Sambiloto Artemisin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sambiloto Artemisin"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Efektivitas Antimalaria Dari Ekstrak Herba Andrographis Paniculata Nees Tunggal Dan Kombinasi Masing-Masing Dengan Artesurat Dan Klorokuin Pada Pasien Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi Uji In-Vitro Berdasarkan kajian pustaka dari literatur-literatur dan uji in-vitro diperoleh bahwa uji in-vitro dilakukan untuk melihat efektifitas antimalaria dari masing-masing obat uji terhadap Plasmodium Falciparum yang dilaksanakan di Laboratorium Sentral Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.Kultur malaria dengan menggunakan Plasmodium Falciparum Papua (2300) (Izwar,Zein U, 2004) Pelaksanaan Uji In-vitro (1) Kelompok perlakuan a. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji klorokuin yaitu Chloroquine Diphosphate Salt Cat no icn Biomedicals, dengan konsentrasi 0,25-0,5 2, dan 100 ug. b. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji sambiloto dengan konsentrasi 0,25-0,5 2, dan 100 ug. c. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji artemisinin MR, Aldrich Chem dengan konsentrasi 0,25-0,5 2, dan 100 ug. d. Kelompok medium RPMI 1640 yang diberi isolat Plasmodium falciparum galur Papua (2300) + obat uji ekstrak sambiloto 37% dangan 18

2 konsentrasi 0,25-0,5-2, dan 100 ug (Schineder EL, Carlson HK,2003) Hasil Dari pengujian obat secar in-vitro, diperoleh hasil penurunan kepadatan parasit plasmodium falciparum dengan peningkatan dosis obat uji seperti yang tercantum pada tabel 1. Kepadatan eritrosit dihitung dalam jumlah plasmodium falciparum/200 eritrosit dalam 5000 eritrosit kultur yang dihitung masing-masing tiga kali dan diambil rata-ratanya (Zein U,Hendri H,2003) Gambar 5. Tabel Penurunan Parasit P. Falcifarum dengan Peningkatan Dosis Obat Uji (Zein U,Hendri H,2003) Dosis Obat Uji/ml dan Kepadatan parasit KELOMPO Kontro ug 5 ug K l ug ug ug UJI Klorokuin Sambiloto Artemisin Arte+Samb Kloro+Samb Pada kelompok uji obat tunggal klorokuin dan ertemisin, efek membunuh parasit telah terlihat paha dosis 0,5 ug, ditandai dengan terlihatnya bentuk, crisis form 19

3 pada eritosit yang terinfeksi dan dengan peningkatan dosis, efek ini makin meningkatkan dengan semakin menurunnya kepadatan parasit, sampai dosis optimal 200 ug. Pada kelompok sambiloto tunggal, kepadatan parasit pada dosis awal 0,5 ug malah meningkat, dan pada peningkatan dosis berikutnya 1 ug baru terlihat efek membunuh parasit, dan efek ini semakin meningkat dengan menurunnya jumlah parasit dengan peningkatan dosis. Pada kelompok obat uji sambiloto dengan artemisin, penurunan kepadatan parasit juga terlihat dengan peningkatan dosis obat uji (Tabel 9), dan dengan uji statistik, efikasi dari lima kelompok obat uji ini tidak berbeda makna. Penambahan obat uji artemisinin terhadap sambiloto, terlihat meningkatkan efikasi antimalarianya, tetapi penambahan sambiloto ini terhadap artemisin tunggal, kelihatannya tidak meningkatkan efek antimalaria dibandingkan dengan artemisinin tunggal. Secara grafik, penurunan tingkat kepadatan Plasmodium falciparum dengan peningkatan dosis obat uji dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 6. Grafik Penurunan Kepadatan Parasit P.Falciparum dengan Peningkatan Dosis Uji (Yosia Gintang,Zein U,2003) Pada kelompok obat uji klorokuin, artemisinin, dan kombinasi sambiloto dengan klorokuin maupun dengan artemisinin, efek membunuh parasit (parasite 20

4 crisis) sudah terlihat pada dosis 0,5 ug/ml dan efek ini makin maningkat dengan peningkatan dosis.sedangkan pada kelompok uji sambiloto, pada dosis 0,5 ug/ml, belum ada efek menghambat, bahkan terlihat jumlah parasit semakin meningkat.pada dosis 1 ug/ml, baru terlihat efek membunuh parasit, dan efek ini semakin kuat dengan peningkatan dosis dan efek maksimal didapati pada dosis 200 ug/ml (Yosia gintang,zein U,Izwar,2003) Hasil Uji Klinik (1) Daerah Hasil Uji Dari kajian pustaka berdasarkan hasil uji klinik di salah satu rumah sakit umum di Indonesia yaitu Rumah Sakit Umum Penyabungan dan desa-desa di wilayah kerja Puskesmas se Kebupaten Mandailing Natal (Madina) Sumatra Utara diketahui sebagai daerah endemik malaria. Berikut frekuensi jenis penyakit : Gambar 7. Tabel Frekuensi Jenis Penyakit Infeksi di Kabupaten Madina (Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal, 2003) No Jenis Penyakit Jumlah (orang) 1 Diare Influenza Malaria Disentri Bronkhitis TB Paru 216 Sumber : Balai Pusat Statistik Madina 2004 (2) Rekruitmen Pasien Kepada pasien diberikan penjelasan cara minum obat sebagai berikut : obat uji diminum bersama air putih yang sudah dimasak, obat uji dengan dosis tiga kali sehari (kapsul sambiloto dan plasebonya) diberikan setiap 8 jam, obat uji dengan dosis 21

5 sekali sehari (kapsul klorokuin atau kapsul artesunat dan plasebonya), diberikan minimal satu jam setelah obat uji lainnya (Consensus of Malaria Management Part One,2003) Rekruitmen Pasien: Kriteria Inklusi & Kel. 1 (45 pasien) ES 250 mg + placebo 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps klorokuin plasedo 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 2 kaps Hr 3 = 2 kaps Kel. 2 (45 pasien) ES 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps klorokuin plasedo 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 2 kaps Hr 3 = 2 kaps Kel. 3 (45 pasien) ES 250 mg + plasedo 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps klorokuin 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 1 kaps + 1 kaps plasedo Hr 3 = 1 kaps + 1 kaps plasedo Kel. 4 (45 pasien) ES 250 mg + plasedo 250 mg 3x2 kaps. Selama 5 hari (Hr) + kaps artesunat 500 mg : Hr 1 = 2 kaps Hr 2 = 2 kaps Hr 3 = 2 kaps Gambar 8. Tabel rekuitmen pasien (Human Host Malaria,2004,Consensus of Malaria Management Part One,2003) Berdasarkan studi pustaka parameter laboratorium pengujian empat kelompok uji klinik dari hari ke 0 sampai hari ke 5 dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto selama lima hari pengobatan terhadap perubahan fungsi 22

6 hati dan ginjal masih dalam batas normal. Dan terjadinya proses penurunan parasit Plasmodium falciparum setelah pemberian pengobatan selama 5 hari. (3) Rata-rata penurunan kepadatan parasit dari H0-H28 pada masing-masing kelompok pengobatan (Zein U,Safri Z,2003) Berdasarkan studi pustaka pada perolehan hasil penurunan jumlah parasit P. falciparum pada 4 Kelompok Uji Pengobatan melalui perhitungan statistika, efikasi masing-masing kelompok obat diperoleh hasil berikut : Parasitemia/ml H0 190,13 164,85 149,55 173,69 H1 139,75 131,52 113,18 140,12 H2 86,63 86,56 83,03 98,69 H3 53,38 59,27 49,24 74,29 H4 26,50 17,88 18,48 39,14 H5 16,00 6,06 8,79 20,24 H6 4,00 1,52 3,64 9,05 H7 0,00 0,00 0,00 0,00 H8 0,00 0,00 0,00 0,00 H9 0,00 0,00 0,00 0,00 H10 0,00 0,00 0,00 0,00 23

7 Gambar 9. Tabel Rata-rata Penurunan Kepadatan Parasit dari H0 H28 pada Masing-masing Kelompok Uji Pengobatan (Bloland,1993 PB,Barcus MJ,2002) Berdasarkan studi pustaka pada tabel 15 menunjukkan penurunan rata-rata jumlah parasit Plasmodiumfalciparum sampai hari ke 28 pada masing-masing kelompok uji pengobatan. Pada hari ke tujuh pengobatan, pada semua kelompok uji tidak ditemukan lagi Plasmodiumfalciparum dalam darah tepi, dan tetap tidak ditemukan sampai hari ke 28 tindak lanjut pengobatan. Dapat dilihat bahwa parasitemia menunjukkan penurunan sejak H1 pada semua kelompok obat uji dan pada hari ke tujuh tidak ditemukan lagi parasit pada pemeriksaan darah tepi pada semua kelompok uji obat (Bloland,1993) Gambar 10. Tabel Perbandingan Efikasi antara Kelompok ES 250 dengan ES 500 (Chang HH,Schineder,2003) Kelompok Uji Hasil Pengobatan Sensitif Resisten Total ES ES Total ES: Ekstrak Sambiloto; p = 0,617 (Fisher s Exact Test) 24

8 Berdasarkan literature hasil statistik dengan Fisher s Exact Test menunjukkan nilai p = 0,617, berarti tidak ada beda efikasi antara kedua kelompok uji (jumlah masing-masing kelompok yaitu : kelompok ES 250 sebanyak 44 dan jumlah kelompok pengobatan ES 250 mg dengan 500 mg (Schineder EL,2003) Hasil Pengobatan Kelompok Uji Sensitif Resisten Jumlah ES + K ES + A Total Gambar 11. Tabel Perbandingan Efikasi antara Kelompok ES + K dengan ES A (Ananta Toer,2004) Keterangan: ES = Ekstrak Sambiloto K = Klorokuin A = Artesunat p = 0,359 (Fisher s Exact Test) Bila dibandingkan efikasi antara kelompok ES+K dengan ES+A secara statistic dengan Fisher s Exact Test didapati nilai p = 0,359, berarti tidak ada perbedaan bermakna efikasi antara kedua kelompok uji pengobatan. Seperti yang bisa kita lihat pada tabel bahwa perbandingan resisten dan jumlah antara kelompok ES+K dengan ES+A adalah sama, dan itu berarti perbandingan efikasi ES+K dengan ES+A adalah sama. Berdasarkan Kajian pustaka dari hasil efikasi masing-masing kelompok uji pengobatan menunjukkan bahwa, baik efikasi ekstrak tunggal sambiloto (250 mg dan 500 mg) dengan masing-masing artesurat dan klorokuin memiliki efikasi yang sama (Acang N,2002) 25

9 4.2 Efek Samping Dan Efek ImunomodulasiEkstrak Sambiloto Pengamatan Efek Samping Ekstrak herba sambiloto sebagai tanaman obat tradisional yang telah digunakan secara turun temurun oleh rakyat Indonesia diberbagai daerah untuk berbagai kegunaan dalam penyembuhan, telah membuktikan secara faktual tentang keamanannya dari segi efek samping yang ditimbulkannya (Dahlan MS, 2004). Penelitian pada hewan coba yang telah dilakukan diberbagai sentra juga membuktikan bahwa ekstrak herba sambiloto ini sebagai zat herba alami yang tingkat toksisitasnya sangat rendah, dan keamanan penggunaannya terhadap fungsi organ vital tubuh hewan coba juga telah dibuktikan. Pada pengamatan yang dilakukan terhadap pasien pada penelitian yang sudah pernah dilakukan, tidak ditemukan efek samping yang berarti pada semua pasien yang mendapatkan kapsul ekstrak sambiloto selama lima hari, dan juga tidak ditemukan efek yang berarti selama pemantauan pengobatan sampai hari ke 28. Selama periode penelitian tidak ada pasien yang harus menghentikan pengobatan karena alasan efek samping yang tidak dapat ditolerir.pada beberapa pasien dengan keluhan pusing dan mual, umumnya lebih disebabkan oleh penyakit malarianya (Bambang Madyono,2002). Dengan meneruskan pengobatan, keluhan-keluhan tersebut berangsur-angsur hilang dan pasien mengalami perbaikan terhadap penyakit malarianya secara klinis, maupun secara parasitologis.jadi berdasarkan studi pustaka dan kajian literature-literatur tentang penelitian sambiloto membuktikan bahwa sambiloto tidak memiliki efek samping dalam penggunaannya (Abbas,2000) Respon Imun Terhadap Malaria Infeksi Plasmodium falciparum pada manusia akan melibatkan respon imun humoral dan seluler, dengan tujuan untuk mengeliminasi parasit dari dalam tubuh manusi. Respon imun humoral akan menghasilkan beberapa jenis antibodi, seperti antibodi terhadap sporozoit yang akan menghambat invasi sporosit ke hepar, 26

10 anatibodi terhadap merozoit yang menghambat invasi merozoit ke eritrosit, antibodi terhadap antigen malaria dalam eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium falciparum yang dapat menghambat proses sitoadheren pada endotel pembuluh darah, dan akan terbentuk pula antibodi yang menetralisir toksin yang dihasilkan oleh Plasmodium falciparum (Barcus MJ, Laihad F,2002) Imunitas terhadap infeksi malaria melibatkan respons imun seluler dan humoral.respons imun seluler yang diperantarai oleh limfosit T khususnya sel T sitotoksik memegang peranan penting terhadap infeksi sporozoit intra seluler (skizogoni ekstra-eritrositik). Efek pertahanan dari sel T sitotoksik ini diperantarai dengan cara lisis langsung dengan sekresi INF-γ dan aktifasi makrofag agar menghasilkan NO atau senyawa lain untuk membunuh parasit. Peningkatan aktifitas dari sel T sitotoksik diharapkan akan meningkatkan reaksi pertahanan tubuh terhadap malaria terutama terhadap sporozoit pada fase skizogoni ekstra-eritrositik (Abbas, 2000). Untuk mengatasi infeksi oleh Plasmodium.falciparum, tubuh memberikan respon imun yang kompleks dan beberapa diantaranya berhasil mengeliminasi parasit, walaupun berapa yang lain kurang berhasil karena parasit dapat menghindar dari respon imun tubuh (Human IFN, 2005). Dalam beberapa literatur sudah banyak dibuktikan bahwa tanaman obat sambiloto juga bersifat atau berkhasiat sebagai imunomodulator (atau tepatnya sebagai imunostimulator).sebagai imunomodulator, AP dapat menstimulasi produksi antibodi spesifik terhadap antigen sel darah merah domba, meningkatkan reaksi alergi tipe lambat (Delayed Type Hypersensitivity). Terhadap makrofag, meningkatkan indeks migrasi (macrophage imgration index = MMI) dan meningkatkan fagositosis terhadap sel target Escherichia coli yang dilabel 14 C-leucine. Terhadap limfosit yang diisolasi dari limpa, meningkatkan aktifitas proliferasinya, sehingga AP disebut sebagai Imunostimulator (Torre et al, 2002). Dari penelitian ini telah dibuktikan bahwa ekstrak herba sambiloto tunggal 27

11 250 mg tiga kali sehari selama lima hari mempunyai efikasi sebagai antimalaria falsiparum tanpa komplikasi pada pasien dewasa, dan tidak berbeda bermakna dengan yang lebih tinggi sebesar 500 mg. Tetapi dengan penggandaan dosis menjadi 500 mg, ternyata keamanannya dilihat sama sehingga efek samping yang timbul tidak menunjukkan perbedaan dengan dosis 250 mg. Hanya dari peningkatan dosis ini terlihat adanya kenaikan kadar TNF-α yang bermakna pada hari ke tujuh pengobatan dibandingkan dengan hari sebelum mendapat pengobatan (H0). Asumsi peneliti sebelumnya, dengan peningkatan kadar TNF-α ini merupakan suatu efek imunomodulator. Imunomodulator tidak menyebabkan terjadinya respons imun humoral maupun seluler dan bukan merupakan suatu antigen, melainkan menyebabkan modulasi dari respons imun berupa stimulasi maupun supresi.imunomodulator mempunyai efek positip atau negatip terhadap sistim imun, sehingga dapat mempunyai aspek terapi khusus yang berkaitan dengan mekanisme sistim imun, seperti infeksi, termasuk malaria (Zhangnm et al, 1995). Bahan kimia yang bersifat sebagai imunomodulator dapat berasal dari bahan sintetik maupun bahan alam (hewan, mikroorganisme atau tanaman). Salah satu tanaman itu yaitu Sambiloto dan Bidara yang masih diuji sebagai obat antimalaria dan untuk menstabilkan kadar lemak darah saat terinfeksi malaria. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa banyak tanaman obat yang mempunyai aktifitas stimulasi nonspesifik terhadap sistim imun.tanaman obat tersebut dikatakan bersifat sebagai imunomodulator. (Schider EL, Calson HK,2003) Efek Antimalaria Ekstrak herba sambiloto diketahui mempunyai empat komponen aktif yang bersifat antimalaria, dan telah dibuktikan terhadap Plasmodium berghei secara in vivo pada binatang percobaan dan terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro. Inilah yang menjadi dasar, bahwa ekstak ini mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan parasit dan sebagai alasan untuk melakukan uji klinik terhadap pasien malaria falciparum tanpa komplikasi. (Dahlan MS, 2004). Dua dari komponen 28

12 Andrographis paniculata, yaitu neoandrografolida dan deoxyandrografolida disebut yang paling efektif dari keempat komponen. Eekstrak herba sambiloto menunjukkan peningkatan mencapai angka diatas 90%.Peningkatan efikasi ini mungkin berkaitan dengan kualitas bahan sambiloto serta pengolahannya. Dengan hasil efikasi sambiloto tunggal > 90% pada penggunaan terhadap pasien malaria falsiparum dewasa tanpa komplikasi dan hasil pembersihan parasit dari dalam darah rata-rata pada hari ke tujuh pengobatan, maka jelas Indonesia sebenarnya mempunyai aset tanaman obat yang tidak kalah efisien dengan negaranegara Cina, India dan lainnya yang telah lebih dulu memproduksi tanaman obat tradisionilnya untuk menjadi komoditi ekspor yang dapat diandalkan. Persoalan penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sampai saat ini masih menemukan banyak kendala untuk mengendalikannya, dan masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Bila tanaman herba sambiloto ini dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka, maka sambiloto menjadi salah satu alternatif pengobatan malaria yang berasal dari tanaman Indonesia sendiri. (Dahlan MS, 2004). 29

13 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peningkatan dosis obat uji secara in-vitro dapat menurunkan kepadatan parasit plasmodium falciparum Sambiloto tidak mempunyai efek sampingdan memiliki efek imunomodulasi. 5.2 Saran Perlu dilakukan uji klinik lanjutan secara multi senter menggunakan kombinasi kapsul ekstrak sambiloto dengan obat antimalaria lainnya agar dicapai ParasiteClearance Time yang lebih cepat Perlu dilakukan uji klinik lanjutan terhadap penderita jenis malaria lainnya, serta pada pasien malaria falsiparum dengan komplikasi atau malaria berat danmalaria falsiparum dengan penyakit penyerta lain Tanaman obat tradisional sambiloto dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka sebagai pengobatan alternatif terhadap malaria falsiparum di Indonesia (khususnya penyakit malaria yang diderita oleh wisatawan saat traveling) Perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut terhadap tanaman obat tradisional Indonesia yang berpotensi, salah satunya tanaman bidara (Ziziphus Mauritiana) menjadi fitofarmaka sebagai pengobatan alternative terhadap malaria falsiparum di Indonesia (khususnya penyakit malaria yang diderita oleh wisatawan saat traveling). 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk yang terinfeksi protozoa obligat intraseluler dari

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain masih banyak dijumpai penyakit-penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

Lebih terperinci

AINUN RISKA FATMASARI

AINUN RISKA FATMASARI AINUN RISKA FATMASARI 10703043 EFEK IMUNOSTIMULASI EKSTRAK AIR HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA URB) DAN DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA LESS) PADA MENCIT SWISS WEBSTER BETINA PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. 6 BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. Penyakit

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO melaporkan 3,2 milyar orang atau hampir setengah dari populasi dunia beresiko terinfeksi malaria. 1 Kemenkes RI melaporkan angka kesakitan malaria tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat ini. Menurut WHO tahun 2011, dari 106 negara yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Berdasarkan laporan WHO (2015), malaria merupakan penyakit infeksi parasit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan subtropis. Di dunia terdapat 207 juta kasus malaria dan 627.000 kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyebab penyakit malaria ini adalah parasit

Lebih terperinci

Suharmiati Betty Roosihermiatie Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Jl. Indrapura 17 Surabaya

Suharmiati Betty Roosihermiatie Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Jl. Indrapura 17 Surabaya Suharmiati Betty Roosihermiatie Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Jl. Indrapura 17 Surabaya Saat ini DM menduduki peringkat ke 4, sebagai epidemik dunia yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dikenal masyarakat Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang terkandung seperti polisakarida,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan bentuk aseksual didalam darah, dan fase seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia banyak mengandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh dapat dilawan dengan adanya sistem pertahanan tubuh (sistem imun). Pada saat fungsi dan jumlah sel

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti SIKLUS HIDUP PARASIT PLASMODIUM: P. vivax, P. ovale, P. falciparum, P. malariae, P. knowlesi (zoonosis) SIKLUS SEKSUAL dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang kompleks dan berlapis-lapis dalam menghadapi invasi patogen yang masuk seperti bakteri, jamur, virus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung menyatakan bahwa tanaman yang digunakan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari risiko terjadinya luka. Luka dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu luka yang

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Identifikasi Tanaman Identifikasi/determinasi dari bagian-bagian batang, daun, buah yang dilakukan oleh Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI menyatakan tanaman ini memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma secara harafiah berarti pertumbuhan baru, adalah massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel neoplastik adalah otonom dalam arti tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui cucukan nyamuk anopheles betina. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi parasit dari genus Plasmodium. Ada lima Plasmodium yang diidentifikasi menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci: kebiasaan minum jamu; antioksidan; imunomodulator; MDA ; hematologi cross sectional

INTISARI. Kata kunci: kebiasaan minum jamu; antioksidan; imunomodulator; MDA ; hematologi cross sectional ANALISIS KADAR MALONDIALDEHID DAN PROFIL DARAH TEPI BERDASARKAN BODY MASS INDEX (BMI), KEBIASAAN MINUM JAMU DAN TINGKAT PAPARAN ASAP ROKOK RELAWAN SEHAT Adnan 1, Haafizah Dania 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 21 BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 2.1 Bahan Sediaan obat uji yang digunakan adalah kapsul yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malariamerupakan penyakit yang mengancam jiwa serta disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk terinfeksi (Cibulskis et al.,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah berlokasi antara 60 Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

PRODUKTIFITAS DAN KADAR ANDROGRAPHOLID SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA NAUNGAN DAN PENAMBAHAN GIBERELIN B2P2TO2T

PRODUKTIFITAS DAN KADAR ANDROGRAPHOLID SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA NAUNGAN DAN PENAMBAHAN GIBERELIN B2P2TO2T PRODUKTIFITAS DAN KADAR ANDROGRAPHOLID SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA NAUNGAN DAN PENAMBAHAN GIBERELIN B2P2TO2T PENDAHULUAN Pemanfaatan obat tradisional meningkat karena pergeseran pola

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PERBANDINGAN EFIKASI ANTIMALARIA EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES) TUNGGAL DAN KOMBINASI MASING-MASING DENGAN ARTESUNAT DAN KLOROKUIN PADA PASIEN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan melihat gejala klinis berupa demam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa penelitian menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa penelitian menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Beberapa penelitian menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan banyak kematian di dunia. Parasit malaria menginfeksi ratusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Afrika, India, Ganna, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2013; Chedi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan infeksi protozoa genus plasmodium yang dapat menjadi serius dan selalu menjadi salah satu masalah besar kesehatan dunia (Winsatanley, 2001;Greewood,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik

PENDAHULUAN. Latar Belakang. serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik PENDAHULUAN Latar Belakang Resistensi mikroba terhadap antibiotik menjadi ancaman yang sangat serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik berperan untuk melawan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan pesat dan banyak dijadikan alternatif oleh sebagian masyarakat. Efek samping obat tradisional

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Seiring dengan peningkatan tuntutan atas jaminan kualitas, keamanan, dan khasiat obat bahan alam, produksi industri obat tradisional telah bergeser dari bentuk sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu anak-anak, ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi dunia kesehatan. Biaya perawatan yang mahal, angka kematian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasitik yang ditularkan oleh nyamuk dan sepenuhnya dapat dicegah dan diobati. Tahun 2014, WHO melaporkan bahwa penularan malaria masih ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar di dunia. WHO mencatat hingga tahun 2008 sebanyak 17,3 juta orang telah meninggal akibat

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara yang memiliki keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil. Kondisi tersebut tentu sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian obat tradisional di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak zaman dahulu kala, baik dalam bentuk ramuan jamu yang diolah secara alami maupun langsung dipergunakan.

Lebih terperinci

EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM

EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM THE EFFECT OF ANTIMALARIAL ACTIVE ISOLATE FROM ARTHOCARPUS CHAMPEDEN ON PLASMODIUM FALCIPARUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci