Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum. Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum. Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu"

Transkripsi

1 Standa-standa Intenasional untuk Pemilihan Umum Pedoman Peninjauan Kembali Keangka Hukum Pemilu i

2 ii

3 Standa-standa Intenasional untuk Pemilihan Umum Pedoman Peninjauan Kembali Keangka Hukum Pemilu Sei Buku Panduan iii

4 Publikasi ini pada mulanya beupa seangkaian pedoman egional, yang belaku di wilayah Oganisasi Keamanan dan Keja Sama Eopa (OSCE), dan dikembangkan oleh Intenational IDEA bekeja sama dengan Badan Lembaga Demokasi dan HAM (ODIHR) OSCE di Wasawa, yang ditebitkan pada Publikasi OSCE membeikan dasa untuk pengembangan lebih lanjut atas Pedoman Intenational IDEA dan kami ucapkan teima kasih kepada ODIHR atas keja sama dan kontibusi yang bekesinambungan untuk pekejaan beskala global ini. Ó Intenational Institute fo Democacy and Electoal Assistance (Intenational IDEA) Seluuh hak dilindungi undang-undang. Intenational IDEA mendoong penyebaluasan hasil kejanya dan akan segea membeikan izin epoduksi atau penejemahan. Buku ini meupakan publikasi Intenational IDEA. Publikasi-publikasi Intenational IDEA bukan ceminan dai kepentingan-kepentingan nasional atau politik tetentu. Pendapat-pendapat yang diungkapkan di dalam publikasi ini tidak menceminkan pendapat-pendapat paa anggota Dewan Penguus atau Majelis Intenational IDEA. Publikasi ini dapat juga ditemukan di Pemohonan izin untuk mempebanyak semua atau setiap bagian dai publikasi ini haus diajukan kepada: Publications Office, Intenational IDEA, SE Sdtockholm, Sweden. Desain: Holmbeg & Holmbeg Design AB Dicetak dan dijilid oleh: Bulls Tyckei. Halmstead, Sweden. ISBN: iv

5 Pakata Intenational IDEA beupaya mempomosikan demokasi yang bekesinambungan di seluuh dunia dan kaena itu telah membeikan penekanan pada upaya untuk mendukung poses-poses pemilu yang efisien dan bekesinambungan. IDEA dalam konteks ini telah beupaya untuk mengklaifikasi, mendefinisikan, dan mempomosikan standa-standa yang diakui secaa intenasional dalam bidang pemilu. Intenational IDEA telah mempublikasikan tiga Tata Tetib, yang mencakup penyelengaaan pemilu, pemantauan pemilu dan kampaye patai politik di dalam pemilu yang demokatis, dan Pedoman untuk ketelibatan pihak lua di dalam pemantauan pemilu. Buku ini memapakan standa-standa yang diakui secaa intenasional yang belaku di bebagai bidang peatuan peundang-undangan tentang pemilu. Kami behaap buku ini akan beguna untuk pihak-pihak yang melakukan peninjauan kembali tehadap keangka hukum pemilu yang ada, atau penyusunan peatuan peundang-undangan bau tentang pemilu. Standa-standa ini dimaksudkan untuk dipegunakan sebagai tolok uku dalam menilai apakah sebuah pemilu telah dilakukan secaa bebas dan adil atau belum. Sementaa Tata Tetib yang ditebitlkan IDEA telebih dahulu menjabakan pinsip-pinsip dai posedu dasa yang mendasai poses v

6 pemilu (misalnya caa untuk memantau pemilu), pedoman ini sifatnya lebih substansial, yang menjabakan apa saja yang sehausnya menjadi isi dai sebuah poses pemilu (misalnya, apa yang dipantau dalam sebuah pemilihan umum). Pedoman ini akan memenuhi kebutuhan yang telah lama diasakan di bidang pemilu. Saya behaap pedoman tesebut akan beguna bukan hanya untuk paa tenaga pofesional di bidang ini tetapi juga untuk semua pihak yang tekait untuk melihat paktek pemilu yang baik di seluuh dunia. KAREN FOGG SECRETARY-GENERAL Intenational IDEA vi

7 Dafta Isi PRAKATA...v PENDAHULUAN DASAR-DASAR STANDAR PEMILU YANG DIAKUI SECARA INTERNASIONAL...7 Sumbe utama...7 Sumbe tambahan...8 Pendekatan umum...9 Tejemahan yang tepat...9 Mempioitaskan ekomendasi...10 Penjelasan ekomendasi...10 Peincian yang tajam: undang-undang atau peatuan? MENYUSUN KERANGKA HUKUM...13 Cakupan keangka keja hukum untuk pemilihan...13 Penggunaan dan manfaat hukum tetulis...15 Ketentuan konstitusi...15 Undang-undang pemilu yang umum dibandingkan dengan khusus...16 Undang-undang pemilu dibandingkan dengan undang-undang lain...18 Undang-undang pemilu dan peintah dan petunjuk badan pelaksana pemilu...19 Undang-undang pemilu dan kode etik...20 Dafta peiksa SISTEM PEMILIHAN UMUM...23 Memilih sistem pemilihan umum...23 Lembaga yang dipilih dan fekuensi pemilu...26 Dafta peiksa

8 4. PENETAPAN BATASAN, DISTRIK DAN DEFINISI BATASAN PEMILU UNIT...29 Ketewakilan...31 Kesetaaan kekuatan suaa...31 Timbal balik dan non-diskiminasi...31 Dafta peiksa HAK UNTUK MEMILIH DAN DIPILIH...35 Hak membeikan suaa yang besifat univesal dan sama...36 Tanpa diskiminasi...36 Pemeiksaan tehadap pembatasan hak membeikan suaa...37 Dafta peiksa BADAN PELAKSANAN PEMILU...39 Tinjauan umum...39 Pembentukan badan pelaksana pemilu...40 Kegiatan badan pelaksana pemilu...44 Dafta peiksa PENDAFTARAN PEMILIH DAN DAFTAR PEMILIH...49 Tanspaansi...49 Pelindungan data dan infomasi pibadi...51 Dafta Peiksa AKSES KERTAS SUARA BAGI PARTAI POLITIK DAN PARA KANDIDAT...55 Pelakuan yang adil...55 Pendaftaan patai politik...56 Akses ketas suaa...56 Dafta peiksa KAMPANYE PEMILU YANG DEMOKRATIS...61 Kekeasan pada kampanye...62 Mekanisme kampanye...63 Sanksi...63 Asumsi dasa...64 Kode etik yang menceminkan ketentuan undang-undang kampanye...64 Dafta peiksa Dafta isi

9 10. AKSES KE MEDIA DAN KEBEBASAN BEREKSPRESI...67 Pelakuan dan akses yang adil...68 Batasan atas kebebasan beekspesi...69 Dafta peiksa PEMBIAYAAN DAN PENGELUARAN KAMPANYE...73 Pendanaan dai negaa...74 Sumbangan pendanaan swasta...75 Pengendalian pengeluaan...75 Pesyaatan pelapoan dan pengungkapan...76 Memantau dan menegakkan kepatuhan...77 Dafta peiksa PEMUNGUTAN SUARA...79 Keahasiaan suat suaa...79 Posedu pemungutan suaa...80 Menyeimbangkan kemudahan bagi pemilih dengan pencegahan kecuangan...83 Dafta peiksa PENGHITUNGAN DAN MENTABULASIKAN SUARA...85 Pinsip-pinsip umum...85 Menghitung ketas suaa...86 Mentabulasikan hasil...86 Pengumuman hasil penghitungan, pentabulasian dan pengkonsolidasian...87 Tanggal belakunya hasil yang telah disahkan...89 Pengecualian sehubungan dengan keselamatan pibadi...89 Dafta peiksa PERANAN PERWAKILAN PARTAI DAN KANDIDAT...91 Pean pengamatan dan pemantauan...91 Mencatat keluhan dan gugatan...92 Hak pewakilan patai dan kandidat...93 Peilaku pewakilan patai dan kandidat...94 Dafta peiksa PEMANTAU PEMILU...97 Pemantau pemilu dai dalam negei

10 Pemantau pemilu asing...99 Dafta peiksa KEPATUHAN TERHADAP DAN PENEGAKAN UNDANG-UNDANG PEMILU Dafta peiksa LAMPIRAN 1. SUMBER-SUMBER UTAMA STANDAR INTERNASIONAL Peseikatan Bangsa-Bangsa Instumen-Instumen hak asasi manusia Eopa Instumen hak asasi manusia Ameika Instumen hak asasi manusia Afika Oganisasi anta-pemeintahan dan intenasional lainnya LAMPIRAN 2. SUMBER-SUMBER TAMBAHAN LAMPIRAN 3. PERATURAN CONTOH LAMPIRAN 4. DAFTAR ISTILAH PEMILU SINGKATAN CSCE...Confeence on Secuity and Co-opeation in Euope ECOSOC...Economic and Social Council of the United Nations EMB/LPPU...Electoal Management Body/Badan Pelaksana Pemilu NGO/LSM...Non-Govenmental Oganization/Lembaga Swadaya Masyaakat ODIHR...Office fo Democatic Institutions and Human Rights OSCE...Oganization fo Secuity and Co-opeation in Euope UN/PBB...United Nations/Peseikatan Bangsa-Bangsa PR/SP...Popotional Repesentation/Sistem Poposional 4 Dafta isi

11 Pendahuluan Tujuan Maksud Intenational IDEA dalam mengembangkan Pedoman ini adalah untuk menetapkan unsu-unsu dasa keangka hukum yang mengatu pemilu demokatis, dengan menyetakan standa-standa pemilu yang diakui secaa intenasional ( standa-standa intenasional ). Standa-standa intenasional ini elevan dengan setiap unsu, dan dipelukan bagi keangka hukum untuk dapat memastikan pemilu yang demokatis. Tujuan tebitan ini adalah mengidentifikasi standa-standa pemilu yang penting bagi keseagaman, keandalan, konsistensi, ketepatan, dan pofesionalisme secaa menyeluuh dalam pemilu. Walaupun tedapat tingkat peneimaan yang lebih tinggi tehadap standa-standa intenasional di daeah tetentu, diakui bahwa di daeah-daeah tetentu standa-standa intenasional ini masih kuang memadai. Bagaimana Menggunakan Pedoman ini Bagian-bagian tesebut ditampilkan dalam uutan yang tujuannya mempemudah pengkajian dan penilaian secaa sistematis tehadap keangka hukum pemilu suatu negaa. Judul bagian (section headings) menunjukkan 5

12 masalah dai keangka hukum yang dibahas di bagian itu. Dimulai dengan Bagian Dua, setelah setiap judul bagian adalah penyataan tujuan standa intenasional yang tekait dengan unsu tetentu dai keangka hukum. Pembahasan unsu tetentu dai keangka hukum itu menyusul sesudahnya. Masing-masing bagian beakhi dengan dafta peiksa (checklist). Dafta peiksa ini dapat digunakan untuk memeiksa apakah setiap keangka hukum telah menyooti semua masalah yang tekait dengan unsu tetentu. Meski pengkajian undang-undang pemilu sudah cukup lama dilakukan, pengkajian itu tidak bisa dilakukan secaa teisolasi, tanpa acuan caa peneapannya. Pengetahuan minimal mengenai paktek-paktek pemilu suatu negaa sangatlah penting untuk mengkaji secaa efektif bagaimana ketentuan hukum ditafsikan dan ditegakkan. Dengan demikian pemeiksaan tehadap keangka hukum biasanya haus dikembangkan melampaui huuf-huuf di dalam hukum itu dan tekadang dapat menyetakan obsevasi tehadap paktek-paktek suatu negaa jiwa tempat keangka itu ditafsikan. Tujuan Pedoman ini adalah untuk digunakan dalam pemeiksaan keangka hukum pemilu suatu negaa. Tekadang masalah politik yang sangat penting dapat diajukan langsung kepada paa pemilih melalui efeendum atau plebisit. Walaupun tedapat bebeapa kesamaan di antaa keduanya, Pedoman ini tidak secaa khusus menangani efeendum atau plebisit itu. 6 Pendahuluan

13 1. Dasa-dasa standa pemilu yang diakui secaa intenasional Sumbe utama Sumbe-sumbe utama dai standa intenasional yang ditetapkan dalam Pedoman ini adalah bebagai deklaasi dan konvensi intenasional, egional, seta Deklaasi dan Konvensi PBB tentang Hak Asasi Manusia dan dokumen hukum lain yang tekait. Yang lebih penting dai instumen-instumen ini adalah sebagai beikut: Deklaasi Univesal tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948; Pejanjian Intenasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1960; Konvensi Eopa tahun 1950 (besama Potokolnya) untuk Pelindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Asasi; Dokumen Petemuan Copenhagen tahun 1990 dai Konfeensi Dimensi Manusia pada Konfeensi untuk Keamanan dan Keja Sama Eopa (CSCE); Deklaasi Ameika tahun 1948 tentang Hak dan Kewajiban Manusia; Konvensi Ameika tahun 1969 tentang Hak Asasi Manusia; dan Piagam Afika tahun 1981 tentang Hak Manusia dan Masyaakat. Peneapan fomal dai standa-standa itu pada negaa tetentu tegantung usaha intenasionalnya dalam kaitannya dengan dokumen-dokumen 7

14 tesebut. Bagaimanapun juga dihaapkan bahwa panduan nomatif secaa umum yang dibeikannya akan membantu memajukan, dan mendukung, standa-standa intenasional ini. Instumen-instumen ini dan teks-teks tekait disetakan dalam Lampian 1 (lihat halaman 105). Apabila keangka hukum suatu negaa sedang dikaji dan negaa itu adalah penandatangan suatu pejanjian atau konvensi intenasional, maka ketentuan dai pejanjian atau konvensi yang menyetakan standa pemilu secaa langsung belaku dan mungkin juga memiliki status hukum atau bahkan konstitutional di dalamnya. Instumen-instumen PBB lainnya yang tidak melibatkan suatu negaa, atau yang tidak punya daya pengikat yang kuat, dapat dianggap menyodokan standa-standa pemilu yang memiliki daya bujuk yang kuat bagi negaa itu. Sumbe tambahan Pemeiksaan tehadap keangka hukum suatu negaa haus mempetimbangkan hal-hal beikut ini: Lapoan akhi dai bebagai misi pemantauan pemilu (intenasional dan domestik) apabila tesedia; Pesyaatan-pesyaatan dai setiap instumen intenasional yng mengikat suatu negaa, yang bedampak pada undang-undang pemilu; dan Model kode etik tentang pemilu yang dikembangkan oleh oganisasioganisasi intenasional, pemeintah, atau non-pemeintah (lembaga swadaya masyaakat). Lampian 3 menyetakan contoh-contoh kode tesebut (lihat halaman 123). Pendekatan umum Sangat penting untuk menaksi sejauh mana keangka hukum suatu negaa mematuhi standa-standa intenasional tentang pemilu. Hal ini akan membeikan sepeangkat saan membangun untuk pebaikan, peningkatan, dan kemungkinan paktek tebaik untuk mempekuat undang-undang itu Dasa-dasa standa pemilu yang diakui secaa intenasional

15 Pada waktu yang besamaan, sistem atau kebiasaan negaa lain jangan dianggap ideal atau secaa langsung dapat ditansfe. Suatu negaa memiliki kebijakan dalam memilih sistem pemilu yang sesuai. Akan tetapi, kebijakan dalam memilih sistem pemilu itu bukanlah tanpa batas dan haus konsisten dengan standa-standa intenasional. Mengingat kecendeungan di masa lalu banyak negaa mengadopsi sistem pemilu yang diteapkan selama masa penjajahan meeka atau untuk alasan histois lainnya, pengkajian tehadap keangka hukum suatu negaa secaa bemanfaat dapat menceminkan fakto-fakto dan kenyataan budaya, politik, sosial, atau fakto-fakto dan kenyataan lainnya yang ada kini. Petanyaan yang haus diajukan adalah: Sistem pemilu mana yang paling memungkinkan pemilu demokatis kini? Pengkajian yang beati tehadap keangka hukum suatu negaa memelukan lebih dai sekada pemeiksaan tehadap instumen tekait dai teks instumen itu. Suatu penaksian sangat sedikit manfaatnya, bagaimanapun menyeluuhnya pengkajiannya, apabila komenta, ekomendasi, dan saan tidak dibeikan dengan caa yang sesuai dan besifat membangun. Bahkan jika penaksian itu menyodokan kitik langsung dan sungguh-sungguh, penaksian itu haus diumuskan sedemikian upa sehingga menceminkan peliknya masalah yang sedang dihadapi. Apabila mengkaji keangka hukum suatu negaa, semua undang-undang tekait (sepeti undang-undang dasa, undang-undang pedata dan pidana, dan undang-undang kewaganegaaan, undang-undang yang bekaitan dengan media, dsb.) pelu dilihat dan dianalisis unuk memastikan bahwa undang-undang itu tidak saling betentangan dan memenuhi standastanda intenational. Tejemahan yang tepat Sangatlah penting bahwa, jika pelu, tesedia tejemahan yang tepat dai semua undang-undang yang sedang dikaji. Tekadang suatu ekomendasi, komenta, atau kitik timbul dai suatu teks yang mungkin ditejemahkan 9

16 secaa tidak esmi atau secaa salah. Ini tantangan yang cukup besa dalam memeiksa suatu teks yang ditejemahkan dan haus digaisbawahi dalam lapoan pengkajian. Mempioitaskan ekomendasi Apabila ekomendasi diajukan, haus dibei uutan pioitas untuk membedakan apa yang dipelukan bedasakan standa-standa intenasional dengan apa yang lebih disukai secaa umum, kaena sangat mungkin tidak semua ekomendasi akan ditindaklanjuti. Susunan kata dalam ekomendasi haus diatu hati-hati untuk menunjukkan kepentingan dan pioitasnya. (Sebagai contoh: akan sangat menguntungkan apabila, sangat dianjukan bahwa, sangat penting untuk, dsb.). Rekomendasi yang akan meningkatkan kedibilitas dai, dan kepecayaan masyaakat dalam, pemilu sepeti ketentuan hukum yang meningkatkan tanspaansi haus dibei pioitas utama. Penjelasan ekomendasi Sangatlah penting untuk menjelaskan mengapa ekomendasi tetentu dibuat. Ada yang memajukan kepatuhan pada standa pemilu yang diakui secaa intenasional, suatu komitmen intenasional tetentu, atau hak asasi manusia tetentu. Rekomendasi lain dibuat semata-mata untuk membuat undangundang menjadi lebih jelas atau lebih efektif, sepeti ekomendasi dalam menyooti kontadiksi atau kesenjangan dalam undang-undang yang sedang dibahas. Noma dan standa yang diteima secaa intenasional yang dibahas dalam Pedoman ini diancang untuk meningkatkan kedibilitas dai, dan kepecayaan masyaakat pada, pemilu dan untuk meningkatkan legitimasi. Peincian yang tajam: undang-undang atau peatuan? Mungkin memadai untuk menggabungkan bebeapa peincian yang lebih tajam sepeti posedu pemilu ke dalam peatuan yang diadopsi Dasa-dasa standa pemilu yang diakui secaa intenasional

17 oleh badan pemeintah atau badan pelaksana pemilu, ketimbang menyetakannya ke dalam undang-undang pemilu itu sendii. Masalah mendasa yang haus disooti dalam keangka undang-undang pemilu yang pokok (undang-undang pemilu dan undang-undang dasa) temasuk: Pesyaatan untuk mendafta sebagai pemilih, sekalian dengan setiap pembatasan atas hak itu, apabila ada; Pesyaatan untuk dan pembatasan atas pencalonan; Peatuan yang mengatu pembagian kusi; Pesyaatan tentang masa jabatan; Caa-caa pengisian kekosongan; Pencabutan mandat; Keahasiaan pemungutan suaa; dan Penyelenggaaan pemilu. 11

18 12

19 2. Menyusun keangka hukum Keangka hukum haus disusun sedemikian upa sehingga tidak bemakna ganda, dapat dipahami dan tebuka, dan haus dapat menyooti semua unsu sistem pemilu yang dipelukan untuk memastikan pemilu yang demokatis. Cakupan keangka hukum untuk pemilihan Istilah keangka hukum untuk pemilu pada umumnya mengacu pada semua undang-undang dan bahan atau dokumen hukum dan kuasa hukum tekait yang ada hubungannya dengan pemilu. Secaa khusus, keangka hukum untuk pemilu temasuk ketentuan konstitusional yang belaku, undang-undang pemilu sebagaimana disahkan oleh badan legislatif, dan semua undang-undang lain yang bedampak pada pemilu. Keangka juga meliputi setiap dan semua peundangan yang telampi pada undangundang pemilu dan tehadap semua peundangan tekait yang disebaluaskan oleh pemeintah. Keangka mencakup peintah tekait dan/ atau petunjuk yang tekait dengan undang-undang pemilu dan peatuan yang dikeluakan oleh badan pelaksana pemilu yang betanggung jawab, seta kode etik tekait, baik yang sukaela atau tidak, yang mungkin bedampak langsung pada poses pemilu. 13

20 Ringkasnya, keangka hukum akan meliputi sumbe-sumbe sebagai beikut, yang masing-masing memiliki tingkat kelentuan tesendii untuk diubah: Jenis peundangan (sumbe) menyangkut pemilihan Undang-undang Dasa Pejanjian Pedamaian Intenasional Undang-undang Pemilihan Undang-undang lain yang menyangkut aspek lain pemilihan Peatuan dan Peundangan Peintah dan Petunjuk Kode etik untuk patai politik, pejabat pemilu, dan untuk pemantau pemilu Kekuasaan Fomal Majelis konstitusi, atau badan legislatif yang menjalankan kekuasaan mandatnya Paa pihak dalam pejanjian pedamaian Dewan Legislatif Dewan Legislatif Depatemen pemeintah (eksekutif) Badan pelaksana pemilu Badan pengatu sepeti badan pelaksana pemilu atau patai politik atau oganisasi non-pemeintah Kelentuan Lebih sulit untuk diubah, memelukan debat dan keputusan seing dengan mayoitas atau posedu khusus. Peubahan biasanya dapat dilakukan hanya apabila semua pihak dalam pejanjian pedamaian itu menyetujui secaa bulat. Biasanya memelukan mayoitas sedehana untuk mengubahnya, lebih mudah untuk diubah dibandingkan dengan undangundang dasa. Biasanya memelukan mayoitas sedehana untuk mengubahnya, lebih mudah untuk diubah dibandingkan dengan undangundang dasa. Depatemen pemeintah tekait dapat mengubah peatuan ini, dengan tunduk pada kemungkinan penegasan atau veto oleh dewan legislatif. Fleksibel: Badan pelaksana pemilu dapat mengubah ini untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Biasanya kode-kode ini bukan bagian dai keangka hukum fomal; dapat diubah melalui konsensus di antaa patai politik atau badan pengatu yang betanggung jawab atau lembaga swadaya masyaakat, di lua jangkauan baik badan legislatif maupun eksekutif Menyusun keangka hukum

21 Istilahnya mungkin bebeda-beda, sepeti Undang-undang Pemilu sebagaimana diatikan di atas disebut Poklamasi di Namibia pada 1989 dan Regulasi di Timo Timu pada Tekadang semua unsu di atas mungkin tidak tesedia dalam keangka hukum suatu negaa, sepeti tidak adanya undang-undang dasa tetulis di Inggis Raya, atau tidak adanya Undang-undang Pemilihan Timo Timu waktu efeendum tahun Penting dicatat bahwa setiap kekuasaan yang betuut-tuut besifat lemah (infeio) tidak dapat membuat ketentuan yang betentangan atau yang tidak sesuai dengan dengan kekuasaan yang lebih kuat. Sebagai contoh, suatu undang-undang dai badan legislatif tidak dapat betentangan dengan undang-undang dasa; peatuan tidak dapat melangga baik undangundang dasa maupun undang-undang pemilu. Pemeitahan nasional membelakukan undang-undang sesuai dengan tadisi hukum meeka sendii. Yang penting adalah semua pendekatan stuktual dan undang-undang yang mungkin mempengauhi pelaksanaan pemilu dipehitungkan. Penggunaan dan manfaat hukum tetulis Meskipun pemeintah bebas mengembangkan keangka hukumnya sendii, dipelukan hukum tetulis ketimbang hukum kebiasaan atau kebijakan administasi untuk mengatu pemilu. Hukum tetulis membeikan manfaat kepastian, kenyataan, dan ketebukaan. Hukum tetulis lebih mudah patuh pada penafsian dan peninjauan hukum, dan lebih bemanfaat bagi pihak yang bekepentingan, temasuk paa pemilih. Ketentuan konstitusi Suatu undang-undang dasa tetulis, sebagai dasa stuktu pemeintahan suatu negaa, haus membeikan dasa bagi unsu-unsu penting keangka pemilunya. Kaena peubahan konsitutional seing tunduk pada suaa mayoitas yang memenuhi syaat atau suatu poses yang elatif memakan waktu yang panjang, ketentuan pemilu dalam undang-undang dasa 15

22 sehausnya hanya memuat hak-hak pemilihan yang mendasa dan pinsip dasa dai sistem pemilu. Hak dan pinsip dasa itu temasuk: Hak memilih dan dipilih; Lembaga-lembaga yang tunduk pada pemilu yang demokatis dan masa jabatannya; Komposisi dai setiap lembaga yang tidak dipilih; dan Badan atau instansi yang dipecaya untuk melaksanakan pemilu. Mungkin juga akan bemanfaat untuk menyetakan unsu-usu sistem pemilu yang akan digunakan. Kaena mengubah undang-undang dasa pada umumnya lebih umit dan memakan waktu, ketentuan undang-undang dasa tidak boleh lebih jauh dai uaian tentang hak memilih dan sistem pemilu yang sangat mendasa. Aga ada keluwesan, ketentuan yang bekaitan dengan pelaksanaan pemilu sehausnya digabungkan ke dalam undang-undang palemen, dan masalah administasi dan posedu sehausnya dibiakan diatu oleh atuan administasi dan peatuan yang akan dikeluakan badan yang lebih endah, temasuk melalui peintah dan petunjuk badan pelaksana pemilu. Undang-undang pemilu yang umum dibandingkan dengan yang khusus Undang-undang pemilu nasional dapat dibagi menjadi dua kelompok: Undang-undang umum tentang pemilu yang cocok untuk setiap pemilu. Ini menetapkan keangka hukum besama yang mengatu semua pemilu, temasuk pemilihan untuk badan-badan eksekutif dan legislatif, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Undang-undang yang cocok untuk lembaga tetentu. Ini menetapkan ketentuan hukum khusus yang mengatu pemilihan untuk badan pemeintahan tetentu dengan ketentuan yang bebeda atau menambah keangka hukum untuk pemilu Menyusun keangka hukum

23 Negaa-negaa yang bebeda menangani pembagian antaa undang-undang pemilihan yang umum dengan yang khusus dengan caa bebeda-beda. Suatu negaa mungkin dapat mengadopsi undang-undang yang tepisah tentang pinsip dasa pemilu, yang menguaikan ketentuan-ketentuan yang dapat dibelakukan untuk semua pemilu. Selain itu, negaa tesebut mungkin juga dapat mengadopsi undang-undang tepisah yang memiliki ketentuan khas bagi lembaga-lembaga tetentu, atau pemilu-pemilu lain. Secaa bebeda, negaa lain dapat menyetakan seluuh undang-undang pemilu ke dalam satu undang-undang dengan bab-bab tepisah yang memiliki ketentuan untuk bebagai lembaga atau pemilu lainnya. Meskipun kedua pendekatan ini dapat diteima, satu undang-undang pemilu yang mengatu semua pemilu sangatlah diinginkan dan diekomendasikan. Hal ini mendoong konsistensi dalam administasi dan kebiasaan pemilu seaya memadukan kesatuan pelaksanaan hukum dalam kaitannya dengan semua pemilu. Pendekatan semacam itu juga menyedehanakan poses pembuatan ancangan (daft) jika peubahan tehadap undang-undang dipelukan. Akan tetapi, dalam hal tetentu, khususnya dalam sistem fedeal, pendekatan demikian bisa jadi mustahil. Mengabaikan pendekatan mana dai yang diuaikan di atas yang diadopsi oleh suatu negaa, pinsip-pinsip tetentu sangat pokok bagi undangundang pemilu: Undang-undang pemilu haus dinyatakan dalam bahasa yang jelas dan tidak bemakna ganda. Undang-undang pemilu haus menghindai ketentuan yang betentangan antaa undang-undang yang mengatu pemilihan nasional dan undang-undang yang mengatu tingkat sub-nasional (povinsi atau negaa bagian) dan pemilu lokal; ketentuan yang mengatu administasi pemilu nasional haus sesuai dengan ketentuan yang mengatu pemilu lain itu kaena keputusan pengadilan di satu tingkat dapat mempengauhi peudang-undangan pada wilayah hukum lainnya. 17

24 Setiap kekuasaan dan tanggung jawab dai badan-badan pelaksana pemilu nasional dan lokal, dan badan-badan pemeintah, haus dinyatakan secaa jelas, dibedakan dan diuaikan untuk mencegah petentangan atau tumpang tindih kekuasaan yang sedang dijalankan oleh badan-badan lainnya. Undang-undang pemilu haus diundangkan cukup jauh di muka dai tanggal suatu pemilu untuk membei peseta politik dan pemilih waktu yang cukup untuk mengenal peatuannya dan poses pemilu. Undang-undang pemilu yang dibelakukan pada menit-menit teakhi cendeung menggeogoti legitimasi dan kedibilitas hukum dan mencegah peseta politik dan pemilih untuk mendapatkan infomasi tepat waktu tentang atuan dai poses pemilu. Undang-undang pemilu haus diundangkan sesuai dengan ketentuan hukum yang belaku yang mengatu penyebaluasan undang-undang oleh badan legislatif. Undang-undang pemilihan yang tidak diundangkan sesuai dengan ketentuan hukum yang belaku dapat ditentang dan mengundang isiko dibatalkan oleh pengadilan. Undang-undang pemilu haus ditebitkan dan disediakan untuk penggunanya temasuk masyaakat umum. Undang-undang pemilu dibandingkan dengan undang-undang lain Suatu undang-undang pemilu tidak dapat dan tidak boleh memuat semua ketentuan yang tekait dengan poses pemilu. Poses pemilu mewajibkan ketelibatan lembaga-lembaga dan posedu bedasakan bagian lain dai sistem hukum nasional. Disetakannya undang-undang yang tekait lainnya dalam poses peninjauan adalah sangat penting. Khususnya undang-undang yang mengatu media, pendaftaan patai politik, kewaganegaaan, dafta nasional, dokumen jati dii, ketentuan pendanaan kampanye, dan pidana yang tekait dengan pelanggaan tehadap undang-undang pemilu. Semua ketentuan hukum yang bedampak pada poses pemilu haus diidentifikasi dan dikaji Menyusun keangka hukum

25 Undang-undang dan peintah dan petunjuk badan pelaksana pemilu Dalam sebuah sistem demokatis, keangka hukum diundangkan oleh badan legislatif nasional yang dipilih oleh akyat. Untuk menegakkan nilai-nilai demokatis, pengatuan pemilu sehausnya tidak dilaksanakan melalui keputusan eksekutif. Akan tetapi, ada batas tehadap jumlah masalah administatif yang dapat disetakan dalam undang-undang yang telah ditebitkan itu. Kebanyakan undang-undang pemilu mempekenankan badan pelaksana pemilu mengeluakan peintah untuk mempejelas masalah yang bekaitan dengan poses pemilu. Akan tetapi, undang-undang pemilu biasanya mewajibkan peintah itu sesuai dengan ketentuan undang-undang pemilu yang ada. Peanan dan kekuasaan badan pelaksana pemilu dalam hal ini haus diuaikan dengan jelas tetapi secaa cukup luas untuk memungkinkannya menghadapi celah-celah dalam hukum dan kemungkinan-kemungkinan yang tidak diantisipasi. Badan pelaksana pemilu tidak betindak sebagai pengganti anggota legislatif, tetapi badan pelaksana pemilu haus mampu meespons munculnya kebutuhan dauat dan membeikan pemecahan taktis dengan caa menafsikan dan menambah undang-undang pemilu dan peatuan. Pinsip-pinsip tetentu haus dihomati apabila kekuasaan dibeikan kepada badan pelaksana pemilu untuk mengeluakan peintah. Pinsippinsip itu temasuk: Undang-undang pemilu haus mematuhi pinsip-pinsip dasa pemilu, sepeti keahasiaan ketas suaa. Undang-undang pemilu haus membeikan kekuasaan bagi badan pelaksana pemilu dan haus menyatakan secaa jelas dan menguaikan cakupan dan sampai sejauh mana kekuasaan badan itu untuk mengeluakan peintah. Undang-undang pemilu haus membeikan suatu poses yang dengannya peseta pemilu dan pemilih dapat menyampaikan pengaduan dan banding yang timbul dai pengadopsian dan pelaksanaan peintah badan pelaksana pemilu. Poses ini juga haus 19

26 memungkinkan pengaduan dan banding itu diselesaikan tepat waktu dan efisien. Undang-undang pemilu haus menyatakan hieaki hukum secaa jelas, temasuk peseden dai ketentuan konstitusional dan legislatif atas peintah badan pelaksana pemilu. Undang-undang pemilu haus menyatakan dan menguaikan secaa jelas kekuasaan tetap badan pelaksana pemilu ( kekuasaan intinsik - nya) untuk mengeluakan peintah dalam keadaan dauat, temasuk pada hai pemilihan, untuk menghadapi setiap keadaan yang tidak diantisipasi. Undang-undang Pemilu dan kode etik Selain undang-undang fomal, peintah mengenai pemilu yang lainnya juga dapat temuat dalam kode etik infomal yang disetujui di antaa bebagai patai politik dan umumnya diawasi oleh badan pelaksana pemilu. Di bebeapa negaa kode itu memainkan peanan yang lebih penting dai negaa-negaa yang lain. Kode itu dapat bekaitan dengan sejumlah aspek pemilu, sepeti atuan peilaku bagi patai politik dan calon-calon selama kampanye, atuan peilaku bagi patai pemeintah untuk mencegahnya mendapatkan keuntungan yang tidak waja dai patai-patai lainnya, atau pengatuan media massa. Tekadang suatu kode etik memiliki seangkaian pinsip nomatif untuk peneapan paktis di lapangan, sepeti kode etik untuk pemantau pemilu atau untuk staf badan pelaksana pemilu yang telibat dalam pelaksanaan pemilu. Status hukum dai kode-kode sepeti itu bebeda-beda antawilayah hukum (yuisdiksi), sepeti halnya akibatakibat pelanggaannya. Kode-kode etik infomal juga haus ditinjau kembali dengan maksud untuk memeiksa kesesuaiannya dengan standa-standa yang diakui secaa intenasional. Keangka hukum ini tekadang dapat menetapkan posedu dan mekanisme untuk menangani pengaduan dan peselisihan yang timbul dai pelanggaan kode etik. Ketentuan sepeti itu jelas akan bebeda antaa Menyusun keangka hukum

27 satu negaa dan negaa lain, baik dalam peinciannya dan isinya, dan dapat mempengauhi bagaimana kode etik ditegakkan. Sebagai contoh, keangka hukum suatu negaa dapat membeikan putusan atau mediasi untuk menangani pelanggaan kode etik atau peselisihan yang timbul dai suatu pelanggaan. Pinsip panduan umum yang haus ditaati kode etik untuk administatu pemilu adalah: Penyelenggaaan pemilu haus membuktikan asa homatnya pada hukum. Penyelenggaaan pemilu haus non-patisan dan netal. Penyelenggaaan pemilu haus tebuka. Penyelenggaaan pemilu haus akuat, pofesional, and kompeten. Penyelenggaaan pemilu haus diancang untuk melayani paa pemilih. Pinsip panduan umum yang haus ditaati kode etik untuk pemantau pemilu adalah: Pemantauan pemilu haus mengakui dan menghomati kedaulatan negaa tuan umah. Pemantauan pemilu haus nonpatisan dan netal. Pemantauan pemilu haus kompehensif dalam meninjau kembali pemilu, mempetimbangkan semua keadaan tekait. Pemantauan pemilu haus tebuka. Pemantauan pemilu haus akuat, pofesional, dan menyeluuh. 21

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN

Lebih terperinci

SISTEM PERIJINAN GANGGUAN

SISTEM PERIJINAN GANGGUAN SISTEM PERIJINAN GANGGUAN SEBUAH LAPORAN TENTANG PENGENDALIAN KEKACAUAN JULI 2008 LAPORAN INI DISUSUN UNTUK DITELAAH OLEH THE UNITED STATES AGENCY FOR INTERNATIONAL DEVELOPMENT. LAPORAN INI DISUSUN OLEH

Lebih terperinci

HAKEKAT PERLINDUNGAN ANAK

HAKEKAT PERLINDUNGAN ANAK 1 2 Bab 1 HAKEKAT PERLINDUNGAN ANAK Apakah perlindungan anak itu? Istilah perlindungan anak (child protection) digunakan dengan secara berbeda oleh organisasi yang berbeda di dalam situasi yang berbeda

Lebih terperinci

Mendefinisikan Pencemaran Nama Baik:

Mendefinisikan Pencemaran Nama Baik: Mendefinisikan Pencemaran Nama Baik: Prinsip-prinsip Kebebasan Berekspresi dan Perlindungan atas Reputasi SERI STANDAR INTERNATIONAL Mendefinisikan Pencemaran Nama Baik: Prinsip-prinsip Kebebasan Berekspresi

Lebih terperinci

سيادة القانون دليل للسياسيني. Negara Hukum. Panduan Bagi Para Politisi

سيادة القانون دليل للسياسيني. Negara Hukum. Panduan Bagi Para Politisi 1 سيادة القانون دليل للسياسيني Negara Hukum Panduan Bagi Para Politisi 2 Copyright The Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law and the Hague Institute for the Internationalisation

Lebih terperinci

Indonesia Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi

Indonesia Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi 1 Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi Manual untuk Peserta 2 Bagaimana Pemohon Bisa Memanfaatkan Hak atas Informasi Manual Peserta : Bagaimana Pemohon Bisa MemanfaatkanHak Atas Informasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA E/CN.4/2005/WG.22/WP.1/REV.4 23 September 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Naskah Asli dalam Bahasa Prancis) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Diadopsi pada 20 Desember 2006 oleh Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/61/177 Mukadimah Negara-negara

Lebih terperinci

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia International Labour Organization Jakarta Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Kerjasama dan Usaha yang Sukses Pedoman pelatihan untuk manajer dan pekerja Modul EMPAT SC RE Kesinambungan Daya Saing dan

Lebih terperinci

REPUBLIK DEMOKRATIS TIMOR LESTE

REPUBLIK DEMOKRATIS TIMOR LESTE TERJEMAHAN TIDAK RESMI UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK DEMOKRATIS TIMOR LESTE 22 MARET 2002 MAJELIS KONSTITUANTE TIMOR LESTE FINAL DAFTAR ISI Mukadimah BAGIAN I ASAS-ASAS DASAR Pasal-Pasal 1. Republik 2.

Lebih terperinci

Komisi Pemilihan Umum dan Penyediaan Informasi: Studi Banding Mengenai Praktek Global yang Lebih Baik

Komisi Pemilihan Umum dan Penyediaan Informasi: Studi Banding Mengenai Praktek Global yang Lebih Baik Komisi Pemilihan Umum dan Penyediaan Informasi: Studi Banding Mengenai Praktek Global yang Lebih Baik September 2012 Ucapan Terima Kasih Laporan ini disusun oleh Pusat Hukum dan Demokrasi (Centre for Law

Lebih terperinci

International Labour Organization. Hak Atas Pekerjaan yang Layak. bagi Penyandang. Disabilitas

International Labour Organization. Hak Atas Pekerjaan yang Layak. bagi Penyandang. Disabilitas International Labour Organization Hak Atas Pekerjaan yang Layak bagi Penyandang Disabilitas International Labour Organization Hak Atas Pekerjaan yang Layak bagi Penyandang Disabilitas Hak Pekerjaan yang

Lebih terperinci

Rule of Law untuk Hak Asasi Manusia di Kawasan ASEAN: Studi Data Awal. Canadian International Development Agency

Rule of Law untuk Hak Asasi Manusia di Kawasan ASEAN: Studi Data Awal. Canadian International Development Agency Rule of Law untuk Hak Asasi Manusia di Kawasan ASEAN: Studi Data Awal Canadian International Development Agency Schweizerische Eidgenossenschaft Confédération suisse Confederazione Svizzera Confederaziun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa manusia, sebagai mahluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Tata Laku Bisnis Internasional

Tata Laku Bisnis Internasional Tata Laku Bisnis Internasional Etika, Integritas, Kepercayaan Prinsip Kita dalam Pekerjaan Memimpin dengan menjadi teladan melalui Tata Laku Bisnis kita yang kuat sangat penting bagi kesuksesan kita. Orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa informasi merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

PROTOKOL PEMANTAUAN UNTUK KAWASAN NILAI KONSERVASI TINGGI 5 dan 6

PROTOKOL PEMANTAUAN UNTUK KAWASAN NILAI KONSERVASI TINGGI 5 dan 6 PROTOKOL PEMANTAUAN UNTUK KAWASAN NILAI KONSERVASI TINGGI 5 dan 6 Peta partisipatif yang dibuat komunitas Karen di Chom Thong District, Thailand, dengan dukungan IMPECT, menunjukkan pola penempatan dan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERBASIS HAK ASASI MANUSIA: PEMBANGUNAN BERBASIS HAK ASASI MANUSIA:

PEMBANGUNAN BERBASIS HAK ASASI MANUSIA: PEMBANGUNAN BERBASIS HAK ASASI MANUSIA: PEMBANGUNAN BERBASIS HAK ASASI MANUSIA: s e b u a h p a n d u a n PEMBANGUNAN BERBASIS HAK ASASI MANUSIA: s e b u a h p a n d u a n Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 2013 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

Peranam Legislatif dan Pengawasan Mei 8-9, 2003, Dili (Timor-Leste)

Peranam Legislatif dan Pengawasan Mei 8-9, 2003, Dili (Timor-Leste) Parlemen Nasional Timor-Leste dan Proses Keuangan: Peranam Legislatif dan Pengawasan Mei 8-9, 2003, Dili (Timor-Leste) Pendahuluan Timor-Leste dan rakyatnya menjadi saksi yang tidak diragukan lagi dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN ETIK INTERNASIONAL UNTUK PENELITIAN BIOMEDIS YANG MELIBATKAN SUBYEK MANUSIA

PEDOMAN ETIK INTERNASIONAL UNTUK PENELITIAN BIOMEDIS YANG MELIBATKAN SUBYEK MANUSIA PEDOMAN ETIK INTERNASIONAL UNTUK PENELITIAN BIOMEDIS YANG MELIBATKAN SUBYEK MANUSIA Disusun oleh Dewan Organisasi Ilmu-ilmu Kedokteran Internasional (CIOMS) bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Sedunia

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

Mengelola Kesetaraan di Tempat Kerja

Mengelola Kesetaraan di Tempat Kerja Asosiasi Pengusaha Indonesia International Labour Organization Panduan Praktis bagi Pengusaha untuk Mempromosikan dan Mencegah Diskriminasi di Tempat Kerja di Indonesia Buku Mengelola Kesetaraan di Tempat

Lebih terperinci

Piagam Sumber Daya Alam. Edisi Kedua

Piagam Sumber Daya Alam. Edisi Kedua Piagam Sumber Daya Alam Edisi Kedua Piagam Sumber Daya Alam Edisi Kedua Rantai keputusan piagam sumber daya alam LANDASAN DOMESTIK UNTUK TATA KELOLA SUMBER DAYA Penemuan dan keputusan untuk mengekstraksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik

Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Tim Penyusun: Dhoho A. Sastro M. Yasin Ricky Gunawan Rosmi Julitasari Tandiono Bawor JAKARTA 2010 Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik

Lebih terperinci