REKONSTRUKSI REGULASI TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR MENGUATKAN HIRARKI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
|
|
- Veronika Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 136 Rekonstruksi Regulasi Tugas dan Wewenang Gubernur Menguatkan Hirarki. Hj. Andi Kasmawati REKONSTRUKSI REGULASI TUGAS DAN WEWENANG GUBERNUR MENGUATKAN HIRARKI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI Oleh: Hj. ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abstrak: Pemerintahan daerah provinsi diawal reformasi mengalami stagnasi kepemerintahan karena tugas dan wewenang yang dimilikinya tereduksi oleh lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah namun dalam pemberlakuannya ditemukan berbagai persolan sehingga diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tetang Pemerintahan Daerah, pada UU ini kembali memberi ruang kepada pemerintah provinsi/gubernur untuk menjalin hubungan hirarki pemerintahan, UU ini ditunjang oleh perundang-undangan lainnya diataranya PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan terakhir PP No. 19 Tahun 2010 tetang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Ddaerah Provinsi, pada PP yang terakhir ini mempertegas posisi gubernur dalam melakukan Koordinasi, Monitoring, dan Evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah Kabupaten/Kota, serta dapat menjatuhkan sankri bagi daerah/kota yang sulit diajak berkoordinasi dalam perencanaan pembangunan daerah. Kata Kunci: Hirarki Pemerintahan Provinsi Menguat PENDAHULUAN Tugas dan wewenang pemerintahan daerah merupakan topik yang tidak akan pernah selesai dan akan selalu menarik untuk dikaji, karena masalah tugas dan wewenang menjadi penentu bagi setiap jenjang pemerintahan menjalankan program pembangunannya, sejak reformasi, masalah tugas dan wewenang pemerintahan daerah senantiasa mengalami perkembangan mengikuti perkembanga pemerintah dan masyarakat. Munculnya dinamika pemerintahan dan masyarakat berkonsekuensi pada lahirnya regulasi yang berimplikasi pada lemahnya posisi dan tanggung jawab pada setiap jenjang pemerintahan. Hal itu dapat kita lihat sejak tahun 1998 beberapa regulasi mengenai pemeritahan daerah telah lahir, diawali lahirnya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 22 Tahun 1999), kemudian diganti dengan Undang Undang No. 32 Tahun Tentang Pemerintahan Daearah (UU No. 32 Tahun 2004) yang telah direvisi dengan Undang Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua Undang Undang ini memberikan kedudukan gubernur selaku pemerintahan daerah provinsi menempati posisi yang berbeda. Pada UU No. 22 Tahun 1999 posisi gubernur lemah terhadap pemerintah daerah kabupaten dan kota, sedangkan pada UU No. 32 Tahun 2004 posisi gubernur kembali menguat dan diperkuat lagi dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah diwilayah Provinsi. Lahirnya PP No. 19 Tahun 2010 ini oleh penulis menarik untuk dikaji terutama dalam menelaah latar belakang, substansi, dan kesesuaiannya dangan regulasi lainnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
2 137 REKONSTRUKSI REGULASI PEMERINTAHAN DAERAH Rekonstruksi perungang-undangan pemerintah daerah dilandasi oleh adanya pembagian daerah sebagaimana diatur pada Pasal 18 ayat (1) perubahan kedua Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000 yaitu: Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. Ketentuanketentuan yang lebih menekankan adanya hubungan keterkaitan dan ketergantungan serta sinergi antartingkat pemerintahan juga dipertegas dalam UU No 32 Tahun 2004 yang membagi daerah kabupaten atau kota dengan provinsi secara berjenjang (hirarki). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yaitu: Negara kesatuan republik indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masingmasing mempunyai pemerintah daerah. Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (4) yaitu: Pemerintah daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Pada Pasal 11 ayat (2) yaitu: Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dan atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan. Pembagian daerah seperti ini berbeda sekali dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang lebih memperlihatkan kemandirian atau kebebasan (indepedensi) daerah kabupaten kota dari daerah provinsi. Pemerintah Provinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak ada hubungan hirarki antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (penjelasan UU No. 22 Tahun 1999 Bab I angka 1 huruf f) demikian pula pada ketentuan Pasal 2 (1) pada UU No. 22/1999 yang menekankan bahwa: "Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom". Ketentuan yang terdapat dalam kedua UU pemerintahan daerah tersebut menunjukkan bahwa pada awal reformasi pergeseran paradigma tata pemerintahan daerah mengarah kepada penguatan kewenangan pada pemerintah daerah terutarna pada pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai titik berat otonomi daerah, oleh karena itu seiring dengan perubahan UUD NRI Tahun 1945 maka UU pemerintahan daerah UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004, dan pada pergantian ini diatur kembali hubungan hirarki tersebut. Perbedaan antara UU No. 22 Tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004 dalam hal hubungan hirarki antara pemerintah dengan pemerintah daerah, dari tidak ada hubungan hirarki pada UU No. 22 Tahun 1999 menjadi ada hubungan hirarki pada UU No. 32 Tahun Perbedaan antara UU No. 22 Tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004 dalam hal hubungan hirarki antara pemerintah dengan pemerintah daerah, dari tidak hubungan hirarki pada UU No. 22 Tahun 1999 menjadi ada hubungan hirarki pada UU No. 32 Tahun 2004 makin diperkuat dengan lahimva Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu PP No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan, Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi, yang ditetapkan pada Tanggal 28 Januari 2010, dan diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia No. 25 Tahun Peraturan Pemerintah ini lahir untuk rnernperjelas dan mempertegas peran gubernur sebagai wakil pemerintah untuk Supremasi, Volume VI Nomor 2, Oktober 2011 ISSN X
3 138 Rekonstruksi Regulasi Tugas dan Wewenang Gubernur Menguatkan Hirarki. Hj. Andi Kasmawati melaksanakan pembinaan, pengawasan, koordinasi, dan penyelesaian kegiatan pembangunan di daerah, selain itu diharapkan pula dapat mengurangi ketegangan yang selama ini seiring terjadi dalam hubungan antara bupati/walikota dan gubernur di daerah. Perbedaan dalam memahami pola hubungan antara bupati/walikota dan gubernur di daerah selama ini (sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah) berpotensi menimbulkan kesalah pahaman dan memicu terjadinya ketegangan dan ketidak harmonisan antara bupati/walikota dan gubernur, karena secara normatif pada undang-undang pemerintahan daerah, terutama pada UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, peran gubernur tidak jelas dan hirarki pemerintahan tidak ada, sehingga kedudukan dan fungsi gubernur lemah, sebagaimana dikemukakan Syafri Nugraha dkk. dalam tulisannya tentang Pemahaman dan Sosialisasi Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah. (2006:8): "Otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 Jo. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menyebabkan fragmentasi administrasi (fragmented administration) yang berlebihan di kabupaten dan kota. Kondisi ini dalam derajat tertentu kontradiktif dengan tujuantujuan otonomi daerah. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan tidak adanya hirarki antara satu sama lain antara provinsi dan kabupaten/kota dalam prakteknya telah menyebabkan lemahnya peran dan fungsi gubernur sebagai wakil pusat di daerah. Gubernur tidak dapat melakukan pengawasan, pembinaan, dan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di kabupaten kota, karena sulitnya mengakses kabupaten/kota secara kelembagaan. Hubungan antara kabupaten/kota dengan pemerintah (pusat) dilakukan secara langsung, tanpa melalui gubernur, peran dan fungsi gubernur menjadi mandul. Sehingga terlihat kesan, pemerintah daerah menjadi sentralalistis kembali. Oleh karena itu UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah ini di anggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal hubungan kewenangan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota, maka di gantilah dengan UU No tentang Pemerintahan Daerah, namun UU ini dianggap belum mampu merubah paradigma bupati/walikota yang terlanjur telah terbentuk sehingga masih sering muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan. TUGAS DAN WEWENAN GUBERNUR DALAM REGULASI PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sudah mengatur tentang tugas dan wewenang gubernur yaitu pada Pasal 38 ayat (1) yang menyatakan bahwa: "Gubernur dalam kedudukannya sebagaina dimaksud dalam Pasal 37 (Pasal 37 ayat (1) Gubernur karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan, ayat (2) dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden) memiliki tugas dan wewenang yaitu: 1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; 2. Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; 3. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupatenlkota. Gubernur dalam melaksanakan tugas, wewenang, pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 38 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memerlukan pedoman
4 139 sebagaimana diatur dalam Pasal 223 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menetapkan bahwa: "Pedoman Pembinaan dan Pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah. " Uraian ini menunjukkan bahwa seseungguhnya dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menempatkan posisi Gubernur sebagi suatu lembaga negara yang dapat melakukan pembinaan dan pengawasan bagi pemerintah kabupaten/kota, selain itu pemerintah daerah provinsi juga menjalankan urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan ini di pertegas dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang dibagi berdasarkan kewilayahan dan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. Peraturan Pemerintah ini bila dilaksanakan sebagaimana yang diatur didalamnya sudah jelas pembagian kewengan mengurus urusan pemerintahan antarjenjang pemerintahan tersebut, namun dalam pelaksanaan masih terjadi tarik ulur kewenangan mengurus urusan pemerintahan, lahirnya PERDA yang tidak sinergi dengan peraturan diatasnya sehingga tidak sedikit PERDA yang dibatalkan. Selain PP tentang pembagian urusan pemerintahan yang telah diberlakukan sejak 2007 silam, maka untuk memperkuat posos gubernur pada jenjang pemerintahan daerah provinsi, dibuatlah PP No. 19 Tahun 2010, bila dicermati PP tersebut, secara teknis mengatur tugas, wewenang, dan kedudukan keuangan gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. KONSISTENSI RGULASI PEMERINTAHAN DAERAH Sejak diberlakukannya UU No. 32/2004 tetang pemerintahan Daerah telah banyak Peratuaran Perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur tetang tugas dan wewenang Gubernur baik sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah maupun sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Berkaitan dengan wewenang pembinaan dan pengawasan gubernur dalam rangka pelanyanan minimal, pemerintah telah menetapkan PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (3) bahwa: "Pembinaan Penerapan Standar Pelayanan Minimal terhadap pemerintah daerah provinsi dilakukan oleh pemerintah, dan pembinan penerapan standar pelayanan minimal terhadap pemerintah daerah kabupatenlkota dilakukan oleh gubernur." Kemudian pada Pasal 15 ayat (3) dijelaskan "Monitoring dan Eavaluasi seabagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh a. Pemerintah untuk pemerintah daerah provinsi dan, b. Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah untuk pemerintah daerah kabupaten/kota ". Selanjutnya pada Pasal 17 ayat (2) "Pemerintah dapat melimpahkan tanggungawab pengembangan kapasitas pemerintahan daerah kabupaten/kota yang belum mampu mencapai standar pelayanan minimal kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah." Pasal-pasal tersebut pada dasarnya mengatur kewenangan pembinaan dan pengawasan secara berjenjang. Penegasan mengenai kewenangan pembinaan dan pengawasan ini dapat juga kita lihat dalam Pasal 8 ayat (2) PP No. 79 Tahun 2005 yang isinya menyatakan bahwa: "Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) yang menyatakan bahwa: pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 7 dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, batik kepada seluruh daerah atau kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan) dilakukan secara berjenjang sesuai dengan susunan pemerintahan." Supremasi, Volume VI Nomor 2, Oktober 2011 ISSN X
5 140 Rekonstruksi Regulasi Tugas dan Wewenang Gubernur Menguatkan Hirarki. Hj. Andi Kasmawati Ini berarti bahwa pembinaan atau bimbingan, supervisi, dan konsultasi bagi pemerintah provinsi dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi atau gubernur. Kemudian pada ayat (3) dijelaskan bahwa: "Pemberian bimbingan, supervis, dan konsultasi kepada kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan oleh Menteri Negara/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen kepada Gubernur dan dikoordinasikan dengan menteri." Hal tersebut menggabarkan bahwa kewengangan pembimbingan yang diatur dalam Pasal 8 PP No. 79 Tahun 2005 tersebut masih belum jelas kewenangan gubernur karena pada ayat (2) di sebutkan...dilakukan secara berjenjang, sedangkan pada ayat (3)...dapat dilimpahkan kepada Gubernur. Dalam perundang-undangan pemerintahan daerah terutama pada UU No. 32 Tahun 2004 dan berbagai peraturan pemerintah lainnya telah mengatur kewenangan gubernur, namun tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang telah diatur dalam perundang-undangan tersebut antara satu dengan lainnya mereduksi kewenangan yang telah diatur sebelumnya seperti, dalam PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal yang memberikan kewenangan kepada gubernur untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berjenjang dalam berbagai regulasi teknis tidak konsisten dengan berberapa peraturan diatasnya, sebagai contoh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Satndar Pelayanan Minimal dalam Pasal 22 ayat (3) di jelaskan bahwa: "Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen mendelegasikan tugas kepada gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian tandar pelayanan minimal pemerintahan daerah kabupaten/kota." Dari kata mendelegasikan bupati, tugas Gubernur menunggu pendelegasian dari pemerintah (menteri/pimpinan lembaga) sedangkan pada PP No. 65 Tahun 2005 Pasal 14 (3) dan Pasal 15 (3) sudah jelas mengatur tugas gubernur untuk melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, tidak perlu lagi menunggu pendegosiasian dari menteri atau lembaga pemerintahan lainnya. Ketidak konsistenan peraturan perundang-undangan menimbulakan ketidak pastian dalam menjalankan pemerintahan di daerah yang dapat berimplikasi pada tidak jelasnya pengurusan urusan pemerintahan yang bermuara pada terjadinya konflik kewenangan. Kelemahan dan kesulitan yang dialami Gubernur dalam melakukan koordinasi dengan bupati/walikota dalam perencanaan pembangunan daerah, diharapkan dapat diatasi setelah lahirnya PP No. 19 Tahun 2010 ini karena Gubernur dapat memberikan sanksi kepada bupati dan walikota sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c. yaitu: "Memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota terkait dengan kinerja, pelaksanaan kewajiban, dan pelanggaran sumpah/janji. " PENUTUP Rekonstruksi regulasi pemerintahan daerah tidak akan mungkin terhindarkan apabila dinamika kehidupan berpemerintahan senatiasa bergerak seiring bergeraknya tantangan dan kebutuhan pemerintahan dan masyarakat, setiap regulasi yang diberlakukan sedianya memperoleh tanggapan dari pemerintah dan masyarakat sehingga regulasi tersebut dapat dikatakan responsif. Terjadinya rekonstruksi regulasi di era pemerintahan reformasi ini nampaknya lebih intensif dibanding era pemerintahan
6 141 sebelumnya, hal ini dapat berakibat sulitnya memahami, dan menimbulkan ketidak pastian dalam menerapakan peraturan yang telah diberlakukan karena peraturan yang lama belum tersosialisasi dengan baik muncul lagi peraturan yang baru, begitupula dengan materi yang diatur dalam peraturan tersebut sering terjadi tumpang tindih. Kondisi inilah yang dialami pemerintah daerah provinsi sehingga untuk memberikan ketegasan dan kepastian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibuatlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2010 tetang tata cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi. Meski PP ini memiliki muatan materi yang baru tapi tugas dan wewenang gubernur sesungguhnya ditemukan juga pengaturan sudah diatur sebelumnya pada UU maupun PP atau peraturan lainnya. Reposisi dan Akselerasi Tugas dan Wewenang Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. DAFTAR BACAAN Eko Prasojo, Konstruksi Ulang Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Di Indonesia Antara Senripetal dan Sentifugal, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Publik Pada FISIP UI, Jakarta 8 April Safri Nugraha, dkk Pemahaman Dan Sosialisasi Penyusunan RUU Tata Hubungan Kewenangan Pemerinatah Pusat dan Pemerinatahan Daerah. dikunjungi dalam: &act=detpubliction Sinar Harapan, 2010 Pemerintah Perkuat Posisi Gubernur (Rabu 24 Februari 2010) Gubernur Sulawesi Selatan, 2009 Rekonstruksi Regulasi Tugas dan wewenang Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Makalah Seminar Nasional Supremasi, Volume VI Nomor 2, Oktober 2011 ISSN X
I. UMUM. Dalam...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA HAK KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM BAB II KEDUDUKAN,
Lebih terperinciKomentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Komentar Atas Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Iskandar Saharudin Memo Kebijakan #3, 2014 PENGANTAR. RANCANGAN Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemda) saat ini sedang dibahas oleh
Lebih terperinciKEDUDUKAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
KEDUDUKAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Abd. Rais Asmar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Email:rais.asmar@uin-alauddin.ac.id Abstract Governor is administration of the district
Lebih terperinciperaturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE PROVINSI ACEH, PROVINSI
Lebih terperinciS A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 42 TAHUN No. 42, 2016 TENTANG
- 1 - S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG KEWAJIBAN PELAPORAN PENGGUNAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) PADA PEMERINTAH
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciIMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA
IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA Oleh: Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc. Direktur Jenderal Penataan Ruang, Dep. Pekerjaan Umum
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.119, 2009 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Pemantauan. Evaluasi. Pengelolaan Data. Informasi Ketenagakerjaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
Lebih terperinciPKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimana kekuasaan yang bersifat sentralistik berubah menjadi
Lebih terperinciPENGUATAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH DALAM RANGKA PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI
PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH DALAM RANGKA PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI Oleh: Menteri Dalam Negeri Jakarta, 28 Mei 2013 KEBIJAKAN NASIONAL REFORMASI BIROKRASI MAKNA REFORMASI BIROKRASI UPAYA
Lebih terperinciPERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE
PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE 1 INTRO GAGASAN UNTUK MEREKONSTRUKSI FORMAT KEPEMERINTAHAN TELAH MENGKRISTALISASI
Lebih terperinciefektivitas dan efisiensi. Dengan modal tersebut diharapkan pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum tugas dan kewajiban pemerintah adalah menciptakan regulasi pelayanan umum, pengembangan sumber daya produktif, menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat,
Lebih terperinciBAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa
BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN Penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan telah diuraikan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengantarkan Indonesia pada era demokratisasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai pengalaman yang telah dilalui, dalam kurun waktu lebih dari setengah abad hampir semua fase yang dibutuhkan oleh negara
Lebih terperinci2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M
No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN
Lebih terperinciMekanisme Baru Pengawasan Perda PDRD
Mekanisme Baru Pengawasan Perda PDRD Oleh: Robert Endi Jaweng Manajer Hubungan Eksternal KPPOD P ergantian kerangka regulasi perpajakan daerah (UU No.34/2000 menjadi UU No.28/2009) tidak saja berimplikasi
Lebih terperinciGovernance Brief. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom.
C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Forests and Governance Programme Agustus 2005 Perubahan Perundangan Desentralisasi Apa yang berubah? Bagaimana dampaknya pada
Lebih terperinciLD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Pembentukan Peraturan Daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciMembanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia
Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah wajib
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah
Lebih terperinci2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 81 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah yang dilaksanakan dalam Negara kesatuan Republik
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Otonomi Daerah yang dilaksanakan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia telah diatur kerangka landasannya dalam UUD 1945 (Amandemen Kedua), yaitu: Pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan
136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia
Lebih terperinciPENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN DAN LKPJ KDH OLEH DPRD
PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN DAN LKPJ KDH OLEH DPRD Teguh Kurniawan Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI http://www.admsci.ui.edu Email: teguh1@ui.edu PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN OLEH DPRD: PERSPEKTIF
Lebih terperinciPELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1
Barama M : Pelaksanaan Pemerintah Daerah... Vol.22/No.5/Januari /2016 Jurnal Hukum Unsrat PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH Oleh : Michael Barama
Lebih terperinciPEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DIREKTORAT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH II DITJEN OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM
Lebih terperinciLAPORAN. Penelitian Individu
LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT
Lebih terperinciBUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 024 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 024 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDELEGASIAN WEWENANG PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPADA BUPATI/WALIKOTA
Lebih terperinciJurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 1, Volume 3, Tahun 2015
KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH OTONOM DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH FAHRIAH / D 101 10 579 ABSTRAK Undang-Undang
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN PAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI
ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap-tahap krusial. Saat ini RUU Pemda sedang dibahas oleh DPR bersama Pemerintah, ditingkat Panja.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.
Lebih terperincib. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi bergulir di Indonesia, salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah semakin sentralnya peran kepala daerah dalam penyelengaraan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUMAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a.
Lebih terperinciKAJIAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2010 TERKAIT DENGAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROPINSI Oleh : Ovie Tri Widayati*)
KAJIAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2010 TERKAIT DENGAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROPINSI Oleh : Ovie Tri Widayati*) Abstraksi PP Nomor 19 Tahun 2010 adalah peraturan pemerintah
Lebih terperinciKAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN
Lebih terperinci!"#!$%!&'&()!(*!!(!(''&!!*!)+,!-!'./
!"#!$%!&'&()!(*!!(!(''&!!*!)+,!-!'./ 0!"10!" 223!$&, ''!" 3'!$!!3!$ 0!!*!)!-!'.4/ 0!"1 0!"2235!$&''!"!!! 20!) 63)& '!6(! 3!'&3! 3'!$ ''!"!"! 3&*! 3'!$!!'!3! 3'!$ 3'!$!!3!$ 327* 0! 3'!$!!3!$! &6!'2'!8 ""!'#
Lebih terperinciPELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI
PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN 2004 SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:In order to establish the local autonomy government, the integration
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperincifpafpasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
fpafpasa PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI
Lebih terperinciATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci2013, No.94 A. Latar Belakang
5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENANAMAN MODAL PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciMENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,
BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu
Lebih terperinciTERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciPARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan Pemerintah Daerah untuk
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G
SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kerjasama
Lebih terperinciKONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.24, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH
Lebih terperinciKETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)
KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) NURYANTI WIDYASTUTI Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 19 Tahun 2008 Sub Pokok Bahasan : 1. Kedudukan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI
Lebih terperinci2012, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERANGKA NASIONAL PENG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2012 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
Lebih terperinci