikanan-Pencemaran) Estimasi depresisi sumberdaya ikan dilakukan untuk melihat kondisi depresiasi sumberdaya ikan kakap dan kerapu tanpa pencemaran dan kondisi depresiasi sumberdaya dengan pencemaran BOD dan COD. Estimasi ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh yang di berikan oleh load terhadap laju depresiasi ikan kerapu dan kakap. Laju degradasi sumberdaya ikan tanpa beban pencemaran didapatkan bahwa degradasi rata-rata pertahunnya sebesar 0,19. Nilai ini menunjukkan bahwa ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura masih belum mengalami tekanan yang cukup besar atau tidak mengalami degradasi sumberdaya. Nilai terbesar laju depresiasi sumberdaya terjadi pada tahun 2002 sebesar 0,37 dan pada tahun 2005 nilai laju depresiasi sumberdaya sebesar 0,26. Tabel-22 berikut ini menunjukkan fluktuasi laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap pada tahun di perairan Selat Madura. 78

96 Tabel 22. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran Produksi Aktual Produksi Lestari Laju Degradasi Tahun (Ton) (Ton) ( φ D ) Jumlah 2.89 Rata-rata 0.19 Sumber diolah dari data : Dinas Kelautan dan Perikanan Prop.Jatim. Keterangan : φ D adalah koefisien laju degradasi. Suatu sumberdaya dikatakan belum terdegradasi jika hanya jika nilai koefisien laju degradasinya ( φ D ) berada diantara nilai 0-0,50 (0 φ 0,50). D Gambar-20 menunjukkan trakjektori koefisien laju degradasi sumberdaya ikan kakap dan kerapu di perairan Selat Madura pada tahun dari gambar didapatkan bahwa laju degradasi sumberdaya tanpa pencemaran berfluktuasi dan kecenderungan laju degradasi terus meningkat dari tahun laju degradasi terus meningkat seiring dengan semakin tingginya aktivitas kegiatan penangkapan sumberdaya ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura dengan di tandai dengan tingkat effort. Dari gambar didapatkan bahwa laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura masih berada di bawah treshold koefisien laju degradasi yang sebesar 0,50. untuk lebih jelasnya perbandingan nilai laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap terhadap nilai treshold koefisien laju degradasi pada Gambar-22 dibawah ini: 79

97 Nilai Koefisien Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi teta Gambar 22. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran Tabel 23. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran BOD Laju Produksi Aktual Sus Yield/mt (Gompertz) BOD Tahun Degradasi (Ton) (Ton) ( φ D ) Jumlah 6.78 Rata-rata 0.45 Sumber diolah dari data : Dinas Kelautan dan Perikanan Prop.Jatim 80

98 Dari hasil analisis laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran BOD didapatkan bahwa laju degradasi pertahunnya sebesar 0,45. Laju degradasi ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap saat tanpa pencemaran yang sebesar 0,24. Meningkatnya laju degradasi selain dikarenakan aktifitas tangkapan juga dikarenakan tingkat pencemaran BOD yang masuk ke perairan Selat Madura. Laju degradasi tertinggi terjadi pada tahun 1997 dimana nilai degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap sebesar 0,49. untuk lebih jelasnya mengenai fluktuasi laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap pada tahun di perairan Selat Madura dapat dilihat pada Tabel-23. Nilai Koefisien Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi Gambar 23. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi dengan Pencemaran BOD teta Dari hasil analisis menunjukkan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran COD didapatkan bahwa laju degradasi rata-rata pertahunnya sebesar 0,48. Laju degradasi ini meningkat dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap saat tanpa pencemaran yang sebesar 0,24, dan juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju degradasi saat pencemaran BOD. Tingginya nilai degradasi sebanding dengan masukkanya pencemaran COD ke laut melaui muara sungai. Tingkat pencemaran COD di Selat Madura cenderung disebabkan oleh banyaknya limbah domestik dan pabrik, hal ini terlihat dengan banyaknya busa air di setiap pintu air muara sungai. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai koefisien laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura saat kondisi pencemaran COD dapat di lihat pada Tabel-24 berikut ini: 81

99 Tabel 24. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran COD Tahun Produksi Aktual (Ton) Sus Yield/mt(Gompertz) COD (Ton) Laju Degradasi ( φ D ) Jumlah 7.25 Rata-rata 0.48 Nilai Koefisien Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi teta Gambar 24. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran COD) Hasil perbandingan antara laju degradasi sumberdaya ikan dan treshold koefisien laju degradasi, didapatkan bahwa kondisi sumberdaya ikan kerapu dan kakap tidak mengalami degradasi. Namun dilihat dari pola grafik yang dihasilkan 82

100 bahwa setiap tahunnya degradasi sumberdaya akibat pencemaran COD terus meningkat bahkan telah menyentuh nilai treshold koefisien laju degradasi di tahun 1997 dan Tabel 25. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran TSS Tahun Produksi Aktual Sus Yield/mt(Gompertz) Laju Degradasi (Ton) TSS (Ton) ( φ D ) Jumlah 7.28 Rata-rata Nilai Koefisien Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi Teta Gambar 25. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran TSS) Laju degradasi sumberdaya dengan pencemaran TSS di peroleh hasil bahwa laju degradasi terbesar terjadi pada tahun 1997 dan 2002 yang sebesar 83

101 0,50 atau sama dengan laju treshold degradasi. Adapun masuknya pencemaran TSS telah membuat sumberdaya telah mengalami degradasi di tahun 1997 dan 2002, dan rata-rata laju degradasi setiap tahunnya sebesar 0,49 atau meningkat bila dibandingkan dengan laju degradasi tanpa pencemaran, dengan pencemaran BOD maupun dengan pencemaran COD. Adapun laju degradasi setiap tahunnya sebagai berikut : Tabel 26. Laju Depresiasi Tanpa Pencemaran, Dengan Pencemaran BOD, COD dan TSS Laju Laju Laju Depresiasi Laju Depresiasi Depresiasi Depresiasi Dengan Dengan Tahun Dengan Tanpa Pencemaran Pencemaran Pencemaran Pencemaran BOD COD TSS , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,31693 Jumlah 4, , , ,49851 Rata-rata 0, , , ,29990 Hasil perhitungan analisis depresiasi sumberdaya periode didapatkan bahwa kondisi depresiasi sumberdaya saat tanpa pencemaran di dapatkan bahwa lahu rata-rata pertahunnya sebesar 0,27 dan laju depresiasi tertinggi antara periode ini sebesar 0,29 yang terjadi pada tahun 2002, dan laju depresiasi sumberdaya terkecil sebesar 0,26. Sedangkan laju depresiasi sumberdaya dengan pencemaran BOD rata-rata pertahunnya sebesar 0,29 atau 84

102 meningkat dibandingkan dengan laju depresiasi sumberdaya dengan kondisi tanpa pencemaran, dimana laju depresiasi sumberdaya terbesar terjadi pada tahun 2002 sebesar 0,35 dan laju depresiasi sumberdaya terkecil sebesar 0,26. Meningkatnya laju depresiasi sumberdaya dengan kondisi pencemaran BOD dikarenakan masuknya pencemaran BOD ke perairan Selat Madura yang berakibat terhadap menurunnya produksi sumberdaya ikan. Sedangkan laju depresiasi sumberdaya dengan pencemaran COD didapatkan rata-rata per tahun sebesar 0,29, dan nilai tertinggi laju depresiasi sumberdaya sebesar 0,36 pada tahun 2002 dan nilai terkecil depresiasi sumberdaya dengan pencemaran COD sebesar 0,27. Nilai depresiasi dengan pencemaran COD lebih tinggi dibandingkan dengan nilai depresiasi sumberdaya tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran hal ini dikarenakan banyaknya bahan pencemaran jenis COD yang masuk ke perairan Selat Madura seperti penggunaan detergen, pestisida pertanian dan lainnya. Sedangkan laju depresiasi sumberdaya dengan pencemaran TSS rata-rata sebesar 0,29 dengan laju depresiasi sebesar 0,36 yang terjadi pada tahun 2002 dan laju depresiasi sebesar 0,27. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel-26. Nilai Koefisien Tahun Laju Depresiasi Tanpa Pencemaran Laju Depresiasi Dengan Pencemaran COD Trajektori Laju Depresiasi Laju Depresiasi Dengan Pencemaran BOD Laju Depresiasi Dengan Pencemaran TSS Gambar 26. Koefisien atau Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap Dengan melihat grafik trajektori laju depresiasi saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran didapatkan dimana laju depresiasi sumberdaya tanpa dan dengan pencemaran masih di bawah garis treshold koefisien laju depresiasi, artinya dimana sumberdaya ikan kerapu dan kakap tidak mengalami depresiasi di Selat Madura. Namun demikian bahwa akibat pencemaran yang masuk ke 85

103 perairan Selat Madura mengakibatkan laju depresiasi meningkat. Kendati dibawa batas toleransi namun pencemaran memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai laju depresiasi sumberdaya. Secara grafis nilai depresiasi sumberdaya cenderung meningkat di akhir periode

104 Tabel 27. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal (baseline) Prod Prod Std Effort Harga Sus Rev TC Sus Rent PVSRa Tahun Lest (ton) (000 trip) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (ton) PVSRb (Rp.Juta) DPVSRa (Rp.Juta) DPVSRb (Rp.Juta) Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58% 87

105 Tabel 28. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran BOD Tahun Prod Std Effort Harga Prod Lest Sus Rev TC Sus Rent PVSRa PVSRb DPVSRa DPVSRb (ton) (000 trip) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58% 88

106 Tabel 29. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran COD Tahun Prod (Ton) Std Effort (000 trip) Harga (Rp.Juta) Prod Lest (Rp.Juta) Sus Rev (Rp.Juta) TC (Rp.Juta) Sus Rent (Rp.Juta) PVSRa (Rp.Juta) PVSRb (Rp.Juta) DPVSRa (Rp.Juta) DPVSRb (Rp.Juta) Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58% 89

107 Tabel 30. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran TSS Tahun Prod (Ton) Std Effort (000 trip) Harga (Rp.Juta) Prod Lest (Rp.Juta) Sus Rev (Rp.Juta) TC (Rp.Juta) Sus Rent (Rp.Juta) PVSRa (Rp.Juta) PVSRb (Rp.Juta) DPVSRa (Rp.Juta) DPVSRb (Rp.Juta) Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58% 90

108 Dari Tabel-27 didapatkan bahwa dengan market discount rate sebesar 12,81%, sumberdaya ikan demersal di Selat Madura, mengalami depresiasi pada tahun 1993, 1994, 1999, 2000, 2002, 2004, dan 2005 dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp.421,36 juta sampai Rp.58,45 milyar. Sedangkan nilai present value dari rente sumberdaya ikan demersal rata-rata sebesar Rp.23,17 milyar dalam periode Perhitungan rente sumberdaya perikanan dengan menggunakan discount rate kula (10,58%), maka sumberdaya ikan demersal di Selat Madura mengalami depresiasi yang sama dengan discount rate 10,58% yaitu pada tahun 1993, 1994, 1999, 2000, 2002, 2004 dan Dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp.510,17 juta sampai Rp.70,77 milyar. Sedangkan nilai present value dari rente sumberdaya ikan demersal rata-rata sebesar Rp.28,06 milyar dalam periode pengamatan ( ). Hasil perhitungan perubahan rente (depresiasi) sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran BOD (lihat Tabel-28) dan dengan menggunakan market discount rate (12,81%), didapatkan bahwa depresiasi terjadi pada tahun 1993, 1996, 1997, 2000, 2002, dan 2004, dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp. 162,05 juta sampai Rp.2,22 milyar dan nilai present value rata rata pertahun sebesar Rp.2,31 milyar. Sedangkan perhitungan berdasarkan dengan discount rate kula 10,58% didapatkan depresiasi terjadi pada tahun yang sama dengan kondisi dengan menggunakan market discount rate, besaran depresiasi berkisar antara Rp.196,21 juta sampai dengan Rp.2,69 milyar dan nilai present value rata-rata per tahun sebesar Rp. 2,79 Milyar. Sedangkan hasil perhitungan rente sumberdaya (depresiasi) sumberdaya ikan demersal dengan variabel pencemaran COD (lihat Tabel-29), dengan menggunakan market discount rate 12,81% didapatkan bahwa depresiasi sumberdaya ikan demersal terjadi pada tahun 1991, 1993, 1996, 1997, 2000, 2002, dan 2004, besaran depresiasi yang terjadi berkisar antara Rp.21,72 juta sampai Rp.956,05 juta, dengan nilai present value rata-rata pertahun sebesar Rp.654,78 juta. Sedangkan Perhitungan rente sumberdaya perikanan dengan menggunakan discount rate kula (10,58%), didapatkan bahwa terjadinya depresiasi sumberdaya ikan demersal sama dengan kondisi saat penggunaan market discount rate 12,81%, besaran depresiasi berkisar antara Rp.26,30 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai present value rata-rata per tahun sebesar Rp.792,79 milyar. 91

109 Hasil perhitungan perubahan rente (depresiasi) sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran TSS (lihat Tabel-30) dan dengan menggunakan market discount rate (12,81%), didapatkan bahwa depresiasi terjadi pada tahun 1991, 1993, 1996, 1997, 2000, 2002, dan 2004, dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp. 28,45 juta sampai Rp.954,72 juta dan nilai present value rata rata pertahun sebesar Rp.560,26 juta. Sedangkan perhitungan berdasarkan dengan discount rate kula 10,58% didapatkan depresiasi terjadi pada tahun yang sama dengan kondisi dengan menggunakan market discount rate, besaran depresiasi berkisar antara Rp.34,44 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai present value rata-rata per tahun sebesar Rp. 678,35 juta. Rp. Juta Tahun Tanpa Pencemaran Dengan Pencemaran COD Dengan Pencemaran BOD Dengan Pencemaran TSS Gambar 27. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 12,81%) Rp. Juta Tahun Tanpa Pencemaran Dengan Pencemaran COD Dengan Pencemaran BOD Dengan Pencemaran TSS Gambar 28. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 10,58%) 92

110 Dari Gambar-27 dan Gambar-28 didapatkan bahwa akibat faktor pencemaran, sumberdaya ikan demersal di perairan Selat Madura mengalami depresiasi. Berdasarkan kedua gambar di atas dan dengan perhitungan menggunakan discount rate 12,81% dan 10,58%, didapatkan bahwa terjadi penurunan present value saat tanpa pencemaran dengan present value dengan faktor pencemaran BOD, COD dan TSS. Sedangkan present value terendah diakibatkan oleh adanya faktor pencemaran TSS, hal ini berarti bahwa pencemaran TSS memberikan pengaruh yang lebih tinggi dari pada pencemaran BOD dan COD. Dari kedua gambar diatas juga memperlihatkan bahwa besaran depresiasi dengan discount rate 12,81% dan 10,58%, saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran BOD meningkat 718,41%. Sedangkan peningkatan besaran depresiasi saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran COD meningkat sebesar 2532,56 %. Peningkatan besaran depresiasi saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran TSS meningkat sebesar 2959,83 %. 6.8 Kebijakan dan Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Kekayaan sumberdaya dan letak yang strategis perairan Selat Madura mendorong berbagai pihak terkait (stakeholders) memanfaatkan semua potensi yang ada secara berlebihan. Konflik antar nelayan merupakan salah satu akibat semakin tertekannya perairan Selat Madura karena banyaknya pemanfaatan di perairan ini. Konflik yang menjadi bahaya laten di perairan ini terus berlangsung dan dapat berakibat terhadap degradasi lingkungan. Degradasi sumberdaya pesisir di Selat Madura, telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, antara lain: deforestasi hutan mangrove, rusaknya terumbu karang, kegiatan tangkap ikan berlebih (overfishing), meningkatnya laju pencemaran, berkembangnya erosi pantai, semakin luasnya reklamasi pantai yang mengorbankan habitat pantai. Tingginya pencemaran yang mengakibatkan naiknya laju degradasi dan depresiasi dari sumberdaya ikan yang ada di Selat Madura perlu ditekan. Banyaknya kepentingan akan pemanfaatan ruang di perairan Selat Madura merupakan pemicu terhadap banyaknya tingkat pencemaran yang masuk ke Perairan Selat Madura. Banyaknya tingkat pencemaran yang cenderung meningkat setiap tahunnya memberikan dampak terhadap menurunya jumlah stok ikan di perairan. 93

111 Dilihat dari sumber pencemaran berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan bahwa pemicu pencemaran yang masuk ke perairan selat Madura berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri, kegiatan transportasi, dan kegiatan pertanian. Dari kegiatan rumah tangga kondisi perairan Selat Madura terjadi di seluruh Kabupaten pesisir di Selat Madura, hal ini terlihat dari banyaknya kondisi perairan di setiap pintu air tiap-tiap muara terutama di Kota Surabaya yang berbusa yang merupakan tanda bahwa kondisi perairan mengandung banyak detergen. Kegiatan industri sering mengakibatkan tercemarnya perairan dari limbah yang dihasilkan terutama di Kota Surabaya. Hal ini terlihat dari banyaknya temuan dari para petugas penyidik pegawai negeri sipil lingkungan. Banyak metode atau teknik yang dilakukan oleh para industri nakal dalam membuang limbah yang di hasilkan ke perairan seperti membuang langsung limbah industri ke perairan pada malam hari, membocorkan tempat penambungan limbah agar limbah dapat merembes dan masuk keperairan dan membuat saluran langsung menuju ke perairan. Kompleksnya permasalahan pencemaran di Selat Madura dan untuk menjaga agar kondisi sumberdaya ikan di perairan tersebut tetap lestari, maka diperlukan beberapa pendekatan dalam menangi permasalahan, menurut Kusumastanto.T (2005) ada 4 pendekatan yaitu Pendekatan ekosistem, Pendekatan Sosial Ekonomi dan Budaya, Pendekatan Sosial Politik, dan Pendekatan Hukum dan Kelmbagaan. Adapun pendekatan-pendekatan dalam menyelesaikan masalah di selat Madura adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Ekosistem Melakukan reboisasi hutan mangrove di sepanjang pesisir Selat Madura sebagai upaya penanggulangan pencemaran secara alamiah. Melakukan upaya pencegahan dengan pengurangan beban pencemaran dengan cara, pembuatan tempat pengolahan limbah bagi industri dan rumah tangga. Melakukan kegiatan Prokasih (Program kali Bersih) untuk mengurangi pencemaran. Tidak melakukan pembuangan limbah pencucian mesin kapal ke laut. Melakukan monitoring kondisi kualiatas air di DAS (daerah aliran sungai) secara berkala. 94

112 Pemantauan jumlah tangkapan ikan sesuai dengan JTB yang sudah ditetapkan. Tidak melakukan reklamasi pantai yang mengorbankan habitat pesisir. Tidak melakukan pembuangan air lumpur panas PT. Lapindo Brantas ke laut tanpa pengolahan (water treatment) terlebih dahulu (Kasus dan Kondisi Terkini). 2. Pendekatan Sosial Ekonomi dan Budaya Melakukan penerapan instrumen ekonomi seperti pajak kepada industri yang akan membuang limbah ke perairan. Dimana pajak yang dipungut dari industri di peruntukkan untuk pembiayaan penanggulangan pencemaran dengan membuat tempat pengolahan limbah terpadu. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan untuk masyarakat di kawasan pesisir Selat Madura, sehingga dapat menimbulkan kepedulian masyarakat akan lingkungan pesisir. Menanamkan pemahaman akan pentingnya perairan Selat Madura dari potensi yang dimiliki dengan melalui nilai-nilai budaya yang sudah ada di masyarakat pesisir. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan yang ada. Melakukan pembagian wilayah tangkapan untuk menghindari terjadinya konflik yang dapat mengakibatkan terdegradasinya sumberdaya ikan. 3. Pendekatan Sosial Politik Penyusunan perencanaan pembangunan pesisir secara terpadu antara daratan dan laut. Penyusunan kebijakan pengelolaan tangkapan ikan dengan mempertimbangkan faktor-faktor pencemaran dan faktor yang lain yang dapat memberikan pengaruh agar mendapat data stok ikan yang sesuai dan kebijakan yang tepat. 95

113 Penyusunan perencanaan pembangunan Propinsi Jawa Timur dengan mengintegrasikan antar sektor dan wilayah. 4. Pendekatan Hukum dan Kelembagaan Menjalankan hukum yang telah ditetapkan dengan baik untuk menunjang pembangunan wilayah pesisir di Selat Madura. Pembentukan kelembagaan yang tediri dari berbagai perwakilan sektor yang memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan perairan Selat Madura dan memiliki tujuan memberikan perhatian yang lebih serius akan kondisi perairan di Selat Madura. 96

114 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa informasi penting tentang kondisi sumberdaya perikanan di Selat Madura yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya dan kondisi pencemaran, kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Pengembangan model interaksi perikanan-pencemaran pada dasarnya dapat dilakukan dengan meng-embedded-kan variabel pencemaran ke dalam model standar bioekonomi perikanan, pada penelitian ini variabel pencemaran digunakan dalam model Gompertz. Permodelan Gompertz diambil sebagai alat menghitung sumberdaya karena dirasa paling tepat dalam menghitung sumberdaya ikan kerapu dan kakap yang merupakan jenis ikan demersal. (2) Jumlah load pencemaran yang masuk ke Selat Madura rata-rata setiap tahunya untuk BOD sebanyak ,61 ton/ tahun. Sedangkan untuk jumlah rata-rata bahan pencemaran COD pertahun sebesar ,75 ton/ pertahun dan jumlah rata-rata bahan pencemaran TSS per tahun sebesar ,25 ton. (3) Hasil penelitian menunjukkan bahwa load pencemaran Total Suspended Solids (TSS) mempengaruhi kondisi stok ikan kerapu dan kakap di Selat Madura lebih tinggi dibandingkan dengan pencemaran Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemistry Oxygen Demand (COD). (4) Hasil kajian terhadap kondisi sumberdaya ikan kerapu dan kakap tanpa memasukkan variabel pencemaran didapatkan bahwa sumberdaya ikan telah mengalami gejala tangkap berlebih (overfishing), hal ini didasarkan atas perbandingan kondisi produksi aktual dengan produksi lestari. (5) Kondisi sumberdaya berdasarkan rezim pengelolaan Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield diperoleh, untuk effort MSY sebanyak ,06 trip dan produksi MSY sebesar 2.557,64 ton, sedangkan rente saat MSY sebesar Rp. 7,04 milyar. Sedangkan untuk effort MEY sebesar ,11 trip dan kondisi produksi MEY sebanyak 2.040,14 ton dan rente saat MEY sebesar Rp. 21,24 milyar. Sedangkan kondisi produksi saat Open Access (OA) 97

115 sebanyak 2.531,87 ton, dengan effort sebesar ,21 trip dan rente sebesar Rp.0. (6) Hasil perhitungan Sumberdaya yang optimal dengan asumsi market discount rate sebesar 12,81% maka diperoleh nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut x* = 4857,54 ton, h*= 810,97 ton dan E*= ,38 trip. Sedangkan dengan discount rate 10,58% maka nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut berikut x* = 4872,05 ton, h*= 785,33 ton dan E*= ,40 trip. (7) Analisa estimasi degradasi sumberdaya didapatkan bahwa laju degradasi sumberdaya ikan tanpa beban pencemaran rata-rata pertahunnya sebesar 0,19. Dan dari hasil analisis laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran BOD didapatkan bahwa laju degradasi pertahunnya sebesar 0,45. Sedangkan Hasil analisis menunjukkan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran COD didapatkan bahwa laju degradasi rata-rata pertahunnya sebesar 0,48. sedangkan laju degradasi dengan pencemaran TSS sebesar 0,49. (8) Hasil perhitungan didapatkan bahwa selain depresiasi sumberdaya ikan di Selat Madura disebabkan oleh overfishing, depresiasi sumberdaya ikan juga dikarenakan oleh adanya pencemaran perairan. Load pencemaran TSS merupakan pencemaran yang paling memberikan pengaruh yang tertinggi dibandingkan dengan pencemaran BOD dan COD terhadap depresiasi sumberdaya ikan demersal di Selat Madura Saran Berdasarkan uraian dan kesimpulan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1 Perlunya adanya pengaturan dalam pemanfaatan (tangkapan) sumberdaya ikan di Selat Madura, sehingga dapat mencegah terjadinya over fishing. 2 Perlunya adanya kerjasama lintas sektor dalam pemanfatan perairan Selat Madura agar terhindarinya kegiatan yang dapat merugikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan. 98

116 3 Perlunya kebijakan atau aturan antar sektor yang terintegrasi dalam memanfaatkan perairan Selat Madura untuk mencegah terjadinya pencemaran perairan. 4 Perlunya tindakan tegas terhadap para pelaku pencemaran perairan di Selat Madura, sehingga dapat mencegah terjadinya depresiasi sumberdaya ikan. 5 Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam analisis pengaruh pencemaran perairan terhadap kesejahteraan para nelayan akibat menurunnya hasil tangkapan. 99

117 DAFTAR PUSTAKA Anna, S Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan- Pencemaran. Desertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Aziz KA, Boer M, Widodo J, Naamin N, Amarullah MH, Hasyim B, Djamali A, dan Prioyono BE Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. (Komnas Kajiskanlut) Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut - (PKSPL-IPB) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Carlisle. F.R Positive Incentives for Pollution Control in North Carolina : A Policy Analysis. Prepared for the "Pollution Prevention Pays" Symposium, sponsored by the N.C. Governor's Waste Management Board, Winston-Salem, N.C.,May 26-27, Charles, A Sustainable Fishery System. New York: Blackwell Science. UK. Clarke RP, Yoshimoto SS, dan Pooley SG A Bioeconomic Analysis of the North-Western Hawaiian Island Lobster Fishery. Marine Resource Economic 7(2): Collins. A et al., Fishery-Pollution Interactions, Price Adjustment and Effort Transfer in Adjacent Fisheries: a Bioeconomic Model. Paper prepared for presentation at the First World Congress of Environmental and Resource Economists, Venice, Italy, June 24-27, Dahuri R Akar Permasalahan Pencemaran Teluk Jakarta Dan Strategi Penanggulangannya. Prosiding Diskusi Panel Penanganan dan Pengelolaan Pencemaran Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu Jakarta 31 Maret (PPLH-IPB) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Bina Bahari Mandiri. Departemen Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satker Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Selat Madura TA Elliott, M. et all, Effects of Pollution on Fish. Blackwell. USA Fauzi, A The Management of Competing Multi Species Fisheries : A Case of A Small Pelagic Fishery on the North Coast of Central Java. Thesis. Departemen of economic, Simon Fraser University, Vancouver, Canada 100

118 Fauzi, A Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A dan Anna, S Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Perikanan. IPB. Bogor. Fauzi, A dan Anna, S Analisis Deplesi dan Degradasi Sumber Daya Pesisir dan Laut. Paper disampaikan pada Temu Karya Nasional Pemetaan, Pontianak 13 Oktober Fauzi, A dan Anna, S Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gordon, H.S The Economic Theory of a Common Property Resource: The Fishery. Journal of Political Economy 62: Hardin, G The Tragedy of The Commons. Science 152: Hufschmidt,M.M., J. A. Dixon., Y. Hanayama., and I. Sano Valuation of losses of Marine Product Resource Caused by Coastal Development of Tokyo Bay. In Dixon, J. A. and M.M. Hufschmidt (eds), Economic Valuation Techniques for the Environment: A Case Study Workbook. John Hopkins University Press. London. Kusumastanto T Pendekatan Integrated Coastal Zone and River Basin Management (ICARM) untuk Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Prosiding Diskusi Panel Penanganan dan Pengelolaan Pencemaran Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu Jakarta 31 Maret (PPLH-IPB) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PKSPL- IPB) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Bina Bahari Mandiri. Jung-Hee Cho and John M. Gates Environmental Factors and Natural Resource Stock : Atlantic Herring Case Department of Environmental and Natural Resource Economics University of Rhode Island Kingston, RI USA. Nasir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementerian Lingkungan Hidup Jakarta. Schnute J Improved Estimates from the Schaefer Production model : Theoretical Considerations. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 34 : Suseno Menuju Perikanan Berkelanjutan. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 101

119 Salahuddin M, M.Widjadjanegara, E. Usman, D. Arifin dan J. P. Hutagaol, 2005.Tinjauan Umum Dinamika Pesisir Jawa Timur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung.. Turner R.K. et all ANALYSIS Managing Nutrient Fluxes And Pollution In The Baltic: An Interdisciplinary Simulation Study. Ecological Economics 30 (1999) Wahyudin Y Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan Di Perairan Teluk Palabuhanratu. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Walter C and Hillborn R Adaptive Control of Fishing-systems. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 33 : Yenny Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung. 102

120 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 103

PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR

PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 x PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Economics History of Fisheries Ikan telah dikonsumsi sejak zaman Homo Erectus sampai Homo sapiens (38 000 tahun yang lalu) Desa nelayan yang menjadi pusat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari 74 000 ton per tahun untuk

Lebih terperinci

Sumberdaya Dapat Pulih. Sumberdaya Ikan 8/6/2012

Sumberdaya Dapat Pulih. Sumberdaya Ikan 8/6/2012 Sumberdaya Dapat Pulih Ikan Ikan Adalah Segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan Berdasarkan data archeologi ikan ada sejak 90.000 tahun

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan diharapkan menjadi prime mover bagi pemulihan ekonomi Indonesia, karena prospek pasar komoditas perikanan dan kelautan ini terus meningkat

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Kabupaten Agam Aktifitas kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Agam hanya terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara. Wilayah ini terdiri atas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 1-54 Ambon, Mei 2015 ISSN. 2085-5109 POTENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA The Potential

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun.

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah menjadi krisis multidimensional yang dampaknya masih dirasakan dalam setiap aspek kehidupan bangsa. Untuk itu agenda

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

MODEL BIOEKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN F I R M A N

MODEL BIOEKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN F I R M A N MODEL BIOEKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN F I R M A N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN FIRMAN C.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat 27 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat (Lampiran 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Penentuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN MEDANG KAMPAI KOTA DUMAI KUSNANDAR C

VALUASI EKONOMI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN MEDANG KAMPAI KOTA DUMAI KUSNANDAR C VALUASI EKONOMI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN MEDANG KAMPAI KOTA DUMAI KUSNANDAR C251020241 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ J. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol.3 No.1, 2008 69 MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost)

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost) Esda 2016 1. User cost antara lain dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa permintaan terhadap sumberdaya mineral akan naik pada masa yang akan datang. Jelaskan bagaimana hal ini berdampak pada efficient rate

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU Berkala Perikanan Terubuk, November 2016, hlm 111 122 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.3 ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati

PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati Beda antara SDA pulih & tak pulih kemampuan regenerasi atau reproduksi Pertanyaan ekonomi mendasar : seberapa ekstraksi yg harus diambil saat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. MATERI PEMBELAJARAN 1 PENDAHULUAN 2 SUMBERDAYA ALAM 3 SUMBERDAYA MANUSIA 4 SUMBERDAYA MODAL PENDAHULUAN DEFINISI SUMBERDAYA: Kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 6, No. 1, Mei 2015 Hal: 13-22 ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA Bioeconomic Analysis

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN

ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN 1 ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2, Tridoyo Kusumastanto 3, dan Moch. Prihatna Sobari 4 PENDAHULUAN Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Teluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam amanat Undang-Undang No 31/2004 diberikan tanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PANTURA JAWA TENGAH

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PANTURA JAWA TENGAH POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PANTURA JAWA TENGAH Potency and Development Opportunity of Bussines Capture Fisheries in North Coastal of Central Java Imam Triarso 1 1 Staf

Lebih terperinci

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4 Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam Pertemuan ke 4 Pandangan ekonom Sumberdaya menurut Adam Smith dalam Wealth of Nation (1776): seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Secara geografis, Teluk Lasongko merupakan salah satu teluk dan memiliki garis pantai terpanjang dan terluas dari tiga buah teluk (dua diantaranya adalah Teluk Wambuloli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO 1 ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO SUDARMIN PARENRENGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KOTA BENGKULU (Tinjauan Bioekonomik Terhadap Sumberdaya Perikanan)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KOTA BENGKULU (Tinjauan Bioekonomik Terhadap Sumberdaya Perikanan) ISSN 0852-405X Jurnal Penelitian UNIB, Vol. XI, No 1, Maret 2005, Hlm. 21-28 21 PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DI KOTA BENGKULU (Tinjauan Bioekonomik Terhadap Sumberdaya Perikanan) Masydzulhak Sekolah

Lebih terperinci

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN Dionisius Bawole *, Yolanda M T N Apituley Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci