BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah dengan Calon Tunggal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan Kepala Daerah adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis. Dengan kata lain, pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat dengan melakukan perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan. Otonomi daerah sangat erat kaitanya dengan demokrasi. Konsekuensinya, harus ada tata cara dan mekanisme pengisian jabatanjabatan secara demokratis, terutama pada jabatan-jabatan politik di tingkat daerah utamanya kepala daerah (Pantja Astawa, 2008 : 21). Pengisian jabatan kepala daerah tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilihan. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi berhak memilih kepala daerah sendiri melalu pemilihan kepala daerah secara langsung yang menjunjung tinggi demokrasi. Pemilihan kepala daerah dalam hal ini merupakan salah satu implementasi dari pelaksanaan otonomi daerah (Wahyu Widodo, 2015 : 683). Pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015 merupakan pemilihan kepala daerah yang dilakukan seerentak di Indonesia untuk pertama kali. Terdapat hal-hal yang baru pertama kali terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Negara Indonesia, yaitu adanya satu pasangan calon atau

2 calon tunggal yang maju dalam pemilihan kepala daerah. Hal tersebut didasarkan atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang mengabulkan permohonan uji materiil oleh Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Effendi Gazali selaku penggugat atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang terkait persyaratan calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah. Permohonan pengujian materiil diatas adalah bertujuan untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu (Fatkhurohman dkk, 2004 : 22). Pengujian peraturan perundang-undangan pada hakikatnya bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan agar tidak merugikan hak-hak konstitusional dari setiap warga negara, bahkan substansi dari undang-undang tersebut tidak boleh bertentangan dengan atau konstitusi. Dalam konteks hukum di Indonesia, hak untuk pengujian peraturan perundang-undangan ini dilakukan oleh lembaga kekuasaan kehakiman, baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi. Namun berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam hal ini terkait pengujian undang-undang pemilihan kepala daerah merupakan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi karena menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar. Setelah melalui uji materiil yang dilakukan, Mahkamah Konstitusi pada akhirnya memutuskan untuk mempersilahkan setiap daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon atau yang lebih dikenal dengan istilah calon tunggal untuk tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, dengan mekanisme pemilihan yang tentunya berbeda dari pemilihan dengan dua pasang calon atau lebih. Hal ini membuat ketiga daerah yang memiliki satu

3 pasang calon atau calon tunggal yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Timor Tengah Utara tetap dapat menyelenggarakan pemilihan kepala daerah karena pemilihan kepala daerah khususnya pemilihan Bupati dan Wakil Bupati pada daerah tersebut tidak perlu ditunda hingga tahun Pemilihan kepala daerah akan tetap dilaksanakan meskipun ketiga daerah tersebut hanya memiliki calon pasangan tunggal saja, tentunya dengan mekanisme pemilihan yang berbeda dan baru dari sebelumnya. Beberapa daerah yang hanya memiliki calon tunggal untuk maju dalam pemilihan kepala daerah adalah Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Timor Tengah Utara provinsi Nusa Tenggara Timur. Mengambil contoh di Kabupaten Tasikmalaya, calon tunggal yang maju dalam pemilihan kepala daerah adalah pasangan Uu Ruzhanul Ulum dan Ade Sugianto yang sebelumnya juga menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tasikmalaya. Hingga akhir penutupan pendaftaran calon, hanya satu calon saja yang telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah Tasikmaya, yaitu pasangan Uu Ruzhanul Ulum dan Ade Sugianto. Hanya adanya satu pasang calon saja disaat penutupan pendaftaran, Komisi Pemilihan Umum pun melakukan perpanjangan waktu pendaftaran hingga tiga hari sesuai dengan aturan yang ada. Meskipun telah diperpanjang, tetap saja hanya ada satu pasangan calon saja yang ingin maju dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tasikmalaya. Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi, rencananya pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tasikmalaya tersebut akan diundur pada tahun 2017 hingga mendapatkan lebih dari satu pasangan calon kepala daerah ( diakses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul WIB). Konsekuensi yang timbul dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 yang memperbolehkan calon tunggal untuk maju dalam pemilihan kepala daerah adalah munculnya sistem

4 pemilihan dengan mekanisme yang berbeda dari pemilihan dengan daerah yang memiliki lebih dari satu calon. Komisi Pemilihan Umum harus menanggung konsekuensi dengan tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah di ketiga kabupaten tersebut meskipun jarak antara dikeluarkanya putusan dengan dihelatnya pemilihan kepala daerah hanya dua bulan saja. Jarak dua bulan digunakan Komisi Pemilihan Umum untuk menata bagaimana pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah di ketiga daerah tersebut agar terlaksana sesuai dengan prinsip demokrasi. Salah satu yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum pasca dikeluarkanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan calon tunggal untuk maju dalam pemilihan kepala daerah adalah dengan menyusun dan membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Calon Tunggal. Penyusunan peraturan tersebut disusun oleh Komisi Pemilihan Umum dengan dibantu oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah guna memberikan usulan-usulan yang dapat dimasukan dalam peraturan tersebut. Setelah melalui proses penyusunan, akhirnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon saja / calon tunggal. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon tentunya didasarkan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 tanggal 29 September 2015 yang menyatakan Pasal 49 ayat (9) dan Pasal 50 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

5 Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian bahwa : termasuk menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 juga menyatakan Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian bahwa: menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, 1 (satu) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon tersebut sejatinya terdiri dari 33 pasal dimana pasal-pasal tersebut mengatur bagaimana pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal, mulai dari kampanye, cara pencoblosan, penghitungan suara dan lain lain. Sebelum membahas mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal, penulis akan menjelaskan tentang syarat-syarat calon tunggal dapat maju dalam pemilihan kepala daerah apabila dalam kondisi sebagai berikut:

6 1. berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, pasangan calon tunggal dapat maju dalam pemilihan kepala daerah apabila setelah dilakukan penundaan, dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar, dan berdasarkan hasil penelitian, pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat; 2. berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, pasangan calon tunggal dapat maju dalam pemilihan kepala daerah apabila terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar, dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat, dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran, tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar, atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; 3. berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, pasangan calon tunggal dapat maju dalam pemilihan kepala daerah apabila sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa kampanye, terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti, atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak

7 memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; 4. berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, pasangan calon tunggal dapat maju dalam pemilihan kepala daerah apabila sejak dimulainya masa kampanye sampai dengan hari pemungutan suara, terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti, atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; atau 5. berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, pasangan calon tunggal dapat maju dalam pemilihan kepala daerah apabila terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon. Salah satu contoh pasangan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah yang lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya yaitu Uu Ruzhanul Ulum dan Ade Sugianto. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Radar Tasikmalaya, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya telah memverifikasi syarat-syarat pencalonan terkait dokumen yang disampaikan oleh pasangan calon kepala daerah baik secara pribadi maupun politik ( diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul WIB). Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum dan Ade Sugianto merupakan pasangan

8 calon yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pasangan tersebut tidak memiliki lawan tandingan lagi dalam pemilihan bupati di Tasikmalaya dikarenakan calon pasangan lainya dinyatakan tidak lolos verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan kepala daerah merupakan rekruitmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam kehidupan politik di daerah. Disetiap menjelang pemilihan adalah masa saatnya kampanye dimana setiap partai politik atau pasangan calon melakukan pendekatan pada massa untuk menarik dukungan. Kampanye adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan secara terlembaga (Antar, 2004 : 12). Sehingga penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kampanye yaitu kegiatan-kegiatan penyampaian visi, misi, dan program pada waktu tahapan kampanye pemilihan umum, bisa pemilihan legislatif hingga pemilihan kepala daerah. Kegiatan kampanye dalam pemilihan kepala daerah tentu bertujuan untuk menarik simpati masyarakat agar tertarik memilih salah satu pasangan calon kepala daerah. Biasanya, pasangan calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah berlomba-lomba mengadakan kampanye, bersaing antara satu calon dengan yang lainya untuk meyakinkan masyarakat agar memilih mereka. Kampanye dapat dilakukan dengan memasang baliho-baliho bertuliskan slogan, hingga debat terbuka yang diikuti oleh beberapa pasangan calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah. Beberapa calon tersebut berdebat satu sama lain, saling adu argumen terkait visi misi yang mereka sampaikan. Kampanye dalam pemilihan kepala daerah sewajarnya diikuti dua pasang calon atau lebih. Tetapi, setelah disahkanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 yang memperbolehkan calon tunggal untuk mengikuti pemilihan kepala daerah, kampanye politik dalam pemilihan kepala daerah tentu saja hanya akan dilakukan oleh satu pasangan calon saja. Kampanye yang hanya diikuti satu pasang calon saja tentu merupakan

9 mekanisme yang baru, yang berbeda dari kampanye-kampanye sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon, pelaksanaan kampanye untuk pemilihan kepala daerah dengan satu pasang calon saja dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum tingkat provinsi apabila pemilihan tersebut merupakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atau Komisi Pemilihan Umum tingkat kabupaten apabila pemilihan tersebut merupakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan Pasangan Calon itu sendiri dengan dibantu oleh tim sukses atau tim kampanye yang telah dibentuk oleh Pasangan Calon tersebut. Pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah adalah dengan metode sebagai berikut : 1. Debat Publik Debat publik dalam kampanye kali ini hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja, tidak seperti biasanya yang diikuti dua pasangan calon atau lebih. Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015, debat publik itu sendiri dilaksanakan dalam bentuk pemaparan visi misi pasangan calon yang dipandu oleh moderator dan dilakukan pendalaman materi oleh panelis sebanyak tiga kali dalam masa kampanye. Pemaparan visi misi tersebut hanya dilakukan oleh satu pasangan calon saja, sehingga pasangan tersebut tidak memiliki lawan dalam melakukan debat. Moderator dan Panelis dapat ditunjuk sendiri oleh masyarakat dengan syarat syarat tertentu yang telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum. Masyarakat juga berperan serta untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah agar dalam debat tersebut pasangan calon tunggal dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh

10 masyarakat, sehingga agar tidak terkesan debat satu arah karena hanya ada satu pasangan calon saja. 2. Penyebaran Bahan Kampanye Kepada Umum; 3. Pemasangan Alat Peraga Kampanye; 4. Iklan di Media Massa atau Cetak. Pelaksanaan kampanye dengan cara seperti yang telah penulis sebutkan diatas sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah yang diikuti lebih dari satu calon pasangan. Sejatinya yang menjadi pembeda adalah dalam proses debat publik itu sendiri, untuk pemilihan kepala daerah hanya diikuti oleh satu pasang calon saja, tidak dengan dua kontestan yang saling diadu untuk berdebat memaparkan visi dan misinya. Pada intinya, seluruh kegiatan kampanye tersebut hanya diikuti satu pasang calon saja, tujuanya meyakinkan para pemilih untuk setuju dan memilih calon pasangan tersebut. Pemilihan kepala daerah dengan model terbaru, yaitu dengan hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja membawa dampak perubahan terhadap sistem pemilihan kepala daerah itu sendiri. Pemilihan kepala daerah yang biasanya diikuti oleh dua pasang calon atau lebih, sekarang bisa diikuti oleh satu pasangan calon saja. Dampaknya, model pemilihan dan pemungutan suara pun menjadi berbeda dari sebelumnya. Dalam pemilihan kepala daerah yang diikuti lebih dari dua pasangan calon, model pemilihan dilakukan dengan cara mencoblos gambar/foto salah satu pasangan calon yang akan dipilih. Dalam surat suara tersebut disediakan dua foto pasangan calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah yang selanjutnya akan dipilih masyarakat salah satunya dengan cara mencoblos foto tersebut sehingga dapat dikatakan sah. Berbeda dengan model tersebut, pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal tentunya hanya dihiasi satu foto pasangan saja. Tidak seperti pemilihan kepala daerah dengan dua pasangan calon atau lebih yang dihiasi foto / gambar calon kandidat lainya. Oleh karena itu, model pencoblosanya

11 pun berbeda dari pencoblosan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Model pencoblosan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal menggunakan model dan sarana prasarana yang baru. Mulai dari sarana, model surat suara, hingga metode mencoblosnya memiliki perbedaan dari metode mencoblos sebelumnya. Dikutip dari Republika, dengan adanya model baru ini, Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di setiap wilayah atau daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal sudah diberi kewenangan untuk melakukan sosialiasi mengenai tata cara pemilihan dimaksud. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kebingungan masyarakat atas model pemilihan yang baru yang berlaku di daerahnya (http: //nasional.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/15/11/09/nxj8ux335- pilkada-calon-tunggal-punya-cara-pencoblosan-berbeda diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul WIB). Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan satu pasangan calon, sarana yang digunakan untuk memberikan suara pada Pemilihan kepala daerah dengan satu Pasangan Calon adalah dengan menggunakan surat suara yang memuat foto pasangan Calon, nama Pasangan Calon dan kolom untuk memberikan pilihan setuju atau tidak setuju. Kolom tersebut merupakan hal yang baru dimana dalam pemilihan kepala daerah sebelumnya belum pernah diberlakukan model seperti itu. Penulis berpendapat, pemilihan kepala daerah lebih tepat dipadankan dengan pemungutan dengan cara "setuju atau "tidak setuju" dalam surat suara yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat untuk menentukan pilihanya terhadap calon tunggal tersebut. Pemungutan suara dengan cara setuju atau tidak setuju menggunakan desain surat suara yang baru, dimana surat suara tersebut telah didesain oleh Komisi Pemilihan Umum khusus untuk pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan

12 Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan satu pasangan calon, desain surat suara dibuat dengan ketentuan sebagai berikut : 1. latar belakang foto pada kolom pasangan calon berwarna merah putih; 2. foto pasangan calon dibuat berpasangan; 3. tidak memakai ornamen, gambar atau tulisan selain yang melekat pada pakaian yang dikenakan pasangan calon; 4. tidak memakai ornamen, gambar atau tulisan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan; 5. memuat tulisan yang menanyakan pilihan setuju atau tidak setuju terhadap pasangan calon untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; dan 6. kolom pilihan setuju atau tidak setuju. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis mencantumkan contoh desain surat suara pada pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal yang bersumber Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 907/KPU/XII/2015: Gambar 3.1. Model Surat Suara

13 Desain surat suara di atas merupakan model surat suara yang baru, dimana baru pertama kali diterapkan di Negara Indonesia pada pemilihan kepala daerah tahun Seperti yang telah kita ketahui, pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal juga mendorong perubahan desain surat suara yang semula terdapat dua foto atau lebih pasangan calon, sekarang hanya ada satu foto pasangan calon saja dengan mekanisme memilih yang berbeda pula yaitu mencoblos tanda setuju atau tidak setuju. Penulis berpendapat, model pemungutan suara dengan cara setuju dan tidak setuju merupakan jalan untuk memenuhi hak konstitusional warga negara dalam pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 907/KPU/XII/2015, surat suara dalam pemungutan suara pemilihan kepala daerah dapat dikatakan sah apabila : 1. suara setuju dapat dikatakan sah apabila pemilih mencoblos pada kolom setuju satu kali atau lebih; 2. suara tidak setuju dapat dikatakan sah apabila pemilih mencoblos pada kolom tidak setuju atau garis kolom tidak setuju satu kali atau lebih; 3. suara setuju dapat dikatakan sah apabila pemilih mencoblos satu kali atau lebih pada kolom photo pasangan calon dan kolom setuju; 4. suara tidak setuju dapat dikatakan sah apabila pemilih mencoblos satu kali atau lebih pada kolom photo pasangan calon dan kolom tidak setuju. Untuk lebih jelasnya, penulis menggambarkan penjelasan diatas pada gambar di bawah ini:

14 Sumber: Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 907/KPU/XII/2015 Gambar 3.3. Surat Suara Sah

15 Selanjutnya, surat suara dapat dikatakan tidak sah apabila : 1. pemilih mencoblos pada kolom setuju, dan pada kolom tidak setuju; 2. pemilih mencoblos di luar kolom setuju dan tidak setuju; 3. pemilih mencoblos pada kolom photo pasangan calon saja. Untuk lebih jelasnya, penulis menggambarkan penjelasan diatas pada gambar di bawah ini: Gambar 3.4. Surat Suara Tidak Sah

16 Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah kerap terjadi perselisihan ataupun sengketa-sengketa terkait hasil pemilihan tersebut. Setelah selesainya masa penghitungan suara, banyak sengketa-sengketa yang diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Konstitusi selaku lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Mekanisme penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal sendiri merupakan hal yang baru setelah dikeluarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Perselisihan Calon Tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah. Peraturan Mahkamah Konstitusi tersebut menjelaskan bahwa pengajuan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan dengan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dapat diajukan oleh para pasangan calon peserta pemilihan dan dapat diajukan juga oleh Pemantau Pemilihan. Pengajuan perkara perselisihan hasil pemilihan harus memiliki objek dan subjek. Objek dalam perkara perselisihan hasil pemilihan adalah keputusan dari termohon tentang penetapan perolehan suara hasil pemilu yang mempengaruhi terpilihnya pemohon dan terpenuhinya hak konstitusional pemohon. Subjek atau para pihak yang memiliki legal standing dalam perkara persilihan hasil pemilihan kepala daerah meliputi Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait dalam pemilihan kepala daerah. Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Perselisihan Calon Tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah adalah : 1. pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur peserta pemilihan; 2. pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati atau calon Walikota dan Wakil Walikota peserta pemilihan; 3. pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari Komisi Pemilihan Umum Provinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;

17 4. pemantau pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota. Termohon dalam hal ini tentu saja adalah Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. Selanjutnya, untuk pihak-pihak terkait berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstiusi Nomor 4 Tahun 2015 adalah pihak yang mempunyai kepentingan langsung terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon, yaitu : 1. pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak setuju berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon dalam hal permohonan diajukan oleh pemohon; 2. pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota yang memperoleh suara terbanyak setuju berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon. Salah satu contoh perselisihan hasil pemilihan dengan calon tunggal yang terjadi adalah di Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Tribun News, Forum Komunikasi Masyarakat Tasikmalaya menggugat hasil pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tasikmalaya ke Mahkamah Konstitusi. Forum Komunikasi Masyarakat Tasikmalaya sebagai pemantau pemilihan tersebut menggugat hasil dimana pada dasarnya Uu-Ade mendapatkan suara setuju sebanyak suara atau 67,42 persen, sedangkan suara tidak setuju sebesar suara atau 32,58 persen. Gugatan tersebut didasarkan dengan alasan Bupati Tasikmalaya tersebut sudah pernah dilaporkan atas dasar penipuan dan/atau pengggelapan uang dalam proyek pembangunan jalan tahun 2011 sebesar 700 juta rupiah. Seharusnya, calon bupati dan calon wakil bupati Tahun dibatalkan

18 karena cacat syarat, karena telah bertentangan dengan Undang-Undang yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah ( diakses pada tanggal 4 Maret 2016 pukul WIB). Dasar gugatan yang lain adalah adanya alat peraga kampanye berbentuk kalender yang di dalamnya terdapat foto calon bupati dan calon wakil Bupati Tasikmalaya yang merupakan petahana bersama dengan logo Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tasikmalaya dan logo Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Dapat dikatakan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya menggiring para pejabat dan rakyat berpihak kepada salah satu calon, hanya calon tunggal karena lambang pemerintah adalah simbol publik bukan milik calon bupati dan wakil bupati, atau partai politik pengusung, atau juga bukan milik Komisi Pemilihan Umum Daerah. Dasar gugatan tersebut menjadi pertimbangan hakim mahkamah konstitsui untuk kemudian memproses gugatan tersebut. Gugatan tersebut pada akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi dikarenakan pemohon tidak memiliki legal standing. Pemohon hanya memiliki legalitas sebagai pemantau pada pemilihan kepala daerah tahun 2012 bukan pemilihan yang terakreditasi dalam pemilihan kepala daerah tahun 2015, sehingga perkara Nomor 68/PHP.BUP-XIV/2016 tidak dapat dilanjutkan sesuai dengan peraturan yang ada meski pemerian berkas perkara sudah sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan. Berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka pasangan calon tunggal, yaitu UU Rhuzanul Ulum dan Ade Sugianto dapat segera ditetapkan menjadi pasangan calon terpilih oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya dan dapat dilanjutkan ke pemerintah daerah provinsi. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal merupakan hal baru dalam sistem pemilihan di Indonesia. Berdasarkan tulisan diatas, penulis menyimpulkan bahwa terjadi perubahan mekanisme sistem pemilihan kepala daerah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-

19 XIII/2015. Pemilihan kepala daerah yang biasanya diikuti oleh dua pasang calon atau lebih, sekarang diperbolehkan untuk diikuti hanya satu pasang calon saja. Konsekuensinya adalah apabila pemilihan kepala daerah dengan satu pasang calon akan dilakukan sistem pemilihan dengan mekanisme yang baru berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dengan satu pasangan calon. Peraturan tersebut memuat hal-hal yang baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah. Hal-hal baru tersebut antara lain pada model kampanye, model debat, dan model pemungutan suara. Model baru tersebut muncul lantaran terdapat satu pasang calon atau calon tunggal yang maju dalam pemilihan kepala daerah sehingga mekanisme yang digunakan berbeda dari sebelumnya. Penulis berpendapat, mekanisme tersebut sudah layak untuk digunakan seterusnya karena tetap menjunjung tinggi demokrasi dan kedaulatan rakyat. Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan partisipasi dan aspirasi masyarakat. B. Analisis Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dengan Calon Tunggal Ditinjau Dari Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara untuk Memilih Pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015 merupakan pemilihan kepala daerah yang dilakukan seerentak di Indonesia untuk pertama kalinya. Terdapat hal-hal baru yang baru pertama kalinya terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Negara Indonesia yaitu adanya satu pasangan calon atau calon tunggal yang maju dalam pemilihan kepala daerah. Calon tunggal yang maju dalam pemilihan kepala daerah tersebut didasarkan atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 yang mengabulkan permohonan uji materiil oleh Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Effendi Ghazali selaku penggugat atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

20 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang terkait persyaratan calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah. Sebelum dikeluarkan putusan mahkamah konstitusi tersebut, pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal sebenarnya tidak dibenarkan dalam Undang-Undang dan apabila pasangan calon yang maju kurang dari dua pasang pelaksanaan pemilihan kepala daerah akan ditunda hingga pemilihan kepala daerah serentak periode selanjutnya. Ketiga daerah yang memiliki calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah yakni Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Timor Tengah akan diundur hingga periode selanjutnya yaitu tahun 2017 dikarenakan hanya terdapat satu pasangan calon saja. Rencana penundaan tersebut memunculkan pro dan kontra salah satunya adalah terkait hilangnya hak pilih warga negara yaitu hak untuk memilih dan dipilih di ketiga daerah tersebut. Rakyat akan kehilangan hak nya untuk memilih, begitu juga calon pasangan kepala daerah juga akan kehilangan hak nya untuk dipilih. Penulis berpendapat, bahwa kehilangan hak untuk memilih dan dipilih jelas merupakan kerugian yang sangat besar mengingat hak memilih warga negara merupakan hak konstitusional yang melekat pada warga negara. Menurut penulis, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU- XIII/2015 merupakan suatu jalan untuk mencegah terjadinya penundaan pemilihan kepala daerah guna menjaga hak konstitusional warga negara tetap terpenuhi. Seperti yang dijelaskan pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 apabila pada saat itu penundaan pemilihan kepala daerah dimungkinkan terjadi, rakyat indonesia yang berada di 3 kabupaten tersebut akan kehilangan hak konstitusionalnya. Penulis menjelaskan, hal-hal yang dirugikan terkait hilangnya hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih jika pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal tidak disahkan adalah sebagai berikut :

21 1. rakyat selaku warga negara yang tinggal di daerah yang pemilihan kepala daerahnya hanya memiliki satu pasangan calon saja tidak akan mendapatkan pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum, dibandingkan dengan warga negara yang tinggal di daerah yang pemilihan kepala daerahnya memiliki lebih dari satu pasangan calon. Begitu juga sebaliknya, calon pasangan yang maju pun juga tidak mendapatkan pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum, dibandingkan dengan calon didaerah lain. Hal ini akan menimbulkan perlakuan diskriminatif dibandingkan rakyat yang tinggal di daerah yang pemilihan kepala daerahnya memiliki lebih dari satu pasangan calon. Menurut penulis, hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Sejalan dengan Pasal 28I ayat (2) yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu. 2. rakyat selaku warga negara yang tinggal di daerah yang pemilihan kepala daerahnya hanya memiliki satu pasangan calon saja akan mengalami kerugian dimana warga negara tersebut akan kehilangan hak untuk memilih nya dikarenakan terjadi penundaan pemilihan kepala daerah. Penundaan tersebut bisa tidak hanya tertunda satu kali saja, namun bisa tertunda berkali kali apabila daerah tersebut tidak segera mendapatkan calon pasangan lainya. Begitu juga sebaliknya, calon pasangan yang maju pun juga akan kehilangan hak untuk dipilihnya. Menurut penulis, hal tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang di Pasal 43 menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam pemilu.

22 3. rakyat Warga negara yang tinggal di daerah yang pemilihan kepala daerahnya hanya memiliki satu pasangan calon saja jelas mengalami kerugian apabila pemilihan kepala daerah harus ditunda hingga pemilihan serentak selanjutnya. Kerugian yang dapat diterima adalah warga daerah tersebut akan dipimpin oleh pelaksana tugas yang secara umum atau secara psikologis tidak dapat atau tidak mau membuat keputusan strategis dan penting dalam pembangunan daerah. Pembangunan daerah di daerah tersebut tidak dipimpin oleh kepala daerah yang dipilih oleh rakyat, yang jelas visi-misinya, jelas legitimasinya, dan yang jelas programnya. Ketidaksinambungan pembangunan yang dapat dirasakan dapat secara fisik maupun psikologis, padahal Hak Konstitusional Warga Negara harus berlangsung berkelanjutan serta tidak boleh mengalami perlambatan dan diskriminasi. Jelas sekali hal tersebut tidak sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selain itu dalam Pasal 28C menjelaskan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Berdasarkan penjelasan diatas, pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang tidak memiliki kepastian hukum, bersifat diskriminatif, dan berpotensi menyebabkan tidak hanya kehilangan hak pilih warga negara tetapi juga memperlambat pembangunan suatu daerah untuk terus berkembang dan membangun daerahnya. Penulis berpendapat bahwa salah satu alasan disahkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 adalah agar hak konstitusional warga negara untuk memilih tidak hilang, atau setidaknya tetap

23 dilindungi. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal merupakan jalan untuk tetap terpenuhinya hak memilih warga negara karena hak memilih merupakan hak konstitusional yang diberikan negara kepada setiap warga nya, karena pada dasarnya hak konstitusional juga merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Menurut penulis, sejak lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bangsa ini selalu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang memuat beberapa ketentuan-ketentuan tentang penghormatan Hak Asasi Manusia warga negara. Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau penjaminan terhadap Hak Asasi Manusia dan hak konstitusional warga Negara dapat terlaksana. Hak Konstitusional (constitutional rights) dapat diartikan sebagai hak asasi manusia yang telah tercantum dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga juga telah resmi menjadi hak konstitusional setiap warga negara. Perbedaan antara hak konstitusional dengan hak legal, bahwa hak konstitusional adalah hakhak yang dijamin di dalam dan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan hak-hak hukum (legal right) timbul berdasarkan jaminan Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya (subordinate legislations) (Jimly Asshidiqie, 2006 : 134). Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu atau warga negara yang telah dijamin pemenuhannya oleh Negara. Hak politik warga negara salah satunya mencakup hak untuk memilih, jaminan hak memilih secara tersurat diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mulai Pasal 27 ayat (1); Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28E ayat (1) ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (2). Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa setiap warga Indonesia berhak turut serta dalam pemerintahan tanpa adanya pembedaan atau diskriminasi yang didasarkan atas asas kepastian hukum. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa salah satu contoh

24 nyata warga negara turut serta dalam pemerintahan adalah ketika menggunakan hak pilihnya untuk memilih dalam suatu pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah merupakan instrumen penting dalam sebuah negara demokrasi konstitusional. Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam sebuah negara demokrasi konstitusional, rakyat merupakan pemegang kedaulatan (sovereignty). Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu, hak untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati oleh setiap penyelenggara negara. Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di atas mengarahkan bahwa negara harus memenuhi segala bentuk hak asasi setiap warga negaranya, khususnya berkaitan dengan hak konstitusional warga negara dan secara lebih khusus lagi berkaitan dengan hak memilih dan dipilih setiap warga negara dalam setiap pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah di indonesia. Menurut penulis, negara mau tidak mau harus memenuhi hak memilih warga negara karena apabila tidak terpenuhi maka sudah dipastikan Negara Indonesia tidak dapat menjamin hak konstitusional warga negaranya. Meskipun pemilihan kepala daerah hanyalah pemilihan di tingkat lokal saja, tetapi pemilihan kepala daerah merupakan tonggak demokrasi di tingkat lokal. Apabila hak memilih warga negara untuk memilih kepala daerah hilang dikarenakan tidak diperbolehkanya calon tunggal untuk maju dalam pemilihan maka hal tersebut sangat merugikan warga negara yang tinggal di daerah tersebut. Tidak hanya rakyat saja yang dirugikan, pasangan calon yang maju dalam pemilihan kepala daerah pun juga ikut dirugikan. Hal ini nampak pada hilangnya hak untuk dipilih dari pasangan calon apabila pemilihan kepala

25 daerah dengan satu pasang calon saja tidak dilaksanakan atau ditunda hingga periode berikutnya. Kepala daerah merupakan seorang yang penting untuk mengatur dan memimpin suatu daerah dalam pemerintahan. Jadi sangat dirugikan sekali apabila hak dipilih calon tunggal tidak terpenuhi maka akan terjadi kekosongan pemerintahan di suatu daerah. Selain kerugian konstitusional dari calon, daerah pun juga akan dirugikan karena pembangunan daerah menjadi terhambat karena terjadi kekosongan kepemimpinan. Makna dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di atas menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur tentang pemilihan khususnya pemilihan kepala daerah yang mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka kesempatan yang luas bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak untuk memilih dalam pemilihan, sebab pembatasan hak untuk memilih warga negara merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Meskipun pemilihan kepala daerah sudah bukan merupakan rezim pemilihan umum, tetapi pemilihan kepala daerah tetap menjadi tonggak kedaulatan rakyat di tingkat lokal. Sehingga hak pilih warga negara dalam pemilihan kepala daerah harus tetap dilundungi tanpa adanya diskriminasi. Jaminan hak konstitusional warga negara untuk memilih dipertegas dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor /PUU-I/2003 yang menjelaskan: Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara. Penulis berpendapat, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi diatas, penundaan pemilihan kepala daerah dikarenakan adanya calon tunggal merupakan suatu penyimpangan, peniadaan, dan pengahapusan hak untuk

26 memilih bagi warga negara. Hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi oleh negara terhadap warga negara. Dengan kata lain, pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal selain untuk pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk memilih juga merupakan pencegahan pelanggaran hak asasi yang dilakukan negara terhadap warga negara. The Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia juga mengatur mengenai hak-hak politik setiap orang, secara tegas menjelaskan dalam Pasal 21 yang terkait dengan hak setiap orang yang berbunyi: Ayat (1) : Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun dengan perantaraan wakilwakil yang dipilih dengan bebas. Ayat (2) : Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya. Ayat (3) : Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara. Menurut penulis, Ketentuan Pasal 21 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tersebut dapat dimaknai bahwa setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam pemerintahan (jabatan-jabatan pemerintahan) dan hal ini dilakukan dapat dilakukan melalui suatu pemilihan kepala daerah yang demokratis berlangsung secara umum, langsung, bebas dan rahasia meskipun hanya terdapat satu pasangan calon tunggal saja. Kedudukan dalam pemerintahan yang diperoleh melalui suatu pemilihan kepala daerah sifatya tidak diskriminatif artinya setiap orang (warga negara) mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa adanya penundaan. Salah satu prinsip utama dalam Hak Asasi Manusia adalah indivisibility dan inalienability (Flowers, 2000 : 130). Dalam prinsip indivisibility suatu hak tidak bisa dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini terkait dengan pandangan yang menyesatkan tentang membeda-bedakan atau

27 pengutamaan hak-hak tertentu dibandingkan hak-hak lain. Hak sipil dan politik, sangat tidak mungkin dipisahkan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya, karena keduanya satu kesatuan, tidak bisa dilepaskan satu dengan yang lainnya. Sementara itu, prinsip inalienability menjelaskan bahwa pemahaman prinsip atas hak yang tidak bisa dipindahkan, tidak bisa dirampas atau dipertukarkan dengan hal tertentu, agar hak-hak tersebut bisa dikecualikan. Misalnya, hak pilih dalam pemilihan kepala daerah, tidak bisa dihilangkan hanya dengan terjadi penundaan pemilihan yang akan meniadakan hak memilih bagi rakyat dan hak dipilih bagi calon kepala daerah. International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR 1966) berkaitan dengan hak pilih warga negara menegaskan dalam Pasal 25 yang menyebutkan bahwa: Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk tanpa pembedaan apapun tanpa pembatasan yang tidak wajar baik untuk berpartisipasi dalam menjalankan segala urusan umum baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas, selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada pemilihan berkala yang bebas dan dengan hak pilih yang sama dan universal serta diadakan melalui pengeluaran suara tertulis dan rahasia yang menjamin para pemilih untuk menyatakan kehendak mereka dengan bebas, dan untuk mendapatkan pelayanan umum di negaranya sendiri pada umumnya atas dasar persamaan. Ketentuan International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR 1966) di atas ditujukan untuk menegaskan bahwa hak pilih merupakan bagian dari hak asasi. Pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi warga negara. Pembatasan, peniadaan, dan penghapusan hak pilih dikarenakan tidak diperbolehkanya calon tunggal untuk maju dalam pemilihan kepala daerah merupakan suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia khususnya Hak Konstitusional (constitusional rigths). Meskipun Pembatasan, peniadaan, dan penghapusan hanya bersifat sementara, atau dalam arti lain ditunda hingga ada lawan pasangan calon tetap saja hal merupakan suatu penghapusan hak pilih. Warga negara berhak memilih meskipun hanya ada satu pasangan

28 calon, memilih setuju ataupun tidak setuju sudah merupakan pemenuhan hak pilih warga negara di tingkat daerah. Penulis menegaskan, berdasarkan Ketentuan International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR 1966) diatas, pemilih dalam pemilihan berhak menyatakan kehendak mereka secara bebas agar mendapatkan pelayanan umum di negaranya sendiri. Dengan adanya pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal, pemilih dapat menyatakan kehendak mereka dengan cara memilih setuju atau tidak setuju terhadap calon kepala daerah. Terpenuhinya hak memilih tersebut akan menjamin rakyat mendapatkan pelayanan umum, karena jabatan kepala daerah akan segera diisi setelah pemilihan kepala daerah selesai diselenggarakan. Apabila pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal tidak dilaksanakan dengan ditunda pada pemilihan berikutnya maka rakyat tidak akan mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah daerah karena jabatan kepala daerah masih belum terisi. Konsekuensi Indonesia yang telah meratifikasi Kovenan tentang Hakhak Sipil dan Politik melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) adalah Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memenuhi pelaksanaan hak sipil dan politik setiap warga negara terutama hak memilih dalam pemilihan kepala daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal merupakan contoh tanggung jawab dan pemenuhan pemerintah memenuhi hak konstitusional warga negara untuk memilih agar tidak terjadi perampasan hak sipil politik warga negara dalam pemilihan kepala daerah dikarenakan terjadi penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga secara nyata memberikan pengakuan terhadap Hak-hak konstitusional warga negara yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

Tasikmalaya. Abstrak. Kata kunci: Pemilukada, calon tunggal, putusan Mahkamah Konstitusi PENDAHULUAN

Tasikmalaya. Abstrak. Kata kunci: Pemilukada, calon tunggal, putusan Mahkamah Konstitusi PENDAHULUAN Pelaksanaan Pemilukada dengan Calon Tunggal di Kabupaten Tasikmalaya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU -XIII/2015 Megafury Apriandhini Purwaningdyah Murti Wahyu ni Abstrak Peraturan terkait

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Dari semua interaksi Pemohon 1

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Dari semua interaksi Pemohon 1 BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Ruang Lingkup Pemilihan Kepala Daerah Dari semua interaksi Pemohon 1 dengan pemangku kepentingan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, Nomor 100/PUU-XIII/2015 tanggal 29 September 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, Nomor 100/PUU-XIII/2015 tanggal 29 September 2015 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 205 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA DENGAN SATU PASANGAN CALON DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal I. PEMOHON 1. Raymundus Sau Fernandes, SPT; 2. Aloysius Kobes, S.Sos.; 3. Gabriel Y Naisali;

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha

2016, No Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.567, 2016 KPU. Pemilihan. Tahapan. Program. Jadwal. Tahun 2017 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap I. PEMOHON Erwin Arifin, SH., MH. Kuasa Hukum Sirra Prayuna, SH., Badrul

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2016 PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UJI PUBLIK 14 MARET 2016 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.818, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPU. Pemilihan. Gubernur dan Wagub. Bupati dan Wabup. Walikota dan Wawali. Tahapan, Program dan Jadwal. Tahun 2018. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK

Lebih terperinci

Ketentuan ayat (1) Pasal 14 diubah dan Pasal 14 ayat (2) huruf e dan huruf f dihapus sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan ayat (1) Pasal 14 diubah dan Pasal 14 ayat (2) huruf e dan huruf f dihapus sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XIII/2015 Syarat Jumlah Perbedaan Suara dalam Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM, PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Solidaritas Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Grace Natalie Louisa dan Raja Juli Antoni

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: - 2 - Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.565, KPU. Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur. Bupati/Wakil Bupati. Walikota/Wakil Walikota. Jadwal. Program. Tahapan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MOR 2 TAHUN TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 10 TAHUN

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

2015, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umu

2015, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umu No.992, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kampanye. Pilkada. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN KAMPANYE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada I. PEMOHON 1. Heru Widodo, S.H., M.Hum. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Andi Syafrani, S.H.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. H. Patrice Rio Capella, S.H., Pemohon I; 2. Ahmad Rofiq, S.T., Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah I. PEMOHON Suta Widhya, SH. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 7 Ayat

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BELITUNG

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BELITUNG KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BELITUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BELITUNG NOMOR : 1/HK.03.1-Kpt/1902/KPU-Kab/VI/2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA NOMOR : 12/Kpts/KPU.KAB-161/VII/2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI 2012-2017 KEPASTIAN HUKUM PILKADA UU NOMOR 8 TAHUN 2015 PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 7 huruf r Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Selisih Perolehan Suara Peserta Pemilihan Kepala Daerah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh I. PEMOHON Ir. H. Abdullah Puteh. Kuasa Hukum Supriyadi Adi, SH., dkk advokat

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin.

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Selisih Perolehan Suara Peserta Pemilihan Kepala Daerah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Yang Akan Mengikuti Pemilu 2019 I. PEMOHON Partai Persatuan Indonesia, yang diwakili oleh: 1. Hary Tanoesoedibjo; 2. Ahmad Rofiq.

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PATI NOMOR : 05/Kpts/KPU-Kab-012.329311/IV/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu I. PEMOHON Ramdansyah, S.S,, S.Sos, S.H, M.KM. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 28

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUUXIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah I. PEMOHON 1. Drs. Ismeth Abdullah (Pemohon I) 2. Prof.

Lebih terperinci