BAGIAN VI: INFORMASI ASIMETRISS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN VI: INFORMASI ASIMETRISS"

Transkripsi

1 BAGIAN VI: INFORMASI ASIMETRISS DOSEN FERRY PRASETYIA, SE E., MAppEc JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA i

2 Daftar Isi Daftar Isi... i 6.1 Pendahuluan Hidden Knowledge and Hidden Actions Hidden Knowledge Hidden Action Actions or Knowledge? Market Unravelling Intervensi Pemerintah Screening Keseimbangan Informasi yang Sempurna Keseimbangan Informasi yang Tidak Sempurna Intervensi Pemerintah Signalling Pengsinyalan Pendidikan Implikasi-implikasi Moral Hazard (Hidden Action) Moral Hazard pada Asuransi Upaya yang dapat diamati Upaya yang tidak dapat diamati Kontrak Terbaik Kedua Intervensi Pemerintah Penyediaan Publik untuk Perawatan Kesehatan Evidence Kesimpulan Studi Kasus Pertanyaan Pilihan Ganda Jawaban Singkat Kata Kunci Daftar Pustaka... 25

3 Bab 6 Informasi Asimetris 6.1 Pendahuluan Fitur utama dari dunia nyata adalah informasi asimetris. Dalam bidang ekonomi, asimetri informasi terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Umumnya pihak penjual yang memiliki informasi lebih banyak tentang produk dibandingkan pembeli, meski kondisi sebaliknya mungkin juga terjadi. Adverse selection merupakan bentuk kegagalan pasar yang terjadi akibat informasi yang asimetris. Adverse selection penting di bidang ekonomi karena sering menghilangkan kemungkinan pertukaran yang akan menguntungkan baik konsumen maupun penjual. Adverse Selection muncul apabila produk dengan kualitas yang berbeda-beda dijual dengan satu harga karena pembeli atau penjual tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk menentukan kualitas yang sebenarnya pada saat membeli. Akibatnya, terlalu banyak produk yang berkualitas rendah dan terlalu sedikit produk yang berkualitas tinggi dijual dipasar atau dengan kata lain barang-barang berkualitas rendah menggeser barangbarang yang berkualitas tinggi. Ada bebarapa kemungkinan cara yang mudah untuk menyelesaikan masalah informasi asimetri: membiarkan semua orang mengatakan apa yang dia tahu. Proses di mana individu mengungkapkan informasi tentang diri mereka sendiri melalui pilihan yang mereka buat disebut self selection (seleksi diri). Satu pelajaran mendasar dari ketidaksempurnaan informasi adalah tindakan dalam menyampaikan informasi. Setelah mengakui bahwa tindakan menyampaikan informasi, terdapat dua hasil penting yang mengikuti. Pertama, ketika membuat keputusan, individu tidak hanya akan berpikir tentang apa yang mereka lebih suka, tetapi mereka juga akan berpikir tentang bagaimana pilihan mereka akan mempengaruhi keyakinan orang lain tentang mereka. Contohnya, saya bisa memilih lagi sekolah bukan karena saya menghargai apa yang yang diajarkan, tetapi karena mengubah keyakinan orang lain tentang kemampuan saya. Kedua, dimungkinkan untuk merancang pilihan-pilihan yang akan mendorong mereka dengan karakteristik yang berbeda untuk secara efektif mengungkapkan karakteristik mereka melalui pilihan mereka. 1

4 Dalam kasus di mana perusahaan asuransi mengambil inisiatif, self selection adalah perangkat screening utama. Dalam hal dimana tertanggung (yang menggunakan jasa asuransi), atau karyawan, mengambil inisiatif untuk mengidentifikasi dirinya sebagai jenis yang lebih baik, maka biasanya dianggap sebagai perangkat signalling. Jadi perbedaan antara screening dan signalling terletak pada apakah sisi berinformasi atau sisi kurang informasi di pasar yang bergerak pertama. Fakta mengatakan bahwa tindakan menyampaikan informasi mempengaruhi kesetimbangan hasil dengan cara yang mendalam. Dua bentuk kesetimbangan yang mungkin yaitu : penyatuan kesetimbangan (pooling equilibria) di mana pasar tidak dapat membedakan antar jenis, dan pemisahan kesetimbangan (separating equilibria) di mana jenis yang berbeda dipisahkan dengan mengambil tindakan yang berbeda. Di sisi lain, dalam kondisi yang masuk akal, kesetimbangan mungkin tidak ada (khususnya jika biaya pemisahan terlalu besar). Bab ini akan membahas konsekuensi dari informasi asimetris dalam sejumlah situasi pasar yang berbeda. Ini akan menggambarkan inefisiensi yang muncul dan membahas kemungkinan intervensi pemerintah untuk mengatasinya. Ditafsirkan dengan cara ini, informasi asimetris adalah salah satu alasan klasik untuk kegagalan pasar dan akan mencegah mitra dagang dari menyadari semua keuntungan perdagangan. Selain informasi asimetris antara pihak perdagangan, juga dapat timbul antara pemerintah dan konsumen dan perusahaan dalam perekonomian. 6.2 Hidden Knowledge and Hidden Actions Ada dua bentuk dasar informasi asimetris yang dapat dibedakan. Hidden Knowledge mengacu pada situasi di mana satu pihak memiliki informasi lebih lanjut dari pihak lain pada kualitas (atau "tipe") dari barang yang diperdagangkan atau kontrak variabel. Hidden Action adalah ketika salah satu pihak dapat mempengaruhi "kualitas" dari barang yang diperdagangkan atau kontrak variabel dengan beberapa tindakan dan tindakan ini tidak dapat diamati oleh pihak lain Hidden Knowledge Hidden knowledge adalah keadaan dimana salah satu pihak lebih mengetahui tentang kualitas atau kontrak terhadap barang atau jasa yang diperdagangkan dibandingkan dengan pihak lain sebagai mitranya. Sebagai contoh hidden knowledge adalah seorang pekerja atau karyawan lebih 2

5 mengetahui tingkat kemampuan mereka dibandingkan perusahaan, seorang produsen lebih mengetahui kualitas barang yang diproduksinya dibandingkan dengan konsumen, dan lain-lain. Hidden knowledge ini akan menimbulkan masalah seleksi yang merugikan (adverse selection). Misalnya sebuah perusahaan mengetahui bahwa terdapat produktivitas pekerja yang tinggi dan produktivitas pekerja yang rendah dan perusahaan menawarkan upah yang tinggi dengan maksud agar para pekerja menjadi pekerja yang berproduktivitas tinggi. Secara alamiah, ini akan menarik minat pekerja yang produktivitasnya rendah untuk meningkatkan produktivitasnya, sehingga perusahaan akan mengkombinasikan kedua jenis produktivitas pekerja. Jika upah berada di atas rata-rata produktivitas, perusahaan akan mengalami kerugian dan dipaksa untuk menurunkan upah. Hal ini akan mengakibatkan pekerja yang produktivitasnya tinggi keluar dari perusahaan dan rata-rata produktivitas pekerja turun. Akibatnya, upah harus diturunkan lagi. Kemungkinan, perusahaan hanya akan dioperasikan oleh pekerja yang produktivitasnya rendah saja. Masalah adverse selection adalah bahwa upah yang tinggi menarik pekerja yang diinginkan oleh perusahaan (pekerja dengan produktivitas tinggi) dan yang sebagian lain tidak (pekerja dengan produktivitas rendah) Hidden Action Hidden Action adalah tindakan dimana salah satu pihak mampu mempengaruhi kualitas serta kontrak terhadap barang atau jasa yang diperdagangkan dimana pihak lain tidak mengetahui tindakan tersebut. Contohnya adalah seorang pasien akan berusaha melakukan beberapa tes kesehatan dan prosedur pengobatan untuk memastikan bahwa dokter tidak melakukan malpraktek, pengusaha ingin tahu seberapa keras pekerjanya bekerja, dan sebagainya. Dari hidden action muncul masalah moral hazard. Hal ini mengacu pada inefisiensi yang timbul karena kesulitan dalam merancang skema insentif yang memastikan tindakan tepat yang harus diambil. Misalnya, premi asuransi yang dibebankan kepada suatu perusahaan asuransi harus memperhitungkan bahwa pihak yang dipertanggungkan akan melakukan hal yang ceroboh. 6.3 Actions or Knowledge? Meskipun definisi yang diberikan di atas membuat moral hazard dan adverse selection tampaknya cukup berbeda, dalam prakteknya mungkin cukup 3

6 sulit untuk menentukan mana yang sedang terjadi. Contoh berikut, Milgrom dan Roberts akan menggambarkan titik ini. Sebuah cerita radio di musim panas tahun 1990 melaporkan sebuah studi pada merek dan model mobil yang diamati melalui persimpangan di Washington, DC area tanpa berhenti di tanda berhenti. Menurut cerita, Volvo yang sangat terwakili: fraksi Volvo yang tanpa berhenti di tanda berhenti jauh lebih besar dari fraksi Volvo dalam total populasi mobil di daerah DC. Ini awalnya mengejutkan karena Volvo telah membangun reputasi sebagai mobil yang aman. Selain itu, Volvo sebagian besar dibeli oleh pasangan kelas menengah yang sudah anak. Bagaimana kemudian pengamatan ini dijelaskan? Salah satu kemungkinan adalah bahwa orang mengendarai Volvo merasa sangat aman. Dengan demikian mereka bersedia mengambil risiko yang mereka tidak akan ambil di tempat lain. Ini berarti bahwa mengendarai Volvo mengarah pada kecenderungan untuk tetap melaju meskipun ada tanda berhenti. Ini pada dasarnya adalah penjelasan moral hazard: mobil adalah bentuk asuransi, dan memiliki asuransi mengubah perilaku dalam cara yang rasional secara pribadi tetapi secara sosial tidak diinginkan. Kemungkinan kedua adalah bahwa orang yang membeli Volvo tahu bahwa mereka pengendara yang buruk, misalnya, akan lebih memperhatikan anak-anak mereka di kursi belakang daripada tanda berhenti. Keamanan yang dijanjikan Volvo ini kemudian sangat menarik bagi orang yang memiliki informasi pribadi tentang mengemudi mereka, dan sehingga mereka membeli mobil aman ini dalam jumlah yang tidak proporsional besar. Oleh karena itu, kecenderungan untuk tanda berhenti berjalan mengarah ke pembelian Volvo. Ini pada dasarnya adalah cerita self selection: pembeli Volvo diinformasikan secara pribadi tentang kebiasaan mereka mengemudi dan kemampuan dan memilih mobil yang sesuai. Hal ini juga biasanya sulit untuk mengurai masalah moral hazard dari masalah adverse selection dalam program anti kemiskinan karena sulit untuk memutuskan apakah kemiskinan karena kurangnya keterampilan produktivitas (adverse selection) atau lebih tepatnya kurangnya upaya dari orang miskin sendiri yang tahu bahwa mereka akan tetap mendapatkan kesejahteraan bantuan (moral hazard). 6.4 Market Unravelling Informasi asimetris dapat menyebabkan kerugian di perdagangan sebagai akibat menjadi pihak yang kurang informasi untuk menyadari bahwa mereka 4

7 kurang diinginkan oleh mitra potensialnya. Kemungkinan ini sekarang dieksplorasi lebih formal dalam suatu model dari pasar asuransi di mana tiap-tiap individu berbeda dalam kemungkinan kecelakaan mereka. Kesimpulan dasar muncul bahwa dalam kesetimbangan, beberapa konsumen tidak membeli asuransi meskipun mereka bisa menjual keuntungan kepada perusahaan asuransi jika kemungkinan kecelakaan pada mereka diamati. Premi asuransi didasarkan pada tingkat harapan risiko antara mereka yang menerima tawaran asuransi. Kompetisi memastikan bahwa keuntungan adalah nol dalam kesetimbangan. Selain itu, jika ada kontrak asuransi baru yang dapat ditawarkan dimana akan membuat laba positif yang diberikan kontrak sudah tersedia, maka salah satu perusahaan akan memilih untuk menawarkannya. Ketika premi tunggal ditawarkan kepada semua konsumen, konsumen berisiko tinggi memaksa premi naik dan mendorong keluar risiko rendah dari pasar. Ini adalah contoh sederhana mekanisme adverse selection dimana jenis buruk selalu mendapatkan keuntungan dengan memasuki pasar dengan mengorbankan kebaikan. Tanpa intervensi di pasar, adverse selection akan selalu mengarah pada tidak efisien keseimbangan Intervensi Pemerintah Terdapat cara yang sederhana untuk pemerintah agar dapat menghindari proses adverse selection yaitu dengan memaksa para konsumen untuk membeli asuransi. Dengan kebijakan ini konsumen dengan risiko tinggi akan mendapatkan keuntungan dari premi yang lebih rendah. Pengenaan asuransi wajib mungkin terlihat sebagai kebijakan yang sangat kuat karena konsumen dipaksa untuk melakukan asuransi. Kebanyakan pasar asuransi menggunakan kebijakan tersebut, seperti asuransi mobil atupun asuransi keselamatan pekerja atau karyawan. Ada lagi peran intervensi pemerintah, yaitu membatasi kemungkinan terjadinya kerusakan yang merata terhadap semua konsumen. Jika perusahaan asuransi pesimis dan berharap bahwa hanya konsumen yang berisiko tinggi yang akan mengambil asuransi, mereka akan menetapkan premi yang tinggi. Mengingat premi yang tinggi, hanya konsumen berisiko tinggi yang akan memilih untuk menerima kebijakan tersebut. Ini jelas merupakan hasil yang buruk bagi ekonomi karena ada juga kesetimbangan dengan premi yang lebih rendah dan perlindungan asuransi yang lebih luas. Bila ada keseimbangan ganda, salah satu dengan premi terendah adalah pareto yang diinginkan, hal ini akan memberikan asuransi kepada konsumen 5

8 yang lebih banyak dan dengan harga yang lebih rendah. Akibatnya, jika salah satu kesetimbangan yang lain tercapai, ada manfaat potensial dari intervensi pemerintah. Kebijakan yang harus diadopsi pemerintah adalah: ia dapat menyebabkan keseimbangan terbaik (yang dengan premi terendah) dengan menerapkan batas pada premi yang dapat dibebankan. Tidak ada perusahaan asuransi yang dapat membuat keuntungan pada tingkat harga ini dan semua tawaran asuransi akan ditarik. Kebijakan ini kemudian akan memperburuk hasil. Jika diatur terlalu tinggi, salah satu kesetimbangan yang lain mungkin akan terbentuk. Analisis pasar asuransi ini telah menunjukkan bagaimana informasi asimetris dapat mengakibatkan penguraian pasar dimana kualitas buruk menggeser kualitas baik di pasar. Selain itu, informasi asimetris dapat menyebabkan kesetimbangan ganda. Kebijakan asuransi wajib sangat mudah untuk diterapkan dan memerlukan sedikit informasi dari pihak pemerintah. Satusatunya kelemahan adalah bahwa ia tidak menguntungkan semua konsumen karena konsumen dengan risiko yang sangat rendah dipaksa untuk membeli asuransi. Sebaliknya kebijakan premi maksimum membutuhkan informasi yang cukup besar dan memiliki potensi kegagalan yang signifikan. 6.5 Screening Jika perusahaan asuransi dihadapkan pada konsumen yang memiliki probabilitas kecelakaan berbeda, maka akan menguntungkan mereka jika mereka dapat menemukan beberapa mekanisme untuk membedakan antara risiko tinggi dan risiko rendah. Dengan adanya mekanisme tersebut, memungkinkan perusahaan asuransi untuk memberikan kebijakan asuransi untuk setiap jenis resiko dan untuk menghindari penyatuan risiko yang dapat menyebabkan penguraian pasar. Mekanisme yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi adalah untuk menawarkan kontrak yang dirancang berbeda sehingga setiap jenis risiko memilih sendiri kontrak yang telah dirancang untuk itu. Dengan memilih sendiri dimaksudkan bahwa konsumen menemukannya dalam kepentingan mereka sendiri untuk memilih kontrak yang ditujukan pada mereka. Keseimbangan di mana berbagai jenis risiko membeli kontrak yang berbeda ini disebut kesetimbangan terpisah (separating equilibrium). Hal ini harus sejalan dengan penyatuan keseimbangan (pooling equilibrium) di mana semua konsumen membeli kontrak asuransi yang sama. 6

9 Dalam pasar tenaga kerja, screening digunakan ketika baik karyawan maupun perusahaan tidak mengetahui kemampuan yang sebenarnya dari karyawan itu sendiri. Screening sebaiknya dilakukan sebelum kontrak dengan karyawan (baik itu melalui beberapa tes atau proses sertifikasi lainnya) atau setelah kontrak dengan mengamati kinerja karyawan secara berkala. Hal ini bertujuan untuk menentukan keahlian karyawan yang potensial dan untuk menempatkan karyawan pada pekerjaan yang tepat sesuai keahliannya. Screening dapat menguntungkan bagi perusahaan dan juga dapat bermanfaat bagi karyawan. Karyawan juga dapat membayar untuk screening, salah satu carnya yaitu perusahaan yang mengharuskan karyawan memiliki beerapa bentuk sertifikasi. Cara lain adalah ketika perusahaan melakukan screening pada karyawan selama masa percobaan, maka setiap karyawan yang melewati screening membayar dari gaji yang dikurangi selama masa percobaan. (Stiglitz and Weiss:1983) Keseimbangan Informasi yang Sempurna Keseimbangan informasi yang sempurna mengasumsikan bahwa perusahaan asuransi dapat mengamati jenis-jenis dari para konsumennya, yaitu mereka tahu persis kemungkinan kecelakaan dari setiap pelanggan. Grafik : Kesetimbangan Informasi yang Sempurna Gambar tersebut menunjukkan bahwa grafik dengan kemiringan yang curam adalah grafik dari jenis konsumen dengan resiko tinggi. Sedangkan grafik dengan kemiringan yang landai merupakan grafik dari jenis konsumen dengan resiko rendah. Dari kedua grafik tersebut masing-masing menunjukkan kurva indiferen yang saling berpotongan pada π=o. Dalam hal ini berarti bahwa sudah 7

10 tidak terjadinya informasi asimetris di dalam pasar asuransi, karena perusahaan asuransi dapat secara pasti membedakan jenis konsumen yang berisiko tinggi maupun rendah Keseimbangan Informasi yang Tidak Sempurna Informasi yang tidak sempurna diperkenalkan dengan mengasumsikan bahwa perusahaan asuransi tidak dapat membedakan konsumen berisiko rendah dari risiko tinggi. Serta tidak dapat menggunakan metode lain untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Mengingat asumsi ini, perusahaan asuransi tidak dapat menawarkan kontrak yang muncul dalam keseimbangan informasi kompetitif penuh. Kontrak efisien untuk resiko rendah memberikan suatu tingkat cakupan tertentu dengan premi lebih rendah dari kontrak untuk resiko tinggi. Grafik : Pemisahan dan Penyatuan Kontrak Grafik di atas menjelaskan mengenai keseimbangan informasi yang tidak sempurna dalam pasar asuransi dimana grafik dengan kemiringan curam adalah grafik untuk jenis konsumen berisiko tinggi, sedangkan grafik dengan kemiringan landai adalah grafik untuk jenis konsumen berisiko rendah. Dari kedua grafik tersebut masing-masing menunjukkan kurva indiferen yang berbeda. Yang membedakan kurva indiferen untuk keseimbangan konsumen yang sempurna dengan yang tidak sempurna terletak pada titik perpotongannya, dimana bagi keseimbangan informasi yang sempurna kurva indiferennya berpotongan pada π=0. Sedangkan bagi keseimbangan informasi yang tidak sempurna kurva indiferennya tidak berpotongan pada π=0. 8

11 Tidak ada penyatuan keseimbangan dalam model pasar asuransi. Mungkin ada pemisahan keseimbangan, tapi ini tergantung pada populasi proporsi. Ketika tidak ada yang memisahkan keseimbangan, tidak ada kesetimbangan sama sekali. Informasi asimetris menyebabkan inefisiensi baik dengan menyebabkan pemisahan keseimbangan di mana risiko rendah memiliki asuransi terlalu sedikit atau itu menghasilkan tidak adanya keseimbangan sama sekali Intervensi Pemerintah Intervensi pemerintah di pasar asuransi ini dibatasi oleh pembatasan informasi sama yang mempengaruhi perusahaan: mereka tidak bisa membedakan yang risiko rendah atau risiko tinggi secara langsung tetapi hanya dapat membuat kesimpulan dari pilihan-pilihan mereka. Ini memiliki konsekuensi yang membatasi kebijakan intervensi harus didasarkan pada informasi yang sama seperti yang tersedia bagi perusahaan asuransi. Bahkan dalam pembatasan ini,pemerintah dapat mencapai perbaikan Pareto dengan menerapkan subsidi silang dari risiko rendah untuk risiko tinggi. Hal ini dilakukan dengan subsidi premi risiko tinggi dan pajak premi risiko rendah. 6.6 Signalling Dasar dari informasi asimetris adalah ketidakmampuan untuk membedakan yang baik dari yang buruk. Hal ini dapat merugikan baik bagi penjual yang gagal dalam mendapatkan nilai yang sebenarnya, dan untuk pembeli yang lebih suka membayar harga yang lebih tinggi untuk sesuatu yang dikenal baik. Situasi ini akan membaik jika penjual bisa menyampaikan beberapa informasi yang meyakinkan kualitas Produk kepada pembeli. Jaminan juga dapat berfungsi sebagai sinyal dari kualitas barang yang tahan lama. Informasi tersebut, bisa saling menguntungkan. Perlu dicatat antara perbedaan antara screening dan signaling. Pengguna informasi yang terbatas menggunakan screening untuk mencari tau informasi yang lebih baik. Sedangkan pengguna informasi yang luas menggunakan signaling untuk membantu mengurangi informasi dan mencari tahu kebenarannya. Pemodelan sinyal terjadi pada waktu tindakan. Asumsi dasarnya adalah bahwa agen informasi bergerak pertama dan berinvestasi dalam memperoleh sinyal. Pihak yang kurang informasi kemudian mengamati sinyal dari agen yang berbeda dan menyimpulkan tentang bentuk kualitas berdasarkan sinyal-sinyal. 9

12 Kesetimbangan tercapai ketika investasi yang dipilih dalam sinyal optimal untuk setiap agen informasi. Salah satu asumsi yang mendorong operasi dan efisiensi pasar kompetitif adalah bahwa pembeli dan penjual memiliki informasi yang sempurna tentang kualitas barang dan jasa yang diperdagangkan. Dalam pasar tenaga kerja, perusahaan dalam merekrut tenaga kerja sering tidak tahu tentang kualitas dari para pelamar, bahkan perekrutan tenaga kerja ini bisa berisiko jika salah menempatkan karyawan. Bila perusahaan benar-benar tidak mengetahui tentang keahlian dan kualitas pelamar, maka pelamar memiliki insentif untuk membesarbesarkan kualifikasinya untuk mendapatkan pekerjaan. Pelamar sering memiliki informasi pribadi atau dengan kata lain mereka betul-betul tahu tentang keahlian dan kualitas mereka. Dengan begitu pelamar dapat mengirimkan sinyal-sinyal kepada perusahaan yang menunjukkan bahwa dirinya adalah karyawan berpotensi yang berkeahlian dan berkualitas baik. Grafik : Intervensi Pasar Dalam pasar tenaga kerja, perusahaan akan mendapatkan laba lebih ketika mereka dapat mengamati sinyal dari para pekerjanya. Ketika perusahaan memiliki pekerja dengn produktivitas rendah, maka perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan tingkat produktivita para pekerjanya dengan memberikan upah yang tinggi sehingga para pekerja juga berusaha untuk meningkatkan produktivitasnya. Namun ketika tingkat upah melebihi biaya yang dikeluarkan, perusahaan akan menurunkan tingkat upah yang kemudian justru menurunkan laba perusahaan. 10

13 6.6.1 Pengsinyalan Pendidikan Untuk menggambarkan konsekuensi dari sinyal, akan dijelaskan model sinyal produktivitas dalam pasar tenaga kerja. Model ini memiliki dua perusahaan yang identik yang bersaing untuk pekerja melalui upah yang mereka tawarkan. Himpunan pekerja dapat dibagi menjadi dua jenis menurut tingkat produktivitas mereka yaitu pekerja dengan produktivitas kerja yang tinggi dan pekerja dengan produkitivitas kerja yang rendah. Tanpa sinyal apapun, perusahaan diasumsikan tidak dapat menilai produktivitas seorang pekerja. Perusahaan-perusahaan tidak dapat secara langsung mengamati tipe pekerja sebelum memperkerjakannya, tetapi pekerja dengan produktivitas tinggi dapat mengsinyalkan produktivitas mereka dengan mendapatkan pendidikan. Pendidikan itu sendiri tidak mengubah produktivitas, tetapi untuk mendapatkannya sangat mahal. Oleh karena itu, pendidikan adalah sinyal. Investasi dalam pendidikan akan bernilai jika ia memperoleh upah yang lebih tinggi. Untuk membuatnya menjadi sinyal yang efektif, harus diasumsikan bahwa pekerja dengan produktivitas yang rendah harus mendapatkan pendidikan daripada bagi produktivitas tinggi jika tidak keduanya akan memiliki insentif yang sama untuk memperolehnya. Tingkat keseimbangan pendidikan untuk pekerja dengan produktivitas rendah ditemukan dengan mencatat bahwa jika mereka memilih untuk tidak bertindak seperti pekerja dengan produktivitas tinggi, maka tidak ada kesempatan memperoleh pendidikan apapun. Rata-rata produktivitas pekerja dirumuskan sebagai berikut : E(θ) = λ h θ h + λ l θ l Dimana : θ h merupakan produktivitas pekerja yang tinggi θ l merupakan produktivitas pekerja yang rendah λ h dan λ l merupakan proporsi kehadiran para pekerja dimana λ h + λ l = 1 Perusahaan menawarkan gaji yang (berpotensi) bersyarat pada tingkat pendidikan para pekerja; berpotensi ditambahkan karena mungkin terdapat kesetimbangan dimana perusahaan mengabaikan sinyal. Jadwal upah dinotasikan dengan w(e). diberikan jadwal upah yang ditawarkan, para pekerja bertujuan untuk memaksimalkan utilitas yang didefinisikan sebagai upah yang kurang biaya pendidikan. Oleh karena itu masalah keputusan mereka adalah e max w( e) - {e} q 11

14 Grafik : The Single-Cross Property Education (Sumber : Hindrick, 2004) Dari grafik diatas, preferensi rumus diatas dapat memenuhi the single-cross property ketika didefinisikan melalui upah dan pendidikan. V l menunjukkan kurva indiferens dari pekerja yang produktivitasnya rendah, sedangkan V h menunjukkan kurva indiferens dari pekerja yang produktivitasnya tinggi. Dalam hal apapun, biaya marjinal dari pendidikan untuk pekerja yang produktivitasnya rendah lebih besar karena memiliki kurva indiferen yang curan. Signalling menyiratkan bahwa pekerja dari produktivitas yang berbeda dibayar dengan upah yang berbeda. Signalling juga memungkinkan pekerja yang produktivitasnya tinggi untuk membedakan dirinya dengan pekerja yang produktivitasnya rendah. Jika membayar upah diatas marjinal produk, maka akan membuat kerugian pada setiap pekerja yang dipekerjakan yang berarti juga tidak dapat memaksimalkan keuntungan. Alternatifnya, jika satu dibayar dengan upah dibawah marjinal produk, yang lain akan memiliki insentif untuk menetapkan upah yang lebih tinggi secara bertahap. Ini akan mencakup semua pekerja dari berbagai tingkat produktivitas dan akan menjadi stratedi yang lebih menguntungkan Implikasi-implikasi Model sinyal pendidikan menunjukkan bagaimana sinyal tidak produktif tetapi digunakan untuk membedakan antara tingkat kualitas. Ada beberapa implikasi kebijakan dari hasil ini. Dalam tafsiran sempit, mereka menunjukkan bagaimana pemerintah dapat meningkatkan efisiensi dan membuat off semua 12

15 orang lebih baik dengan membatasi ukuran sinyal yang dapat ditransmisikan. Atau pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan semua orang dengan mengadakan subsidi silang. Lebih umum, model ini menunjukkan bagaimana solusi pasar endogen mungkin timbul untuk memerangi masalah informasi asimetris. Masalah mendasar bagi pemerintah dalam menanggapi jenis-jenis masalah adalah bahwa ia tidak memiliki kelebihan informasi alam. Dalam model pendidikan tidak ada alasan untuk menganggap pemerintah bisa memberitahu pekerja rendah produktivitas dari produktivitas tinggi. Dihadapkan dengan jenisjenis masalah, pemerintah mungkin memiliki sedikit solusi untuk ditawarkan di luar subsidi silang. 6.7 Moral Hazard (Hidden Action) Masalah moral hazard muncul ketika pihak dapat mempengaruhi "kualitas" dari variabel yang baik atau kontrak yang diperdagangkan oleh beberapa tindakan yang tidak diamati oleh pihak lainnya. Menurut Donijo Robbin dalam bukunya Public Sector Economic masalah moral hazard yang berkembang saat kinerja dari agen sulit untuk diamati, masalah adverse selection muncul di mana biaya pengukuran kinerja tinggi, dan dampak dari ketidakpastian pada pengambilan keputusan (Eggerston, 1990; Williamson, 1975, 1985) Moral Hazard pada Asuransi Dua masalah yang ada di asuransi pada umumnya adalah moral hazard dan adverse selection. Masalah moral hazard yang dapat timbul dalam pasar asuransi adalah bahwa upaya pencegahan kecelakaan berkurang ketika konsumen menjadi diasuransikan. Moral hazard terjadi ketika seorang individu tertanggung memiliki beberapa kontrol atas peristiwa yang memicu pembayaran dari perusahaan asuransi. Dengan asuransi mobil, misalnya, dapat menyebabkan moral hazard individu untuk berkendara kurang hati-hati, sehingga kecelakaan lebih banyak dan pembayaran asuransi lebih, atau, secara ekstrim, bahkan dapat menyebabkan seseorang untuk merusak mobilnya sendiri sengaja untuk mengumpulkan asuransi. Adverse selection terjadi ketika mereka yang paling mungkin untuk melakukan klaim asuransi membeli asuransi sementara mereka yang paling tidak mungkin untuk membuat klaim tetap tidak diasuransikan. Jika perusahaan asuransi dapat memberitahu di depan waktu yang pelamar untuk asuransi lebih mungkin dikenakan biaya lebih, mereka dapat mengenakan tarif yang berbeda untuk individu yang berbeda untuk mengimbangi adverse selection. Ada dua 13

16 faktor yang membuat seleksi yang merugikan sehubungan dengan asuransi kesehatan. Pertama, tertanggung individu cenderung memiliki informasi yang lebih baik membuat klaim akan tentang kesehatan mereka sendiri daripada perusahaan asuransi, sehingga perusahaan asuransi akan paling mungkin untuk dapat dengan tepat menentukan harga risiko buruk. Kedua, ada sentimen publik yang kuat terhadap pengisian tingkat yang berbeda untuk orang dengan risiko kesehatan yang berbeda. Tidak seperti adverse selection dimana pemerintah dapat menyatukan risiko ketika perusahaan tidak bisa, pemerintah tidak memiliki keuntungan lebih dari perusahaan dalam hal moral hazard. (Public Finance) Adverse selection terjadi pada asuransi ketika perusahaan asuransi tidak dapat membedakan antara risiko tinggi dan individu berisiko rendah berdasarkan informasi yang tersedia untuk dia. Perusahaan asuransi berakhir dengan pilihan yang buruk dari orang, dan mungkin perlu untuk merancang premi yang berbeda dalam upaya untuk mengatasi faktor risiko yang berbeda. Konsep moral hazard berlaku bukan hanya pada masalah asuransi, tetapi juga untuk masalah-masalah pekerja yang mempunyai kinterja dibawah kemampuannya ketika majikan tidak dapat memantau perilaku mereka. Umunya moral hazard terjadi apabila satu pihak yang tindakan-tindakannya tidak diamati memengaruhi probabilitas atau besarnya pembayaran. (Robert J. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld:1996) Upaya yang dapat diamati Untuk memberikan patokan dari mana untuk mengukur dampak dari moral hazard, kita pertama menganalisis pilihan kontrak asuransi ketika upaya dapat diamati oleh perusahaan asuransi. Dalam hal ini tidak akan ada kegagalan efisiensi karena sudah tidak ada informasi asimetris. Jika perusahaan asuransi dapat mengamati e, maka akan ditawarkan kontrak asuransi yang bersyarat. Kontrak tersebut akan menjadi { δ (e), π (e)}, (dengan e = 0, 1). Persaingan antara perusahaan asuransi memastikan bahwa kontrak yang ditawarkan memaksimalkan utilitas konsumen perwakilan dengan kendala bahwa perusahaan asuransi setidaknya impas. Untuk memenuhi persyaratan terakhir ini, premi harus tidak lebih rendah dari pembayaran ganti rugi yang diharapkan. Diberikan kebijakan untuk memecahkan e yaitu Max U (e, δ, π) π p (e) δ { δ, π } Solusinya : {δ* (e) = d, π* (e) = p (e) d} 14

17 sehingga kerusakan sepenuhnya tertutup dan premi adalah wajar mengingat tingkat usaha yang dipilih. Ini diilustrasikan pada grafik dibawah ini. Garis lurus adalah himpunan kontrak (jadi π = p (e) δ), I adalah kurvva indiferens tertinggi yang dapat dicapai ketika kontrak ini diberikan. Kontrak terbaik pertama kemudian merupakan asuransi penuh dengan δ * (e) = d dan π * (e) = p (e) d. Pada kontrak terbaik pertama, tingkat kepuasan menghasilkan U* (e) = u (r p (e) d) ce Upaya akan dilakukan (e = 1) Jika U* (1) U* (0) c c 1 u (r p(1) d) u (r p (0) d) Artinya, biaya usaha lebih kecil dari keuntungan utilitas yang dihasilkan dari premi yang lebih rendah. Pertanyaan menarik adalah apakah kontrak terbaik pertama mendorong penyediaan tenaga, yaitu apakah tingkat biaya usaha dimana usaha diberikan dengan tidak adanya kontrak, c 0, kurang dari itu dengan kontrak, c 1. Perhitungan menunjukkan bahwa hasilnya dapat pergi baik dalam arah tergantung pada probabilitas kecelakaan yang terkait dengan upaya dan tidak ada upaya. Grafik : Kontrak Terbaik Pertama Upaya yang tidak dapat diamati Ketika suatu usaha tidak dapat diamati, perusahaan asuransi tidak bisa mengkondisikan kontrak atasnya. Sebaliknya, mereka harus mengevaluasi pengaruh kebijakan pada pilihan konsumen dan memilih kebijakan yang tepat. Preferensi konsumen atas kontrak ditentukan oleh tingkat tertinggi dari kepuasan 15

18 mereka yang dapat dicapai dengan kontrak yang diberikan bahwa mereka telah membuat pilihan yang tepat. Secara formal, utilitas V (δ, π) yang timbul dari kontrak (δ, π) ditentukan oleh V (δ, π) max U (e, δ, π) e={0,1 Grafik : Garis Pengalih Dari grafik di atas dijelaskan bahwa area e=0 adalah area untuk konsumen yang tidak memiliki usaha, sedangkan area e=1 adalah area untuk konsumen dengan usaha penuh. Dari dua area tersebut dipisahkan oleh garis D(π), yaitu garis yang menunjukkan bahwa konsumen acuh tak acuh terhadap e=0 dan e=1. ^ ^ ^ ^ ^ ^ Pada setiap titik, (δ,π) dimana U (0,δ,π) = U (1,δ,π), kurva indiferens dari U ^ ^ ^ ^ (0,δ,π) lebih curam dari U (1,δ,π) karena kesediaan untuk membayar untuk cakupan ekstra lebih tinggi bila tidak ada upaya. Lemma 1 Untuk setiap premi π, terdapat tingkat ganti rugi D (π) seperti : (i) Jika δ < D (π), e=1 (ii) Jika δ D (π), e=0 Dimana D (π) meningkat Dengan kata lain, jika tingkat cakupan untuk premi diberikan terlalu tinggi, agen tidak akan lagi menemukan keuntungan untuk melakukan usaha Kontrak Terbaik Kedua Kontrak terbaik kedua memaksimalkan subjek utilitas konsumen dengan kendala bahwa ia harus setidaknya impas. Grafik : Kontrak Terbaik Kedua 16

19 π Switching Line E 0 Effort No Effort E 1 (Sumber : Hindrick, 2004) d d Kontrak E 0 : tidak ada usaha dan cakupan penuh pada harga tinggi; Kontrak E 1 : ada usaha dan cakupan parsial pada harga rendah. Dimana dari kontrak tersebut akan optimal, tergantung pada biaya (c) dari usaha. Ketika biaya rendah, kontrak E 1 akan optimal dan cakupan parsial akan ditawarkan kepada konsumen. Sebaliknya, saat biaya tinggi makan akan optimal untuk tidak memiliki usaha dan kontrak E 0 akan optimal. Dari alasan ini maka harus ada beberapa nilai dari biaya usaha dimana perpindahan dibuat antara E 0 dan E 1. Ini dinyatakan sebagai proposisi 1. Proposisi 1 terdapat nilai usaha, c 2, with c 2 < c 1, sehingga : - c c 2 menyiratkan kontrak terbaik kedua adalah E 1 - c > c 2 menyiratkan kontrak terbaik kedua adalah E 0 Dapat ditunjukkan bahwa kontrak terbaik kedua tidak efisien. Karena tingkat kritis biaya, c, menentukan kapan usaha yang diberikan memuaskan c < c 1, hasilnya harus relatif tidak efisien untuk yang terbaik pertama. Lebih jauh lagi, ada upaya yang terlalu sedikit jika c 2 < c < c 1 dan cakupan yang terlalu sedikit jika c < c Intervensi Pemerintah Kegagalan pasar sangat terkait dengan moral hazard. Masalah moral hazard muncul dari non-observability dari tingkat perawatan. Ketika individu sepenuhnya diasuransikan mereka cenderung mengerahkan tindakan pencegahan terlalu sedikit tetapi juga untuk menggunakan asuransi secara berlebihan. Setiap individu mengabaikan efek dari perilaku cerobohnya dan 17

20 menginginkan premi yang lebih, tetapi ketika mereka semua bertindak seperti itu, premi akan naik. Kurangnya perawatan oleh masing-masing individu akan mengembangkan premi yang menghasilkan eksternalitas negatif pada orang lain. Implikasi terpenting adalah pasar tidak dapat efisien. Dapatkah pemerintah meningkatkan efisiensi dengan intervensi ketika moral hazard hadir? Dalam menjawab pertanyaan ini penting untuk menentukan informasi apa yang tersedia bagi pemerintah. Untuk evaluasi terhadap intervensi pemerintah, wajar untuk menganggap bahwa pemerintah memiliki informasi yang sama seperti sektor swasta. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa intervensi pemerintah yang efisien masih mungkin. Efek menguntungkan dari intervensi pemerintah dari kapasitas pemerintah adalah untuk menarik pajak dan subsidi. Sebagai contoh, pemerintah tidak bisa memantau para perokok yang memiliki efek buruk pada kesehatan, tidak lebih baik dari perusahaan asuransi. Tapi pemerintah bisa memaksakan pajak, tidak hanya pada rokok, tetapi juga pada komoditas yang melengkapi dan subsidi pengganti. Pengenaan pajak pada perusahaan asuransi mendorong perusahaan untuk menawarkan asuransi kurang dari harga yang wajar. Akibatnya, individu membeli asuransi lebih sedikit dan mengeluarkan usaha lebih. 6.8 Penyediaan Publik untuk Perawatan Kesehatan Seperti yang diketahui, bahwa terdapat dua penyedia barang dan jasa di pasar, yaitu pihak swasta dan pihak pemerintah yang menyediakan barang atau jasa yang tidak bisa disediakan pihak swasta. Begitu juga dengan perawatan kesehatan, meskipun pihak swasta sudah menyediakannya, pemerintah juga menyediakannya. Kebanyakan orang tidak mengetahui kapan ia akan sehat, kapan ia akan sakit, kapan ia akan celaka, kapan ia akan meninggal dan berapa biayanya. Karena ketidakpastian tersebut, kebanyakan orang membeli asuransi kesehatan untuk dirinya dan keluarganya. Ini berarti bahwa orang tersebut tidak membayar penuh biaya marjinal dari biaya kesehatan mereka. Tetapi banyak sekali masalah yang dihadapi ketika seseorang membeli asuransi kesehatan. Yang pertama yaitu adanya informasi asimetris. Disini penjual asuransi kesehatan lebih mengetahui tentang kebutuhan kesehatan daripada si pembeli. Dengan adanya informasi asimetris ini menyebabkan 18

MODUL EKONOMI PUBLIK BAGIAN III: TEORI INFORMASI ASIMETRIS

MODUL EKONOMI PUBLIK BAGIAN III: TEORI INFORMASI ASIMETRIS MODUL EKONOMI PUBLIK BAGIAN III: TEORI INFORMASI ASIMETRIS Dosen Ferry Prasetya, SE., M.App Ec FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012 1 DAFTAR ISI Daftar Isi.. iii Daftar Gambar...iv

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pertemuan 7-8 Model Kontemporer Pembangunan dan Keterbelakangan

Pertemuan 7-8 Model Kontemporer Pembangunan dan Keterbelakangan BAGIAN 1 Prinsip & Konsep Pertemuan 7-8 Model Kontemporer Pembangunan dan Keterbelakangan Berdasarkan pengalaman selama lebih dari setengah abad dengan mencoba mendorong pembangunan modern, kita telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk juga di Indonesia. Selama krisis finansial global tersebut, sektor

BAB I PENDAHULUAN. termasuk juga di Indonesia. Selama krisis finansial global tersebut, sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya, bangsa Indonesia mengalami banyak masalah yang disebabkan oleh berbagai macam krisis yang terjadi di dalam maupun dari luar negeri. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komisaris yang lebih besar dari jumlah direksi. Dari penelitian Bank

BAB 1 PENDAHULUAN. komisaris yang lebih besar dari jumlah direksi. Dari penelitian Bank BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada September 2007, Bank Indonesia (BI) melakukan sebuah Pilot Project Self Assessment yang merupakan salah satu mekanisme yang diterapkan untuk mengukur tingkat GCG

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN PERILAKU MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkenaan dengan permasalahan Good Corporate Governance (GCG) seketika

BAB I PENDAHULUAN. yang berkenaan dengan permasalahan Good Corporate Governance (GCG) seketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak peristiwa hantaman krisis multidimensi melanda negeri ini, wacana yang berkenaan dengan permasalahan Good Corporate Governance (GCG) seketika menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buku satu periode. Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. buku satu periode. Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi yang penting dalam menilai kinerja perusahaan di samping informasi lain seperti informasi industri,

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL UNTUK RUMAH SAKIT

PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL UNTUK RUMAH SAKIT 98 Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi BAB VII PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL UNTUK RUMAH SAKIT 7.1 Masalah Manajemen dan Ekonomi Perubahan disadari telah terjadi dalam rumah sakit. Fakta di lapangan dan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap Good Corporate Governance (GCG) mulai. yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap Good Corporate Governance (GCG) mulai. yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perhatian dunia terhadap Good Corporate Governance (GCG) mulai meningkat tajam sejak negara-negara Asia dilanda krisis ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis menyebabkan semakin tingginya tantangan untuk mengelola risiko yang harus

BAB I PENDAHULUAN. bisnis menyebabkan semakin tingginya tantangan untuk mengelola risiko yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perubahan teknologi, globalisasi dan transaksi bisnis menyebabkan semakin tingginya tantangan untuk mengelola risiko yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan kinerja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang

Lebih terperinci

KAPITA SELEKTA AKUNTANSI. zmmmm. Disusun oleh: IRMA YANDA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

KAPITA SELEKTA AKUNTANSI. zmmmm. Disusun oleh: IRMA YANDA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA KAPITA SELEKTA AKUNTANSI zmmmm Disusun oleh: IRMA YANDA 97 312 125 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005 TEORI AGENSI Teori agensi memprediksi dan menjelaskan pihak-pihak yang terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar

Lebih terperinci

1. Pengertian Agency Theory

1. Pengertian Agency Theory 1. Pengertian Agency Theory Agency theory (teori keagenan) merupakan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingannya sendiri. Pemegang saham sebagai diasumsikan hanya bertindak terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa industri perasuransian yang sehat,

Lebih terperinci

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan)

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan) Ilustrasi ini disiapkan khusus untuk: Nama Tertanggung: ANDI Jenis Kelamin: Laki-laki Tanggal Lahir: - Usia: 35 Status Merokok: Bukan Perokok RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci

EVALUASI Metode COURSE REVIEW HORAY (CRH) Tejo Nurseto, M.Pd P. Ekonomi FE UNY

EVALUASI Metode COURSE REVIEW HORAY (CRH) Tejo Nurseto, M.Pd P. Ekonomi FE UNY EVALUASI tejo@uny.ac.id Metode COURSE REVIEW HORAY Tejo Nurseto, M.Pd P. Ekonomi FE UNY (CRH) Kuis Horay Jawablah setiap nomor dibalik kotak Pemilihan nomor berdasarkan tim yang mendapat lemparan bola.

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY

TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY TEORI PERMINTAAN KONSUMEN PENDEKATAN UTILITY TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan pengertian utilitas, menerangkan pengaruh utilitas dan permintaan serta menganalisisnya. TIK:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko di sini adalah kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko di sini adalah kemungkinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kegiatan tidak bisa dilepaskan dari risiko, begitu pula dengan kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko di sini adalah kemungkinan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Komang Agung Surya Parimana, I Gede Suparta Wisadha (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Komang Agung Surya Parimana, I Gede Suparta Wisadha (2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Para peneliti sebelumnya melakukan penelitian tentang kompensasi eksekutif dan ukuran perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berikut penjelasan

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan sasaran utama bagi seorang auditor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan sasaran utama bagi seorang auditor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan sasaran utama bagi seorang auditor eksternal yang berprofesi sebagai akuntan publik. Terkait dengan itu, bahwa laporan keuangan sudah menjadi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan self assessment system,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan self assessment system, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan self assessment system, yaitu wewenang dan tanggung jawab yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak

Lebih terperinci

PSAK 24 IMBALAN KERJA. Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita Dicky Andriyanto

PSAK 24 IMBALAN KERJA. Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita Dicky Andriyanto PSAK 24 IMBALAN KERJA Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita 2015271115 Dicky Andriyanto 2015271116 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016 I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT

Lebih terperinci

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb STANDAR AUDIT 0 PERTIMBANGAN ATAS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK.

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. PENDAHULUAN Tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu persyaratan dalam pengembangan global dari kegiatan usaha perusahaan dan peningkatan citra perusahaan. PT Duta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap perusahaan, laporan keuangan adalah suatu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap perusahaan, laporan keuangan adalah suatu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada setiap perusahaan, laporan keuangan adalah suatu bentuk pertanggungjawaban kepada pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan adalah gambaran keuangan dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri biasa dilakukan oleh perusahaan untuk dapat bersaing dengan kompetitornya.

BAB I PENDAHULUAN. Industri biasa dilakukan oleh perusahaan untuk dapat bersaing dengan kompetitornya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan industri saat ini yang semakin ketat membuat perusahaan untuk selalu melakukan inovasi agar dapat terus tumbuh dan berkembang. Perluasan Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN UMUM Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi

Lebih terperinci

Heirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan.

Heirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Heirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Kerja keras. Ketahanan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Keagenan Dalam rangka memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan COSO, komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan.

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan COSO, komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perencanaan Evaluasi IV.1.1. Ruang Lingkup Evaluasi Ruang lingkup pengendalian internal atas siklus pendapatan adalah : 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga. kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga. kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan utama sebuah perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga kelangsungan hidup jangka

Lebih terperinci

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Dengan telah adanya struktur organisasi, manajer harus menemukan orang-orang untuk mengisi pekerjaan yang telah dibuat atau menyingkirkan orang dari pekerjaan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Akuntansi 2.1.1 Pengertian Akuntansi Warren (2013 : 9), mendefinisikan akuntansi diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi keuangan dikomunikasikan kepada pihak di luar perusahaan. Laporan keuangan mempunyai peranan

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma Nama Mata Kuliah/Kode Koordinator Deskripsi Singkat : Pengantar

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN:

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: SELF-PROPGTIG ETREPREEURIL EDUCTIO DEVELOPMET PEMSR HSIL PERTI: simetri Informasi Prof. Ir. Ratya nindita, MSc., Ph.D Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Email : ratya.fp@ub.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di era sekarang ini, keadaan ekonomi selalu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di era sekarang ini, keadaan ekonomi selalu mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia di era sekarang ini, keadaan ekonomi selalu mengalami perubahan menciptakan arus persaingan yang semakin ketat dan kondisi keuangan yang tidak menentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perusahaan secara maksimal sehingga laba diharapakan diperoleh juga secara

BAB I PENDAHULUAN. pada perusahaan secara maksimal sehingga laba diharapakan diperoleh juga secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan secara umum didirikan tentunya memiliki tujuan untuk memperoleh laba. Laba yang diperoleh berasal dari pemanfaatan sumber daya yang ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Modal dan Strukur Modal

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Modal dan Strukur Modal BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Modal dan Strukur Modal a. Pengertian Modal Menurut Munawir (2001) dalam Prabansari dan Kusuma (2005), modal adalah hak atau bagian yang dimiliki perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bersaing guna mempertahankan efisiensi dan kelangsungan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bersaing guna mempertahankan efisiensi dan kelangsungan usahanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dalam dunia usaha telah merambah ke berbagai negara termasuk Indonesia. Dampak dari persaingan tersebut memberikan konsekuensi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan disiapkan untuk memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan seperti pemegang saham (investor), kreditor dan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan komponen penting dalam perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan komponen penting dalam perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan komponen penting dalam perusahaan yang merupakan sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan disusun berdasarkan sumber-sumber informasi dalam perusahaan, salah satu informasi tersebut digunakan sebagai acuan mengenai laba perusahaan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi di era globalisasi saat ini sudah berkembang semakin pesat, sehingga mengakibatkan persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

Heirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan.

Heirloom (V) Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Dirancang untuk orang-orang yang benar-benar menghargai pentingnya nilai warisan. Kerja keras. Ketahanan. Kebulatan Tekad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada perusahaan korporasi yang relatif besar umumnya terdapat pemisahan fungsi pemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemegang saham mengalami kesulitan untuk

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari tahun 1959, pemerintah Indonesia dengan konfrontasi politiknya mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda. Namun yang terjadi setelah mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang mempengaruhi perekonomian menjadi tidak stabil. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang mempengaruhi perekonomian menjadi tidak stabil. Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1997 pernah melanda Negara Asia yaitu Negara Indonesia yang mempengaruhi perekonomian menjadi tidak stabil. Banyak perusahaan besar yang

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN ULTIMATE HARVEST ASSURANCE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN ULTIMATE HARVEST ASSURANCE Ultimate Harvest Assurance merupakan produk asuransi tradisional dari PT. AIA FINANCIAL. Berikut ini adalah ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan Ultimate Harvest Assurance. Harap dibaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup signifikan pada awal abad 21, sejak munculnya kasus Enron yang menghebohkan kalangan dunia usaha. Meskipun

Lebih terperinci

Minggu-6. Konsep Harga (pricing concept) Product Knowledge and price concept. By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM

Minggu-6. Konsep Harga (pricing concept) Product Knowledge and price concept. By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM Product Knowledge and price concept Minggu-6 Konsep Harga (pricing concept) By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM Further Information : Mobile : 08122035131 Email: ailili1955@gmail.com Pokok Bahasan Definisi Harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme asuransi atau pertanggungan. Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme asuransi atau pertanggungan. Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Manusia selalu dihadapkan dengan berbagai risiko dalam kehidupan sehari-hari, seperti risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Monday Effect merupakan fenomena dalam dunia keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Monday Effect merupakan fenomena dalam dunia keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Monday Effect merupakan fenomena dalam dunia keuangan yang berbicara mengenai anomali tingkat return saham pada hari Senin. Ditengahtengah perkembangan dunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan juga harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan juga harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menunjukkan kondisi keuangan suatu perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Tujuan dari laporan keuangan yaitu untuk memberikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG FXPRIMUS

KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG FXPRIMUS KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG FXPRIMUS PERNYATAAN DAN PRINSIP KEBIJAKAN Sesuai dengan Undang-undang Intelijen Keuangan dan Anti Pencucian Uang 2002 (FIAMLA 2002), Undang-undang Pencegahan Korupsi 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian di dunia terus mengalami berbagai perubahan dan hal ini memicu para pengusaha berusaha lebih keras dalam mengembangkan usahanya, apalagi

Lebih terperinci

Measurement of assets and liabilities

Measurement of assets and liabilities Assets, liablilities and owners equity Aset (Aset) Manfaat ekonomi masa depan aset yang dikendalikan oleh perusahaan dan merupakan hasil dari transaksi masa lalu atau peristiwa. Definisi ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

PSAK 57 (Rev. 2009) PROVISI, LIABILITAS KONTINJENSI, DAN ASET KONTINJENSI

PSAK 57 (Rev. 2009) PROVISI, LIABILITAS KONTINJENSI, DAN ASET KONTINJENSI Departemen Akuntansi dan PPA FEUI Workshop PSAK Terbaru dan Pengajaran Akuntansi FEUI Depok, 6-9 Juni 2011 Hari 3 - Sesi 2 PSAK 57 (Rev. 2009) PROVISI, LIABILITAS KONTINJENSI, DAN ASET KONTINJENSI Pusat

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited

Indorama Ventures Public Company Limited Indorama Ventures Public Company Limited Kebijakan Anti Korupsi (Sebagaimana yang telah disetujui oleh pertemuan anggota Direksi No.1/2014 tertanggal 12 January 2014) Revisi 1 (Sebagaimana yang telah disetujui

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP-258/BL/2008 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSAKSI

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM)

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM) KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM) Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan Di susun oleh : RATNA INTANNINGRUM 3215076839 Pendidikan Fisika NR 2007 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang listing di bursa efek merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Bank Indonesia mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di Indonesia. Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar bagi perusahaan-perusahaan agar dapat bersaing secara ketat dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar bagi perusahaan-perusahaan agar dapat bersaing secara ketat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia bisnis pada saat ini memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perusahaan-perusahaan agar dapat bersaing secara ketat dan kompeten,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan Hubungan keagenan yakni dimana agent dan principal atau manajer dengan pemilik memiliki sebuah kontrak kerja sama atau sebagainya (Jensen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan publik besar dan kantor akuntan publik (KAP) besar pada

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan publik besar dan kantor akuntan publik (KAP) besar pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai skandal akuntansi di beberapa negara yang melibatkan perusahaan-perusahaan publik besar dan kantor akuntan publik (KAP) besar pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

MENGAPA PERLU ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA? Oleh: Tumpak Silalahi SE AK,MBA. Pada awal Januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi

MENGAPA PERLU ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA? Oleh: Tumpak Silalahi SE AK,MBA. Pada awal Januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi MENGAPA PERLU ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA? Oleh: Tumpak Silalahi SE AK,MBA Pada awal Januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi mengumumkan implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pilihan utang dan modal sebagai sumber pendanaan, merupakan keputusan penting yang mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan memiliki beberapa alternatif dalam

Lebih terperinci

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS Kode Etik Global Performance Optics adalah rangkuman harapan kami terkait dengan perilaku di tempat kerja. Kode Etik Global ini mencakup beragam jenis praktik bisnis;

Lebih terperinci