BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Kondisi Transportasi Kota Yogyakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Kondisi Transportasi Kota Yogyakarta"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Penelitian a. Kondisi Transportasi Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta merupakan salah satu kabupaten/kota di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berstatus sebagai ibukota provinsi. Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah Ha atau 32,50 Km2 (1,02% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7,50 km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,60 Km. Dengan luas yang sempit, Kota Yogyakarta yang berstatus sebagai ibukota provinsi menjadi daerah yang padat mobilitasnya. Panjang jalan terpanjang di Kota Yogyakarta adalah jalan non kelas yaitu 174,8 km2 yang merupakan jalan lingkungan dan jalan permukiman. Peningkatan kuantitas moda angkutan memerlukan pemeliharaan jalan secara berkala yang dilakukan terus menerus, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel kelas jalan berikut. 52

2 53 Tabel 3. Data Panjang Jalan Menurut Kelas Jalan Kota Yogyakarta Tahun No Uraian Jalan Kota Kelas Jalan Kelas I 16,8 16,8 16,8 16,8 16,8 2 Kelas II 1,77 1,77 1,77 1,77 1,77 3 Kelas III 26,22 26,22 26,22 26,22 26,22 4 Kelas IV 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 5 Kelas V 14,39 14,39 14,39 14,68 14,68 6 Kelas VI 14,39 14,39 14,39 14,39 14,39 7 Non-Kelas (Tidak Dirinci) 174,8 174,8 174,8 174,8 174,8 Jumlah 247,8 247,8 247,8 248,09 248,09 Sumber : RPJMD Kota Yogyakarta Tidak ada perubahan panjang jalan yang signifikan di Kota Yogyakarta sejak tahun 2007 hingga tahun Namun, volume kendaraan di Kota Yogyakarta setiap tahunnya mengalami kenaikan. Dengan panjang jalan yang sama pada tahun 2007 panjang jalan yaitu 247,8 km2 dan jumlah kendaraan sedangkan pada tahun 2010 jumlah kendaraan meningkat menjadi Data jumlah kendaraan dan panjang jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

3 54 Tabel 4. Data Panjang Jalan dan jumlah kendaraan Kota Yogyakarta Tahun No Uraian * 1 Panjang Jalan 2 Jumlah Kendaraan 247,8 247,8 247,8 248,09 248, Rasio 0, , , , , *: data hingga Juni 2011 Sumber : RPJMD Kota Yogyakarta Berdasarkan tabel di atas, rasio antara panjang jalan dan jumlah kendaraan memang kecil sehingga kemacetan meningkat. Penyebabnya adalah motivasi masyarakat untuk menggunakan angkutan perkotaan massal masih rendah dan kesadaran untuk penggunaan ruas jalan dalam kebersamaan masih kurang sehingga kenyamanan dan kelancaran lalu lintas belum bisa tercapai. Hal tersebut terlihat dengan adanya kemacetan lalu lintas karena pertumbuhan kendaraan bermotor dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi yang tidak sebanding dengan perkembangan/penambahan kapasitas jalan dan masih adanya pelanggaran lalu lintas seperti bidang perparkiran. Di sisi lain, pengembangan moda angkutan massal Kota Yogyakarta, sekarang sedang dikembangkan moda transportasi trans Yogyakarta. Pengembangan moda ini didasarkan pada kebutuhan masyarakat Kota Yogyakarta akan sarana transportasi perkotaan. Hingga tahun 2011, Kota Yogyakarta sudah memiliki 76 shelter aktif (Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, 2011).

4 55 Kota Yogyakarta dan sekitarnya mulai mengembangkan pelayanan bus rapid transit (BRT) yang dikenal dengan Transjogja mulai Transjogja mengoperasikan bus ukuran sedang yang melayani berbagai kawasan di Kota Yogyakarta, sebagian Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Transjogja melayani 8 trayek yaitu 1A, 1B, 2A, 2B, 3A, 3B, 4A dan 4B dengan 67 halte khusus dengan jumlah bus 54 buah. Trayek-trayek tersebut melewati daerah-daerah vital seperti kawasan wisata seperti Malioboro, Kotagede dan Candi Prambanan, sarana kesehatan seperti RS Bethesta, RS Panti Rapih, RS Mata Dr. Yap, sarana transportasi seperti Terminal Giwangan, Bandara Adisucipto dan Stasiun Tugu, kampus-kampus seperti UGM, UNY, Atmajaya, UIN dan lain-lain. Selain Bus Transjogja, Kota Yogyakarta juga mempunyai bus umum yang dilayani oleh 5 operator yaitu DAMRI, Kobutri, Puskopkar, Kopata dan Aspada. Transportasi Non-Motorized Transport (NMT) juga beroperasi di Kota Yogyakarta, kebanyakan digunakan sebagai salah satu transportasi wisatawan yang berkunjung ke kota Yogyakarta seperti becak, andong dan delman. Meskipun terdapat berbagai transportasi umum yang beroperasi, transportasi di Kota Yogyakarta masih mengalami kemacetan. Penyebabnya adalah laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan ruas jalan

5 56 sehingga menimbulkan kepadatan dan kemacetan lalu lintas. Kondisi tersebut diperberat dengan masih rendahnya kualitas pelayanan transportasi umum. Akar masalah transportasi kota, menurut Sri Sultan, akibat dominasi kendaraan pribadi, sementara kendaraan angkutan publik yang massal sangat terbatas. Angkutan publik, kalaupun tersedia, pelayanannya cenderung buruk. Kemudian angkutan tradisional non-motor cenderung diabaikan. Masyarakat sangat bergantung pada kendaraan pribadi, karena kapasitas angkutan publik hanya 15 persen, kata dia. ( diakses pada 30 Januari 2014 Pukul WIB) Penggunaan kendaraan pribadi yang masih tinggi menjadi salah satu penyebab turunnya penggunaan transportasi umum. Pertumbuhan kendaraan bermotor di kota Yogyakarta rata-rata meningkat setiap tahunnya. Berikut Pertumbuhan rata-rata kendaraan bermotor di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bulan Juni-November Tabel 5. Pertumbuhan Rata-Rata Kendaraan Bermotor di DIY No Kabupaten/Kota Jumlah Kendaraan Bermotor 1 Sleman Unit 2 Bantul Unit 3 Kulonprogo Unit 4 Kota Yogyakarta Unit 5 Gunungkidul Unit TOTAL Unit Sumber: Kedaulatan Rakyat, 4 Januari 2014, Halaman 19.

6 57 Pertumbuhan kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta tersebut diperkuat data BPS yang menyatakan Kota Yogyakarta masih didominasi oleh sepeda motor dan sedan yang masing-masing berjumlah sepeda motor dan sedan pada tahun 2010 dan berjumlah sepeda motor dan sedan pada tahun 2011 (Kota Yogyakarta dalam Angka, 2012). b. Kondisi Fasilitas Pejalan Kaki Kota Yogyakarta Pejalan kaki sebagai salah satu pengguna jalan dan merupakan bagian dalam lalu lintas sangat susah mendapatkan tempat agar dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Pergeseran posisi pejalan kaki yang seharusnya menjadi posisi hierarki tertinggi semakin lemah sehingga porsi pejalan kaki dalam sistem transportasi semakin kecil. Fakta di lapangan bahwa terjadi pergeseran hierarki pengguna jalan dalam sistem transportasi sebagai berikut. Tabel 6. Realita Hierarki Pengguna Jalan HIERARKI PENGGUNA JALAN Seharusnya Pejalan Kaki Kendaraan Tidak Bermotor Kendaraan Umum Kendaraan Pribadi Kenyataan Kendaraan Pribadi Kendaraan Umum Kendaraan Tidak Bermotor Pejalan Kaki Kenyataan tersebut juga dilontarkan oleh Direktur WALHI Yogyakarta, Halik Sandera, sebagai berikut.

7 58 Pertama, dalam hierarki pengguna jalan yang tertinggi itu adalah pejalan kaki, kedua kendaraan non-bermotor, ketiga transportasi publik baru kendaraan pribadi tapi pada kenyataannya pembangunan sistem transportasi kita dibalik. Bagaimana fasilitas kendaraan pribadi itu yang digenjot dengan adanya jalan tol, jalan layang dan semacamnya. Itu kan seharusnya kota sebagai pusat interaksi manusia dan pertumbuhan ekonomi dengan jarak yang tidak terlalu jauh seharusnya yang dikembangkan adalah sarana-sarana untuk pejalan kaki, kendaraan nonbermotor sama transportasi publik (hasil wawancara 6 Desember 2013) Pergeseran tersebut membuat pejalan kaki menjadi yang paling terpinggirkan. Menurut Pak Azhar, Dinas Perhubungan, hal tersebut disebabkan oleh bargaining kebijakan pejalan kaki yang masih rendah seperti yang disampaikan sebagai berikut. Kenapa pejalan kaki masih kalah oleh kendaraan pribadi ya karena memang situasinya seperti itu. Kendaraan pribadi masih dominan dan di satu sisi jumlah pejalan kaki semakin sedikit. Jadi bargaining-nya dalam kebijakan untuk pejalan kaki semakin kecil. Jadi jumlah pejalan kaki bisa kita dorong semakin besar, kita punya satu dukungan masyarakat (hasil wawancara 13 Desember 2013) Di sisi lain, jumlah pejalan kaki yang menurun juga disebabkan oleh masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi terutama dalam jarak dekat. Gaya hidup masyarakat yang berkembang menyebabkan pergeseran makna berjalan kaki sebagai salah satu aktivitas bagi orang berekonomi rendah ataupun tidak memiliki kendaraan pribadi. Selain itu, berkembangnya industri manufaktur membuat masyarakat dapat memiliki kendaraan pribadi lebih

8 59 mudah dan murah menjadi salah satu penyebab turunnya jumlah pejalan kaki. Jumlah pejalan kaki yang masih kalah terhadap kendaraan bermotor bukan menjadi alasan fasilitas pejalan kaki tidak diberikan secara layak. Pejalan kaki diatur dalam UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), dimana pejalan kaki wajib diberikan fasilitas dalam pergerakannya. Salah satu fasilitas pejalan kaki yang umum ditemukan adalah trotoar. Pengadaan trotoar harus mempertimbangkan aspek-aspek kondisi ideal bagi suatu trotoar. Kondisi yang harus dipenuhi sesuai dengan standar trotoar meliputi ruang diatas permukaan trotoar sekurangkurangnya 2,50 meter dan lebar trotoar pada tabel berikut ini: Tabel 7. Lebar Trotoar Minimum Arteri Primer Fungsi Jalan Lebar Trotoar Minimum 1,50 Meter Kolektor Primer Arteri Sekunder Kolektor Sekunder 1,50 Meter Lokal Sekunder Sumber: SNI T Tentang Geometri Jalan Perkotaan Sesuai dengan SNI T tentang geometri jalan perkotaan, lebar minimum trotoar adalah 1,5 meter. Persentase jalan yang sesuai dan tidak sesuai dengan aturan tersebut di Kota

9 60 Yogyakarta yaitu 89% lebih dari atau sama dengan 1,5 meter dan 11% kurang dari atau sama dengan 1,5 meter. Selain lebar trotoar, fasilitas pejalan kaki perlu dilihat kondisi dalam pelaksanaannya. Di atas permukaan jalur trotoar tidak boleh dihalangi oleh aktivitas selain pejalan kaki sehingga kegiatan pejalan kaki dapat berjalan efektif. Namun, Persentase kondisi permukaan trotoar di Kota Yogyakarta tahun 2013 sebesar 90% dihalangi dan 10% tidak dihalangi. Hasil tersebut berdasarkan survei yang dilakukan pada 62 ruas jalan di Kota Yogyakarta dari kelas jalan arteri sekunder, kolektor sekunder dan lokal (WALHI Yogyakarta, 2013). Panjang total ruas jalan di kota Yogyakarta sekitar 250 km 2. Dari luas tersebut, selama tahun 2012 dan 2013 Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) melakukan pemeliharaan dan peningkatan trotoar dengan menambah guiding block. Penambangan guiding block tersebut dilakukan agar trotoar ramah tidak hanya bagi orang normal tetapi juga para difabel. Selain penambahan guiding block, trotoar juga dibuat landai agar pemakai kursi roda dapat memakai trotoar tanpa harus mengangkatnya ataupun meminta bantuan orang lain. Panjang trotoar ber-guiding block yang ada di Kota Yogyakarta sebagai berikut.

10 61 Tabel 8. Panjang Trotoar Ber-Guiding Block di Kota Yogyakarta No Kegiatan Lokasi Panjang Satuan 1 Pemeliharaan BPJ dan Jl.Kusumanegara m 2 Peningkatan BPJ Jl.Hayam Wuruk m 2 Tahun 2012 Jl.Jend.Sudirman m 2 Jl.Ipda Tut Harsono m 2 Jl.Diponegoro m 2 Jl.Taman Siswa m 2 Jl.Sugeng Jeroni m 2 Jl.Senopati m' Jl.Malioboro m' Jl.A.Yani m' Jl.Yos Sudarso 4, m 2 Jl.Suroto m 2 Jl.FM Noto m 2 Jl.Ngadikan m 2 Jl.Atmo Sukarto m 2 Jl.Ngasem m 2 Jl.Jogokaryan m 2 Jl.Prof.Supomo m 2 Jl.DI. Panjaitan m 2 Jumlah Tahun , m 2 2 Pemeliharaan BPJ dan Jl.Cikditiro m 2 Peningkatan BPJ Jl.Kahar Muzakir m 2 Tahun 2013 Jl.Sam Ratulangi m 2 Jl.Suroto m 2 Jl.A.Yani m 2 Jl.Ahmad Dahlan m 2 Jl.Malioboro m 2 Jl.Taman Siswa m 2 Jl.Kusumanegara m 2 Jl.Pakuningratan m 2 Jl.Lowanu m 2 Jl.Veteran m 2 Jl.Sugeng Jeroni m 2 Jl.Tentara Pelajar m 2 Jumlah Tahun , m 2 Total Tahun 2012 dan , m 2 Sumber: Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta, 2013

11 62 Berdasarkan tabel di atas, jumlah trotoar ber-guiding block dengan panjang ruas jalan di Kota Yogyakarta masih kecil perbandingannya. Tidak hanya itu, di Kota Yogyakarta terdapat 103 ruas jalan lokal yang tidak memiliki trotoar dengan jumlah panjang jalan sebesar 37, m 2. Trotoar sebagai salah satu fasilitas pejalan kaki mesti ada di setiap jalan dan saling terhubung dengan ruang publik lain agar pejalan kaki dapat berjalan dengan efisien. Salah satu penyebab trotoar masih sedikit di beberapa jalan di Kota Yogyakarta adalah infrastruktur yang belum memungkinkan. Ruas jalan yang sempit karena untuk pembuatan trotoar dibutuhkan ruang hingga 1,5 meter. Hal tersebut dijelaskan oleh Kabid Bina Marga Dinas Kimpraswil sebagai berikut. "Jalan yang belum memiliki saluran air bawah tanah juga tidak dapat dilengkapi dengan sarana trotoar jalan. Kalau dibuatkan trotoar, nanti saat akan membuat saluran air trotoar harus dibongkar lagi," jelas Kabid Bina Marga Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta Wijayanto ( diakses pada 24 januari WIB) Untuk menambah kenyamanan pejalan kaki di Kota Yogyakarta, di sepanjang jalan dan pinggir trotoar ditanami beberapa pohon. Penanaman pohon tersebut bertujuan untuk menghijaukan jalan, mengurangi efek pencemaran udara akibat padatnya transportasi dan melindungi pejalan kaki dari teriknya panas matahari. Berdasarkan data BLH, tahun 2012 terdapat

12 pohon yang ada di sepanjang jalan di Kota Yogyakarta. Selain itu, terdapat pergola yang terdapat di trotoar agar lebih melindungi pejalan kaki dari cuaca panas. Fasilitas pejalan kaki yang terdapat di Kota Yogyakarta memiliki banyak permasalahan sehingga aksesibilitas menjadi berkurang. Kondisi permukaan trotoar di Kota Yogyakarta 41% baik, 45% cukup baik dan 14% jelek. Dari 65 ruas jalan yang diamati banyak terdapat penghalang di trotoar yaitu 98,46% terdapat tiang listrik/telepon di trotoar jalan, 93,85% digunakan untuk parkir kendaraan dan 64,62% terdapat pot bunga dan 95,38% terdapat ancaman dari kendaraan bermotor, disebabkan banyak kendaraan bermotor menggunakan trotoar sebagai jalan untuk mereka (WALHI Yogyakarta, 2013). Jalur pejalan kaki disusun berdasarkan prinsip-prinsip agar pejalan kaki dapat berjalan kaki dengan nyaman. Untuk keamanan pejalan kaki sendiri, terdapat 50,77% trotoar di Kota Yogyakarta yang terdapat zebra cross dan 27,69% terdapat sinyal untuk pejalan kaki dengan hitungan mundur. Untuk kejelasan bagi pejalan kaki terdapat 73% ruas jalan yang terdapat sinyal di persimpangan dan 96,92% terdapat penerangan. Untuk kenyamanan 83,08% ruas jalan terdapat pohon pelindung agar pejalan kaki dapat berjalan dengan teduh (WALHI Yogyakarta, 2013).

13 64 Upaya pemenuhan prinsip-prinsip jalur pejalan kaki agar pejalan kaki dapat berjalan kaki dengan nyaman di Kota Yogyakarta. Fasilitas pejalan kaki di Kota Yogyakarta buruk karena terdapat alih fungsi ruang pejalan kaki di ruas-ruas trotoar. Alih fungsi tersebut kebanyakan digunakan untuk kegiatan berdagang Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Parkir. Selain itu, trotoar sering dibongkar karena adanya kegiatan galian kabel optik yang letaknya berada di bawah trotoar. Meskipun fasilitas pejalan kaki secara infrastruktur telah dipenuhi aspek-aspek kenyamanan, fungsi fasilitas pejalan kaki tidak berfungsi sebagaimana fungsinya. Pejalan kaki tidak dapat menggunakan fasilitas yang ada dengan rasa nyaman dan aman. 2. Deskripsi Data Penelitian Governance di Kota Yogyakarta berusaha memberikan jaminan kenyamanan pejalan kaki. Jaminan kenyamanan pejalan kaki dijamin dengan trotoar yang sesuai standar, bebas gangguan, bersih dan terdapat vegetasi peneduh. Dengan adanya pemberian jaminan tersebut, berjalan kaki di Kota Yogyakarta dapat dilakukan dengan nyaman. Peran masing-masing stakeholders, yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat, dalam governance saling berhubungan dan melengkapi sehingga tercipta kenyamanan bagi pejalan kaki. Berikut proses dan pelaksanaan governance dalam mewujudkan jaminan tersebut di Kota Yogyakarta.

14 65 a. Kepentingan Stakeholders dalam Tata Kelola Transportasi Dalam tata kelola transportasi terdapat beberapa aktor atau pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat. Masingmasing aktor ataupun stakeholders memiliki sudut pandang tersendiri dalam melihat posisi pejalan kaki dalam tata kelola transportasi. Berikut ini stakeholders yang terlibat dalam tata kelola transportasi yang merupakan bagian dari tiga domain governance. 1) Pemerintah Kota Yogyakarta Pemerintah Kota Yogyakarta merupakan aktor yang memiliki kewenangan formal dalam mengurusi wilayah Kota Yogyakarta dalam banyak aspek. Wewenang tersebut dalam bentuk penyediaan prasarana, pelayanan umum, pengawasan, regulasi dan lain-lain. Dalam pengelolaan transportasi, aktor yang lebih berwenang dalam mengurusi hal tersebut diwakili Dinas Perhubungan (Dishub) dan Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta. Pengelolaan transportasi yang dilakukan dengan penyediaan dan pengaturan moda transportasi, jalur perjalanan dan lain-lain seperti yang dijelaskan oleh Pak Azhar, Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Dishub Kota Yogyakarta sebagai berikut. Kebetulan di Kota Yogyakarta, dinas perhubungan hanya mengurusi transportasi darat. Jadi pemerintah

15 66 kota mempunyai komitmen bagaimana untuk pergerakan orang dan barang bisa bergerak dengan baik. Intinya itu. Nah turunan dari situ kan banyak, banyak yang kita kelola baik dari pengaturan jalur maupun pengaturan moda transportasi, baik dari kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor maupun yang mas sampaikan tadi yaitu pejalan kaki. (hasil wawancara 13 Desember 2013) Wewenang penyediaan fasilitas transportasi dijalankan oleh Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta. Fasilitas transportasi seperti jalan, jembatan, trotoar, penerangan jalan dan lain-lain. Fasilitas pejalan kaki (trotoar) dibuat dan dipelihara oleh Kimpraswil, kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan dan pemeliharaan trotoar seperti yang disampaikan oleh Pak Nugroho, Kepala Seksi Bangunan Pelengkap Jalan Kimpraswil sebagai berikut. Kita ada 3 kegiatan. Pertama, peningkatan yaitu dari jalan gak ada trotoar jadi punya trotoar. Kemudian pemeliharaan, pemeliharaan itu dipecah lagi jadi 2, yaitu periodik dan insedentil. Periodik itu yang kita lakukan rutin ya, pengecatan marka. Karena trotoar itukan disamping fasilitas pejalan kaki, dia itu juga digunakan untuk keamanan pejalan kaki. Supaya kalo kendaraan lalu lalang, pejalan kaki tetap aman. (hasil wawancara 22 November 2013) Di aspek lain, penggunaan trotoar di Kota Yogyakarta tidak hanya untuk pejalan kaki namun juga digunkakan untuk kepentingan lain. Oleh karena itu, pengawasan penggunaan fasilitas umum seperti trotoar dilakukan oleh Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang

16 67 lebih sering berdagang di atas trotoar oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Yogyakarta dan Pihak Kecamatan, penghijauan jalur pejalan kaki oleh Badan Lingkungan Hidup, dan Penataan kawasan khusus Malioboro oleh UPT Malioboro. 2) Swasta Swasta merupakan pihak yang berorientasi pada keuntungan. Pihak yang lebih sering berinteraksi dengan pasar. Pada kepentingan stakeholders ini diwakili oleh GIZ dan PT. Tugu Transjogja. a) GIZ (The German Organisation for International Cooperation) Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) / The German Organisation for International Cooperation (GIZ) adalah perusahaan nirlaba dari Negara Jerman. GIZ merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah jerman untuk membantu program negara-negara berkembang. Seperti yang diungkapkan oleh Yescha, Junior Staff GIZ SUTIP Yogyakarta sebagai berikut. GIZ itu sebenarnya private company. Jadi skemanya gini, jadi pemerintah jerman dari pajak masyarakat jerman sendiri ke kementrian ekonomi dan kementrian keuangan disana. Nah, di Jerman itu dananya itu dialokasikan kepada negara berkembang. GIZ ini salah satu

17 68 perusahaan yang menjadi mitranya pemerintah jerman dalam menyalurkan dana-dananya itu ke negara berkembang. Tapi disalurkannya bukan dalam bentuk donor, bukan dalam bentuk bantuan uang, bukan dalam bentuk barang, tapi dalam bentuk tenaga teknik. Jadi dalam bentuk implementasi project-project. Tenaga teknik yang mengimplementasikan project-project di negara-negara berkembang (hasil wawancara 10 Februari 2014) Kemudian penegasan bahwa GIZ tidak berorientasi profit dijelaskan sebagai berikut. Dalam bentuk company-nya sendiri, GIZ bukan private company. Jadi gak mengambil keuntungan profit. tapi memang perusahaan profesional yang membantu pemerintah jerman dalam menerapkan swadananya itu (hasil wawancara 10 Februari 2014) Untuk di Indonesia, GIZ bekerja sama dengan BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dan mengembangkan proyek SUTIP (Suistainanble Urban Transport Improvement Project) di tiga Kota (Palembang, Bogor dan Surakarta) dan satu Provinsi (Daerah Istimewa Yogyakarta). Di Yogyakarta, GIZ SUTIP memiliki beberapa proyek progresif yang telah dimulai sejak tahun 2008 yaitu: (1) Meningkatkan Zona Transportasi berkelanjutan di Malioboro, Godean dan Kotagede. (2) Perbaikan sistem transit.

18 69 (3) Pengelolaan parkir di seluruh kota. Proyek-proyek yang dilakukan GIZ SUTIP di Yogyakarta diharapkan akan membuahkan hasil seperti Bagian moda angkutan umum meningkat menjadi 40%, Layanan terhadap pejalan kaki dan kendaraan angkutan tidak bermotor meningkat, Emisi transportasi berkurang dan Lembaga usaha angkutan umum terbangun. b) PT Jogja Tugu Trans PT Jogja Tugu Trans sebagai perusahaan swasta operator operasional bus Transjogja. Awal terbentuknya Transjogja di Yogyakarta adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan bus umum. PT Jogja Tugu Trans merupakan konsorsium dari 5 koperasi yaitu Koperasi Aspada, Koperasi Kopata, Koperasi Pemuda, Koperasi Puskopkar dan Perum Damri. Transjogja merupakan layanan angkutan umum berjenis bus rapid transit (BRT) yang di-launching pada 2008 sebagai salah satu solusi permasalahan angkutan publik yang nyaman dan aman di Yogyakarta. Dalam mengoperasikan layanan Transjogja, PT Jogja Tugu Trans mengoperasikan 54 bus yang terdiri dari 34 Bus milik PT Jogja Tugu Trans dan 20 Bus milik PT AMI.

19 70 Untuk meningkatkan pelayanan Transjogja kepada masyarakat agar dapat melayani semua masyarakat, Transjogja menambah beberapa shelter fortable di beberapa titik. Namun, saat ini shelter fortable masih kurang dimanfaatkan masyarakat karena lebih sering digunakan untuk menurunkan penumpang daripada menaikkan penumpang. Penggunaan trotoar sebagai penempatan shelter juga diperhitungkan. Meskipun shelter Transjogja sebagian besar memakan trotoar, namun tetap harus disediakan ruang bagi pejalan kaki untuk berjalan kaki. Selain itu, di beberapa titik terdapat shelter fortable yang digunakan dan lebih sedikit memakan ruang pejalan kaki di trotoar. 3) Masyarakat Masyarakat yang berkepentingan di sini lebih dalam bentuk masyakarat terorganisasi seperti LSM, komunitas ataupun forum. Masyarakat dalam individu-individu lebih sulit untuk melihat keterlibatannya meskipun memiliki kepentingan yang serupa. Stakeholders dari pihak masyarakat diwakili oleh berikut. a) Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) merupakan sebuah jaringan kerja yang didirikan pada

20 71 tanggal 7 Oktober Jaringan kerja ini dipelopori oleh 3 organisasi non-pemerintah, yaitu Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lembaga Konsumen Hijau Indonesia (Lemkohi) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta. Jaringan kerja ini dinamakan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB). KPBB terbentuk karena advokasi penghapusan bensin bertimbal oleh organisasi nonpemerintah belum banyak dilakukan atau masih berskala kecil sehingga gemanya belum terdengar. Sehingga yang diperlukan saat itu adalah jaringan kerja antar lembaga masyarakat yang saling bahu membahu dan sinergis. KPBB lahir karena keprihatinan terhadap memburuknya kualitas udara, sehingga tersusun strategi penurunan pencemaran udara sektor transportasi yang mencakup lima aspek yaitu bahan bakar bersih, teknologi rendah emisi, manajemen lalu lintas dan transportasi, standar emisi dan penegakkan hukum. Untuk manajemen lalu lintas dan transportasi, KPBB mendorong pengelolaan transportasi berbasis kebutuhan atau TDM (transprort demand management) dengan mengedepankan transportasi tidak bermotor (jalan kaki

21 72 dan sepeda) dan angkutan umum massal. KPBB melaksanakan rangkaian kegiatan untuk mencapai komitmen pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam bentuk keputusan mengikat tentang kebijakan peningkatan kualitas udara. b) WALHI Yogyakarta WALHI Yogyakarta merupakan forum advokasi lingkungan hidup yang terdiri dari Organisasi non- Pemerintah (Ornop), Kelompok Pecinta Alam dan Organisasi Rakyat. WALHI Yogyakarta dalam melakukan advokasi lingkungan hidup didukung oleh 29 lembaga anggota, lebih dari 300 sahabat lingkungan dan 54 mitra kerja organisasi rakyat yang berasal dari berbagai latar belakang disiplin keahlian organisasi hukum, kesehatan lingkungan dan masyarakat, hutan, pertanian, lingkungan perkotaan, buruh, penegakan demokrasi dan HAM serta pemberdayaan masyarakat, manajemen sumber daya alam, Manajemen Bencana, budaya, pendidikan lingkungan, lembaga riset serta lembaga mahasiswa penggiat alam bebas. Dalam menjalankan kerja - kerja advokasi, WALHI Yogyakarta mempunyai visi Keadilan Lingkungan

22 73 Hidup adalah Hak Kita Semua dan misi organisasi sebagai berikut: (1) WALHI Yogyakarta Mendorong keterlibatan publik dalam pengelolaan ruang. (2) WALHI Yogyakarta Mendorong penyelamatan dan keberfungsian sumber sumber air. (3) WALHI Yogyakarta Mendorong kolektifitas dan kemandirian publik dalam PRB (4) WALHI Yogyakarta Mendorong penyelamatan sumber sumber pangan lokal (5) WALHI Yogyakarta Membangun kekuatan massa kritis dan WALHI Yogyakarta mempunyai Goal Terlindungi dan terjaminnya sumber penghidupan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan. Satu satu wilayah kerja WALHI Yogyakarta adalah daerah perkotaan. Kota sebagai pusat pemerintahan dan aktivitas masyarakat yang sangat kompleks merupakan daerah dengan perubahan ekologi yang sangat cepat. Permasalahan yang ada merupakan akibat dari aktivitas masyarakat yang tinggi, sehingga perlu adanya rencana pengelolaan lingkungan kota yang berkelanjutan.

23 74 Permasalahan lingkungan perkotaan yang ada bermacam macam, diantaranya masalah AMDAL, Tata Ruang, Sampah, Limbah dan Transportasi. Advokasi yang aktif dilakukan WALHI Yogyakarta di kawasan ini khususnya transportasi adalah menata sistem transportasi. c) Pedagang Kaki Lima (PKL) Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan komunitas masyarakat sektor informal yang berdagang di beberapa titik jalan, yang lebih sering bertempat di pinggir jalan ataupun di atas trotoar. Komunitas ini lebih sarat akan kepentingan ekonomi. Keberadaan PKL di kota Yogyakarta diatur dalam Perda No 26 Tahun 2002 Tentang Penataan PKL. Dalam perda tersebut diatur mengenai lokasi, perizinan dan tata cara pengajuan izin, hak, kewajiban dan larangan, fasilitas/pembinaan dan pengawasan. Kepentingan PKL terhadap fasilitas pejalan kaki lebih kepada lokasi berjualan, dimana dalam Perwal mengenai petunjuk teknis Perda Penataan PKL disebutkan lokasi-lokasi trotoar yang diperbolehkan oleh pemerintah kota untuk dipakai PKL berjualan.

24 75 b. Aturan yang Berlaku Mengenai Pejalan Kaki dan Fasilitasnya Pejalan kaki dan fasilitasnya diatur dalam beberapa aturan formal baik dari tingkat nasional hingga daerah. Berikut ini aturan yang menjadi acuan dalam pemberian fasilitas pejalan kaki dan pergerakannya. 1) UU 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur mengenai pergerakan lalu lintas, fasilitas dan sanksi-sanksi. Salah satu yang diatur adalah pejalan kaki. Berikut ini pasalpasal yang mengatur pejalan kaki dalam undang-undang tersebut. Pasal 25 (1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa: g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; Pasal 45 (1) Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: a. trotoar. b. lajur sepeda; c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki; d. Halte; dan/atau e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.

25 76 (2) Penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh: a. Pemerintah untuk jalan nasional; b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi; c. pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa; d. pemerintah kota untuk jalan kota; Pasal 93 (1) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: b. pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki; c. pemberian kemudahan bagi penyandang cacat; e. pemaduan berbagai moda angkutan; Pasal 106 (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.

26 77 Pasal 131 (1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. (2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan. (3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya. Pasal 132 (1) Pejalan Kaki wajib: a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan. (2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas. (3) Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain. Pasal 275 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas,

27 78 Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 284 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). 2) Perda No 26 Tahun 2002 tentang Penataaan PKL Perda ini mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi pedagang kaki lima (PKL) agar memperoleh izin dijelaskan

28 79 dalam Pasal 11 Peraturan Walikota Yogyakarta No 62 Tahun 2009 Tentang Perubaham Peraturan Walikota No 45 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kakilima, dimana perizinan tersebut dilimpahkan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) ke pihak kecamatan. Berikut tata cara mendapat izin berdagang untuk PKL di Kota Yogyakarta: 1) Memenuhi seluruh persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 4 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kakilima, yaitu: (1) Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota/Kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau Kartu Identitas Penduduk Musiman (KIPEM) Kota Yogyakarta; (2) Membuat surat pernyataan belum memiliki tempat usaha; (3) Membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga ketertiban, keamanan, kesehatan, kebersihan dan keindahan serta fungsi fasilitas umum. (4) Membuat surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan lokasi usaha apabila Pemerintah

29 80 Daerah akan mempergunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas tanpa syarat apapun; (5) Mendapatkan persetujuan dari pemilik/kuasa hak atas bangunan/tanah yang berbatasan langsung dengan jalan, apabila berusaha di daerah milik jalan dan atau persil; (6) Mendapatkan persetujuan dari pemilik/pengelola fasilitas umum, apabila menggunakan fasilitas umum; 2) Mengajukan permohonan dengan cara mengisi dengan lengkap, benar dan jelas, formulir yang telah disediakan kepada Camat, dengan dilampiri : (1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota/Kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau Kartu Identitas Penduduk Musiman (KIPEM) Kota Yogyakarta; (2) Pas photo terbaru, hitam putih ukuran 2 x 3 cm, sebanyak 5 lembar; (3) Surat pernyataan belum memiliki tempat usaha; (4) Surat pernyataan kesanggupan untuk melakukan bongkar pasang peralatan dan dagangan, menyediakan tempat sampah, menjaga ketertiban, keamanan, kesehatan, kebersihan dan keindahan serta fungsi fasilitas umum;

30 81 (5) Surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan lokasi usaha apabila Pemerintah Daerah akan mempergunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas tanpa syarat apapun; (6) Persetujuan dari pemilik usaha/ kuasa hak atas bangunan/ tanah yang berbatasan langsung dengan jalan, apabila berusaha di daerah milik jalan dan atau persil; (7) Surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan lokasi usaha kepada Pemerintah Daerah apabila pemilik usaha/ kuasa hak atas bangunan/ tanah yang berbatasan langsung dengan jalan akan mempergunakannya tanpa syarat apapun (bentuk format surat pernyataan kesanggupan sebagaimana tersebut dalam Lampiran II Peraturan ini); (8) Persetujuan dari pemilik/pengelola fasilitas umum, apabila menggunakan fasilitas umum. (9) Surat pernyataan kesanggupan untuk memasang daftar harga yang dapat diketahui oleh umum khusus bagi pedagang kakilima dengan jenis dagangan makanan dan minuman baik yang menggunakan dasaran atau tidak menggunakan dasaran dan atau menyediakan tempat untuk makan/ minum termasuk

31 82 lesehan (bentuk format surat pernyataan kesanggupan sebagaimana tersebut dalam Lampiran III Peraturan ini). (10) Melampirkan Sertifikat Laik Sehat yang masih berlaku dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta bagi pedagang kakilima dengan jenis dagangan makanan dan minuman kecuali makanan dan minuman kemasan yang terdaftar di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM). Setelah memenuhi syarat tersebut, PKL akan memperoleh hak dan kewajiban. salah satunya dengan menempati trotoar yang telah dizinkan dengan harus memberikan tempat (space) kepada pejalan kaki. 3) Perda No 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta Kawasan pedestrian di kota Yogyakarta terdapat dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta , jaringan pejalan kaki disebutkan dalam pasal 80 ayat 1-3 yaitu: (1) Penyediaan jalur pejalan kaki mengakomodasi kepentingan bagi kaum difabel,

32 83 (2) Jalan Mangkubumi, Jalan Malioboro, Jalan Ahmad Yani diarahkan untuk area khusus pejalan kaki (pedestrian) dan (3) Penghuni di area khusus pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kemudahan akses untuk melakukan aktivitas pengangkutan barang yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. 4) Perjanjian Kerjasama Nomor 07/Perj. YK/2012 Perjanjian tersebut antara Pemerintah Kota Yogyakarta dengan KPBB tentang peningkatan kota laik pejalan kaki di Kota Yogyakarta. Perjanjian tersebut berlaku mulai 2 Maret 2012 sampai 31 Desember Tujuan perjanjian tersebut adalah: a) Menganalisa kondisi lingkungan jalan dan trotoar di Kota Yogyakarta. b) Membangkitkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya isu peningkatan fasilitas pejalan kaki bagi kesejahteraan seluruh warga kota; c) Mengidentifikasi permasalahan kondisi eksisting fasilitas pejalan kaki dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kondisi fasilitas pejalan kaki.

33 84 c. Interaksi Stakeholders dalam Menjamin Kenyamanan Pejalan Kaki Kenyamanan pejalan kaki dapat dijamin dengan adanya fasilitas pejalan kaki yang layak dan berfungsi dengan baik. Untuk mewujudkan kenyamanan tersebut, berbagai stakeholders yang memiliki kepentingan terhadap pejalan kaki ataupun fasilitasnya membuat suatu interaksi sehingga tercipta kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut dilaksanakan dengan berbagai kegiatan yang merupakan governance sebagai berikut. 1) Kegiatan Kota Layak Pejalan Kaki Kegiatan ini berawal dari inisiatif KPBB yang menawarkan kerja sama kepada Pemerintah Kota Yogyakarta sehingga terbentuk perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan aspek keselamatan, keamanan, fungsi, ekonomi, dan kenyamanan fasilitas pejalan kaki di Yogyakarta. Ruang lingkup kegiatan Peningkatan Kota Laik Pejalan Kaki di Kota Yogyakarta sebagai berikut. a) FGD praktek berjalan kaki bagi 14 (empat belas) kecamatan. b) Survey kualitas pejalan kaki. c) Lomba foto aku membaca kota. d) Produksi bahan kampanye.

34 85 e) Pemetaan fasilitas pejalan kaki dan situasi disekitarnya f) Kampanye dan komunikasi masyarakat melalui media sosial, media cetak dan radio. g) Penyusunan Paper posisi dan Paper kebijakan terkait proses perubahan paradigma dan persepsi masyarakat tentang fasilitas pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor, serta keselematan pengguna jalan. h) Pelaporan dan dokumentasi. Kegiatan kota layak pejalan kaki dilakukan untuk mengingatkan bahwa budaya jalan kaki sebagai gaya hidup masyarakat modern yang pro lingkungan. Pejalan kaki tidak dilihat dalam tingkatan strata sosial di mana pejalan kaki adalah seluruh masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Ahmad Syafrudin, Direktur KPBB, berikut. Sesungguhnya semua orang adalah pejalan kaki, baik itu pengguna kendaraan bermotor maupun angkutan umum, baik itu orang kaya ataupun mereka yang kurang mampu, entah pejabat atau warga biasa, orang dewasaa maupun anak-anak, ungkap Ahmad Syafrudin, Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal KPBB kepada RRI-Jogja (rrijogja.co.id, diakses pada 27 Februari 2013 Pukul WIB) Kegiatan kota layak pejalan kaki melibatkan banyak pihak terutama pihak kecamatan, yang menjadi fokus daerah percontohan dari kegiatan tersebut, pedagang kaki lima, WALHI Yogyakarta, dan masyarakat umum. Keterlibatan

35 86 pihak-pihak tersebut diharapkan dapat membangun hubungan harmonis agar tercipta fasilitas pejalan kaki yang layak dan dapat berfungsi sebagaimana fungsinya. Salah satu dampaknya yaitu adanya penghormatan terhadap hak-hak pejalan kaki. Dalam kegiatan tersebut, WALHI Yogyakarta melakukan kajian dan kebijakan serta melakukan kampanye edukasi kepada masyarakat seperti yang disampaikan oleh Direktur WALHI Yogyakarta, Halik Sandera, sebagai berikut. Pertama melakukan kajian dan kebijakan terkait isu trotoar dan fasilitas publik yang menjadi menjadi masukan dari kajian itu. Dari kajian itu, bagaimana kita mendorong adanya kebijakan yang pro pejalan kaki. Pembenahan atau pembuatan fasilitas-fasilitas publik itu yang bisa diakses secara mudah, tidak hanya oleh masyarakat biasa tapi juga teman-teman difabel. Kedua, kami melakukan kampanye edukasi tentang fasilitas publik itu bagi masyarakat perkotaan sehingga kami melakukan pengorganisasian di masyarakat. Bagaimana masyarakat berperan aktif mendorong pemerintah memfasilitasi fasilitas-fasilitas publik diwilayahnya. (hasil wawancara 6 Desember 2013) Kegiatan yang dilakukan WALHI tersebut dengan riset terhadap masyarakat yang menggunakan fasilitas trotoar dan melakukan Forum Group Discussion (FGD) di empat belas kecamatan untuk mengetahui keinginan masyarakat di tingkat kecamatan dan kelurahan. Hasil yang diperoleh akan dijadikan bahan dasar rekomendasi untuk mendorong pemerintah kota membuat sebuah regulasi yang berpihak terhadap pejalan kaki.

36 87 Kegiatan kota layak pejalan kaki juga turut di-launching di Kecamatan Danurejan sebagai salah satu rangkaian kegiatan untuk mendorong adanya fasilitas pejalan kaki yang layak oleh KPBB dan WALHI Yogyakarta. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2012 yang dihadiri Camat Danurejan dan perwakilan PKL yang berjualan di Jalan Hayam Wuruk sisi timur yang menjadi daerah rintisan. Gambar 4. Kegiatan Launching Kawasan Rintisan Layak Pejalan Kaki di Kecamatan Danurejan Sumber: Dokumentasi Kecamatan Danurejan Penataan PKL pun dilakukan dengan melakukan perizinan pedagang kaki lima yang harus disetujui oleh camat dengan syarat bongkar pasang, kebersihan, ketertiban dan bersedia dipindahkan sewaktu-waktu. Perizinan sampai camat tersebut bertujuan agar pengawasan terhadap pedagang kaki lima menjadi lebih terpantau.

37 88 Dalam kegiatan Kota Layak Pejalan Kaki dimana Jalan Hayam Wuruk Danurejan didukung oleh PKL setempat dengan memberikan ruang bagi pejalan kaki yang merupakan kewajiban PKL. Selain itu, PKL setempat juga melakukan aksi bersih-bersih di Jalan Hayam Wuruk. Puluhan anggota Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Jalan Hayam Wuruk, Lumbung Utomo, melakukan aksi reresik atau bersih-bersih jalan. Terutama trotoar jalan sepanjang 1 kilometer. Ketua Paguyuban Lumbung Utomo, Junaidi mengungkapkan, aksi tersebut merupakan bentuk dukungan para pedagang untuk mewujudkan kawasan ramah pejalan kaki. "Kecamatan Danurejan bersama Walhi Yogyakarta sudah menetapkan Jalan Hayam Wuruk sebagai ramah pejalan kaki. Ini bentuk dukungan kami," tandasnya di sela aksi reresik yang digelar, Jumat (6/9/2013) pagi (krjogja.com, diakses pada 12 Desember 2013 Pukul WIB) Selain itu, Kegiatan Kota Layak Pejalan Kaki juga menyusun skenario pengembangan walkability di Kota Yogyakarta sehingga dapat benar-benar menjadi kota yang layak bagi pejalan kaki dalam beberapa tahun mendatang. Dengan berbagai hasil temuan dari FGD dan lain-lain tersusun Rencana Aksi Peningkatan Fasilitas Pejalan Kaki di Yogyakarta sebagai berikut. Tabel 9. Rencana Aksi Peningkatan Fasilitas Pejalan Kaki di Kota Yogyakarta OUT PUT RENCANA AKSI INDIKATOR PERIODE Baseline data kualitas fasilitas pejalan kaki Survey Laporan Survey yang 2011/2012 memberikan gambaran kualitas pejalan kaki Pemetaan Peta kondisi fasilitas pejalan 2011/2012

38 89 OUT PUT RENCANA AKSI INDIKATOR PERIODE Partisipasi masyarakat, key stakeholder dan decision makers Empowering kaki partisipasi masyarakat dalam peningkatan fasilitas pejalan kaki 2011/2012 Pendidikan Publik/Kampanye fasilitas pejalan kaki secara spontan oleh Pemerintah Kota pengambil kebijakan dalam peningkatan fasilitas pejalan kaki 2011/2012 Policy Paper Dialog Kebijakan kepentingan tentang hak-hak pejalan kaki pok kepentingan untuk memprioritaskan pejalan kaki dalam mengakses fasilitas pejalan kaki tentang peningkatan fasilitas pejalan kaki Position Paper Policy Paper 2011/2012 Rencana Pembangunan Kota dan APBD mengakomodasika n penerapan kebijakan peningkatan fasilitas pejalan kaki Formal/Informal meeting Media briefing esahan Regulasi tentang kebijakan peningkatan fasilitas pejalan kaki ses koordinasi untuk peningkatan fasilitas pejalan kaki alokasi anggaran dalam APBD untuk peningkatan fasilitas pejalan kaki tentang pentingnya peningkatan fasilitas pejalan kaki 2012/ /2013 tentang pentingnya peningkatan fasilitas pejalan

39 90 OUT PUT RENCANA AKSI INDIKATOR PERIODE Fasilitas pejalan kaki yang berkualitas sesuai dengan standar universal Alternatif Kawasan PKL dan Parkir Membangun Opini Publik Pembahasan Alokasi Anggaran Peningaktan Fasilitas Pejalan Kaki Perbaikan/Perawat an dan Penataan Membangun fasilitas pejalan kaki Memupuk kesadaran dengan pendidikan publik secara berkelanjutan kawasan PKL off street parking kaki Terbangunnya public pressure untuk mendorong dan mengawal kebijakan dan implementasi peraturan dalam peningkatan fasilitas pejalan kaki (design, perencanaan teknis, dll) terintegrasi dengan pembangunan system transportasi kota perbaikan /perawatan peningkatan fasilitas pejalan kaki memudahkan akses bagi pejalan kaki bangunan fasilitas pejalan kaki (konstruksi, cat, marka, dll) - benda, bangunan, perlengkapan jaringan telepon, listrik dll dari trotoar terbangun di seluruh jalan protokol (2012/2013, di jalan kelas... (2013/2014), di jalan pemukiman (2014/2015) pendidikan publik, kampanye publik dengan muatan menempatkan fasilitas pejalan kaki sebagai fasilitas umum untuk pejalan kaki efektif untuk menampung PKL sebagai konsekuensi relokasi PKL di trotoar seluruh jalan protokol (2012/2013, di jalan kelas... (2013/2014), di jalan 2012/ / / / / /2014

40 91 OUT PUT RENCANA AKSI INDIKATOR PERIODE pemukiman /kawasan pasar (2014/2015) off street parking guna merelokasi tempat parkir di trotoar seluruh jalan protokol (2012/2013, di jalan kelas... (2013/2014), di jalan pemukiman /kawasan pasar (2014/2015) Sumber: Position Paper Meningkatkan Kota Laik Pejalan Kaki di Yogyakarta 2) Rencana Pedestrianisasi Kawasan Malioboro Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Tahun disebutkan kawasan Malioboro akan dijadikan kawasan khusus pejalan kaki (pedestrian). Rencana tersebut mulai dijalankan oleh UPT Malioboro yang mempunyai wewenang untuk mengelola kawasan Malioboro. UPT Malioboro bertugas mengelola kawasan Malioboro agar dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat dan wisatawan yang berkunjung, terlebih kawasan Malioboro sebagai daerah pariwisata ikonik Yogyakarta. Rencana pedestrianisasi kawasan Malioboro telah mulai dijalankan secara bertahap oleh UPT Malioboro. Salah satu cara yang dilakukan yaitu melaksanakan Car Free Day (CFD) yang disebut Jogja Bugar setiap minggu pagi mulai dari daerah Ngejaman sampai kawasan Nol Kilometer.

41 92 Penutupan akses kendaraan bermotor setiap Minggu pagi ini juga untuk menampakkan kembali Malioboro yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan konsep pedestrian atau menjadikan Malioboro sebagai kawasan pejalan kaki. Mudah-mudahan nantinya akan ada respons positif dari warga, (harianjogja.com, diakses pada 27 Februari 2014 Pukul WIB) Selain itu, untuk menjaga kenyamanan dan ketertiban UPT Malioboro mempunyai petugas ketertiban Jokoboro agar kawasan Malioboro tetap nyaman dan tertib. Diakui oleh UPT Malioboro memang sebagian kesadaran masyarakat masih kurang untuk memberikan tempat bagi pejalan kaki terlebih saat Maliboro padat dan ramai. Di kawasan Malioboro sendiri telah dipasangi ramburambu pejalan kaki agar pengguna jalan menghormati pejalan kaki. Selain itu, di Malioboro terdapat Pelican Cross, yaitu tempat penyeberangan yang difasilitasi dengan lampu lalu lintas. Pejalan kaki dapat menggunakan pelican cross dengan memencet tombol dan menunggu lampu yang berwarna kuning menjadi merah agar dapat menyeberang jalan. Namun, fasilitas tersebut tidak dimaksimalkan dengan baik karena sebagian pelican cross tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

42 93 Gambar 5. Rambu-Rambu Pejalan Kaki di Kawasan Malioboro Sumber: Dokumentasi Peneliti (diambil pada 15 Januari 2014) Rencana kawasan pedestrian di Malioboro juga mendapat keberatan dari juru parkir yang takut akan kehilangan mata pencaharian. Menurut Pak Ahmad, Staf Divisi Ketentraman, Ketertiban dan Lalu Lintas UPT Maliboro menegaskan bahwa tidak ada penggusuran parkir dalam rencana pedestrian di Malioboro dan pihak UPT Malioboro terus berupaya memberikan sosialisasi agar tercipta kesepahaman semua pihak. Kawasan Malioboro yang menjadi salah satu proyek GIZ SUTIP membuat UPT Malioboro terbantu dengan adanya GIZ SUTIP seperti yang disampaikan oleh Pak Ahmad, Staf Divisi Ketentraman, Ketertiban dan Lalu Lintas UPT Maliboro, berikut.

43 94 Kalo swasta itu dari GIZ. GIZ ini konsultan yang akan mengubah Malioboro menjadi kawasan pedestrian. Sudah ada GIZ yang berkantor di sini bagaimana survei tata ruang kotanya, tata ruang letak bangunannya, bangunan yang dilindungi. Malioboro disinikan banyak bangunan-bangunan yang termasuk cagar budaya sehingga di sini memang GIZ dibutuhkan terus. Tingkat kepadatan arus lalu lintasnya per menit itu masuk Malioboro semua sudah dipikir semua (Hasil Wawancara 23 Januari 2014) GIZ memandang Malioboro harus didesain ulang sebagai 'koridor angkutan' yang diperuntukkan bagi pejalan kaki dan busway BRT (Bus Rapid Transit) saja. Malioboro diatur bagaimana kawasan tersebut menjadi nyaman untuk pejalan kaki dan angkutan umum tetapi tidak nyaman untuk kendaraan pribadi. Pengaturan tersebut diharapkan akan berjalan paralel agar penggunaan kendaraan pribadi yang masuk Malioboro akan berkurang. 3) Penyediaan Moda Angkutan Terintegrasi Pengelolaan transportasi di Kota Yogyakarta dilakukan dengan merombak sistem angkutan umum hingga peningkatan kapasitas / infrastruktur jalan, pembangunan jalan layang dan memperkuat angkutan massal. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi kemacetan di Kota Yogyakarta yang semakin padat. Cara lain yang dilakukan adalah dengan meneliti pola pergerakan masyarakat dan mengkolaborasikan dengan multimoda angkutan, yang kemudian dikombinasikan dengan

44 95 pejalan kaki, becak dan sebagainya. Seperti yang disampaikan Pak Azhar, Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Dishub Kota Yogyakarta, sebagai berikut. Jadi Kita meneliti pola pergerakan masyarakat itu sebagai fasilitasi dengan angkutan umum. Kedua, kita coba perbaiki SOP yang ada, SOP pelayanan angkutan umum yang baik itu seperti apa. Kemudian nanti akan masuk dalam sistem ticketing atau tarif ya. Jadi kita coba nanti kombinasi tiketnya sehingga dalam pergerakan mereka tidak terbebani. Ada polapola lain coba kolaborasi dengan multimoda. Jadi nanti ada feeder, kita combine dengan pejalan kaki, becak dan sebagainya (hasil wawancara 13 desember 2013) Penyediaan angkutan massal di Kota Yogyakarta terlihat dari kerja sama antara PT Jogja Tugu Trans dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) DIY. Interaksi lebih kepada pemerintah provinsi karena layanan transportasi Transjogja melayani daerah kota Yogyakarta dan daerah sekitar. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang masuk dari luar kota Yogyakarta. Sistem kerja sama yang dilakukan adalah sistem Buy The Service, yang dijelaskan sebagai berikut. Sebuah sistem yang berdasarkan pada kemitraan antara pemerintah dengan pihak swasta. Sistem ini terjadi ketika pemerintah membeli suatu jasa pelayanan tertentu secara grosir. Pihak swasta melakukan pelayanan jasa tertentu tersebut kepada masyarakat tanpa diperkenankan mengambil pembayaran dari masyarakat. Masyarakat membayar pelayanan publik tersebut kepada pemerintah.

45 96 (Yogyakarta.bpk.go.id, diakses pada 24 Februari 2014 Pukul WIB) Dengan sistem buy the service, Pemerintah membeli pelayanan Transjogja per km ke PT Jogja Tugu Trans yang saat ini menjadi Rp5.145 per kilometer (km) per bus. Selain itu, Standar Pelayanan Minimal (SPM) harus dipenuhi oleh PT Joga Tugu Trans. Di antaranya adalah standar pengemudi, standar operasionalisasi bus, standar bengkel perbaikan, dan standar administrasi. Kedepan PT Jogja Tugu Trans akan melakukan perbaikan layanan dengan pengadaan bus untuk memenuhi trayek, Pengadaan bus secara bertahap untuk pengganti armada yang lama, optimalisasi bus yang diganti secara bertahap untuk pelayanan angkutan feader dan wisata komuter, dan Pengembangan Jalur meliputi Wates, Kulon Progo, Godean, Kaliurang dan Bantul. Perbaikan tersebut juga sejalan dengan program pemerintah dimana akan adanya pergantian bus umum menjadi Transjoga pada tahun 2015 agar dapat memanusiakan penggunanya dengan pelayanan yang lebih baik. Kemudahan akses bagi pejalan kaki untuk jarak jauh dengan integrasi jalur pejalan kaki dan angkutan umum belum terlaksana dengan baik. Dalam kegiatan kota layak pejalan kaki yang dicanangkan di Kota Yogyakarta, salah satu yang

46 97 direncanakan yaitu berusaha mewujudkan integrasi intermoda, integrasi tersebut dengan memadukan jalur non-motorized transport (NMT) seperti becak dan andong, pejalan kaki, pesepeda dan angkutan umum. Integrasi tersebut diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi. Gambar 6 Integrasi Jaringan Pejalan Kaki dengan Jaringan NMT dan Angkutan Umum Sumber: Meningkatkan Kota Laik Pejalan Kaki di Kota Yogyakarta Position Paper Integrasi tersebut merupakan jangka panjang dari menyejahterakan pejalan kaki. Fasilitas pejalan kaki yang sudah nyaman akan ditunjang dengan keberadaan angkutan umum yang baik. Keberadaan dari angkutan integrasi tersebut penting karena mempengaruhi dari jumlah pejalan kaki itu sendiri.

47 98 Proyek GIZ SUTIP di Kota Yogyakarta lebih fokus kepada angkutan Transjogja. Program Perbaikan sistem transit dimana GIZ merekomendasikan sebuah sistem transit yang baru akan menggantikan semua bus kota yang ada. Sistem bus baru ini akan memiliki kapasitas mengangkut penumpang lebih banyak. Sistem tersebut akan didukung oleh beberapa daerah park and ride yang terintegrasi dengan TOD (Transit Oriented Development Pembangunan Berorientasi Transit). GIZ mendorong adanya kebijakan politik tentang penggunaan jalan dan kesepakatan bahwa pada beberapa jalan, hingga 50% ruang jalan perlu diberikan secara eksklusif untuk angkutan umum. Hal tersebut sebagai salah satu solusi untuk menyeimbangkan penggunaan jalan untuk mempertahankan mobilitas di dalam kota yang semakin macet. d. Kendala Pemberian Jaminan kenyamanan Pejalan Kaki Pemberian jaminan kenyamanan pejalan kaki tidaklah mudah untuk diberikan, terlebih dengan dominasinya kendaraan pribadi dan banyaknya masalah pejalan kaki yang melibatkan banyak pihak. Fasilitas trotoar yang secara fisik cukup memadai tetapi secara fungsi tidak layak. Kendala-kendala yang dihadapi yaitu tidak ada kesepahamanan antardinas terkait. Gangguan-gangguan yang sering tampak di trotoar adalah keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Keberadaan PKL di trotoar sebenarnya sah secara

48 99 hukum karena ada peraturan daerah (perda) yang mengaturnya yaitu Peraturan Daerah No 26 Tahun 2002 Tentang Penataan PKL. Hal tersebut disampaikan oleh mbak Evi, Staf kesekretariatan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Yogyakarta sebagai berikut. Dalam perda tersebut diatur bahwa pedagang kaki lima itu tidak dilarang, diperbolehkan tapi ditata. Penataannya, hanya penggal-penggal jalan yang diizinkan yang boleh untuk berdagang. Penggal-penggal jalan yang diizinkan yaitu jalan yang memiliki lebar trotoarnya minimal 1,5 meter. Kalo trotoar lebar kurang dari itu, otomatis tidak diizinkan. Dan pedagang kaki lima hanya diperbolehkan untuk menempati separuh dari trotoar itu sehingga ada space untuk pejalan kaki. (hasil wawancara 22 November 2013) Sedangkan di sisi lain, keberadaan PKL tersebut dianggap masalah oleh Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil). Pembuatan trotoar yang lebar ditakutkan akan menjadi lahan PKL berjualan. Permasalahan tersebut disampaikan oleh Pak Nugroho, Kepala Seksi Bangunan Pelengkap Jalan Kimpraswil Kota Yogyakarta, sebagai berikut. Kendala itu secara teknis kita sudah membuatkan trotoar dan sebagainya, tapi kan di lapangan ada PKL, ada rambu, atau kemudian utilitas lain seperti yang rame di koran kan, operator telepon yang pasang faber optik itu, gali-gali. Jadi kendalanya itu banyak ya, tapi itu diluar kewenangan kimpraswil. Kalo yang teknis itu kita, tapi PKL di perindagkoptan dan parkir di dishub. (hasil wawancara 22 November 2013)

49 100 Dari pernyataan di atas, tampak bahwa Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (kimpraswil) berkeinginan trotoar dipakai untuk pejalan kaki. Keberadaan-keberadaan hal-hal yang berkenaan diluar untuk kepentingan pejalan kaki dianggap gangguan/masalah. Perbedaan sudut pandang tersebut juga disampaikan Ibu Rina, Kepala Sub Bagian Perindang Jalan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta mengatakan bahwa dulu untuk menanam pohon di trotoar ataupun pinggir jalan ditolak oleh Dinas Kimpraswil karena dikhawatirkan akan merusak fisik trotoar. Namun, hal tersebut diatasi dengan adanya program penghijauan yang dicanangkan pemerintah kota. Tidak adanya satu tujuan tersebut juga berdampak dalam penegakkan perda. Untuk mengatasi gangguan-gangguan di trotoar, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah sebagai penyedia fasilitas pejalan kaki melakukan koordinasi dan komunikasi antardinas seperti yang diutarakan Pak Nugroho, Kepala Seksi Bangunan Pelengkap Jalan Kimpraswil Kota Yogyakarta, sebagai berikut. Ya kita koordinasi diantara perindagkoptan (PKL), bagaimanapun dia pelaku usaha meskipun itu mikro dan dari sisi wirausaha positif tapi dari tempatnya negatif. Jadi kita melihat dari porsi mana, masalah itu ada. Ya kita koordinasikan. Pembinaan parkir ada di dishub. Penertibannya ada di dinas ketertiban (hasil wawancara 22 November 2013)

50 101 Koordinasi juga dilakukan Dinas Perhubungan (dishub) untuk mengatasi parkir liar yang sering mengambil area trotoar seperti yang disampaikan pak Azhar, Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas, sebagai berikut. Gangguannya sebenarnya banyak ya, pedestrian di Jogja itu ada PKL tadi, ada parkir mungkin ya. Parkir ini sebenarnya parkir illegal ya, teman-teman di bidang parkir saya kira juga tidak pernah mengizinkan parkir di trotoar. Nah tinggal ke depan law enforcement-nya seperti apa. Law enforcement-nya itu kan dari pelanggaran perda itu menjadi ranah dinas ketertiban (hasil wawancara 13 Desember 2013) Dinas Ketertiban sebagai salah satu dinas yang secara teknis melakukan penegakkan perda dan paling sering disebut dalam penindakan gangguan di trotoar oleh dinas lain. Dinas ketertiban dalam mengawasi dan menertibkan tidak dapat bekerja sendiri di lapangan, khusus trotoar harus berkoordinasi dengan Disperindagkoptan dan dinas kimpraswil. Kami tidak bisa melakukan penertiban sendiri karena banyak hal yang perlu diperhatikan, seperti keberadaan pedagang kaki lima atau parkir kendaraan. Kami akan koordinasi dengan instansi yang berwenang, kata Kepala Dinas Ketertiban Kota Jogja, Nurwidi Hartana (Harianjogja.com, diakses pada 12 Januari 2014 Pukul WIB) Dalam mengawal dan mengawasi perda PKL dan gangguan lain agar trotoar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, Dinas Ketertiban bekerja sama dengan pihak kecamatan. Dinas ketertiban akan meletakkan beberapa polisi pamong praja (PP) yang di-bko-

51 102 kan (Bawah Kendali Operasi) di kecamatan sehingga dapat mengawasi pelaksanaan perda lebih terpantau. Rekomendasi yang diberikan dari KPBB dan WALHI Yogyakarta dari kegiatan kota layak pejalan kaki direspon oleh pemerintah kota dengan baik, namun masih ada beberapa kekurangan sehingga permasalahan pejalan kaki belum selesai seperti dikatakan oleh Mas Halik Sandera, Direktur WALHI Yogyakarta, sebagai berikut. Secara respon, ya mereka menerima dengan baik tapi secara implementasi memang tidak terlalu macek. Kita memang melihat ya pembangunan trotoar dengan guiding block, tapi kalo dilihat ternyata mereka tidak mempunyai pemahaman terhadap fungsi guiding block dan semacamnya. Misal guiding block dimentokkan ke tiang listrik. Adanya tumpang tindih program dari pihak lain, ada trotoar tapi ditaruh pot besar disitu. Artinya secara konsep pemahaman fungsi desain trotoar yang mudah diakses bagi pejalan kaki belum ada pemahaman dari pemerintah. (hasil wawancara 6 Desember 2013) Harapan dengan adanya kebijakan yang mengakomodasi pejalan kaki setelah adanya kegiatan ramah pejalan kaki pun akui belum ada titik terang seperti yang dikatakan Direktur WALHI Yogyakarta berikut. Kayaknya belum ya, saya juga belum mendapatkan update informasi terakhir mengenai kerja sama dengan teman-teman KPBB (komisi penghapusan bensin bertimbel) mendorong adanya kebijakan itu. Saya belum mendapat update secara jelas sampai mana ada sebuah kebijakan yang muncul terkait respon apa yang kita lakukan dalam advokasi-advokasi itu (hasil wawancara 6 desember 2013)

52 103 Kendala lain seperti pelayanan transportasi umum Transjogja belum dapat menarik jumlah massa yang banyak. Keadaan fisik bus Transjogja rusak ataupun dari segi efisiensi waktu masih sering terjadi keterlambatan. Keadaan tersebut membuat masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi dengan kelebihan ekonomis dan lebih cepat. Kendala lain adalah PKL yang berjualan di trotoar masih ada yang tidak memberikan space bagi pejalan kaki. PKL yang tidak memberikan space bagi pejalan kaki beralasan bahwa pejalan kaki jarang melewati trotoar tersebut meskipun di trotoar tersebut telah dipasangi guiding block bagi para difabel. Selain itu, masih adanya PKL tidak berizin yang menempati trotoar sebagai tempat berjualan. B. Pembahasan Kondisi transportasi di Kota Yogyakarta saat ini didominasi dengan kendaraan pribadi, menyebabkan sebagian pejalan kaki menjadi tidak nyaman dalam melakukan perpindahan tempat. Fasilitas pejalan kaki tidak semua ada di setiap jalan sehingga harapan adanya transportasi perkotaan yang ramah dan humanis sulit untuk diwujudkan. Padahal fasilitas pejalan kaki bertujuan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pejalan kaki dalam menyusuri jalan-jalan. Hierarki pengguna jalan yang semestinya memprioritaskan pejalan kaki tidak terjadi karena pengelolaan transportasi yang tidak mengakomodasi hak-hak pejalan kaki.

53 104 Kondisi tersebut mengakibatkan kenyamanan pejalan kaki sulit untuk diberikan. Pemberian jaminan kenyamanan pejalan kaki perlu dilakukan oleh semua pihak. Berdasarkan Sarana dan Prasarana Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Departemen Pekerjaan Umum, kenyamanan pejalan kaki dilihat dari jalur pejalan kaki yang memiliki lebar sesuai standar (minimal 1,5 meter), nyaman dilalui (tanpa gangguan), bersih dan terdapat vegetasi peneduh. Kenyamanan pejalan kaki seharusnya dapat dijamin. Jaminan tersebut di Kota Yogyakarta berusaha diwujudkan dengan adanya interaksi stakeholders dalam bentuk kesepakatan governance. Chemma (dalam Keban, 2008:38) menjelaskan governance adalah sistem nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, sosial, dan politik dikelola melalui interaksi antara masyarakat, pemerintah dan sektor swasta. Dalam pemberian jaminan kenyamanan pejalan kaki, stakeholders yang terlibat telah diwakili oleh tiga domain governance yaitu Pemerintah Kota Yogyakarta, swasta (GIZ dan PT Jogja Tugu Trans) dan masyarakat (KPBB, WALHI Yogyakarta, dan PKL). Keterlibatan domain-domain tersebut karena mereka memiliki kepentingan masingmasing yang ingin dijalankan.

54 105 Gambar 7 Governance dalam Jaminan Kenyamanan Pejalan Kaki Rubenstein (dalam Mirsa, 2012:64) mengatakan Prinsip struktur jalur pedestrian adalah dapat memberikan keamanan pejalan kaki dalam melakukan aktivitas dan melindungi dari gangguan kendaraan. Hal utama yang diperhatikan dalam pengembangan sirkulasi pejalan kaki adalah rasa aman, kenyamanan dan estetika. Salah satu yang dilakukan stakeholders adalah mewujudkan kenyamanan tersebut. Kontribusi tiap pihak akan berdampak terhadap posisi pejalan kaki dalam sistem transportasi sekarang. Berikut dinamika pelaksanaan governance, yang dilakukan stakeholders, dalam mewujudkan jaminan kenyamanan pejalan kaki di Kota Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. pejalan kaki ini sebenarnya telah diatur pada paasal 131 dan pasal 132 UU

Bab 1. Pendahuluan. pejalan kaki ini sebenarnya telah diatur pada paasal 131 dan pasal 132 UU Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia, peraturan bagi pejalan kaki ini sebenarnya telah diatur pada paasal 131 dan pasal 132 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA I. 2. Apakah tata kelola transportasi di Kota Yogyakarta sudah responsif terhadap kebutuhan masyarakat?

PEDOMAN WAWANCARA I. 2. Apakah tata kelola transportasi di Kota Yogyakarta sudah responsif terhadap kebutuhan masyarakat? PEDOMAN WAWANCARA I : Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Jalan Imogiri No. 1, Kota Yogyakarta Tata Kelola Transportasi 1. Bagaimana tata kelola transportasi yang telah berjalan di kota Yogyakarta? 2. Apakah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu dan transportasi daerah adalah satu kesatuan yang berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian di daerah-daerah

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan daerah pemukiman yang sifatnya sangat dinamis. Dari sifat awal yang sederhana hingga kompleks, menunjukkan bahwa kota terbentuk melalui suatu proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

Hak Pejalan Kaki di Indonesia Kendala dan Harapan. Andi Rahmah Masyarakat Transportasi Indonesia

Hak Pejalan Kaki di Indonesia Kendala dan Harapan. Andi Rahmah Masyarakat Transportasi Indonesia Hak Pejalan Kaki di Indonesia Kendala dan Harapan Andi Rahmah Masyarakat Transportasi Indonesia PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk kota diikuti dengan laju pertumbuhan penduduk miskin kota. Transportasi

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Urusan Pemerintahan : 2. 09 Urusan Wajib Bukan Pelayanan Dasar Perhubungan Organisasi : 2. 09. 01 DINAS PERHUBUNGAN Sub Unit Organisasi : 2. 09. 01. 01 DINAS PERHUBUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR RINCIAN APBD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa jalan

Lebih terperinci

KONSOLIDASI TRANSPORTASI PERKOTAAN

KONSOLIDASI TRANSPORTASI PERKOTAAN KONSOLIDASI TRANSPORTASI PERKOTAAN Disampaikan pada: Pertemuan Konsolidasi di Prov. BANGKA BELITUNG Pangkal Pinang 14 Oktober 2008 Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 1

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.19,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul. Jaringan, lalu lintas, angkutan, jalan. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.133,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. SPM. Angkutan Massal. Berbasis Jalan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 10 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORTATION

GREEN TRANSPORTATION GREEN TRANSPORTATION DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DIRJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Jakarta 2016 - 23 % emisi GRK dari fossil

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a. bahwa keamanan dan keselamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN... 6 BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG...

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa setiap pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ) yang memiliki banyak obyek wisata. Kota Yogyakarta terkenal dengan kebudayaan yang sangat khas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU Menimbang BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa kewenangan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 46 BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Profil Dinas Perhubungan 1. Sejarah Dinas Perhubungan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DI KABUPATEN BANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 9 TAHUN 211 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SALINAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa pengusaha

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG . BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA, DAN KOMUNIKASI KABUPATEN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN NN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan BAB I PENDAHULUAN Perkotaan merupakan suatu daerah yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi disertai dengan segala macam permasalahannya. Banyak permasalahan yang dapat dikaji dan diteliti mengenai

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2011 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN PEDAGANG

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DAN PRASARANA PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik,

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUKABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa melihat kondisi lalu lintas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keadaan

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci