ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR"

Transkripsi

1 ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 124/Pid./2011/PT.TK.) Oleh M. Fikram Mulloh Khan ABSTRAK Perkembangan dalam kehidupan anak-anak dan remaja rentan untuk melakukan tindak pidana perbuatan membantu pencurian kendaraan bermotor. Perbuatan membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan nomor: 128/Pid./2011/PT.TK merupakan masalah yang serius. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan mempelajari, melihat dan menelaah asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum, pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor yaitu terbukti secara sah dan bersalah melanggar Pasal 365 juncto Pasal 55 dan dijatuhi oleh Majelis Hakim berupa penjatuhan pidana pokok dalam bentuk penjara selama 1 (satu) bulan 3 (tiga) minggu. Unsur-unsur tindak pidana yaitu perbuatan manusia, memenuhi rumusan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum. Dasar hakim menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor terdiri dari beberapa aspek yaitu tuntutan jaksa, alat bukti, hal-hal yang meringankan serta hal-hal yang memberatkan. Kegiatan aparat penegak hukum dalam pelaksanaannya lebih menggunakan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) bukan menggunakan aturan khusus yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. KATA KUNCI: Pertanggungjawaban Pidana, Anak, Membantu Pencurian

2 ANALYSIS OF CRIMINAL LIABILITY TO HELP CHILDREN IN MOTOR VEHICLE THEFT ( Study of Cape Coral High Court Decision Number : 124/Pid./2011/PT.TK. ) By: Fikram Mulloh M. Khan, Dr. Maroni, S.H., MH., Virganefi, SH.,MH. Fikramkhan@rocketmail.com ABSTRACT Developments in the lives of children and adolescents are prone to commit criminal acts assist motor vehicle theft. Motor vehicle theft act helps in decision number: 128/Pid./2011/PT.TK is a serious problem. The method used by normative approaches and empirical jurisdiction. juridical empirical approach taken to study the law in fact or based on facts objectively obtained in the field. In the study sample, drawn from several populations in porpuse sampling. The population in this study is represented by four (4) respondents comprising of one High Court Judge Tanjung Karang, one of the High Court of Dublin, the Institute for Child Advocacy activists, one party Academics Lampung University. The data obtained by means of editing, of interference, dn systematization of data. Based on the results of research and discussion, which helps the child criminal liability of motor vehicle theft and that is proven legally guilty of violating Article 365 junto 55 and sentenced by the judges in the form of criminal punishment in the form of principal prison for 1 (one) month three (3) weeks. The elements of the crime of which human actions, meet in the formulation of the law, is against the law. Basic judges convict on criminal acts that help children theft of a motor vehicle consists of several aspects, namely the prosecution, the evidence, the mitigating and aggravating things. Activities of law enforcement agencies in the implementation of a more use of the draft Criminal Law (Penal Code) instead of using a special rule that Law No. 3 of 1997 on Juvenile Justice and Law No. 23 on the Protection of Children. Key Words: Criminal Liability, Children, Helping Theft.

3 I. PENDAHULUAN Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Generasi muda sebagai subjek merupakan pelaku dan pelaksanaan pembangunan yang harus dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama membangun bangsanya. 1 Undang- Undang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak juga berhak mendapat perlindungan dari orang tua, keluarga dan pemerintah. Istilah baku perdana dalam konsep psikologi adalah juvenile deliquency yang secara etimologis dapat dijabarkan bahwa juvenile berarti anak sedangkan deliquency berarti kejahatan. Dengan demikian, pengartian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subyek/pelakunya, maka menjadi juvenile deliquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat. 2 Psikolog Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya juvenile deliquency sebagai berikut: tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan yang melawan 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat 1 tengtang Pengadilan Anak 2 Andi Mappiare, Psikologi remaja, Rineka Cipta Jakarta, thn 2012, hlm hukum, yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. 3 Sedangkan Fuad Hasan merumuskan definisi delinquency sebagai berikut: perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan. 4 Atas dasar perbuatan pelaku dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka dilakukan proses penyelidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan di depan persidangan atau dikenal dengan sistem peadilan pidana. Pertanggungjawaban pidana sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan bertanggung jawab dari seseorang karena telah melakukan perbuatan yang melawan hukum. Istilah baku perdana dalam konsep psikologi adalah juvenile deliquency yang secara etimologis dapat dijabarkan bahwa juvenile berarti anak sedangkan deliquency berarti kejahatan. Dengan demikian, pengartian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subyek/pelakunya, maka menjadi juvenile deliquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat. 5 Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kota Agung Kabupaten Tanggamus, 7 Agustus 2011, terdapat laporan terhadap tersangka yang melanggar Pasal 365 ayat (2) ke 2 KUHP jounto Pasal 56 ayat (1) KUHP tentang 3 Bimo Walgito, kenakalan anak ( Juvenile Deliquency ), Rineka Cipta Jakarta Thn 2012, hlm: 2. 4 B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Anak ( Etimologi Juvenile Deliquency ); Rineka Cipta Jakarta Thn 2012, hlm: Andi Mappiare, Psikologi remaja, Rineka Cipta Jakarta, thn 2012, hlm 32-33

4 Memberi Bantuan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan. Bahwa terdakwa bersama-sama dengan Roli, Sutra, Rudi, Imron, dan Chandra pada hari minggu tanggal 7 Agustus 2011, terdakwa dan lima (5) orang lainnya bersama-sama merencanakan pencurian kendaraan bermotor terhadap seorang wanita, bahwa setelah berhasil mengambil tas dan motor milik korban kemudian terdakwa dan teman-temannya langsung melarikan diri. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 365 ayat (1), (2) ke-2 KUHP jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 6 Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Agung tanggal 5 Oktober 2011 Nomor: 200/Pid.B/2011/PN.KTA., yang berbunyi menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu melakukan pencurian dengan kekerasan, dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan. Mengingat akan akta Permohonan Banding Nomor: 19/Akta.pid/2011/PN.KTA., setelah Pengadilan Tinggi membaca dan mempelajari berkas perkara, seseorang dapat dikatakan sebagai pembantu atau memberi bantuan kepada orang lain untuk melakukan tindak pidana, maka ia harus jelas perannya sebagai apa, harus jelas bantuan apa yang diberikan terdakwa kepada pelaku tindak pidana, dan terjadi sebelum peristiwa pencurian terjadi, setelah kasus ini terungkap, terdakwa bersama dengan temantemannya merencanakan pencurian 6 Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor:124/pid./2011/PN.TK kendaraan bermotor. Dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa peran terdakwa bukan membantu melakukan tindak pidana pencurian, lebih tepatnya dikatakan terdakwa sebagai pelaku utama pencurian kendaraan bermotor, didalam putusan Pengadilan Negeri Kota Agung terdakwa dijatuhi hukuman sebagai pembantu pencurian dan Hakim keliru dalam memutus perkara tersebut yang menyebabkan terdakwa mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Kota Agung tersebut. Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah: a. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor 124/Pid. /2011/PT.TK? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor 124/Pid./2011/PT.TK? II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban Pidana Anak Yang Membantu Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi Putusan Nomor 124/Pid./2011/PT.TK) Pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya perbuatan, apakah orang yang melakukan perbuatan itu kemudian juga

5 dipidana, tergantung pada soal apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Hukum pidana berlaku asas (green straf zoner schuld) yang berarti tiada pidana tanpa adanya kesalahan. Menurut para ahli unsur-unsur pertanggungjawaban pidana terdiri dari 2 unsur yaitu : 1. Kemampuan bertanggungjawab; 2. Kesengajaan (dolus) dan Kealpaan (culpa). 1. Kemampuan bertanggungjawab Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada: 7 a. Kemampuan untuk membedabedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk. Sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruk perbuatan tadi. 2. Kesengajaan (dolus) dan Kealpaan (culpa) a. Kesengajaan (dolus) 7 Ada dua teori yang berkaitan dengan pengertian sengaja, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan atau membayangkan. Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Menurut teori pengetahuan atau teori membahayakan, manusia Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta Jakarta. Thn 2005, hlm:50 tidak mungkin menghendaki suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau menbayangkan adanya suatu akibat. b. Kealpaan (culpa) Yang dimaksud dengan kealpaan adalah terdakwa tidak bermaksud melanggar larangan undang-undang, tetapi ia tidak mengindahkan larangan itu. Ia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. jadi, dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang. Moeljatno mengatakan kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-penduga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Moeljatno mengatakan kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-penduga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan menjadia dua yaitu : 8 1. Kealpaan yang disadari (bewuste schuld) Kealpaan yang disadari terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya. 8 Moeljatno, ibid hlm:53

6 Meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu. 2. Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld) Kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila si pembuat tidak membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut. Guntur Purwanto menyatakan jika menyandarkan diri pada teori kehendak, maka kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif dan tujuannya perbuatan. Konsekuensinya ialah bahwa untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan dikehendaki oleh terdakwa, hematnya : a. Harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuannya yang hendak dicapai. b. Antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada kausal dalam batin terdakwa. Guntur Purwanto lebih lanjut menjelaskan bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut? Dan kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan merupakan hal yang menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan ia dapat dicela oleh perbuatan tersebut. Atik Rusmiaty menyatakan hal terpenting dalam menjatuhkan pidana terhadap seseorang adalah menentukan terlebih dahulu apakah perbuatan seseorang tersebut telah terbukti sebagai tindak pidana sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan tertulis yang berlaku pada saat atau sebelum perbuatan itu dilakukan. Kemudian ditentukan apakah orang yang melakukan tindak pidana itu dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Lebih lanjut Atik Rusmiaty, mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana merupakan kemampuan bertanggung jawab seseorang terhadap kesalahannya telah melakukan perbuatannya yang dilarang undangundang, secara melawan hukum dan tidak dibenarkan menurut pandangan masyarakat. Kesalahan adalah unsur peristiwa pidana atau perbuatan pidana dan antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Maka upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jalur yaitu, jalur penal (Refresif) dan melalui jalur non penal (Preventif). Erna Dewi menyatakan dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelaku membantu pencurian kendaraan bermotor ini harus memperhatikan 2 (dua) hal sekaligus, yaitu dari pelaku dan korban. Dari segi pelaku yang masih dibawah umur, sebaiknya tidak harus dihukum dan apabila dikenakan hukuman sebaiknya hukuman tersebut dalam bentuk pidana

7 bersyarat atau percobaan. Maksud dari pidana bersyarat untuk pelaku anak, yaitu pelaku tidak melakukan perbuatan yang sama dalam waktu tertentu sesuai dengan keputusan hakim, dimana pelaku diserahkan kepada orang tuanya untuk dididik dan dibina baik mental maupun spiritual. Dedi Suhendri menyatakan anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor berkembang sangat pesat ditengah-tengah lingkungan masyarakat bahkan setiap bulan pun selalu ada saja pelaporan terhadap kasus anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang kurang peduli dan sikap acuh yang hidup dilingkungan masyarakat, bahkan sikap acuh yang berkembang ditengah-tengah masyarakat ini yang merupakan salah satu faktor utama merebaknya kasus pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak. Faktor-faktor anak melakukan membantu pencurian kendaraan bermotor karena, adanya faktor dari kurangnya kasih sayang dari orang tuanya, rendahnya tanggung jawab orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak tersebut dan juga dari pengaruh lingkungan, dimana kebebasan pergaulan akibat tidak adanya pengawasan oleh kedua orang tua. Pidana bagi anak dibawah umur yang berkonflik dengan hukum harus memperhatikan Pasal 64 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang secara tegas memberikan perlindungan dan perlakuan khusus baik selama proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dengan proses persidangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Bagi anak yang dijatuhi hukuman sebagai bentuk penerapan sanksi pidana, maka pidana penjara bagi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Bertitik tolak dari uraian diatas, terlihat bahwa penjatuhan pidana bagi pelaku anak membantu pencurian kendaraan bermotor harus dilaksanakan sesuai dengan prinsipprinsip perbaikan (restoratif justice) bagi anak itu sendiri. Walaupun penerapan peradilan terhadap pelaku yang masih dikatakan anak dibawah umur memang sudah sesuai dengan Undang-Undang Pengadilan Anak. Akan tetapi, hal ini menimbulkan dampak dari proses peradilan yaitu secara positifnya, anak akan menjadi lebih baik dan dilihat dampak negatifnya dapat menghambat pendidikan, perkembangan dari pola pikir kedewasaan dan keterbelakangan mental, sehingga dengan kembalinya anak kelingkungan masyarakat, maka akan menimbulkan kesan jelek bagi anak tersebut. Untuk itu dalam proses penyidikan hendaknya dihindarkan dari hal-hal yang dapat merugikan anak. Kontak awal antara anak dan penyidik hendaknya terhindarkan dari penanganan yang berupa geretakan, kekerasan fisik dan sebagainya. Dalam kontak awal anak terhadap penyidik merupakan pangkal tolak dari terbentuknya pribadi anak, ia menjadi baik atau sebaliknya pada fase ini, oleh karena itu sangat diperlukan adanya

8 kesatuan khusus penyidik yang terlatih dalam melayani dan menangani anak. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Husaini yaitu dengan sengaja menyuruh 5 (lima) orang temannya untuk melakukan niatnya mencuri sepeda motor dan uang. Aparat hukum dalam kasus menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pembantu pencurian kendaraan bermotor dengan menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Perlindungan Anak, menunjukkan bahwa Pasal 365 jo 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana membantu pencurian dan sanksi pidananya. Pada Pasal 56 KUHP dengan ketentuan hukuman pidana dikurangi sepertiga dari tuntutan. Penerapan sanksi pidana bagi anak dalam Pasal 56 tidak bisa ditelan mentah-mentah, maksudnya bagi anak yang berkonflik dengan hukum harus tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain sebagai perwujudan asas (lex spesialis derogate lex generalis) sebagaimana diamanatkan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundangundangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika undang-undang ditentukan lain, Pasal 63 ayat 2 (dua) KUHP yang berbunyi Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis menyatahkan bahwa dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pembantu pencurian kendaraan bermotor, pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya atas perbuatannya karena memenuhi unsur-unsur suatu tindak pidana yaitu dilakukan dalam keadaan sehat jiwanya, mampu mengetahui bahwa perbuatan bertentangan dengan hukum serta mampu memenuhi kehendak sesuai dengan kesadarannya. Bahwa unsurunsur tindak pidana yaitu : perbuatan manusia, diancam pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab. B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Anak yang Membantu Pencurian Kendaraan Bermotor Guntur Purwanto mengatakan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain, alat bukti, dakwaan jaksa, hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa selama proses persidangan berlangsung. Alat bukti dalam proses persidangan terdakwa Husaini antara lain terdiri dari : 1) Keterangan saksi; 2) Petunjuk; 3) Keterangan terdakwa 1. Keterangan saksi Definisi saksi dan keterangan saksi di dalam KUHAP terdapat pada Pasal 1 butir 26, Pasal 1 butir 27 dan

9 Pasal 185 ayat (1). Yang dikategorikan sebagai saksi ialah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 2. Alat bukti petunjuk Pasal 188 ayat (1) KUHAP memaparkan pengertian alat bukti petunjuk, bahwa petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. 3. Alat bukti keterangan terdakwa Terdakwa dalam memberikan keterangan dipersidangan tidak diambil sumpah atau janji karena ia mempunyai hak ingkar, yakni hak untuk tidak memberikan keterangan yang memberatkan bagi dirinya sendiri. Pengakuan terdakwa saja tidak meniadakan upaya pembuktian dengan alat bukti lainnya. Walaupun terdakwa telah mengaku, proses pembuktian tetap harus dilanjutkan karena tujuan hukum pidana ialah mencari kebenaran materiil. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti yang sah ialah yang ia nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Yang diterangkan terdakwa saat pemeriksaan pendahuluan (di luar sidang) bukanlah alat bukti yang sah, dan hanya dapat digunakan untuk membantu bukti di sidang pengadilan dan hanya dapat digunakan terhadap terdakwa sendiri. Keterangan yang diberikan terdakwa di persidangan dapat berupa pengakuan, dapat juga berupa penyangkalan atau penolakan terhadap dakwaan. Beberapa pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid./2011/PT.TK. yaitu : a. Menimbang, bahwa berdasarkan alasan dan pertimbangan tersebut diatas maka putusan Pengadilan Negeri Kota Agung yang dimohonkan banding tersebut harus dibatalkan dan Pengadilan Tinggi akan mengadili sendiri perkara ini. b. Menimbang, bahwa karena terdakwa terbukti bersalah dan tidak terdapat alasan-alasan yang dapat menghapuskan kesalahan dan meniadakan pemidanaan, maka terdakwa perlu dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya. c. Menimbang bahwa, oleh karena terdakwa ditahan dan terdakwa dinyatakan bersalah serta dijatuhi pidana, maka masa penahanan dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya. Guntur Purwanto menjelaskan mengenai dasar pertimbangan hakim dalam bentuk hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan sebagai berikut: 1. Adanya hal-hal yang meringankan; 2. Adanya hal-hal yang memberatkan; 3. Faktor dakwaan atau tuntutan Jaksa; 4. Motif dilakukan tindak pidana; 5. Akibat yang ditimbulkan.

10 III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di kemukakan, maka penulis akan memberikan kesimpulan sebagai hasil pembahasan tentang analisis pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid./2011/PT.TK ialah : 1. Pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid./2011/PT.TK yaitu menyatakan Husaini telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu pencurian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 jo 55,56 KUHP, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara 1 (satu) bulan 3 ( tiga) minggu, menetapkan bahwa lamanya terdakwa sebelum putusan ini mempunyai kekuatan huku tetap dikurangi seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan serata membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2000,- (dua ribu rupiah). 2. Dasar pertibangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid./2011/PT.TK terdiri dari beberapa aspek yaitu tuntutan jaksa, alat bukti, hal-hal yang memberatkan serta hal-hal yang meringankan. Hal-hal yang memberatkan antara lain bahwa perbuatan terdakwa tersebut meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa merugikan orang lain dan kemudian hal-hal yang meringankan terdakwa adalah masih berstatus anak di bawah umur, terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, serta terdakwa mengaku terus terang. DAFTAR PUSTAKA BUKU Sudarsono, 2008, Kenakalan Remaja: privensi, rehabilitasi, dan resosialisasi. Rineka Cipta, Jakarta. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). P.T. Bumi Aksara. Jakarta. Soekanto, Soerjono; Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, penerbitan Universitas Indonesia, 1986, cetakan ketiga. Tsunawaini Ats Fahd, Seni Mengatasi Problematika Anak. Surakarta. Wahyudi, Setya Wahyudi; Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Anak Di Indonesia. Genta Publishung, Yogyakarta, Andrisman, Tri 2009, Hukum Pidana. Buku Ajar. Universitas Lampung. Hamzah, Andi Pengantar Hukum Acara Pidana

11 Indonesia. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia Jakarta. Muhammad, Abdulkadir Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno Asas-Asas Hukum Pidana. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana PT. Bumi Aksara. Jakarta. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang- Undang Nomor 35 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Sudikno, Mertokusumo, Penerapan Uitvoerbaar. Universitas Indonesia Barda Nawawi Arif. Sari Kuliah Hukum Pidana II. Fakultas Hukum Undip Semarang. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.

ABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA. ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH I Dewa Made Suartha I Ketut Keneng Hukum Acara Peradilan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Setiap sistem perekonomian, baik kapitalis maupun sosialis, pemerintah memegang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.negara Indonesia menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah karunia terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara, anak juga merupakan generasi penerus bangsa yang nantinya akan menentukan nasib suatu bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : GERRY PUTRA GINTING NPM : 110510741 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA Oleh: Putu Agus Hendra Wirawan Marwanto Progam Kekhususan Hukum Pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah sumber daya alam yang sangat penting fungsinya untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Anak adalah masa depan suatu bangsa sebagai tunas dan potensi yang mempunyai peran untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anaklah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan larangan atau keharusan keharusan

Lebih terperinci

PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP. Oleh Rommy Pratama*) Abstrak

PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP. Oleh Rommy Pratama*) Abstrak PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP Oleh *) Abstrak Kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil, keadaan masyarakat yang jauh dari kata sejahtera (unwelfare),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh : TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh : Meilyana Megasari Nyoman Dewa Rai Asmara Putra Program Kekhususan Hukum Acara Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR Oleh Ida Ayu Ary Widiatmika Anak Agung Sri Utari Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Criminal offenses or crimes commited by

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan terhadap penganiayaan merupakan salah satu kejahatan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, salah satunya dapat dilihat dari pelakunya yang bukan lagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci