BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, HUKUM JAMINAN, JAMINAN, GADAI DAN PT. PEGADAIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, HUKUM JAMINAN, JAMINAN, GADAI DAN PT. PEGADAIAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, HUKUM JAMINAN, JAMINAN, GADAI DAN PT. PEGADAIAN 2.1 Tanggung Jawab Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. 1 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya. 2 Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu: a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian. b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend) Depdiknas, op.cit, hlm Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm. 48.

2 c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan Hukum Jaminan Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsdstelling, atau zekerheidsrechten. Dalam Keputusan seminar hukum jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan bahwa istilah Hukum Jaminan itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu, yang meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. 4 Menurut J. Satrio mengartikan hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. 5 Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja, akantetapi erat kaitannya dengan debitur, karena yang menjadi obyek kajian hukum jaminan adalah benda jaminan dari debitur. 3 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, hlm Rachmadi Usman I, op.cit, hlm Rachmadi Usman I, loc.cit.

3 Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 6 Dari dua pendapat rumusan pengertian hukum jaminan diatas dihubungkan dengan kesimpulan Seminar Hukum Jaminan 1978, intinya dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebasan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jamian pelunasan utang tertentu tersebut. 7 Berdasarkan pengertian diatas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut: 1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu: a. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprodensi. b. Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 6 H. Salim, op.cit, hlm Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 2.

4 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut debitur. Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum sebagai penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank. 3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan. 4. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya. 8 Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang pada umumnya dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan ini dapat berupa barang (benda), dapat berupa jaminan perorangan. Dalam jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan, sedangkan jaminan perorangan berupa janji penanggungan hutang Pengaturan Hukum Jaminan 8 H. Salim, op.cit, hlm. 7.

5 Pengertian sumber hukum jaminan disini, yakni tempat ditemukannya aturan dan ketentuan hukum serta perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai jaminan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jaminan. Aturan dan ketentuan hukum dan perundang-undangan jaminan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan jaminan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara khusus atau yang berkaitan dengan jaminan, dapat ditemukan dalam: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang). c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah Jaminan Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengancara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur tehadap krediturnya. 9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun peraturan Perundang-Undangan lain yang menjadi sumber hukum jaminan tidak memberikan perumusan pengertian istilah jaminan. Dalam Keputusan Seminar Hukum Jaminan, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dari tanggal 9 sampai 9 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 66.

6 dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta, mengartikan yang di namakan jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. 10 Senada dengan itu, Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Hal yang sama dikemukakan oleh Hartono Hadisaputro, yang menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditor untuk menimbulkan keyainan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 11 Dari perumusan pengertian jaminan diatas, dapat dsimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditor kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada kreditornya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir Klasifikasi Lembaga Jaminan 10 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm Hartono Hadisoeprapto, op.cit, hlm Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 69.

7 Klasifikasi lembaga jaminan perbankan, penggolongan jaminan pada umumnya menurut A. Yudha Hernoko meliputi: Jaminan pokok dan jaminan tambahan, jaminan pokok yaitu jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang berkaitan langsung dengan kredit jaminan ini dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Jaminan tambahan adalah jaminan yang tidak terkait langsung dengan kredit yang dimohon. Jaminan ini dapat berupa jaminan, kebendaan maupun perorangan. 2. Jaminan umum dan jaminan khusus, jaminan umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, dimana di dalamnya terdapat hak-hak tagihan yang memberikan kedudukan yang sama pada setiap kreditur (konkuren). Jaminan umum ini lahir karena Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, jaminan khusus yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur mempunyai hak dan kedudukan yang didahulukan dalam pelunasan hutang debitur. Jaminan ini menunjuk secara khusus benda-benda tertentu sebagai jaminan atas piutangnya, serta memberikan kedudukan yang istimewa (privilege) dan hak untuk didahulukan pada krediturnya (preference). 3. Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan, jaminan kebendaan yaitu jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, dimana dengan jaminan-jaminan, kreditur mempunyai hak kebendaan (zakelijkrecht), dengan ciri selalu mengikuti dimana benda itu berada (droit de suit, zaakgevolg), dapat beralih, atau dialihkan, diprioritaskan (azas prioriteit), separatis (dalam hal terjadi kepailitan), serta dapat dipertahankan terhadap siapapun (absolut). Kreditur dengan jaminan kebendaan akan mempunyai 13 A. Yudha Heraoko, 2002, Kumpulan Artikel Hukum Kontrak dan Hukum Jaminan, Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 45.

8 kedudukan sebagai kreditur preference, dengan memperoleh kedudukan istimewa (privilege) dan hak yang didahulukan (droit de preference). Jaminan perorangan, yaitu jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan. Hal ini sejaian dengan azas pacta sunt servanda, sebagaimana terdapat di dalam pasal 1340 KUH Perdata. 4. Jaminan atas benda bergerak dan benda tak bergerak, dalam system hukum perdata di Indonesia penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak merupakan penggolongan atas yang terpenting. Hal ini berhubungan dengan pembendaan dalam penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), kedudukan berkuasa (bezit), pembebanan/ jaminan (bezwaaring). 5. Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya. Jaminan dengan menguasai bendanya, kreditur menguasai benda jaminan secara nyata. Yang termasuk dalam kategori ini adalah gadai, hak rentensi. Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya, kreditur tidak menguasai benda jaminan secara nyata tetapi hanya menguasai dokumen atau kepemilikan yuridisnya saja. Penggolongan lembaga jaminan sebagaimana diuraikan di atas sangat erat sekali kaitannya dengan pengertian atau makna dari perjanjian itu sendiri, yaitu menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Sebagaimana klasifikasi lembaga jaminan perbankan pembebanan jaminan yang terpenting adalah jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, karena sangat terkait dengan pembebanan atas jaminan tersebut. Dimana untuk benda bergerak pembebanannya bisa dengan jaminan gadai, bisa dengan fidusia. Untuk benda tidak bergerak dapat dibebankan dengan hak tanggungan atas tanah dan hipotek untuk kapal laut, pesawat udara dan mesin-mesin pabrik yang mempunyai berat 20 m3.

9 2.4. Gadai Pengertian Gadai Menurut Instrumen Hukum Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggris). Pengertian gadai tercantum dalam pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW. Menurut Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, gadai adalah: Suatu hak yang diperolah seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan, bahwa gadai merupakan perjanjian riil, yaitu perjanjian yang di samping kata sepakat, diperlukan suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang gadai). 14 Kata gadai dalam undang-undang tersebut digunakan dalam dua arti, yaitu: pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). bahwa: Dari perumusan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat diketahui, a. Gadai merupakan satu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu; 14 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 88.

10 b. Gadai memberikan hak didahulukan (voorrang, preferensi, droit de preference) kepada pemegang hak gadai atas kreditor-kreditor lainnya atas piutangnya; c. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor pemegang gadai untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barangbarang yang di gadaikan setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya yang terkait dengan proses lelang; 15 Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan) yang mempunyai ciri-ciri dan konsekuensi dari perjanjian accessoir antara lain: a. Tidak dapat berdiri sendiri. b. Adanya timbul maupun hapusnya tergantung pada perikatan pokoknya. c. Apabila perikatan pokoknya beralih accessoir turut beralih. 16 Sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur. Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah: a. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai). b. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. c. Adanya kewenangan kreditur. Kewenangan kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang debitur. Penyebab terjadinya pelelangan adalah karena debitur tidak melakukan prestasinya sesuai 15 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, hlm. 43.

11 dengan isi kesepakatan yang di buat antara kreditur dan debitur, walaupun debitur telah diberikan somasi oleh kreditur Sifat-Sifat Gadai Sebagai hak kebendaan, pada gadai melekat pula sifat-sifat hak kebendaan, yaitu: a. Barang-barang yang digadaikan tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barangbarang yang digadaikan itu berada (droit de suite). b. Bersifat mendahulu (droit de suite). c. Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). d. Dapat beralih atau dipindahkan. Selain itu, bila dibandingkan dengan hak kebendaan lain maka terdapat beberapa sifat lain dari gadai, yang diantaranya yaitu: a. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, yaitu merupakan perjanjian tambahan/buntutan/ekor, seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Gadai hanya akan lahir bilamana sebelumnya terdapat perjanjian pokok. b. Gadai merupakan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan dalam rangka menjamin pelunasan utang tertentu. c. Kebendaan (barang) yang digadaikan harus berada dibawah penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau setidak-tidaknya berada di tangan pihak ketiga untuk dan atas 17 H. Salim, op.cit, hlm. 35.

12 nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). d. Bersifat memaksa, yaitu terdapat penyerahan secara fisik atas benda yang digadaikan dari tangan debitur/pemberi gadai kepada kreditor/penerima /pemegang gadai. e. Hak menguasai atas benda gadai tidak meliputi pula hak untuk menikmati, memakai atau mengambil hasil dari barang yang digadaikan, berbeda hal dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami. f. Bersifat individualiteit, bahwa benda gadai tetap melekat secara utuh pada utangnya walaupun debitur atau kreditor telah meninggal dunia, sehingga di wariskan secara terbagibagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak menjadi hapus selama hutangnya belum dibayar sepenuhnya. g. Besifat totaliteit, bahwa hak kebendaan atas gadai itu mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda gadainya. h. Bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau dipisah-pisahkan (oeel-baar, onsplitsbaarheid), bahwa membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunainya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barangbarang yang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Pihak-Pihak Dalam Gadai 18 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 265.

13 Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang antara lain kata-katanya menyatakan gadai adalah satu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berpiutang atau oleh seorang lain atas namanya, Maka subjek hukum hak gadai, yaitu pihak yang ikut serta dalam membetuk perjanjian gadai, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang seseorang atau dirinya sendiri kepada penerima gadai. Demikian pula penerima gadai, juga bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan hutang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh penerima gadai. 19 Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan hokum yang memberi jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai yaitu: a. Orang atau badan hukum. b. Memberikan jaminan berupa barang bergerak. c. Kepada penerima gadai. d. Adanya pinjaman uang. Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikan kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, 19 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 119.

14 badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT. Pegadaian. Pegadaian didirikan berdasarkan: a. Peraturan Pemerinah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. c. Peraturan Pmerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. 20 d. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sifat usaha dari PT. Pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuannya adalah: a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya. b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian). Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh PT. Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh 20 H. Salim, op.cit, hlm. 36.

15 pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling Objek Hukum dalam Gadai Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum dalam gadai. Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan. Dari pengertian tersebut maka objek gadai berupa kebendaan bergerak, yang dapat dibedakan atas kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau berubah (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga. Surat-surat berharga tersebut bermacam-macam tergantung kepada jenis klausulnya, yaitu surat berharga atas pengganti (aan order, too order), surat berharga atas pembawa (tunjuk) (ann toonder, to bearer) dan surat berharga atas nama (op nam). Selain itu, piutang yang belum ada, tetapi sudah diperjanjikan dalam perjanjian utang piutang atau hubungan hukum yang serupa dapat pula dijadikan sebagai objek jaminan gadai H. Salim, loc.cit.

16 Dimasa ini barang-barang yang umunya dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh PT. Pegadaian diantaranya: barang-barang perhiasan, barang-barang kendaraan, barang-barang elektronika, barang-barang mesin dan barang-bararng perkakas rumah tangga Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Gadai Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Apabila disimak ketentuan dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat di kemukakan hak dan kewajiban debitur pemberi gadai dan kreditor penerima gadai yaitu: Hak Pemberi Gadai a. Berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai. b. Berhak mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadai apabila barang gadai akan dijual. c. Berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan utangnya. d. Berhak mendapat kembali barang yang digadaikan apabila utangnya diabayar lunas. 23 Kewajiban Pemberi Gadai. a. Berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dipertanggungkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok ataupun bunga. 22 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, hlm. 89.

17 b. Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya, terutama dalam hal penjualan barang yang digadaikan. c. Berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang digadaikan. d. Apabila telah diperjanjikan sebelumnya, pemberi gadai harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut. 24 Hak Pemegang Gadai. a. Menahan benda yang digadikan (hak retentive) selama debitur/pemberi gadai belum melunasi utang pokok maupun bunga dan biaya-biaya utang lainnya. b. Mengambil pelunasan dari hasil pendapatan penjualan kebendaan yang digadaikan, penjualannya mana baik dilakukan atas dasar parate eksekusi maupun putusan pengadilan. c. Mendapatkan penggantian seluruh biaya perwatan barang yang digadaikan guna keselamatan barang gadainya. d. Jika piutang yang digadaikan menghasilkan buga, maka kreditor pemegang gadai berhak atas bunga benda gadai tersebut dengan memperhitungkannya dengan bunga utang yang seharusnya dibayarkan kepadanya atau kalau piutangnya tidak dibebani dengan bunga, maka bunga benda gadai yang diterima kreditor pemegang gadai dikurangkan dari pokok hutang. 25 Kewajiban Pemegang Gadai. 24 Rachmadi Usman II, op.cit, hlm Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 277.

18 a. Betanggungjawab atas hilang atau berkurangnya nilai barang yang digadaikan yang diakibatkan oleh karena kelalaian pemegang gadainya. b. Berkewajiban memberitahukan kepada debitur pemberi gadai, apabila ia bermaksud hendak menjual barang yang digadaikan kepada debitur pemberi gadai dengan melalui sarana pos, telekomunikasi, atau sarana komunikasi lainnya. c. Berkewajiban untuk mngembalikan barang yang digadaikan setelah hutang pokok beserta dengan bunga dan biaya-biaya lainnya telah dilunasi oleh debitur pemberi gadai. d. Pemegang dilarang untuk menikmati barang yang digadaikan dan pemberi gadai berhak untuk menuntut pengembalian barang yang digadaikan dari tangan pemegang gadai bila pemegang gadai menyalahgunakan barang yang digadaikan. e. Berkewajiban memberikan peringatan (somasi) kepada debitur pemberi gadai telah memenuhi kewajiban membayar pelunasan piutang. f. Berkewajiban menyerahkan daftar perhitngan hasil penjualan barang gadai dan sesudahnya kreditor pemegang gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan bagian dari pelunasan utang PT. Pegadaian Pengertian PT. Pegadaian PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Tugas pokok PT. Pegadaian sejak didirikan sampai kini tidak berubah, yaitu menjembatani kebutuhan dana masyarakat (kecil) 26 Rachmadi Usman II, loc.cit.

19 dengan pemberian kredit melalui hukum gadai. Sedangkan tujuannya agar masyarakat tidak terjerat dalam praktik-praktik riba, lintah darat, ijon dan pelepasan uang lainnya yang sangat merajalela Sejarah PT. Pegadaian Sebelum berubah menjadi Perseroan, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum. Perusahaan Umum Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan tujuan turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya melalui uang pinjaman atas dasar hukum gadai dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adanya kegiatan gadai yang dilakukan oleh PT. Pegadaian menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang lahir karena perjanjian antara penerima gadai yang disini adalah PT. Pegadaian itu sendiri dan juga pemberi gadai yang disini merupakan nasabah dari PT. Pegadaian. Hukum yang mengatur tentang Perjanjian di Indonesia hingga saat ini masih mengacu pada Burgelijke Wetboek (BW) atau yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 28 Dasar hukum yang digunakan dalam gadai oleh PT. Pegadaian berpedoman pada: 27 Rachmadi Usman I, op.cit, hlm Hapi Saherodji, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 90.

20 a. Pasal 1150 sampai dengan 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. c. Pasal 548 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d. Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. e. Peraturan Direksi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Pegadaian Kredit Cepat Aman (KCA) Non Online. f. Keputusan Direksi Nomor 105/US.2.00/2005 tentang PO Pegadaian Krasida. g. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa: a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek. b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia. c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi.

21 Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti: a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero) Tugas dan Wewenang PT. Pegadaian PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuannya PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa: a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi. Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti: a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).

22 Pegadaian sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memiliki visi yaitu sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk menjalankan visinya tersebut Pegadain memiliki tugas yaitu: a. Memberikan pembiayaan yang tecepat, termudah, aman, dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. b. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat. c. Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan. PT. Pegadaian sebagai badan hukum yang bertindak sebagai pemegang gadai (kreditur) memiliki wewenang, yaitu: a. Hak retentie Hak gadai hanyalah ada bilamana pemberi gadai telah menyerahkan benda yang digadaikan. Di dalam hukum pemegang gadai menguasai benda tersebut sampai

23 tagihannya itu dilunasi (hak retentie) adalah suatu upaya yang penting untuk mendorong debitur untuk membayar hutangnya. b. Hak executie yang dipermudah Pada umumnya secara normal debitur akan memenuhi kewajiban - kewajibannya dan benda tersebut akan dikembalikan padanya setelah ia melunasi hutangnya. Hak gadai diciptakan dengan maksud adanya kemungkinan debitur tidak memenuhi kewajibankewajibannya. Dalam kasus demikian setiap kreditur berhak untuk memperoleh gati rugi dari harta debitur, tetapi kreditur yang minta janji suatu hak gadai memperolehkemungkinan ganti rugi yang lebih mudah. Di dalam beberapa segi, maka pemegang gadai di dalam memperoleh ganti kerugian mempunyai suatu posisi yang lebih menguntungkan daripada kreditur lain yang tagihannya tidak dijamin dengan hak gadai. c. Hak yang didahulukan dalam memperoleh ganti rugi (voorang bij verhaal) Kreditur yang mempunyai tagihan yang diperkuat dengan hak gadai untuk mencapai tidak hanya, bahwa ia tidak harus menunggu-nunggu pembayarannya, akan tetapi dengan cara sederhana dapat melakukan hak excecutie atas benda gadai itu. Di samping itu, bahwa tagihannya itu akan memperoleh ganti rugi yang paling didahulukan dari hasil benda gadai itu. Pemegang gadai di dalam pembagian hasil executie haknya tidak hanya di atas kreditur konkuren saja melainkan juga berada diatas kreditur-kreditur yang diberikan preferentie (voorang) R. Soetojo Prawirohamidjojo Dan Marthalena Pohan, 1984, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Cet-1, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 101.

24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN. sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening zaman VOC. 1 Pada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN. sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening zaman VOC. 1 Pada 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN 2.1 Sejarah PT.Pegadaian Perusahaan jawatan pegadaian Negara, sebagai sebuah lembaga di dalam sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI (Study Kasus Perum Pegadaian Cabang Cokronegaran Surakarta) Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin BAB III JAMINAN GADAI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA A. Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS GADAI DALAM JAMINAN KEBENDAAN DAN KETENTUAN PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN GADAI REKENING BANK SERTA ANALISA KASUS II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya, seringkali mengalami masalah pada terbatasnya dana yang dimiliki. Untuk mengatasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Negara tersebut. Tetapi dampak positif perekonomian bagi Negara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Negara tersebut. Tetapi dampak positif perekonomian bagi Negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu Negara membawa dampak positif dalam bidang perekonomian Negara tersebut. Tetapi dampak positif perekonomian bagi Negara belum tentu membawa

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam pembinaan hukumnya di antara lembaga jaminan karena perkembangan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN A. Kerangka Hukum Jaminan Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, hal ini sesuai dengan tugas pokok bank

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA 3.1 Perlindungan hukum bagi kreditur penerima gadai dari tuntutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN Oleh Herlindah, SH, M.Kn 1 JAMINAN JAMINAN UMUM JAMINAN KHUSUS 1131 BW JAMINAN PERORANGAN JAMINAN KEBENDAAN 1132 BW BORGTOCH PENANGGUNGAN BENDA TETAP BENDA BERGERAK TANAH BUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perekonomian merupakan salah satu aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang meliputi produksi, distribusi serta,

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI Oleh: Amalia Yustika Febriani I Made Budi Arsika Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrack The title of this article is the responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENAHANAN BENDA GADAI ATAU HAK RETENSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR OLEH PERUM PEGADAIAN APABILA DEBITUR WANPRESTASI

PELAKSANAAN PENAHANAN BENDA GADAI ATAU HAK RETENSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR OLEH PERUM PEGADAIAN APABILA DEBITUR WANPRESTASI PELAKSANAAN PENAHANAN BENDA GADAI ATAU HAK RETENSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR OLEH PERUM PEGADAIAN APABILA DEBITUR WANPRESTASI TESIS Disusun Oleh : Nama Nim : SUSILOWATI ANGGRAENI : B4B006240 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentu terutama bagi lapisan masyarakat tingkat menengah ke bawah.

BAB I PENDAHULUAN. menentu terutama bagi lapisan masyarakat tingkat menengah ke bawah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan terpuruknya sendi perekonomian di Indonesia yang disebabkan terjadinya krisis moneter (krismon) sejak pertengahan tahun 1997 sampai dengan sekarang, kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI 2.1 Jaminan Fidusia a. Pengertian dan Istilah Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi serta dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi serta dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pantang menyerah dan terus berusaha! Kalimat tersebut merupakan kalimat yang dapat menumbuhkan semangat dalam menghadapi segala tantangan yang ada dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI oleh Mauritius Gusti Pati Runtung I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA Oleh : A. A. I. AG. ANDIKA ATMAJA I Wayan Wiryawan Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS MENGENAI GADAI TANAH DAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG ATAS KASUS GADAI TANAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN KEPERDATAAN TESIS LUDWIG P.I. KRIEKHOFF 0906497802 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha oleh para

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha oleh para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin pesat membuat kebutuhan akan biaya untuk kehidupan sehari-hari juga semakin besar. Seiring dengan perkembangan ekonomi tersebut, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI PADA PERUM PEGADAIAN CABANG COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR.

PELAKSANAAN PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI PADA PERUM PEGADAIAN CABANG COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR. PELAKSANAAN PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI PADA PERUM PEGADAIAN CABANG COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) mulai Pasal 1313 sampai

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG

JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG Niken Prasetyawati, Tony Hanoraga Abstrak Dalam mewujudkan tujuan nasional kegiatan dalam bidang ekonomi merupakan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PEGADAIAN SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN. A. Lembaga Pegadaian Sebagai Lembaga Keuangan

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PEGADAIAN SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN. A. Lembaga Pegadaian Sebagai Lembaga Keuangan BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PEGADAIAN SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN A. Lembaga Pegadaian Sebagai Lembaga Keuangan Lembaga keuangan sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, karena kegiatan kredit sudah sangat

Lebih terperinci