BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sekarang ini videografi semakin banyak digunakan, diantaranya sebagai media monitoring keadaan sekitar, pembuatan film dan peningkatan keamanan. Pada dasarnya teknik videografi hampir mirip dengan close range photogrametry, hanya saja perbedaannya terletak saat proses akuisisi data yaitu perekamannya dilakukan dalam format video. Semakin berkembangnya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi serta bermunculannya berbagai macam program aplikasi yang mampu mendukung penemuan-penemuan baru saat ini menyebabkan teknik videografi dapat pula digunakan untuk pembuatan visualisasi dan pemodelan obyek secara 3D baik itu dalam bidang konstruksi bangunan, arsitektur dan lain sebagainya. Penggunaan teknik ini mempermudah pemodelan 3D yang dapat dibuat dengan sederhana dan murah biaya. Remondino pada tahun 2006 melakukan penelitian untuk memodelkan dan merekonstruksi objek yang diam dan bergerak misal manusia dengan menggunakan foto yang direkam dengan teknik fotogrametri terestris, yang tujuan utamanya adalah bisa melakukan otomatisasi ekstraksi pada objek dan memudahkan proses pemodelan. Hasil ekstraksi perekaman obyek dengan menggunakan teknik videografi selain image yang dihasilkan untuk memodelkan obyek secara 3D, videografi mampu menampilkan pergerakan dari obyek yang direkam. Pergerakan tersebut terlihat dari trayektori yang digambarkan sebagai alur dan arah suatu benda yang bergerak. Hal tersebut akan memudahkan jika akan dilakukan analisis pergerakan terkait ketelitian posisi pergerakan obyek tersebut apabila direkam menggunakan teknik videografi. Hasil perekaman dengan menggunakan teknik videografi dapat menjadi teknik alternatif untuk mendapatkan hasil pengukuran 3D dari pengamatan secara 2D. Pergerakan obyek secara 3D ini bisa dipakai dalam pembuatan animasi real world yang sederhana, video game maupun sebagai media untuk penyajian presentasi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini mengaplikasikan teknik videografi untuk pengamatan dan analisis trayektori suatu obyek yang bergerak yang divisualisasikan dalam bentuk animasi 3D. 1

2 2 I.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ada pada penelitian ini adalah 1. Bagaimana hasil tampilan pergerakan obyek bergerak yang direkam dengan teknik videografi? 2. Berapa tingkat ketelitian posisi pergerakan obyek yang bergerak yang direkam dengan teknik videografi? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan deteksi dan pemodelan gerakan obyek bergerak menggunakan teknik videografi. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dijadikan dasar pengembangan ilmu untuk memberikan gambaran secara visual pergerakan suatu benda yang direkam menggunakan teknik videografi dan bisa memodelkan pergerakan dari benda tersebut secara 3 dimensi sehingga dapat memudahkan dalam melakukan analisis dari obyek yang bergerak itu sendiri serta dapat diimplementasikan untuk pembuatan animasi secara real dari peristiwa yang terjadi di lapangan. I.5. Batasan Masalah Agar pembahasan lebih mengacu terhadap pokok permasalahan dalam obyek penelitian yang ada, maka diperlukan adanya pembatasan-pembatasan masalah. Batasan tersebut adalah : 1. Analisis yang dilakukan hanya beracuan pada pergerakan benda geometris sederhana berupa bola. 2. Koordinat posisi bola menggunakan posisi koordinat lokal. I.6. Tinjauan Pustaka Astuty (2013) dalam penelitiannya menggunakan teknik videografi untuk mengetahui kerapatan arus lalu lintas di ruas jalan Diponegoro, Ungaran yang digunakan untuk analisis pengembangan jalan tersebut. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai kerapatan arus lalu lintas di jalan Diponegoro, Ungaran paling tinggi terdapat pada hari Senin pagi pukul

3 yaitu 82 smp/km. Pada penelitian kali ini teknik videografi diterapkan untuk mendeteksi dan menganalisis gerakan posisi 3D suatu obyek berupa koordinat X, Y, dan Z yang nantinya akan dimodelkan dalam bentuk animasi 3D dan dilakukan analisis terkait ketelitian posisi obyek yang bergerak. Perekaman obyek juga dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 buah kamera video. Elgammal dkk (2009) melakukan penelitian terkait deteksi kulit yang dilakukan pada citra berwarna dan video. Penelitian tersebut menawarkan suatu cara efisien untuk mencari lokasi piksel kulit berwarna sehingga mampu diterapkan untuk mendeteksi keberadaan wajah manusia dan tangan dalam lingkungan yang terkendali dimana latar belakang tidak mengandung nilai warna dari kulit. Pada penelitian tersebut deteksi kulit tergantung pada lokasi piksel kulit berwarna sehingga penggunaanya terbatas pada citra berwarna, dan tidak dapat digunakan pada citra hitam putih, infrared dan jenis citra lainnya yang tidak mengandung informasi warna. Penelitian yang hampir mirip juga dilakukan oleh Shan (2010) yang memperkenalkan cara terbaru untuk pendeteksian wajah dan identifikasi orang yang berfokus dengan pendekatan berbasis video. Selain itu deteksi dengan menggunakan video juga dilakukan oleh Viola dkk (2005) dengan mengambil obyek kajian penelitian berupa pejalan kaki. Penelitian tersebut mendeskripsikan tentang sistem pendeteksian pejalan kaki dengan menggunakan algoritma deteksi lebih dari 2 buah frame video berturut-turut. Deteksi pejalan kaki merupakan salah satu aplikasi pengawasan yang sukar karena resolusi dari gambar sangat rendah. Kunci penelitian tersebut adalah menggunakan intensitas gambar yang diam sebagai input dan informasi gerak yang didapatkan dari ekstraksi pasangan gambar yang berurutan. Penelitian yang dilakukan oleh Elgammal dkk, Shan dan Viola dkk hanya sebatas pada deteksi keberadaan obyek saja tanpa adanya pengukuran posisi obyek tersebut. Pada penelitian kali ini selain deteksi obyek dari frame video juga akan dilakukan pengukuran 3D dari gambar 2D sehingga didapat koordinat x, y dan z dari obyek yang dikaji.

4 4 I.7. Landasan Teori I.7.1. Videografi Videografi merupakan teknik yang dipakai untuk merekam obyek berupa frame demi frame dengan menggunakan sensor kamera video portable dalam interval waktu perekaman tertentu (Pringgo, 2010). Bentuk geometri pada saat proses akuisisi data untuk merekam satu frame penuh foto dari teknik videografi menggunakan sistem sentral atau proyektif. Pada dasarnya geometri suatu obyek hasil teknik videografi ini hampir mirip dengan geometri hasil perekaman teknik close range photogrammetry yaitu menggunakan geometri kolinearitas teristris. Keterangan : Gambar I.1. Geometri kolinearitas terestris (Wolf, 1983) X 0, Y 0, Z 0 X A, Y A, Z A = koordinat tempat pemotretan = koordinat obyek (koordinat tanah) ω,ф, κ = sudut rotasi pada sumbu X,Y, Z X A, Y A, Z A = koordinat foto

5 5 Geometri kolinearitas merupakan geometri yang menggunakan persamaan kolinearitas yang pada umumnya berisi 6 buah elemen orientasi luar (ω,ф, κ, X 0, Y 0, Z 0 ) dan koordinat titik obyek (X A, Y A, Z A ) pada tampilan foto. Persamaan kolinearitas digunakan untuk menentukan posisi dan orientasi pada foto baik itu orientasi relatif dan orientasi absolut guna menentukan koordinat titik yang ada pada daerah overlap. Bentuk persamaan kolinearitas seperti berikut ini (Wolf,1983) : X A = -f (1) Y A = -f.. (2) Berkaitan dengan penggunaannya, teknik videografi memiliki beberapa kelemahan bila dibandingkan dengan teknik fotografi diantaranya resolusi lebih rendah bila dibandingkan dengan foto konvensional, cakupan liputan lebih sempit (narrow coverage), adanya sistem interlace yang menyebabkan kesalahan pada pemakaian wahana yang bergerak (Meisner dan Lindstorm, 1985). Selain dari segi kelemahan di atas, teknik videografi juga memberikan nilai lebih dalam kecepatan dalam akuisisi data bila dibandingkan teknik fotogrametri. Pemanfaatan teknik ini bisa digunakan untuk memonitoring keadaan sekitar dan perubahan yang terjadi terhadap suatu obyek yang sedang diamati. Dalam penerapannya videografi mampu menampilkan pergerakan obyek dalam arah 3 dimensi yaitu pergerakan kearah sumbu X, Y dan Z. Untuk menghasilkan perekaman obyek yang baik, teknik videografi ini membutuhkan aspek pendukung berupa kamera video yang resolusinya tinggi. I Jenis Kamera. Kamera dapat dibedakan menjadi 4 tipe berdasarkan sistem perekamannya yang meliputi HDV camcorders, DV (termasuk SD/DVSP, DVC Pro, dan DVCAM) camcorders, kamera HD (termasuk HDCAM SR, DVC Pro HD, XDCam, dan format full HD lainnya), kamera digital cinema. Masing-masing kategori berbeda dalam segi harga, kualitas dan tujuan. Berikut Tabel I.1. karakteristik tipe kamera (Musburger, 2010).

6 6 Tabel I.1. Karakteristik Tipe-tipe Kamera Tipe DV HDV HD BROADCAST DIGITAL CINEMA Ukuran ¼ inch - 1/3 2/3inch hingga 1/3 inch 1/2inch 2/3 inch Sensor inch 35 mm Harga Rendah Rendah-sedang Sedang-tinggi Tinggi Mahal Tujuan Penggunasemi Rendah - level Tengah level Pengguna berat Pembuatan tengah tinggi broadcast drama jangka profesional professional profesional field/studio panjang Perekaman P2, SxS, SD Raw Digital, minidv/ media P2, SxS, SD Medium minidv Cards, External Hard drive, penyimpanan Cards feeds external feed frame rasio 4x3,16x9, 4x3, 16x9, 4x3,16x9, 720p, 4x3,16x9, 16x9, all line (panjang x 720p, 1080i 720p 1080p 720p, 1080i dan p rates lebar)/line dan p Zoom range lensa 3:1, 5:1 5:1 5:1-10:1 10:1-100:1 I Sistem Perekaman Video. Proses perekaman obyek Fixed FL atau 10:1 dengan menggunakan video dilakukan dengan bantuan plat sensor foto solid state yang disebut dengan chips. Penggunaan chips bertujuan untuk mengubah konsentrasi cahaya yang terpantul pada lensa menjadi sinyal elektronik. Pada dasarnya lensa yang terdapat pada kamera video memiliki 3 fungsi utama yaitu sebagai media pengumpulan sinyal yang terpantul dari obyek, media pengontrol banyaknya sinyal yang melewati lensa, memfokuskan foto pada permukaan foto sensitif di kamera. Chips yang sensitif terhadap cahaya juga dikenal dengan sebutan CCD (Charge Couple Device). Ukuran chips bervariasi dari 1/3 inch hingga 35 mm (Musburger, 2010). Proses pelacakan perpindahan (displacement) suatu obyek dapat dilakukan apabila posisi kamera tetap stabil dan tidak berubah posisi selama proses perekaman obyek, untuk itu penggunaan tripod sangatlah penting dalam menghilangkan kemungkinan gangguan luar karena pergerakan manusia. I.7.2. Jenis Target Selama pengambilan dan perekaman obyek dengan menggunakan kamera video, permukaan obyek yang akan dipotret harus diberi tanda (target) pada daerah yang dianggap dapat mewakili bentuk dari permukaan obyek tersebut. Dilihat dari sifatnya terhadap cahaya, target terdiri atas 2 jenis yaitu (Clarke,1994) :

7 7 1. Natural Light Target merupakan jenis target yang paling sederhana dan kurang memberikan tingkat presisi yang tinggi dari suatu obyek, dapat dibuat menggunakan kertas, cat dan sebagainya. Target jenis ini tidak memendarkan cahaya. 2. Retro - Reflective Target target ini terbuat dari bahan retro reflective yang mampu memendarkan cahaya kearah sumber cahaya. Sehingga target dapat diidentifikasi dengan mudah dan akurat walaupun gambar diambil dengan sudut yan cukup besar. Selain itu menurut bentuknya target dibedakan menjadi 2 jenis yaitu 1. Target tanpa kode Target yang tidak dapat diidentifikasi secara otomatis oleh perangkat lunak seperti Photomodeller, yang bentuknya hanya berupa lingkaran biasa. Proses pengidentifikasiannya dilakukan secara manual oleh perangkat lunak. Gambar I.2. Target tanpa kode 2. Target berkode Target yang dapat diidentifikasi secara otomatis oleh perangkat lunak seperti Photomodeller. Setiap target memiliki bentuk yang berbeda-beda untuk kode tertentu. Gambar I.3. Target berkode Pemberian target ini membantu meningkatkan keakuratan dari model obyek yang dihasilkan.

8 Kalibrasi Kamera Kalibrasi kamera adalah tahapan yang dilakukan untuk menghitung nilai parameter orientasi dalam kamera. Parameter orientasi dalam dapat juga ditentukan dengan metode bundle block adjustment. Pada kamera non metrik pusat proyeksi berubah-ubah dipengaruhi oleh lensa dan distorsi film. Pengaruh tersebut dapat dihilangkan menggunakan metode bundle block adjustment dengan cara memberikan koreksi polynomial pada persamaan observasi (Kraus, 2007). Nilai parameter dalam kamera yang didapat dari hasil kalibrasi kamera meliputi panjang fokus (f), titik utama foto (X 0, Y 0 ) dan distorsi lensa baik itu distorsi radial dan tangensial. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing parameter orientasi dalam (Nafian, 2012): 1. Panjang fokus. Panjang fokus adalah jarak tegak lurus antara bidang proyeksi kamera dengan titik pusat lensa. Panjang fokus biasanya dinotasikan dengan huruf (f). 2. Titik utama foto. Titik utama foto merupakan titik hasil proyeksi tegak lurus titik pusat proyeksi pada bidang foto. Titik utama foto biasanya dinotasikan dengan huruf (x p, y p ). 3. Distorsi lensa. Distorsi lensa mengakibatkan titik citra pada foto bergeser dari posisi yang sebenarnya sehingga memberikan ketelitian pengukuran yang tidak baik. Distorsi lensa ada 2 macam, yaitu distorsi tangensial dan distorsi radial. a) Distorsi tangensial merupakan distorsi yang disebabkan karena terdapat kesalahan saat melakukan pengaturan titik letak pusat lensa dalam suatu susunan lensa gabungan yang mengakibatkan pergeseran lensa secara geometrik foto, pergeseran tersebut merupakan pergeseran linier titik di foto pada arah normal (tegak lurus). Notasi untuk parameter distorsi ini adalah (P 1 dan P 2 ). Rumus untuk memperlihatkan nilai distorsi tangensial yang dikoreksikan terhadap koordinat foto adalah sebagai berikut ini : dtx = P 1 (r 2 + 2x 2 ) + 2P 2 xy (3) dty = P 2 (r 2 + 2y 2 ) + 2P 1 xy (4) dengan : P 1, P 2 dtx, dty r x,y : koefisien distorsi tangensial : koreksi distorsi tangensial : jarak radial titik citra terhadap titik utama foto (mm) : koordinat foto

9 9 b) Distorsi radial yang memiliki notasi (K 1, K 2, dan K 3 ) merupakan pergeseran bayangan ke arah radial terhadap titik utama dari posisi idealnya. Distorsi ini diakibatkan karena ketidaksempurnaan komposisi lensa sehingga sinar datang yang masuk melalui lensa kamera mengalami deviasi setelah melewati titik pusat proyeksi lensa. Persamaan untuk distorsi radial adalah: x = x(ukuran) x p (5) y = y(ukuran) y p (6) r 2 = x 2 + y (7) dr = K 1 r 2 + K 2 r 4 + K 3 r (8) dengan : x(ukuran), y(ukuran) K 1, K 2, K 3 dr r : koordinat hasil ukuran (mm) : koefisien polinomial distorsi radial : koreksi distorsi radial : jarak radial titik citra terhadap titik utama foto x, y : koordinat foto x p, y p : koordinat titik utama foto Hasil pemotretan obyek yang akurat dapat diperoleh apabila kamera telah dikalibrasi. Pada saat pengolahan data berlangsung kalibrasi kamera dilakukan dengan menggunakan software pengolahan data. Menurut Hart (2012) metode kalibrasi dasar kamera didasarkan pada kertas kalibrasi bawaan software yang digunakan untuk mengkalibrasi kamera yang ingin dikalibrasi, metode dasar kalibrasi ada 2 macam meliputi : 1. Single Sheet Calibration (SSC) 2. Multi Sheet Calibration (MSC) Metode yang lebih maju dalam proses kalibrasi kamera adalah Field Calibration (FC) yang merupakan suatu metode yang didasarkan pada satu set gambar sebenarnya dari obyek yang direkam beserta targetnya. Pemilihan metode kalibrasi dasar yang digunakan didasarkan pada skala dan luas area perekaman obyek pada suatu eksperimen. Setiap metode kalibrasi memiliki kelebihan penggunaan pada obyek tertentu. Metode Single Sheet Calibration (SSC) lebih baik

10 10 digunakan untuk objek yang relatif kecil, seperti dinding model skala kecil atau kolom di mana semua dimensi kurang dari 5 meter. Jika akan dilakukan pengujian suatu obyek yang relatif besar maka metode Multi Sheet Calibration (MSC) lebih efektif untuk digunakan Gerak Trayektori Bola Bola merupakan salah satu bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tak hingga lingkaran berjari-jari sama panjang dan berpusat pada satu titik yang sama. Bola hanya memiliki 1 sisi saja yang luas permukaannya dapat dihitung dengan rumus 4Πr 2 sedangkan volume bola sama dengan 4/3 Πr 3. Bola juga memiliki tingkat kelastisan masing-masing. Ketika bola bergerak dan memantul suatu permukaan maka pergerakan dari bola tersebut akan menunjukkan berapa banyak energi yang hilang sebelum maupun sesudah bola tersebut mengenai permukaan. Tumbukan bola dengan suatu permukaan akan selalu melibatkan hilangnya beberapa energi. Pada dasarnya gerak bola naik turun ini memanfaatkan Hukum III Newton tentang gaya aksi reaksi. Ketika bola dilepaskan gaya gravitasi bumi menariknya jatuh ke lantai. Ketika bola bertumbukan dengan lantai, bola memberikan gaya aksi pada lantai, akibatnya lantai memberikan reaksi melawan gaya aksi ini yang menyebabkan bola memantul lagi ke atas. Namun karena sebagian energi bola terserap di lantai maka bola pantul tidak dapat mencapai ketinggian semula. Sebagai contoh ketika bola dengan massa dengan notasi (m) jatuh dari suatu ketinggian pertama dengan notasi (h1) di atas suatu permukaan lalu bola tersebut terpantul kembali pada ketinggian kedua dengan notasi (h2), karena ada gaya gravitasi dengan notasi (g) maka dapat dihitung besarnya energi yang hilang sebesar mg (h1-h2). Hilangnya energi tersebut dapat di ekspresikan dengan nilai koefisien restitusi yang memiliki notasi (e) yang didefinisikan dalam sebuah permukaan keras suatu benda dengan rumus : e = v2/v1 = (9) Kecepatan bola mula-mula ditunjukkan dengan notasi (v1) sedangkan kecepatan bola melambung (terpantul lagi) ditunjukkan dengan notasi (v2). Menurut Cross (1998), waktu yang dilambangkan dengan notasi (to) yang dilalui bola sejak bola dijatuhkan dengan ketinggian awal berupa notasi (ho) dengan adanya gaya gravitasi maka dapat dihitung dengan rumus :

11 11 atau (10) Selang waktu yang memiliki notasi (t1) antara pantulan pertama dengan notasi (ho) dan pantulan kedua dengan notasi (h1) dapat dirumuskan : = =... (11) Untuk waktu ke-n pantulan dan ke- (n+1) pantulan maka dapat dihitung dengan rumus : t n = (12) Pemodelan 3 Dimensi Pembuatan model 3D dapat diperoleh dari pertampalan 2 buah gambar yang merupakan sekumpulan titik-titik 3 dimensi (x, y, z) yang dapat merepresentasikan bentuk suatu obyek. Proses pembentukan model 3 dimensi membutuhkan suatu proses yang dinamakan orientasi relatif yang tujuannya untuk membuat garis-garis yang seasal bertemu atau menjadi satu titik yang berpotongan (kesebidangan). Untuk bisa menampilkan kesan 3D maka dilakukan perekaman terhadap obyek sedikitnya dilakukan dari 2 kedudukan kamera. Untuk melakukan restitusi dari titik 3 dimensi dibutuhkan pemotongan 2 sinar (dari foto ke titik obyek) atau satu sinar dengan permukaan yang termasuk titik ini. Jika obyek terdapat pada lebih dari 2 buah foto, titik 3D yang terbentuk dari perpotongan lebih dari 2 sinar maka mendapatkan posisinya digunakan bundle solution. Untuk merekonstruksi bangunan yang kompleks 2 buah foto saja tidak cukup sehingga dibutuhkan banyak foto yang mencakup seluruh bagian obyek (Sukoco, 2003). Pemodelan 3 dimensi sangat diperlukan dalam berbagai aplikasi misalnya aplikasi robotik, keperluan visualisasi, animasi, tampilan multimedia. Dalam hal ini, kebutuhan akan model 3 dimensi berubah seiring dengan perubahan kebutuhan zaman yang membutuhkan kualitas visual dari hasil visualisasi nyata yang lebih akurat. Pemodelan 3 dimensi dapat diperoleh dengan menggunakan data foto, sensor jarak ataupun kombinasi keduanya bahkan bisa dimasukkan informasi lain seperti dari CAD, surveying, dan data GPS untuk membantu memodelkan

12 12 (Remondino, 2006). Kualitas akurasi pemodelan 3D yang dibuat dengan menggunakan Photomodeller Scanner dipengaruhi oleh (PhotoModeler Help, 2013) : 1. Kualitas kalibrasi kamera. Kalibrasi digunakan untuk menentukan parameter orientasi dalam kamera sehingga pemrosesan foto yang melibatkan kalibrasi kamera akan memberikan akurasi hasil yang lebih tinggi. 2. Resolusi kamera. Semakin besar resolusi piksel kamera, semakin tinggi akurasi yang akan diperoleh. Hal tersebut berhubungan dengan resolusi spasial yang akan dihasilkan, karena semakin tinggi resolusi spasial maka semakin presisi pula proses penandaan titik pada foto. 3. Geometri posisi kamera. Selama proses pengolahan data berlangsung, PhotoModeler Scanner akan memperhitungkan posisi dan sudut kamera pada setiap foto atau disebut dengan orientasi. Kualitas orientasi akan menentukan ketelitian dari posisi titik pada foto. 4. Presisi penandaan titik. Presisi penandaan titik juga menjadi salah satu indikator dalam penentuan kualitas project. Kesalahan dalam penandaan titik akan mempengaruhi keseluruhan akurasi titik sehingga perlu dilakukan eliminasi terhadap kesalahan penandaan titik yang terlalu besar. Setelah obyek dimodelkan dan mendapatkan posisi 3 dimensi selanjutnya penelitian ini akan membuat animasi pergerakan posisi obyek yang termodelkan tadi, tujuannya adalah untuk menampilkan gerak bola hasil perekaman video dengan memberikan kesan yang lebih nyata, interaktif dan komunikatif. Definisi animasi sendiri merupakan media untuk menampilkan informasi dan permainan efek suara dan gerakan yang menarik minat pengguna dalam bentuk 3 dimensi berdasarkan virtual reality sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami oleh pengguna. Virtual reality adalah image dalam komputer atau dalam dunia lain (maya) yang dapat membuat orang merasa berada dalam dunia nyata dan dapat melakukan operasi dan kontrol dari sistem seperti kehidupan sesungguhnya (Budi, 2003).

13 Deteksi Gerakan Pendeteksian gerakan merupakan upaya menangkap obyek yang bergerak dengan membandingkan image pada deretan frame berjalan (video). Deteksi gerakan dilakukan dengan mencari perbedaan yang terjadi antara deretan citra video. Pertama deretan citra video dipecah dalam bentuk frame yang diikuti dengan perhitungan perbedaan antara frame yang berurutan. Perbedaan yang terjadi menggambarkan gerakan yang terjadi. Deteksi gerak juga merupakan salah satu metode yang digunakan dalam sistem pengawas ruangan, dimana dalam sistem tersebut mampu mendeteksi pergerakan dalam area jangkauan yang dapat diamati oleh kamera. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam melakukan deteksi gerak dintaranya yaitu dengan cara membandingkan frame awal dengan frame selanjutnya yang terus berjalan pada kamera video. Apabila posisi obyek yang terlihat di frame awal berbeda dengan posisi obyek yang ada di frame selanjutnya maka dapat dikatakan obyek bergeser dalam hal ini posisi kamera harus tetap diam dan tidak bergeser (Sairun, 2007). Pengaplikasian deteksi gerakan dengan menggunakan video merupakan dasar dari berbagai penerapan strategi video pengawasan yang tujuannya meliputi (Rahman, 2008) : 1. Menentukkan waktu suatu obyek baru memasuki sistem jangkauan pandang, dan menginisialisasi model pergerakannya. 2. Menghitung korespondesi jarak antara latar bagian depan yang dideteksi dari pengurangan latar di belakangnya dan obyek yang sedang dilacak. 3. Menggunakan algoritma pelacakan untuk memperkirakan posisi masing-masing obyek dan memperbaharui gerakan model yang digunakan untuk pelacakan. Tujuannya adalah untuk memodelkan gerakan obyek keseluruhan. Selain diaplikasikan pada video pengawasan, deteksi gerakan obyek juga dapat diaplikasikan untuk mendeteksi dang melacak manusia pada berbagai aplikasi seperti berikut (Jing, 2007): 1. Ruang cerdas (smart space) Smart space merupakan konsep ruang yang memungkinkan pendeteksian dan pelacakan orang yang berada di dalam ruangan, membantu memahami interaksi antara orang-orang dan membantu menyediakan pelayanan yang baik. 2. Interaksi komputer dengan manusia.

14 14 Pendeteksian gerakan manusia dan pelacakan menyediakan beberapa kemungkinan komputer agar bisa digunakan untuk memahami manusia secara real time dengan memproses video dari satu atau lebih kamera yang disambungkan pada komputer. Dengan metode yang lebih canggih mampu menganalisis pergerakan manusia dan mengizikan orang untuk mengontrol dan memberikan perintah lebih canggih pada sistem komputer atau multimedia database. Deteksi obyek dan pelacakan sangat berkaitan satu sama lain. Pada umumnya sistem pelacakan diawali dari pendeteksian obyek. Ketika obyek sebagai target hilang, deteksi gerakan diperlukan lagi untuk mengulangi kembali dan melanjutkan pelacakan. Pada proses deteksi obyek dan pelacakan, penggunaan banyak kamera memberikan keuntungan yang lebih banyak bila dibandingkan hanya menggunakan satu buah kamera saja. Berikut aspek aspek keuntungan penggunaan banyak kamera (Jing, 2007): 1. Cakupan wilayah lebih luas 2. Meminimalkan efek dari kesendatan obyek 3. Mendapatkan informasi 3D dari target obyek 4. Memiliki seleksi titik tampilan yang lebih banyak

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1 BB II DSR TEORI 2.1. Pemetaan Peta adalah penyajian grafis dari seluruh atau sebagian permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala dan sistem proyeksi peta tertentu. Peta menyajikan unsurunsur di

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN 3.1. Perencanaan Pekerjaan Perencanaan pekerjaan pemetaan diperlukan agar pekerjaan pemetaan yang akan dilakukan akan berhasil. Tahap pertama dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemodelan tiga dimensi suatu obyek di atas permukaan bumi pada saat ini dapat dilakukan dengan cara teristris maupun non-teristris, menggunakan sensor aktif berupa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. 3.1 Perangkat lunak PhotoModeler Photomodeler adalah salah satu perangkat lunak yang mempunyai kemampuan yang cukup unggul dan umum dipakai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu) LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu) KALIBRASI KAMERA DENGAN SOFTWARE PHOTOMODELER SCANNER TANGGAL PRAKTIKUM : 2 Desember 2014 Disusun Oleh NAMA NIM KELAS : Nur Izzahudin : 13/347558/TK/40748 :

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotogrametri Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh pengukuran-pengukuran yang terpercaya dari benda-benda di atas citra fotografik (Avery, 1990). Fotogrametri

Lebih terperinci

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (20XX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang American Society of Photogrammetry (Falkner dan Morgan, 2002) mendefinisikan fotogrametri sebagai seni, ilmu dan teknologi mengenai informasi terpercaya tentang objek fisik

Lebih terperinci

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000 BAB 3 TAHAPAN STUDI Dalam bab ini akan dibahas rangkaian prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini yang dimulai dari peralatan yang digunakan, proses kalibrasi kamera, uji coba, dan pengambilan data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fotogrametri rentang dekat (FRD) atau Close Range Photogrammetry (CRP) adalah metode untuk mengambil data ukuran dari citra foto. Dengan metode ini kita dapat membuat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY Husnul Hidayat*, Agung Budi Cahyono, Mohammad Avicenna Departemen Teknik Geomatika FTSLK-ITS, Kampus ITS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Objek tiga dimensi (3D) merupakan suatu objek yang direpresentasikan dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi. Data objek tiga dimensi secara spasial umumnya diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efisiensi biaya pada pemetaan menggunakan metode foto udara sangat dipengaruhi oleh jenis kamera yang digunakan. Untuk luas area yang relatif lebih kecil (±100ha) pemotretan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB 2 STUDI LITERATUR BAB 2 STUDI LITERATUR Dalam bab ini akan dibahas studi referensi dan dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini. Terutama dibahas tentang pemodelan 3D menggunakan metode fotogrametri rentang dekat

Lebih terperinci

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4. DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... v PERNYATAAN... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR ISTILAH... xvi INTISARI...

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI BAB 3 PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI Bab ini menjelaskan tahapan-tahapan dari mulai perencanaan, pengambilan data, pengolahan data, pembuatan

Lebih terperinci

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK Oleh : Sarkawi Jaya Harahap 3511 1000 04 Dosen Pembimbing : Hepi Hapsari Handayani, S.T, Ms.C Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era pembangunan dewasa ini, kebutuhan akan informasi mengenai posisi suatu obyek di muka bumi semakin diperlukan. Posisi suatu obyek terkait langsung dengan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tersedianya data spasial, tidak lepas dari keberadaan ilmu Geodesi dan Geomatika. Ilmu Geodesi dan Geomatika memiliki kompetensi dalam penyediaan data spasial dua

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH BAB 3 PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas prosedur yang dilakukan pada percobaan ini. Fokus utama pembahasan pada bab ini adalah teknik kalibrasi kamera, penentuan offset GPS-kamera, akuisisi data di lapangan,

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan action camera untuk pengumpulan data geospasial menjadi sesuatu yang penting dan menjadi populer. Berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK) A160 Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK) Mohammad Avicenna, Agung Budi Cahyono, dan Husnul Hidayat Departemen Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90 BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari setiap proses yang telah dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya baik dari kalibrasi kamera sampai pada pengolahan data yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 pasal 1 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian simulasi pemindaian dan reonstuksi, juga rekonstruksi tomogram dari citra sinar-x. Sistem rekonstruksi citra yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tugu Yogyakarta adalah sebuah monumen yang menjadi simbol Kota Yogyakarta. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pengeran Mangkubumi, Jalan Jendral Sudirman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di zaman modern ini, ilmu dan teknologi Geodesi dan Geomatika terus berkembang guna menyediakan dan mendukung tersedianya data spasial. Bukan hanya data spasial topografi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Augmented Reality menjadi semakin luas. Teknologi Computer Vision berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Augmented Reality menjadi semakin luas. Teknologi Computer Vision berperan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi Augmented Reality dapat memvisualisasikan dengan baik model 3 dimensi, video, paparan area, maupun animasi 3 dimensi dengan hanya membutuhkan deteksi visual

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL Nama : Rukiyya Sri Rayati Harahap NIM : 12/334353/GE/07463 Asisten : 1. Erin Cakratiwi 2. Lintang Dwi Candra Tanggal : 26 November 2013 Total:

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011) BAB 2 STUDI REFERENSI Penelitian ini menggunakan metode videogrametri. Konsep yang digunakan dalam metode videogrametri pada dasarnya sama dengan konsep dalam metode fotogrametri. Konsep utamanya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyebutkan Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera BAB II DASAR TEORI.1 Kamera Dalam ilmu fotogrametri, dilihat dari teknik pengambilan datanya, foto dibedakan menjadi dua kategori yaitu foto udara dan foto terestrial. Pada foto terestrial proses perekaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

PENGANTAR APLIKASI KOMPUTER

PENGANTAR APLIKASI KOMPUTER Perangkat yang digunakan untuk memasukkan data atau memberikan perintah kepada komputer untuk melakukan suatu proses. Komputer hanya dapat menerima data atau perintah dalam bentuk sinyal listrik digital.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi saat ini menjadi umpan bagi para ahli untuk mencetuskan terobosan-terobosan baru berbasis teknologi canggih. Terobosan ini diciptakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium BAB 4 HASIL DAN ANALISIS 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium Dalam percobaan metode videogrametri di laboratorium ini dilakukan empat macam percobaan yang berbeda, yaitu penentuan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta situasi skala besar biasanya diperlukan untuk perencanaan, konstruksi ataupun manajemen aset, dimana pekerjaan-pekerjaan tersebut memerlukan peta yang selalu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium BAB 3 TAHAPAN STUDI Dalam penelitian ini terdapat dua tahapan studi, yaitu percobaan metode videogrametri di laboratorium dan pengaplikasian metode videogrametri di lapangan. 3.1 Percobaan Videogrametri

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak.

Lebih terperinci

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI Pada bab ini akan dijelaskan tentang perbandingan tingkat kualitas data, terutama perbandingan dari segi geometri, selain itu juga akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom Pengantar Pengolahan Citra Ade Sarah H., M. Kom Pendahuluan Data atau Informasi terdiri dari: teks, gambar, audio, dan video. Citra = gambar adalah salah satu komponen multimedia yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

Grafik Komputer : Konsep 3 Dimensi

Grafik Komputer : Konsep 3 Dimensi Grafik Komputer : Konsep 3 Dimensi Universitas Gunadarma 2006 Grafik Komputer : Konsep 3D 1/10 Alur Proses Grafik Komputer 3D (1/2) Penetapan ruang model. Transformasi model adalah menempatkan model pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan pada bab ini adalah Pendahuluan yang berhubungan dengan perkembangan teknologi kamera digital dan lensa DSLR.

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan pada bab ini adalah Pendahuluan yang berhubungan dengan perkembangan teknologi kamera digital dan lensa DSLR. BAB I PENDAHULUAN Pembahasan pada bab ini adalah Pendahuluan yang berhubungan dengan perkembangan teknologi kamera digital dan lensa DSLR. 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer meningkat

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan : Tujuan : KOREKSI GEOMETRIK 1. rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar kordinat citra sesuai dengan kordinat geografi 2. registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi pandangan pada ruang nyata merupakan proses untuk mengestimasi koordinat 3D (x, y, z) titik pandang terhadap objek yang dilihat dalam satuan fisik. Ketika suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem biometrika merupakan teknologi pengenalan diri dengan menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia. Sidik jari, tanda tangan, DNA, telinga, wajah, infrared,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain Penelitian merupakan rancangan tentang cara menyimpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Driver 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat menjalankan driver ini adalah: Prosesor Pentium

Lebih terperinci

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM.

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. 0434010389 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA A. Pendahuluan Latar belakang Robot selain diterapkan untuk dunia industri dapat juga diterapkan untuk dunia pertanian. Studi yang

Lebih terperinci

Defry Mulia

Defry Mulia STUDI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY DALAM PENENTUAN VOLUME SUATU OBJEK Defry Mulia 35 09100011 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

APLIKASI PENGUKURAN KECEPATAN SEPEDA MOTOR MENGGUNAKAN METODE FRAME DIFFERENCE BERBASIS ANDROID

APLIKASI PENGUKURAN KECEPATAN SEPEDA MOTOR MENGGUNAKAN METODE FRAME DIFFERENCE BERBASIS ANDROID BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Alat pengukur kecepatan kendaraan bermotor adalah salah satu aplikasi dari penelitian terhadap benda yang bergerak. Alat ini berfungsi untuk menentukan seberapa

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR PRIAMBODOTOMMY.BLOGSPOT.COM Lisensi dokumen: Copyright @2012 by Priambodotommy.blogspot.com Seluruh dokumen yang ada di Priambodotommy.blogspot.com

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (21) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) A9 Analisis Kesalahan Pengukuran Akibat Distorsi Lensa Yudha Hardhiyana Putra dan Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ] LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop Oleh : Muhamad Nurdinansa [120722420614] FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU GEOGRAFI UNIVERSITAS NEGERI MALANG Februari 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia

BAB I PENDAHULUAN. robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia robot dewasa ini menunjukkan betapa besar peran bidang robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peta merupakan representasi dari permukaan bumi baik sebagian atau keseluruhannya yang divisualisasikan pada bidang proyeksi tertentu dengan menggunakan skala tertentu.

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA Syahrul 1, Andi Kurniawan 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.116,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Grafika Komputer Grafika komputer atau dalam bahasa Inggris computer graphics dapat diartikan sebagai perangkat alat yang terdiri dari hardware dan software untuk membuat gambar,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan manusia juga memberikan lingkungan

Lebih terperinci

Basic Photography. Setting & Composition PART II

Basic Photography. Setting & Composition PART II Basic Photography Setting & Composition PART II Bagaimana Melakukan Setting Pada Kamera Komposisi dan penempatan subyek dalam foto 2 Anatomi Kamera DSLR Anatomi Kamera DSLR Creative Mode CREATIVE MODE

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

Pendahuluan. dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India.

Pendahuluan. dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India. Realisme Pada Grafik Komputer S1 Teknik Informatika 1 Pendahuluan Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat,

Lebih terperinci

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data... DAFTAR ISI 1. BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian... 4 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...

Lebih terperinci

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY DALAM PEMETAAN BANGUN REKAYASA DENGAN KAMERA DIJITAL NON METRIK TERKALIBRASI. Oleh:

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY DALAM PEMETAAN BANGUN REKAYASA DENGAN KAMERA DIJITAL NON METRIK TERKALIBRASI. Oleh: APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY DALAM PEMETAAN BANGUN REKAYASA DENGAN KAMERA DIJITAL NON METRIK TERKALIBRASI TUGAS AKHIR Karya Tulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP. 1202 109 022 Teknologi fotografi pada era sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal ini terbukti dengan adanya kamera digital. Bentuk dari kamera digital pada umumnya kecil,

Lebih terperinci

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 17 Menurunkan hukum pembiasan. 21 Mendeskripsikan pengertian bayangan nyata dan bayangan maya. INDIKATOR KD - 6.4 ( B. LENSA ) 18 Menjelaskan makna indeks bias medium. 19 Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan sekitarnya melalui proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat perkembangan teknologi sekarang ini, penggunaan komputer sudah hampir menjadi sebuah bagian dari kehidupan harian kita. Semakin banyak muncul peralatan-peralatan

Lebih terperinci

IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL

IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL OLEH : ANDI MUHAMMAD ALI MAHDI AKBAR Pembimbing 1: Arief Kurniawan, ST., MT Pembimbing 2: Ahmad Zaini, ST., M.Sc. Page 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik 1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

Lebih terperinci

Implementasi Augmented Reality pada Pemodelan Tata Surya

Implementasi Augmented Reality pada Pemodelan Tata Surya Implementasi Augmented Reality pada Pemodelan Tata Surya Oleh : Nur Muhammad Firdaus Hidayat Nrp : 2207 100 085 Dosen pembimbing : Dr. Surya Sumpeno,S.T.,M.Sc. Christyowidiasmoro, S.T.,M.T. Latar Belakang

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

APLIKASI REKONSTRUKSI OBJEK 3D DARI KUMPULAN GAMBAR 2D DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENERALIZED VOXEL COLORING

APLIKASI REKONSTRUKSI OBJEK 3D DARI KUMPULAN GAMBAR 2D DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENERALIZED VOXEL COLORING APLIKASI REKONSTRUKSI OBJEK 3D DARI KUMPULAN GAMBAR 2D DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENERALIZED VOXEL COLORING Nama : Charley C. Corputty NPM : 11111620 Jurusan Pembimbing : Sistem Informasi : Dr.-Ing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir akhir ini teknologi yang berbasis " Sound and Video Capture Device " telah banyak berkembang. Para ilmuwan ataupun perusahaan yang bergerak di bidang IT memanfaatkan

Lebih terperinci

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-403 Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo) Ahmad Solihuddin Al Ayyubi, Agung

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN

IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN Soegianto Soelistiono, Ardan Listya Romdhoni Departemen Fisika Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri keramik yang terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, hal ini membuktikan bahwa pengenalan pola sangatlah penting terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, hal ini membuktikan bahwa pengenalan pola sangatlah penting terutama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini telah banyak penerapan pengenalan pola di banyak negara maju maupun negara berkembang, hal ini membuktikan bahwa pengenalan pola sangatlah penting terutama

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Bab ini berisi rangkuman hasil studi referensi yang telah dilakukan. Referensi- referensi tersebut berisi konsep dasar pengukuran 3dimensi menggunakan terrestrial laser scanner, dan

Lebih terperinci

BAB 1 MENYIAPKAN BIDANG KERJA PENGGAMBARAN

BAB 1 MENYIAPKAN BIDANG KERJA PENGGAMBARAN BAB 1 MENYIAPKAN BIDANG KERJA PENGGAMBARAN 1.1 Teknologi Virtual Building Virtual Building (A Virtual Building Solution) adalah sebuah konsep yang digunakan oleh perusahaan pembuat software ArchiCAD, di

Lebih terperinci