BAB II TINJAUAN PUSTAKA pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pencemaran Udara Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Selain itu, pencemaran udara dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).

2 2.2. Sumber Pencemaran Udara Menurut Harssema dalam Mulia (2005), pencemaran udara diawali oleh adanya emisi. Emisi merupakan jumlah polutan atau pencemar yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu. Emisi dapat disebabkan oleh proses alam maupun kegiatan manusia. Emisi akibat proses alam disebut biogenic emissions, contohnya yaitu dekomposisi bahan organic oleh bakteri pengurai yang menghasilkan gas metan (CH 4 ). Emisi yang disebabkan kegiatan manusia disebut anthropogenic emissions. Contoh anthropogenic emissions yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil, pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara, dan sebagainya. Nugroho (2005) menyebutkan sumber pencemaran udara dengan istilah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terjadi secara alamiah. Sedangkan faktor eksternal merupakan pencemaran udara yang diakibatkan ulah manusia. Sumber pencemaran udara dapat pula dibagi atas: 1. Sumber bergerak, seperti: kendaraan bermotor 2. Sumber tidak bergerak, seperti: a. Sumber titik, contoh: cerobong asap b. Sumber area, contoh: pembakaran terbuka di wilayah pemukiman (Soemirat, 2002) 2.3. Jenis-Jenis Pencemaran Udara Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Sunu, 2001): 1. Berdasarkan bentuk a. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO 2, CO, SOx, NOx.

3 b. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarahzarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain. 2. Berdasarkan tempat a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain. b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara bebas seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor. 3. Berdasarkan gangguan atau efeknya terhadap kesehatan a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh, seperti SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida. b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas Karbon Dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H 2 S, NH 3, dan CH 4. c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol. d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya seperti Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.

4 4. Berdasarkan susunan kimia a. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti asbestos, ammonia, asam sulfat, dan lain-lain. b. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida, herbisida, beberapa jenis alkohol, dan lain-lain. 5. Berdasarkan asalnya a. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Contohnya: CO 2, yang meningkat diatas konsentrasi normal. b. Skunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil reaksi anatara zat polutan primer dengan komponen alamiah. Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat (PAN) Komponen Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun dalam kurun waktu Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai unit. Pada akhir tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan komersial diperkirakan mencapai dan unit. Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat dilihat dilihat pada tabel berikut:

5 Tabel 2.1. Perkiraan Persentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia No Komponen Pencemar Persentase (%) 1 CO 70,50 2 NOx 8,89 3 Sox 0,88 4 HC 18,34 5 Partikel 1,33 Total 100 Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan Karbon Monoksida (CO) CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah C. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah, gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004). CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut: a. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon. b. Reaksi antara CO 2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. c. Penguraian CO 2 menjadi CO dan O. Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992).

6 Menurut Kurniawan, sebagian besar gas CO yang ada diperkotaan berasal dari kendaraan bermotor (80%) dan ini menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas dan kegiatan lain yang ikut sebagai penyumbang gas CO di atmosfer (Sugiarta, 2008). Hasil penelitian tersebut ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan Sastranegara yang menyatakan hal serupa dan menekankan bahwa semakin lama rotasi atau putaran roda kendaraan per menit, semakin besar kadar CO yang diemisikan Nitrogen Oksida (NO x ) Nitrogen oksida sering disebut dengan NO x karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO 2 dan gas NO (Wardhana, 2004). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen dioksida (NO 2 ) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi pembentukan NO 2 dari NO dan O 2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO 2 akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO 2 juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun, jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi seperempat (Fardiaz, 1992). Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebih

7 besar daripada NO 2. Pembentukan NO dan NO 2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO 2 (Depkes). Kadar NO x di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang pembentukan NO x, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NO x berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004). Selain itu, kadar NO x di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari perhitungan kecepatan emisi NO x diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO 2 di atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan asam (Sugiarta, 2008) Belerang Oksida (SO x ) Ada dua macam gas belerang oksida (SO x ), yaitu SO 2 dan SO 3. Gas SO 2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO 3 sangat reaktif. Konsentrasi SO 2 di udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO 2 daripada SO 3. Pencemaran SO x di udara terutama berasal dari pemakaian batubara pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004).

8 Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO 2 dan hanya 1-2% saja sebagai SO 3. Pencemaran SO 2 di udara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H 2 S yang akan berubah menjadi SO 2. Sedangkan sumber SO 2 buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005). Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SO x. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga (CUFeS 2 dan CU 2 S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu, SO 2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes) Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).

9 Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NO x ), maka akan terbentuk Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen (Sunu, 2001) Partikel Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005). Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes). Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikelpartikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber

10 partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses industri (Fardiaz, 1992) Dampak Emisi Kendaraan Bermotor Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat pencemar udara yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia, serta lingkungan hidup. Sumber pencemar ini juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan atmosfer yang lebih besar seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon stratosfer, dan perubahan iklim global. Zat-zat yang diemisikan dari knalpot kendaraan bermotor adalah CO 2, CO, NO x, HC, SO x, PM 10, dan Pb (dari bahan bakar yang mengandung timah hitam/timbal). Hasil kajian terdahulu seperti the Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Area (JICA, 1997) dan Integrated Vehicle Emission Reduction Strategy for Greater Jakarta (ADB, 2002) menyimpulkan bahwa sektor transportasi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencemaran udara perkotaan (Suhadi, 2005). Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh sektor transportasi berdasarkan zat pencemar antara lain: Karbon Monoksida (CO) Keracunan gas monoksida (CO) dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, sakit kepala, dan mual. Keadaan yang lebih berat berupa menurunnya kemampuan gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung hingga kematian. Hubungan antara konsentrasi CO, lama terpapar, dan efek yang timbul adalah sebagai berikut (Wardhana, 2004):

11 Tabel 2.2. Hubungan antara konsentrasi CO, lama terpapar, dan efek yang timbul No Konsentrasi CO Lama (ppm) Terpapar Efek Sebentar Tidak ada jam Pusing dan mual jam Pusing, kulit berubah kemerah-merahan Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO 2 ). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah (Depkes). Namun, dampak dari CO juga bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5 10%. CO juga bisa mempengaruhi janin. Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan

12 oksigen pada ibu hamil yang konsekuensinya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan lebih rendah dibandingkan keadaan normal (Tugaswati) Nitrogen Oksida (NO x ) Kedua bentuk nitrogen oksida, NO dan NO 2, sangat berbahaya bagi manusia. Namun, penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO 2 empat kali lebih berbahaya dibanding NO (Fardiaz, 1992). NO 2 merupakan gas yang toksik bagi manusia dan pada umumnya gas ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan. NO 2 dapat masuk ke paru-paru dan membentuk Asam Nitrit (HNO 2 ) dan Asam Nitrat (HNO 3 ) yang merusak jaringan mukosa (Mulia, 2005). NO 2 dapat meracuni paru-paru. Jika terpapar NO 2 pada kadar 5 ppm setelah 5 menit dapat menimbulkan sesak nafas dan pada kadar 100 ppm dapat menimbulkan kematian (Chahaya, 2003). Gangguan sistem pernapasan yang terjadi dapat menjadi empisema. Bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkitis serta akan terjadi penimbunan nitrogen oksida (NO x ) dan dapat menjadi sumber karsinogenik atau penyebab timbulnya kanker (Sunu, 2001) Belerang Oksida (SO x ) Gas SO 2 yang ada di udara dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan kenaikan sekresi mukosa. Dengan konsentrasi 500 ppm SO 2 dapat menyebabkan kematian pada manusia. Pencemaran SO 2 yang cukup tinggi telah menimbulkan

13 malapetaka yang cukup serius seperti yang terjadi di lembah sungai Nerse Belgia pada tahun Pada saat itu, kandungan SO 2 di udara mencapai 38 ppm dan menyebabkan toksisitas akut. Kasus yang paling mengerikan terjadi di London. Selama lima hari terjadi perubahan temperatur dan pembentukan kabut yang menyebabkan kematian penduduk. Peristiwa ini dikenal dengan nama London Smog (Mulia, 2005). Kadar SO 2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai berikut (Depkes): Tabel 2.3. Pengaruh Konsentrasi SO 2 terhadap Kesehatan No Konsentrasi (ppm) Efek Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata dan batuk - Jumlah maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak singkat (30 menit) Berbahaya meskipun kontak secara singkat Sumber: Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia, SO 2 juga berpengaruh terhadap tanaman dan hewan. Pengaruh SO 2 terhadap hewan hampir menyerupai pengaruh SO 2 terhadap manusia. Sedangkan pada tumbuhan, SO 2 dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada daun dari hijau menjadi kuning atau terjadinya bercak-bercak putih pada daun tanaman (Sugiarta, 2008).

14 Hidrokarbon (HC) Hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HC pada konsentrasi udara ambien memberikan pengaruh langsung yang merugikan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap hewan dan manusia diketahui bahwa hidrokarbon alifatik dan alisiklis memberikan pengaruh yang tidak diinginkan kepada manusia hanya pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang terdapat di atmosfer (Fardiaz, 1992). Adapun pengaruh hidrokarbon terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Ebenezer, 2006) : Tabel 2.4. Jenis Jenis Hidrokarbon Aromatik dan Pengaruhnya pada Kesehatan Manusia Jenis Konsentrasi Dampak Kesehatan Hidrokarbon (ppm) 100 Iritasi membran mukosa Lemas setelah ½ - 1 jam Benzene (C 6 H 6 ) Pengaruh sangat berbahaya setelah pemaparan jam Kematian setelah pemaparan 5-10 menit Pusing, lemah, dan berkunang-kunang setelah 200 pemaparan 8 jam Toluena (C 7 H 8 ) Kehilangan koordinasi, bola mata terbalik 600 setelah pemaparan 8 jam Sumber: Ebenezer, dkk (2006). Pengaruh Bahan Bakar Transportasi terhadap Pencemaran Udara dan Solusinya Partikel Pengaruh partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikel debu sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung

15 masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Namun, bukan berarti bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya karena partikel yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO 2 yang terdapat di udara juga. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara (Depkes). Partikel udara dalam wujud padat yang berdiameter kurang dari 10 µm yang biasanya disebut dengan PM 10 (particulate matter) diyakini oleh para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan, karena partikel padat PM 10 dapat mengendap pada saluran pernafasan daerah bronki dan alveoli. PM 10 sangat memprihatinkan karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menembus ke dalam paru. Sedangkan rambut di dalam hidung hanya dapat menyaring debu yang berukuran lebih besar dari 10 µm (Agusgindo, 2007) Uji Emisi Kendaraan Bermotor Pengertian Uji Emisi Kendaraan Bermotor Pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak menyatakan bahwa emisi adalah makluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambient. Pengertian uji emisi kendaraan bermotor berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang

16 Kendaraan Bermotor Lama adalah uji emisi gas buang yang wajib dilakukan untuk kendaraan bermotor secara berkala. Di dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa pelaksanaan uji emisi di suatu daerah dievaluasi oleh Bupati atau Walikota minimal 6 bulan sekali Kriteria Kendaraan Wajib Uji Emisi Uji emisi kendaraan bermotor ini bersifat wajib. Hal ini ditegaskan dalam UU nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 13 ayat (1) yang berbunyi: Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di jalan wajib diuji dan ayat (2) yang berbunyi: Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji tipe dan/atau uji berkala. Kewajiban ini juga ditegaskan pasal 50 ayat (1) yang berbunyi: Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Kewajiban tersebut harus dilakukan oleh setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 50 ayat (2) UU nomor 14 tahun Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama, pengujian emisi ini wajib dilakukan di tempat pengujian milik pemerintah atau swasta yang telah mendapat sertifikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun kriteria kendaraan bermotor yang wajib uji emisi, yaitu:

17 1. Kendaraan bermotor tipe baru Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru, kendaraan bermotor tipe baru adalah kendaraan bermotor yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang siap diproduksi dan akan dipasarkan, atau kendaraan bermotor yang sudah beroperasi di jalan tetapi akan diproduksi dengan perubahan desain mesin dan/atau sistem transmisinya, atau kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan utuh (completely built-up) tetapi belum beroperasi di jalan wilayah Republik Indonesia. Kategori kendaraannya yaitu: a. Kategori L, yakni sepeda motor. b. Kategori M, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. c. Kategori N, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk angkutan barang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. d. Kategori O, yakni kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. 2. Kendaraan bermotor tipe lama Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama, kendaraan bermotor lama adalah kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit

18 atau diimpor dan sudah beroperasi di wilayah Republik Indonesia. Kategori kendaraannya yaitu: a. Kategori L, yakni sepeda motor. b. Kategori M, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. c. Kategori N, yakni kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk angkutan barang berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi. d. Kategori O, yakni kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel berpenggerak cetus api dan berpenggerak penyalaan kompresi Manfaat Uji Emisi Kendaraan Bermotor Uji emisi kendaraan bermotor memang belum terlalu populer di Indonesia. Namun, ternyata banyak manfaat yang bisa diambil dari pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor ini yaitu: 1. Dapat mengetahui boros tidaknya bahan bakar yang digunakan. Jika pada hasil uji emisi, nilai lambda kurang jauh dari 1, maka berarti kendaraan boros bensin. Nilai lambda berkaitan dengan perbandingan antara campuran udara dan bahan bakar yang terbuang lewat asap knalpot. Semakin kecil nilai lambda, semakin boros bensin. 2. Gas CO 2 dan HC bisa menjadi indikator kondisi mesin. Nilai CO 2 bisa turun jika kondisi mesin kurang bagus. Sedangkan jika nilai HC tinggi, berarti pembakaran mesin kurang sempurna (Anonim, 2005).

19 3. Dapat mengetahui kebocoran pada mesin kendaraan. Jika pada hasil uji emisi, nilai O 2 diatas 2,5%, maka kemungkinan terdapat kebocoran pada saluran intake kendaraan atau knalpot. 4. Menyebabkan usia pakai kendaraan lebih lama. Dengan melakukan uji emisi kendaraan secara berkala, maka dapat mendeteksi kerusakan atau masalah yang terdapat pada mesin kendaraan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan perbaikan mesin kendaraan sebelum kondisi tersebut menjadi lebih parah. 5. Dapat memantau emisi kendaraan sehingga dapat mencegah terjadinya polusi udara (Setiawan, 2008) Prosedur Uji Emisi Kendaraan Bermotor 1. Prosedur Uji Emisi Kendaraan Bermotor Berbahan Bakar Bensin Uji emisi kendaraan bermotor ini dilakukan untuk mengukur kadar gas karbon monoksida dan hidrokarbon dengan menggunakan gas analyzer pada kondisi idle (kondisi tanpa beban). Pengujian idle dilakukan dengan cara menghisap gas buang kendaraan bermotor ke dalam alat uji gas analyzer kemudian diukur kandungan gas monoksida dan hidrokarbon. Adapun prosedur uji emisi kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah sebagai berikut: a. Persiapkan kendaraan yang akan diuji - Kendaraan yang akan diukur komposisi gas buangnya harus diparkir pada tempat yang datar - Pipa gas buang (knalpot) tidak bocor

20 - Temperatur mesin normal 60 0 C sampai dengan 70 0 C atau sesuai rekomendasi manufaktur - Sistem asesoris (lampu, AC) dalam kondisi mati - Kondisi temperatur tempat kerja pada 20 0 C sampai dengan 35 0 C b. Persiapkan peralatan uji - Pastikan bahwa alat telah dalam keadaan terkalibrasi - Hidupkan sesuai prosedur pengoperasian (sesuai dengan rekomendasi manufaktur alat uji) c. Naikkan putaran mesin hingga mencapai rpm sampai dengan rpm. Kemudian tahan selama 60 detik dan selanjutnya kembalikan kepada kondisi idle d. Lakukan pengukuran pada kondisi idle dengan putaran mesin 600 rpm sampai dengan 1000 rpm atau sesuai rekomendasi manufaktur e. Masukkan probe alat uji ke dalam pipa gas buang sedalam 30 cm, bila kedalaman pipa gas buang kurang dari 30 cm, maka pasang pipa tambahan. f. Tunggu 20 detik dan lakukan pengambilan data kadar konsentrasi CO dalam satuan persen (%) dan HC dalam satuan ppm yang terukur pada alat uji (SNI ) 2. Prosedur Uji Emisi Kendaraan Bermotor Berbahan Bakar Diesel Cara uji ini dilakukan untuk mengukur opasitas asap dengan menggunakan smoke opacimeter pada kondisi akselerasi bebas untuk kendaraan bermotor tipe M, N dan O yang berbahan bakar diesel. Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

21 a. Persiapkan kendaraan yang akan diuji - Kendaraan yang akan diukur komposisi gas buangnya harus diparkir pada tempat yang datar - Pipa gas buang (knalpot) tidak bocor - Temperatur oli normal 60 0 C sampai dengan 70 0 C atau sesuai rekomendasi manufaktur - Sistem asesoris (lampu, AC) dalam kondisi mati - Kondisi temperatur tempat kerja pada 20 0 C sampai dengan 35 0 C b. Persiapkan peralatan uji - Pastikan bahwa alat telah dalam keadaan terkalibrasi - Hidupkan sesuai prosedur pengoperasian (sesuai dengan rekomendasi manufaktur alat uji) c. Naikkan putaran mesin hingga mencapai rpm sampai dengan rpm. Kemudian tahan selama 60 detik dan selanjutnya kembalikan kepada kondisi idle d. Masukkan probe alat uji ke dalam pipa gas buang sedalam 30 cm, bila kedalaman pipa gas buang kurang dari 30 cm, maka pasang pipa tambahan. e. Injak pedal gas maksimum (full throttle) secepatnya hingga mencapai putaran mesin maksimum, selanjutnya tahan 1 hingga 4 detik. Lepas pedal gas dan tunggu hingga putaran mesin kembali stasioner. Catat nilai opasitas asap. f. Ulangi proses butir (e) minimal 3 kali. g. Catat nilai persentase nilai rata-rata opasitas asap dari langkah (f) dalam satuan persen (%) yang terukur dalam alat uji (SNI ).

22 Nilai ambang batas emisi kendaraan bermotor untuk mobil penumpang yaitu sebagai berikut: Tabel 2.5. Nilai Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor Untuk Mobil Penumpang No Kategori Tahun Parameter Metode uji pembua tan CO (%) HC (ppm) Opasitas (% HSU) 1 Berpenggerak < , bensin ,5 200 Idle 2` Berpenggerak diesel - GVW 3,5 < Percepatan ton bebas - GVW > 3,5 < ton Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama Nilai opasitas merupakan perbandingan tingkat penyerapan cahaya oleh asap yang dinyatakan dalam satuan persen. Sedangkan kondisi idle merupakan kondisi dimana mesin kendaraan pada putaran dengan: a) sistem kontrol bahan bakar (misal: choke, akselerator) tidak bekerja. b) posisi transmisi netral untuk kendaraan manual atau semi otomatis. c) posisi transmisi netral atau parkir untuk kendaraan otomatis. d) perlengkapan atau asesoris kendaraan yang dapat mempengaruhi putaran tidak dioperasikan atau dapat dijalankan atas rekomendasi manufaktur (SNI ) Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 35 tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas

23 maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Jika nilai emisi kendaraan bermotor melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, maka akan diberlakukan sanksi kepada pemilik kendaraan bermotor tersebut. Sanksi pelanggaran emisi sesuai dengan UU nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 67, yakni Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya Rp ,- (dua juta rupiah). Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi tingkat emisi kendaraan bermotor, yaitu (Kusuma, 2002): 1. Mengembangkan substitusi bahan bakar dengan tujuan untuk mengurangi polutan (substitusi ini bisa berupa bahan bakar tanpa timbal ataupun gas). 2. Mengembangkan sumber tenaga alternatif yang rendah polusi (sumber tenaga bisa berupa tenaga listrik, tenaga surya, ataupun tenaga angin). 3. Memodifikasi mesin untuk mengurangi jumlah polutan yang terbentuk (modifikasi mesin bisa dilakukan baik dengan menggunakan turbo cyclone, memperbaiki sistem pencampuran bahan bakar, maupun dengan mengatur pendinginan di dalam ruang bakar). 4. Mengembangkan sistem pembuangan yang lebih sempurna (sistem pembuangan dari gas buang bisa disempurnakan dengan menggunakan semacam reheater,

24 ataupun dengan menggunakan catalytic converter yang biasanya dipasang pada kendaraan mewah). 5. Memperbaiki sistem pengapian (sistem pengapian kendaraan dapat diperbaiki dengan mengatur ignition time dan delay period dari motor bakar, salah satunya adalah dengan menggunakan power ignition, EFI (Electronic Full Injection). 6. Menghindari cara pemakaian yang justru menghasilkan polutan yang tinggi (beberapa cara pemakaian yang salah adalah dengan mengerem mendadak, melakukan balapan di jalan raya, menambahkan pelumas pada knalpot kendaraan sehabis diservis, dan beban angkut yang melebihi kapasitas daya angkut motor). Bila emisi yang dikeluarkan oleh suatu aktivitas tidak sesuai dengan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, maka perlu dibuat suatu cara pengendalian terhadap emisi tersebut. Beberapa jenis alat pengendali emisi antara lain: 1. Filter udara Filter udara dimaksudkan untuk menyaring partikel yang ikut keluar pada cerobong agar tidak ikut keluar ke lingkungan dan tidak mencemari lingkungan. Pemilihan jenis filter tergantung pada jenis dan ukuran filter yang terdapat pada sumber emisi (Mulia, 2005). 2. Pengendap siklon Pengendap siklon adalah pengendap debu atau abu yang ikut dalam gas buangan. Prinsip kerjanya yaitu dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dari gas buangan yang dihembuskan melalui tepi dinding tabung silikon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah (Wardhana, 2004).

25 3. Pengendap sistem gravitasi Alat pengendap ini berupa ruang panjang yang dialiri udara kotor yang mengandung partikel secara perlahan sehingga memungkinkan jatuhnya partikel ke bawah akibat gaya beratnya sendiri (Mulia, 2005). 4. Pengendap elektrostatik Pemisahan partikel dengan diameter dibawah 5 µm lebih efektif jika dilakukan dengan menggunakan pengendap elektrostatik dibandingkan dengan pengendap siklon dan pengendap sistem gravitasi. Alat pengendap ini berupa tabung silinder yang ditengahnya dipasangi kawat yang dialiri arus listrik. Perbedaan tegangan akan menimbulkan corona discharge di daerah seputar silinder yang akan menyebabkan kotoran udara mengalami ionisasi. Kotoran udara akan menjadi ion negatif dan ditarik oleh dinding tabung. Sedangkan udara bersih akan tertarik ke tengah silinder dan dihembuskan keluar tabung (Sunu, 2001). 5. Filter basah Nama lain filter basah yaitu Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerjanya yaitu membersihkan udara kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat sedangkan udara yang kotor masuk dari bagian bawah alat. Saat udara yang kotor kontak dengan air, maka kotoran akan ikut semprotan air turun ke bawah. Gas yang bersih akan keluar dari bagian atas tabung (Wardhana, 2004). 6. Exhause Gas Recirculation (EGR) Merupakan suatu teknik untuk mengatur konsentrasi NO dalam gas buang kendaraan bermotor dengan cara menurunkan konsentrasi NO atau dengan menurunkan temperatur siklus puncaknya (Chahaya, 2003).

26 2.8. Komponen Perilaku Antara lingkungan dan perilaku masyarakat memang saling terkait. Perilaku masyarakat akan membentuk kualitas lingkungan, namun juga sebaliknya juga bisa terjadi kualitas lingkungan mampu membentuk perilaku masyarakat (Amsyari, 1996). Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang atau stimulus dengan tanggapan atau respon. Ia membedakan adanya dua respon yakni: 1. Respondent response Disebut juga reflexive response. Respon ini merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respon yang cenderung tetap. Respondent respon ini juga mencakup emosi respon atau emotional behavior, misalnya menangis karena sedih, muka merah karena marah, tertawa, dan sebagainya. 2. Operants response Disebut juga instrumental response. Respon ini merupakan respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang seperti ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Benyamin Bloom (1908), dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli pendidikan psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan, yakni:

27 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Amsyari (1996) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perubahan perilaku seseorang memang sangat bergantung pada tata nilai yang dimiliki dan pengetahuan yang dipunyainya. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi suatu perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang tertarik kepada stimulus 3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus itu bagi dirinya. 4. Trial, orang telah mencoba memulai perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai kesadaran, pengetahuan dan sikapnya terhadap stimulus tersebut. Dari penelitian selanjutnya Rogers menyatakan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Namun, apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku itu tidak akan bertahan lama Sikap (Attitude) Kimball Young (1945) dalam Dayakisni (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan.

28 Gerungan (2004) menyatakan bahwa sikap atau attitude dapat diterjemahkan sebagai sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek tersebut. Dengan kata lain, attitude merupakan sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Allport (1945) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Bimo Walgito (1980) dalam Dayakisni (2003) menyatakan bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor yakni : 1. Faktor internal (individu itu sendiri), merupakan cara individu menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. 2. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada diluar individu merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Sedangkan Mednick, Higgins, dan Kirschenbaum (1975) dalam Dayakisni (2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor yakni: 1. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan. 2. Karakter kepribadian individu. 3. Informasi yang selama ini diterima individu.

29 Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2003): 1. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkatan pertama. 2. Respon terpimpin Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah tindakan tingkatan kedua. 3. Mekanisme Jika seseorang sudah bisa melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan, maka ia sudah memasuki tingkat ketiga tindakan. 4. Adopsi Tindakan yang dilakukan sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

30 2.9. Kerangka Konsep A. Karakteristik Responden - Umur - Pendidikan - Masa kerja - Pendapatan B. Sumber Informasi - Televisi - Radio - Koran - Majalah - Teman/kerabat - Petugas kesehatan C. Perilaku Supir Angkutan Kota Medan Trayek Martubung-Amplas Tentang Uji Emisi Kendaraan Bermotor - Pengetahuan - Sikap - Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara

Lebih terperinci

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani 25010113140382 Gresi Amarita Rahma 25010113140400 Indana Aziza Putri 25010113130406 Aprilia Putri Kartikaningsih 25010113130415 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle SNI 19-7118.1-2005 Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan 5 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Transportasi secara umum diartikan sebagai perpindahan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan menurut Sukarto (2006), transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle SNI 19-7118.1-2005 Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas menurut Semiawan (1987: 8) adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan sumber daya yang penting dalam kehidupan, dengan demikian kualitasnya harus dijaga. Udara yang kita hirup, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR :13 TAHUN 2014 TENTANG PENGUJIAN AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR :13 TAHUN 2014 TENTANG PENGUJIAN AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR :13 TAHUN 2014 TENTANG PENGUJIAN AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN SULFUR DIOKSIDA DARI INDUSTRI DI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN SULFUR DIOKSIDA DARI INDUSTRI DI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA Berita Dirgantara Vol. 12 No. 4 Desember 2011:132-137 KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN SULFUR DIOKSIDA DARI INDUSTRI DI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA Waluyo Eko Cahyono Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Beiakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 3 : Cara uji kendaraan bermotor kategori L Pada kondisi idle SNI

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 3 : Cara uji kendaraan bermotor kategori L Pada kondisi idle SNI Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 3 : Cara uji kendaraan bermotor kategori L Pada kondisi idle SNI 19-7118.3-2005 Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN 1. Pencemaran Udara Pencemaran lingkungan kadang-kadang tampak jelas oleh kita ketika kita melihat timbunan sampah di pasar-pasar, pendangkalan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan diproduksinya berbagai macam peralatan yang dapat mempermudah manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas buang motor bensin mengandung nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO 2 ) (NO 2 dalam

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 1. Akhir-akhir ini suhu bumi semakin panas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena efek rumah kaca. Faktor yang mengakibatkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU EMISI GAS BUANG SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

3.1 opasitas perbandingan tingkat penyerapan cahaya oleh asap yang dinyatakan dalam satuan persen

3.1 opasitas perbandingan tingkat penyerapan cahaya oleh asap yang dinyatakan dalam satuan persen Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 2 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan kompresi pada kondisi akselerasi bebas SNI 19-7118.2-2005 Daftar Isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian bahan bakar dan penghasil polusi udara terbesar saat ini. Pada 2005, jumlah kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami

Lebih terperinci

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal /.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga Mata Pelajaran : IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Standar Kompetensi : 1.7. Memahami saling ketergantungan dalam

Lebih terperinci

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar belakang Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi keberadaan jalur hijau jalan pada saat ini di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

: exhaust gas emissions of CO and HC, electric turbo, modified of air filter

: exhaust gas emissions of CO and HC, electric turbo, modified of air filter PENGARUH PENGGUNAAN TURBO ELEKTRIK DAN SARINGAN UDARA MODIFIKASITERHADAP KADAR EMISI GAS BUANG CO DAN HC SEPEDA MOTORHONDA SUPRA X 125 TAHUN 2009 Surya Catur Sudrajat, Ranto, dan C. Sudibyo Program Studi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER

IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER IDENTIFIKASI KUALITAS GAS SO 2 DI DAERAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM CEPER Oleh : Wiharja *) Abstrak Di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten telah lama berkembang industri pengecoran logam. Untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Analisa Temperatur Panas pada Saluran Emisi gas buang Kendaraan

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Analisa Temperatur Panas pada Saluran Emisi gas buang Kendaraan BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Analisa Temperatur Panas pada Saluran Emisi gas buang Kendaraan Pada proses pembakaran tentu di perlukan oksigen, dan oksigen ini didapat dari udara bebas. Para pakar telah mengidentifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari saluran pembuangan kendaraan bermotor, sehingga industri industri

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari saluran pembuangan kendaraan bermotor, sehingga industri industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan alat transportasi yang paling banyak digunakan pada saat ini, seiring dengan kemajuan industri otomotif dunia berpacu untuk menginovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan

Lebih terperinci

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 130 ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT Muhammad Arsyad Habe, A.M. Anzarih, Yosrihard B 1) Abstrak: Tujuan penelitian ini ialah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN UDARA YANG DIAKIBATKAN OLEH KENDARAAN BERMOTOR. A. Penyebab Terjadinya Peningkatan Pencemaran Udara yang Diakibatkan

BAB III PENCEMARAN UDARA YANG DIAKIBATKAN OLEH KENDARAAN BERMOTOR. A. Penyebab Terjadinya Peningkatan Pencemaran Udara yang Diakibatkan BAB III PENCEMARAN UDARA YANG DIAKIBATKAN OLEH KENDARAAN BERMOTOR A. Penyebab Terjadinya Peningkatan Pencemaran Udara yang Diakibatkan Penggunaan Kendaraan Bermotor Peningkatan jumlah penggunaan kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Pencemaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Pencemaran 2.1.Pengertian Pencemaran Udara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2007 Tentang Pencemaran Lingkungan, pencemaran udara diartikan sebagai pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas

Lebih terperinci

No. Responden : KUESIONER PENELITIAN

No. Responden : KUESIONER PENELITIAN No. Responden : KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN MAHASISWA USU PENGENDARA SEPEDA MOTOR DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI MEDAN TAHUN 2011 Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia semakin meningkat. Beragam aktifitas manusia seperti kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Sebenarnya udara sendiri cenderung mengalami pencemaran oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Sebenarnya udara sendiri cenderung mengalami pencemaran oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Udara Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbondioksida 0,03%, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara merupakan suatu kondisi dengan kualitas udara yang terkontaminasi oleh zat-zat tertentu, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan

Lebih terperinci