BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam negeri 1.071,1 triliun. Penerimaan tahun lalu didominasi oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam negeri 1.071,1 triliun. Penerimaan tahun lalu didominasi oleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menjamin kelangsungan pembiayaan pembangunan nasional, pajak menjadi salah satu tumpuan sektor penerimaan Negara. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran tahun 2013 penerimaan dalam negeri 1.071,1 triliun. Penerimaan tahun lalu didominasi oleh pendapatan pajak dalam negeri yang mencapai 1.024,8 triliun sisanya berasal dari pendapatan pajak perdagangan internasional yang mencapai 46,3 triliun. Dari dalam negeri, penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh) non migas yang mencapai 413,9 triliun. Sumber pemasukan terbesar lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai yang mencapai 383,4 triliun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2013 mematok target penerimaan negara sebesar Rp 1.148,4 triliun. Dengan realisasi sementara tersebut, penerimaan pajak sepanjang 2013 hanya mencapai 93,4% dari target. Penerimaan pajak sebagai persentase terhadap total penerimaan dalam negeri harus meningkat tiap tahun. Di lain pihak, bagi dunia usaha, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursement) tanpa diperoleh imbalan secara langsung. Dengan demikian, perusahaan harus dapat memanfaatkan penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien. Salah satu cara untuk melakukan tindakan efektivitas dan efisiensi adalah dengan 1

2 2 mengelola kewajiban perpajakan secara baik dan benar sehingga dapat menghindari adanya pemborosan sumber daya perusahaan sebagai akibat dari pengenaan sanksi administrasi pajak yang berupa denda, bunga, dan kenaikan pajak. Untuk menekan pemborosan pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan manajemen pajak, yaitu upaya pemenuhan kewajiban, pengkoordinasian dan pengawasan mengenai perpajakan, sehingga beban yang harus ditanggung perusahaan dapat diminimalkan guna memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan, tanpa harus melanggar undang-undang yang berlaku. Upaya meminimalisasi pajak tersebut sering disebut dengan teknik tax planning, yaitu upaya pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal. Pertimbangan untuk berlaku jujur dan membayar pajak secara efisien yang mendorong Wajib Pajak menyusun perencanaan pajak pertambahan nilai (tax planning) melalui penghindaran pajak (tax avoidance). Berbeda dengan penyelundupan pajak (tax evasion) yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, penghindaran pajak itu sendiri merupakan perbuatan legal yang menggunakan loopholes dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai hal yang positif untuk efisiensi pembayaran pajak. Sesungguhnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak terdapat perbedaan yang fundamental, akan tetapi kemudian perbedaan tersebut menjadi kabur, baik secara teori maupun aplikasinya. Secara konseptual, justru dalam

3 3 menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak, kesulitannya terletak pada penentuan perbedaannya, akan tetapi berdasarkan konsep perundang-undangan, garis pemisahnya adalah antara melanggar undang-undang (unlawfull) dan tidak melanggar undang-undang (lawfull). Para perencanaan pajak hendaknya bersikap lebih hati-hati agar perbuatan penghindaran pajaknya tidak dianggap sebagai berpartisipasi, membantu atau sekongkol dalam perbuatan yang dapat dianggap sebagai penyelundupan pajak (tindak pidana fiskal). Pengetahuan memadai bagi perusahaan merupakan langkah penting dalam perencanaan pajak karena berguna dalam menentukan celah-celah (loopholes) yang menguntungkan. Tindakan ini dimungkinkan, karena bagaimanapun lengkapnya suatu undang-undang belum tentu mampu mencakup semua aspek yang diinginkan. Selain itu, yang juga penting untuk diperhatikan dalam membuat suatu perencanaan pajak adalah penerapan praktik-praktik akuntansi yang sehat dengan menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum. Berdasarkan pola pemikiran diatas akan dibahas dalam skripsi Analisis Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning) untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan pada CV F2 Berkarya Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian diatas, permasalahan yang diangkat untuk dibahas pada skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut Apakah

4 4 penerapan tax planning untuk pajak penghasilan badan pada CV F2 Berkarya sudah efisien? 1.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan tax planning dapat mengefisienkan pajak penghasilan pada perusahaan yang diteliti Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh sejumlah manfaat sebagai berikut: 1. Akademik Memperluas wawasan mengenai penerapan perencanaan pajak. 2. Perusahaan Sebagai bahan pertimbangan didalam menyikapi fenomena tax planning, khususnya didalam meminimalkan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). 3. Masyarakat Umum Dapat memberikan gambaran dan masukan dalam melakukan penelitian dalam bidang permasalahan yang sama.

5 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pengertian Pajak Menurut beberapa ahli dalam buku Waluyo (2011 : 2), pengertian pajak adalah sebagai berikut: 1. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum; 2. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong menyatakan: Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi di atas tampak istilah dipaksakan karena bertitik tolak pada istilah iuran wajib. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan pajak; 3. Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S. H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990 : 5) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada kas negara 56

6 6 berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa pajak adalah suatu iuran yang harus dibayar setiap warga negara yang bersifat memaksa karena telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang yang dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan hasil pembayaran pajak yang Wajib Pajak lakukan tidak langsung terlihat hasilnya Undang-Undang Perpajakan Menurut Sumarsan (2013 : 10) dalam undang-undang pajak diatur mengenai hal-hal yang telah dipilih dalam kebijakan perpajakan yang menyangkut Subyek Pajak, Obyek Pajak, Tarif Pajak dan Prosedur Perpajakan yang dituangkan dalam dua jenis ketentuan hukum. 1. Hukum Pajak Materiil Hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak. 2. Hukum Pajak Formal Hukum pajak yang dalam mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan. Yang memuat hukum pajak formal yaitu : a. Tata cara penetapan utang pajak.

7 7 b. Hak-hak fiskus untuk mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang dapat menimbulkan hutang pajak. c. Kewajiban Wajib Pajak sebagai contoh penyelenggaraan pembukuan, pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dan banding Fungsi Pajak Melihat dari beberapa definisi beberapa ahli, menurut Siti resmi (2011), yaitu: 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak. 2. Fungsi Regulerend (Fungsi Pengatur) Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

8 8 b. Tarif Pajak Progresif dikenakan atas penghasilan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, hal ini dilakukan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa Negara Jenis-Jenis Pajak Menurut Resmi (2008 : 7-9) berbagai macam jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Jenis pajak menurut golongannya dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Beban pajak ini dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) 2. Jenis pajak menurut sifatnya dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Pajak subyektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subyeknya. Contoh: pajak penghasilan (PPh) dengan memperhatikan

9 9 keadaan pribadi wajib pajak (status pernikahan, jumlah anak atau tanggungan lainnya), kemudian barulah menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. b. Pajak obyektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan keadaan pribadi subyek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. 3. Jenis pajak menurut lembaga pemungutnya dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) antara lain: Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. Sedangkan, Pajak Daerah tingkat II (Kabupaten/Kotamadya), antara lain: Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame.

10 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Sumarsan (2013 : 14), sistem pemungutan pajak dibagi atas 3 (tiga) macam yaitu : a. Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. b. Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. c. Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang Syarat-Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011 : 2) syarat pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Syarat Keadilan Syarat berlandaskan tujuan hukum yaitu untuk mencapai keadilan serta untuk tujuan pemungutan yang adil.

11 11 b. Syarat Yuridis Syarat pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang dan merupakan jaminan hukum serta pembayaran pajak yang harus diimbangi dengan kemampuan membayar Wajib Pajak tersebut. c. Syarat Ekonomis Syarat pemungutan pajak harus seimbang antara kehidupan ekonomis dan tidak menganggu aktifitas kegiatan produksi maupun perdagangan. d. Syarat Finansial Syarat pemungutan pajak yang dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Syarat Sederhana Syarat pemungutan pajak yang dalam sistem pemungutannya sederhana akan memudahkan serta mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan Asas Pengenaan Pajak Menurut Sumarsan (2013 : 11), asas utama yang digunakan oleh negara sebagai landasan dalam mengenakan pajak adalah : 1. Asas Domisili Berdasarkan asas ini negara memungut pajak atas penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh orang pribadi apabila suatu wajib pajak atau badan berkedudukan di negara tersebut.

12 12 2. Asas Sumber Asas yang berdasarkan negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan. 3. Asas Kebangsaan Asas yang berdasarkan pengenaan pajak terhadap status kewarganegaraan dari orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu hasil pembaharuan perpajakan (tax reform), yakni melalui Undang-Undang Republik Indonesia No 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undangundang No 36 tahun Undang-undang Pajak Penghasilan ini hanya mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang bersifat materiil, sedangkan ketentuan-ketentuan yang bersifat formal diatur tersendiri dalam Undang-undang No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana diperbaharui menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No 16 tahun 2009 yang berlaku sampai saat ini. Mengacu pada Undang-undang No 16 tahun 2009, dapat dikatakan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan baik penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau perorangan maupun badan yang berada di dalam negeri dan atau di luar negeri yang terhutang selama tahun pajak.

13 13 Pajak penghasilan mengatur mengenai pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak selama satu tahun pajak sehingga semua penghasilan yang diterima oleh perseorangan maupun badan selama satu tahun pajak akan dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan. Jenis-jenis pajak penghasilan antara lain : a. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. b. Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan impor atau kegiatan usaha dibidang lain. c. Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subyek dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. d. Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang dapat

14 14 dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri. e. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bukan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahun pajak penghasilan. f. Pajak Penghasilaan Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia Subyek Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang No 36 tahun 2008, pasal 2 disebutkan bahwa : 1. Yang menjadi subyek pajak adalah : a. 1. Orang pribadi; 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak b. badan; dan c. bentuk usaha tetap. 1a. Bentuk usaha tetap merupakan subyek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subyek pajak badan

15 15 2. Subyek pajak dibedakan menjadi subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri 3. Subyek pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. badan yang didirikan atau bertempatkedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 4. Subyek pajak luar negeri adalah : a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

16 16 b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia 5. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. gudang; h. ruang untuk promosi dan penjualan; i. pertambangan dan penggalian sumber alam; j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

17 17 k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas o. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. 6. Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya Obyek Pajak Penghasilan Mardiasmo (2009 : 133), menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

18 18 a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan atau penghargaan; c. Laba usaha d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang g. Dividen h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak i. Sewa dan penghsilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. Premi asuransi o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

19 19 q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah r. Imbalan bunga s. Surplus Bank Indonesia Tarif Pajak Penghasilan KetentuanUU PPh pasal 17 ayat (1), besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sebagai berikut: a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp (lima puluh Tarif Pajak 5% (lima persen) juta rupiah) Diatas Rp (lima puluh juta rupiah) 15% (lima belas persen) sampai dengan Rp (dua ratus lima puluh juta rupiah) Diatas Rp (dua ratus lima puluh 25% (dua puluh lima persen) juta rupiah) sampai dengan Rp (lima ratus juta rupiah) Diatas Rp (lima ratus juta 30% (tiga puluh persen) rupiah)

20 20 b. Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT Tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif PPh tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku tahun pajak Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan dibursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a yang di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sampai dengan 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan 4,8 miliar (Pasal 31 E UU PPh) Penghasilan Kena Pajak Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang adalah Penghasilan Kena Pajak (PhKP) yang bersumber dari laporan keuangan Wajib Pajak (laporan laba rugi/profit and loss statement). Penghasilan Kena Pajak dihasilkan dari

21 21 laba sebelum pajak dan penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan diperoleh dari koreksi fiskal atas laba sebelum pajak yang berasal dari laporan laba rugi wajib Pajak. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam mendapatkan Penghasilan Kena Pajak terlebih dahulu penghasilan neto setelah koreksi diperkurangkan lagi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak Pengenaan Pajak Penghasilan di bebankan terhadap semua Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi dalam negeri, maka penghasilan nettonya dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012, sebagai berikut : a. Rp ,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. b. Rp ,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. c. Rp ,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami. d. Rp ,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan garis lurus

22 22 serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang setiap keluarga Perhitungan Pajak Terutang Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, dibedakan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri pada dasarnya untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak yaitu perhitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan. Menurut ketentuan UU PPh pasal 14, Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brotonya di bawah Rp ,00 (enam ratus juta) diperkenankan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto berdasarkan pencatatan. Orang pribadi yang berada di Indonesia untuk jangka waktu secara berturut-turut yang lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dianggap sebagai Wajib Pajak dalam negeri, dan wajib memenuhi kewajiban dan haknya selaku Wajib Pajak dalam negeri. Wajib Pajak yang meninggalkan Indonesia untuk jangka waktu yang tidak lebih dari 1 (satu) tahun, masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan masih dikenakan pajak di Indonesia. Pejabat diplomatik dan Pegawai kedutaan Republik Indonesia, yang karena jabatannya berada di luar Indonesia, masih merupakan Wajib Pajak dalam negeri, sebab berdasarkan asas eksteritorialitas, mereka dianggap bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, dan wajib pula membayar pajak penghasilan apabila penghasilannya melebihi penghasilan tidak kena pajak. Sebaliknya, Wakil-wakil Diplomatik atau Konsuler Asing yang bertempat tinggal di Indonesia, bukan

23 23 merupakan Wajib Pajak dalam negeri, berdasarkan asas eksteritorilitas tersebut. Soemitro (1986 : 93-94) mendefinisikan WajibPajak luar negeri merupakan subjek pajak luar negeri yang memperoleh atau menerima penghasilan yang berasal dari wilayah Republik Indonesia atau yang mempunyai kekayaan yang terletak di wilayah Republik Indonesia. Wajib Pajak luar negeri hanya dikenakan pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh atau berasal dari (sumber-sumber yang ada di) wilayah Republik Indonesia Manajemen Pajak Suandy (2008 : 6), mendefinisikan Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Suandy (2008 : 6), tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsifungsi manajemen pajak yang terdiri dari : 1. Perencanaan Pajak (Tax Planning) 2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) 3. Pengendalian Pajak (Tax Control) Pengertian Perencanaan Pajak Tax planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat

24 24 diseleksi jenis tindakan penghematan yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak adalah suatu usaha pengurangan beban pajak dengan tetap mematuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan, seperti memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku, usaha penghematan pajak berdasarkan the least and latest rule, yaitu wajib pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan menunda pembayaran pajak selambat mungkin sebatas masih diperkenankan oleh peraturan perpajakan. Menekan pajak sekecil mungkin dilakukan dengan menahan penghasilanpenghasilan atau memperbesar biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (declution) sehingga penghasilan atau laba kena pajak menurun, atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Usaha penundaan pembayaran pajak selambat mungkin dilakukan dengan memanfaatkan peraturan perpajakan yang ada, seperti ketentuan yang berkaitan dengan penyusutan. Penundaan pembayaran pajak selambat mungkin yang berkaitan dengan konsep time value for money. Dengan menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang diperbolehkan oleh undangundang dan peraturan perpajakan, perusahaan bisa mendapatkan penghematan aliran kas konsep time value for money Strategi dalam Perencanaan Pajak Strategi umum perencanaan pajak adalah sebagai berikut:

25 25 a. Tax Saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. b. Tax Avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. c. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa: - Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan; - Sanksi pidana: pidana atau kurungan. d. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat

26 26 menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. e. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa, dll Manfaat Perencanaan Pajak Suandy (2008 : 8), manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah sebagai berikut : a. Mengatur alur kas, merupakan perencanaan yang dapat mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat. b. Penghematan kas keluar, adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan Prinsip-Prinsip Menghemat Pajak Prinsip-prinsip untuk menghemat pajak : a. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. b. Menyebar penghasilan kebeberapa tahun untuk menghindari pajak yang tinggi. c. Mengambil beberapa keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk tepat.

27 27 d. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diukur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak dan potensi penghasilannya Motivasi Perencanaan Pajak Mengacu pada Suandy (2008 : 10), motivasi dilakukannya perencanaan pajak pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu: a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain : 1. Jenis Pajak yang akan dipungut. 2. Subjek Pajak. 3. Objek Pajak. 4. Besarnya Tarif Pajak. 5. Prosedur pembayaran pajak. b. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Sering terjadi pertentangan antara ketentuan pelaksanaan tersebut dengan undang-undang itu sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya

28 28 terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat kesempatan tersebut untuk melakukan perencanaan pajak yang baik. c. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan dengan baik untuk menghindari sanksi administrasi maupun pidana yang diakibatkan karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan perusahaan selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif Aspek-aspek Perencanaan Pajak Aspek-aspek dalam perencanaan pajak terdiri dari : 1. Aspek formal dan administratif dalam perencanaan pajak, sebagai berikut: a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengakuan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) b. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan c. Pemotong dan memungut pajak d. Membayar pajak e. Menyampaikan surat pemberitahuan 2. Aspek Material Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih

29 29 atau tidak kurang. Untuk itu maka objek pajak harus di tetapkan dengan benar dan lengkap Tahapan Perencanaan Pajak Yang perlu diperhatikan dalam tahap-tahap perencanaan pajak adalah sebagai berikut: a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base) b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more possible tax plans) c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan) d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans) e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan) Bentuk-Bentuk Perencanaan Pajak Suandy (2007 : 119) menyebutkan bentuk-bentuk perencanaan pajak yang terdiri atas : 1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari perspektif perpajakan kadang pemilihan bentuk badan hukum (legal entities) bentuk perseorangan, firma dan kongsi (partnership) adalah bentuk yang lebih menguntungkan dibanding perseroan terbatas yang pemegang sahamnya

30 30 perorangan atau badan tetapi kurang 25%, akan mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali yakni pada saat penghasilan diperoleh oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham perseorangan atau badan yang kurang dari 25%. Sebagai contoh: pemilihan bentuk usaha perseorangan akan lebih menghemat pajak karena terhindar dari pengenaan pajak berganda seperti yang terjadi pada bentuk usaha perseroan terbatas. 2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya pemerintah memberikan semacam insentif pajak/fasilitas perpajakan khususnya untuk daerah tertentu (Misalnya di Indonesia bagian Timur), banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 undang-undang No.17 Tahun disamping itu juga diberikan fasilitas seperti peyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama. Misalnya: perusahaan memperluas usahanya dengan mendirikan perusahaan baru didaerah terpencil di Indonesia bagian Timur. Oleh karena daerah tersebut memiliki potensi ekonomi yang layak dikembangkan namun sulit dijangkau, maka pemerintah memberikan beberapa keringanan dalam pajak seperti izin untuk mengurangkan natura dan kenikmatan (fringe benefit) dari penghasilan bruto seperti yang diatur dalam SE-29/Pj.4/1995 Tanggal 5 Juni Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. Sebagai contoh jika diketahui bahwa

31 31 penghasilan kena pajak (laba) perusahaan besar dan akan dikenakan tarif pajak tinggi/tertinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan, dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan (deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak. Sebagai contoh: biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan pegawai, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran dan masih banyak biaya lainnya yang dapat dimanfaatkan. 4. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha (business entity). Hal ini bisa dilakukan mengingat bahwa banyak negara termasuk Indonesia mengatur bahwa pembagian dividen antar corporate (inter corporate dividend) tidak dikenakan pajak. 5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya berfungsi sebagai cost center. Dari hal tersebut dapat diperoleh manfaat dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa wajib pajak didalam satu grup begitu juga terhadap biaya sehingga dapat diperoleh keuntungan atas pergeseran pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling tinggi/maksimum. 6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan (fringe Benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif maksimum (shif to lower bracket). Karena pada dasarnya pemberian

32 32 dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefit) dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai yang menerimanya. 7. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian yang dizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil. 8. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) di samping pembelian langsung karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian, aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung. 9. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun) sehingga atas biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika diperkirakan pada awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian maka pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang

33 33 memberikan biaya yang lebih kecil (garis lurus) supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya. 10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. Sebagai contoh: untuk jenis usaha yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, maka efesiensi PPh pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pembelian natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal Mengoptimalkan kredit pajak yang di perkenankan, untuk ini wajib pajak harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari pertamina bersifat final jika pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran Migas, tetapi bila pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pabrikan maka PPh pasal 22 tersebut dapat dikreditkan dengan PPh Badan. Perkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Keuntungan yang dapat diperoleh sebesar 70% dari nilai pajak yang dikreditkan (dengan asumsi penghasilan kena pajak telah mencapai jumlah yang dikenakan tarif 30%). 12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit.

34 34 Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan penyerahan barang (Kep. Dirjen Pajak No: 13/PJ/2010). 13. Menghindari pemeriksaan pajak, periksaan pajak oleh Direktorat jenderal pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang: a. SPT lebih bayar b. SPT rugi c. Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT d. Terdapat informasi pelanggaran e. Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen pajak f. Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara: a) Mengajukan pengurangan pembayaran lumpsum (angsuran masa) PPh pasal 25 ke KKP yang bersangkutan, apabila diperkirakan dalam tahun pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. b) Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan impor. 14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.

35 Langkah-Langkah dalam Perencanaan Pajak Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan Dalam UU PPh pasal 4 ayat (3) mengatur mengenai penghasilan yang dikecualikan sebagai Objek Pajak. Selain penghasilan yang dikecualikan undang-undang, kita juga harus mengetahui apa saja yang termasuk pengahasilan dalam undang-undang agar kita dapat mengetahui dengan pasti dalam tax planning yang akan dilakukan.(suandy, 2006 : 131) Lombantoruan (2005 : 2), langkah-angkah yang dapat dilakukan sebagai berikut : a. Mengubah Jenis Penghasilan Dengan memanfaatkan celah-celah dari Undang-Undang perpajakan yang berlaku, Penghasilan Kena Pajak diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Contoh : apabila menanamkan saham pada suatu perusahaan, sebaiknya menanamkan saham minimal 25% agar dividen yang nantinya dibagikan tidak terkena pajak. b. Merencanakan Penghasilan untuk Tahun Berikutnya Untuk meminimumkan pajak tahun bersangkutan, maka pernghasilan yang diperoleh pada bulan-bulan terakhir tahun yang bersangkutan direncanakan sebagi penghasilan tahun depan. Contoh : Laba tahun 2009 besar, dan perkiraan laba tahun 2010 akan menurun, maka sebagian penjualan untuk bulan Desember 2009 ditunda sampai bulan Januari c. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian potongan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang

36 36 diperbolehkan oleh undang-undang. Jika diketahui bahwa PKP (laba) perusahaan besar akan dikenakan tarif pajak tinggi/tertinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung bagi perusahaan dengan syarat biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan dari PKP (deductible). Contoh : biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan pelatihan, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran, investasi jangka pendek atau jangka panjang lainnya Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal Suandy (2006 : 132), salah satu cara dalam meminimalkan pajak terutang yang dilakukan dalam tax planning adalah dengan memaksimalkan biaya fiskal. Biaya fiskal adalah biaya yang menurut Undang-Undang Perpajakan dapat dikurangkan dari penghasilan Bruto. Semakin besar biaya fiskal yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menyebabkan semakin kecil laba bersih sebelum pajak dan otomatis akan mengurangi pajak terutang. Dalam tax planning selain memaksimalkan fiskal, hal lain yang harus diperhatikan adalah meminimalkan biaya yang menurut Undang-Undang perpajakan tidak dapat dikurangkan menyebabkan penghasilan sebelum pajak akan lebih besar dan hal itu menyebabkan pajak terutang juga lebih besar. Oleh karena itu, dalam melakukan tax planning kita harus mengetahui biaya diperkenankan sebagai pengurang dan yang tidak diperkenankan sebagai pengurang. Berdasarkan UU

37 37 PPh pasal 6, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk : a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : a) Biaya pembelian bahan; b) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; c) Bunga, sewa dan royalti; d) Biaya Perjalanan; e) Biaya pengolahan limbah; f) Premi asuransi; g) Biaya Promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; h) Biaya administrasi; dan i) Pajak kecuali pajak penghasilan. b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

38 38 d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. Kerugian selisih kurs mata uang asing f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat; a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; d) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan;

39 39 i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; Pengeluaran yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, sesuaiuu PPh pasal 9 ayat (1) adalah : a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anak piutang; b) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial; c) Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan; d) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

40 40 e) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan f) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengelolahan limbah, industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. Penggantian atau imbalan sehibungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan yang dilakukan; g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan; h. Pajak Penghasilan; i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menekan pemborosan pajak dalam pemenuhan kewajiban. perusahaan dapat diminimalkan guna memperoleh laba dan likuiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menekan pemborosan pajak dalam pemenuhan kewajiban. perusahaan dapat diminimalkan guna memperoleh laba dan likuiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan yang tajam antar perusahaan, telah mewarnai era globalisasi saat ini, oleh sebab itu untuk dapat menjaga kinerja perusahaan agar tetap berjalan dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajak Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, antara lain: Soemitro, seperti dikutip Waluyo dan Ilyas (2002) mendefinisikan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan 6 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Definisi pajak menurut para ahli antara lain : 1. Prof. Dr.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LandasanTeori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Penghasilan (PPh) Dasar Hukum : No. Tahun Undang-Undang 7 1983 Perubahan 7 1991 10 1994 17 2000 36 2008 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN 1. a. Orang Pribadi b. Warisan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak II.1.1 Definisi dan Klasifikasi Pajak Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli dibidang perpajakan, antara lain : Menurut Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Saat ini pajak merupakan bagian terpenting dari APBN, mengingat pajak adalah sumber utama baginya, sehingga perannya sangat besar bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Pengaruh Pajak Terhadap Perusahaan Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan )dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Definisi Pajak, Wajib Pajak, dan Badan Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Laba Rugi Komersial Dalam Penentuan PPh Terhutang Pada PT. Mutiara Intrareksa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda menegenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai negara dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kepada negara dimana penerimaan pajak tersebut digunakan oleh negara untuk. membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan negara.

BAB II LANDASAN TEORI. kepada negara dimana penerimaan pajak tersebut digunakan oleh negara untuk. membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan negara. BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak dalam bentuk pembayaran kepada negara dimana penerimaan pajak tersebut digunakan oleh negara untuk membiayai pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi 1. Definisi Koperasi a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: Koperasi adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi 2.1.1. Pengertian Persepsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Miftah Thoha (2003:123) memberikan pengertian persepsi sebagai berikut: Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

Daftar Kuesioner. Peranan Perencanaan Pajak. ( Variabel X ) Menerapkan Peraturan Perpajakan. Dengan Benar

Daftar Kuesioner. Peranan Perencanaan Pajak. ( Variabel X ) Menerapkan Peraturan Perpajakan. Dengan Benar Bapak atau ibu yang terhormat, Saya adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Kristen Maranatha ( UKM ) di Bandung yang sedang mengadakan penelitian dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.

Lebih terperinci

A. Pengertian Laporan Keuangan

A. Pengertian Laporan Keuangan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah kesimpulan dari hasil pencatatan yang disusun secara sistematis berdasarkan standar akuntansi yang di terima umum dan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas dari tax manajemen

BAB II LANDASAN TEORI. manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas dari tax manajemen BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perencanaan Pajak Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas dari tax

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan,

BAB II LANDASAN TEORI. Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Jenis Pajak Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, antara lain : Feldmann yang diterjemahkan oleh Resmi (2003) mendefinisikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Suatu negara harus menjalankan pemerintahan dan pembangunan negaranya untuk berkembang di internasional. Untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci