Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Anggota Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Hadirin sekalian yang saya hormati,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Anggota Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Hadirin sekalian yang saya hormati,"

Transkripsi

1 MENTERI PERTANIAN PIDATO MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 12 FEBRUARI 2007 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Anggota Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Hadirin sekalian yang saya hormati, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala atas segala limpahan rakhmat dan karunia-nya, pada hari ini kita masih diberikan nikmat, khususnya nikmat sehat sehingga kita dapat berkumpul untuk melaksanakan Rapat Kerja. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Ketua, Wakil Ketua dan seluruh Anggota Komisi IV DPR-RI, atas undangan rapat kerja hari ini yang membahas beberapa agenda meliputi: 1) Pembahasan Atas Beberapa Pertanyaan Komisi IV DPR-RI; (2) Tanggapan Atas Temuan Hasil Kunjungan Kerja Komisi IV DPR-RI, Masa Sidang II Tahun di Provinsi Bengkulu, Sumatera Barat dan DKI Jakarta. Dalam rapat kerja hari ini perkenankan saya terlebih dahulu menanggapi secara garis besar pertanyaan yang diajukan Komisi IV DPR-RI. Selanjutnya, kami akan menyampaikan tanggapan atas hasil kunjungan kerja Komisi IV DPR-RI. Secara lengkap tanggapan tertulis sudah kami sampaikan sebelum rapat hari ini. Peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional, telah sama-sama kita maklumi, terutama dalam hal penyediaan pangan bagi rakyat kita yang jumlahnya terbesar nomor empat di dunia, dan yang lebih penting lagi adalah peran pentingnya Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

2 dalam memerangi kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk di pedesaan. Dalam hal penyediaan pangan, khususnya, beras, pada tahun 2007 Departemen Pertanian melalui perhitungan lebih cermat dan optimistis telah menetapkan sasaran produksi padi sebesar 58,18 juta ton GKG atau naik 3,52 juta ton GKG (setara 2 juta ton beras) dari produksi tahun 2006 sebesar 54,66 juta ton. Strategi peningkatan produksi tersebut dilakukan dengan: (1) Peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih varietas unggul bermutu dan hibrida dengan potensi hasil tinggi yang sebagian besar akan dibagikan Cuma-Cuma kepada petani di sentra produksi, dan penerapan teknologi budidaya; (2) Perluasan areal tanam, melalui peningkatan indeks pertanaman (IP), pencetakan sawah baru, pemanfaatan lahan-lahan sub optimal dan lahan potensial lainnya, optimalisasi penyediaan air melalui rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi serta infrastruktur pertanian lainnya; (3) Pengamanan produksi melalui peningkatan pengamatan dan peramalan, pengendalian OPT, antisipasi dampak fenomena iklim dan pengurangan kehilangan hasil produksi; (4) Penanganan pasca panen untuk meminimkan kehilangan hasil (losses) dan peningkatan mutu gabah; (5) Pemberdayaan kelembagaan pertanian, peningkatan penyuluhan dan pendampingan, serta dukungan pembiayaan usahatani dan pengembangan kemitraan antara BUMN, swasta dan Kelompok Tani/ GAPOKTAN; dan (6) Peningkatan koordinasi, keterkaitan dan fokus kegiatan baik dalam lingkup Departemen Pertanian, dan lintas Departemen/lembaga. Secara lebih spesifik, fasilitasi kegiatan dan anggaran untuk mencapai sasaran produksi padi tahun 2007 terutama difokuskan pada penyediaan pembiayaan dan sarana produksi. Untuk memfasilitasi pembiayaan usahatani sebagaimana hasil raker 29 Nopember 2006 telah dialokasikan dana SP3 sebesar Rp. 745 milyar sehingga akumulasi totalnya mencapai Rp. 1 triliun, KKP sebesar Rp. 387 milyar serta BLM- Keringanan Investasi Pertanian (BLM-KIP) sebesar Rp.500 milyar guna meningkatkan daya tarik Skim SP3. Untuk mengamankan harga gabah pada saat panen raya, disediakan dana LUEP untuk membeli gabah dari petani sebesar Rp. 253 milyar. Di samping itu, guna mendukung penyediaan pupuk bersubsidi, pada tahun 2007 dialokasikan dana subsidi pupuk sebesar Rp. 5,8 triliun. Dari jumlah subsidi pupuk Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

3 tersebut sebagian besar dialokasikan untuk sub sektor tanaman pangan yang meliputi pupuk urea sebanyak ribu ton (62,1%), SP-36 sebanyak ton (57,7%), ZA ton (49,6%) dan NPK ton (63,7%), termasuk cadangan nasional 200 ribu ton urea. Pengembangan padi hibrida, difokuskan di daerah-daerah yang memenuhi persyaratan teknis agroekosistem, kelembagaan dan sosial budaya. Pengadaan benih diutamakan dari sumber produksi benih dalam negeri. Kalaupun terpaksa dilakukan Impor, akan dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku dan pengawasan secara ketat. Impor benih hanya bersifat sementara dan terutama diizinkan bagi varietas yang dilepas dua tahun terakhir untuk mendorong pengembangan industri benih dalam negeri. Untuk mendorong penggunaan benih bermutu, Departemen Pertanian menyediakan dana untuk pengadaan bantuan benih padi, jagung dan kedelai. Jumlah bantuan benih padi sebanyak 116 ribu ton untuk 4,6 juta ha padi non hibrida dan 2025 ton untuk 135 ribu ha padi hibrida. Departemen Pertanian juga terus berupaya untuk melakukan percepatan tanam dalam rangka menghemat penggunaan air yang telah ada dan memanfaatkan kondisi optimum iklim yang kondusif. Pengujian terhadap pergeseran pola tanam tanaman pangan perlu mendapat dukungan guna menjawab masalah klimatologis dan hidrologis khususnya di Jalur Pantura Jawa Barat. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan data prakiraan BMG yang digabungkan dengan data penggunaan lahan saat ini. Dengan demikian dapat diketahui secara spasial wilayah yang mengalami pemunduran masa tanam untuk jangka waktu tertentu. Selanjutnya perkenankan kami menanggapi secara ringkas temuan hasil Kunker Komisi IV DPR-RI ke provinsi Bengkulu, Sumatera Barat dan DKI Jakarta. Departemen Pertanian menyadari bahwa pengembangan suatu teknologi sering dihadapkan pada berbagai kendala, seperti: (1) teknologi yang dikembangkan masih bersifat umum sehingga belum mampu menjawab permasalahan dan kebutuhan petani, Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

4 (2) permodalan petani yang lemah berakibat pada penerapan teknologi yang kurang optimal, dan (3) Masalah budaya yang dalam banyak kasus menghambat adopsi teknologi baru yang ditawarkan. Untuk mengatasi kendala tersebut, mulai tahun 2005 Departemen Pertanian melakukan terobosan dengan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di 22 kabupaten. Pada tahun 2007, program ini diperluas ke 200 kabupaten, termasuk 10 kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dan 4 kabupaten di Provinsi Bengkulu. Prima Tani merupakan upaya percepatan diseminasi dan adopsi teknologi spesifik lokasi kepada petani. Didalamnya termasuk pembinaan dan pengembangan sumberdaya petani dan lembaga keuangan mikro untuk mengatasi permasalahan permodalan petani hingga peningkatan nilai tambah dan pemasaran hasil. Primatani akan menjadi laboratorium lapangan dalam ukuran sebenarnya di tingkat desa sehingga akan menjadi teladan bagi desa-desa sekitar. Rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi dilakukan sesuai dengan potensi setempat dalam rangka mempercepat pembangunan pertanian di daerah. Teknologi hemat tenaga kerja dan penggunaan Alsintan (hand tractor, power thresher) telah dan terus dikembangkan Departemen Pertanian termasuk di Sumatera Barat dan Bengkulu melalui BPTP setempat. Penggunaan alsintan tersebut, terutama thresher diharapkan dapat mengurangi kehilangan hasil padi. Untuk mendukung diseminasi teknologi, maka peran penyuluhan pertanian terus ditingkatkan. Departemen Pertanian akan terus mengkaji dan mengupayakan jumlah penyuluh yang ideal termasuk di lingkup BPTP. Dalam aspek pengelolaan air terdapat berbagai kegiatan yang sangat penting yaitu: (1) perbaikan dan rehabilitasi jaringan irigasi pedesaan; (2) perbaikan dan rehabilitasi jaringan irigasi kecil; (3) pengembangan irigasi bertekanan (tetes dan sprinkler); (4) pengembangan tata air mikro; dan (5) pengembangan waduk lapangan, checkdam dan long storage. Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

5 Dalam rangka peningkatan luas areal pertanian, potensi lahan rawa lebak mencapai 13,8 juta ha yang tersebar di Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Papua. Pengelolaan lahan rawa lebak memerlukan keterpaduan dengan pengelolaan daerah hulu dan daerah hilir. Faktor kunci dalam pengelolaan lahan lebak adalah: (1) Sistem dan pengelolaan lahan dan tata air; (2) Penetapan jenis lahan rawa; (3) Teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan; dan (4) Daerah Konservasi Air. Terkait program pengembangan alat mesin pertanian (Alsintan), khususnya dalam hal penyediaan Alsintan tanaman pangan, tidak hanya dapat didasarkan pada mekanisme pendekatan top down saja, di mana petani pengguna Alsintan hanya merupakan obyek dari kebijakan tersebut, tetapi perlu diperhatikan juga pendekatan bottom up agar penyediaan Alsintan dilakukan dengan optimal sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan petani pengguna. Dalam hal ini, peranan Alsintan traktor roda 2 akan diprioritaskan dalam mendukung produksi tanaman disentra produksi padi Indonesia. Pada tahun 2007 akan dilaksanakan kegiatan Bantuan Uang Muka Alsintan (BUMA) dalam rangka membantu kelompok tani/unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) untuk memiliki Alsintan dengan uang muka sebesar 25 persen dari harga pembelian di daerah. Dana BUMA ini merupakan anggaran Departemen Pertanian yang dialokasikan pada DIPA Dinas Pertanian Provinsi Tahun BUMA diberikan kepada Kelompok Tani/UPJA yang aktif dan telah diseleksi oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh Dinas Pertanian Tingkat Provinsi pada 33 Provinsi di Indonesia. Melalui program tersebut diharapkan sebanyak unit traktor roda 2 dapat dimanfaatkan masyarakat petani/kelompok Tani/UPJA. Beberapa upaya perbaikan mutu hasil pertanian telah dilakukan baik melalui kegiatan di pusat maupun daerah, antara lain melalui kegiatan pelatihan peningkatan mutu hasil pertanian; sosialisasi standar mutu, Good Handling Practices (GHP) dan Good Manufacturing Practices (GMP); bimbingan dan pembinaan penerapan standar dan sistem jaminan mutu (antara lain Standard Prosedur Opersional/SPO Jagung dan SPO Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

6 Cabe), dan studi banding ke kelompok yang telah menerapkan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP). Berkaitan dengan aspek pemasaran hasil pertanian, permasalahan yang dihadapi adalah panjangnya rantai tata niaga sehingga insentif yang diterima petani relatif rendah. Salah satu penyebab rantai tataniaga yang panjang adalah kondisi infrastruktur pedesaan yang kurang memadai (sarana transportasi dan jalan desa) dan rendahnya akses petani terhadap informasi pasar. Sistem pemasaran yang berlaku juga belum adil karena keterbatasan modal petani sehingga mereka banyak yang terjebak dalam sistem ijon. Oleh karena itu, peningkatan efisiensi pemasaran dapat dilakukan antara lain melalui perbaikan dan pembangunan fasilitas infrastruktur pedesaan. Dalam rangka mengurangi penggunaan pangan olahan yang merugikan masyarakat dan pengawasannya, maka Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah melakukan: (a) Penanganan mutu dan keamanan pangan; (b) Meningkatkan pengawasan terhadap hasil pangan olahan melalui pembinaan ke kelompok-kelompok pengolah pangan lokal secara periodik; (c) Pertemuan koordinasi pengembangan pangan olahan lokal di tingkat provinsi dan kabupaten meliputi teknologi, perbaikan pengemasan dan pemasaran produk; dan (d) Kelengkapan label dari pangan olahan lokal yang mencantumkan komposisi nilai gizi, izin produksi, masa kedaluwarsa, dan kehalalan. Selain itu, telah dilakukan pula upaya pengawasan dan pembinaan bekerja sama dengan BPPOM Pusat dan Daerah. Terkait program peningkatan kesejahteraan petani, telah dilakukan pula pengembangan desa mandiri pangan. Model pengembangan ini dimaksudkan dalam rangka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat dalam suatu desa dengan partisipasi aktif seluruh masyarakat. Model pengembangan ini telah di laksanakan sejak tahun 2005 sebagai pilot project yaitu di Provinsi Sumut, Sumbar, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kalsel, NTB, dan Sulsel, dan pada tahun 2007 akan diterapkan di 200 desa di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

7 Dalam hal pengembangan peternakan, maka ketersediaan pakan ternak merupakan aspek yang mendapat perhatian serius. Di Provinsi Sumatera Barat, tanaman jagung sebagai sumber pakan diproduksi sekitar ribu ton per tahun, atau hanya sekitar persen dari kebutuhan pakan ternak di Sumatera Barat. Oleh karena itu, dalam kegiatan Prima Tani tahun 2007 di Provinsi Sumatera Barat, dengan basis utama komoditas jagung akan dijalin kemitraan dengan usaha ayam ras yang berkembang di kabupaten lokasi kegiatan tersebut. Dalam struktur biaya industri perunggasan, sekitar 70% biaya produksi digunakan untuk pakan, dan untuk memproduksi pakan tersebut jagung adalah bahan baku utama. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pakan sedangkan produksi bahan baku dalam negeri belum mampu sepenuhnya menyediakan kebutuhan tersebut, masih perlu dilakukan impor untuk empat jenis bahan baku pakan yaitu jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, dan meat bone meal (MBM). Upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Jagung adalah: (1) Membangun pabrik pakan mini di sentra-sentra produksi jagung; dan (2) Meningkatkan peran Dewan Jagung Nasional (DJN) dan Masyarakat Agribisnis Jagung (MAJ) dalam mempererat jejaring kerja antara kelompok peternak dan pabrik pakan. Untuk mendukung pengembangan komoditas jagung tersebut, disediakan dana LUEP untuk pembelian jagung yang tersebar di provinsi: Jawa Tengah Rp.8,1 milyar, D.I.Yogyakarta Rp.3,0 milyar, Jawa Timur Rp.5,0 milyar, Sumatera Utara Rp.6,2 milyar, Sumatera Barat Rp.2,0 milyar, Lampung Rp.8,2 milyar, Sulawesi Utara Rp.6,0 milyar, Sulawesi Selatan Rp.9,0 milyar, dan Gorontalo Rp.6,0 milyar. Dalam upaya mengatasi fluktuasi harga komoditas hortikultura termasuk yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat, beberapa langkah yang dilakukan, antara lain melalui pengaturan pola tanam antar sentra produksi disesuaikan dengan permintaan konsumen dan dikaitkan pula dengan peringatan hari hari besar keagamaan, melakukan penanaman di luar musim utama dan melakukan berbagai upaya pengolahan dalam skala rumah tangga (cabe giling, saus cabe, dll.), pengembangan kerja sama agribisnis Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

8 produsen dan pelaku usaha antar sentra produksi dan sentra pemasaran dalam wadah Forum Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS). Pada tahun 2007 Departemen Pertanian akan melaksanakan kegiatan intervensi dan advokasi pasar, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi pasar dalam rangka memberikan perlindungan harga di tingkat petani yang dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Tujuan dari kegiatan tersebut adalah: (1) mencegah anjloknya harga komoditas pertanian strategis di bawah tingkat harga pokok; (2) mengurangi fluktuasi harga yang terlalu tajam; (3) memperkuat posisi tawar lembaga pemasaran berbasis petani (Gapoktan); dan (4) Mereposisikan petani sebagai suppliers, tidak sekedar sebagai produsen. Dengan kegiatan ini diharapkan pemerintah daerah akan lebih konsentrasi dalam melakukan perlindungan harga terhadap petani melalui penyediaan dana pendukung dari APBD. Saudara- Saudara sekalian, yang saya hormati. Berkaitan dengan pengembangan gula aren, potensi pengembangan saat ini cukup besar karena pohonnya sudah tersebar luas di seluruh Indonesia dengan luas sekitar hektar. Selain itu, pengembangan gula aren memiliki potensi ekonomi yang cukup baik dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan agroindustri di pedesaan serta penyelamatan plasma nutfah nasional. Pabrik pengolahan gula aren direncanakan akan dibangun di 9 propinsi yaitu: Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur mencapai luasan ribu hektar. Beberapa keuntungan dengan dibangunnya pabrik gula aren tersebut antara lain adalah: (1) Pengolahan gula dapat membuka lapangan kerja baru, baik di tingkat usahatani (on farm) maupun industri pengolahannya; (2) Dengan rata-rata produksi 84 liter nira per petani per hari dengan harga nira Rp per liter, maka setiap petani aren memperoleh pendapatan sebesar Rp per hari; (3) Dalam rangka memenuhi kebutuhan gula nasional, dengan dibangunnya 9 pabrik gula aren, maka ada tambahan ketersediaan gula sebesar ton gula semut per tahun. Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

9 Seperti telah kita ketahui bersama dalam rangka mensubstitusi sebagian kebutuhan bahan bakar, pemerintah sedang melaksanakan pengembangan bahan bakar nabati. Dari beberapa komoditas pertanian yang telah siap untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar nabati adalah kelapa sawit dan secara bertahap juga jarak pagar disamping bio-ethanol dari cassava, tebu serta bio gas. Pemerintah telah memfasilitasi upaya percepatan pengembangan jarak pagar pada tahun 2006 di 14 provinsi untuk pembangunan Kebun Induk masing-masing seluas 10 ha, pengembangan tanaman jarak pagar seluas ha masing-masing 120 ha di 11 propinsi, 140 ha di NTB serta 260 ha di Papua. Selanjutnya, pada tahun 2007 akan difasilitasi pemeliharaan Kebun Induk seluas 140 ha untuk 12 provinsi/16 kabupaten, pengembangan tanaman jarak pagar seluas ha sebagai luncuran kegiatan tahun 2006 untuk 13 provinsi/ 20 kabupaten, pembangunan Kebun Induk baru seluas 179 ha di 16 provinsi/ 18 kabupaten, pengembangan tanaman seluas ha di 17 provinsi/ 20 kabupten dan pengadaan 18 unit UPH untuk 17 provinsi/ 17 kabupaten. Sumber bio-energi lainnya adalah dari kotoran ternak yang menghasilkan biogas. Kotoran ternak bila dikumpulkan dan diproses secara baik dapat menghasilkan biogas yang dapat berguna sebagai energi alternatif dan pupuk organik. Kebutuhan masyarakat akan bahan bakar minyak (BBM) atau bahan bakar gas (LPG), batu bara atau kayu bakar sebagian besar dapat digantikan oleh biogas yang dihasilkan dari proses Biodigester yang bahan bakunya berasal dari kotoran ternak. Berkaitan dengan LUEP jagung yang telah dialokasikan sebesar Rp. 53,5 milyar untuk 9 propinsi, LUEP jagung harus dalam bentuk Gapoktan dan memiliki agunan sebesar 125% dari pinjaman. Di propinsi dan Kabupaten terdapat Tim Pembina Teknis dan LUEP harus mengembalikan dana selambat-lambatnya tanggal 15 Desember Sebelum mengakhiri sambutan ini, perkenankan kami mengingatkan kembali bahwa sesuai rencana kerja Deptan pada tahun 2007 terdapat 28 kegiatan utama yang menjadi prioritas. Dari 28 kegiatan tersebut, enam kegiatan diantaranya akan dijadikan titik perhatian utama sebagai pintu masuk sekaligus menjadi prasyarat sebagai solusi Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

10 permasalahan fundamental pembangunan pertanian, yaitu : (1) Pembentukan dan Pengaktifan Kelompok Tani & Gabungan Kelompok tani (Gapoktan), (2) Fasilitasi Bantuan Harga Benih kepada Petani (3) Penjaminan Kredit Pertanian, (4) Subsidi Bunga Modal Investasi atau BLM - Keringanan Investasi Pertanian, (5) Stabilisasi/Kepastian Harga Komoditas Primer melalui DPM-LUEP, dan (6) Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian. Saudara Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi IV, yang saya hormati. Demikianlah yang dapat saya sampaikan dan apabila masih diperlukan penjelasan lebih rinci saya mohon agar pimpinan unit Eselon I yang bersangkutan dapat diberi kesempatan untuk menanggapinya. Atas perhatian Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi IV DPR-RI, saya mengucapkan terima kasih. Wabillahitaufiq walhidayah, Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Menteri Pertanian RI, ANTON APRIYANTONO Pidato Menteri Pertanian Pada Raker dengan Komisi IV DPR-RI, 12 Februari

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI PADA SARASEHAN PERTANIAN DAN DEKLARASI DEWAN PIMPINAN WILAYAH PERHIMPUNAN PETANI DAN NELAYAN SEJAHTERA INDONESIA (DPW PPNSI JAWA TIMUR) Malang, 8 Juli 2007 Assalaamu

Lebih terperinci

Materi Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR-RI.

Materi Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR-RI. Analisis Kebijakan 1 Materi Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR-RI. Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Anggota Komisi IV DPR-RI, yang terhormat,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL PERTANIAN Jakarta,

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL: PERTANIAN

ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL: PERTANIAN PIDATO MENTERI PERTANIAN RI PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA JAKARTA, 17 JANUARI 2007 ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)

KEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) KEYNOTE SPEECH Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) Assalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Gubernur Bank Indonesia Rektor

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA. Yogyakarta, 6 Februari 2007

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA. Yogyakarta, 6 Februari 2007 SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA Yogyakarta, 6 Februari 2007 Assalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Yang Saya Hormati: Pimpinan Pusat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2015-2019 Musrenbang Regional Kalimantan Jakarta, 24 Februari 2015 AGENDA 7 NAWACITA : Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 14 Nopember 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 14 Nopember 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 14 Nopember 2007 Saudara Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi IV DPR-RI yang terhormat, Hadirin sekalian yang saya hormati,

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PASER STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 PAPARAN KEPALA BAPPEDA PADA RAPAT

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONES!A. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONES!A. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONES!A PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDIUNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 18 JUNI 2008

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 18 JUNI 2008 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 18 JUNI 2008 Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat, Anggota Komisi IV DPR-RI, yang terhormat,

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

ARAHAN MENTERI PERTANIAN PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL (MUSRENBANGTANNAS) 2015 JAKARTA, 3-4 JUNI 2005

ARAHAN MENTERI PERTANIAN PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL (MUSRENBANGTANNAS) 2015 JAKARTA, 3-4 JUNI 2005 ARAHAN MENTERI PERTANIAN PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL (MUSRENBANGTANNAS) 2015 JAKARTA, 3-4 JUNI 2005 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Yang Saya Hormati,

Lebih terperinci

13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN

13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 106/Kpts/SR.130/2/2004 TANGGAL 13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Seperti diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa pengembangan agribisnis jeruk pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a)

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 Yang kami hormati, Gubernur Jawa Tengah, Bapak H. Ganjar Pranowo, Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Panitia Pelaksana

KATA PENGANTAR. Panitia Pelaksana KATA PENGANTAR Salah satu kunci keberhasilan revitalisasi pertanian adalah meningkatnya pemahaman dan kemampuan petani serta stakeholder lainnya dalam memanfaatkan teknologi yang bersifat spesifik lokasi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 Kedudukan Satuan Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, ditetapkan berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci