BAB I PENDAHULUAN. besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara berkembang, yang terdiri dari ribuan pulau yang memiliki budaya yang beraneka ragam, lautan, dan sumberdaya alam yang melimpah. Dengan perkembangan yang terjadi saat ini mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendapatan atau kas negara guna membiayai pembangunan. Dalam melakukan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang sangat besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dimana sebagian besar bersumber dari penerimaan pajak. Ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak sendiri merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta 1

2 2 Wajib Pajak untuk bersama-sama secara langsung melaksanakan kewajiban perpajakan guna pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun pertumbuhan ekonomi karena Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yang sangat kuat untuk menunjang segala kebutuhan dalam Negeri, namun pada kenyataannya Indonesia hanya mampu menjadi penonton ditengah persaingan global yang begitu selektif. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh Pasal 22 tergantung pada kebijakan yang diambil oleh Peraturan Pemerintah. Pajak penghasilan pasal 22 atau disingkat PPh pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hukum PPh pasal 22 adalah UU Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan komprehensif mengenai pajak penghasilan (pph) pasal 22, maka yang akan dibahas dalam tugas akhir ini yaitu mengenai subjek PPh pasal 22, objek, pemungut, pengecualian dari pengenaan pph pasal 22, saat terutang, batas waktu setor dan lapor, serta contoh soal atau kasus yang berkaitan dengan pasal 22. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian di SMA

3 3 Sunan Giri Menganti Gresik yang telah ditetapkan sebagai pemungut PPh pasal 22. Pemungutan PPh pasal 22 yang dilakukan oleh SMA Sunan Giri Menganti berkaitan dengan pengadaan barang, seperti pembelian dan tidak mengadakan penjualan dan pembelian impor. Dengan memperhatikan alasan dan keterangan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul yang berkaitan dengan perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22 pada SMA Sunan Giri Menganti Gresik. Judul yang diangkat penulis sehubungan dengan tugas akhir ini adalah Analisis Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang Pada SMA Sunan Giri Menganti Gresik Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin mengetahui perhitungan dan prosedur pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang pada SMA Sunan Giri Menganti Gresik telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tarif yang ditetapkan? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perhitungan dan prosedur pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang yang dilakukan SMA Sunan Giri Menganti Gresik Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian uraian diatas, maka manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Dari segi praktis, bagi SMA Sunan Giri Menganti Gresik penelitian ini

4 4 diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap kedisiplinan pelaksanaan dalam pemungutan pajak penghasilan dan prosuder perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang. 2. Dari segi teoritis atau akademis, penelitian ini diharapkan member manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang hokum pajak, prosedur perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan literature bagi penelitian selanjutnya.

5 5 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, antara lain : 1. Menurut Soemitro pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2003) 2. Menurut Judisseno, pajak merupakan suatau kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai keperluan negara berupapembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. (Judisseno, 2005) 3. Menurut Djajadiningrat Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. (Resmi, 2008) Pengertian Penghasilan Pengertian penghasilan sesuai pasal 4 ayat 1 undang-undang PPh adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai 5

6 6 untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengertian penghasilan menurut Prabowo adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan dan bentuk usahalainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan. (Prabowo, 21:2004) Dari kedua defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan ekonomi yang diperoleh oleh wajib pajak yang berada di Indonesia yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan menambah kekayaan Pengertian Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasian (PPh) berdasarkan Undang- Undang No 17 Tahun 2000 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak atau suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 menurut Undang- Undang No. 36 Tahun 2008 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang. 2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak

7 7 yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, adapun jenis barang yang tergolong sangat mewah adalah : a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp ,00 (dua puluh milyar rupiah). b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp (sepuluh milyar rupiah). c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi). d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah) dan atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi). e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp ,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari cc.

8 8 Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud seperti di atas yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100 % (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007, pemungut PPh pasal 22 adalah: 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang. 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang. 3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamnina, dan Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-apbn.

9 9 5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri. 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul Objek Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut UU Perpajakan No 36 tahun 2008 Yang merupakan objek pemungutan PPh pasal 22 adalah : 1. Impor Barang 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Pemerintah daerah. 3. Pembayaran atas pembelian barang yng dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daearah yang dananya berasal dari dana APBN maupun APBD. 4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, indusri kertas, industri baja dan industri otomotif.

10 10 5. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh pertamina dan badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas. 6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul Tidak Termasuk Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Adapun yang dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 22 ditentukan sebagai berikut: 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak PenghasiIan. 2. Barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai. 3. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan atas timbal balik. 4. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia. 5. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan. 6. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum.

11 11 7. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 8. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya. 9. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah. 10. Barang pindahan. 11. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean. 12. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum. 13. Persenjataan, amunisi, dan pelengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara. 14. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara. 15. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imuniasi Nasional (PIN). 16. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama. 17. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat

12 12 keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional. 18. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. 19. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia. 20. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. 21. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp ,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 22. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/pdam dan benda-benda pos. 23. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. 24. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

13 Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sifat pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Pemungutan PPh pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Pemungutan pajak bersifat final dalam PPh pasal 22 artinya bahwa pajak yang telah di bayar oleh Wajib Pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun berjalan tersebut, tidak dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir suatu tahun pada saat pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan PPh. Jenis pajak penghasilan yang pemungutannya bersifat final adalah: 1. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri rokok di dalam negeri. 2. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri baja. 3. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain yang sejenis kepada penyalur/agen. Jenis pajak penghasilan yang pemungutannya bersifat tidak final adalah: 1. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamin atau badan usaha lain yang sejenis kepada pembeli lainnya (pabrikan). 2. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil industri semen.

14 14 3. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil industri kertas. 4. PPh pasal 22 atas penyerahan hasil otomotif. 5. PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan dana dari Anggaran Pengeluaran Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). 6. PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan usaha tertenti seperti BI (Bank Indonesia), BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, dan bank-bank BUMN yang melakuka pembelian barang yang dananya bersumber baik dar APBN maupun non-apbn. 7. PPh pasal 22 atas import barang. 8. PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan atau ekspor hasil industri oleh eksportir industri perkebunan, perhutanan, pertanian, dan perikanan Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebai berikut: 1. Atas impor a. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2.5% (dua koma lima persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0.5% (nol koma lima persen)dari nilai impor. b. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7.5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor; dan atau

15 15 c. Yang tidak dikuasai, sebesar 7.5% (tujuh koma lima persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian barang sebesar 1.5% (satu setengah persen) dari harga pembelian. 3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut: a. Bahan bakar minyak sebesar: %(nol koma dua lima persen) dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina; % (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan non SPBU; b. Bahan bakar gas sebesar 0.3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai; c. Pelumas sebesar 0.3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai. 4. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif. a. Penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0.1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak pertambahan nilai.

16 16 b. Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0.25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak pertambahan nilai; c. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0.45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak pertambahan nilai; d. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0.3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak pertambahan nilai; 5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerap dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0.25% (nol koma dua lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk pajak pertambahan nilai Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPh pasal 22 Penulis ingin memaparkan beberapa tata cara pemungutan dan penyetoran PPh pasal 22 seperti yang tertera di bawah ini : 1. Pemungut pajak wajib memungut dan menyetorkan PPh pasal 22 ke Bank persepsi, Kantor Pos atau bank devisa. Ketentuan pemungutan dan penyetoran tersebut adalah sebaga berikut: a. PPh pasal 22 atas Import, dipungut dan harus disetor sendiri oleh importir ke bank devisa pada saat pembayaran bea masuk.

17 17 b. PPh pasal 22 atas import oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai, dipungut pada saat pembayaran bea masuk atau pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Import Untuk Dipakai (PIUD), dan harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan. c. PPh pasal 22 atas pembelian barang oleh instansi pemerintah atau BUMN/BUMD dengan dana dari APBN/APBD, dipungut pada saat pembayaran, dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak (rekanan) pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atau penyerahan barang. d. PPh pasal 22 atas pembelian barang oleh badan-badan tertentu seperti BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, dan lain-lain, dipungut pada saat pembayaran, dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya. e. PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu, dipungut pada saat penjualan, dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya. f. PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi pertamina dan badan usaha yang sejenis dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order), dan harus disetor sendiri

18 18 oleh Wajib Pajak sebelum surat perintah pengeluaran barang ditebus. g. PPh pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri oleh industri atau eksportir dalam bidang perkebunan, perhutanan, pertanian, perikanan, dipungut pada saat pembayaran dan harus disetor oleh pemungut atas nama Wajib pajak, paling lambattanggal 10 bulan takwim berikutnya. 2. Pelaksanaan penyetoran PPh pasal 22, ditentukan sebagai berikut: a. Menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang berlaku sebagai Bukti Pemngutan Pajak, untuk penyetoran PPh pasal 22 oleh Bendaharawan Ditjen Bea dan Cukai (atas import barang), badan usaha industri tertentu (atas penyerahan hasil industri tertentu), dan badan usaha/eksportir tertentu (atas pembelian oleh industri tertentu/eksportir). b. Pemungutan pajak kelompok ini wajib menerbitkan Bukti Pemungutan pajak PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu : Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak. Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayan Pajak (KPP) Lembar ke-3 untuk Pemungut Pajak. c. Menggunakan formulir SSP secara kolektif, untuk penyetoran PPh pasal 22 oleh bank devisa dan bendaharawan/badan tertentu yang ditunjuk (atas impor barang), dan Pertamina atau badan usaha selain Pertamina (atas penjualan migas).

19 19 d. Pemungut pajak kelompok ini membuat daftar SSP rangkap 2 yaitu: Lembar ke-1 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Lembar ke-2 untuk Pemungut Pajak. 3. Flow chart pemotongan PPh pasal 22 berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2008 atas kegiatan pengadaan barang, sebagai berikut: Pembayaran Tgl 10 bulan takwim berikutnya Penjual Pembeli Bank Devisa / PT. Pos PPh pasal 22 dipungut pada saat pembayaran dengan bukti pemotongan berupa SSP Penerbitan SSP yang ditujukan kepada wajib pajak, KPP pada saat penyetoran, dan pemungutan pajak Gambar 1 Flow chart pemotongan PPh pasal Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang melakukan penelitian perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang yaitu : Rini Handayani (2009), secara khusus melakukan penelitian mengenai system perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang dimungkinkan menjadi salah satu variabel yang berperan besar dalam menentukan penerimaan pajak. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah perhitungan dan prosedur pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

20 20 Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah : (1) pajak memrupakan iuran rakyat kepada Negara yang dipungut berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum untuk kesejahteraan rakyat. (2) Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara telah membayar pajak penghasilah pasal 22 atas pengadaan barang pada saat pembayaran dengan nilai 1.5% dari harga beli, dengan bukti pemotongan berupa SSP. (3) Perhitungan dan prosedur pemotongan PPh pasal 22 pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sebagai pemungut Pajak Penghasilan pasal 22 atas pengadaan barang telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan waktu dan tarif yang ditentukan Kerangka Konseptual Dasar penelitian ini dalam melakukan alalisis perhitungan PPh pasal 22 adalah melalui laporan keuangan dari SMA Sunan Giri menganti atas pembelian barang. Laporan tersebut dianalisa dengan mencocokkan dengan bukti pembayaran. Dari analisa dan perbandingan yang pada akhirnya dapat diketahui perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang yang dilakukan SMA Sunan Giri menganti. Kerangka konseptual yang dapat dijabarkan sebagai tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian dalam skripsi ini, diwakili oleh bagan alur sebagai berikut:

21 21 Laporan Keuangan SMA Sunan Giri Menganti Pemeriksaan Pajak Penghasilan Kena Pajak (PKP) SMA Sunan Giri Menganti Pajak Terutang Gambar 2 Bagan Kerangka Konseptual

22 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsi masalah yang telah diidentifikasikan dan terbatas pada sejauh mana usaha untuk mengungkap masalah dan keadaan. sebagaimana adanya, sehingga merupakan pengungkapan fakta-fakta yang ada. 3.2.Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel Pengertian Populasi Populasi merupakan objek atau subjek yang memenuhi kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Pengertian populasi menurut Sugiyono yaitu: Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.(2009:61) Berdasarkan pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan 22

23 23 dengan masalah dalam penelitian, pada Yayasan Sunan Giri Menganti Gresik Penentuan Sampel Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara (hipotesis), maka peneliti melakukan pengumpulan data pada objek tertentu. Objek dalam populasi terlalu luas, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Pengertian sampel menurut Sugiyono adalah sebagai berikut: Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (2009:61) Dengan demikian dapat diketahui bahwa sampel merupakan bagian dari populasi dan dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Dari keterangan diatas penulis menganbil sampel pada SMA Sunan Giri Menganti Gresik Variabel dan Operasional Variabel Variabel Penelitian 1. Klasifikasi Variabel Variabel dalam penelitian diartikan sebagai variabel yang merupakan objek yang berbentuk apa saja yang ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperoleh informasi agar bisa ditarik suatu kesimpulan. Adapun variabel yang menjadi obyek penelitian antara lain:

24 24 a. Variabel Independen (X) Menurut Umar (2003:63) Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Sedangkan menurut Sugiyono (2006:61) variabel independen sering disebut variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam Bahasa Indonesiadisebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22. b. Variabel Dependen (Y) Menurut Umar (2003:63) Variabel Dependen (terikat) adalah variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi variabel independen. Sedangkan menurut Sugiyono (2006:61) variabel dependen variabel dependen sering disebut variabel output, criteria, konsekuen. Dalam Bahasa Indonesia disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah pengadaan barang pada SMA Sunan Giri Menganti Gresik. 2. Operasional Penelitian Sebelum mengadakan penilaian dalam penelitian, penulis harus menentukan operasional variabel, hal ini dimaksudkan agar

25 25 dapat mempermudah dalam melakukan penelitian. Menurut Sugiyono, menyatakan bahwa: Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (2006:31) Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga penelitian dapat dilakukan secara benar sesuai dengan judul penelitian mengenai analisis perhitungan dan pemotongan PPh pasal 22 atas pengadaan barang pada SMA Sunan Giri Menganti Gresik. 3.4.Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah tanya jawab yaitu mengadakan wawancara secara langsung kepada pegawai bagian keuangan dan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait. Hal tersebut dilakukan penulis untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan permasalahan. Adapun teknik pengumpulan yang dilakukan penulis untuk memperoleh data informasi yang dibutuhkan dan digunakan sehubungan dengan penelitian ini adalah : a. Pengumpulan data juga dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pegawai yang berwenang pada bagian keuangan SMA Sunan Giri

26 26 Menganti Gresik, untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan permasalahan. b. Studi dokumen yaitu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen, bukti-bukti atau catatan yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Penelitian ditujukan pada dokumen-dokumen yang berhubungan dengan data yang diperlukan. Pengumpulan data dokumentasi menggunakan alat tulis manual maupun elektronik Metode analisa yang digunakan adalah metode analisa deskriptif yaitu metode yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat aktual dan mengambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interprestasi yang rasional. 3.5.Sumber dan Jenis Data Sumber data penulisan ini berasal dari data pengadaan barang yang dilakukan oleh SMA Sunan Giri Menganti. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan, yang mana data tersebut berasal dari bagian keuangan SMA Sunan Giri Menganti. Adapun data yang berhasil dikumpulkan oleh penulis adalah nota pembelian barang, formulir setoran pajak, dan surat setoran pajak (SSP).

27 Teknik Keabsahan Data Agar dalam proses selanjutnya kita dapat mengetahui apa saja yang telah ditemukan dan di interpretasi di dalam lapangan, maka kita perlu mengetahui kredibilitasnya dengan menggunakan teknik perpanjangan kehadiran peniliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi (sumber, metode, penelitian dan teori) dan pelacakan kesesuaian hasil. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat atau tidaknya ditransfer ke latar lain (transferability), ketergantungan pada konteksnya (dependability) dan dapat tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya (confirmability). Jadi, yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi; (1) mendemonstrasikan nilai yang benar, (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan (3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. 1. Perpanjangan Keikutsertakan Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, akan tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada penelitian dilapangan. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal tersebut dilakukan maka akan membatasi: a. Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks.

28 28 b. Membatasi kekeliruan penelitian. c. Mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat. 2. Ketekunan Pengamatan Ketekunan pengamatan yaitu secara konsisten mencari interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentative. Mencari suatu usaha yang membatasi berbagai pengaruh dan mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat. Hal ini berarti peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian ia menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemerikasaan tahap awal tempak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. 3. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekanatau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sember lainnya. Hal itu dapat dicapai dengan jalan; (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4)

29 29 membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan dan (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data, dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Kedua metode ini saling melengkapi satu sama lainnya. Pada penelitian ini, penulis menggunakan kedua metode tersebut dalam mengolah, menganalisa data, dan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kesimpulan. Penjelasan mengenai kedua metode tersebut yaitu : 1. Metode Langsung Metode langsung merupakan teknik dan prosedur pemeriksaan pajak terhadap ketaatan perpajakan untuk mengetahui kebenaran jumlah SPT dan kebenaran jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) di dalam SPT tersebut. Pelaksanaan metode ini dilakukan melalui pemeriksaan terhadap pos-pos laporan keuangan yaitu neraca dan laporan laba-rugi, beserta bukti dan catatan pendukungnya yang sesuai dengan urutan proses pemeriksaan. 2. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung merupakan teknik dan prosedur

30 30 pemeriksaan pajak terhadap ketaatan perpajakan untuk mengetahui kebenaran jumlah SPT masa dan kebenaran jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) di dalam perhitungan tersebut. Pelaksanaan metode ini diluar pemeriksaan mengenai penghasilan dan biaya, sehingga walaupun metode ini juga melakukan pemeriksaan pada lampirannya, namun metode ini tidak melakukan pengujian terhadap neraca dan laporan laba-rugi. Metode tidak langsung merupakan metode pemeriksaan terhadap dokumen- dokumen sebagai berikut : a. Dokumen pembukuan dan catatannya. b. Verifikasi penerimaan dan pengeluaran uang tunai. c. Perhitungan sumber dan penggunaan dana.

31 31 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data Sejarah Singkat SMA Sunan Giri Menganti Menyadari akan arti pentingnya pendidikan bagi manusia dan dengan didorong oleh rasa tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan umat Islam, khususnya di daerah Menganti dan sekitarnya. Berkumpulah generasi muda Islam dan tokoh-tokoh Islam Menganti pada 26 September Dari pertemuan generasi muda dan tokoh-tokoh Islam itu akhirnya menghasilkan kesimpulan bahwa diperlukan didirikan Sekolah lanjutan Islam guna meningkatkan pendidikan masyarakat. Akhirnya pilihan Sekolah jatuh pada Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Dengan ijin Pengurus SMP Semangat yang telah tutup, maka gedung Sekolah PGA memakai tempat Sekolah SMP Semangat untuk melaksanakan proses belajar-mengajar. Yayasan perlu dibentuk, agar usaha mengembangkan PGA lebih leluasa baik kuailtas maupun kuantitasnya. Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Sunan Giri terbentuk berkat perjuangan Pengurus PGA. Dengan akte notaris Djoko Soepadmo, SH. YPI Sunan Giri resmi berdiri. Demi persatuan dan kesatuan umat Islam Menganti akhirnya menyerahkan kepengurusan PGA kepada Yayasan Pendidikan Sunan 31

32 32 Giri tanggal 10 April Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan maka dalam hal ini Yayasan Pendidikan Islam Sunan Giri yang bertempat di Grseik tepatnya di Jl. Raya Sunan Giri No.16 Menganti Gresik mendirikan SMA Sunan Giri Menganti pada Januari Terbentuknya SMA Sunan Giri Mengati adalah dibawah Yayasan Pendidikan Islam. Dengan tugas utamanya mendidik dan mencerdaskan mutu pendidikan dikalangan masyarakat khususnya serta membangun dan memajukan Pendidikan yang ada di Indonesia pada umumnya. Adapun visi dan misi dari dari SMA Sunan Giri Menganti sebagai berikut : Visi : Unggul dalam Imtaq dan Ilmu Siswa. Misi : a. Melaksanakan bimbingan dan praktek ibadah secara istiqomah agar siswa menjadi penegak sholat, mahir dzikir, dan trampil sebagai penceramah. b. Melaksanakan bimbingan akhlaqul karimah dengan penuh kasih dan sayang. c. Melaksanakan kegiatan pembelajaran disiplin dan Islami agar siswa menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam kerangka nilai-nilai Islami Tujuan Instansi Tujuan didirikan SMA Sunan Giri Menganti adalah :

33 33 a. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. b. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. c. Menguasai materi pembelajaran sebagaimana tercantum dalam program pengajaran SMA Sunan Giri Menganti. d. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat. e. Memiliki akhlaq dan budi pekerti luhur. f. Memiliki kemampuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi Struktur Organisasi dan Penjelasan Tugas SMA Sunan Giri Menganti Struktur organisasi merupakan garis besar pembagian wewenang dan tanggung jawab secara jelas dan tegas mencapai tujuan di lingkungan dalam maupun diluar instansi. Jadi struktur organisasi SMA Sunan Giri Menganti adalah susunan dari orang-orang / bagianbagian yang bertanggung jawab atas hal yang menjadi wewenangnya.

34 34 Pengurus Yayasan Sunan Giri Menganti Kepala Sekolah Tata Usaha Pustakawan Wakasek Kurukulum Wakasek Kesiswaan Wakasek Sar-Pras Wakasek Humas Koordinator Wali Kelas Wali Kelas Guru Siswa/ Siswi Keterangan : : Garis Koordinasi Gambar 3 Struktur Organisasi dan Jabatan SMA Sunan Giri Menganti

35 35 Adapun penjelasan dari tugas masing masing bagian bagan struktur organisasi SMA Sunan Giri Menganti sebagai berikut : 1. Kepala Sekolah. Kepala Sekolah berfungsi mengembangkan kompetensi kepribadian, Manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. 2. Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum. a. Menyusun dan menjabarkan kalender pendidikan. b. Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pembelajaran. c. Mengatur penyusunan program pengajaran (program caturwulan, program satuan pelajaran dan persiapan mengajar, penjabaran dan penyesuaian kurikulum). d. Mengatur pelaksanaan kegiatan kurikulum dan ekstra kurikuler. e. Mengatur pelaksanaan program penilaian kriteria kenaikan kelas, kriteria kelulusan dan laporan kemajuan belajar siswa, serta pembagian rapor dan STTB. f. Mengatur pelaksanaan program perbaikan dan pengajaran. 3. Kesiswaan. a. Mengatur program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. b. Mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan 7K. c. Mengatur dan membina program kegiatan OSIS meliputi Kepramukaan, Palang Merah Remaja (PMR), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Usaha Kegiatan Sekolah (UKS), Patroli

36 36 Keamanan Sekolah (PKS), Paskibra. 4. Sarana dan Prasarana. a. Merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana untuk menunjang proses belajar mengajar. b. Merencanakan program pengadaannya. c. Mengatur pemanfaatan sarana dan prasarana. d. Mengelola perawatan, perbaikan, dan pengisian. 5. Hubungan dengan Masyarakat. a. Mengatur dan mengembangkan hubungan dengan BP3 dan peran BP3. b. Menyelenggarakan bhakti sosial, pariwisata. c. Menyelenggarakan pameran hasil pendidikan disekolah (Gebyar Pendidikan). d. Menyusun laporan. 6. Guru. a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. d. Mengembangkan keprofesionalan secara informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

37 37 e. Informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri 7. Wali Kelas. Wali Kelas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan kegiatan sebagai berikut : a. Penyusunan pembuatan statistik bulanan siswa b. Pengisian daftar kumpulan nilai siswa (Legger) c. Pembuatan catatan khusus tentang siswa d. Pencatatan mutasi siswa e. Pengisian buku laporan siswa penilaian hasil belajar f. Pembagian buku laporan penilaian hasil belajar 8. Guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan Konseling membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan kegiatan sebagai berikut : a. Penyusunan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling. b. Koordinasi dengan wali kelas dalam rangka mengatasi masalah masalah yang dihadapi oleh siswa tentang kesulitan belajar. c. Memberikan layanan dan bimbingan kepada siswa agar lebih berprestasi dalam kegiatan belajar. d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada siswa dalam memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang sesuai.

38 38 9. Pustakawan Sekolah. Pustakawan Sekolah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan kegiatan sebagai berikut : a. Perencanaan pengadaan buku / bahan pustaka / media elektronika. b. Pemeliharaan dan perbaikan buku buku / bahan pustaka / media elektronika. c. Inventarisasi dan pengadministrasian buku buku / bahan pustaka / media elektronika. d. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan perpustakaan secara berkala. 10. Tata Usaha Tata Usaha sekolah mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan sekolah dan bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah dalam kegiatan kegiatan sebagai berikut : a. Penyusunan program kerja tata usaha sekolah b. Pengelolaan keuangan sekolah c. Pengurusan administrasi ketenagaan dan siswa d. Pembinaan dan pengembangan karir pegawai tata usaha sekolah e. Penyusunan administrasi perlengkapan sekolah f. Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan kepengurusan ketatausahaan secara berkala

39 Pengadaan Barang Pengadaan barang adalah kegiatan yang dilakukan oleh pihak bagian keuangan SMA Sunan Giri Menganti yang bertujuan untuk menambah perlengkapan maupun peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan pendidikan. Pengadaan barang yang dilakukan adalah kegiatan pembelian barang-barang yang tersedia di masyarakat yang mana tidak melaksanakan pembelian Impor dalam bentuk apapun. Adapun pengadaan barang yang bisa dilakukan oleh SMA Sunan Giri Menganti adalah pengadaan komputer, peralatan kantor, alat tulis kerja, alat-alat laboratorium, dan lain-lain. Penulis akan memaparkan beberapa kasus penghitungann PPh pasal 22 yang dilakukan oleh SMA Sunan Giri Menganti dalam beberapa transaksi di bawah ini dengan meneliti pada Laporan Kegiatan R-BOS. Jumlah penerima dana R-BOS sejumlah 301 siswa dengan jumlah penerimaan Rp per siswa, dengan total penerimaan sebesar Rp ,-. Dana tersebut dipergunakan untuk pembiayaan antara lain : 1. Pembiayaan Ulangan 2. Pembelian alat dan bahan praktek 3. Perbaikan alat-alat praktek 4. Peneriamaan Siswa Baru 5. Pengadaan ATK

40 40 6. Pembiayaan daya dan jasa Berikut laporan keuangan R-BOS Tahun 2012 yang dilakukan SMA Sunan Giri Menganti : Tabel 1 Laporan Keuangan Bulan Januari 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Januari 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah NIHIL NIHIL Jumlah Penerimaan - Jumlah Pengeluaran - Saldo - Saldo - Jumlah - Jumlah - Sumber : Olahan Penulis Tabel 2 Laporan Keuangan Bulan Februari 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Februari 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 17 Dana R-BOS Turun Rp Ulangan Harian - LJK Rp Penggandaan Soal Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis

41 41 Tabel 3 Laporan Keuangan Bulan Maret 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Maret 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Februari 2012 Rp Pembelian Bahan Biologi Rp dan Kimia Penggandaan naskah UTS Rp Genap Telp dan Speedy Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis Tabel 4 Laporan Keuangan Bulan April 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan April 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Maret 2012 Rp Telp dan Speedy Rp Pembelian Komputer - 3 Rp Rp Rp Rp Rp Kabel Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis

42 42 Tabel 5 Laporan Keuangan Bulan Mei 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Mei 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan April 2012 Rp Telp dan Speedy Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis Tabel 6 Laporan Keuangan Bulan Juni 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Juni 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Mei 2012 Rp Telp dan Speedy Rp Penggandaan naskah UAS Genap Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis

43 43 Tabel 7 Laporan Keuangan Bulan Juli 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Juli 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Juni 2012 Rp Cetak brosur dan formulir Rp PSB 9 Pembelian Buku Paket Rp Bahasa Inggris 10 Telp dan Speedy Rp ATK Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis Tabel 8 Laporan Keuangan Bulan Agustus 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Agustus 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Juli 2012 Rp Telp dan Speedy Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis

44 44 Tabel 9 Laporan Keuangan Bulan September 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan September 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Agustus 2012 Rp Telp dan Speedy Rp Beli Rak Buku Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis Tabel 10 Laporan Keuangan Bulan Oktober 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Oktober 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan September Rp Telp dan Speedy Rp Beli Peralatan Ekstra Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis

45 45 Tabel 11 Laporan Keuangan Bulan November 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan November 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Oktober 2012 Rp Telp dan Speedy Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis Tabel 12 Laporan Keuangan Bulan Desember 2012 Laporan Keuangan Dana R-BOS SMA Sunan Giri Menganti Bulan Desember 2012 Pemasukan Pengeluaran Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah 1 Saldo Bulan Desember 2012 Rp Buku ensiklopedia Al Rp Qur an 10 Telp dan Speedy Rp Pelaporan Rp Jumlah Penerimaan Rp Jumlah Pengeluaran Rp Saldo - Saldo Rp - Jumlah Rp Jumlah Rp Sumber : Olahan Penulis Pada laporan keuangan diatas ada beberapa transaksi yaitu transaksi pembelian alat dan barang yang dikenakan pajak yaitu PPh pasal 22. Dengan traksaksi lebih perinci sebagai berikut :

46 46 Pada tanggal 2 Juli 2012 memesan buku brosur dan formulir pendaftaran di Percetakan Melati senilai Rp ,- Pada tanggal 9 Juli 2012 membeli Buku Paket di Percetakan Grafindo senilai Rp ,- Pada tanggal 7 Desember 2012 membeli Ensiklopedia Al Qur an di Toko Widya Cahaya senilai Rp ,- Dari transaksi yang diatas yang dilakukan SMA Sunan Giri Menganti dapat dijadikan satu menjadi tabel dibawah ini : Tabel 13 Jumlah Pembelian Barang No Tanggal Pembelian Harga 1 2 Juli 2012 Buku brosur dan formulir pendaftaran Rp Juli 2012 Buku Paket Rp Desember 2012 Buku ensiklopedia Al Qur an Rp Total Pembelian Rp Pada tanggal 5 Maret 2012 SMA Sunan Giri Menganti membeli alat dan bahan-bahan lab kimia dari UD. Cahaya Kimia senilai Rp Pada tanggal 10 Maret 2012 fotocopy naskah ulangan tengah semester di koperasi Yayasan Sunan Giri Menganti senilai Rp Pada tanggal 30 April 2012 membeli komputer lengkap di Bj Computer senilai Rp ,- Pada tanggal 13 Juni 2012 fotocopy naskah ulangan akhir semester di

47 47 koperasi Yayasan Sunan Giri Menganti senilai Rp Pada tanggal 30 September 2012 membeli rak buku pada UD. Luhur Sembilan senilai Rp ,-. Pada tanggal 31 Oktober 2012 membeli bahan dan alat batik pada HB Batik Madura senilai Rp ,- Dari transaksi yang diatas yang dilakukan SMA Sunan Giri Menganti dapat dijadikan satu menjadi tabel dibawah ini : Tabel 14 Jumlah Pembelian Barang No Tanggal Pembelian Harga 1 5 Maret 2012 Alat & Bahan Lab. Kimia Rp Maret 2012 ATK Rp April 2012 Komputer Rp Juni 2012 ATK Rp September 2012 Rak Buku Rp Oktober 2012 Bahan & alat batik Rp Total Pembelian Rp Analisis Data Dari data yang ada penulis menganalisa perhitungan yang dilakukan SMA Sunan Giri Menganti dengan perhitungan yang ditetapkan dalam peraturan Undang-undang yang berlaku. 1. Perhitungan PPh 22 pada saat pembayaran tanggal 10 Januari 2013 Perhitungan pengenaan pajak PPh pasal 22 menurut UU Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 :

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE Contributed by Administrator Thursday, 10 May 2001 Pusat Peraturan Pajak Online PENGANTAR KEPUTUSAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut 31 BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B 154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B Contributed by Administrator Tuesday, 31 August 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : 1 Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto Pajak Penghasilan PASAL 22 Andi Wijayanto Pengertian Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 05 seri PPh PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga

Lebih terperinci

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan 2. Pemungutan:

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PA JAK PENGHASILAN PASAL 22 PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN Pemotongan Pemungutan Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan Menunjuk

Lebih terperinci

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.667, 2015 KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Barang. Impor. Usaha. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PENGERTIAN Merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh: Bendaharawan pemerintah (pusat&daerah), instansi/lembaga pemerintah&lembaga negara lainnya sehubungan

Lebih terperinci

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN. Daftar Wawancara T : Kapan RS.HJK Menjadi Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22? J : Berawal Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1243/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal 11 Agustus 2005.yang berisi

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan 2. Pemungutan:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu Karakteristik Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu Pemungut : pihak-pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Dipungut atas kegiatan Perdagangan Barang, bukan

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 26 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh pasal 21 Pasal 21 Undang-undang PPh mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P No.847, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak. Barang Mewah. Kena Pajak. Jenis Barang. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK

Lebih terperinci

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan No.848, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Penyerahan. Barang. Impor.Usaha. Bidang Lain. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 22 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 22 2. Pemungut

Lebih terperinci

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah PEMOTONG Objek Pajak 1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat BAB 2 LANDASAN TEORI II.1. Pajak Secara Umum II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak dapat diambil dari beberapa definisi para ahli dalam bidang perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak

Lebih terperinci

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.361, 2017 KEMENKEU. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PMK.010/2017 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

Modul ke: PPh Pasal 22. Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1.Akuntansi

Modul ke: PPh Pasal 22. Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1.Akuntansi Modul ke: 13 PPh Pasal 22 Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1.Akuntansi Pengertian PPh Pasal 22 PPh yang dipungut oleh bendahara pemerintah, Badan-badan

Lebih terperinci

Pemungut PPh Pasal 22

Pemungut PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan Badan tertentu dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya. Pemungut PPh Pasal 22

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Dasar Hukum Pajak Dasar hukum pajak adalah pasal 23 ayat ( 2 ) Undang - Undang Dasar 1945 yang berbunyi : segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan

Lebih terperinci

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN Contributed by Administrator Wednesday, 05 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain. B. Pemungut PPh Pasal 22 1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah

Lebih terperinci

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan Senin,25 Agustus 2014 TOPIK : AKUNTANSI PAJAK PPh Pasal 22 (Pungutan Pajak atas transaksi pembayaran) TSM-Trisakti haeselen PENDAHULUAN Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 50 BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga

Lebih terperinci

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 32 P4.1 Teori Pajak Penghasilan 22 & 24 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 PPH PASAL 22 Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ 2012 PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 Definisi 3 Merupakan pajak yang dipungut atas: Aktivitas pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

BAB II LANDASAN TEORI. Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Tinjauan Teori II. 1. 1 Definisi dan Unsur Pajak UU KUP No 28 Tahun 2007 pasal 1 menyebutkan definisi pajak sebagai berikut: Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Secara Umum 1. Pengertian dan Unsur Pajak Secara umum, pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak PPh Pasal 22 Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING SUHARTONO Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer

Lebih terperinci

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SOSIALISASI PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA KPP PRATAMA TIMIKA MEI 2015 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa Latar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: (yang dipotong merupakan penghasilan bagi penerima) Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Tidak ada pajak yang dapat dipungut oleh negara tanpa adanya undangundangyang mengatur pemungutan pajak tersebut. Oleh karena itu setiap pemungutanpajak diatur

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan:

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Prof. Dr. Rahmat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan

Lebih terperinci

253/PMK.03/2008 WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJ

253/PMK.03/2008 WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJ 253/PMK.03/2008 WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJ Contributed by Administrator Wednesday, 31 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

BAB IV KETENTUAN LAINNYA BAB IV KETENTUAN LAINNYA A. PENYUSUTAN 1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU www.suluhpajak.com Editorial PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU Salam Jumpa Pembaca, Alhamdulillah, puji syukur senantiasa Redaksi panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hingga saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) 1. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Menurut Siti Resmi (2011:167) hak-hak pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain : a. Pemotong pajak

Lebih terperinci

II. PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH SKB PPN ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU

II. PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH SKB PPN ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-233/PJ./2003 Tanggal : 26 Agustus 2003 Perihal : Tatacara Pemberian Dan Penatausahaan Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Dan Atau Penyerahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara. digunakan untuk membayar pengeluaran umum. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak Menurut Resmi (2013) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

Lebih terperinci

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH kreditgogo.com I. Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, pemerintah perlu menyelenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan pemungutan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2002 BPHN UU 10/1995, KEPABEANAN *9048 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teori dan Literatur Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara yang bukan hanya merupakan suatu kewajiban tetapi juga merupakan hak bagi

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008 Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal BADAN ORANG PRIBADI Syarat Objektif Syarat Subjektif Wilayah tempat kedudukan KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat tinggal Fungsi NPWP - Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan - Sebagai identitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN. PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag Disusun oleh : 1. Ella Kholifiyah 2013114164 2.

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PPh PASAL 22

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PPh PASAL 22 DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PPh PASAL 22 UU UU No.6 Tahun 1983 sttd UU UU No. 16 Tahun 2009 (KUP) UU No.7 Tahun 1983 sttd UU No.36 Tahun 2008 (PPh) PP PER MENKEU PER DIRJEN -PP No. 8 Tahun 2007 (Peraturan Pelaks.UU

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK Para Pemungut PPN yang terhormat, Setiap bulan setelah Masa Pajak berakhir, Pemungut PPN harus melaksanakan kewajiban untuk melaporkan kegiatan pemungutan PPN yang

Lebih terperinci

Tri Murti (Universitas Lambung Mangkurat)

Tri Murti (Universitas Lambung Mangkurat) MEKANISME PERHITUNGAN, PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 22 PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN TANAH LAUT Tri Murti (Universitas Lambung Mangkurat) Penelitian ini bertujuan Untuk

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Nama Pemungut : Alamat : No. Telp : Usaha : SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 146/2000, IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI *38426 PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 139 BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PENGERTIAN Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Berbagi informasi terkini bersama teman-teman Anda Jakarta Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan suatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Siti Resmi (2009: 1):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Siti Resmi (2009: 1): digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Pajak telah banyak didefinisikan oleh beberapa pakar. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Siti Resmi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. With Holding System a. Pengertian With Holding System Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus mengetahui bahwa with holding system

Lebih terperinci