Bloom di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga, Jawa Tengah Kesesuaian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bloom di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga, Jawa Tengah Kesesuaian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada"

Transkripsi

1 49 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh saat peneliti melakukan penelitian di lapangan sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu seberapa jauh kemampuan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional(kko) ranah kognitif pada taksonomi Bloom di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga, Jawa Tengah Hasil Temuan Bagian ini mengemukakan hasil temuan yang diperoleh saat peneliti malakukan penelitian dilapangan Kesesuaian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada Indikator Dengan Kompetense Dasar Yang Sesuai Dengan Materi Ajar Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pada penguasaan kompetensi dasar ini tidak semua guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah mengusai komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Sebanyak tiga belas orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah Menengah Pertama Atau 59% responden dapat mendeskripsikan pengertian kompetensi dasar sesuia dengan yang terdapat pada kurikulum, atau literatur lainya, sementara sebanyak Sembilan orang guru Ilmu Pengatahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah Atau 41% responden tidak dapat mendeskripsikan pengertian kompetensi dasar yang sesuia dengan kurikulum atau literaturnya.

2 50 Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah.Tentang pengertian kompetensi dasar lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1. 1 pada lampiran 5 halaman28. Selain itu sebanyak 7 orang dari 22 guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Atau sebanyak 31,8% responden dapat mendeskripsikan pengertian komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar yang ada pada kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sedangkan sebanyak lima belas orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Atau 68,2% responden tidak dapat mendeskripsikan pengertian komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar yang ada pada kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se kota Salatiga. Tentang komponen penting yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1. 2 lampiran 5 halaman 28. Temuan yang terakhir adalah sebanyak 19 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama(SMP) Se Kota Salatiga atau sebanyak 86,4% dapat mendeskripsikan apakah guru dalam menyusun indikator terdapat kata kerja operasional (KKO) yang sesuia dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom sedangkan sebanyak 3 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga atau

3 51 13,6% responden tidak dapat mendeskripsikan apakah guru dalam menyusun indicator terdapat kata kerja operasional (KKO) yang sesuai dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga. Tentang komponen penting oleh guru dalam menyusun indicator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) yang sesuai dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom. Lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1. 3 lampiran 5 halaman 29. Dari temuan diatas dapat disimpulkan bahwa sebanyak 12 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial atau 54,5% responden menguasai bagaimana menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebanyak 10 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 45,5% responden tidak menguasai bagaimana cara menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom. Sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga menguasai bagaiamana menentukan indicator dengan menggunakan kata kerja oprasional (KKO) ranah kognitif oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Tentang kesesuian menentukan indicator dengan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 1 pada lampiran 5 halaman 29.

4 Kesesuaian Jenjang Pada Ranah Kognitif Taksonomi Bloom Yang Dikehendaki Oleh Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Dalam Pengembangan Indikator Pada kesesuian kata kerja operasional (KKO) yang ada pada indikator dengan materi ajar yang dikehendaki pada Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga Jawa tengah. Sebanyak 2 dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 9.1% responden dapat mendeskripsikan pengertian taksonomi Bloom Ranah Kognitif pada kurikulum mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sedangkan 20 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 90,9% tidak dapat mendeskripsikan pengertian taksonomi Bloom Ranah Kognitif pada kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Salatiga Jawa Tengah.Tentang pengertian taksonomi Bloom ranah kognitif lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.Y 2. 1 pada lampiran 5 halaman 30. Sebanyak empat orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Menengah (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 18,2% responden dapat mendeskripsikan tentang bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif pada kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sedangkan sebanyak 18 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 81,8% responden

5 53 tidak dapat mendeskripsikan tentang bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah Kognitif yang sesuai pada kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Kemampuan deskripsi oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tentang bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai pada kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat di lihat dari Gambar 2.Y pada Lampiran 5, halaman 30. Selanjutnya delapan orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 36,4% responden dapat mendeskripsikan guru tentang penyusunan indicator dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sedangkan sebanyak 14 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 63,6% responden tidak dapat mendeskripsikan mendeskripsikan guru tentang penyusunan indikator dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Kemampuan deskripsi oleh guru mata guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tentang penyusunan indicator dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar yang dilakukan oleh guru pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat di lihat dari Gambar 2.Y 2. 3 pada Lampiran 5, halaman 31.

6 54 Temuan yang terakhir adalah sebanyak 15 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 68,2% responden dapat mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom ranah kognitif yang dikehendaki oleh guru pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang sesuai dengan materi pembelajaran pada struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan 7 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 31,8% responden tidak dapat mendeskripsikanapakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom ranah kognitif yang dikehendaki oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang sesuai dengan materi pembelajaran pada struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kemapuan deskripsi oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tentang penyusunan indikator, apakah indikator yang dibuat udah sesuia dengan tingkat taksonomi Bloom ranah kognitif yang dikehendaki oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang sesuai dengan materi pembelajaran pada struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat di lihat dari Gambar 2.Y 2. 4 pada lampiran 5 halaman31. Dari temuan temuan diatas dapat disimpulkan bahwa sebanyak delapan orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 36,4% responden menguasai jenjang ranah kognitif Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS) dan sebanyak 14 guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 63,6% responden tidak menguasai jenjang ranah

7 55 kognitif pada Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dari 63,6% responden yang tidak menguasai Jenjang Taksonomi Bloom ranah Kognitif kebanyakan dari guru guru mengiginkan tingkatan sampai level tinggi yaitu berkreasi tetapi kenyataanya didalam indicator pembelajaran tingkatan yang digunakan dalam menyusun indicator pembelajaran adalah level satu yaitu mengingat. Penguasaan deskripsi oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah pertama (SMP) tentang jenjang pada ranah kognitif taksonomi bloom yang dikehendaki oleh guru lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar Y 2. Pada lampiran 5 halaman 32.

8 56 Adapun hasil temuan tersebut dapat di lihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1. Kemampuan Guru Dalam Menentukan Indikator Dengan Menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO) ranah Kognitif Pada Taksonomi Bloom Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah. Indikator N Sesuai % Tidak sesuai % Pengertian kompetensi dasar % 9 41% Komponen penting dalam menyusun 7 31,8% 15 68,2% 22 kompetensi dasar. Kesesuaian kata kerja operasional (KKO) dengan kompetensi dasar pada taksonomi Bloom dalam penyusunan indicator ,4% 3 13,6% Kesesuian menentukan indikator ,5% 10 45,5% dengan menggunakan kata kerja (KKO) ranah kognitif pada Taksonomi Bloom sesuai dengan kompetensi dasar yang sesuai dengan materi ajar. Pengertian taksonomi Bloom ranah ,1% 20 90,9% kognitif. Bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah ,2% 18 81,8% kognitif. Pembuatan indicator yang dikehendaki ,4% 14 63,6% dengan menggunakan jenjang taksonomi Bloom ranah kognitif yang sesuai dengan kompetensi dasar. Apakah setiap indicator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom ranah Kognitif yang dikehendaki ,2% 7 31,8% Kesesuaian jenjang ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang dikehendaki ,4% 14 63,6% oleh guru dalam pengembangan indikator Pembahasan Pada bagian ini, dikemukakan mengenai pembahasan atas temuan temuan yang telah digambarkan dengan menggunakan landasan teori pada Bab II maupun landasan teori teori yang tidak terdapat pada Bab II akan tetapi relevan untuk digunakan.

9 Kesesuian Kata Kerja Operasional (KKO) Yang Terdapat Pada Indikator Dengan Kompetensi Dasar Yang Sesuia Dengan Materi Ajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Indikator merupakan penanda pencapaian Kompetensi Dasar (KD) yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi Dasar merupakan perincian lanjut dari standar kompetensi yang disusun dalam cakupan materi dan kata kerja yang digunakan.kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu ditanyakan sedemikian rupa agar dapat di nilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman langsung. Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik mata pelajaran tertentu sebagai rujukan menyusun indikator. 62 Kompetensi dasar dalam silabus terutama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sangat penting. Hal ini berguna untuk mengingatkan guru untuk mengetahui seberapa jauh tuntutan target kompetensi yang harus dicapainya. Didalam komponen Kompetensi Dasar ini juga dimuat hasil belajar, yaitu pernyataan unjuk kerja yang diharapkan setelah peserta didik mengalami pembelajaran dalam kompetensi tertentu. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Kompetensi Dasar ialah pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai 62 Pengertian ketercapaian kompetensi dasar,

10 58 standar kompetensi yang telah ditetapkan. 63 Sehingga ketercapaian kompetensi dasar oleh peserta didik yang harus dimiliki sebagai rujukan bahwa peserta didik tersebut telah menguasai materi yang telah diberikan untuk bekal kehidupannya dalam bermasyarakat. Guru dituntut untuk menguasai Kompetensi Dasar agar peserta didik yang diampu dapat menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak 13 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan kompetensi dasar yang terdapat dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Namun sebanyak sembilan orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah dapat menguasai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum. Jika 13 orang guru dari 22 orang guru menguasai kompetensi dasar maka didalam penyusunan indikator guru bisa menguasai dan guru bisa mengerti seberapa jauh tuntutan target yang harus dikuasai kompetensinya sehingga ketercapaian peserta didik yang harus dimiliki sebagai rujukan bahwa peserta Wina Sanjaya, 2008, kurikulum dan pembelajaran, prenada media group, Jakarta, hlm.

11 59 didik tersebut telah menguasai materi yang telah diberikan untuk bekal kehidupannya dalam bermasyarakat bisa tercapai. Sedangkan sembilan guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai kompetensi dasar, maka didalam penyusunan indikator yang dibuat oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak akan terarah pada standar kompetensi yang diharapkan yang berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar. Pembahasan selanjutnya tentang komponen dalam penyusunan kompetensi dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah kesesuian deskrispsi oleh guru tentang komponen penting apa saja dalam penyusunan kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini: 1. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitan materi, tidak harus sesuai dengan urutan yang ada di standar isi. 2. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran. 3. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya, apabila belum lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator lain yang kemungkinan belum terindentifikasi. 4. Tambahan indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutanya. 64 Apabila guru tidak menguasai komponen apa saja yang terdapat dalam penyusunan kompetensi dasar maka target dari pembelajaran akan mempengaruhi kualitas kompetensi peserta didik. 64

12 60 Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak tujuh orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan komponen apa saja dalam penyusunan kompetensi dasar. Namun sebanyak 15 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada komponen penting apa dalam penyusunan kompetensi dasar. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tidak menguasai komponen penting dalam penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan Standar Isi. Jika 7 orang guru dari 22 orang guru menguasai komponen penting dalam penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan Standar Isi dan guru bisa mengerti seberapa jauh kemampuan siswa yang harus dikuasai dalam pencapaian proses belajar mengajar maka target dalam pembelajaran bisa tercapai sesuia dengan yang diharapkan baik para guru ataupunn peserta didik. Sedangkan 15 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai komponen penting dalam penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan Standar Isi maka akan berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar. Tiga dari 15 orang guru yang tidak dapat menjelaskan komponen

13 61 penting apa saja dalam penyusunan indikator teryata dalam pembuatan rencana Pelaksanaan Pembelajaran mereka hanya meniru dari sekolah lain. Pembahasan selanjutnya tentang indikator pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah kesesuian deskripsi oleh guru tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan indikator dalam penyusunan indikator mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 65 Dalam penyusunan indikator perlu mempertimbangkan: 1. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD. 2. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah dan 3. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah. 66 Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat yang menggunakan kata kerja operasional (KKO).Rumusan indikator sekurang-kurangya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi Depdiknas, 2008, Direktorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, hlm Ibid, hlm.03.

14 62 Apabila guru tidak menguasai indikator pembelajaran secara benar maka target dari pembelajaran pun tidak akan tercapai dan akan berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak 19 dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator. Namun sebanyak tiga orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dalam mendeskripsikan tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah dapat menguasai tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator. Jika 19 orang guru dari 22 orang guru menguasai tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator maka target dari pembelajaran pun akan tercapai dan akan berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut. Sedangkan tiga orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai tentang kesesuaian kata kerja operasional dengan kompetensi dasar dalam penyusunan indikator, mereka mengatakan tidak dapat mengembangkan atau menyusun indikator dengan sendiri melainkan

15 63 mencontoh tahun sebelumnya atau mencontoh indikator pembelajaran yang sudah ada pada kurikulum tahun sebelumnya. Pembahasan yang terakhir adalah kesesuaian dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang sesuai dengan materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).Kata kerja operasional (KKO) indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhanana ke kompleks, dekat ke jauh dan dari konkret ke abstrak.kata kerja operasional pada kompetensi dasar benar benar terwakili dan teruji pada akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja operasional indikator. Terakhir sebanyak 12 orang dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial atau 54,5% responden menguasai bagaimana menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang sesuia dengan materi ajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebanyak 10 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah atau 45,5% responden tidak menguasai bagaimana cara menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom yang sesuai dengan materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

16 Kesesuaian Jenjang Pada Ranah Kognitif Pada Tingkatan Taksonomi Bloom Yang Dikehendaki Oleh Guru Dalam Pengembangan Indikator Sama halnya dengan kesesuaian guru dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) ranah kognitif pada taksonomi Bloom oleh guru Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah. Kemampuan deskripsi guru tentang jenjang ranah kognitif taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru dalam pembuatan indikator yang sesuia dengan materi ajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus.dalam taksonomi terdapat kategori kategori yang merupakan satu kontinum.kontinum merupakan salah satu prinsip klasifikasi pokok dalam taksonomi.dalam taksonomi pendidikan diklasifikasikan tujuan tujuan.sebuah tujuan berisikan satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerja umumnya mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan.taksonomi Bloom disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian kelompok pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada didaerah. Analisis kompetensi menurut taksonomi Bloom, yaitu ; 1. Kompetensi kognitif yang merupakan perilaku perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, intelektual, dan ketrampilan belajar. 2. Kompetensi afektif, berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi. 3. Kompetensi psikomotor, berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampiln Moh. Uzer Usman, 2005, Menjadi Guru Profesional, Edisi ke-2, Penerbit, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm.16.

17 65 Analisis kompetensi menurut Taksonomi Bloom ini terkait langsung dengan kemampuan guru dalam menentukan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional.salah satuyang dianggap penting untuk dapat dilaksanakan secara benar adalah kompetensi kognitif yang merupakan perilaku perilaku yang menekankan aspek intelektual. 69 Jika guru Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) bisa mendeskripsikan Taksonomi bloom ranah kognitif maka guru akan semakin tahu sejauh mana siswa mampu menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak dua dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dengan mendeskripsikan pengertian Taksonomi Bloom ranah kognitif. Namun sebanyak 20 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dengan mendeskripsikan pengertian Taksonomi Bloom ranah kognitif. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah tidak menguasai dalam mendskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Jika dua orang guru dari 22 orang guru bisa mendeskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka guru akan semakin tahu sejauh mana 69 Ibid, hlm.16.

18 66 siswa mampu menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Sedangkan 20 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai dalam mendskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka akan berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar karena guru tidak akan tahu sejauh mana kemampuan peserta didik dalam pengembangan diri dan dalam penjabaran indikator pun tidak akan terarah sesuai yang diharapkan. lima dari 15 orang guru yang tidak dapat mendeskripsikan Taksonomi Bloom ranah kognitif mereka beralasan sudah lupa dengan taksonomi Bloom bahkan ada salah satu dari 15 orang guru yang mengatakan mereka belum pernah mendengar apa itu Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom ranah kognitif menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari. Beberapa prinsip didalam taksonomi Bloom ranah kognitif : 1. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengigatnya terlebih dahulu 2. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu 3. Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai 4. Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, menganalisis dan mengevaluasi, serta mempemperbarui. ' Tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif terdiri dari beberapa jenjang dengan kata kunci atau sub kategori dari level yang rendah sampai dengan level yang tinggi :Kata-kata kunci tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

19 67 1. Mengingat: mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dsb. 2. Memahami: menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membadingkan, menjelaskan, membeberkan dsb. 3. Menerapkan: melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb. 4. Menganalisis: menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, merubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membadingkan dsb. 5. Mengevaluasi: menyusun hipotesis, mengkritik, mempresikasi, menilai, menguji, membeberkan, menyalahkan dsb. 6. Berkreasi: merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, mengubah dsb. 70 Pembahasan selanjutnya adalah kesesuaian guru dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan taksonomi Bloom ranah kognitif. Dari pengertian diatas apabila ditanyakan kepada guru ternyata sebanyak empat dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab benar atau jawaban yang dikemukakan sesuai dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Namun sebanyak 18 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah menjawab salah atau jawaban yang dikemukakan tidak sesuai dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Hasil penelitian terhadap 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini dapat dikatakan sebagian besar guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Se Kota 70 Admin, pembaharuan.com/pembelajaran_/perencanaan_/taksonomi-bloom mengembangkan-strategi-perpikir-berbasis-tik/,11/10/2009

20 68 Salatiga, Jawa Tengah tidak menguasai dalam mendskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif. Jika empat orang guru dari 22 orang guru bisa mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka guru akan semakin tahu sejauh mana siswa mampu mengembangkan diri dan dalam pembuatan indikator pasti terarah dan proses belajar mengajar bisa tercapai.. Sedangkan 18 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang tidak menguasai dalam mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif maka akan berakibat kurang baik bagi perkembangan peserta didik didalam proses belajar mengajar karena taksonomi Bloom merupakan kerangka pikir atau sebagai acuan dalam pembuatan indikator pembelajaran yang sesuia dengan materi ajar dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO). dua dari 18 orang guru yang tidak dapat mendeskripsikan bunyi tingkatan Taksonomi Bloom ranah kognitif mereka beralasan sudah lupa dengan taksonomi Bloom dan mereka ber alasan bahwa 4 dari orang guru yang menjawab salah mengatakan bahwa anak didiknya yang tidak bisa mencapai tingkatan taksonomi Bloom. Temuan lainya menunjukkan sebanyak delapan dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dapat menjawab dengan benar setelah ditanya mengenai pembuatan indikator yang disusun oleh guru sudah menggunakan jenjang ranah kognitif taksonomi Bloom yang sesuai dengan kompetensi dasar yang sesuai dengan kurikulum IPS. Jika guru dapat mendeskripsikan dengan benar maka kegiatan proses belajar mengajar akan tercapai. Dan sebanyak 14 orang guru menjawab salah tentang mendeskripsikan pembuatan indikator yang disusun sudah menggunakan jenjang ranah kognitif taksonomi Bloom yang sesuai

21 69 dengan kompetensi dasar dalam proses belajar mengajar mereka mengatakan kalau indikator yang dibuat sama persis dari pemerintah pusat. Selanjutnya 15 orang guru dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh setiap guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebanyak tujuh orang guru tidak dapat mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh setiap guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tiga orang dari 7 orang guru yang tidak bisa mendeskripsikan apakah setiap indikator yang dibuat sudah sesuai dengan tingkat taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh setiap guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) setelah dijelaskan mereka baru tau kalau teryata setiap indikator yang dibuat dengan menggunakan kata kerja operasional merupakan jenjang Taksonomi Bloom ranah kognitif. Terakhir sebanyak delapan dari 22 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 36,4% responden menguasai jenjang ranah kognitif Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS). Jika delapan orang dari 22 orang guru menguasai jenjang ranah kognitif yang dikehendaki maka tujuan pembelajaran untuk mencapai tingakatan level tinggi pada taksonomi bloom bisa tercapai dan sebanyak 14 guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau 63,6% responden tidak menguasai jenjang ranah kognitif pada Taksonomi Bloom yang dikehendaki oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dari 63,6% responden yang tidak menguasai Jenjang Taksonomi

22 70 Bloom ranah Kognitif kebanyakan dari guru guru tersebut tidak dapat mendeskripsikan jenjang pada ranah kognitif Taksonomi Bloom yang dikehendaki guru dalam penyusunan indikator, tiga dari 22 orang guru mengatakan mereka taunya tentang kata kerja operasional padahal kata kerja operasional yang dipakai merupakan tingkatan taksonomi Bloom yang harus dikuasai oleh guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang Undang Republik 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kurikulum merupakan suatu rencana yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pada taksonomi Bloom Se kota Salatiga, Jawa Tengah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pada taksonomi Bloom Se kota Salatiga, Jawa Tengah. 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, tehnik analisis data, definisi operasional, dan instrument

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34 HALAMAN 1 / 34 1 2 3 4 5 Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit Waktu Pengembangan g Silabus 6 7 8 9 Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah Pengembangan Silabus Contoh Model HALAMAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA. Pedoman ini adalah alat untuk memperoleh data-data tentang kemampuan

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA. Pedoman ini adalah alat untuk memperoleh data-data tentang kemampuan 75 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA Pedoman ini adalah alat untuk memperoleh data-data tentang kemampuan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam memilih materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu

Lebih terperinci

KAJIAN SK - KD. sebagai PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

KAJIAN SK - KD. sebagai PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 KAJIAN SK - KD sebagai PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS HALAMAN 1 LATAR BELAKANG Pada umumnya satuan pendidikan: dalam mengembangkan silabus belum melakukan kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar

Lebih terperinci

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS A. Pengertian Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi MERENCANAKAN PROGRAM PEMBELAJARAN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KTSP Pertemuan XI Desain Pembelajaran STAI SMQ Bangko Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami perencanaan program pembelajaran dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa ahli mengemukakan bahwa media dalam proses pembelajaran cenderung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa ahli mengemukakan bahwa media dalam proses pembelajaran cenderung BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Media Realia Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secra harfiah berarti tengah/perantara atau pengantar. Menurut (Bovee dalam Ena: 2001) media adalah sebuah alat

Lebih terperinci

Oleh Astutik Handayani

Oleh Astutik Handayani i KEMAMPUAN GURU ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) DALAM MENENTUKAN INDIKATOR DENGAN MENGGUNAKAN KATA KERJA OPERASIONAL (KKO) RANAH KOGNITIF PADA TAKSONOMI BLOOM SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP ) SE-KOTA SALATIGA

Lebih terperinci

Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus

Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus A. Prinsip Pengembangan Silabus Prinsip-prinsip pengembangan silabus adalah: 1. Ilmiah Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate) 1 KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate) I. Pendahuluan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK PADA MATERI :. KELAS 10/11/12 MA SEMESTER GANJIL/GENAP

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK PADA MATERI :. KELAS 10/11/12 MA SEMESTER GANJIL/GENAP PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK PADA MATERI :. KELAS 10/11/12 MA SEMESTER GANJIL/GENAP Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Tengah Semester pada Mata Kuliah Pembelajaran Akidah

Lebih terperinci

Pengembangan Silabus dan R P P. oleh : Susiwi S

Pengembangan Silabus dan R P P. oleh : Susiwi S Pengembangan Silabus dan R P P oleh : Susiwi S Bagian Pertama 2 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit waktu Pengembang Silabus Komponen Silabus

Lebih terperinci

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS

PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS A. Pengertian Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perubahan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat, maka kurikulum pendidikan harus mampu mengadopsi, mengakomodir,

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pembekalan Mikro teaching Mahasiswa PGSD-UAD RINI NINGSIH, M.Pd.

Disampaikan pada Pembekalan Mikro teaching Mahasiswa PGSD-UAD RINI NINGSIH, M.Pd. Disampaikan pada Pembekalan Mikro teaching Mahasiswa PGSD-UAD 2016 RINI NINGSIH, M.Pd. ADA APA DENGAN RPP? Apa yang dimaksud RPP Mengapa Membuat RPP? Bagaimana membuat RPP Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Panduan Penyusunan KTSP jenjang Dikdasmen BSNP Landasan & Acuan Penyusunan & Pengembangan KTSP UU

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki A. Pendahuluan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN SENI BUDAYA (SENI RUPA)

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN SENI BUDAYA (SENI RUPA) PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN SENI BUDAYA (SENI RUPA) A. Pendahuluan Secara prinsip, silabus sebagai acuan pengembangan RPP dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar

Lebih terperinci

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1 PENGEMBANGAN SILABUS 1. Landasan Pengembangan Silabus 2. Pengertian Silabus 3. Pengembang Silabus 4. Prinsip Pengembangan Silabus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kalangan guru ilmu pengetahuan sosial (IPS) Negeri se Kecamatan Ambarawa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kalangan guru ilmu pengetahuan sosial (IPS) Negeri se Kecamatan Ambarawa. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada Bab I yaitu seberapa baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Bangsa akan menjadi maju jika pendidikan diperhatikan dengan serius oleh para pemegang

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Panduan Penyusunan KTSP jenjang Dikdasmen BSNP KURIKULUM 2013? (Berbasis Scientific Approach)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Silakan pilih menu Unit waktu Pengembang Silabus Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah-langkah

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TEMATIK SD BERMUATAN IPS DENGAN MEDIA GAMBAR SEDERHANA

PEMBELAJARAN TEMATIK SD BERMUATAN IPS DENGAN MEDIA GAMBAR SEDERHANA PEMBELAJARAN TEMATIK SD BERMUATAN IPS DENGAN MEDIA GAMBAR SEDERHANA Imaniar Purbasari 1), Nur Fajrie 2) 1) PGSD, FKIP, Universitas Muria Kudus, Po Box 53 Gondangmanis Bae Kudus, imaniar.purbasari@umk.ac.id

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN GURU MENGELOLA PEMBELAJARAN TEMATIK MENURUT KURIKULUM 2013 DI SD NEGERI 1 SOPAI KABUPATEN TORAJA UTARA

ANALISIS KEMAMPUAN GURU MENGELOLA PEMBELAJARAN TEMATIK MENURUT KURIKULUM 2013 DI SD NEGERI 1 SOPAI KABUPATEN TORAJA UTARA ANALISIS KEMAMPUAN GURU MENGELOLA PEMBELAJARAN TEMATIK MENURUT KURIKULUM 2013 DI SD NEGERI 1 SOPAI KABUPATEN TORAJA UTARA Thin Ratulangi 1, Nurdin Arsyad 2.Djadir 3 1 Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit waktu Pengembang Silabus Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah-langkah Pengembangan Silabus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian yang telah dilakukan. Rekomendasi bertujuan sebagai bahan kajian baik untuk pihak sekolah, guru, peserta

Lebih terperinci

KONSEP RENCANA PEMBELAJARAN

KONSEP RENCANA PEMBELAJARAN KONSEP RENCANA PEMBELAJARAN RENCANA PEMBELAJARAN Merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan Upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan

Lebih terperinci

Terima kasih telah mengunjungi

Terima kasih telah mengunjungi PENGANTAR PENGEMBANGAN SILABUS A. Pengertian Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS

PENGEMBANGAN SILABUS PENGEMBANGAN SILABUS Afid Burhanuddin, M. Pd. Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit waktu Pengembang Silabus Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah-langkah Pengembangan Silabus

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Tujuan pembelajaran 1. Mahasiswa dapat menyusun silabus mata pelajaran sesuai dengan ketentuan standar isi 2. Mahasiswa dapat menyusun RPP untuk pembelajaran teori Jasa Boga dan Patiseri 3. Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu komponen penting dalam mentransformasi pengetahuan, keahlian, dan nilai-nilai akhlak dalam pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN. Pusat Kurikulum - Balitbang Depdiknas

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN. Pusat Kurikulum - Balitbang Depdiknas PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN 1 PENGEMBANGAN SILABUS 1. Landasan Pengembangan Silabus 2. Pengertian Silabus 3. Pengembang Silabus 4. Prinsip Pengembangan Silabus 5. Tahapan Pengembangan Silabus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dan peraturan pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bloom Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah.

BAB II LANDASAN TEORI. Bloom Sekolah Menengah Pertama (SMP) Se Kota Salatiga, Jawa Tengah. 12 BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan beberapa konsep atau teori yang terkait dengan penelitian tentang kemampuan guru dalam menentukan indikator dengan menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO)

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBELAJARAN: SILABUS & RPP. Hj. Yeti Mulyati Universitas Pendidikan Indonesia

PERENCANAAN PEMBELAJARAN: SILABUS & RPP. Hj. Yeti Mulyati Universitas Pendidikan Indonesia PERENCANAAN PEMBELAJARAN: SILABUS & RPP Hj. Yeti Mulyati Universitas Pendidikan Indonesia KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang

Lebih terperinci

EDISI : 4 PENGEMBANGAN SILABUS. Modul : Pengembangan Silabus Soal-soal Pengembangan Silabus

EDISI : 4 PENGEMBANGAN SILABUS. Modul : Pengembangan Silabus Soal-soal Pengembangan Silabus EDISI : 4 PENGEMBANGAN SILABUS Modul : Pengembangan Silabus Soal-soal Pengembangan Silabus PENGEMBANGAN SILABU Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok,

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan mendidik yang didalamnya terjadi interaksi antara guru dan siswa atau antar peserta didik yang memiliki suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing (model bermain peran) a Pengertian Role playing atau bermain peran menurut Zaini, dkk (2008:98) adalah suatu aktivitas pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses perkembangan di semua aspek kehidupan bangsa. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP

PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP DIAN BUDIANA,M.PD. Disiapkan sebagai Bahan Diklat Sertifikasi Guru dalam Jabatan Pengertian Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN PENILAIAN OTENTIK D ALAM RANGKA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PAD A MATA PELAJARAN TEKNOLOGI MEKANIK D I SMK

2015 PENERAPAN PENILAIAN OTENTIK D ALAM RANGKA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PAD A MATA PELAJARAN TEKNOLOGI MEKANIK D I SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kejuruan adalah pendidikan khusus yang dirancang untuk mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja yang sesuai dengan bidang keahliannya dan mengembangkan

Lebih terperinci

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNIT 5 MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDAHULUAN Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran karena adanya rancangan pembelajaran yang dilakukan dengan baik. Hal ini menjadi kewajiban bagi para guru termasuk

Lebih terperinci

Pengembangan Silabus

Pengembangan Silabus Pengembangan Silabus Pegertian Landasan Prinsip pengembangan Unit Waktu Pengembangan Silabus Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah-langkah Pengembangan Silabus Contoh Silabus Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II ini menjelaskan beberapa konsep atau teori yang berkaitan dengan penelitian tentang kemampuan menguasai bahan ajar dalam upaya pelaksanaan kompetensi profesional di kalangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah salah satu penentu keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dan temuan pembelajaran siswa kelas 6 Sekolah Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KTSP SENI BUDAYA PADA JENJANG PENDIDIKAN SMP DAN SMA. Taswadi ABSTRAK

IMPLEMENTASI KTSP SENI BUDAYA PADA JENJANG PENDIDIKAN SMP DAN SMA. Taswadi ABSTRAK IMPLEMENTASI KTSP SENI BUDAYA PADA JENJANG PENDIDIKAN SMP DAN SMA Taswadi ABSTRAK Tugas utama guru adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

SILABUS SEBAGAI LANDASAN PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAGI GURU YANG PROFESIONAL

SILABUS SEBAGAI LANDASAN PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAGI GURU YANG PROFESIONAL SILABUS SEBAGAI LANDASAN PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAGI GURU YANG PROFESIONAL H. Syaiful Sagala Abstrak Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilum Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : SENI BUDAYA JENJANG PENDIDIKAN : SMP

MATA PELAJARAN : SENI BUDAYA JENJANG PENDIDIKAN : SMP MATA PELAJARAN : SENI BUDAYA JENJANG PENDIDIKAN : SMP Kompetensi PEDAGOGI 1. Menguasai karakteristik 1.1 Memahami karakteristik peserta peserta didik dari aspek fisik, didik yang berkaian dengan aspek

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KETERCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PADA MATERI PENGISIAN REFRIGERAN DI UNIT TATA UDARA DOMESTIK

STUDI TENTANG KETERCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PADA MATERI PENGISIAN REFRIGERAN DI UNIT TATA UDARA DOMESTIK 265 STUDI TENTANG KETERCAPAIAN KOMPETENSI SISWA PADA MATERI PENGISIAN REFRIGERAN DI UNIT TATA UDARA DOMESTIK Yulan E. Pramudita 1, Kamin Sumardi 2, Ega T. Berman 3 Universitas Pendidikan Indonesia JL.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu bi dang studi yang menduduki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu bi dang studi yang menduduki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bi dang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu, jam pelajaran sekolah lebih banyak

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sebagai pondasi diri seseorang dalam kehidupan, mampu merubah kehidupan seseorang untuk berkembang. Pendidikan merupakan proses menuju perubahan

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar) KISIKISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU GURU TAHUN 2012 MATA PELAJARAN JENJANG : SENI BUDAYA : SMP/SMA/SMK MTS/MA/MAK Kompetensi Inti Guru (Standar 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran pokok pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam pembelajaran IPA terdapat

Lebih terperinci

Silabus dan RPP. Oleh: Prof. Dr. Mohamad Nur R. Wakhid Akhdinirwanto. Silabus dan RPP PPt Final Plus 1

Silabus dan RPP. Oleh: Prof. Dr. Mohamad Nur R. Wakhid Akhdinirwanto. Silabus dan RPP PPt Final Plus 1 Silabus dan RPP Oleh: Prof. Dr. Mohamad Nur R. Wakhid Akhdinirwanto Silabus dan RPP PPt Final Plus 1 Mempersiapkan Perangkat Pembelajaran 1. Kalender Pendidikan 2. Program Tahunan (Prota) 3. Program Semester

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar)

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetnsi Dasar) KISIKISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 MATA PELAJARAN JENJANG : SENI BUDAYA : SMP/SMA/SMK MTS/MA/MAK Kompetensi Inti Guru (Standar 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya 6 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Dasar Pengelolaan Pembelajaran. Pada dasarnya pengelolaan diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian semua sumber daya untuk

Lebih terperinci

Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan

Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan Alkhafi Maas Siregar 1 dan Rahmansyah 2 1. Jurusan Fisika FMIPA Unimed dan 2. Jurusan Fisika FMIPA Unimed Jln.

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Hal tersebut sesuai dengan

Lebih terperinci

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB Pengertian Mengajar Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada peserta didik sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. matematika di SMA Negeri 1 Klaten dapat disampaikan berikut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. matematika di SMA Negeri 1 Klaten dapat disampaikan berikut. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Aspek-aspek Pengembangan Silabus Hasil penelitian tentang pengembangan silabus dan penilaian hasil belajar matematika di SMA Negeri 1 Klaten

Lebih terperinci

Bagaimana memilih bahan ajar? Prinsip Kecukupan. Cakupan Bahan Ajar. Urutan Penyajian Bahan Ajar

Bagaimana memilih bahan ajar? Prinsip Kecukupan. Cakupan Bahan Ajar. Urutan Penyajian Bahan Ajar Teknik Pengembangan Bahan Ajar dan Perangkat Pembelajaran oleh: Pujianto *) Disarikan dari Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar, Depdiknas:2006 Mengapa perlu bahan ajar? Siswa memiliki karakteristik

Lebih terperinci

UNIT 2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS. Pendahuluan

UNIT 2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS. Pendahuluan UNIT 2 Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS Pendahuluan Para mahasiswa sekalian, tentu Andamasih ingat bahwa salah satu peran guru adalah pengembang kurikulum (curriculum developer) pada pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Kelas Akselerasi di SMA

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Kelas Akselerasi di SMA 113 BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti akan menyajikan uraian bahasan sesuai dengan temuan penelitian. Seperti yang ditegaskan dalam teknik analisis kualitatif deskriptif (pemaparan) dari data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2011: 18).

BAB I PENDAHULUAN. pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2011: 18). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur utama dalam pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, oleh karena itu pengelolaan pendidikan harus berorientasi kepada bagaimana menciptakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan 8 langkah yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan, yakni penelitian pendahuluan, mengembangkan

Lebih terperinci

REVIEW DAN REVISI SILABUS-RPP MAPAEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) Oleh: Ajat Sudrajat

REVIEW DAN REVISI SILABUS-RPP MAPAEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) Oleh: Ajat Sudrajat REVIEW DAN REVISI SILABUS-RPP MAPAEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) Oleh: Ajat Sudrajat PRODI ILMU SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 REVIEW

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional a Pendidikan d Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelajaran Matematika merupakan wahana yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelajaran Matematika merupakan wahana yang dapat digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran Matematika merupakan wahana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika adalah salah satu cabang ilmu yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting untuk menciptakan sumber daya yang berkualitas, cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing serta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anggis Nusantri, 2014 Kompetensi Guru Seni Budaya Dalam Meingplementasikan Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anggis Nusantri, 2014 Kompetensi Guru Seni Budaya Dalam Meingplementasikan Kurikulum 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam menjalankan tugasnya guru memiliki beberapa acuan kompetensi yang harus dipenuhi, salah satunya adalah kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MALIA ULFA. Jl. Semarang 5 Malang.

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MALIA ULFA. Jl. Semarang 5 Malang. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MALIA ULFA Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail: malyaulfa@ymail.com

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan, Berbasis Masalah (problem based learning), Hasil Belajar, Sosiologi

ABSTRAK. Kata kunci : Penerapan, Berbasis Masalah (problem based learning), Hasil Belajar, Sosiologi PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI KELAS XI IPS 1 SMA N 3 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Elvita Nila Ratih elvitanilaratih@student.uns.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di sekolah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Kata

Lebih terperinci

STUDI REALITAS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI JENJANG SMA

STUDI REALITAS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI JENJANG SMA STUDI REALITAS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI JENJANG SMA (Studi Deskriptif pada Berbagai Klasifikasi Guru SMA di Kota Bandung Tahun 2015) Humaira Ulfah,* Edi Suresman,

Lebih terperinci

MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR. Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK

MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR. Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK 1 MERANCANG PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR MELALUI PERUMUSAN INDIKATOR Oleh: Nur Dewi Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan informasi kepada guru tentang konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam aspek kehidupan manusia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Keterampilan Menulis. Menulis adalah salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH Naniek Sulistya Wardani S1-Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB 11 KAJIAN TEORI. pengetahuan. Kemampuan pemahaman (comprehention) adalah. situasi serta fakta yang diketahuinya. 1 Dapat pula Pemahaman diartikan

BAB 11 KAJIAN TEORI. pengetahuan. Kemampuan pemahaman (comprehention) adalah. situasi serta fakta yang diketahuinya. 1 Dapat pula Pemahaman diartikan 7 BAB 11 KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Pemahaman Konsep Matematika Pemahaman berasal dari kata dasar paham yang berarti mengerti benar. Pemahaman mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik.

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

RELEVANSI MATERI PEMBELAJARAN TEKNIK REFRIGERASI DI PERGURUAN TINGGI DAN DI SMK DENGAN STANDAR UJI KOMPETENSI

RELEVANSI MATERI PEMBELAJARAN TEKNIK REFRIGERASI DI PERGURUAN TINGGI DAN DI SMK DENGAN STANDAR UJI KOMPETENSI 221 RELEVANSI MATERI PEMBELAJARAN TEKNIK REFRIGERASI DI PERGURUAN TINGGI DAN DI SMK DENGAN STANDAR UJI KOMPETENSI Deni Indrayani 1, Inu H. Kusumah 2, Enang S. Arifiyanto 3 Departemen Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS SUMINAH Dosen KSDP Universitas Negeri Malang E-mail: suminahpp3@yahoo.co.id Abstrak: Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING Fatmawaty Sekolah Dasar Negeri Hikun Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci