POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A"

Transkripsi

1 POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Muhammad Dzikri Alif A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 BEDANYA AKU.. ORANG TUAKU DAN GURUKU : BELIAU MEMILIKI PENGALAMAN YANG TIDAK AKU MILIKI Orang bijak bilang : Kita tidak bisa bercermin pada air yang mengalir dan hanya bisa pada air yang diam dan aku ingin mencobanya...diam untuk kedua orang tuaku,guruku, dan sahabatku M. Dzikri Alif, Februari 2008 IPB BOGOR Mohon doa.. semoga hidupku bermakna...

4 RINGKASAN MUHAMMAD DZIKRI ALIF. Pola Pewarisan Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Cabai (Capsicum annuum L.). Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SRIANI SUJIPRIHATI. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2007 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo Darmaga. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif serta heritabilitas pada beberapa karakter cabai. Bahan tanaman yang digunakan adalah P1 (IPB C15), P2 (IPB C10), F1(15x10), F1R (10x15), BCP1 ((15x10)x15), BCP2 ((15x10)x10) dan F2. Penelitian ini tidak menggunakan rancangan percobaan, tetapi setiap populasi (kecuali F2) diulang dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada populasi F2, pola segregasi sifat permukaan buah, lekukan di pangkal buah, dan orientasi buah sesuai dengan nisbah Mendel dengan perbandingan 3:1. Hal ini dapat berarti bahwa sifat permukaan buah, lekukan pada pangkal buah, dan orientasi buah dikendalikan oleh satu pasang gen dominan penuh. Sifat posisi bunga menunjukan hasil yang nyata dengan perbandingan 9:3:4. Posisi bunga dikendalikan oleh dua pasang gen dengan interaksi epistasis resesif. Sifat warna daun menunjukkan nisbah perbandingan 9:7. Hal ini berarti warna daun dikendalikan oleh dua pasang gen. Perbandingan tersebut menunjukkan interaksi epistasis resesif ganda. Tinggi dikotomus menunjukkan sebaran normal yang mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen minor. Nilai heritabilitas arti sempit adalah 0.47 dan heritabilitas arti luas adalah 0.45 untuk karakter tinggi dikotomus. Pada karakter panjang buah, diameter, tinggi dikotomus, bobot total, dan bobot layak pasar dan orientasi buah terdapat pewarisan ekstrakromosomal.

5 Judul Nama NRP : POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) : Muhammad Dzikri Alif : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi Prof.Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP Tanggal Lulus :

6

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Abdullah dan Ibu Etty Latifah. Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Pancoran 01 Pagi pada tahun 1997, tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 115. Penulis melanjutkan studi di SMU Negeri 3 Jakarta dan lulus pada tahun Penulis diterima di IPB pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan di IPB seperti, peserta Seminar Nasional Pertanian yang diselenggarakan BEM Fakultas tahun 2004, peserta pelatihan pembuatan web design yang diselenggarakan BEM FMIPA tahun 2005, peserta GRADASI Himagron dalam cabang Bulutangkis 2006, peserta Festival Musik yang diselenggarakan di lingkungan kampus tahun 2007 Pengawas ujian TPB tahun 2006 dan Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan bedah kampus di SMUN 3 Jakarta mewakili IPB tahun 2006, panitia fieldtrip PMTTB 40 tahun , panitia Seminar dan pameran Pertanian dan panitia AMT (Achievment Motivating Training) KKP IPB di Kabupaten Tegal. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi di IPB seperti di Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) tercatat sebagai anggota Himagron pada tahun 2004, dalam kepanitiaan MPD Lintas Desa sebagai senior pada tahun 2006 dan 2007, panitia Open House Departemen Agronomi dan Hortikultura tahun 2006 dan 2007, Koordinator Olimpiade Mahasiswa IPB dalam seleksi Bulutangkis di Faperta tahun 2007, Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta pada tahun 2007 dalam kepanitiaan MPF 43, BEM KM IPB dalam kepanitiaan IEE (International Education Expo) di Botani Square pada tahun 2007, panitia Seminar Nasional Peningkatan Perolehan HKI dari Hasil Penelitian Yang Dibiayai Oleh Hibah Kompetitif Departemen Agronomi dan Hortikultura tahun 2007.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya. Penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pendugaan Parameter Genetik Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Cabai (Capsicum annuum L.) sebagai tugas akhir mahasiswa Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan perhatian, semangat, motivasi, bimbingan, pengarahan, dan doa selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi antara lain : 1. Kepada kedua orang tua Bapak saya Abdullah dan almarhumah Ibu saya tercinta Etty Latifah yang telah memberikan perhatian dan doa selama penulis kuliah di IPB mulai dari masa TPB sampai dengan akhir hayatnya, teteh Tia, dan adik Aat. 2. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan pengarahannya selama penulis kuliah. 3. Dr. Muhamad Syukur, SP., MSi dan Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 4. Dr Yudiwanti selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Rahmi, Bapak Willy Bayuardi, Bapak Sarju, Mba Mawi, Mba Cici, Mas Undang, Pak Anen, Pak Maman, Pak Mamad yang telah membantu selama proses penelitian sampai dengan penyusunan skripsi. 6. Ibu dan Bapak guru yang telah mendidik dan mengajar sewaktu di SDN Pancoran 01 Pagi, SLTPN 115, dan SMUN 3 Jakarta. 7. Para dosen selama penulis masih di TPB sampai dengan penulis kuliah di program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih atas bimbingan dan arahannya selama penulis kuliah 8. Teman-teman satu tim penelitian cabai (Tri, Tedi, Habib, Regi, Sita, Iqra, Isma, Mite, dan Mba Indah).

9 9. Sahabat-sahabat penulis selama kuliah di IPB Ipul, Toni, Angga, Tedi, Mas Yudi, Bambang, Anto. Terima kasih atas kerjasama, kebersamaan, bantuan, dan semangatnya selama ini. Nanda dan Wili yang telah bersedia hadir dalam seminar penulis. Teman-teman satu band CRAZH (Cristian, Roni, Adit, dan Habib) video klip di Tamara kenangan tersendiri buat penulis. Teman-teman Ana, Farah, Tika, Mira, Elmyra, Vita, Febi, Mila, Lina, Yuseffa, Ratih dan keluarga besar PMTTB 40, PMTTB 41, IE 42, AGB 42, terima kasih atas kebersamaannya selama penulis kuliah. 10. Teman Teman KKP 2006 Kabupaten Tegal (Iyus, Rina, Ana, Hadi, Joko) atas kebersamaan selama 2 bulan bersama penulis. 11. Semua pihak yang telah membantu selama kuliah dan penelitian yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, Februari 2008 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai... 3 Pemuliaan Tanaman Cabai... 4 Studi Pewarisan Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Cabai... 5 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 9 Bahan dan Alat... 9 Metode Penelitian... 9 Pelaksanaan Penelitian... 9 Pengamatan Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertanaman Pola Pewarisan Sifat Kualitatif Karakter Kuantitatif Derajat Dominansi Pewarisan Ekstrakromosomal KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 30

11 DAFTAR TABEL Teks Nomor Halaman 1. Nisbah Fenotipik Sifat Resistensi yang dikendalikkan oleh gen Mayor pada populasi F Beberapa Karakter Kualitatif Cabai pada Populasi P1, P2, F1, dan F1R Nisbah Fenotipik Karakter Kualitatif Cabai pada Populasi BCP1, BCP2, dan F Hasil Uji Khi Kuadrat Karakter Kualitatif Cabai Populasi F Hasil Uji Normalitas Karakter Kuantitatif Cabai pada Populasi F Ragam Tetua, Backcross, F1, F2, dan Heritabilitas Karakter Kuantitatif Nilai Tengah Karakter Kuantitatif Cabai dan Aksi Gen Nilai t Hitung pada Karakter Kuantitatif Cabai Populasi F1 dan F1R Lampiran Nomor Halaman 1. Nisbah Segregasi Karakter Permukaaan Buah Nisbah Segregasi Karakter Leher Buah Nisbah Segregasi Karakter Orientasi Buah Nisbah Segregasi Karakter Bentuk Calix Nisbah Segregasi Karakter Warna Daun Nisbah Segregasi Karakter Tipe Pertumbuhan Nisbah Segregasi Karakter Tipe Percabangan Nisbah Segregasi Karakter Posisi Bunga... 31

12 DAFTAR GAMBAR Teks Nomor Halaman 1. Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Permukaan Buah Bagan Persilangan antara F1 dan P1 serta F1 dengan P2 untuk Karakter Permukaan Buah Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Lekukan di Pangkal Buah Bagan Persilangan antara F1 dan P1 serta F1 dengan P2 untuk Karakter Lekukan di Pangkal Buah Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Orientasi Buah Bagan Persilangan antara F1 & P1 serta F1 dengan P2 untuk Karakter Orientasi Buah Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Penyempitan Tangkai Buah Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Warna Daun Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Posisi Bunga...22 Lampiran Nomor Halaman 1. Gambar Aksi Gen Karakter Panjang Buah Gambar Aksi Gen Karakter Diameter Buah Gambar Aksi Gen Karakter Tinggi Dikotomus Gambar Aksi Gen Karakter Bobot Total Gambar Aksi Gen Karakter Bobot Layak Pasar Kondisi Umum Pertanaman Cabai di Lapang Bentuk Buah Cabai...33

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah anggota famili Solanaceae, merupakan tanaman yang dibudidayakan secara luas di seluruh dunia. Kandungan gizi pada cabai membuat cabai dapat dikonsumsi baik sebagai sayuran, bumbu bahkan sebagai sumber baku obat obatan. Zat gizi yang terkandung dalam cabai antara lain protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, C, dan senyawa alkaloid yaitu capsaicin (rasa pedas), flavonoid, dan minyak esensial (Agfi, 2006). Produkiivitas cabai di Indonesia masih tergolong rendah walaupun termasuk negara yang memiliki luasan produksi terbesar di Asia. Produktivitas cabai khususnya di Asia dapat mencapai 18 ton/ha. Deptan (2007) mencatat produktivitas cabai di Indonesia tahun berturut-turut sebesar 4.17, 4.07, 4.22, 6.05, 5.66, 5.65, dan 5.79 ton/ha. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas cabai adalah melalui pemuliaan tanaman. Kegiatan pemuliaan tanaman adalah koleksi, seleksi, peningkatan keragaman dan evaluasi. Dalam melakukan kegiatan pemuliaan tanaman, diperlukan adanya keragaman genetik yang terkait dengan heritabilitas. Menurut Nasir (2001) heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan. Dengan kata lain, heritabilitas merupakan proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu. Nilai heritabilitas sangat menentukan kemajuan genetik yang akan dicapai. Pada karakter yang mempunyai heritabilitas yang tinggi, seleksi dapat dilakukan pada generasi awal. Karakter karakter tanaman dapat berupa karakter kualitatif atau kuantitatif. Menurut Nasir (2001) karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Karakter ini dikendalikan oleh sedikit gen. Sementara itu karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen. Karakter ini biasanya banyak dipengaruhi lingkungan.

14 2 Pola pewarisan masing-masing karakter diperlukan dalam menentukan strategi pemuliaan tanaman. Tujuan 1. Mempelajari pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif pada beberapa karakter agronomi pada cabai. 2. Mempelajari tingkat heritabilitas beberapa karakter kuantitatif penting pada genotipe cabai. Hipotesis 1. Terdapat beberapa karakter yang dikendalikan oleh gen mayor. 2. Terdapat beberapa karakter yang mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi.

15 TINJAUAN PUSTAKA Botani, Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai adalah tanaman tahunan tropika yang biasanya ditanam sebagai tanaman setahun. Jenis tanaman herba tersebut sebagian besar menjadi berkayu pada pangkal batangnya, dan beberapa jenis menjadi semak. Tanaman cabai merah tergolong dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanes, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum annuum L. (Kusandriani, 1996). Terdapat sekitar spesies yang termasuk ke dalam famili solanaceae. terdapat sekitar spesies yang termasuk ke dalam genus Capsicum, termasuk diantaranya adalah lima spesies yang telah dibudidayakan, yaitu : C.baccatum, C. pubescens, C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens (Greenleaf, 1986). Menurut Kusandriani (1996) tanaman cabai berasal dari Meksiko. Tanaman tersebut termasuk komoditi penting dan banyak dibudidayakan di Meksiko dan negara-negara lain di dunia. Sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan, kemudian diintroduksi ke daratan Eropa tahun Setelah Colombus membawa dan menyebarkan cabai ke Eropa, cabai. menyebar cepat dari Eropa ke Asia dan Afrika. Tanaman cabai termasuk tanaman dikotil berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangannya tegak atau menyebar (Kusandriani dan Permadi, 1996). Tanaman cabai memiliki sistem perakaran yang dangkal, diawali dengan akar tunggang (akar primer) kemudian tumbuh akar rambut ke samping (akar lateral/akar sekunder). Panjang akar primer berkisar cm dan akar lateral sekitar cm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Akar lateral cepat berkembang di dalam tanah dan menyebar pada kedalaman cm (Messiaen, 1992). Bunga tanaman cabai umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas, serta merupakan bunga sempurna (hermaprodit). Bunga jantan dan betina terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung varietasnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Pada dasar bunga terdapat daun buah berjumlah lima helai kadang-kadang bergerigi. Setiap bunga mempunyai satu putik (stigma), kepala putik berbentuk bulat. Terdapat

16 4 lima sampai delapan helai benang sari dengan kepala sari yang berbentuk lonjong, berwarna biru keunguan (Kusandriani, 1996). Capsicum mempunyai buah yang bervariasi baik dari bentuk maupun warna. Permukaan kulit dan warna buah cabai mempunyai variasi dari halus sampai bergelombang, mengkilat sampai kusam, hijau, kuning, coklat atau kadang-kadang ungu pada waktu muda dan menjadi merah waktu matang. Ukuran buah cabai beragam dari pendek sampai panjang. Panjang buah cabai berkisar antara cm (Greenleaf, 1986). Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnya 1.5% dan mempunyai ph antara Keadaan ph tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai ph lebih dari 7, tanaman cabai akan menunjukan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan alumunium (Al) dan mangan (Mn) (Sumarni, 1996). Suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai adalah 18 o 27 o C. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16 o C pada malam hari dan minimum 23 o C pada siang hari. Bila suhu udara malam hari di bawah 16 o C dan siang hari di atas 32 o C, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai akan gagal. Cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan cendawan. curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah mm/tahun (Sumarni, 1996). Pemuliaan Tanaman Cabai Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam pemuliaan tanaman diperlukan adanya keragaman genetik, sistem-sistem logis dalam pemindahan dan fiksasi gen, konsepsi dan tujuan atau sasaran yang jelas dan mekanisme penyebarluasan hasilnya kepada masyarakat (Makmur, 1992).

17 5 Tanaman cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri, tetapi penyerbukan silang terjadi karena serangga dan angin dengan persentase persilangan berkisar %.. Menurut Permadi dan Kusandriani (1996), diantara genotipe-genotipe cabai terdapat perbedaan dalam hal letak kepala putik terhadap kotak sari yang disebut heterostyle. Persilangan sering terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik (stilus) yang panjang dan kepala putik (stigma) lebih tinggi dari kotak sari. Penyerbukan sendiri terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik yang pendek, sehingga letak kepala putik lebih rendah daripada kepala sari. Bunga cabai pertama terbentuk pada umur hari setelah tanam (HST) dan buah pertama mulai terbentuk pada umur HST. Buah akan matang dalam waktu 45 hari setelah pembuahan (Greenleaf,1986). Struktur buah terdiri atas kulit, daging buah dan plasenta tempat melekatnya biji. daging buah umumnya renyah, tetapi kadang-kadang lunak, tergantung varietasnya. Biji cabai berwarna kuning jerami dan melekat di sepanjang plasenta, berjumlah sekitar 140 biji/buah (Kusandriani, 1996). Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) terdapat beberapa tujuan pemuliaan cabai, yaitu: (1) perbaikan daya hasil dan kualitas hasil; (2) perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu; (3) perbaikan sifat-sifat hortikultura; (4) perbaikan terhadap kemampuan mengatasi cekaman lingkungan. Studi Pewarisan Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Cabai ( Capsicum annuum L.) Menurut Nasir (2001) karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masingmasing dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Pada karakter kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologis, karakter morfologis lebih mudah diamati, misalnya produksi tanaman sering dijadikan obyek pemuliaan tanaman. Ciri yang dapat digunakan untuk membedakan karakter kualitatif dan karakter kuantitatif menurut (Allard, 1960 dan Burns,1976) adalah sebagai berikut:

18 6 1). Pada karakter kualitatif terdapat ragam terputus pada kurva sebaran frekuensi dengan munculnya kembali ragam tetua di dalam generasi bersegregasi (F 2, BC, F 3 ), dan munculnya kembali salah satu ragam tetua bila terdapat pengaruh dominansi penuh dalam generasi F 1. 2). Pada karakter kuantitatif terdapat ragam kontinu pada kurva sebaran frekuensi di dalam generasi bersegrerasi (F 2, BC, F 3 ) dengan ragam F 2 (V F2 ) yang lebih besar dari ragam F 1 (V F1 ). Pada penelitian pewarisan suatu karakter, sering diperlukan analisis segregasi dari populasi yang bersegregasi (populasi F 2 ). Dengan demikian analisis statistik dan analisis genetik yang digunakan untuk melacak gen-gen pengendali karakter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan/asumsi : (1) tidak ada efek lingkungan, (2) tidak ada efek dominansi antar alel, (3) tidak ada efek epistasis, (4) gen memberikan efek yang sama dan bersifat aditif untuk semua lokus, (5) tidak ada pautan gen, dan (6) tetua dalam keadaan homozigositas lengkap, dan tanaman F 1 dalam keadaan heterozigositas lengkap (Burns, 1976; Poehlman, 1979). Pada gen-gen yang mengikuti prinsip Mendel (disebut gen mayor) peranan ragam lingkungan relatif kecil dibandingkan peranan ragam gen-gen minor karena jumlah gen mayor umumnya tidak banyak dan peranan faktor lingkungan relatif kecil, maka ragam fenotipe yang ditampilkan dalam populasi bersegregasi sebagian besar merupakan ragam genetik, bersifat diskontinu dan merupakan akibat adanya efek dominan. Analisis genetik terhadap karakter yang dikendalikan oleh gen mayor, umumnya dilakukan dengan bantuan uji Chikuadrat (χ 2 ) (Strickberger, 1976). Untuk menentukan apakah ragam pada karakter tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan dilakukan pendugaan nilai heritabilitas. Heritabilitas sering juga dipakai sebagai tolok ukur kemajuan genetik yang dapat diharapkan dalam suatu program seleksi (Allard, 1960). Heritabilitas adalah proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh sifat menurun (Poespodarsono, 1988). Heritabilitas dapat juga diartikan rasio ragam genotipe terhadap ragam fenotipe (Sjamsudin, 1990). Nilai heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif peranan faktor keturunan dibanding faktor lingkungan dalam memberikan

19 7 pengaruh pada penampilan akhir atau sifat fenotipe yang bersangkutan (Poespodarsono, 1988). Pendugaan heritabilitas arti sempit dilakukan dengan pendugaan nilai ragam lingkungan dengan mengikutsertakan satu set tanaman induk kedua tetua (P 1 dan P 2 ), F1 (P 1 x P 2 ), silang balik B 1 (F 1 x P 1 ), silang balik B 2 (F 1 x P 2 ) dan F 2 (F 1 x F 1 ) (Warner, 1952). Studi pewarisan beberapa karakter kuantitatif pada cabai menggunakan metode statistika yaitu setiap gen dan kombinasi dari beberapa gen diteliti secara menyeluruh (Khambanonda, 1948). Menurut Nasir (2001) heritabilitas dalam arti luas dapat dianggap sebagai suatu batas dugaan tertinggi dari heritabilitas dalam arti sempit. Oleh karena itu, selama heritabilitas dalam arti sempit dapat dihitung, nilai heritabilitas dalam arti luas tidak banyak digunakan, bila nilai heritabilitas arti sempit tinggi, maka metode seleksi yang paling tepat digunakan adalah seleksi massa sebaliknya apabila rendah sebaiknya digunakan seleksi silsilah, uji kekerabatan (sib-test), dan uji keturunan (progeny test). Potensi rasio (hp) adalah peran atau aksi gen pengendali sifat informasi genetik yang terkait langsung dengan potensi sifat yang diwariskan oleh suatu tanaman. Menurut Petr dan Frey (1966) klasifikasi nilai potensi rasio 0<hp<1. termasuk ke dalam aksi gen dominan tidak sempurna. Menurut Crowder (1986) derajat dominansi tidak lengkap adalah kontribusi alel aktif A lebih besar daripada satu unit tertentu sehingga pengaruh dua alel aktif tidak sama dengan dua kali pengaruh dari alel aktif tunggal, yaitu AA tidak aditif; kombinasi Aa mendekati AA. Menurut Petr dan Frey (1966) klasifikasi nilai potensi rasio hp > 1 atau hp < -1 termasuk ke dalam aksi gen over dominan. Menurut Crowder (1986) individu heterozigot memberi kontribusi pada fenotipe lebih besar daripada homozigot yang mempunyai alel aktif. Aa > AA, secara fisiologis alel-alel itu menghasilkan substansi berbeda yang komplementer. Istilah lewat dominansi umumnya digunakan dalam hubungannya dengan sifat-sifat fitness biologis seperti ukuran, produktivitas, dan daya hidup (viabilitas), persilangan antara individu dengan fitness kurang baik untuk sifat tertentu kadang-kadang menghasilkan keturunan yang lebih unggul (superior) dari kedua orang tuanya karena banyaknya gen yang terlibat sulit untuk menentukan hubungan dominansi dari gen-gen tertentu.

20 8 Menurut Crowder (1986) pewarisan di luar inti terjadi karena pewarisan partikel sitoplasma yang memiliki kelangsungan hidup. Pewarisan yang dikendalikan oleh gen di luar inti, disebut pewarisan ekstrakromosomal. Beberapa hal yang dapat dijadikan bukti bahwa suatu sifat diwariskan secara ekstrakromosomal adalah sebagai beikut: 1. Zuriat hasil persilangan berbeda dengan zuriat hasil persilangan resiprokalnya. 2. Sifat ditransmisikan melalui maternal. 3. Gen-gen tidak dapat dipetakan pada kromosom atau kelompok keterpautan tertentu. 4. Tidak terjadi segregasi untuk sifat tersebut. 5. Nisbah segregasi tidak mengikuti rasio Mendel.

21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari ampai dengan Juli 2007 di kebun percobaan IPB Leuwikopo, Darmaga, Bogor dan Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Tempat percobaan terletak 250 m dpl dengan jenis tanah Latosol. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah P1 (IPB C15), P2 (IPB C10), F1(15x10), F1R (10x15), BCP1 ((15x10)x15), BCP2 ((15x10)x10) dan F2. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK Mutiara , pupuk kandang, pupuk Gandasil D dan Gandasil B. Pestisida yang digunakan adalah insektisida Curacron, Furadan 3G, akarisida Kelthane, fungisida Antracol, dan Dithane M-45. Bahan dan alat lainnya adalah Mulsa plastik hitam perak, ajir, meteran, timbangan analitik AND GF 3000, jangka sorong, tray, cangkul, kored, dan sprayer. Metode Penelitian Tanaman yang digunakan adalah P1: 25 tanaman, P2: 25 tanaman, F1 : 24 tanaman, F1R : 26 tanaman, BCP1 : 25 tanaman, BCP2 : 23 tanaman, dan F2 : 255 tanaman. Percobaan ini dilakukan tanpa rancangan percobaan tetapi setiap populasi (kecuali F2) diulang dua kali. Luas lahan yang digunakan adalah 200 m 2, dengan 16 bedeng. Masing masing bedeng berukuran 1 m x 5 m, dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Pelaksanaan Penelitian Penyemaian dilakukan pada tray yang berisi media tanam (merk : media tanam plus). Media tanam disterilisasi terlebih dahulu pada suhu 150 O C selama tiga jam. Setelah benih disemai, dilakukan pemeliharaan antara lain penyiraman pada pagi atau sore hari. Pupuk diberikan dalam bentuk cair berupa campuran NPK Mutiara (10 g/l) dan fungisida Antracol (2 g/l) yang diberikan satu minggu sekali. Setelah berumur satu bulan, bibit dipindahkan ke lahan. Penanaman dilakukan pada delapan bedeng yang berukuran 1 m x 5 m. Satu minggu sebelum penanaman dibuat lubang tanam dengan jarak 50 cm x 50 cm dengan kedalaman lubang 30 cm, kemudian diberi pupuk kandang 1 kg dan kapur 0.5 kg per lubang

22 tanam. Bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak dan dibuat lubang sesuai jarak tanam. 10 Pengamatan Pengamatan dilakukan pada karakter kualitatif dan kuantitatif. Peubah yang diamati pada karakter kualitatif adalah : 1. Permukaan buah (licin, agak kasar, kasar ) 2. Lekukan di pangkal buah Keterangan : 0 Tidak ada 1 Ada 3. Orientasi Buah (samping, bawah, atas) 4. Penyempitan tangkai buah Keterangan : 0 Tidak ada 1 Ada Warna Daun ( hijau, hijau tua) Peubah pada karakter kuantitatif yang diamati adalah : 1. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus setelah panen kedua. 2. Diameter buah (cm), diambil 5 buah setiap tanaman, diukur pada bagian pangkal, tengah, dan ujung dengan menggunakan jangka sorong. Penentuan bagian tengah, yaitu setengah dari panjang buah dengan ukuran relatif sama. Buah yang digunakan adalah buah panen pertama. 3. Panjang buah (cm), diambil 5 buah setiap tanaman dan diukur dari pangkal buah sampai dengan ujung buah pada saat panen pertama. 4. Bobot buah layak pasar (g), ditimbang dari bobot buah yang tidak terserang hama dan penyakit serta mempunyai penampilan normal.

23 11 6. Posisi Bunga Keterangan : 3 Tidak tegak 5 Semi Tegak 7 Tegak 7. Bobot buah total (g), ditimbang dari bobot buah total yang mempunyai penampilan normal. Analisis Data 1). Untuk menguji kesesuaian perbandingan Mendel (karakter yang dikendalikan oleh gen mayor), digunakan rumus sebagai berikut : χ 2 2 = [( oi - ei /e)] Keterangan : o i = nilai pengamatan populasi ke-i e i = nilai harapan populasi ke i 2). Heritabilitas digunakan untuk menentukan apakah ragam pada karakter tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan. Menurut Allard (1960) heritabilitas sering juga dipakai sebagai tolok ukur kemajuan genetik yang dapat diharapkan dalam suatu program seleksi. Rumus heritabilitas arti luas dan sempit adalah : h 2 BS = V F2 - (VF1 + VP1 + VP2 )/3 V F2 h 2 NS = 2 V F2 - (V BCP1 + V BCP2 ) V F2 Keterangan : h 2 NS = heritabilitas arti sempit h 2 BS = heritabilitas arti luas V BCP1 = ragam populasi BCP1 V BCP2 = ragam populasi BCP2 V P1 = ragam populasi P1 V P2 = ragam populasi P2 = ragam populasi F2 V F2

24 Tabel 1. Nisbah Fenotipik Sifat Resistensi yang dikendalikan oleh Gen Mayor pada Populasi F2 (Burn,1976; Griffiths et al.,1996) Tipe Resistensi Resisten (R) Resisten sedang (MR) Rentan sedang (MS) 12 Rentan (S) 1. Resistensi dikendalikan pasang gen a. Dominan penuh b. Resesif Resistensi dikendalikan pasang gen a. Dominan penuh pada kedua lokus A dan B b. Resesif epistasis Aa epistasis terhadap B dan b c. Dominan epistasis A epistasis terhadap B dan b d. Dominan dan resesif epistasis A epistasis terhadap B dan b; bb epistasis terhadap A dan a e. Duplikat resesif epistasis Aa epistasis ke B dan b; bb epistasis ke A dan aa f. Duplikat dominan epistasis A epistasis ke B dan b; B epistasis ke A dan a g. Interaksi duplikat h. Interaksi komplementer i. Interaksi kompleks Resistensi dikendalikan 3 pasang gen Interaksi epistasis : A B C ). Derajat dominansi menurut Petr dan Frey (1966) dihitung menggunakan rumus : hp = F 1- MP HP-MP Keterangan : hp = derajat dominansi F1 = rata-rata nilai F1 HP = rata-rata nilai tetua tertinggi MP = nilai tengah kedua tetua

25 13

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertanaman Pada saat pindah tanam yaitu setelah umur bibit lebih kurang satu bulan, kondisi lahan cukup air dan lembab. Kondisi tersebut menyebabkan bibit banyak yang terserang penyakit rebah kecambah (Phytium debaryanum). Penyakit tersebut menimbulkan gejala busuk pada batang bawah atau pada pangkal akar. Hama yang menyerang tanaman antara lain jangkrik, belalang, trips, kutu daun, dan tungau. Sementara itu patogen yang menyerang selain rebah kecambah antara lain bakteri, antraknosa dan virus gemini yang mengakibatkan daun-daun menjadi kuning. Pola Pewarisan Sifat Kualitatif Studi pola pewarisan dilakukan dengan cara mengkelaskan sifat yang diamati pada populasi F2. Nisbah dari kelas-kelas yang didapat dari hasil pengamatan tersebut diuji apakah berbeda nyata atau tidak berbeda nyata dengan nisbah fenotipik gen mayor berdasarkan Tabel 1. Tabel 2 menunjukkan data karakter kualitatif pada populasi P1, P2, F1, dan F1R tanaman cabai yang diuji. Tabel 2. Beberapa Karakter Kualitatif Cabai pada P1, P2, F1, dan F1R Karakter P1 P2 F1 F1R Permukaan Buah kasar licin licin Licin Lekukan di ada ada ada Ada Pangkal Buah Orientasi Buah ke bawah ke atas ke bawah ke atas Penyempitan ada ada tidak ada tidak ada Tangkai Buah Warna Daun hijau tua hijau hijau tua hijau tua Posisi Bunga tidak tegak tegak semi tegak semi tegak

27 14 Tabel 3. Nisbah Fenotipik Karakter Kualitatif Cabai pada Populasi BCP1, BCP2, dan F2 Karakter BCP1 BCP2 F2 Permukaan 16 kasar : 9 licin 15 kasar : 8 licin 167 kasar :71 licin Buah Lekukan di Pangkal Buah 20 ada : 5 tidak ada 15 ada : 8 tidak ada 181 ada : 57 tidak ada Orientasi Buah 18 ke bawah : 7 ke atas 13 ke bawah : 10 ke atas 169 ke bawah : 69 ke atas Penyempitan Tangkai Buah 14 ada : 11 tidak ada 7 ada : 16 tidak ada 133 ada : 105 tidak ada Warna Daun 17 hijau : 8 hijau tua 15 hijau : 8 hijau tua 130 hijau : 108 hijau tua Posisi Bunga 16 tidak tegak : 7 semi tegak : 2 tegak 11 tidak tegak : 4 semi tegak : 8 tegak 140 tidak tegak : 42 semi tegak : 56 tegak Nisbah fenotipik frekuensi pola pewarisan yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi BCP1, BCP2, dan populasi F2 dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji khi kuadrat untuk karakter permukaan buah, lekukan pada pangkal buah, orientasi buah, penyempitan tangkai buah, warna daun, dan posisi bunga pada populasi F2, disajikan pada Tabel 4. Karakter Tabel 4. Hasil Uji Khi Kuadrat Karakter Kualitatif Cabai Populasi F2 Permukaan Buah Lekukan di Pangkal Buah Orientasi Buah Penyempitan Tangkai Buah Warna Daun Posisi Bunga Fenotipe F2 167 kasar : 71 licin 181 ada : 57 tidak ada 169 bawah : 69 atas 133 ada : 105 tidak ada 130 hijau : 108 hijau tua 140 tidak tegak : 42 semi tegak : 56 tegak Nisbah segregasi X hitung X tabel 5% 3 : tn : 1 3 : 1 9 : 7 9 : tn tn tn tn : 3 : tn 5.99

28 15 Permukaan Buah Berdasarkan data fenotipik pada populasi F2 diperoleh nisbah karakter permukaan buah adalah 3 kasar : 1 licin (Tabel 4). Nisbah tersebut mengindikasikan bahwa karakter permukaan buah dikendalikan oleh satu gen dua alel. Karakter permukaan buah kasar diduga mempunyai genotipe KK dan Kk, sedangkan karakter permukaan buah licin mempunyai genotipe kk. Alel K diduga dominan terhadap alel k. Populasi F2 merupakan generasi kedua hasil persilangan dua galur homozigot. Galur homozigot P1 (kasar) disilangkan dengan galur homozigot P2 (licin) akan menghasilkan F1 (kasar). Hasil ini tidak sesuai dengan data pengamatan di lapangan yaitu populasi F1 mempunyai karakter permukaan buah licin (Tabel 2). Ketidaksesuaian ini diduga karena tanaman P1 belum homozigot. Tanaman P1 yang demikian (bergenotipe Kk), jika disilangkan dengan tanaman P2 (homozigot kk) menghasilkan populasi F1 bergenotipe Kk dan kk. Tanaman F1 yang bergenotipe Kk jika dilakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan populasi F2 dengan perbandingan 3 K- : 1 kk (Gambar 1). Tetua P1 x P2 Kk kk (kasar) (licin) F1 Kk & kk kasar licin Kk (kasar) x F2 1 KK : 2 Kk : 1 kk 3 kasar : 1 licin Gambar 1. Bagan Persilangan antara P1 (Kasar) & P2 (Licin) serta Selfing F1 untuk Karakter Permukaan Buah Untuk mendukung dugaan genotipe pada tanaman P1, P2, dan F1 dilakukan persilangan antara F1 dan P1 (BCP1) serta F1 dan P2 (BCP2). Hasil yang diperoleh pada populasi BCP1 dan BCP2 berturut-turut menunjukkan perbandingan 16 kasar : 9 licin dan 15 kasar : 8 licin. Berdasarkan perbandingan tersebut diduga genotipe F1, P1, dan P2 berturut-turut adalah Kk, Kk, dan kk. Persilangan anatara F1 (Kk, fenotipe kasar)

29 16 dengan P1 (Kk, fenotipe kasar) menghasilkan populasi BCP1 dengan fenotipe kasar dan licin, demikian juga dengan persilangan F1 dan P2 menghasilkan populasi BCP2 dengan fenotipe kasar dan licin (Gambar 2). F1 x P1 F1 x P2 Kk Kk Kk kk (kasar) (kasar) (kasar) (licin) BCP1 KK, Kk, dan kk BCP2 Kk & kk kasar licin kasar licin Gambar 2. Bagan Persilangan antara F1 dengan P1 dan F1 dengan P2 untuk Karakter Permukaan Buah Lekukan di Pangkal Buah Berdasarkan data fenotipik pada populasi F2 diperoleh nisbah karakter lekukan di pangkal buah adalah 3 ada : 1 tidak ada (Tabel 4). Nisbah tersebut mengindikasikan bahwa karakter lekukan di pangkal buah dikendalikan oleh satu gen dua alel. Karakter ada lekukan di pangkal buah diduga mempunyai genotipe AA dan Aa, sedangkan karakter tidak ada lekukan buah mempunyai genotipe aa. Alel A diduga dominan terhadap alel a. Populasi F2 merupakan generasi kedua hasil persilangan dua galur homozigot. Galur P1 (ada) disilangkan dengan galur P2 (tidak ada) akan menghasilkan F1 (ada). Hasil ini tidak sesuai dengan data pengamatan di lapang yaitu populasi P2 mempunyai karakter ada lekukan di pangkal buah (Tabel 2). Salah satu dari galur P1 dan P2 diduga mempunyai genotipe Aa atau AA. Jika galur P1 mempunyai genotipe AA maka galur P2 mempunyai genotipe Aa, demikian juga sebaliknya. Tanaman F1 yang bergenotipe Aa jika dilakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan populasi F2 dengan perbandingan 3 A- : 1 aa (Gambar 3).

30 17 Tetua P1 x P2 Aa AA (ada) (ada) F1 AA & Aa ada Aa (ada) x F2 1 AA : 2 Aa :1 aa 3 ada : 1 tidak ada Gambar 3. Bagan Persilangan antara P1 (Ada) & P2 (Ada) serta Selfing F1 untuk Karakter Lekukan di Pangkal Buah Untuk mendukung dugaan genotipe pada tanaman P1, P2, dan F1 dilakukan persilangan antara F1 dan P1 (BCP1) serta F1 dan P2 (BCP2). Hasil yang diperoleh pada populasi BCP1 dan BCP2 berturut-turut menunjukkan perbandingan 20 ada : 5 tidak ada dan 15 ada : 8 tidak ada. Berdasarkan perbandingan tersebut diduga genotipe F1, P1, dan P2 berturut-turut adalah Aa, Aa, sedangkan P2 diduga mempunyai genotipe Aa. Tanaman ini berbeda dengan tanaman P2 untuk membentuk populasi F1. Persilangan antara F1 (Aa, fenotipe ada) dengan P1 (Aa, fenotipe ada) menghasilkan populasi BCP1 dengan fenotipe ada dan tidak ada, demikian juga dengan persilangan F1 dan P2 menghasilkan populasi BCP2 dengan fenotipe ada dan tidak ada (Gambar 4). F1 x P1 F1 x P2 Aa Aa Aa Aa (ada) (ada) (ada) ( ada) BCP1 AA, Aa & aa BCP2 AA, Aa, & aa ada tidak ada ada tidak ada Gambar 4. Bagan Persilangan antara F1 dan P1 serta F1 dan P2 untuk Karakter Lekukan di Pangkal Buah

31 18 Orientasi Buah Berdasarkan data fenotipik pada populasi F2 diperoleh nisbah karakter orientasi buah adalah 3 ke bawah : 1 ke atas (Tabel 4). Nisbah tersebut mengindikasikan bahwa karakter orientasi buah dikendalikan oleh satu gen dua alel. Karakter orientasi buah ke bawah diduga mempunyai genotipe BB dan Bb, sedangkan karakter orientasi buah ke atas mempunyai genotipe bb. Alel B diduga dominan terhadap alel b. Populasi F2 merupakan generasi kedua hasil persilangan dua galur homozigot. Galur P1 (ke bawah) disilangkan dengan galur P2 (ke atas) akan menghasilkan F1 (ke bawah). Hasil ini sesuai dengan data pengamatan di lapang yaitu populasi F1 mempunyai karakter permukaan buah ke bawah (Tabel 2). Tanaman F1 yang bergenotipe Bb jika dilakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan populasi F2 dengan perbandingan 3 B- : 1 bb (Gambar 5). Tetua P1 x P2 BB bb (ke bawah) (ke atas) F1 Bb ke bawah x F2 1 BB : 2 Bb :1 bb 3 ke bawah : 1 ke atas Gambar 5. Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Orientasi Buah Untuk mendukung dugaan genotipe pada tanaman P1, P2, dan F1 dilakukan persilangan antara F1 dan P1 (BCP1) serta F1 dan P2 (BCP2). Persilangan antara F1 heterozigot dengan P1 homozigot dominan menghasilkan BCP1 yang mempunyai fenotipe orientasi buah ke bawah. Sementara itu persilangan antara F1 heterozigot dengan P2 homozigot resesif akan menghasilkan BCP2 yang mempunyai fenotipe orientasi buah ke bawah dan ke atas dengan perbandingan 1:1. Hasil ini tidak sesuai dengan data pengamatan di lapang pada populasi BCP1 dan BCP2 berturut-turut menunjukkan perbandingan 18 bawah : 7 atas dan 13 bawah : 10 atas. Berdasarkan perbandingan tersebut diduga genotipe F1, P1, dan P2 berturut-turut adalah Bb, Bb, dan bb. Persilangan antara F1 (Bb, fenotipe bawah) dengan P1 (Bb, fenotipe bawah)

32 19 menghasilkan populasi BCP1 dengan fenotipe bawah dan atas, demikian juga dengan persilangan F1 dan P2 menghasilkan populasi BCP2 dengan fenotipe bawah dan atas (Gambar 6). Tanaman P1 yang digunakan untuk membentuk populasi F1 berbeda dengan tanaman P1 untuk membentuk populasi BCP1. Dengan demkian galur P1 belum homozigot. F1 x P1 F1 x P2 Bb Bb Bb bb (ke bawah) (ke bawah) (ke bawah) (ke atas) BCP1 BB, Bb & bb BCP2 Bb & bb ke bawah ke atas ke bawah ke atas Gambar 6. Bagan Persilangan antara F1 dan P1 serta F1 dan P2 untuk Karakter Orientasi Buah Penyempitan Tangkai Buah Berdasarkan data fenotipik pada populasi F2 diperoleh nisbah karakter penyempitan buah adalah 133 ada : 105 tidak ada atau 9:7 (Tabel 4). Nisbah tersebut mengindikasikan bahwa karakter penyempitan tangkai buah dikendalikan oleh dua pasang gen atau epistasis. Menurut Crowder (1986) perbandingan 9:7 pada populasi F2 menunjukkan interaksi epistasis resesif ganda. Hal ini berarti fenotipe yang sama dihasilkan oleh kedua genotipe homozigot resesif. Dua gen resesif bersifat epistasis terhadap alel dominan. Karakter ada penyempitan tangkai buah diduga mempunyai genotipe A-T-, sedangkan karakter tidak ada penyempitan tangkai buah mempunyai genotipe A-tt, aat-, dan aatt. Setiap ada alel A yang bersama sama dengan T maka fenotipe yang muncul adalah ada penyempitan tangkai buah. Sementara itu, jika alel genotipe homozigot aa atau tt maka fenotipe yang muncul adalah tidak ada penyempitan tangkai buah (Gambar 7). Populasi F2 merupakan generasi kedua hasil persilangan dua galur homozigot. Galur homozigot P1 (ada) disilangkan dengan galur homozigot P2 (tidak ada) akan menghasilkan F1 (ada). Hasil ini tidak sesuai dengan data pengamatan di lapang yaitu populasi P2 mempunyai karakter ada penyempitan tangkai buah sedangkan populasi F1 mempunyai karakter tidak ada penyempitan tangkai buah (Tabel 2). Ketidaksesuaian ini diduga karena tanaman P1 dan P2 belum homozigot. Tanaman P1 yang demikian (bergenotipe AaTt), jika disilangkan dengan tanaman P2 (bergenotipe AaTT)

33 20 menghasilkan populasi F1 bergenotipe AATT, AaTt, AATt, AaTT, aatt, dan aatt. Tanaman F1 yang bergenotipe AaTt jika dilakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan populasi F2 dengan perbandingan 9 A-T- : 3 A-tt : 3 aat- : 1 aatt (Gambar 7). Tetua P1 x P2 AaTt AaTT (ada) (ada) F1 AATT, AaTt, AATt, AaTT, aatt, aatt ada tidak ada AaTt (ada) x F2 9 A-T : 3 A-tt : 3 aat- : 1 aatt 9 ada : 7 tidak ada Gambar 7. Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Penyempitan Tangkai Buah Warna Daun Berdasarkan data fenotipik pada populasi F2 diperoleh nisbah karakter warna daun adalah 130 hijau : 108 hijau tua atau 9:7 (Tabel 4). Nisbah tersebut mengindikasikan bahwa karakter warna daun dikendalikan oleh dua pasang gen atau epistasis. Menurut Crowder (1986) perbandingan 9:7 pada populasi F2 menunjukkan interaksi epistasis resesif ganda. Hal ini berarti fenotipe yang sama dihasilkan oleh kedua genotipe homozigot resesif. Dua gen resesif bersifat epistasis terhadap alel dominan. Karakter warna daun hijau diduga mempunyai genotipe H-T-, sedangkan karakter warna daun hijau tua mempunyai genotipe H-tt, hht-, dan hhtt. Setiap ada alel A yang bersama sama dengan T maka fenotipe yang muncul adalah warna daun hijau. Sementara itu, jika genotipe homozigot hh atau tt maka fenotipe yang muncul adalah warna daun hijau tua (Gambar 8). Populasi F2 merupakan generasi kedua hasil persilangan dua galur homozigot. Galur homozigot P1 (hijau tua) disilangkan dengan galur homozigot P2 (hijau) akan menghasilkan F1 (hijau). Hasil ini tidak sesuai dengan data pengamatan di lapang yaitu

34 21 populasi F1 mempunyai karakter warna daun hijau tua (Tabel 2). Ketidaksesuaian ini diduga karena tanaman P1 dan P2 belum homozigot. Tanaman P1 bergenotipe Hhtt, jika disilangkan dengan tanaman P2 bergenotipe HhTT menghasilkan populasi F1 bergenotipe HHTt, HhTt, dan hhtt. Tanaman F1 yang bergenotipe HhTt jika dilakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan populasi F2 dengan perbandingan 9 H-T- : 3 H- tt : 3 hht- : 1 hhtt (Gambar 8). Tetua P1 x P2 Hhtt HhTT (hijau tua) (hijau) F1 HHTt, HhTt, hhtt hijau hijau tua HhTt (hijau) x F2 9 H-T : 3 H-tt : 3 hht- : 1 hhtt 9 hijau : 7 hijau tua Gambar 8. Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Warna Daun Posisi Bunga Berdasarkan data fenotipik pada populasi F2 diperoleh nisbah karakter posisi bunga adalah 140 tidak tegak : 42 semi tegak : 56 tegak atau 9: 3 : 4 (Tabel 4). Nisbah tersebut mengindikasikan bahwa karakter posisi bunga dikendalikan oleh dua pasang gen atau epistasis. Menurut Crowder (1986) perbandingan tersebut menandakan adanya interaksi epistasi resesif. Karakter posisi bunga tidak tegak diduga mempunyai genotipe R-T-, karakter semi tegak mempunyai genotipe R-tt, dan rrt-, sedangkan genotipe karakter tegak adalah hhtt. Setiap ada alel R yang bersama sama dengan T maka fenotipe yang muncul adalah posisi bunga tidak tegak. Sementara itu, jika ada genotipe R-tt atau rrtmaka fenotipe yang muncul adalah semi tegak, sedangkan apabila genotipe rrtt fenotipe yang muncul adalah tegak (Gambar 9). Populasi F2 merupakan generasi kedua hasil persilangan dua galur homozigot. Galur homozigot P1 (tidak tegak) disilangkan dengan galur homozigot P2 (tegak) akan

35 22 menghasilkan F1 (tidak tegak). Hasil ini tidak sesuai dengan data pengamatan di lapang yaitu populasi F1 mempunyai karakter posisi bunga semi tegak (Tabel 2). Ketidaksesuaian ini diduga karena tanaman P1 dan P2 belum homozigot. Tanaman P1 bergenotipe RrTt jika disilangkan dengan tanaman P2 bergenotipe rrtt menghasilkan populasi F1 bergenotipe RrTt, Rrtt, rrtt dan rrtt. Tanaman F1 yang bergenotipe RrTt jika dilakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan populasi F2 dengan perbandingan 9 R-T : 3 R-tt : 3 rrt- : 1 rrtt (Gambar 9). Tetua P1 x P2 RrTt rrtt (tidak tegak) (tegak) F1 RrTt, Rrtt, rrtt, & rrtt tidak tegak semi tegak tegak x F2 9 R-T : 3 R-tt : 3 rrt- : 1 rrtt 9 tidak tegak : 3 semi tegak : 4 tegak Gambar 9. Bagan Persilangan antara P1 & P2 serta Selfing F1 untuk Karakter Posisi Bunga Karakter Kuantitatif Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen minor. Menurut Nasir (2001) karakter kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologi. Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil uji normalitas karakter kuantitatif pada populasi F2. Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Karakter Kuantitatif Cabai pada Populasi F2 Karakter Normalitas Sebaran Bobot Layak Pasar < 0.01 tidak normal Bobot Total Buah < 0.01 tidak normal Diameter Buah < 0.01 tidak normal Tinggi dikotomus > 0.1 normal Panjang Buah < 0.01 tidak normal Pada karakter bobot layak pasar, bobot total, diameter dan panjang buah menunjukkan sebaran yang tidak normal (Tabel 5). Menurut Murti et al.(2004)

36 23 parameter yang tidak mengikuti distribusi normal memiliki sebaran yang diskontinu, terdapat pengaruh gen mayor, sifat kelas yang dapat dibedakan dengan jelas karena dipengaruhi oleh beberapa gen. Pada karakter tinggi dikotomus menunjukkan sebaran normal (Tabel 5). Menurut Crowder (1986) ragam kontinu fenotipe membentuk spektrum, nilai populasi cukup besar sering membentuk kurva normal menunjukkan karakter kuantitatif. Tabel 6 menunjukkan ragam tetua, ragam backcross, ragam F1, ragam F2, dan nilai heritabilitas karakter kuantitatif yang diteliti. Tabel 6. Ragam Tetua, Ragam Backcross, Ragam F1, Ragam F2 dan Nilai Heritabilitas Karakter Kuantitatif Komponen Ragam Bobot Layak Pasar Bobot Total Buah Diameter Buah Tinggi Dikotomus Panjang Buah VP VP VSB VSB VF VF h 2 ns h 2 bs Menurut Nasir (2001) heritabilitas adalah proporsi ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan, dengan kata lain heritabilitas merupakan proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu. Ada dua nilai heritabilitas yang dikenal dalam pemuliaan tanaman yaitu heritabilitas dalam arti luas dan heritabilitas dalam arti sempit. Pada karakter tinggi dikotomus dan diameter buah nilai heritabilitas arti luas lebih besar daripada nilai heritabilitas arti sempit. Menurut Nasir (2001) nilai heritabilitas dalam arti luas memperhatikan ragam genetik total dalam kaitannya dengan keragaman fenotipe. Dalam hal ini genotipe dianggap sebagai unit dalam kaitannya dengan lingkungan. Sementara itu heritabilitas dalam arti sempit yang menjadi fokus perhatian adalah keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif merupakan bagian dari keragaman genetik total. Berdasarkan penjelasan ini dapat dipahami bahwa nilai

37 24 heritabilitas dalam arti sempit tidak akan pernah lebih besar dibandingkan dengan nilai heritabilitas dalam arti luas untuk suatu karakter tertentu. Pada Tabel 6 dapat dilihat karakter bobot layak pasar, bobot total buah, dan panjang buah mempunyai nilai heritabilitas arti sempit lebih besar daripada nilai heritabilitas arti luas. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Nasir (2001). Terjadinya perbedaan ini diakibatkan kurangnya populasi backcross. Pada karakter diameter dan bobot total nilai heritabilitas minus. Menurut Allard (1960) nilai heritabilitas minus dapat dianggap nol. Derajat Dominansi Derajat dominansi (hp) adalah peran atau aksi gen pengendali sifat genetik yang terkait langsung dengan potensi sifat yang diwariskan oleh suatu tanaman. Pada Tabel 7 disajikan nilai tengah dan aksi gen pada karakter kuantitatif yang diuji. Tabel 7. Nilai Tengah Karakter Kuantitatif Cabai dan Aksi Gen Karakter F1 MP P1 P2 hp Panjang Buah (cm) Diameter Buah (cm) Tinggi Dikotomus (cm) Bobot Total Buah (g) Bobot Layak Pasar (g) Keterangan : F1 = rata-rata nilai F1 P1 = rata-rata nilai P1 P2 = rata-rata nilai P2 MP = nilai tengah kedua tetua hp = derajat dominansi Nilai derajat dominansi panjang buah, diameter, dan tinggi dikotomus menunjukkan angka 0.5, 0.23, 0.67 (Tabel 7). Hal ini berarti bahwa karakter panjang buah, diameter, dan tinggi dikotomus termasuk ke dalam aksi gen dominan tidak sempurna. Menurut Petr dan Frey (1966) klasifikasi nilai derajat dominansi adalah 0<hp<1. Sehingga panjang buah, diameter, dan tinggi dikotomus termasuk ke dalam aksi gen tidak sempurna. Menurut Crowder (1986) derajat dominansi tidak lengkap adalah kontribusi alel aktif A lebih besar daripada satu unit tertentu sehingga pengaruh dua alel aktif tidak sama dengan dua kali pengaruh dari alel aktif tunggal, yaitu AA tidak aditif; kombinasi Aa mendekati AA.

38 25 Nilai derajat dominansi bobot total dan bobot layak pasar buah menunjukkan angka 1.41 dan Hal ini berarti karakter berat total dan berat layak pasar buah termasuk ke dalam aksi gen over dominan. Menurut Petr dan Frey (1966) klasifikasi nilai derajat dominansi hp > 1 atau hp < -1 termasuk ke dalam aksi gen over dominan. Menurut Crowder (1986) individu heterozigot memberi kontribusi pada fenotipe lebih besar daripada homozigot yang mempunyai alel aktif. Aa > AA, secara fisiologis alelalel itu menghasilkan substansi berbeda yang komplementer istilah lewat dominansi umumnya digunakan dalam hubungannya dengan sifat-sifat fitness biologis seperti ukuran, produktivitas, dan daya hidup (viabilitas), persilangan antara individu dengan fitness kurang baik untuk sifat tertentu kadang-kadang menghasilkan keturunan yang lebih unggul (superior) dari kedua orang tuanya karena banyaknya gen yang terlibat sulit untuk menentukan hubungan dominansi dari gen-gen tertentu. Pewarisan Ekstrakromosomal Data kuantitatif pewarisan ekstrakromosomal dapat dilihat pada F1 dan F1R melalui uji t. Nilai t hitung dua genotipe F1 dan F1R dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai t Hitung pada Karakter Kuantitatif Cabai Populasi F1 dan F1R Sifat Genotipe T hit P Hit F1 F1R Panjang Buah (cm) 7.33 ± ± ** Diameter Buah (cm) 1.10 ± ± ** Tinggi Dikotomus (cm) ± ± ** Bobot Total Buah (g) ± ± ** Bobot Layak Pasar (g) ± ± ** Keterangan : ** = berbeda sangat nyata Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji t dapat diketahui bahwa F1 dan F1R berbeda sangat nyata untuk karakter panjang buah, diameter buah, bobot total, bobot layak panen, dan tinggi dikotomus (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai antara populasi tanaman F1 dan F1 resiprokalnya sehingga karakterkarakter tersebut disebabkan oleh pewarisan ekstrakromosomal. Menurut Crowder (1986) pewarisan di luar inti terjadi karena pewarisan partikel sitoplasma yang memiliki kelangsungan hidup. Pewarisan yang dikendalikan oleh gen di luar inti disebut pewarisan ekstrakromosomal. Pada data kualitatif pengaruh pewarisan ekstrakromosomal tidak dianalisis dengan uji t, tetapi hanya secara visual. Pengamatan visual menunjukkan terdapat

39 26 perbedaan orientasi buah pada populasi F1 & F1R. Tanaman F1 menunjukkan arah ke bawah dan F1R ke atas Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut dipengaruhi oleh pewarisan ektrakromosomal (Tabel 2).

40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada sifat permukaan buah, lekukan di pangkal buah, orientasi buah, penyempitan tangkai buah, warna daun, dan posisi bunga dikendalikan oleh gen mayor. Pada sifat permukaan buah, lekukan di pangkal buah, dan orientasi buah dikendalikan oleh satu pasang gen dominan penuh. Pada sifat posisi bunga dikendalikan oleh 2 pasang gen dengan interaksi epistasis resesif. Penyempitan tangkai buah dan warna daun dikendalikan oleh 2 pasang gen dengan interaksi epistasis resesif ganda. Tinggi dikotomus menunjukkan sebaran normal yang mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen minor. Nilai heritabilitas arti sempit dan luas untuk karakter tinggi dikotomus adalah 0.47 dan Terdapat pewarisan ektrakromosomal pada karakter orientasi buah. Semua karakter kuantitatif yang diamati dipengaruhi oleh pewarisan ekstrakromosomal. Saran Pada karakter bobot layak pasar, bobot total, diameter dan panjang buah sebaiknya digunakan pengkelasan karena data menyebar tidak normal. Pada karakter bobot layak pasar, bobot total, diameter, dan panjang buah menunjukkan nilai heritabilitas arti sempit lebih besar daripada nilai heritabilitas arti luas sehingga sebaiknya populasi backcross ditambah.

41 DAFTAR PUSTAKA Agfi, J Aneka cabe atasi penggumpalan darah. (16 Maret 2006). Allard, R. W Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons. New York. 485 p. Burns, G. W The Science of Genetics: An Introduction to Heredity. 3 rd edition. Macmillan Publ. Co. New York. 564 p. Chandraratna, M. F Genetics and Breeding of Rice : Genetics of Metric and Physiological Characters. Longmans, Green and Co Ltp. London. p Crowder, L.V Genetika Tumbuhan. Edisi (Revisi ke-1). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal. Deptan Pusat data dan informasi pertanian. (26 Oktober 2007). Greenleaf, W. H Pepper Breeding. p In Basset (Ed.). Breeding Vegetables Crops. AVI Publishing Co. Conecticut. Griffiths, A.J.F An Introduction to Genetic Analysis. 6 nd. W.H. Freeman and Company, New York. 916 p. Kusandriani, Y Pembentukan Hibrida Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang, Bandung. 19 hal. Kusandriani, Y. dan A. H. Permadi Pemuliaan tanaman cabai. p Dalam: A.S. Duriat, A. Widjaja, W. Hadisoeganda, T.A. Soetiarso dan L. Prabaningrum (Eds). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang. Makmur, A Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 79 hal. Murti, R. H., T. Kurniawati, dan Nasrullah Pola pewarisan karakter buah tomat. Zuriat 15: Messiaen, C. M The Tropics; Vegetable Garden. ICTA Macmillan. New York. p Nasir, M Keragaman Genetik Tanaman, hal 64. Dalam: Makmur, A (Ed). Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Petr, F.C. and K. J. Frey Genotypic correlation, dominance, and heritability of quantitative characters in oat. Crop Sci. 6:

42 29 Poehlman, J. M Breeding Field Crops. 2 nd. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. 486 p. Poespodarsono, S Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU IPB. Bogor. 169 hal. Rubatzky, V. E., dan M. Yamaguchi World Vegetables. Principles, Production and Nutritive Values. Second Edition. Chapman and Hall. Newyork. 843 p. Strickberger, M. W Genetics. 2 nd. Macmillan Publ. co. New York. 914 p. Sumarni, N Budidaya tanaman cabai merah, p Dalam: A. S. Duriat, A. Widjaya, W.H. Thomas dan L. Prabaningrum (Eds.). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.

43 30 Tabel Lampiran 1. Nisbah Segregasi Karakter Permukaan Buah Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 3: tn :3: ** :3: ** : ** : ** 3.84 Tabel Lampiran 2. Nisbah Segregasi Karakter Leher Buah Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 3: tn : ** : ** : tn : ** 3.84 Tabel Lampiran 3. Nisbah Segregasi Karakter Orientasi Buah Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 3: tn :6: ** :3: ** :2: ** : ** 3.84 Tabel Lampiran 4. Nisbah Segregasi Karakter Bentuk Calix Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 9: tn : tn : ** : ** : * 3.84

44 31 Tabel Lampiran 5. Nisbah Segregasi Karakter Warna Daun Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 9: tn : tn : ** : ** : ** 3.84 Tabel Lampiran 6. Nisbah Segregasi Karakter Tipe Pertumbuhan Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 1:2: tn :3: ** :3: ** :3: ** :6: ** 5.99 Tabel Lampiran 7. Nisbah Segregasi Karakter Tipe Percabangan Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 9:3: * :3: ** :6: ** :3: ** 5.99 Tabel Lampiran 8. Nisbah Segregasi Karakter Posisi Bunga Nisbah segregasi X-hitung X-tabel 5% 9:3: tn :3: ** :6: ** :3: tn 5.99

45 32 P2 MP F1 P Gambar Lampiran 1. Aksi Gen Karakter Panjang Buah P2 MP F1 P Gambar Lampiran 2. Aksi Gen Karakter Diameter Buah P1 MP F1 P Gambar Lampiran. 3. Aksi Gen Karakter Tinggi Dikotomus P2 MP P1 F Gambar Lampiran 4. Aksi Gen Karakter Bobot Total P2 MP P1 F Gambar Lampiran 5. Aksi Gen Karakter Bobot Layak Pasar

46 33 ss (b) (a) Gambar Lampiran 6. Kondisi Umum Pertanaman Cabai di Lahan

47 34 (a) (b) (c) (d) Gambar Lampiran 7. (a) IPB C15, (b) IPB C10, (c) F1(15x10), (d) F1R (10x15) Gambar Lampiran 8. (a) BCP1( 15x10 )x15, (b) BCP2 (15x10)x10, (c) F2 (15x10)

POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A

POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A34403052 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen 71 PEMBAHASAN UMUM Nisbah populasi F2 untuk karakter warna batang muda, bentuk daun dan tekstur permukaan buah adalah 3 : 1. Nisbah populasi F2 untuk karakter posisi bunga dan warna buah muda adalah 1

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010. Penanaman di lapang dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga. Lokasi penanaman berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang secara lengkap adalah sebagai berikut Divisi Kelas Sub kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

SELEKSI DAYA HASIL CABAI (Capsicum annuum L.) POPULASI F2 HASIL PERSILANGAN IPB C110 DENGAN IPB C5 HENDI FERDIANSYAH A

SELEKSI DAYA HASIL CABAI (Capsicum annuum L.) POPULASI F2 HASIL PERSILANGAN IPB C110 DENGAN IPB C5 HENDI FERDIANSYAH A SELEKSI DAYA HASIL CABAI (Capsicum annuum L.) POPULASI F2 HASIL PERSILANGAN IPB C110 DENGAN IPB C5 HENDI FERDIANSYAH A24061762 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai termasuk tanaman dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sistematika Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF TOMAT SITI ZAMROH

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF TOMAT SITI ZAMROH PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF TOMAT SITI ZAMROH DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Persentase daya berkecambah menunjukkan hasil yang baik, yaitu berada diatas 80 %. Penyakit yang menyerang bibit di persemaian adalah rebah kecambah (Pythium sp.) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Cabai (Capsicum sp.) disamping

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Abdullah Bin Arif 1 *, Sriani Sujiprihati 2, dan Muhamad Syukur 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, dari bulan Oktober 2011 sampai dengan April 2012. 3.2

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A24050822 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci