BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dewasa, yang ditandai dengan adanya perubahan kematangan fisik,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dewasa, yang ditandai dengan adanya perubahan kematangan fisik,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa, yang ditandai dengan adanya perubahan kematangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada anak untuk mempersiapkan diri menjadi dewasa (Wong, 2008). Menurut WHO, remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10 tahun sampai 19 tahun. Pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2001). Tahap perkembangan remaja dibagi menjadi tiga, yaitu tahap remaja awal dari usia 11 sampai 13 tahun, remaja tengah dari usia 14 sampai 16 tahun, dan remaja akhir dari usia 17 sampai 20 tahun (Behrman, 2004). Perubahan fisik pada masa remaja merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat untuk mencapai kematangan, termasuk organ-organ reproduksi sehingga mampu melaksanakan fungsi repoduksinya dengan baik. Menurut Tukan (1993), pada masa ini seorang remaja akan mengalami perubahan ciri seks sekunder. Ciri seks sekunder tersebut adalah pada remaja laki-laki tampak tumbuh kumis, jenggot, dan rambut disekitar alat kelamin dan ketiak. Selain itu, suara juga menjadi lebih besar, dada melebar, serta kulit menjadi relatif lebih kasar. Pada remaja perempuan, 9

2 10 tampak rambut mulai tumbuh disekitar kelamin dan ketiak, payudara dan pinggul mulai membesar dan kulit menjadi lebih halus. Selain tampaknya ciri-ciri seks sekunder tersebut, organ kelamin pada remaja juga mengalami perubahan ke arah pematangan, dimana pada laki-laki testis akan menghasilkan sperma, sedangkan pada wanita kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Pada saat ini wanita akan mulai mengalami ovulasi dan menstruasi dalam hidupnya. 2.2 Menstruasi Menstruasi merupakan peristiwa penting yang terjadi pada gadis remaja. Hal ini menandakan bahwa alat reproduksinya berfungsi dengan normal (Marimbi, 2011). Pada usia ini, tubuh wanita mengalami perubahan drastis, karena mulai memproduksi hormon-hormon seksual yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi (Marmi, 2013). Proses perubahan ini merupakan suatu yang kompleks, saling mempengaruhi, dan merupakan kerja sama yang harmonis antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, serta pengaruh dari glandula tyroidea, korteks adrenal dan kelenjar endokrin lainnya. Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik, disertai dengan pelepasan endometrium. Terjadinya menstruasi pada saat lapisan dalam rahim luruh dan keluar. Menstruasi dimulai pada saat pubertas (menarche) dan berhenti secara permanen pada saat wanita menopause. Panjang siklus haid adalah jarak antara waktu haid yang lalu dengan waktu dimulainya haid berikutnya. Siklus normal lamanya menstruasi adalah

3 11 apabila seorang wanita memiliki jarak menstruasi yang relatif tetap setiap bulannya yaitu selama hari. Lama waktu berlangsungnya haid normal antara tiga sampai enam hari, dengan jumlah darah yang dikeluarkan bervariasi tetapi biasanya tidak lebih dari 60ml (Proverawati & Misaroh, 2009). Siklus menstruasi terdiri dari empat fase, diantaranya fase menstruasi, fase proliferasi atau fase folikuler, fase ovulasi atau fase luteal dan fase pasca ovulasi atau fase sekresi. Fase menstruasi adalah peristiwa peluruhan dari sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan perobekan dinding endometrium. Hal ini juga terjadi karena tidak adanya kandungan hormon dalam darah akibat berhentinya sekresi hormon estrogen dan progesteron. Fase proliferasi atau fase folikuler ditandai dengan adanya penurunan hormon progesteron yang akan memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH (Follice Stimulating Hormone) dan merangsang folikel dalam ovarium, serta menyebabkan diproduksinya kembali hormon estrogen. Sel folikel ini nantinya akan berkembang menjadi sel folikel de Graaf yang matang dan menghasilkan hormon estrogen yang akan merangsang keluarnya LH (Luteinizing Hormone) dari hipofisis. Hormon estrogen yang dihasilkan tersebut dapat menghambat sekresi FSH, tetapi dapat juga memperbaiki dinding endometrium yang telah robek. Fase ovulasi atau fase luteal ditandai dengan adanya sekresi dari LH yang akan memacu pematangan sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi hari pertama. Sel ovum yang telah matang ini akan meninggalkan folikel

4 12 yang akan menyebabkan folikel mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum memiliki fungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berperan untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah. Fase pasca ovulasi atau fase sekresi ditandai dengan mengecilnya dan menghilangnya corpus luteum dan berubah menjadi corpus albicans. Corpus albicans berfungsi sebagai penghambat sekresi hormon estrogen dan progesteron yang akan menyebabkan hipofisis secara aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi hormon progesteron, maka akan terhentinya juga proses penebalan dinding endometrium yang akan menyebabkan endometrium menjadi kering dan robek. Pada saat inilah terjadi fase perdarahan atau menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009). 2.3 Konsep Dasar Nyeri Haid (Dismenore) Definisi Dismenore Dismenore (dysmenorrhea) berasal dari bahasa yunani, dimana dys berarti sulit, nyeri, abnormal, meno yang berarti bulan, dan orrhea yang berarti yang berarti aliran. Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi pada saat haid atau menstruasi yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut dan panggul yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan memerlukan pengobatan (Judha, 2012)

5 13 Dismenore adalah nyeri pada daerah panggul akibat dari menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Nyeri yang dirasakan biasanya memaksa wanita untuk beristirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari (Proverawati & Misaroh, 2009). Menurut Prawirohardjo (2005), dismenore adalah hiperkontraktilitas uterus yang disebabkan oleh prostaglandin. Prostaglandin ini dapat menimbulkan rasa nyeri apabila kadar progesteron dalam darah relatif rendah. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dismenore merupakan nyeri yang dirasakan pada saat menstruasi yang disebabkan karena adanya kontraksi dari uterus akibat produksi prostaglandin yang ditandai dengan nyeri pada daerah perut dan panggul Klasifikasi Dismenore Berdasarkan jenisnya dismenore terdiri dari: a. Dismenore primer Dismenore primer bisa juga disebut dismenore idiopatik, esensial, dan intriksik. Dismenore primer adalah nyeri menstruasi pada wanita dengan anatomi pelvis yang normal yang dialami tanpa adanya kelainan organ reproduksi atau tanpa kelainan ginekologik. Hal ini terjadi karena proses kontraksi rahim tanpa penyakit dasar sebagai penyebab. Menurut Smeltzer (2002), dismenore ditandai

6 14 dengan nyeri kram yang dimulai sebelum atau segera setelah menstruasi dan berlanjut selama 48 sampai 72 jam. Sifat nyeri lainnya yang dirasakan adalah kejang yang berjangkit, biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat juga merambat ke daerah pinggang dan paha. Nyeri juga dapat disertai mual, muntah, sakit kepala dan diare. Rasa nyeri yang dirasakan pada saat menstruasi oleh gadis remaja sebagian besar disebabkan oleh dismenore primer (Judha, 2012) b. Dismenore sekunder Dismenore sekunder atau yang biasa juga disebut sebagai dismenore ekstrinsik, adalah nyeri menstruasi yang terjadi karena adanya kelainan ginekologik. Dismenore jenis ini biasanya muncul saat wanita berusia lebih dari 20 tahun. Rasa nyeri yang timbul disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya endometriosis, mioma uteri (tumor jinak kandungan), stenosis serviks, dan malposisi uterus. (Judha, 2012). Nyeri yang dirasakan terjadi selama dua hari atau lebih sebelum menstruasi dimulai dan rasa nyeri akan semakin hebat dirasakan saat menstruasi, kemudian akan menghilang setelah dua hari atau lebih setelah menstruasi berhenti (Proverawati & Misaroh, 2009) Etiologi Dismenore Terdapat berbagai teori yang menjelaskan tentang penyebab dismenore. Namun teori yang paling mendekati adalah teori yang

7 15 menyatakan bahwa pada saat menstruasi tubuh wanita menghasilkan suatu zat yang disebut prostaglandin. Zat tersebut berfungsi untuk membuat dinding rahim berkontraksi dan pembuluh darah disekitarnya terjepit (kontriksi) yang akan menimbulkan iskemi jaringan. Intensitas kontraksi yang dirasakan berbeda pada masingmasing individu dan apabila berlebihan akan menimbukan rasa nyeri saat menstruasi. Selain itu, prostaglandin juga merangsang saraf nyeri di rahim sehingga menimbulkan bertambahnya intensitas nyeri (Proverawati & Misaroh, 2009). a. Dismenore Primer Menurut Wiknjosastro (1999), terdapat beberapa faktor yang berperan penting sebagai penyebab dismenore primer, antara lain: 1) Faktor kejiwaan Faktor emosional yang belum stabil dan kurangnya mendapat informasi yang baik tentang proses menstruasi dapat menyebabkan timbulnya dismenore primer pada gadis remaja. 2) Faktor konstitusi Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat menurunkan ketahanan tubuh terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor tersebut adalah anemia dan adanya penyakit menahun.

8 16 3) Faktor obstruksi kanalis servikalis (leher rahim) Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer adalah stenosis kanalis servikalis. Namun hal ini tidak lagi dianggap sebagai faktor penting karena banyak perempuan yang menderita dismenore primer tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium inilah yang dapat menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan-kelainan tersebut. 4) Faktor endokrin Umumnya terdapat anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal itu disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi (fase pramenstruasi) memproduksi PGF 2α (prostaglandin F2 alfa) yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika jumlah PGF2α dilepaskan secara berlebihan dalam peredaran darah, maka selain dismenore akan dijumpai pula efek umum seperti diare, nausea (mual), dan muntah. b. Dismenore Sekunder Penyebab dismenore sekunder antara lain: 1) Endometriosis 2) Mioma uteri (tumor jinak kandungan)

9 17 3) Stenosis kanalis servikalis 4) Malposisi uterus 5) Mioma submukosa 6) Polip corpus uteri 7) Retroflexio uteri fixata Sedangkan menurut Harlow, 1996 dalam Judha 2012, terdapat faktor risiko yang berhubungan dengan episode dismenore, diantaranya: a. Menstruasi pertama pada usia amat dini <11 tahun Jumlah folikel-folikel ovary primer pada gadis remaja yang berusia < 11 tahun masih dalam jumlah sedikit sehingga produksi estrogen yang dihasilkan juga masih sedikit. b. Kesiapan dalam menghadapi menstruasi Kesiapan dalam hal ini lebih banyak dihubungkan dengan faktor psikologis. Semua nyeri yang dirasakan tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Nyeri dapat diperberat oleh keadaan psikologis penderita. Hal lain yang dapat mempengaruhi kesiapan gadis remaja dalam menghadapi menstruasi adalah latar belakang pendidikan. c. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods) Siklus haid yang normal pada seorang wanita adalah apabila jarak haid yang setiap bulannya relatif tetap yaitu selama hari, dihitung dari hari pertama haid sampai haid bulan berikutnya. Lama waktu berlangsungnya haid normal antara tiga sampai enam

10 18 hari, dengan jumlah darah yang dikeluarkan bervariasi tetapi biasanya tidak lebih dari 60ml. Apabila telah lebih dari 10 hari, maka dapat dikategorikan sebagai gangguan. d. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow) Pada saat menstruasi, jumlah darah yang dikeluarkan sekitar 50ml sampai 100ml. Darah menstruasi yang dikeluarkan seharusnya tidak mengandung bekuan darah, jika enzim yang dilepaskan di endometriosis tidak cukup atau kerjanya lambat, maka darah yang dikeluarkan saat menstruasi sangat banyak dan cepat. e. Merokok (smoking) Nikotin menjadi penyebab timbulnya gangguan haid pada wanita perokok. Zat ini bekerja dengan mempengaruhi metabolisme estrogen. Estrogen merupakan hormon yang bertugas untuk mengatur proses haid, sehingga kadar estrogen harus cukup dalam tubuh. Apabila terjadi gangguan pada metabolisme, maka haid akan menjadi tidak teratur. Bahkan dilaporkan bahwa wanita perokok akan mengalami nyeri perut yang lebih berat saat haid tiba. f. Riwayat keluarga yang positif (positive family history) Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan karena adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi lainnya seperti

11 19 hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh, dimana tubuh akan memberi respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang nantinya menyebabkan adanya gangguan pada pertumbuhan sel endometrium. g. Kegemukan Perempuan obesitas biasanya mengalami anovulatory chronic atau haid yang tidak teratur secara kronis akibat pengaruh faktor hormonal. Perubahan hormonal atau perubahan pada sistem reproduksi terjadi akibat adanya timbunan lemak pada perempuan obesitas. Timbunan inilah yang akan memicu pembuatan hormon, terutama hormon estrogen. h. Konsumsi alkohol (alcohol consumption) Dari hasil sebuah penelitian ditemukan bahwa mengonsumsi alkohol dapat menyebakan terjadinya peningkatan kadar estrogen dimana efek yang ditimbulkan adalah terjadi pelepasan zat prostaglandin yang akan membuat otot-otot rahim berkontraksi Tanda Dan Gejala Dismenore Menurut Kasdu (2008), terdapat beberapa tanda dan gejala dari dismenore, diantaranya: a. Nyeri mulai dirasakan dari awal menstruasi, dan terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai.

12 20 b. Nyeri dirasakan pada perut bagian bawah yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. c. Nyeri yang dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau nyeri tumpul yang dirasakan terus-menerus. d. Nyeri dapat berlangsung selama jam. e. Gejala sistemik lainnya yang dapat menyertai nyeri adalah mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional Patofisiologi Dismenore Saat menstruasi pada fase ovulasi atau luteal ditandai dengan adanya sekresi LH yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi hari pertama. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel sehingga folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi menghasilkan hormon progesteron untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah. Pada fase pasca ovulasi atau fase sekresi, corpus luteum yang mengecil dan menghilang akan berubah menjadi corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon estrogen dan progesteron (Proverawati & Misaroh, 2009). Dengan terhentinya sekresi progesteron, maka PGF 2α akan diproduksi secara berlebihan. Pelepasan PGF 2α yang berlebihan akan meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus yang menyebabkan vasospasme arteriol uterus (Smeltzer & Bare, 2002).

13 21 Kontraksi uterus yang berkepanjangan akan menyebabkan aliran darah ke uterus menjadi berkurang sehingga uterus menjadi iskemi. Saat uterus mengalami iskemi akan terjadi metabolisme anaerobik, dimana hasilnya nanti akan merangsang saraf nyeri kecil tipe-c yang akan memberikan kontribusi untuk terjadinya dismenore. Nyeri yang dirasakan saat dismenore dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha, hal ini dikarenakan uterus dipersarafi oleh T12, L1, L2, L3, S2, S3, dan S4 yang akan memberikan penyebaran nyeri ke daerah tersebut (Rasjidi, 2008). Selain itu, terdapat respon sistemik yang terjadi terhadap pelepasan PGF 2α antara lain nyeri punggung, kelemahan, keluarnya keringat, gangguan pada saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare), dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi pusing, sinkope, nyeri pada kepala, dan konsentrasi yang buruk (Bobak, 2005) Skala Pengukuran Nyeri Pengkajian nyeri secara faktual dan akurat sangat diperlukan untuk menetapkan data dasar dan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat bagi klien. Selain itu, pengkajian nyeri juga diperlukan untuk memilih terapi yang cocok dengan keadaan klien dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang telah diberikan. Pengkajian karakteristik umum dari nyeri dapat membantu perawat dalam membentuk pengertian pola nyeri dan dapat menentukan terapi yang tepat bagi klien. Karakteristik nyeri dapat

14 22 dilihat dari awitan dan durasi nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas nyeri, pola nyeri, tindakan yang dapat memunculkan dan meringankan nyeri, dan gejala yang menyertai nyeri (Potter & Perry, 2006). Pada saat mengkaji nyeri klien, perawat harus sensitif terhadap tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien. Perawat juga harus waspada terhadap adanya kemungkinan kekeliruan dari pengkajian nyeri yang telah dilakukan. Dengan menggunakan alat dan metode yang benar dalam melakukan pengkajian nyeri maka dapat membantu untuk menghidari kekeliruan dan memilih terapi yang tepat bagi klien (Potter & Perry, 2006). Penggunaan instrumen untuk mengetahui luas dan derajat dari nyeri bergantung pada kesadaran klien secara kognitif dan mampu memahami instruksi-instruksi yang diberikan oleh perawat. Terdapat beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur skala nyeri klien, diantaranya: a. Skala Pendeskripsian Verbal (Verbal Descriptor Scales) Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang objektif. Skala pendeskripsian verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima buah kata pendeskripsian yang telah disusun dengan jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsian dari skala ini dimulai dari tidak nyeri sampai nyeri berat tidak terkontrol. Perawat menunjukkan kepada klien

15 23 skala tersebut, kemudian meminta klien untuk menetukan intensitas nyeri terbaru yang dirasakan. Pada saat ini perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri yang dirasakan paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri yang terasa tidak menyakitkan. Skala ini dapat memungkinkan klien untuk memilih kategori untuk mendeskripsikan nyeri yang dirasakan (AHCPR, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Gambar 1. Skala Pendeskripsian Verbal (Verbal Descriptor Scales) b. Skala Penilaian Nyeri Numerik (Numerical Rating Scales) Skala penilaian nyeri numerik (Numerical Rating Scales) lebih digunakan untuk mengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala angka Skala ini merupakan skala yang paling efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah klien diberikan intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai intensitas nyeri, maka patokan 10cm sangat direkomendasikan (AHCPR, 1992 dalam Potter & Perry, 2006).

16 24 Gambar 2. Skala Penilaian Nyeri Numerik (Numerical Rating Scales) c. Skala Nyeri Analog Visual (Visual Analog Scale) Skala nyeri analog visual (Visual Analog Scale) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri secara terus menerus dan memiliki alat pendeskripsin verbal disetiap ujungnya. Skala ini memberikan klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri yang dirasakan. Skala nyeri analog visual merupakan alat pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien sendiri dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian garis daripada harus memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry, 2006) Gambar 3 Skala Nyeri Analog Visual (Visual Analog Scale)

17 25 d. Skala Nyeri Menurut Bourbanis Kategori yang digunakan dalam skala nyeri bourbanis sama dengan kategori pada Verbal Descriptor Scales. Skala ini memiliki lima kategori nyeri dan menggunakan skala 0-10 cm. Gambar 4 Skala Nyeri Bourbanis Kriteria nyeri: 1) Skala 0 menandakan tidak terdapat nyeri 2) Skala satu sampai tiga merupakan nyeri ringan dimana nyeri dirasakan hanya sedikit yang secara objektif klien masih dapat diajak berkomunikasi dengan baik. 3) Skala empat sampai enam merupakan nyeri sedang yang secara objektif klien mendesis, menyeringai dan menunjukkan lokasi nyeri. Pada skala ini, klien masih dapat mendeskripsikan nyeri yang dirasakan dan masih dapat mengikuti instruksi dari perawat. Nyeri yang dirasakan masih dapat dikurangi dengan melakukan perubahan posisi. 4) Skala tujuh sampai sembilan merupakan nyeri berat terkontrol. Pada skala ini klien tidak dapat mengikuti instruksi, tetapi klien masih dapat menunjukkan lokasi dari nyeri yang

18 26 dirasakan dan masih berespon terhadap tindakan. Nyeri pada skala ini sudah tidak dapat berkurang setelah dilakukan perubahan posisi. 5) Skala 10 merupakan nyeri berat tidak terkontrol, dimana pada skala ini klien sudah tidak dapat berkomunikasi dengan baik (Dharmayana, 2009) Penanganan Dismenore a. Penanganan farmakologi dismenore Jenis obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat menstruasi antara lain analgesik (pereda nyeri) golongan Non Steroid Anti Inflamasi Drug (NSAID), misalnya parasetamol atau asetamonofen (sumagesic, panadol, dll), asam mefenamat (ponstelax, nichostan, dll), ibuprofen (ribunal, ostarin, dll), metamizol atau metampiron (pyronal, novalgin, dll), dan obatobatan pereda nyeri lainnya (Proverawati & Misaroh, 2009). b. Penanganan non farmakologi dismenore Penanganan nyeri non farmakologi yang dapat dilakukan, diantaranya: 1) Kompres panas Pemakaian kompres panas hanya dilakukan pada tubuh tertentu. Dengan diberikannya kompres panas, maka pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini, penyaluran zat-zat

19 27 asam dan bahan makanan ke sel-sel akan diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan peradangan (Andarmoyo, 2013) 2) Distraksi Distraksi adalah pengalihan perhatian klien dari rasa nyeri. dengan cara ini diharapkan klien tidak terfokus pada nyeri yang dirasakan dan dapat menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri. Distraksi diduga menurunkan persepsi nyeri dengan cara menstimulasi kontrol desenden yang menyebabkan lebih sedikitnya stimulus nyeri yang ditransmisikan ke otak. Jenis teknik distraksi yang dapat diberikan yaitu distraksi visual, distraksi audio, dan distraksi intelektual (Andarmoyo, 2013). 3) Relaksasi Relaksasi merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri dari napas abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas secara perlahan (Andarmoyo, 2013).

20 28 4) Minum air putih Minum air putih saat menstruasi dapat dilakukan untuk mencegah penggumpalan darah dan melancarkan peredaran darah. Minum air putih sebanyak delapan gelas sehari dapat mengurangi nyeri yang dirasakan saat menstruasi (Laila, 2011) 5) Aromaterapi Aromaterapi mampu mengurangi nyeri saat menstruasi karena memberikan sensasi menenangkan diri dari stres yang dirasakan. Penggunaan aromaterapi dapat dilakukan dengan cara dihirup atau bisa juga dicampurkan dengan air hangat dan digunakan untuk berendam. Hal ini dapat mengurangi nyeri saat menstruasi karena meminimalkan kontraksi otot, memberikan rasa nyaman dan rileks (Laila, 2011). 6) Berolahraga Jenis olahraga yang dapat dilakukan misalnya berjalan kaki, bersepeda, dan olahraga ringan lainnya. Dengan berolahrga, tubuh akan meningkatkan produksi hormon endorphin otak yang dapat meredakan rasa nyeri (Laila, 2011). 7) Stimulasi kutaneus Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk meredakan nyeri. Stimulasi yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya pelepasan endorphin yang akan memblok transmisi stimulus nyeri. Sentuhan dan massase

21 29 merupakan teknik integrasi sensori yang akan mempengaruhi aktivitas dari sistem saraf otonom. Apabila individu mempersepsikan sentuhan yang diberikan sebagai stimulus untuk rileks, maka akan timbul respon relaksasi (Potter & Perry, 2006). 8) Istirahat Istirahat pada saat menstruasi diperlukan untuk mengistirahatkan otot-otot yang tegang akibat adanya kontraksi. Istirahat bisa dilakukan dengan cara tidur, duduk santai sambil menenangkan diri, dan menonton televisi (Laila, 2011). 9) Massase Massase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon atau ligamentum tanpa menyebakan perubahan posisi sendi untuk mengurangi nyeri, menghasilkan relaksasi, dan memperbaiki sirkulasi. Tindakan utama massase dianggap menutup gerbang untuk menghambat perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat (Andarmoyo 2013).

22 Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage Definisi Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk meredakan nyeri. Stimulasi yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya pelepasan endorphin yang akan memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate-control mengungkapkan bahwa stimulasi kutaneus dapat mengaktifkan transmisi dari serabut saraf sensori A- beta yang lebih besar dan cepat. Proses ini dapat menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-a yang berdiameter kecil sekaligus dapat menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2006). Slow stroke back massage adalah salah satu tindakan stimulasi kutaneus yang dilakukan dengan memberi masase pada punggung yang dilakukan secara perlahan selama tiga sampai lima menit. Stimulasi kutaneus yang diberikan akan merangsang serabut saraf perifer untuk mengirimkan impuls pada medula spinalis melalui dorsal horn. Apabila impuls yang dibawa didominasi oleh serabut A-beta, maka mekanisme gerbang akan tertutup sehingga impuls nyeri tidak akan dihantarkan keotak. Keuntungan dari stimulasi kutaneus adalah tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri di rumah sehingga memungkinkan klien untuk mengontrol nyeri dan penanganannya (Potter & Perry, 2006).

23 Manfaat Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage Beberapa manfaat yang didapatkan dari pemberian stimulasi kutaneus slow stroke back massage, diantarnya: a. Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan sehingga penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak dipakai akan diperbaiki. Aktivitas dari sel yang meningkat dapat mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses penyembuhan luka, radang setempat seperti bisul yang besar, radang sendi, abses, dan radang empedu (Kusyati E, 2006). b. Memberikan efek mengurangi ketegangan pada otot-otot yang kaku (Kusyati E, 2006). c. Meningkatkan perasaan yang rileks baik fisik maupun psikologis (Kusyati E, 2006). d. Pemberian stimulasi kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi terhadap nyeri dan membantu meredakan ketegangan otot yang dapat meningkatkan intensitas nyeri (Kusyati E, 2006). e. Menurunkan kecemasan, intensitas nyeri, tekanan darah, dan denyut jantung secara bermakna (Mook & Chin, 2004).

24 Petunjuk Melakukan Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage Menurut Priharjo (1993) mengatakan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan masase punggung pada klien, diantaranya: a. Pada saat pemberian tindakan pertama kali, perawat harus menanyakan apakah klien menyukai usapan punggung karena tidak semua klien menyukai kontak secara fisik b. Perhatian kemungkinan adanya alergi atau kulit mudah terangsang pada klien sebelum diberikan lotion c. Hindari melakukan masase pada daerah-daerah yang kemerahan, kecuali jika kemerahan tersebut hilang saat dimasase d. Perhatikan kontraindikasi dari masase punggung, misalnya fraktur tulang rusuk atau vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, dan adanya luka terbuka Metode Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage Metode yang digunakan untuk melakukan teknik stimulasi kutaneus slow stroke back massage adalah dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan menggunakan tangan. Teknik ini dilakukan dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Kedua tangan menutup area yang lebarnya lima cm yang dilakukan pada kedua sisi tonjolan tulang beakang yaitu dari ujung kepala sampai area sakrum.

25 33 Teknik ini dilakukan selama tiga sampai lima menit (Potter & Perry, 2006). 2.5 Pengaruh Stimulasi Kutaneus Slow Stroke Back Massage Terhadap Nyeri Haid (Dismenore) Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) dalam Potter & Perry (2006) mengemukakan bahwa impuls nyeri dapat diatur dan juga dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan ini dapat ditemukan pada sel-sel gelatinosa substansia yang berada dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik (Clancy dan McVicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Teori ini mengungkapkan bahwa impuls nyeri akan dihantarkan apabila sebuah pertahanan dibuka dan impuls nyeri akan dihambat apabila pertahanan ditutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi untuk mengurangi nyeri. Keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak akan mengatur proses pertahanan. Melalui mekanisme pertahanan, neuron delta-a dan C akan melepas substansi P untuk mentransmisikan impuls. Selain itu, terdapat juga mekanoreseptor, neuron beta-a yang lebih tebal dan lebih cepat melepaskan neurotransmiter penghambat. Jika masukan yang dominan berasal dari serabut beta-a, maka mekanisme pertahanan akan tertutup. Apabila masukan yang dominan berasal dari delta-a dan C, maka hal ini akan menyebabkan pertahanan terbuka dan klien akan mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan apabila impuls nyeri

26 34 dihantarkan ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang akan memodifikasi persepsi nyeri klien. Alur dari saraf desenden akan melepaskan opiat endogen, yang terdiri dari endorfin dan dinorfin, yang merupakan pembunuh alami nyeri yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini akan menutup mekanisme pertahanan dengan cara menghambat pelepasan substansi P (Potter & Perry, 2006). Melakukan masase punggung secara lembut pada klien diyakini dapat menutup mekanisme pertahanan, dimana pesan yang dihasilkan nantinya akan menstimulasi mekanoreseptor. Menurut teori gate control seperti yang diungkapkan diatas bahwa dengan melakukan stimulasi kutaneus dapat mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori beta-a yang lebih besar dan cepat. Proses ini dapat menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-a yang berdiameter kecil sekaligus dapat menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri. Meek (1993) juga mengatakan bahwa sentuhan dan masase merupakan integrasi sensori yang dapat mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Apabila klien mempersepsikan sentuhan yang diberikan sebagai stimulus untuk rileks maka akan muncul respon relaksasi (Potter & Perry, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tahap perkembangan manusia, setiap manusia pasti mengalami masa remaja atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 tahun, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berada pada tahap masa transisi yang unik yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yaitu masa yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja putri merupakan salah satu bagian dalam program kesehatan reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu harus mandapatkan perhartian yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Dismenore a. Pengertian Dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tumbuh dan berkembang. Salah satu tahap pertumbuhan dan perkembangannya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai aktifitas salah satunya adalah belajar. Seseorang yang dikatakan remaja berada dalam usia 10 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dismenore 2.1.1 Definisi Dismenore Dismenore berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang berarti sulit atau menyakitkan atau tidak normal. Meno berarti bulan dan rrhea yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa pubertas merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa pubertas merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa pubertas merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi remaja. Setiap remaja akan mengalami pubertas. Pubertas merupakan masa awal pematangan seksual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang yang lebih tua melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Pada remaja putri adanya kematangan organ-organ seks primer ditandai dengan adanya berkembangnya rahim, vagina, ovarium (indung telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tanda seorang perempuan memasuki masa pubertas adalah terjadinya menstruasi. Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seseorang. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun yag ditandai dengan perubahan perilaku seperti susah diatur dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence berasal dari bahasa inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. World Health Organisation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat - zat gizi. Status gizi ini menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Buku Saku a. Pengertian Buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dismenore adalah nyeri sewaktu haid. Dismenore atau nyeri haid biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dismenore adalah nyeri sewaktu haid. Dismenore atau nyeri haid biasanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dismenore adalah nyeri sewaktu haid. Dismenore atau nyeri haid biasanya terjadi di daerah perut bagian bawah, pinggang, bahkan punggung (Judha, Sudarti, & Fauziah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala yang dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam wanita yang terjadi secara berkala dan di pengaruhi oleh hormon reproduksi, yang dimulai dari

Lebih terperinci

Daftar Pustaka : 21 ( ) Kata kunci: Dismenore, Intensitas dismenore, Senam dismenore

Daftar Pustaka : 21 ( ) Kata kunci: Dismenore, Intensitas dismenore, Senam dismenore Gambaran Perbedaan Intensitas Dismenore Setelah Melakukan Senam Dismenore Pada Remaja OCTA DWIENDA RISTICA, RIKA ANDRIYANI *Dosen STIKes Hang Tuah ABSTRAK Dismenore merupakan gangguan menstruasi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya dalam mengobati dirinya sendiri atas keluhan yang dirasakan dikenal dengan istilah swamedikasi atau self medication. Swamedikasi merupakan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI Rofli Marlinda *)Rosalina, S.Kp.,M.Kes **), Puji Purwaningsih, S.Kep., Ns **) *) Mahasiswa PSIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan keadaan sehat karena dengan keadaan sehat setiap orang dapat melakukan segala aktifitas tanpa hambatan. Begitu pula dengan wanita. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Landasan Teori 1. Perilaku a. Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menstruasi 1. Pengertian Haid atau menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium (Prawirohardjo, 1999). Menurut Fitria (2007),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dan 2000, kelompok umur tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta

BAB I PENDAHULUAN dan 2000, kelompok umur tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sekitar 1 miliyar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk di dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang, seperti Indonesia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa. Hamid (1999) menentukan usia remaja antara 12 18 tahun dan menggunakan usia 12 20 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Kesehatan reproduksi remaja tidak hanya masalah seksual saja

Lebih terperinci

JURNAL EDUHEALTH Volume 3 Nomor 2, September 2013

JURNAL EDUHEALTH Volume 3 Nomor 2, September 2013 ISSN 2087-3271 JURNAL EDUHEALTH Volume 3 Nomor 2, September 2013 Evaluasi Pasca Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Di Posyandu Kota Surabaya Tahun 2013 Stres Sebagai Faktor Terjadinya Peningkatan Tekanan

Lebih terperinci

2015 PERBED AAN TINGKAT D ISMENORE PAD A AKTIVITAS RINGAN, SED ANG, D AN BERAT ATLET WANITA KBB

2015 PERBED AAN TINGKAT D ISMENORE PAD A AKTIVITAS RINGAN, SED ANG, D AN BERAT ATLET WANITA KBB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wanita pada umumnya menginjak usia pubertas pada usia 8 hingga 10 tahun. Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena itu dari pengalaman dan

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena itu dari pengalaman dan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. menjadi lansia, yang masing-masing mempunyai kekhususan (Noorkasiani,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. menjadi lansia, yang masing-masing mempunyai kekhususan (Noorkasiani, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi wanita adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh serta bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan, yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti pernah mengalami nyeri itu merupakan alasan yang paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri biasanya menderita

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vagina. Terjadi setiap bulan kecuali bila terjadi kehamilan. Siklus menstruasi

BAB I PENDAHULUAN. vagina. Terjadi setiap bulan kecuali bila terjadi kehamilan. Siklus menstruasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menstruasi adalah proses alami pada wanita ditandai dengan proses deskuamasi, atau meluruhnya endometrium bersama dengan darah melalui vagina. Terjadi setiap

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN. Nurhidayati 1*)

HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN. Nurhidayati 1*) HUBUNGAN TINGKAT DISMENOREA DENGAN PENGGUNAAN ANALGETIK PADA SISWA SMPN 4 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Nurhidayati 1*) 1 Dosen Diploma-III Kebidanan Universitas Almuslim *) email : yun_bir_aceh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenorea adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh kejang otot uterus. 1 Pada saat menstruasi terjadi pengeluaran prostaglandin uterus yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja pada umumnya didefinisikan sebagai orang-orang yang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja pada umumnya didefinisikan sebagai orang-orang yang mengalami BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja pada umumnya didefinisikan sebagai orang-orang yang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO remaja (adolescence)

Lebih terperinci

Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS

Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS 5 Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS Putri Utami Ningrum G.0005159 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dysmenorrhea a. Definisi Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

PENGARUH STIMULASI KUTANEUS SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID (DISMENORE) PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 DAWAN

PENGARUH STIMULASI KUTANEUS SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID (DISMENORE) PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 DAWAN PENGARUH STIMULASI KUTANEUS SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID (DISMENORE) PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 DAWAN Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana keperawatan OLEH: LUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa fase perkembangan dinamis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa fase perkembangan dinamis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa fase perkembangan dinamis dalam kehidupan seseorang dan merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Nyeri 1. Defenisi Nyeri Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal

Lebih terperinci

Eva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK

Eva Marvia, Nia Firdianty, IGA Mirah Adhi Staf Pengajar STIKES Mataram ABSTRAK PERBEDAAN PENGARUH TERAPI KOMPRES HANGAT DAN TEKNIK SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADA LANSIA YANG MENGALAMI PENYAKIT OSTEOARHRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA PUSPAKARMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan normal. Selama hamil seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikologis. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

Bab IV Memahami Tubuh Kita

Bab IV Memahami Tubuh Kita Bab IV Memahami Tubuh Kita Pubertas Usia reproduktif Menopause Setiap perempuan pasti berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan dari dewasa menjadi dewasa yang lebih tua Sistem Reproduksi Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senam aerobik yang sangat diminati ibu-ibu dan remaja putri baik di kota

BAB I PENDAHULUAN. senam aerobik yang sangat diminati ibu-ibu dan remaja putri baik di kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan olahraga senam sudah sedemikian maju, khususnya senam aerobik yang sangat diminati ibu-ibu dan remaja putri baik di kota besar maupun di kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spruth), dan pada umumnya belum mencapai tahap kematangan

Lebih terperinci

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah 1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah A. Selaput mielin B. Sel schwann C. Nodus ranvier D. Inti sel Schwann E. Tidak ada jawaban yang benar Jawaban : A Selaput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahap pertama pertanda kedewasaan atau pubertas pada anak perempuan yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI DISMINORE PADA REMAJA DI SMPN III COLOMADU KARANGANYAR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI DISMINORE PADA REMAJA DI SMPN III COLOMADU KARANGANYAR EFEKTIVITAS PEMBERIAN GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI DISMINORE PADA REMAJA DI SMPN III COLOMADU KARANGANYAR Yeti Nurhayati 1) 1 ABSTRAK Kata kunci : ABSTRACT Keyword 62 1. PENDAHULUAN Kesehatan reproduksi

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder menuju kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder menuju kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO, 2007 dalam Traore, 2012: 39), remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan seksualnya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN

SATUAN ACARA PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN T o p i k : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Reproduksi Sub Topik : Konsep dasar Gangguan Haid/ Menstruasi T e m p a t : Kampus Stikes Al Irsyad Al Islamiyyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua perempuan mengalami menstruasi setiap bulan. Ada beberapa gangguan yang dialami oleh perempuan berhubungan dengan menstruasi diantaranya hipermenore, hipomenore,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unik. Salah satunya adalah mereka mengalami menstruasi setiap bulannya yang

BAB I PENDAHULUAN. unik. Salah satunya adalah mereka mengalami menstruasi setiap bulannya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan makhluk yang memiliki sistem reproduksi cukup unik. Salah satunya adalah mereka mengalami menstruasi setiap bulannya yang tidak dialami oleh pria. Menstruasi

Lebih terperinci

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA 0 PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA FISIOTERAPI Disusun Oleh

Lebih terperinci

2015 PROFIL KONSENTRASI BELAJAR SISWI YANG MENGALAMI DISMENORE

2015 PROFIL KONSENTRASI BELAJAR SISWI YANG MENGALAMI DISMENORE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa, pada masa remaja seseorang akan mengalami pubertas. Pubertas adalah masa ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi nyeri menurut beberapa sumber :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi nyeri menurut beberapa sumber : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Nyeri 1. Defenisi Nyeri Defenisi nyeri menurut beberapa sumber : a. Bare & Smeltzer (2002) mengatakan, bahwa nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dismenore 2.1.1 Definisi dismenore Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi. 2.1.2 Klasifikasi dismenore Nyeri haid dapat digolongkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang tidak hamil, terjadi secara siklik dan periodik akibat peluruhan dinding endometrium sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci