Alamat: Jl. Pegangsaan Timur No.1, Menteng Jakarta Tlp: (021) , , Faks: (021) Website :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Alamat: Jl. Pegangsaan Timur No.1, Menteng Jakarta Tlp: (021) , , Faks: (021) Website :"

Transkripsi

1 1

2 PENYUSUN: Direktorat Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Alamat: Jl. Pegangsaan Timur No.1, Menteng Jakarta Tlp: (021) , , Faks: (021) Website :

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, KUMPULAN REGULASI TEKNIS (SK DIRJEN EBTKE) BIDANG BIOENERGI TAHUN 2013 ini dapat kami susun dan terbitkan. Buku kumpulan regulasi ini kami harapkan dapat dipergunakan sebagai panduan praktis bagi seluruh kalangan/ pemangku kepentingan yang bergerak dalam bidang bioenergi. Terkait pengembangan Bioenergi, Pemerintah melalui kementerian ESDM Cq Direktorat Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, akan terus mendorong pengembangan dan pemanfaatan Bioenergi, melalui kebijakan, regulasi dan program pengembangan yang lebih kondusif bagi semua pemangku kepentingan. Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih banyak kekurangan dan sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami akan terus memperbaiki diri dan mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan dan terbitnya buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan bioenergi sebagai pengganti energi fosil. Jakarta, Agustus 2013 Penyusun. i

4 DAFTAR ISI 1. KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE Nomor : 722 K/ 10/DJE/2013 Tentang : STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI Halaman : 1 dari KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE Nomor : 723 K/ 10/DJE/2013 Tentang : STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI Halaman : 7 dari KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE Nomor : 830 K/10/DJE/2013 Tentang : STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI TERESTERI- FIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG Halaman : 13 dari KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE Nomor : 902 K/10/DJE/2013 Tentang : PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM). Halaman : 18 dari KEPUTUSAN DIRJEN EBTKE Nomor : 903 K/10/DJE/2013 Tentang : STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG. Halaman : 30 dari 34 ii

5 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 722 K/ 10/DJE/2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI 1 dari 34

6 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 722 K/ 10/DJE/2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008, tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati ( Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembar an Negara Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152; 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (L embaran Negara Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4436); 4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; 5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M/2013 tanggal 25 Januari 2013; 7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; 2 dari 34

7 8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 10.Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; 11.Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 182/KEP/BSN/12/2012 Tentang Penetapan Revisi 2 (Dua) Standar Nasional Indonesia; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI ( BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI. KESATU : Menetapkan dan memberlakukan Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati ( Biofuel) Jenis Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal ini yang mengacu pada SNI 7390:2012. KEDUA : Bahan Bakar Nabati (Biofuel) jenis Bioetanol yang dipasarkan di dalam negeri sebagaimana diud dalam Diktum Kesatu dapat digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Jenis Bensin sampai dengan 10% dari total campuran. KETIGA : Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor K/10/DJM.S/2008 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 3 dari 34

8 KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 02 Mei 2013 Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Menteri Perindustrian; 3. Menteri Perdagangan; 4. Menteri Lingkungan Hidup; 5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 8. Kepala BPH Migas. 4 dari 34

9 Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor : 722 K/ 10/DJE/2013 Tanggal : 02 Mei 2013 STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SATUAN, NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATAN a) Min/Max 1 Kadar etanol b) ASTM D5501 atau Lihat bagian 11.1 SNI 7390: ,5 (setelah didenaturasi dengan denatonium benzoat), 94,0 (setelah didenaturasi dengan %-v, min. 2 Kadar metanol ASTM D5501 atau Lihat bagian 11.1 SNI 7390: Kadar air ASTM D1744 atau ASTM E203 atau Lihat bagian 11.2 SNI 7390: Kadar denaturan - Hidrokarb on atau - Denatoniu m Benzoat 5 Kadar tembaga (Cu) 6 Keasaman sebagai asam asetat ASTM D7304 atau IP 391 atau Lihat bagian 11.3 SNI 7390:2012 ASTM D1688 atau Lihat bagian 11.4 SNI 7390:2012 ASTM D1613 atau BS atau Lihat bagian 11.5 SNI 7390: dari 34 hidrokarbon) 0,5 %-v,. 0,7 %-v, %-v mg/l 0,1 mg/kg,. 30 mg/l,. 7 Tampakan pengamatan visual jernih dan terang, tidak ada endapan dan kotoran 8 Kadar ion klorida (Cl - ) ASTM D512 atau Lihat bagian 11.6 SNI 7390: mg/l,.

10 SATUAN, NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATAN a) Min/Max 9 Kandungan belerang (S) ASTM D2622 atau ASTM D5453 atau BS EN ISO atau Lihat bagian 11.7 SNI 50 mg/l,. 10 Kadar getah purwa dicuci (washed gum) 7390:2012 ASTM D381 atau Lihat bagian 11.8 SNI 7390:2012 5,0 mg/100ml,. a) Jika tidak diberikan catatan khusus, nilai batasan (spesifikasi) yang tertera adalah nilai untuk bioetanol yang sudah didenaturasi dan akan dicampurkan ke dalam bensin pada kadar sampai dengan 10%-v. b) FGE umumnya memiliki berat jenis dalam rentang 0,7936-0,7961 pada kondisi 15,56/15,56 C, atau dalam rentang 0,7871-0,7896 pada kondisi 25/25 C, diukur dengan cara piknometri atau hidrometri yang sudah sangat lazim diterapkan di dalam industri alkohol. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana 6 dari 34

11 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 723 K/10/DJE/2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI 7 dari 34

12 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 723 K/10/DJE/2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 10 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008, Tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati ( Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152; 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4436); 4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; 5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M/2013 tanggal 25 Januari 2013; 8 dari 34

13 7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; 8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 10.Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3675 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; 11.Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 182/KEP/BSN/12/2012 tentang Penetapan Revisi 2 (Dua) Standar Nasional Indonesia; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI. KESATU : Menetapkan dan memberlakukan Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal ini yang mengacu pada SNI 7182 : KEDUA : Bahan Bakar Nabati (Biofuel) jenis Biodiesel yang dipasarkan di dalam negeri sebagaimana diud dalam Diktum Kesatu dapat digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar sampai dengan 10% dari total campuran. 9 dari 34

14 KETIGA KEEMPAT : Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati ( Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 02 Mei 2013 Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Menteri Perindustrian; 3. Menteri Perdagangan; 4. Menteri Lingkungan Hidup; 5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 8. Kepala BPH Migas. 10 dari 34

15 Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor : 723 K/10/DJE/2013 Tanggal : 02 Mei 2013 STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS BIODIESEL NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATAN SATUAN, Min/Max 1 Massa jenis pada 40 C ASTM D-1298 atau ASTM D 4052 atau lihat bagian 9.1 pada SNI 7182: kg/m 3 2 Viskositas kinematik pd 40 C ASTM D-445 atau lihat bagian 9.2 pada SNI 7182: Angka setana ASTM D-613 atau ASTM D 6890 atau lihat bagian 9.3 pada SNI 7182: Titik nyala (mangkok tertutup) ASTM D-93 atau lihat bagian 9.4 pada SNI 7182: Titik kabut ASTM D-2500 atau lihat bagian 9.5 pada SNI 7182: Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 C) 7 Residu karbon dalam percontoh asli atau dalam 10 % ampas distilasi ASTM D atau lihat bagian 9.6 pada SNI 7182:2012 ASTM D 4530 atau ASTM D 189 atau lihat bagian 9.7 pada SNI 7182: Air dan sedimen ASTM D 2709 atau lihat bagian 9.8 pada SNI 7182: Temperatur distilasi 90 % ASTM D 1160 atau lihat bagian 9.9 pada SNI 7182: Abu tersulfatkan ASTM D-874 atau lihat bagian 9.10 pada SNI 7182: Belerang ASTM D 5453 atau ASTM D-1266, atau ASTM D 4294 atau ASTM D 2622 atau lihat 11 dari 34 2,3 6,0 mm 2 /s (cst) 51 Min 100 C, min 18 C, nomor 1 0,05 0,3 %-massa, 0,05 %-vol., 360 C, 0,02 %-massa, 100 mg/kg,

16 NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATAN bagian 9.11 pada SNI 7182:2012 SATUAN, Min/Max 12 Fosfor AOCS Ca atau lihat bagian 9.12 pada SNI 7182: Angka asam AOCS Cd 3d-63 atau ASTM D-664 atau lihat bagian 9.13 pada SNI 7182: Gliserol bebas AOCS Ca atau ASTM D-6584 atau lihat bagian 9.14 pada SNI 7182: Gliserol total AOCS Ca atau ASTM D-6584 atau lihat bagian 9.14 pada SNI 7182: Kadar ester metil lihat bagian 9.15 pada SNI 7182: Angka iodium AOCS Cd 1-25 atau lihat bagian 9.16 pada SNI 7182: Kestabilan oksidasi Periode induksi metode rancimat atau Periode induksi metode petro oksi EN atau lihat bagian pada SNI 7182:2012 ASTM D 7545 atau lihat bagian pada SNI 7182: mg/kg, 0,6 mg- KOH/g, 0,02 %-massa, 0,24 %-massa, 96,5 %-massa, min 115 %-massa (g-i2/100 g), menit Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana 12 dari 34

17 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 830 K/10/DJE/2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG 13 dari 34

18 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 830 K/10/DJE/2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008, Tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati ( Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang Standar Dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial Untuk Motor Diesel Putaran Sedang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tah un 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152); 2. Undang-Undang 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4746); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4436); 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M/2013 tanggal 25 Januari 2013; 6. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri; 8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, 14 dari 34

19 dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Bahan Bakar Lain; sebagai 9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG. KESATU : Menetapkan Standar Dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial Untuk Motor Diesel Putaran Sedang sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. KEDUA KETIGA KEEMPAT : Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial untuk Motor Diesel Putaran Sedang sebagaimana diud dalam Diktum Kesatu memiliki spesifikasi paling sedikit setara dengan bahan bakar Minyak Nabati Murni sesuai SNI 7431:2008. : Bahan Bakar Nabati Teresterifikasi Parsial untuk Motor Diesel Putaran Sedang sebagaimana diud dalam Diktum Kesatu dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik yang dicampur dengan Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar paling besar 50% dan dipanaskan dengan suhu C. : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 2013 Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana 15 dari 34

20 Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 4. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 5. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan; 6. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM; 7. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian ESDM; 8. Kepala BPH Migas. 16 dari 34

21 Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor : 830 K/10/DJE/2013 Tanggal : 17 Juni 2013 STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG NO 1 Angka asam 2 Kadar Fosfor PARAMETER UJI SATUAN, Min/Max mg-koh/g, mg/kg, 17 dari 34 PERSYARATAN 3 Kadar Air dan sedimen %-vol., 0,075* 4 5 Kadar Bahan tak tersabunkan Viskositas kinematik pd 50 C 6 Kadar Abu tersulfatkan %-berat, mm 2 /s (cst), %-massa, METODE UJI SNI 7431:2008 2,0 Sub Pasal ,0 36 0,02 7 Angka Penyabunan mg KOH/g Angka iodium 9 Titik nyala (mangkok tertutup) 10 Kadar Residu karbon g-i2/100 g, 115 C, min 100 %-massa, 11 Massa jenis pada 50 C Kg/m Angka setana Min Kadar Belerang %-massa, Sub Pasal 9.2 Sub Pasal 9.3, 9.4, dan 9.5 Sub Pasal 9.6 Sub Pasal 9.7 Sub Pasal 9.8 Sub Pasal 9.9 Sub Pasal 9.10 Sub Pasal ,4 Sub Pasal 9.12 Sub Pasal 9.13 Sub Pasal ,01 Sub Pasal 9.15 * Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen imum 0,01 %-berat Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana

22 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 902 K/10/DJE/ 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) 18 dari 34

23 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 902 K/10/DJE/2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan monitoring pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) di dalam campuran dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dilakukan untuk memastikan mandatori penggunaannya dilaksanakan dengan baik serta dana subsidi tersalurkan dan dimanfaatkan dengan benar; b. bahwa metode uji yang digunakan untuk mengukur kandungan BBN di dalam campuran dengan BBM merupakan faktor penting dalam menghasilkan data yang akurat sehingga harus seragam dan sudah tervalidasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang Petunjuk Teknis Uji Kadar Bahan Bakar Nabati (BBN) di Dalam Campuran Dengan Bahan Bakar Minyak (BBM); Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152; 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; 4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan 19 dari 34

24 Bahan Bakar Nabati ( Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M Tahun 2013 tanggal 25 Januari 2013; 6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain; 7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM). KESATU KEDUA KETIGA KEEMPAT : Memberlakukan Petunjuk Teknis Uji Kadar Bahan Bakar Nabati (BBN) di dalam Campuran dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal ini. : Petunjuk Teknis sebagaimana diud dalam Diktum KESATU merupakan acuan bagi lembaga/laboratorium uji yang melaksanakan kegiatan uji kadar Bahan Bakar Nabati (BBN) di dalam campuran dengan Bahan Bakar Minyak (BBM); : Lembaga/laboratorium uji sebagaimana yang diud dalam Diktum KEDUA harus sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk pengujian BBM; : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Juni 2013 Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, ttd Rida Mulyana 20 dari 34

25 Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Menteri Perindustrian; 3. Menteri Perdagangan; 4. Menteri Lingkungan Hidup; 5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 8. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM; 9. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM; 10. Kepala BPH Migas. 21 dari 34

26 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Nomor : 902 K/10/DJE/2013 Tanggal : 20 Juni 2013 PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI DALAM CAMPURANNYA DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) I. Umum A. Ruang Lingkup Petunjuk Teknis ini berisi metode-metode uji penentuan kadar BBN di dalam BBM, yaitu : 1. Penentuan kadar biodiesel EMAL/FAME (Ester Metil Asam Lemak / Fatty Acid Methyl Ester) di dalam minyak solar pada kadar sampai dengan 10 %-v/v, menggunakan kombinasi spektrometri inframerah pertengahan (mid infrared spectrometry) dan analisis angka penyabunan; 2. Penentuan kadar bioetanol di dalam gasohol (campuran bensin dengan bioetanol) pada kadar sampai dengan 10 %-v/v, yaitu metode ekstraksi dengan air. B. Ikhtisar Metode Uji 1. Penentuan Kadar Biodiesel di dalam Minyak Solar Spektrum absorpsi inframerah pertengahan dari satu bagian percontoh campuran biodiesel EMAL/ FAME dengan minyak solar direkam dengan spektrometer inframerah dan diukur absorbansi puncak tertingginya, yaitu pada bilangan gelombang cm -1. Percontoh yang sama juga dianalisis angka penyabunannya. 22 dari 34

27 Berdasarkan nilai absorbansi dan angka penyabunan yang diperoleh, kadar biodiesel EMAL/FAME kemudian dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan yang diberikan dalam lampiran ini. 2. Penentuan Kadar Bioetanol di dalam Gasohol Penentuan kadar bioetanol di dalam gasohol secara sederhana (Ekstraksi). Percontoh gasohol dikocok dalam gelas ukur dengan akuades untuk mengekstraksi bioetanol yang dikandungnya. Pengukuran volume fasa air sesudah ekstraksi menunjukkan kadar bioetanol di dalam gasohol tersebut. II. METODE UJI A. Penentuan Kadar Biodiesel di dalam Minyak Solar 1. Cara Pengambilan dan Penanganan Percontoh Percontoh diambil menuruti SNI : Petunjuk Pengambilan Contoh Cairan dan Semi Padat. Jika tidak langsung diuji, percontoh harus disimpan dalam wadah inert bertutup rapat dan di tempat/ruang yang gelap dan tidak panas. 2. Reagen-Reagen dan Bahan-Bahan 2.1. Asam khlorida 0,5 N yang sudah terstandarkan (normalitas eksaknya diketahui) Larutan 1,0 N kalium hidroksida di dalam metanol; larutkan 56,10 gram KOH p.a. ke dalam 500 ml metanol p.a. dan kemudian buat volume larutan menjadi 1 liter dengan penambahan metanol p.a.-nya. 23 dari 34

28 2.3. Larutan indikator fenolftalein 1%-b/v dalam etanol 95%-v. 3. Peralatan 3.1. Spektrometer inframerah bertipe dispersif atau interferometer (FTIR) yang mampu beroperasi dalam rentang bilangan gelombang dari sekitar 400 cm -1 sampai kira-kira 4000 cm -1, dengan tebal sel percontoh (cell path length) 1 mm dan dapat digunakan untuk mengukur campuran biodiesel EMAL/FAME dengan minyak solar pada kadar biodiesel 1 sampai dengan 10 %-v/v melalui penentuan absorbansi pada 1745 cm -1 atau 5,73 m Gelas ukur 50 ml berketelitian pengukuran 0,5 ml Pipet gondok (volumetric pipette) 20 ml Labu Erlenmeyer, kapasitas 250 ml dan berleher sambungan asah (N/S 24/40, 24/29 atau 29/32) Kondensor berpendingin udara dengan panjang minimum 65 cm (atau kondensor berpipa dalam lurus dan berpendingin air) yang ujung bawahnya bersambungan asah yang N/S-nya cocok dengan labu Erlenmeyer tersebut pada Bak pemanas air atau pelat pemanas yang temperatur atau laju pemanasannya dapat dikendalikan Dua buret berkapasitas 50 ml masing-masing untuk titran larutan asam dan basa. 24 dari 34

29 4. Pengukuran Absorbansi Inframerah Ikuti dengan seksama semua instruksi atau petunjuk di dalam manual yang diberikan oleh pabrik/perusahaan spektrometer inframerah yang digunakan dan ukur puncak absorbansi percontoh (yaitu campuran biodiesel dengan minyak solar) pada bilangan gelombang cm -1 atau panjang gelombang 5,73 0,02 m. 5. Prosedur Pengukuran Angka Penyabunan 5.1. Masukkan 20 ml percontoh (yaitu campuran biodiesel dengan minyak solar) yang akan dianalisis ke dalam sebuah labu Erlenmeyer 250 ml Tambahkan 20 ml larutan 1,0 N KOH metanolik dengan pipet gondok 20 ml atau buret 50 ml. Letakkan labu Erlenmeyer di atas pelat pemanas (atau di dalam bak pemanas), sambungkan/ pasangkan kondensor, alirkan air pendingin jika yang dipakai adalah kondensor berpendingin air, dan refluks isi labu secara pelahan selama 1 jam. Perhatikan bahwa selama refluks, cincin uap di dalam kondensor tidak boleh naik melampaui puncak kondensor (jika ini terjadi, analisis harus diulang) Sementara menunggu operasi refluks selesai, tambahkan 20 ml larutan 1,0 N KOH ke sebuah labu Erlenmeyer lain, bubuhi dengan beberapa tetes indikator fenolftalein, dan titrasi dengan larutan asam khlorida 0,5 N sampai warna 25 dari 34

30 merah jambu persis hilang. Catat volume titran yang dihabiskan dalam titrasi blanko Sesudah 1 jam operasi refluks usai, hentikan/singkirkan pemanasan dan biarkan isi labu sampai dingin Bilas kondensor dengan beberapa ml metanol, lepaskan kondensor dari labu, bubuhkan beberapa tetes indikator fenolftalein, dan titrasi isi labu dengan larutan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis hilang. Catat volume titran yang dihabiskan dalam titrasi contoh Hitung angka penyabunan percontoh yang diuji dengan rumus berikut (dalam mg -KOH/ml) : AP 56,10(Vtb V = V C tc )N HCl dengan : Vtb = volume titran yang dihabiskan pada titrasi blanko, ml. Vtc = volume titran yang dihabiskan pada titrasi contoh, ml. NHCl = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N. VC = volume percontoh bahan bakar (20 ml). 6. Penentuan Kadar Biodiesel EMAL/FAME Berdasarkan nilai absorbansi inframerah (bagian 4) dan angka penyabunan AP (bagian 5), hitung kadar biodiesel EMAL/FAME, dalam %-volume, dengan persamaan berikut : 26 dari 34

31 Keterangan : z = konsentrasi biodiesel (%-volume) y = nilai absorbansi x = angka penyabunan (mg KOH/g biodiesel) 7. Pelaporan Hasil Laporkan nilai %-volume biodiesel EMAL/FAME yang diperoleh dalam angka satu desimal terdekat. Hasil pengukuran tersebut dapat diterima jika masih berada dalam batas ketelitian berikut : V ± (4% x V), dengan V = persen volume biodiesel yang diharapkan. Contoh : jika V = 7,5%-volume, maka 7,5 ± (4% x 7,5), sehingga hasil pengukuran masih dapat diterima jika nilainya masih berada antara 7,2 7,8 %-volume. B. Penentuan Kadar Bioetanol di dalam Gasohol 1. Cara Pengambilan dan Penanganan Percontoh Percontoh diambil menuruti SNI : Petunjuk Pengambilan Contoh Cairan dan Semi Padat. Jika tidak langsung diuji, percontoh harus disimpan dalam wadah inert bertutup rapat dan di tempat/ruang yang gelap dan tidak panas. 2. Bahan dan Peralatan 2.1. Aquades secukupnya Gelas Ukur 100 ml berketelitian pengukuran 0,5 ml, dan bertutup asah Pipet ukur 10 ml. 27 dari 34

32 3. Prosedur Pengukuran Menggunakan Metode Ekstraksi dengan Air 3.1. Masukkan 100 ml gasohol yang diuji ke dalam sebuah gelas ukur 100 ml yang bertutup asah Pipet 10 ml akuades ke dalam gelas ukur Tutup gelas ukur erat-erat, kocok isinya selama 1 menit dan diamkan minimal selama 5 menit Baca volume lapisan bawah, dalam ml, seteliti mungkin Lakukan pengukuran paling sedikit 2 kali (duplo) dan beda pembacaan volume lapisan bawah pada kedua pengujian tersebut tidak lebih dari 0,5 ml. Ulangi pengukuran jika beda pembacaan hasil pengukuran lebih dari 0,5 ml Hitung nilai rata-rata volume lapisan bawah dari nilai-nilai yang diperoleh pada Peroleh %-volume etanol dalam gasohol dengan memasukkan hasil 3.6. ke dalam grafik pada Gambar dari 34

33 Gambar 1. Kurva kalibrasi penentuan kadar bioetanol dalam gasohol dengan cara ekstraksi oleh air. (Sumber : Fuel Ethanol Industry Guidelines, Specifications, and Procedures (US) Renewab le Fuels Association, December 2010, setelah diverikasi dan 3.8. Laporkan kadar bioetanol dalam gasohol hasil pengukuran dengan format satu angka di belakang koma dan ketelitian 0,5 %-volume. Contoh: 8,3 0,5 %-vol. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ttd Rida Mulyana 29 dari 34

34 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 903 K/10/DJE/ 2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG 30 dari 34

35 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI NOMOR : 903 K/10/DJE/ 2013 TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat 1 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Minyak Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional; 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta 31 dari 34

36 Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M/2013 tanggal 25 Januari 2013; 6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan Yang Dipasarkan di Dalam Negeri; 7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain; 8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; M E M U T U S K A N: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG. KESATU : Menetapkan dan memberlakukan Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Minyak Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang Yang Dipasarkan di dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal ini. 32 dari 34

37 KEDUA : Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Minyak Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang yang dipasarkan di dalam negeri sebagaimana diud pada Diktum Kesatu dapat digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) dari total campuran untuk bahan bakar motor diesel non otomotif dengan putaran sedang sampai dengan 1500 (seribu lima ratus) rpm. KETIGA : Bahan Bakar Jenis Minyak Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang sebagaimana diud pada Diktum Kedua wajib memenuhi standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang berlaku berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Migas. KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Juni 2013 Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, ttd Rida Mulyana Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Menteri Perindustrian; 3. Menteri Perdagangan; 4. Menteri Lingkungan Hidup; 5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 8. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM; 9. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM; 10. Kepala BPH Migas. 33 dari 34

38 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Nomor : 903 K/10/DJE/ 2013 Tanggal : 20 Juni 2013 STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG SATUAN, PERSYARA METODE UJI NO PARAMETER UJI Min/Max TAN SNI 7431:2008 mg-koh/g, 1 Angka asam 2,0 Sub Pasal Kadar Fosfor mg/kg, 10 Sub Pasal Kadar Air dan sedimen %-vol., 0,075* Sub Pasal 9.3, 9.4, dan Kadar Bahan tak tersabunkan %-berat, 2,0 Sub Pasal Viskositas kinematik pd mm 2 /s (cst), 50 C 36 Sub Pasal Kadar Abu tersulfatkan %-massa, 0,02 Sub Pasal Angka Penyabunan mg KOH/g Sub Pasal Angka iodium g-i2/100 g, 115 Sub Pasal Titik nyala (mangkok tertutup) C, min 100 Sub Pasal Kadar Residu karbon %-massa, 0,4 Sub Pasal Massa jenis pada 50 C Kg/m Sub Pasal Angka setana Min 39 Sub Pasal Kadar Belerang %-massa, 0,01 Sub Pasal 9.15 *Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen imum 0,01 %-berat Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, ttd Rida Mulyana 34 dari 34

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0

Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0 Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0 C 18:1 C 18:2 C 12:0 C 14:0 C 18:0 C 20:0 Kromatogram Metil Ester RBDPO C 18:1 C 18:2 C 16:0 C 14:0 C 18:0 C 12:0 Kromatogram Metil

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan LAMPIRAN 63 LAMPIRAN Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat biji karet dan biji jarak pagar 1. Kadar air ( AOAC 1999) Metode pengukuran kadar air menggunakan metode oven. Prinsip pengukuran kadar air ini

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BERITA NEGARA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA No.1067, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Bahan bakar Nabati. Biofuel. Pemanfaatan. Tata Niaga. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui kandungan minyak biji nyamplung (Callophyllum inophyllum L) dan kapuk randu (Ceiba

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

a. Kadar Air (SNI) ), Metode Oven b. Kadar Abu (SNI ), Abu Total

a. Kadar Air (SNI) ), Metode Oven b. Kadar Abu (SNI ), Abu Total LAMPIRAN 35 Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar a. Kadar Air (SNI) 01-2891-1992), Metode Oven Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1-2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

Nomor : 01/SOP/DEB.02/2012 Tanggal : 14 Agustus 2012 Unit Eselon II : Direktorat Bioenergi Revisi : 00

Nomor : 01/SOP/DEB.02/2012 Tanggal : 14 Agustus 2012 Unit Eselon II : Direktorat Bioenergi Revisi : 00 STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PEMBERIAN IZIN USAHA NIAGA BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) Nomor : 01/SOP/DEB.02/2012 Tanggal : 14 Agustus 2012 Unit Eselon II : Direktorat Bioenergi Revisi : 00 I. Tujuan

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif

Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif Hasil Pengujian Tegangan Tembus : Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif ASTM D3487 Minyak Zaitun 60 60 54 Minyak kanola 27 36 30 Minyak Jagung 28 34 29 >30 Minyak Kedelai 30 48

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si DAFTAR HALAMAN Manual Prosedur Pengukuran Berat Jenis... 1 Manual Prosedur Pengukuran Indeks Bias... 2 Manual Prosedur Pengukuran kelarutan dalam Etanol... 3 Manual

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Pupuk SP-36 SNI

Pupuk SP-36 SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk SP-36 ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Syarat

Lebih terperinci

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN Tugas Akhir / 28 Januari 2014 PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN IBNU MUHARIAWAN R. / 1409100046

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N. Lampiran 1 Prosedur uji asam basa dan Net Acid Generation (Badan Standardisasi Nasional, 2001) A. Prinsip kerja : Analisis perhitungan asam-basa meliputi penentuan potensi kemasaman maksimum (MPA) yakni

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

Pupuk amonium klorida

Pupuk amonium klorida Standar Nasional Indonesia Pupuk amonium klorida ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin

Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin 1. Uji Standar untuk Bilangan Asam (SNI 04-7182-2006) Sampel alkil ester ditimbang 19 21 + 0,05 g ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

Pupuk super fosfat tunggal

Pupuk super fosfat tunggal Standar Nasional Indonesia Pupuk super fosfat tunggal ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER Muhammad Agus Sahbana 1), Naif Fuhaid 2) ABSTRAK Biodiesel merupakan bahan

Lebih terperinci

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2015 KEMEN ESDM. Bahan Bakar Nabati Pembiayaan Badan Pengelola. Kelapa Sawit. Pemanfaatan. Penyediaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas. 1. Kadar Air (SNI )

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas. 1. Kadar Air (SNI ) LMPIRN Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas 1. Kadar ir (SNI 01-3555-1998) 38 Sebanyak 2-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di Laboratorium Kimia dan Biokimia, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun Kembangan, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

Pupuk tripel super fosfat plus-zn

Pupuk tripel super fosfat plus-zn Standar Nasional Indonesia Pupuk tripel super fosfat plus-zn ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI

BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI BAB VII IMPLEMENTASI, VALIDASI DAN VERIFIKASI 7.1 Implemetasi Sistem SINKUAL-BIODIESEL dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan pada bagian pengedalian kualitas (quality control) yang diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam 1. Penyulingan Minyak Nilam a. Daun nilam ditimbang dalam keadaan basah

Lebih terperinci

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: BAB V METODELOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: 1. Analisa Fisik: A. Volume B. Warna C. Kadar Air D. Rendemen E. Densitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka LAMPIRAN A PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring cair yaitu: 1. Pembuatan Larutan KOH 10% BM KOH = 56, -- 56 /

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 100%

Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 100% LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992), Metode Oven Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA FISIK DAN KIMIA BBM PERTAMINA Data Fisik dan Kimia tiga jenis BBM Pertamina diperolah langsung dari PT. Pertamina (Persero), dengan hasil uji terakhir pada tahun

Lebih terperinci

SEMINAR KAJIAN TEKNIS DAN UJI PEMANFAATAN BIODIESEL (B20) PADA KENDARAAN BERMOTOR DAN ALAT BERAT

SEMINAR KAJIAN TEKNIS DAN UJI PEMANFAATAN BIODIESEL (B20) PADA KENDARAAN BERMOTOR DAN ALAT BERAT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL SEMINAR KAJIAN TEKNIS DAN UJI PEMANFAATAN BIODIESEL (B20) PADA KENDARAAN BERMOTOR DAN ALAT BERAT PUSAT PENELTIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 20 13 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Pupuk kalium sulfat SNI

Pupuk kalium sulfat SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk kalium sulfat ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI JENIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD) PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD) LEILY NURUL KOMARIAH, ST.MT JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SRIWIJAYA Jl. Raya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu STIP-AP PRODI TPHP MEDAN. Waktu penelitian 5 bulan dari Maret sampai Juli 2017. 3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci