PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (Aggressive Behavior in Adolescence Review from Peer Conformity)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (Aggressive Behavior in Adolescence Review from Peer Conformity)"

Transkripsi

1 PERILAKU AGRESIF REMAJA DITINJAU DARI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA (Aggressive Behavior in Adolescence Review from Peer Conformity) ZHAFARINA Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan yang positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja, semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku agresif, dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 90 subjek yang merupakan siswa SMK Muhammadiyah 2 Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala Perilaku Agresif Remaja dan Skala Konformitas Teman Sebaya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja dengan nilai r xy = 0,326 dengan p < 0,01, sehingga hipotesis diterima. Kata Kunci : perilaku agresif, remaja, konformitas, teman sebaya Abstract The purpose of the study was to know a relation between peer conformity with the aggressive behavior among adolescence. The hypothesis of the study, there is a positive relationship between peer conformity with the aggressive behavior among adolescence. The respondents of this study were consisted of 90 student in the SMK Muhammadiyah 2 Semarang. This study used cluster random sampling technique. The data of this study was collected by using two scales, the first scale was aggressive behavior and the second one was peer conformity. Data analysis was conducted by using Product Moment Correlation techniques. The result shows that there is a positive relationship between peer conformity and aggressive behavior among adolescence, indicated by r xy = 0,326 with p < 0,01 so the hypothesis in this study was received. Key words: aggressive behavior, adolescence, peer conformity 284

2 Pendahuluan Pelajar SMK merupakan seorang remaja dimana pada fase ini mereka senang berinteraksi dengan sesama teman maupun suka membentuk kelompok yang dianggap menyenangkan bagi mereka, dalam tiap kelompok kecenderungan kohesi bertambah dengan bertambahnya frekuensi interaksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja merupakan suatu masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun (Monks, dkk, 2002: 262). Remaja pada masa perkembangannya melalui tahap-tahap yang harus dilaluinya secara alami. Perubahan fisik yang dramatis memiliki efek psikologis, dimana remaja memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri. Keadaan tersebut adakalanya menyebabkan remaja sulit menerimanya, dan apabila tidak sesuai dengan harapan, remaja mencari pelarian dari keadaan yang tidak menyenangkan dengan mencari perhatian, melakukan hal-hal negatif, umumnya perilaku yang dianggap baik bagi dirinya namun bagi orang lain justru merugikan (Papalia, dkk, 2009: 8-15). Remaja cenderung menilai sesuatu dan bertindak atas pandangan dan penilaian sendiri. Remaja tidak membedakan antara hal-hal atau situasi yang dipikirkannya sendiri dengan yang dipikirkan orang lain dengan menunjukkan perilaku nakal ketika berada di lingkungan. Contoh kasus yang menunjukkan kenakalan remaja, yaitu tradisi tawuran setelah Ujian Nasional, sepertinya sudah sangat melekat dalam diri pelajar di. Hal ini ditunjukkan dengan adanya aksi tawuran antar pelajar di Penjaringan, Jakarta Utara. Belasan siswa diamankan petugas kepolisian lengkap dengan senjata tajam sebagai bekal tawuran. AKBP Aries Syahbudin selaku Kapolsek Penjaringan, Kamis (18/4), mengatakan, pelajarpelajar tersebut ditangkap saat pihak polsek Penjaringan bersama guru-guru sekolah sedang melakukan razia di Pasar Ikan Muara Baru, Jalan Gedong Panjang, Pluit, Penjaringan. Pelajar tersebut diamankan karena dengan sengaja membawa belasan senjata tajam, seperti samurai, golok, parang, gir motor dan lainnya dan berniat mencari gerombolan pelajar lainnya (Budiyanto, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Waluya dan Rakhmadianti (2008: 61) menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMAN 70 Jakarta Selatan memiliki perilaku agresif tinggi. Gambaran perilaku agresif dan berdasarkan data penunjang menunjukkan bahwa siswa laki-laki cenderung memiliki perilaku agresif tinggi, siswa perempuan cenderung memiliki perilaku agresif rendah. Usia tahun cenderung memiliki perilaku agresif tinggi. Namun, di usia 17 tahun perilaku agresifnya menurun dan meningkat lagi di usia 18 tahun. Siswa yang memiliki kelompok teman sebaya cenderung memiliki perilaku agresif tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelompok teman sebaya. Siswa yang lebih sering menggunakan media televisi untuk menonton film 285

3 kesukaannya cenderung memiliki perilaku agresif tinggi. Perilaku agresif sepertinya telah menjadi sesuatu hal yang sangat biasa terjadi pada kehidupan sosial individu saat ini, terutama pada individu yang memasuki masa remaja. Perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu (Breakwell, 1998: 17). Perilaku agresif dapat dimunculkan secara fisik maupun verbal. Perilaku agresi fisik, yaitu perilaku agresi yang dilakukan dengan cara melakukan kekerasan secara fisik, seperti menampar, memukul, melempar dengan benda terhadap orang lain di sekitarnya. Perilaku agresi verbal yaitu perilaku agresi yang dilakukan dengan cara mengeluarkan kata-kata untuk menyerang orang lain, dapat berupa ejekan, hinaan, caci maki. Banyak kerugian dari perilakuperilaku agresif tersebut, baik yang berupa kerugian materi hingga kerugian yang tidak bisa dihitung dengan materi seperti pemerkosaan dan hilangnya nyawa seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan Rina (2011: 18) tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku agresif pada remaja, menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 103 orang, mayoritas remaja laki-laki berprilaku agresif sebanyak 66 orang (66.02%), sedangkan remaja perempuan setengah dari remaja laki-laki yaitu sebanyak 35 orang (33.98%). Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa remaja masih saja melakukan perilaku agresif dan apabila hal tersebut dibiarkan begitu saja, maka akan membawa dampak yang besar bagi kehidupan remaja. Berbagai perilaku agresif yang ditunjukkan remaja menjadi keprihatinan di kalangan masyarakat dan dunia pendidikan. Seperti yang terjadi di Semarang, bentrok antar pelajar terjadi di Jalan Slamet Riyadi, Semarang, Selasa (23/10) siang. Perkelahian tersebut melibatkan puluhan siswa SMK P dan siswa SMK P.N, Semarang. Tidak ada korban jiwa, namun dalam bentrokan polisi berhasil mengamankan beberapa senjata tajam milik kedua kubu berikut puluhan siswa yang terlibat tawuran, bentrokan itu belum sempat terjadi, karena pihak Polsek Gayamsari terlebih dahulu memergoki dan melakukan pencegahan hingga berlanjut penangkapan (Prasetyo, 2012). Berdasarkan observasi pada tanggal 10 dan 11 Mei 2013 mengenai agresivitas pada remaja yang terjadi di lingkungan pendidikan, sering terjadi misalnya mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh para remaja, antara lain perkelahian, tawuran, intimidasi dan tindakan lainnya yang bahkan sering kali mengarah kepada tindakan kriminal. Agresi seringkali digunakan oleh manusia sebagai jalan untuk mengungkapkan suatu perasaan dan menyelesaikan suatu persoalan. Agresi terjadi dimana saja seperti perkelahian yang terjadi pada pelajar SMK, menurut pengakuan mereka tindakan kekerasan yang dilakukan seperti tawuran dan berkelahi karena adanya dorongan serta ajakan dari teman-temannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan lima 286

4 orang siswa SMK pada tanggal 11 Mei 2013 diperoleh data bahwa aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, dan di sekolah. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki, mengancam) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju). Remaja sering melakukan tindakan kekerasan berupa kekerasan verbal kepada temannya yang berujung pada kekerasan fisik dengan alasan sakit hati. Remaja juga ikut dalam aksi tawuran antar pelajar dan menurut remaja tindakan tersebut merupakan hal yang sudah biasa dilakukan dan merupakan hal wajar, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelakupelaku tindakan aksi ini dilakukan oleh remaja di tingkat menengah atas atau menengah kejuruan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa meningkatnya perilaku agresif dikalangan remaja ini berawal dari aksi saling ejek (agresi verbal) antara teman, kemudian remaja tersebut berani melakukan apapun demi mendapatkan yang diinginkan sampai menyakiti individu lain dan berakhir dengan kekerasan fisik. Hal ini terjadi di lingkungan sekolah seperti yang terjadi pada salah seorang siswa yang tingkatan kelasnya lebih tinggi atau kakak kelas dimana individu tersebut sering memalak. Siswa yang ditingkat lebih tinggi merasa berkuasa dibandingkan dengan siswa yang ditingkat rendah. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh salah satu guru yang ada di SMK yang ada di Semarang kepada peneliti pada tanggal 6 Februari 2014 menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang menunjukkan perilaku agresif. Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan siswa diantaranya masih terjadinya perkelahian diantara siswa. Selain itu juga diketahui bahwa masih terdapat siswa yang senang mengucapkan kata-kata kotor kepada teman ataupun adik kelasnya. Hasil penelitian tentang perilaku sosial dengan agresivitas siswa SMK yang dilakukan Putri (2011: 8) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dengan agresivitas siswa di SMKN 1 Cikarang. Perilaku sosial yang buruk diikuti agresivitas siswa yang tinggi. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa perilaku agresif yang ditunjukkan siswa tidak terlepas dari perilaku yang ditunjukkannya ketika berada di lingkungan sosial. Salah satu faktor yang diduga memengaruhi perilaku agresif, yaitu lingkungan sosial pengaruh kelompok, yaitu adanya peracunan tanggung jawab tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai, ada desakan kelompok dan identitas kelompok apabila tidak ikut melakukan bukan dari anggota kelompok sehingga identitas kelompok yang sangat kuat menyebabkan timbul sikap yang negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain (Sarwono, 2005: ). Dasar utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Remaja yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, 287

5 sehingga remaja cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri (Monks, dkk, 2004: 283). Konformitas sebagai sebuah upaya yang dilakukan individu supaya diterima oleh orang lain, dengan cara menyerahkan diri dan menjadi apapun sebagaimana keinginan orang lain, termasuk mengubah keyakinan dan perilakunya serupa dengan orang lain, sekalipun sebenarnya berbeda hendaknya tetap memperhatikan batas-batas norma yang berlaku di masyarakat, sehingga konformitas yang ditunjukkan remaja tetap dalam hal yang positif. Remaja diharapkan dapat menunjukkan konformitas dalam hal-hal positif dengan teman, sehingga aktivitas-aktivitas positif bersama teman tersebut dapat menghindarkan remaja dari perilaku agresif. Hasil penelitian yang dilakukan Levianti (2008: 9) tentang konformitas dan bullying pada siswa, menunjukkan bahwa konformitas juga dapat membantu mengurangi terjadinya bullying pada siswa apabila figur otoritas, populer atau signifikan memiliki sikap negatif terhadap bullying, sehingga anggota di sekitarnya akan turut bersikap negatif terhadap bullying. Konformitas dapat juga dimanfaatkan untuk mengatasi bullying. Hasil penelitian tersebut menunjukkan makna tersendiri bahwa konformitas tidak selalu untuk hal-hal yang negatif, karena semua itu tergantung pada individu yang melakukannya. Konformitas bisa untuk halhal yang positif seperti sekumpulan remaja yang selalu belajar kelompok bersama, aktif dalam organisasi siswa di sekolah. Konformitas yang dimiliki remaja diharapkan dapat menghindarkan remaja dari perilaku agresif atas dasar kegiatan positif yang dilakukan dengan kelompoknya. Kenyataannya, remaja yang menunjukkan konformitas dalam sisi positif tersebut masih saja menunjukkan bentuk-bentuk perilaku agresif yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja? Perilaku Agresif Remaja Baron (dalam Koeswara, 1998: 5) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut, pendapat ini hampir sama dengan beberapa tokoh yang telah dijelaskan. Dalam definisi yang dijelaskan oleh Baron mencakup empat faktor tingkah laku yaitu tujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Davidoff dan Dayakisni menjelaskan bahwa agresi sebagai tindakan atau serangan terhadapa makhluk atau organisme lain. Agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh organisme terhadapa organisme lain, obyek lain atau bahkan pada dirinya sendiri (Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 193). Lebih lanjut Mahmudah (2010: 100) menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. 288

6 Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa perilaku agresif adalah suatu tindakan yang dilakukan individu secara sengaja dengan tujuan menyakiti atau melukai individu lain baik menyakiti secara fisik maupun verbal. Menurut Hurlock (2006: 206) awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir (Hurlock, 2006: 206). Remaja adalah berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi laki-laki (Mappieare dalam Ali dan Asrori, 2008: 9). Berdasarkan definisi dari beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif remaja adalah perilaku yang dilakukan oleh individu yang berusia antara tahun dalam masa pencarian jati diri yang melakukan suatu tindakan secara sengaja dengan tujuan menyakiti atau melukai individu lain baik menyakiti secara fisik maupun verbal. Bentuk-bentuk perilaku agresif Medinus dan Johnson (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 212) mengelompokan beberapa bentuk perilaku agresif, yaitu: a. Menyerang Fisik Perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti fisik individu lain seperti memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas. b. Menyerang suatu objek Yang dimaksud disini adalah menyerang benda mati atau suatu objek. c. Secara verbal atau simbolis Perilaku yang dimaksudkan mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan sikap menuntut. d. Pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain Berkowitz (dalam Koeswara, 1988: 5) membedakan perilaku agresif menjadi dua, yaitu: a. Agresivitas instrumental yaitu agresivitas yang dilakukan individu sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. b. Agresivitas impulsif yaitu agresivitas yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk menyakiti ataupun melukai, bisa dikatakan bahwa agresivitas ini dilakukan tanpa tujuan tertentu selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan ataupun kematian pada korban. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku agresif yaitu menyerang fisik, menyerang suatu objek, agresif secara verbal atau simbolis, serta pelanggaran terhadap hak milik orang lain. Konformitas Teman Sebaya Davidoff (1991: 316) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan perilaku dan atau sikap sebagai akibat dari adanya tekanan (nyata atau tidak nyata). Sedangkan menurut Sears, dkk 289

7 (1985: 76) sering kali orang atau organisasi berusaha agar pihak lain menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak lain tersebut tidak ingin melakukannya, bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut menyebutnya konformitas. Chaplin (2011: 105) menyatakan bahwa konfomitas adalah kecendrungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pencapat yang sudah berlaku. Konformitas merupakan ciri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa konformitas adalah kecendrungan perubahan perilaku atau sikap individu yang dipengaruhi oleh kelompoknya maupun keinginan dirinya sendiri karena orang lain menampilkan perilaku tersebut. Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga, dari kelompok teman sebaya remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Teman sebaya dapat diartikan sebagai (se) sama, baik secara sah dan psikologis. Teman sebaya menurut Chaplin (2011: 357) adalah sekelompok acuan atau suatu kelompok di mana seorang anak mengasosiasikan dirinya di dalamnya. Berdasarkan uraian pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konformitas teman sebaya adalah individu yang memiliki usia atau tingkat kedewasaan yang sama dan kecenderungan mengubah perilaku atau sikap individu tersebut yang dipengaruhi oleh kelompoknya maupun keinginan dirinya sendiri karena orang lain menampilkan perilaku tersebut. Sears, dkk (1985: 85-93) mengemukakan beberapa aspek konformitas, yaitu: a. Kekompakan Kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, dan sebagainya akan semakin kompak kelompok itu. b. Kesepakatan Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapatkan tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Bila kelompok tidak bersatu akan nampak adanya penurunan tingkat konformitas. c. Ketaatan Harapan dari orang yang menduduki posisi tertentu dalam otoritas menimbulkan ketaatan. Hal-hal yang membuat individu lebih bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri atau yang menonjolkan aspek negatif dari apa yang dilakukannya akan mengurangi ketaatan. 290

8 Davidoff ( 1991: 316) menyatakan bahwa aspek-aspek konformitas, antara lain: a. Kerelaan dan penerimaan Seseorang melakukan sesuatu atas dasar kesadarannya sendiri tanpa dipaksa orang lain, seperti belajar dan mengerjakan tugas. b. Kerelaan tanpa penerimaan Seseorang rela melakukan sesuatu tetapi sebenarnya orang tersebut kurang dapat menerima hal tersebut. c. Penerimaan tanpa kerelaan Seseorang dapat menerima segala sesuatu yang diperintahkan kepadanya tetapi orang tersebut enggan melakukannya. d. Tanpa kerelaan atau tanpa penerimaan Seseorang tidak rela dan tidak mau menerima sesuatu yang ditujukan kepadanya. Berdasarkan Uraian diatas dapat disimpulkan aspek-aspek dari konformitas yaitu kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. Aspek-aspek tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan alat ukur untuk mengungkap konformitas teman sebaya. Metode Penelitian Populasi penelitian ini adalah siswa laki-laki SMK Muhammadiyah 2 Semarang yang berusia tahun. Alasan peneliti mengambil populasi tersebut karena siswa-siswa tersebut tergolong remaja, dimana pada usia remaja mereka cenderung senang berkelompok agar dapat diterima teman sebayanya. Selain itu, menurut Krahe (2005: ) laki-laki secara umum lebih agresif dari pada perempuan. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian. Cluster akan dilakukan pada masingmasing kelas yang ada di SMK Muhammadiyah 2 Semarang. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah Skala Perilaku Agresif Remaja dan Skala Konformitas Teman Sebaya. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Korelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa r xy = 0,326 dengan p < 0,01 sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Sarwono (2005: 319) yang menyatakan bahwa perilaku agresif dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kelompok, yaitu konformitas. Desakan untuk konfrom pada kawan-kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, semakin besar kesetiaan individu, dan sebagainya akan semakin kompak kelompok itu. Konformitas terhadap kelompok teman sebaya 291

9 dapat menjadikan remaja terjebak ke dalam bentuk-bentuk perilaku agresif karena pertimbangan perilaku tersebut juga dilakukan oleh kelompok, serta adanya rasa khawatir akan mendapatkan penolakan dari kelompok apabila tidak melakukannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian tentang pengaruh Konformitas terhadap Perilaku Agresi siswa SMK yang dilakukan Wilujeng dan Budiani (2012: 6) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresif pada siswa SMK PGRI 7 Surabaya. Semakin tinggi konformitas, maka semakin tinggi pula perilaku agresif yang dimiliki individu. Siswa SMK yang memiliki konformitas terhadap kelompok teman sebaya akan mengikuti aturan atau norma, melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya, meskipun perilaku tersebut termasuk perilaku agresif. Santrock (2007: 60) menyatakan bahwa konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain (baik desakan nyata atau bayangannya saja). Hasil penelitian yang dilakukan Kurniawan dan Rois (2013: 90) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan konformitas pada kelompok teman sebaya antara siswa yang terlibat dengan yang tidak terlibat. Siswa yang terlibat tawuran memiliki konformitas pada kelompok teman sebaya lebih tinggi dari pada siswa yang tidak terlibat tawuran. Peer group menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam mencari jatidiri remaja Berbagai kasus perilaku menyimpang remaja, seperti halnya dengan perilaku agresif seringkali disebabkan pengaruh kelompok teman sebaya ini. Konformitas adalah satu tuntutan yang tidak terulis dari kelompok remaja. Keinginan untuk diterima dan diakui oleh teman sebaya akan menjadikan remaja rela melakukan apa saja untuk tetap menjadi bagian kelompok, termasuk melakukan perilaku agresif. Menurut Sarwono (2005: 172) konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguhsungguh ada maupun yang dibayangkan saja, tidak semua perilaku yang sesuai dengan norma kelompok terjadi karena ketaatan, sebagian terjadi karena orang sekedar ingin berperilaku sama dengan orang lain. Perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. Konformitas terhadap teman sebaya yang ditunjukkan remaja ditunjukkan dengan adanya kepercayaan terhadap nilai yang diyakini oleh kelompok teman sebayanya. Selain itu remaja merasa takut terhadap celaan sosial apabila tidak ikut melakukan perilaku yang ditunjukkan oleh teman sebaya dalam kelompoknya. Keinginan untuk diterima dan mendapatkan pengakuan dari kelompok teman sebaya tersebut dapat menyebabkan siswa SMK terjebak dalam perilaku agresif yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Merton (dalam Koentjoro, 2005: 11) menyatakan bahwa konformitas adalah adaptasi yang tidak selalu mengarah kepada penyimpangan. 292

10 Remaja yang berada pada masa transisi dan lebih cenderung bergaul dengan teman sebata diharapkan dapat menunjukkan konformitas yang menuju ke arah positif, dengan mengisi waktu luang dengan aktivitas-aktivitas positif bersama kelompok. Konformitas dapat membentuk identitas diri remaja, sehingga remaja dapat mengetahui bahwa perilaku agresif adalah bentuk perilaku yang bertentangan dengan norma ataupun aturan yang berlaku, sehingga remaja dapat semakin terhindar dari perilaku agresif. Aktivitas-aktivitas positif bersama teman sebaya sebagai bentuk konformitas tersebut diharapkan dapat menghindarkan remaja dari perilaku agresif yang dapat merusak masa depan remaja. Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel perilaku agresif remaja diperoleh Mean Empirik sebesar 94,97, Mean Hipotetiknya sebesar 75 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 15. Mean Empirik variabel perilaku agresif remaja pada area (+) 1SD hingga (+) 2SD. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku agresif remaja pada kategori tinggi. Perilaku agresif yang tergolong tinggi berarti bahwa siswa SMK menunjukkan bentuk-bentuk perilaku agresif, baik yang bersifat verbal maupun tindakan langsung dan dapat merugikan orang lain. Pada variabel konformitas teman sebaya diperoleh Mean Empirik sebesar 67,17, Mean Hipotetiknya sebesar 65 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 13. Mean Empirik variabel konformitas teman sebaya pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. dari Mean Hipotetiknya. Hal ini mengindikasikan bahwa konformitas teman sebaya tergolong pada kategori sedang. Hal ini berarti siswa SMK menunjukkan adanya kekompakan untuk mengikuti setiap nilai dan perilaku yang dilakukan oleh teman sebayanya. Sumbangan efektif variabel konformitas teman sebaya terhadap perilaku agresif remaja sebesar 10,6%, sisanya sebesar 89,4% dari variabel lain seperti faktor kondisi lingkungan, pengaruh kepribadian kondisi fisik, frustrasi, provokasi langsung, agresi yang dipindahkan, pemaparan kekerasan media, dan keterangsangan yang meningkat. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil simpulan bahwa ada hubungan yang positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif pada remaja, semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku agresif, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Saran 1. Bagi siswa SMK Disarankan kepada SMK agar dapat menjadikan pertemanan dengan kelompok teman sebaya sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan dan potensi yang dimiliki, melalui berbagai kegiatan positif. Siswa SMK diharapkan dapat lebih asertif dengan menghindari berbagai ajakan dari teman untuk bertindak negatif dan bertentangan dengan aturan yang berlaku, sehingga siswa SMK dapat terhindar dari perilaku agresif 293

11 yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. 2. Bagi orangtua dan pihak sekolah Orangtua dan guru diharapkan dapat bekerja sama dengan murid dalam kegiatan-kegiatan positif, seperti mengadakan belajar bersama, sehingga siswa dapat terhindar dari perilaku agresif. 3. Bagi peneliti lain Peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian diharapkan dapat melihat faktor lain yang memengaruhi perilaku agresif pada remaja, seperti faktor kondisi lingkungan, pengaruh kepribadian kondisi fisik, frustrasi, provokasi langsung, agresi yang dipindahkan, pemaparan kekerasan media, dan keterangsangan yang meningkat. Daftar Pustaka Ali, M., dan Asrori, M Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Chaplin, J. P Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Davidoff, L Psikologi Suatu Pengantar. Alih Bahasa: Dra. Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga. Dayakisni, T., dan Hudaniah Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Breakwell, G. M Coping With Aggressive Behaviour. Alih Bahasa: Bernadus H. Yogyakarta: Kanisius. Budiyanto, E. W Tradisi Tawuran Pelajar Usai UN Kembali Terjadi. ead/news/2013/04/18/153557/tradisi- Tawuran-Pelajar-Usai-UN-Kembali-Terjadi. Diakses pada tanggal 25 Oktober Hurlock, E. B Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo Jakarta: Erlangga. Koentjoro Kriminologi dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Sosial Budaya. Vol. X. No. 1: Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Krahe, B Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kurniawan, S., dan Rois, M. M Tawuran, Prasangka terhadap Kelompok Siswa Sekolah Lain, serta Konformitas pada Kelompok Teman Sebaya. Proyeksi. Vol. 4. No. 2: Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung. Levianti Konformitas dan Bullying pada Siswa. Jurnal Psikologi. Vol. 6. No. 1: 1-9. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul. Mahmudah, S Psikologi Sosial Sebuah Pengantar. Malang: UIN-Maliki Press. Monks, F.J, Knoers A.M.P & Haditono, S.R Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: University Press. Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D Human Development. Edisi 10. Buku 2. Alih Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika. Prasetyo, E. B Puluhan Pelajar SMK Bentrok. ead/news/2012/10/23/133554/puluhan-pelajar- SMK-Bentrok. Diakses pada tanggal 25 Oktober

12 Putri, R. H. N Hubungan Perilaku Sosial dengan Agresivitas Siswa di SMK Negeri 1 Cikarang Barat. Jurnal Psikologi. Vol. 2. No. 1: Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Rina Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perilaku Agresif pada Remaja Kelas II. III di SMP Pahlawan Toha Bandung 18 September Januari Jurnal Kesehatan Prima. Vol. 3. No. 2: Santrock, J. W Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa : Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga Adolescende. Edisi Kesebelas. Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga. Sarwono,S. W Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sears, D. O., Freedman, J. L., dan Peplau, L. A Psikologi Sosial jilid 2. Alih bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga. Waluya, O. D., dan Rakhmadianti, A. K Erilaku Agresif ditinjau dari Jenis Tontonan Film pada Siswa SMAN 70 Jakarta Selatan. Jurnal Psikologi. Vol. 6. No. 2: Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul. Wilujeng, P., dan Budiani, M. S Pengaruh Konformitas pada Geng Remaja terhadap Perilaku Agresi di SMK PGRI 7 Surabaya. Vol. 3. No. 2. Jurnal Psikologi. Surabaya: Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya. 295

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent)

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) MILDA REYNA Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku agresif seringkali diperbincangkan oleh masyarakat karena hal tersebut memicu kekhawatiran masyarakat sekitar, terutama di kalangan pelajar SMK. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswanto (2007) menjelaskan bahwa agresi merupakan salah satu koping tindakan langsung. Koping dalam tindakan langsung merupakan usaha tingkah laku yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini merupakan siswa kelas XI SMK Saraswati Salatiga yang populasinya berjumlah 478 siswa. Kelas XI SMK Saraswati

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan masyarakat di zaman modern terus mengalami peningkatan pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak. Persaingan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA LAKI-LAKI PEMINUM MIRAS. M. NOOR FAJRIANSYAH Fakultas Psikologi Universitas Semarang

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA LAKI-LAKI PEMINUM MIRAS. M. NOOR FAJRIANSYAH Fakultas Psikologi Universitas Semarang HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA LAKI-LAKI PEMINUM MIRAS M. NOOR FAJRIANSYAH Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas Semua orang seperti memahami apa itu agresi, namun pada kenyatannya terdapat perbedaan pendapat tentang definisi agresivitas. agresi identik dengan hal yang buruk.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji Asumsi dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis, uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Tujuan dari uji asumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

KEHARMONISAN KELUARGA DAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMK

KEHARMONISAN KELUARGA DAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMK KEHARMONISAN KELUARGA DAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA SISWA SMK Yolanda Candra Arintina 1, Nailul Fauziah 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY. Oleh: SUPARJO ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY. Oleh: SUPARJO ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY Oleh: SUPARJO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan perilaku prososial pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini bagi masyarakat, aksi-aksi kekerasan baik yang dilakukan secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi kekerasan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment untuk mencari hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentangan kehidupan manusia, dimana individu meninggalkan masa anak-anaknya dan mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial terhadap siswa berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepakbola tidak terlepas dari yang namanya supporter, supporter biasa disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini beberapa televisi dan media elektronik lainnya memuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali

Lebih terperinci

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak

PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA. (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus. Abstrak PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA (Prosocial Behavior Among Student) Eva Nuari Lensus Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perilaku prososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai persyaratan memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Siswa. belajarnya (dalam 2014). sebagai suatu pribadi atau individu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Siswa. belajarnya (dalam  2014). sebagai suatu pribadi atau individu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar dimana di dalam proses belajar mengajar, siswa

Lebih terperinci

UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK TUNARUNGU

UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK TUNARUNGU METODE TOKEN ECONOMY UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK TUNARUNGU (THE TOKEN ECONOMY METHOD TO REDUCE THE AGGRESIVE BEHAVIOUR OF DEAF CHILDREN) Risvi Rayhani Fakultas Psikologi Universitas Semarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai

Lebih terperinci

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling indah dan masa yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003).

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu. 56 DAFTAR PUSTAKA Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu. Arikunto, S. (2006). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF PRODUK FASHION DITINJAU DARI KONFORMITAS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SEMARANG

PERILAKU KONSUMTIF PRODUK FASHION DITINJAU DARI KONFORMITAS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SEMARANG PERILAKU KONSUMTIF PRODUK FASHION DITINJAU DARI KONFORMITAS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SEMARANG Bagus Haryo Suseno Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN Winda Rahmadhani Rafaini 1, Helma 2, Mori Dianto 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA KRISTEN 1 SALATIGA JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA KRISTEN 1 SALATIGA JURNAL HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA KRISTEN 1 SALATIGA JURNAL Diajukan Kepada Program Studi Bimbingan Dan Konseling Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa awal periode akhir masa remaja (Hurlock, 1999). Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. pada masa awal periode akhir masa remaja (Hurlock, 1999). Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini juga sering disebut sebagai masa transisi dimana remaja memiliki keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali & Asrori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan

Lebih terperinci

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) 33 BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) Oleh : Detria Nurmalinda Chanra 1 Prof. Dr. Dr. dr. Th. I. Setiawan 2 Herdi, M.Pd 3 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PASIEN PENYAKIT JIWA DENGAN PERILAKU AGRESIF PERAWAT PASIEN PENYAKIT JIWA

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PASIEN PENYAKIT JIWA DENGAN PERILAKU AGRESIF PERAWAT PASIEN PENYAKIT JIWA HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PASIEN PENYAKIT JIWA DENGAN PERILAKU AGRESIF PERAWAT PASIEN PENYAKIT JIWA Elok Faiqoh 1*) dan Falasifatul Falah **) 1) Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung *)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS DIRI ACHIEVEMENT DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA KOMUNITAS PUNK

HUBUNGAN ANTARA PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS DIRI ACHIEVEMENT DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA KOMUNITAS PUNK HUBUNGAN ANTARA PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS DIRI ACHIEVEMENT DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA KOMUNITAS PUNK Oleh: ADLINA AZZIYATI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SEMARANG ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullying Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN BULLYING PADA SISWA SMK MUHAMMADIYAH KUDUS. Herlin Eviani, Jati Ariati *

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN BULLYING PADA SISWA SMK MUHAMMADIYAH KUDUS. Herlin Eviani, Jati Ariati * HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN BULLYING PADA SISWA SMK MUHAMMADIYAH KUDUS Herlin Eviani, Jati Ariati * Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro herlineviani@gmail.com, ariati_jati@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG

KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN ASERTIVITAS PADA SISWA SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG Maharani Mutiara Hati, Imam Setyawan Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh : Pudyastuti Widhasari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak RINGKASAN SKRIPSI A. PENDAHULUAN Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia persilatan memang sangat identik dengan perilaku kekerasan atau agresi. Mulai dari latihan pencak silat yang tampak terlihat memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG Soraya Prabanjana Damayanti, Dinie Ratri Desiningrum* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Sorayadamayanti88@gmail.com

Lebih terperinci

POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN AGRESIVITAS PADA REMAJA PERTENGAHAN DI SMK HIDAYAH SEMARANG

POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN AGRESIVITAS PADA REMAJA PERTENGAHAN DI SMK HIDAYAH SEMARANG POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN AGRESIVITAS PADA REMAJA PERTENGAHAN DI SMK HIDAYAH SEMARANG Dwi Karunia Saputra, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH OTORITER IBU DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD. Naskah Publikasi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH OTORITER IBU DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD. Naskah Publikasi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH OTORITER IBU DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rinci masa remaja dibagi ke dalam 3 tahap yaitu: usia tahun adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rinci masa remaja dibagi ke dalam 3 tahap yaitu: usia tahun adalah masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja mempunyai arti yang khusus karena di dalam proses perkembangannya menempati fase yang tidak jelas. Remaja bukan termasuk golongan anak maupun golongan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi perlu dilakukan dalam menganalisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan korelasi Product Moment. Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara

Lebih terperinci

Anggaraningtyas et,al/ HUBUNGAN ANTARA KOPING STRES

Anggaraningtyas et,al/ HUBUNGAN ANTARA KOPING STRES Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan periode perkembangan yang sangat banyak mengalami krisis dalam perkembangannya. Masa ini sering juga disebut dengan masa transisi karena remaja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTIMASI DALAM KELUARGA DENGAN TINGKAH LAKU AGRESIF PADA SISWA

HUBUNGAN ANTARA INTIMASI DALAM KELUARGA DENGAN TINGKAH LAKU AGRESIF PADA SISWA Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Hal. 197-201 Info Artikel: Diterima 01/01/2013 Direvisi 12/01/2013 Dipublikasikan 01/03/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak.

KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak. KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci